kajian kemitraan - sisfo uhnakademik.uhn.ac.id/portal/public_html/jurnal/6_manajemen... · web...

45
KAJIAN KEMITRAAN POLA PERKEBUNAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT TRANSMIGRASI (PIR TRANS) DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN TRANSMIGRAN (STUDI KASUS PT. VICTORINDO ALAM LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA UJUNG BATU II KABUPATEN TAPANULI SELATAN ) Parulian Simanjuntak Bambang Irawan Abstrak Pengembangan transmigrasi pola perkebunan adalah dalam rangka peningkatan produksi perkebunan melalui investasi swasta, diarahkan untuk mencukupi kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor non migas. Pada permukiman transmigrasi dapat dikembangkan melalui kerjasama antara perusahaan/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta dengan transmigran, dalam ikatan hubungan mitra usaha inti plasma. Transmigran dapat didudukkan sebagai petani yag memiliki lahan perkebunan sendiri untuk digunakan sebagai kebun plasma yang diperoleh melalui kredit investasi. Untuk menambah pendapatan para transmigran mendapat alokasi lahan pangan/diversifikasi, sebagai upaya mengatasi resiko kekurangan penghasilan. Dalam menjalin hubungan mitra usaha maka perusahaan inti mempunyai tanggung jawab penuh membina manajemen seluruh usaha tani transmigran, melalui pengendalian hari kerja keluarga transmigran secara efesien, baik di dalam mengelola lahan pangan maupun lahan plasma, terutama pada saat musim tanam panen. Dengan demikian perusahaan inti akan dapat berperan di dalam menjamin tercapainya sasaran peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan transmigran. Dalam hubungan ini perusahaan intiperlu dilibatkan dalam proses seleksi dan latihan transmigrasi. Perumusan strategi kemitraan PT. Victorindo Alam Lestari dengan Masyrakat Desa Ujung Batu II Kabupaten Tapanuli Selatan diteliti dengan metode SWOT dan menggunakan analisa AHP. Permasalahan adalah kriteria- kriteria yang dibutuhkan dalam menyusun dan merumuskan strategi kemitraan antara PT. Victorindo Alam Lestari dengan Masyrakat Desa Ujung Batu II Kabupaten Tapanuli 1

Upload: truongnhi

Post on 16-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN KEMITRAAN POLA PERKEBUNAN PERUSAHAAN INTI RAKYAT TRANSMIGRASI (PIR TRANS) DALAM UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN TRANSMIGRAN (STUDI KASUS PT. VICTORINDO ALAM LESTARI DENGAN MASYARAKAT DESA UJUNG BATU II KABUPATEN TAPANULI SELATAN )

Parulian SimanjuntakBambang Irawan

Abstrak

Pengembangan transmigrasi pola perkebunan adalah dalam rangka peningkatan produksi perkebunan melalui investasi swasta, diarahkan untuk mencukupi kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor non migas. Pada permukiman transmigrasi dapat dikembangkan melalui kerjasama antara perusahaan/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta dengan transmigran, dalam ikatan hubungan mitra usaha inti plasma. Transmigran dapat didudukkan sebagai petani yag memiliki lahan perkebunan sendiri untuk digunakan sebagai kebun plasma yang diperoleh melalui kredit investasi. Untuk menambah pendapatan para transmigran mendapat alokasi lahan pangan/diversifikasi, sebagai upaya mengatasi resiko kekurangan penghasilan.

Dalam menjalin hubungan mitra usaha maka perusahaan inti mempunyai tanggung jawab penuh membina manajemen seluruh usaha tani transmigran, melalui pengendalian hari kerja keluarga transmigran secara efesien, baik di dalam mengelola lahan pangan maupun lahan plasma, terutama pada saat musim tanam panen. Dengan demikian perusahaan inti akan dapat berperan di dalam menjamin tercapainya sasaran peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan transmigran. Dalam hubungan ini perusahaan intiperlu dilibatkan dalam proses seleksi dan latihan transmigrasi.

Perumusan strategi kemitraan PT. Victorindo Alam Lestari dengan Masyrakat Desa Ujung Batu II Kabupaten Tapanuli Selatan diteliti dengan metode SWOT dan menggunakan analisa AHP. Permasalahan adalah kriteria-kriteria yang dibutuhkan dalam menyusun dan merumuskan strategi kemitraan antara PT. Victorindo Alam Lestari dengan Masyrakat Desa Ujung Batu II Kabupaten Tapanuli Selatan dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat transmigran dan sekitarnya.

Hasil penelitian berdasarkan (1) analisis SWOT yang dilakukan diperoleh nilai CR untuk jawaban responden terhadap unsur SWOT senilai 0.1558 yang menunjukkan bahwa responden tidak konsisten terhadap jawabannya, (2) sedangkan nilai CR untuk unsur level strength, weakness, opportunities, dan threats masing-masing 0.0062; 0.0654; 0.0522 dan 0.0128 yang menunjukkan bahwa responden konsisten terhadap jawabannya. Bobot untuk weakness merupakan bobot yang tertinggi bila dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa responden berpendapat sisi kelemahan pada sistem kemitraan yang selama ini dijalankan lebih dominan dibandingkan dengan sisi lainnya.

Kata kunci: strategi, kemitraan, transmigrasi, perkebunan .

Latar Belakang

Sebagaimana dikemukakan dalam Pembukaaan Undang – Undang Dasar 1945, alinea ke IV bahwa tugas Pemerintah Indonesia adalah mewujudkan Tujuan Nasional

1

yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejalan dengan cita-cita pembangunan transmigrasi seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian, tujuan nasional tersebut hanya dapat dicapai melalui Pembangunan Nasional yang direncanakan secara terarah dan realistik, bertahap, bersungguh - sungguh, berdaya guna dan berhasil guna, selanjutnya disebut bahwa penyelenggaraan transmigrasi swakarsa yang sebesar - besarnya untuk mencapai peningkatan tarap hidup pembangunan daerah, keseimbangan penyebaran penduduk, pembangunan yang merata diseluruh Indonesia, pemanfaatan sumber alam dan sumber daya manusia, kesatuan dan persatuan bangsa memperkuat pertahanan dan keamanan Nasional. Tujuan tersebut harus dijabarkan dan dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Hakikat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia yang merata, baik material dan spiritual. Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah saja, misalnya pangan, sandang, papan, kesejahteraan dan sebagainya, tetapi juga kepuasan batiniah yaitu pendidikan, rasa aman dan mendapatkan keadilan yang sama. Persebaran penduduk yang serasi dan seimbang juga dimaksudkan agar tersedia tenaga kerja yang diperlukan di daerah jarang penduduk ,dan berfungsi sebagai unsur yang memperkuat pertahanan dan keamanan rakyat semata di daerah bersangkutan. Pembangunan transmigrasi bertujuan meratakan pembangunan memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha.. Pembangunan Transmigrasi diarahkan pada pembangunan daerah penataan penyebaran penduduk yang serasi dan seimbang serta peningkatan mutu kehidupan penduduk yang berpindah dan menetap di lokasi transmigrasi. Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut adalah:1. Diarahkan mendukung pembangunan daerah;2. Memperluas penyebaran penduduk dan tenaga kerja;3. Meningkatkan kesejahteraan para transmigran khususnya dan masyarakat

umumnya;4. Memperkuat pertahanan keamanan negara serta memperkokoh persatuan dan

kesatuan bangsa dengan berpegang pada rencana tata ruang daerah dan wilayah serta pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Kebijaksanaan transmigrasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan

daerah serta sumber daya dan kondisi lingkungan setempat secara terpadu, sehingga mendorong peningkatan transmigrasi swakarsa dan pembangunan kegiatan eknomi di daerah. Dalam rangka menciptakan rasa aman guna memenuhi kebutuhan pangan sebagai kebutuhan yang paling pokok bagi transmigran, maka pada setiap permukiman transmigrasi selalu disediakan lahan usaha bagi pengembangan usaha tani pertanian pangan dengan luas yang ditetapkan.

Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim. Selama ini kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut telah berkembang di Indonesia yang merupakan salah satu subsistem agribisnis. Pengalaman masa lalu membuktikan bahwa pembangunan pertanian saja yang tidak disertai dengan pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian, serta

2

jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simulan, tidak mampu mendayagunakan keunggulan komparatif bersaing.

Sebagaimana halnya pembangunan nasional, pembangunan subsektor perkebunan di Indonesia ditujukan untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan dilakukan dengan cara memperbesar dan meningkatkan pembangunan, sedangkan pemerataan dilakukan dengan cara memberikan akses seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut serta membuat dan menikmati hasil pembangunan dimaksud. Bila pembangunan tidak dibuat semakin besar, maka yang terjadi adalah pemerataan kemiskinan pada akhirnya yang menikmati hasil pembangunan hanya diberikan kepada lapisan minoritas yang kuat, maka yang terjadi adalah kesenjangan yang semakin lebar.

Pelaksanaan pembangunan perkebunan sebagaimana dimaksud tidaklah mudah, karena akan berhadapan dengan persoalan yaitu ketimpangan antara perkebunan besar dengan perkebunan rakyat. Disatu sisi pihak perkebunan besar relatif maju karena mereka menguasai asset produksi (lahan, modal, tenaga kerja, sarana produksi, alat produksi dan teknologi) dan pasar secara penuh serta dipihak lain perkebunan rakyat lrelatif tertinggal karena asset yang dimiliki sangat terbatas bahkan sebagian hanya menguasai tenaga kerja keluarga (petani penggarap).

Pada masa awal pengintegrasian perkebunan besar dengan perkebunan rakyat (petani kecil) istilah yang yang digunakan adalah Nucleus Estate Smallholder (NES), kemudian istilah tersebut berubah menjadi Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) dan disusul lagi dengan istilah Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-TRANS) khusus daerah baru (transmigrasi). Pengembangan transmigrasi pola perkebunan adalah dalam rangka peningkatan produksi perkebunan melalui investasi swasta, diarahkan untuk mencukupi kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor non migas.

Pada permukiman transmigrasi dapat dikembangkan melalui kerjasama antara perusahaan/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta dengan transmigran, dalam ikatan hubungan mitra usaha inti plasma. Transmigran dapat didudukkan sebagai petani yag memiliki lahan perkebunan sendiri untuk digunakan sebagai kebun plasma yang diperoleh melalui kredit investasi. Untuk menambah pendapatan para transmigran mendapat alokasi lahan pangan/diversifikasi, sebagai upaya mengatasi resiko kekurangan penghasilan.

Dalam menjalin hubungan mitra usaha maka perusahaan inti mempunyai tanggung jawab penuh membina manajemen seluruh usaha tani transmigran, melalui pengendalian hari kerja keluarga transmigran secara efesien, baik di dalam mengelola lahan pangan maupun lahan plasma, terutama pada saat musim tanam panen. Dengan demikian perusahaan inti akan dapat berperan di dalam menjamin tercapainya sasaran peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan transmigran. Dalam hubungan ini perusahaan intiperlu dilibatkan dalam proses seleksi dan latihan transmigrasi.

Di dalam pelayanan umum masyarakat dan penyediaan fasilitas lainnya serta seluruh kebutuhan hidup dan rumah tangga transmigran, menjadi kewajiban perusahaan inti untuk mengelola sendiri, atau kerjasama dengan berbagai unsur pemerintah.

Dalam pola ini, peran pemerintah adalah untuk menjamin keadilan, keseimbangan dan keserasian serta kelancaran hubungan ke-mitra-an usaha antara perusahaan inti dan transmigran agar selalu saling menguntungkan serta kejelasan didalam memiki terjadinya resiko.

3

Dalam usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan yang berarti kesegala jurusan secara seluas-luasnya dengan prinsip saling menguntungkan, yaitu :1. Keterkaitan antar industri hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok

industri kecil;2. Keterkaitan antara industri besar, menengah dan kecil dalam ukuran besarnya

investasi;3. Keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis industri;4. Keterkaitan antara industri dengan sektor ekonomi lainnya.

Pada masa ini secara umum industri berkembang dengan sangat baik, termasuk keragaman industrinya, sehingga munculah berbagai macam industri hulu sampai hilir yang tentu saja membutuhkan banyak mitra dalam operasionalnya. Akan tetapi sangat disayangkan kemajuan industri tersebut lebih menonjol pada industri menengah dan besar saja, tidak di imbangi oleh kemajuan industri kecil. Hal ini tentu saja tidak diinginkan bahkan sangat dikuatirkan oleh banyak pihak terutama Pemerintah, sehingga dikeluarkan perbaikan-perbaikan peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan peran industri kecil dalam perekonomian negara tersebut. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan ini belum lagi terpola dengan baik dan masih terkesan tambal-sulam, sehingga banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak dan dituding sebagai salah satu penyebab munculnya konglomerasi di Indonesia.

Dalam rangka menciptakan rasa aman guna memenuhi kebutuhan pangan sebagai kebutuhan yang paling pokok bagi transmigran, maka pada setiap pemukiman transmigrasi selalu disediakan lahan usaha bagi pengembangan usaha tani pertanian pangan dengan luas yang ditetapkan.

Pengembangan transmigrasi pola diversifikasi pertanian (tanaman pangan), adalah pola utama bagi daerah baru dan dikembangkan melalui transmigrasi umum. Kegiatan usaha pokok pertanian tanaman pangan, pada umumnya mempunyai tingkat kelayakan ekonomis relatif rendah, sehingga harus dilakukan usaha diversifikasi pertanian yang sedapat mungkin diarahkan bagi usaha tani terpadu. Usaha tani tersebut meliputi komoditi utama tanaman pangan, yang dikaitkan dengan pengembangan hortikultura, perikanan, peternakan dan sebagainya. Usaha tani terpadu, perlu diikuti dengan upaya pengolahan pasca panen agar dapat meningkatkan nilai tambah disamping lebih menjamin harga dan pemasaran. Sehubungan dengan itu, adanya suatu koperasi sebagai lembaga ekonomi desa secara sendiri maupun bekerja sama dengan pihak swasta harus ditumbuhkembangkan kemanfaatannya bagi kepentingan transmigran.

Mengingat kemampuan tenaga kerja yang sangat terbatas, maka adanya bantuan tenaga kerja atau mesin traktor merupakan kebutuhan guna menggarap lahan lebih dari 1 ha. Adanya fasilitas tersebut, sekaligus dapat meningkatkan pendapatan transmigran.Di samping meningkatkan produktivitas lahan, dan memperkecil resiko usaha tani yang sangat peka terhadap musim, kesuburan lahan, hama dan penyakit serta fluktuasi harga dan perubahan pasar, dukungan manajemen usaha tani harus dilaksanakan secara tepat waktu, dan tepat input dengan mutu, jenis dan jumlah yang sesuai berdasarkan kondisi spesifik lokasi, sehingga keberhasilan kegiatan usaha pokok pertanian transmigran dapat mencapai sasaran peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan tepat pada waktunya.

Pengembangan transmigrasi pola perkebunan adalah dalam rangka peningkatan produksi perkebunan melalui investasi swasta, diarahkan untuk mencukupi kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor non migas. Pada permukiman transmigrasi dapat

4

dikembangkan melalui kerjasama antara perusahaan/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta dengan transmigran, dalam ikatan hubungan mitra usaha inti plasma. Transmigran dapat didudukkan sebagai petani yag memiliki lahan perkebunan sendiri untuk digunakan sebagai kebun plasma yang diperoleh melalui kredit investasi. Untuk menambah pendapatan para transmigran mendapat alokasi lahan pangan/diversifikasi, sebagai upaya mengatasi resiko kekurangan penghasilan.

Dalam menjalin hubungan mitra usaha maka perusahaan inti mempunyai tanggung jawab penuh membina manajemen seluruh usaha tani transmigran, melalui pengendalian hari kerja keluarga transmigran secara efesien, baik di dalam mengelola lahan pangan maupun lahan plasma, terutama pada saat musim tanam panen. Dengan demikian perusahaan inti akan dapat berperan di dalam menjamin tercapainya sasaran peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan transmigran. Dalam hubungan ini perusahaan intiperlu dilibatkan dalam proses seleksi dan latihan transmigrasi.

Di dalam pelayanan umum masyarakat dan penyediaan fasilitas lainnya serta seluruh kebutuhan hidup dan rumah tangga transmigran, menjadi kewajiban perusahaan inti untuk mengelola sendiri, atau kerjasama dengan berbagai unsur pemerintah. Dalam pola ini, peran pemerintah adalah untuk menjamin keadilan, keseimbangan dan keserasian serta kelancaran hubungan ke-mitra-an usaha antara perusahaan inti dan transmigran agar selalu saling menguntungkan serta kejelasan didalam memiki terjadinya resiko.

Tinjauan Teoritis

Undang-undang RI. Nomor 15 Tahun 1997, tentang Ketransmigrasian yang menyebutkan beberapa pengertian yaitu :1. Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan

transmigrasi;2. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan

kesejahteraan adn menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi;

3. Transmigran adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi melalui pengaturan dan pelayanan pemerintah;

4. Wilayah pengembangan transmigrasi adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;

5. Lokasi permukiman transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;

6. Satuan kawasan pengembangan adalah suatu kawasan yang terdiri atas beberapa satuan permukiman yang salah satu diantaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama;

7. Permukiman transmigran adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan

Transmigrasi yang menyebutkan tujuan, sasaran dan arah bertranmigrasi adalah :

5

1. Untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa;

2. Mewujudkan penyediaan kesempatan kerja dan peluang usaha, pemberian hak milik atas tanah, pemberian bantuan permodalan dan atau prasarana/sarana produksi, memfasilitasi pengurusan administrasi dengan badan usaha, peningkatan pendapatan, pendidikan dan pelatihan, pelayanan kesehatan, pemantapan ideology, mental spiritual, sosial dan budaya;

3. Mewujudkan pemerataan pembangunan daerah melalui pembangunan pusat pertumbuhan wilayah baru atau mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang;

4. Mewujudkan dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa melalui pengelolaan temu budaya, tata nilai dan perilaku transmigran dan masyarakat sekitarnya untuk pemantapan rasa kebangsaan an cinta tanah air.

Penyelenggaraan transmigrasi pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkaitan dengan kegiatan penyiapan permukiman dalam bentuk kesiapan permukiman yang memenuhi kriteria 4 L, yaitu : (1) Layak Huni, (2) Layak Usaha, (3) Layak Berkembang serta (4) Layak Ramah Lingkungan dan selanjutnya pelaksanaan pengerahan dan penempatan serta pembinaan masyarakat transmigrasi sampai dengan penyerahan status pembinan unit permukiman transmigrasi dan transmigran oleh pemerintah (Direktorat Penyerasian Lingkungan, Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2006).

Jenis transmigrasi terdiri dari transmigrasi umum, transmigrasi swakarsa berbantuan dan transmigrasi swakarsa mandiri. Dalam pelaksanaannya transmigrasi umum dilakukan oleh pemerintah, transmigrasi swakarsa berbantuan dilakukan oleh pemerintah bekerja samadengan badan usaha dan transmigrasi swakarsa mandiri dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan secara perorangan atau kelompok baik bekerja sama maupun tidak bekerja sama dengan badan usaha atas arahan, layanan dan bantuan pemerintah.

Menurut Ariani (2006) pola usaha transmigrasi saat ini perlu dikembangkan, terutama pola usaha yang masih dapat dibilang andalan, yaitu Pola Pagan, Perkebunan, dan Perikanan. Ketiga pola tersebut hingga kini masih dapat bertahan, meskipun pola perikanan menunjukkan kinerja yang kurang baik. Pola Pangan yang mengandalkan kemandirian transmigran harus tetap dipertahankan, karena pola ini secara nasional dapat mendukung ketersediaan stock beras. Meskipun perkembangan pola ini relatif lamban dibandingkan pola perkebunan, namun pola ini merupakan pola yang sudah cukup tua, dan karena itu perlu dikembangkan baik kebijakan maupun sistem-sistem manajemen dan introduksi teknologisnya. Sementara pola perkebunan sudah cukup mapan, dan yang perlu dikembangkan adalah model kemitraan yang saling menguntungkan. Pola perikanan yang diharapkan menjadi andalan di sektor kelautan, harus diperbaiki model kebijakan dan mekanisme kerjasama antara transmigran dan perusahaan Inti-nya.

Pola perkebunan merupakan usaha yang dikembangkan sebagai alternatif terhadap pola tanaman pangan. Pola ini dikembangkan dalam hubungan kemitraan antara perusahaan inti dan petani pekebun sebagai plasma. Pada pola ini transmigran berstatus sebagai pemilik kebun yang menjual hasil kebunnya ke perusahaan inti. Pola

6

kemitraan yang dipakai adalah Perusahaan Inti Rakyat (PIR), dimana setiap kebun transmigran sebagai plasma ditetapkan seluas 2 hektar. Biaya pembagunan kebun plasma diperhitungkan sebagai kredit jangka panjang yang harus dikembalikan oleh transmigran dari hasil kebun yang disetorkan ke perusahaan inti.

Selain itu, transmigran juga memperoleh hibah rumah di atas lahan pekarangan seluas 0,25 hektar, jaminan hidup (jadup), dan paket A. Pola ini cukup memberikan kesejahteraan tinggi bagi transmigran, disamping itu perkebunan juga merupakan salah satu sektor potensial sebagai penyedia kesempatan kerja baik di kegiatan produksi maupun kegiatan di hulu dan hilir. Namun kecenderungan yang terjadi adalah ketergantungan plasma terhadap pihak inti (Departemen Transmigrasi dan PPH Kebijakan Pembangunan Transmigrasi Repelita VI, pada Uraian Menteri Transmigrasi dan Perambah Hutan Pada Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Tanggal 4 Juli 1995., Juli 1995).

Pengembangan perkebunan dengan pola Perkebunan Inti Rakyat Transmgrasi (PIR TRANS) dilakukan untuk membangun dan membina perkebunan rakyat di wilayah baru dengan teknologi maju agar mampu memperoleh pendapatan yang layak serta meningkatkan kegiatan transmigrasi dengan mewujudkan suatu sistem pengelolaan usaha yang memadukan pelbagai kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran hasil.

Dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil diuraikan bahwa usaha kecil mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan melalui usaha kecil dapat memperluas lapangan kerja, memberikan usaha kecil.

Pelayanan yang luas kepada masyarakat, mewujudkan pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan stabilitas nasional, khususnya di bidang ekonomi. Begitu pentingnya peranan usaha kecil ini sehingga perlu diberikan perlindungan dan pembinaan khusus yang tidak diberikan kepada usaha menengah dan usaha besar sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut di atas. Dalam rangka perlindungan dan pembinaan usaha kecil tersebut Menteri Tenaga Kerja juga telah menanggapinya dengan menetapkan pembinaan usaha kecil, termasuk koperasi sebagai program utama mengatasi pengangguran dalam PJP-II .

Selama ini di Indonesia peranan usaha kecil di dalam perekonomian nasional masih cukup lemah. Menurut hasil survei Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) bahwa aset 300 (tiga ratus) konglomerat Indonesia mencapai 227,3 Trilyun, yaitu hampir 70% dari produk Domestik Bruto (PDB). Sekitar 200 (dua ratus) konglomerat Indonesia menguasai lebih kurang 80% kehidupan ekonomi dan jumlah uang yang beredar di Indonesia, sedangkan usaha kecil hanya menyumbang 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Lemahnya posisi usaha kecil ini dapat disebabkan oleh faktor ekstern berupa iklim usaha yang kurang kondusif yang menimbulkan persaingan tidak sehat, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan lemahnya pembinaan. Dan faktor intern adalah kelemahan di bidang pemasaran, permodalan, penguasaan teknologi, manajemen, dan kemitraan. Kendala demikian tentunya akan bertambah berat menghadapi era globalisasi dimana persaingan semakin ketat dan perubahan selera konsumen yang semakin cepat. Untuk itu diperlukan berbagai strategi. Salah satu strategi itu adalah kerja sama antara berbagai industri yang berbeda tahapan proses produksinya, misalnya

7

industri pembuat mesin dengan industri pemakai mesin tersebut. Kerja sama antar tahapan produksi yang berbeda mengakibatkan terakomodasinya permintaan konsumen yang cepat berubah dengan munculnya inovasi-inovasi baru (constan innovation).

Dalam Undang-undang RI. Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil disebutkan pengertian kemitraan, yaitu kerja sama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan,saling memperkuat dan saling menguntungkan. Dari definisi di atas jelaslah bahwa salah satu unsur penting dari kemitraan yang membedakan dengan hubungan bisnis atau kerja sama biasa adalah adanya ”pembinaan dan pengembangan” yang dilakukan oleh pengusaha menengah dan/atau besar terhadap pengusaha kecil. Apabila unsur pembinaan dan pengembangan tersebut tidak ada, maka kerja sama bisnis tersebut adalah hubungan atau transaksi bisnis biasa yang belum dapat dikategorikan sebagai kemitraan yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut.

Unsur lainnya yang juga penting dalam pengertian kemitraan adalah adanya motif ekonomi atau bisnis yaitu berdasarkan prinsip yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Jadi, kemitraan itu tidak diarahkan pada kerja sama yang bersifat belas kasihan belaka. Memang motif yang terakhir ini seringkali tidak akan mempercepat kemandirian usaha kecil yang dibina, karena dapat menimbulkan kemanjaan, yang tentunya tidak sejalan dengan jiwa, semangat, dan perilaku kewirausahaan yang ingin diciptakan. Padahal, kemitraan itu merupakan salah satu aspek dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengertian pemberdayaan sendiri dirumuskan undang-undang tersebut sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan, dan pengembangan sehingga usaha kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha tangguh dan mandiri. Dalam rangka kemitraan tersebut, tugas penting yang diemban pengusaha menengah dan/atau besar adalah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi. Sedangkan tugas utama pengusaha kecil antra lain adalah memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan tersebut semaksimal mungkin untuk memperkuat dirinya sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri berdasarkan prinsip yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dengan pengusaha menengah dan/atau besar.

Beberapa pola kemitraan menurut Ichyaudin (2006), terdiri dari :1. Inti-plasma

Pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi.Dalam pola inti-plasma ini, usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai plasmanya dalam hal-hal sebagai berikut :a. Penyediaan dan penyiapan lahan;b. Penyediaan sarana produksi;c. Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi;d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan;e. Pembiayaan;

8

f. Pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha

Salah satu contoh pola inti-plasma ini adalah yang dikembangkan di bidang agribisnis, yaitu Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Perusahaan perkebunan yang menerapkan pola ini melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan pemasaran bagi usaha tani yang dimiliki dan dikelola sendiri. Pengusaha inti melakukan pembinaan terhadap plasma mulai penyediaan input sampai pemasaran hasil, sementara pengusaha plasma (petani) memenuhi kewajiban yang sifatnya manajerial, menjual seluruh produksi kepada perusahaan inti dan membayar kredit.

2. SubkontrakPola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar, yang di dalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya.Industri yang memakai pola subkontrak ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe : (1) Tipe pertama, pengusaha besar atau menengah menghasilkan produksi industri yang terdiri dari beberapa komponen, dan pengusaha kecil menyediakan komponen-komponen secara langsung kepada pengusaha besar, (2) Tipe kedua, pengusaha besar atau menengah yang menghasilkan bahan-bahan setengah jadi dan menyediakan bahan-bahan tersebut untuk diolah lebih lanjut oleh industri hilir (pengusaha kecil), dan pengusaha kecil adalah pengusaha hilir yang memproduksi bahan-bahan yang diterima dari pengusaha besar dan mengolahnya sampai produk jadi dan (3) Tipe ketiga, pengusaha besar atau menengah adalah pengusaha yang mengkhususkan usahanya pada bidang perdagangan atau pabrik besar yang melakukan ekspor, dan pengusaha kecil yang memproses, membuat barang sesuai dengan pesanan pengusaha besar dan menyediakan produk tersebut kepada pengusaha besar.Kelemahan pola subkontrak ini adalah pada besarnya kebergantungan pengusaha kecil pada pengusaha menengah atau besar. Hal demikian dapat berdampak negatif terhadap kemandirian dan keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha kecil. Sebagai contoh, hasil penelitian terhadap industri sepatu, di mana pengusaha besar menguasai atau menentukan jumlah produksi, model yang akan diproduksi, dan harga jualnya sehingga lebih menguntungkan pengusaha menengah atau besar.Manfaat yang diperoleh pengusaha kecil melalui pola subkontrak ini adalah dalam hal :a. Kesempatan untuk mengadakan sebagian produksi dan/atau komponen;b. Kesempatan yang seluas-luasnya dalam memperoleh bahan baku yang

diproduksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;

c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang digunkana; dane. Pembiayaan.

3. Dagang Umum

9

Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.Pengusaha kecil akan memperoleh keuntungan dari pola dagang umum ini melalui adanya jaminan pemasaran sehingga dapat meningkatkan produksi, produktivitas, mengembangkan kualitas produk, dan meningkatkan status usahanya menjadi usaha menengah

4. WaralabaPola waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi merek dan saluran distribusi perusahaan kepada usaha kecil penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.Pengaturan yang terinci mengenai kemitraan bisnis pola waralaba ini telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1997 tentang Waralaba. Di dalam peraturan pemerintah kemitraan sendiri terdapat pengaturan khusus tentang waralaba ini, antara lain dalam Pasal 7 yang menentukan sebagai berikut :a. Usaha besar dan atau usaha menengah yang bermaksud memperluas

usahanya dengan memberi waralaba, memberikan kesempatan dan mendahulukan usa kecil yang memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penerima waralaba untuk usaha yang bersangkutan;

b. Perluasan usaha oleh usaha besar dan atau usaha menengah dengan cara waralaba di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di luar ibukota propinsi hanya dapat dilakukan melalui kemitraan dengan usaha kecil Kemitraan dengan pola waralaba ini sudah cukup berkembang, baik secara nasional maupun internasional dan menjangkau tidak hanya di bidang produksi barang saja, tetapi juga jasa (perhotelan, restoran, dan sebagainya). Bisnis waralaba yang sudah cukup terkenal antara lain ayam goreng KFC dan CFC dan lain-lain.

5. KeagenanPola keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha Pola keagenan adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya.Pengertian agen hampir sama dengan distributor karena sama-sama menjadi perantara dalam memasarkan barang dan jasa pengusaha menengah atau besar (prinsipal). Namun, secara hukum berbeda karena mempunyai karakteristik dan tanggung jawab hukum yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :Ciri-ciri agen antara lain :a. Perusahaan yang menjual barang atau jasa untuk dan atas nama prinsipal;b. Pendapatan yang diterima adalah atas hasil dari barang atau jasa yang

diperjualkan berupa komisi dari hasil penjualan;c. Barang dikirim langsung dari prinsipal kepada konsumen jika antara agen,

dengan konsumen mencapai suatu persetujuan; d. Pembayaran atas barang yang telah diterima oleh konsumen langsung

kepada prinsipal bukan melalui agen.

10

Ciri-ciri distributor antara lain :a. Perusahaan yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri;b. Membeli dari prinsipal/produsen dan menjual kembali kepada konsumen

untuk kepentingan sendiri;c. Prinsipal tidak selalu mengetahui konsumen akhir dari produk-produknya; d. Bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang-barangnya untuk

kepentingan sendiri.Kemitraan agrobisnis adalah suatu bentuk kerjasama agribisnis antara dua pihak

atau lebih yang saling memerlukan dengan ikatan dan persyaratan tertentu, antara lain :1. Adanya pelaku kemitraan;

Pelaku kemitraan terdiri dari masyarakat di UPT. Ujung Batu II, perusahaan (PT. Victorindo Alam Lestasi) dan pemerintah (Dh. Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi dan PPH Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Bank).

2. Adanya saling membutuhkan;Masyarakat di UPT. Ujung Batu II mempunyai lahan namun tidak dapat secara optimal mengusahai lahannya, PT. Victorindo Alam Lestasi punya modal namun tidak mempunyai lahan).

3. Adanya kerjasama dan keterkaitan yang seimbang;Dapat diwujudkan dalam bentuk keterbukaan dan keluwesan pada setiap perubahan yang dapat mengganggu pada materi kerjasama yang telah disepakati dengan rasa saling pengertian.

4. Adanya saling percaya.Saling membutuhkan antara masyarakat di UPT. Ujung Batu II dengan PT. Victorindo Alam Lestasi.Menurut Prasetiawan (2006) pada tulisan yang berjudul Meningkatkan

Wiraswasta Nasional Melalui Transmigrasi Yang Berlandaskan Koperasi, menyebutkan tidaklah mudah untuk mewujudkan kewiraswastaan karena banyak hal yang perlu diperhatikan dan melibatkan semua pihak, antara lain :1. Sistem harus jelas;2. Sarana dan prasarana harus tersedia agar kebutuhan terpenuhi dengan mudah;3. Sumberdaya manusia;4. Sektor swasta.

Koperasi sebagai perkumpulan orang di mana orang-orang secara sukarela berserikat atas dasar kesamaan hak, berusaha menjamin diri masing-masing anggota agar terpenuhi segala kebutuhan yang sama-sama dirasakan itu. Umumnya yang dibutuhkan itu adalah kebutuhan yang bersifat ekonomi.Koperasi didirikan oleh anggota untuk bersama-sama mendapatkan kemampuan memenuhi kepentingannya. (Ralsjah, 1985).

Perkumpulan koperasi merupakan kelompok orang-orang yang mempunyai tujuan memiliki sarana usaha memberi pelayanan yang sebaik-baiknya mungkin terhadap apa yang diperlukan oleh anggotanya. Dengan adanya pelayanan yang memenuhi kepentingannya, maka anggota mampu mempertahankan apa yang menjadi usaha masing-masing.

Keuntungan badan usaha koperasi bukan tujuan utama, namun usaha yang diselenggarakan oleh koperasi penting untuk senantiasa mendapatkan selisih antara biaya yang dihimpun dalam dana cadangan dan digunakan untuk mempertahankan kelangsungan usaha koperasinya. (Widiyanti, 1991).

11

Undang-udang RI Nomor 12 Tahun 1967, menyebutkan koperasi adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama memiliki perusahaan, mempunyai anggota tidak hanya peserta modal, akan tetapi juga langsung memperoleh manfaat daripada jasa produksi koperasinya.

Merupakan suatu kenyataan hampir seluruh permasalahan ini punya akar, main stream yang sama, perimbangan (keadilan), hak-hak sosial yang tidak berimbang atau dengan kata lain ada pihak yang memonopoli (tidak mau berbagi) dan ada pihak yang dioposisikan hak sosialnya. Dalam hal ini yang paling mudah terlihat dalam bidang ekonomi, terjadinya ketimpangan ekonomi pada akhirnya berefek pada segi sosial lainnya.

Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada bab I dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan suatu landasan pengembangan usaha.

Kerjasama ini tidaklah terwujud dengan sendirinya saja, akan tetapi harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik ditingkat nasional, maupun ditingkat lokal yang lebih rendah.

Gerakan Kemitraan Usaha Nasional adalah wahana utama untuk meningkatkan kemampuan wirausaha nasional, karena ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan perdagangan bebas adalah wirausaha nasional (Marbun, 1996). Lion (1995) mengatakan bahwa kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance), strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance) dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing).

Banyak program pemerintah yang dibuat demi majunya koperasi dan usaha kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan (Supriyadi, 1997): koperasi mandiri dan pengusaha kecil tangguh dan modern, koperasi dan pengusaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat. koperasi dan pengusaha kecil yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih efisien.

Kemitraan pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan usaha bisnis, oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep sistem, diketahui bahwa organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu unit dapat menyebabkan kerugian pada unit-unit lainnya. Misalnya peningkatan penjualan tanpa diimbangi kapasitas produksi yang lebih memadai, justru akan memperburuk efisiensi (Mulyono, 1996).

Usaha kecil mencakup berbagai kegiatan meliputi pertanian, perindustrian, perdagangan, konstruksi, keuangan, jasa konsultan dan jasa-jasa lainnya. Kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan usaha kecil ini paling sedikit perlu mempertimbangkan hal-hal berikut (Dinas Perindustrian DKI Jakarta, Kajian Perangsang Kerjasama Kemitraan Industri Di DKI, 1997, hal. 25) : Besarnya investasi untuk pabrik dan mesin, jumlah tenaga kerja, nilai produksi dan penjualan.

12

Beberapa definisi usaha kecil yang dipakai oleh beberapa instansi dapat dilihat sebagai berikut : 1. Bank Indonesia membuat kriteria asset tidak lebih dari Rp 600 juta diluar tanah

dan bangunan;2. Departemen keuangan, membuat kriteria asset tidak lebih dari Rp 300 juta, dan

turnover Rp 300 juta atau kurang;3. Departemen Perindustrian menetapkan asset tidak lebih dari Rp 600 juta diluar

tanah dan bangunan;4. Departemen Perdagangan menetapkan modal aktif tidak lebih dari Rp 25 juta;5. Biro Pusat Statistik menetapkan jumlah pekerja tidak lebih dari 20 orang. (6)

KADIN menetapkan modal aktif maksimum Rp 150 juta dengan ketentuan turnover maksimum sebesar Rp. 600 juta untuk perusahaan dagang, Rp. 600 juta untuk perusahaan industri, dan Rp. 1.000 juta untuk perusahaan konstruksi.Pengertian kemitraan menurut undang-undang nomor 9 tahun 1995 pada bab I

dikatakan sebagai kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, ini merupakan suatu landasan pengembangan usaha.

Kerjasama ini tidaklah terujud dengan sendirinya saja, akan tetapi harus dibangun dengan sadar dan terencana, baik ditingkat nasional, maupun ditingkat lokal yang lebih rendah. Gerakan Kemitraan Usaha Nasional adalah wahana utama untuk meningkatkan kemampuan wirausaha nasional, karena ujung tombak dalam menghadapi era ekonomi terbuka dan perdagangan bebas adalah wirausaha nasional (Marbun, 1996). Lion (1995) mengatakan bahwa kemitraan adalah suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya, dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.

Selama ini istilah kemitraan ini telah dikenal dengan sejumlah nama, diantaranya strategi kerjasama dengan pelanggan (strategic customer alliance), strategi kerjasama dengan pemasok (strategic supplier alliance) dan pemanfaatan sumber daya kemitraan (partnership sourcing).

Banyak program pemerintah yang dibuat demi majunya koperasi dan usaha kecil. Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan (Supriyadi, 1997): Koperasi mandiri dan pengusaha kecil tangguh dan modern, Koperasi dan pengusaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat. Koperasi dan pengusaha kecil yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih efisien.

Kemitraan pada dasarnya menggabungkan aktivitas beberapa badan usaha bisnis, oleh karena itu sangat dibutuhkan suatu organisasi yang memadai. Dengan pendekatan konsep sistem, diketahui bahwa organisasi pada dasarnya terdiri dari sejumlah unit atau sub unit yang saling berinteraksi dan interdepedensi. Performansi dan satu unit dapat menyebabkan kerugian pada unit-unit lainnya. Misalnya peningkatan penjualan tanpa diimbangi kapasitas produksi yang lebih memadai, justru akan memperburuk efisiensi.

Permasalahan kemitraan antara PT. Victorindo Alam Lestari dengan masyarakat desa Ujung Batu II adalah pemahaman atau penafsiran luasan lahan dan tegakan tanaman, yaitu :

13

1. Pihak masyarakat tetap menginginkan adalah luas lahan plasma 2 Ha/KK;2. Pihak PT. Victorindo Alam Lestari mengatakan bahwa hak masyarakat atas

kebun plasma didasarkan jumlah tegakan, dimana bahwa jumlah tegakan tanaman 260 s/d 270 batang/KK.Dukungan untuk melaksanakan kemitraan antara PT. VAL dengan warga

transmigran melalui KUD adalah :1. Surat Keputusan Nomor : 96/HPL/DA/82 tanggal 4 Juni 1981, seluas : 3.000

Ha;2. Surat Keputusan Nomor : 79/HPL/DA/83 tanggal 29 Nopember 1981, seluas :

6.000 Ha;3. Surat Keputusan Nomor : 15/HPL/DA/86 tanggal 1 Maret 1986, seluas : 3.000

Ha;4. Instruksi Presiden RI. Nomor 1 Tahun 1986, tentang Pengembangan Perkebunan

dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang Dikaitkan dengan Program Transmigrasi;

5. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara Nomor 593/437/37/K-Pi/1991 tanggal 14 Agustus 1991, tentang Pemberian Izin Lokasi dan Pembebasan/Hak Pembelian Tanah Keperluan Perkebunan Kelapasawit Terpadu dengan Unit Pengelohannya Menjadi Minyak Sawit dan Inti Sawit dengan Pola PIR TRANS dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri kepada PT. VAL;

6. Keputusan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia Nomor KEP. 157/MEN/1994 tanggal 13 Desember 1994, tentang Izin Pelaksana Transmigrasi Sementara (IPTS) Pola Perkebunan dengan Komoditas Kelapa Sawit kepada PT. VAL di lokasi Ujung Batu kecamatan Sosa kabupaten Tapanuli Selatan;

7. Keputusan Menteri Trasnmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan RI Nomor KEP. 07/MEN/1996 tanggal 16 Januari 1996, tentang Izin Pelaksanaan Transmigrasi (IPT) Pola Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-TRANS) Kemitraan dengan Komoditas Kelapa Sawit kepada PT. Victorindo Alam Lestari di Ujung Batu I, II, III, IV dan V Kecamatan Sosa, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara.Usaha Utama yang dilaksanakan oleh PT. Victorindo Alam Lestari adalah

Perkebunan Kepala Sawit dengan Pola PIR-Trans berikut industri pengolahannya, termasuk pertanian dan eksploitasi hutan dan melaksanakan pembangunan kemitraan antara PT. Victorindo Alam Lestari (PT. VAL) dengan masyarakat di desa Ujung Batu II melalui KUD Sentosa, pihak PT. VAL mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :1. Bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pembangunan kebun plasma untuk 500

KK @ 2 Ha/KK;2. Bertanggungjawab untuk mengusahakan dukungan pendanaan dan fasilitas

pendukungnya tepat waktu dan tepat kualitas;3. Penjualan dan pembelian hasil produksi kebun kelapa sawit dan lahan

pekarangan;4. Imbalan jasa/upah kerja yang memenuhi kebutuhan biaya hidup minimal sesuai

dengan ketentuan pemerintah bagi masyarakat yang bekerja dalam pembangunan dan pengelolaan kebun dan sarana pendukungnya.

14

Metode Analisis

Untuk mengetahui hubungan kemitraan sebagaimana yang penulis lakukan penelitian yaitu dengan menganalisa data yang diperoleh, yaitu dengan cara :

. a. Analytical Hierarchy ProcessProses Hierarki Analitik (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993) dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek atau tidak berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit. Secara umum hirarki dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :a.1. Hirarki struktural, yaitu masalah yang kompleks diuraikan menjadi

bagian-bagiannya atau elemen-elemennya menurut ciri atau besaran tertentu. Hirarki ini erat kaitannya dengan menganalisa masalah yang kompleks melalui pembagian obyek yang diamati menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil;

a.2. Hirarki fungsional, menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian bagiannya sesuai hubungan esensialnya. Hirarki ini membantu mengatasi masalah atau mempengaruhi sistem yang kompleks untuk mencapai tujuan yang diinginkannya seperti penentuan prioritas tindakan, alokasi sumber daya.

Konsistensi matriks yaitu inkonsitensi sebesar 10% ke bawah ialah tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima.

b. Analisa SWOT sebagai Alat Formulasi StrategiAnalisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997).Menurut Pardede, 2007. Penentu keberhasilan (key success factors) suatu organisasi atau bidang sumberdaya atau perusahaan harus mempunyai keunggulan supaya dapat mendukung pencapaian sasarannya dengan mempertimbangkan berbagai peluang dan berbagai ancaman, di mana setiap perusahaan diperngaruhi 2 faktor yang muncul dalam suatu sistem yaitu :b.1. Faktor lingkungan dalam (internal environment), yaitu setiap

kecendrungan , kekuatan dan kejadian yang timbul di dalam perusahaan dan mempengaruhi kegiatan dan keberhasilan perusahaann;

b.2. Faktor lingkungan luar (external enviroment), setiap setiap kecendrungan, kekuatan dan kejadian yang timbul diluar perusahaan.

15

Pengelompokan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dapat di lihat pada gambar berikut :

Lingkungan Dalam Lingkungan Luar

Menguntungkan S (Strength) = Kekuatan

O (Opportunity)= Peluang

Merugikan W (Weaknes) = Kelemahan

T (Threat)= Ancaman

c. Penelitian SurveyPenelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian survey dapat digunakan untuk maksud penjajagan (eksploratif), deskriptif, penjelasan (explanatory), evaluasi, prediksi, dan penelitian operasional.Langkah-langkah penelitian-penelitian yang lazim dilakukan dalam pelaksanaan survey adalah : (1) merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan survei, (2) menentukan konsep dan hipotesa, serta menggali kepustakaan, (3) pengambilan sampel, (4) pembuatan kuesioner, (5) pekerjaan lapangan, termasuk memilih dan melatih pewawancara, (6) pengolahan data dan (7) analisa dan laporan.

d. Teknik Samplingd.1. Pengambilan Sampel Secara Acak

Pengambilan sampel secara acak (Random Sampling atau Probability Sampling), merupakan suatu pemilihan sejumlah elemen dari populasi untuk menjadi anggota sampel, dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap elemen mendapat kesempatan yang sama (equal chance) untuk dipilih menjadi anggota sampel. Artinya setiap elemen mempunyai probabilitas yang sama untuk terpilih.Sebenarnya penentuan cara pemilihan tergantung sepenuhnya pada orang yang mengumpulkan data. Namun, jika kita menggunakan probability sampling, kita bisa menggunakan metode analisis statistik, bisa menguji hipotesis, membuat perkiraan interval, serta bisa menguji besarnya kesalahan perkiraan.Pengambilan sampel secara acak (Random Sampling atau Probability Sampling) terdiri dari:1). Pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random

Sampling), yaitu suatu cara pengambilan sampel sebanyak n yang dipilih dari populasi dengan N elemen secara acak sedemikian rupa sehingga setiap elemen populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih. Misalnya secara teoritis, sampel yang terdiri dari pelemparan uang logam merupakan sampel acak karena pada setiap pelemparan, sisi 0 (kepala) atau 1 (ekor) dari uang logam tersebut memiliki probabilitas yang sama untuk terpilih;

2). Pengambilan sampel acak sistematis (Systematic Sampling), yaitu suatu sampling dimana pengambilan elemen pertama sebagai anggota sampel dipilih secara acak, sedangkan

16

pemilihan elemen-elemen berikutnya ditentukan secara sistematis, dengan menggunakan interval tertentu sebesar k;

3). Pengambilan sampel acak stratifikasi adalah suatu cara pengambilan sampel dari suatu populasi di mana populasinya dibagi-bagi terlebih dahulu menjadi kelompok-kelompok yang (relatif) homogen, kemudian dari masing-masing kelompok, yang dinamakan stratum, diambil sampel secara acak. Jenis sampel ini lebih cocok misalnya digunakan untuk menentukan tingkat rata-rata pendapatan penduduk;

4). Pengambilan sampel acak gugus (Cluster Sampling), yaitu pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan penentuan dan pemilihan lokasi/wilayah tertentu atau menggunakan lokasi geografis sebagai dasarnya.

d.2. Pengambilan Sampel Secara Tidak AcakPengambilan sampel secara tidak acak (Non-random Sampling), merupakan suatu cara pemilihan elemen untuk menjadi anggota sampel kalau setiap elemen tidak mendapat kesempatan yang sama (unequal chance). Cara tidak acak lebih bersifat subjektif dan samplingnya disebut non-probability sampling.Pengambilan sampel secara tidak acak (Non-random Sampling), terdiri dari :1). Purposive atau Judgement Sampling sering juga disebut selected

sampling, yaitu suatu sampling dimana pemilihan elemen-elemen untuk menjadi anggota sampel didasarkan atas pertimbangan yang tidak acak;

2). Quota Sampling hampir sama dengan sampling acak berlapis tetapi pemilihan-pemilihan elemen dari setiap stratum tidak ditentukan secara acak, sedangkan jumlah elemen dari setiap stratum ditentukan berdasarkan jatah (quota).

d.3. Metode Penentuan Jumlah SampelBeberapa faktor kualitatif, juga akan menjadi pertimbangan ketika menentukan besarnya sampel. Hal itu termasuk sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan, jenis riset, banyaknya variabel, jenis analisis, yang digunakan, besarnya sampel yang dipakai pada jenis studi yang serupa, tingkat incidence, tingkat penyelesaian atau compelation, dan kendala-kendala sumber daya. Penentuan besarnya sampel secara statistikmerupakan besarnya sampel yang sudah final, yankni sampel yang diperoleh setelah dieliminasi menjadi responden yang potensial. Artinya, sudah ditiadakan bagi responden-responden yang tidak berkualitas atau yang tidak lengkap pengisian kuesionernya.Pendekatan statistik untuk menentukan besarnya sampel, telah mempertimbangkan berdasarkan statistik inferensial. Dalam pendekatan ini, aras presisi secara spesifik lebih ditingkatkan dan berdasar pula, pada perumusan interval konfidensi terhadap sampel mean atau sampel proporsi.

d.4. Pendekatan Interval Konfidensi

17

Pendekatan interterval konfidensi ini digunakan untuk menentukan besarnya sampel, yang didasarkan pada konstruksi interval konfidensi dari rata-rata sampel atau proporsi dengan formula galat baku.Interval konfidensi adalah rentang (range) dari perkiraan yang dibuat. Contohnya, jika keyakina bahwa tingkat kunjungan mahasiswa ke perpustakaan antara tiga sampai lima kali dalam seminggu, maka interval konfidensnya adalah 3-5. Interval konfidensi, biasanya dinyatakan dalam galat baku sehingga penulisannya adalah .

e. Teori Regresie.1. Defenisi Regresi

Para ilmuwan, ekonom, psikolog, dan sosiolog selalu berkepentingan dengan masalah peramalan.Persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan nila-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas disebut persamaan regresi.Istilah ini berasal dari telaah kebakaan yang dilakukan oleh Sir Francis Galton (1822-1911) yang membandingkan tinggi badan anak laki-laki dengan tinggi badan ayahnya. Galton menunjukkan bahwa tinggi badan anak laki-laki dari ayah yang tinggi setelah beberapa generasi cenderung mundur (regressed) mendekati nilai tengah populasi.Dengan kata lain, anak laki-laki dari ayah yang badannya sangat tinggi cenderung lebih pendek daripada ayahnya, sedangkan anak laki-laki dari ayah yang badannya sangat pendek cenderung lebih tinggi daripada ayahnya. Sekarang istilah regresi diterapkan pada semua jenis peramalan, dan tidak harus berimplikasi suatu regresi mendekati nilai tengah populasi.Bila diberikan data contoh , maka nilai dugaan kuadrat terkecil bagi parameter dalam garis regresi yaitu :

dapat diperoleh dari rumus :

dan

e.2. Jenis-jenis Regresi 1). Regresi Eksponensial

Bila segugus data tampaknya paling baik disajikan melalui kurva regresi yang tak linear, maka kita harus mencoba menentukan bentuk kurvanya dan menduga parameternya. Adakalanya, diagram pencarnya menunjukkan bahwa nilaitengah-nilaitengah

18

dapat disajikan dengan baik melalui sebuah kurva eksponensial yang berbentuk

= Dengan dan merupakan parameter yang harus diduga dari data. Dengan melambangkan nilai dugaan masing-masing dengan c dan d, maka kita menduga dengan berdasarkan kurva regresi contoh

dengan mengambil logaritma berbasis 10, kita mendapatka kurva regresi

dan setiap pasang pengamatan dalam contoh memenuhi hubungan

= a + bxi + ei

dengan a = log c dan b = log d. 2). Regresi Berganda

Bab ini menjelaskan masalah pendugaan atau peramalan nilai peubah tak bebas Y berdasarkan hasil pengukuran pada beberapa peubah bebas X1, X2, …, Xr. misalnya saja, kita ingin menduga kecepatan angin sebagai fungsi dari ketinggian tempat di atas muka bumi, suhu, dan tekanan. Persamaan untuk peramalan dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur kuadrat-terkecil terhadap data hasil pengukuran ketinggian tempat, suhu, dan tekanan, untuk menghitung koefisien regresinya.Contoh acak berukuran n dari populasi itu dapat dituliskan sebagai . Nilai yi sekali lagi adalah nilai yang berasal dari suatu peubah acak Yi. Kita asumsikan berlakunya persamaan :

Sedangkan dalam hal ini adalah parameter yang harus diduga dari data. Dengan melambangkan nilai dugaannya dengan b0, b1, …,br, maka kita dapat menuliskan persamaan regresi contohnya dalam bentuk :

dengan hanya dua peubah bebas, persamaan regresi contohnya menjadi :

dan setiap pengamatan memenuhi hubungan :yi = b0 + b1x1i + b2x2i + ei.nilai dugaan terkecil b0, b1, dan b2 dapat diperoleh dengan memecahkan persamaan linear simultan :

19

dan seterusnya.

Sistem persamaan linier tersebut dapat diselesaikan untuk mendapatkan b1 dan b2 dengan berbagai cara yang tersedia, antara lain dengan kaidah Cramer, dan kemudian b0 dapat diperoleh dari persamaan pertama dengan mengamati bahwa :

3). Perhitungan Koefisien RegresiPerlu diingat kembali bahwa a dan b hanyalah merupakan nilai dugaan bagi parameter yang sesungguhnya dan yang didasarkan pada n pengamatan yang diperoleh. Nilai-nilai dugaan lain bagi dan yang dapat diperoleh melalui pengambilan contoh berukuran n beberapa kali dapat dipandang sebagai nilai-nilai peubah acak A dan B. Karena nilai-nilai x bersifat tetap, maka nilai A dan B bergantung pada keragaman nilai-nilai y, atau lebih tepat lagi bergantung pada nilai-nilai peubah acak Y1, Y2, …, Yn. Bila diasumsikan bahwa Y1, Y2, …, Yn bebas dan menyebar normal, maka dapat diperlihatkan bahwa peubah acak A juga menyebar normal dengan nilaitengah dan ragam

dengan menggunakan transformasi-Z, maka :

merupakan suatu peubah acak yang mempunyai sebaran normal baku. Biasanya, nilai simpangan baku tidak diketahui dan diganti oleh penduganya Se sehingga menghasilkan :

yang merupakan suatu peubah acak yang mempunyai sebaran t dengan n – 2 derajat bebas. Besaran ini dapat digunakan untuk menyusun selang kepercayaan ( 1 - ) 100 % bagi parameter .

4). Uji Kelinearan RegresiKita mengambil contoh acak n pengamatan dengan k buah nilai x yang berbeda, yaitu x1, x2, …, xk. Selanjutnya misalkan pula ada n1 pengamatan untuk x = x1, n2 pengamatan untuk x = x2,…, dan nk pengamatan untuk x=xk .

Akibatnya n = .

20

Berikutnya kita mendefenisikanyij = nilai ke-j bagi peubah acak Yi

yi = jumlah nilai-nilai Yi dalam contohDengan demikian, bila misalnya ada n4 = 3 pengamatan untuk x=x4, maka kita dapat menyatakan ketiga pengamatan itu dengan y41, y42, dan y43 ; dan y4=y41 + y42 + y43. dapat ditunjukkan bahwa

sedangkan dalam hal ini

dan

merupakan sebuah nilai bagi peubah acak F yang memiliki sebaran F dengan k-2 dan n-k derajat bebas bila semua jatuh pada sebuah garis lurus, dan ini berarti statistik itu dapat digunakan untuk menguji hipotesis H0 bahwa regresinya linear.Bila H0 benar, dan keduanya merupakan nilai dugaan bagi 2 dan bersifat bebas satu sama lain. Akan tetapi, bila H0 salah, menduga 2 secara berlebihan. Dengan demikian, kita tolak hipotesis bahwa garis regresinya linear pada taraf nyata bila nilai f kita jatuh kedalam wilayah kritik berukuran yang terletak di ujung kanan sebarab F-nya.

6. Teori Korelasia. Defenisi Korelasi

Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah demikian melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi.Kita mendefinisikan koefisien korelasi linear sebagai ukuran hubungan linear antara dua peubah acak X dan Y, dan dilambangkan dengan r. Jadi, r mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus. Oleh karena itu, dengan membuat diagram pencar bagi n pengamatan {(xi, yi); i=1,2,…,n } dalam contoh, kita dapat menarik kesimpulan tertentu mengenai r. Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Akan tetapi, bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka antara kedua peubah itu terdapat korelasi negatif yang tinggi. Korelasi antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya atau menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus.Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak digunakan adalah yang disebut koefisien korelasi momen-hasil kali Pearson atau ringkasnya koefisien korelasi contoh.

21

Ukuran hubungan linear antara dua peubah X dan Y diduga dengan koefisien korelasi contoh r, yaitu :

b. Jenis-jenis Korelasib.1. Korelasi Ganda

Konsep korelasi linear dan koefisien determinasi memberikan ukuran kebaikan-suai terhadap garis regresi kuadrat terkecil bagi segugus data yang berpasangan. Konsep tersebut juga dapat diperluas pada kasus peubah ganda. Kita misalkan hubungan antara nilai-nilai peubah takbebas Y dengan peubah bebas X1

dan X2 dapat dijelaskan melalui persamaan regresi berganda :

yang diduga dari contoh acak { (x1i, x2i, yi); i = 1,2,…,n } melalui persamaan regresi contoh kuadrat-terkecil :

Koefisien determinasi berganda contoh, yang dilambangkan dengan , menunjukkan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah Y yang dapat diterangkan oleh model yang digunakan. Untuk contoh acak { (x1i, x2i, yi); i = 1,2,…,n }, koefisien determinasi berganda contoh, yang dilambangkan dengan didefinisikan sebagai

sedangkan dalam hal ini

b.2. Korelasi ParsialUkuran hubungan linear antara peubah-peubah Y dan X2, dengan X1 dibuat tetap, diduga dengan koefisien korelasi parsial contoh rY2.1, yang didefenisiskan sebagai

Defenisi serupa berlaku bagi rY2.1 yang mengukur korelasi antara Y dan X1 sementara X2 dibuat tetap. kuadrat koefisien korelasi parsial contoh disebut koefisien determinasi parsial contoh, yang dapat diartikan sebagai rasio keragaman yang tidak dapat dijelaskan dengan keragaman sebelumnya. Lebih jelasnya, menyatakan proporsi keragaman nilai-nilai Y yang sebelumnya tidak dapat, diterangkan oleh garis regresi yang hanya menggunakan X1 saja, tetapi yang sekarang dapat diterangkan oleh garis regresi yangmencakup X2 di samping X1

c. Pengujian Hipotesis Korelasi

22

Koefisien korelasi contoh r merupakan sebuah nilai yang dihitung dan n pengamatan contoh. Contoh acak berukuran n yang lain tetapi diambil dari populasi yang sama biasanyaakan menghasilkan nilai r yang berbeda pula. Dengan demikian kita dapat memandang r sebagai suatu nilai dugaan bagi koefisien korelasi linear yang sesungguhnya yang berlaku bagi seluruh anggota populasi. Kitalambangkan koefisien korelasi populasi ini dengan . Bila r dekat dengan nol, kita cenderung menyimpulkan bahwa = 0. akan tetapi, suatu nilai contoh r yang mendekati +1 atau -1 menyarankan kepada kita untuk menyimpulkan bahwa 0. masalhnya sekarang adalah bagaimana mendapatkan suatu uji yang akan mengatakan kepada kita kapan r berada cukup jauh dari suatu nilai tertentu 0, agar kita mempunyai cukup alas an untuk menolak hipotesis nol H0 bahwa = 0 dan menerima alternatifnya. Hipotesis alternatifnya H1 biasanya salah satu diantara < 0, > 0 atau 0.Uji terhadap hipotesis nol bahwa = 0 didasarkan pada besaran

yang merupakan nilai suatu peubah acak yang menyebar menghampiri sebaran normal dengan nilaitengah (0.5)ln[(1+)/(1-)] dan ragam 1/(n-3). Jadi prosedur ujinya berupa menghitung

dan membandingkannya dengan nilai kritik sebaran normal baku.Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : melakukan perumusan strategi kemitraan yang selama ini dilaksanakan di desa Ujung Batu II Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Tapanuli Selatan melalui contoh kasus pada PT. VAL. Menentukan strategi kemitraan berdasarkan kriteria, visi, misi dan kebijakan Industri Kecil Menengah (IKM).

Membuat usulan model kemitraan dengan mempertimbangkan segala aspek yang mempengaruhinya sehingga diharapkan dapat memperbaiki sistem yang ada.

2. Metode Pengambilan Sampel Penentuan besarnya sampel dengan mean, merupakan pendekatan yang disusun berdasarkan interval konfidensi yang dapat diadaptasikan, yakni guna penentuan besarnya sampel yang hasilnya sesuai dengan interval konfidensi yang diinginkan. Beberapa langkah yang dapat dipilih adalah sebagai berikut:a. Spesifikasi aras atau level presisi, yang merupakan batas maksimum

perbedaan antara rata-rata (mean) sampel dan rata-rata (mean) populasi. Misalnya perbedaan berikut .

b. Spesifikasikan aras atau level konfidensi. Misalnya, aras atau level

23

konfidensi yang diinginkan adalah 95%.c. Menentukan nilai Z dengan aras atau level konfidensi yang diinginkan

sehingga akan diperoleh luas bidang, atau nilai skala Z, yakni sebesar 1.96.

d. Menentukan simpangan baku populasi (σ). Simpangan baku populasi diperoleh bisa diketahui dari perolehan data sekunder. Jika tidak diketahui simpangan baku populasi, maka diestimasikan dengan melakukan suatu pilot study. Sebagai alternatif, bisa diestimasikan berdasarkan judgement peneliti. Biasanya, peneliti dapat mengestimasikan berdasarkan range pada pengetahuan terhadap gejala-gejala yang dirasakan. Misalnya simpangan baku ditentukan, yaitu 1.36.

e. Menentukan besarnya sampel dengan menggunakan formula untuk galat baku dari mean, yaitu:

Dari persamaan tersebut dapat dihitung n, yaitu:

sehingga

Pada contoh ini, .

f. Hal ini dapat dilihat dari formula untuk jumlah sampel bahwa meningkatnya jumlah sampel dengan meningkatnya keragaman populasinya, dilihat juga derajat konfidensinya, dan atas aras atau level presisi yang diperlukan untuk estimasi.g.Jika besarnya sampel yang dihasilkan menunjukkan 10% atau lebih dari populasinya maka koreksi populasi yang terbatas dapat diterapkan. Selanjutnya, besarnya sampel yang diperlukan dapat dihitung dengan formulasi tertentu, yaitu:

Dimana nc adalah populasi dengan koreksi populasi yang diketahui. Misalnya besar populasi adalah 500, maka nc adalah 26.94399 dan dibulatkan menjadi 27 orang.

Hasil dan Pembahasan

Eks UPT. Ujung Batu II terletak di kecamatan Hutaraja Tinggi kabupaten Tapanuli Selatan, dengan batas – batas lokasi sebagai berkut :1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Eks UPT. Ujung Bati I, III dan IV;2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Propinsi Riau;3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan desa Hutaraja Tinggi;4. Sebelah Timur : Berbatasn dengan Propinsi Riau.

Penempatan warga transmigran di UPT. Ujung Batu II dilaksanakan pada tahun 1981/1982 sejumlah : 500 KK, dengan komposisi penduduk sebagaii berikut :1. Transmigran dari pulau Jawa : 400 KK2. Transmigran dari lokal sekitar lokasi : 100 KK

24

UPT. Ujung Baru II diserahkan pembinaannya kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 1987/1988 sejumlah 500 K = 2.214 JIWa, di mana saat penempatan dan serah terima pembinaan dari Departemen Transmigrasi RI (dh) setiap transmigran memperoleh lahan seluas : 2 Ha dengan rincian : 1. Lahan pekarangan (0,25 Ha);2. Lahan usaha I (1 Ha);3. Lahan usaha II (0,75 Ha).

Sampai tahun 1995 eks UPT Ujung Batu II sulit berkembang terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan maupun taraf hidup para transmigran, di mana Lahan usaha I dan II sebagian besar belum diolah secara optimal, disebabkan keterbatasan tenaga kerja dalam keluarga, disamping modal tidak tersedia, Koperasi Unit Desa (KUD) yang telah ada disetiap eks UPT belum mampu berkembang dan berperan sebagai wadah perekonomian yang dapat melayani dan mensejahterakan para anggotanya

Atas kondisi tersebut diatas PT. VICTORINDO ALAM LESTARI (PT. VAL) bersedia menjalin kerjasama dengan warga transmigran melalui KUD untuk mengembangkan tanaman kelapa sawit di lahan warga dengan pola kemitraan Anak Bapak Angkat (ABA), dengan harapan : a. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan

taraf hidup para warga transmigran dan masyarakat sekitarnya;b. Penyediaan/penampungan tenaga kerja dan kesempatan berusaha secara

berkesinambungan;c. Pemanfaatan lahan-lahan tidur di desa Ujung Batu II yang belum secara optimal

dikerjakan oleh masyarakat;d. Dapat menyumbang atas kebutuhan CPO dan menambah pendapatan daerah;e. Dapat meningkatkan perekonomian di daerah transmigrasi maupun di

sekitarnya.

Melalui perhitungan korelasi diperoleh nilai r = 0.9999999985 menunjukkan bahwa terdapat tingkat hubungan yang kuat dan bersifat searah pada variabel bebas (peningkatan pendapatan transmigran setelah kemitraan) dan variabel tidak bebas (Sisa Hasil Usaha).

Melalui pendekatan regresi diperoleh pola pada system kemitraan yang ditinjau melalui variabel bebas (peningkatan pendapatan transmigran setelah kemitraan) dan variabel tidak bebas (Sisa Hasil Usaha). Pola yang terjadi dapat dilihat pada gambar 5.1.

25

0500000

10000001500000200000025000003000000350000040000004500000

Nilai dalam Rupiah

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Transmigran

Selisih Sisa Hasil Usaha terhadap Peningkatan Pendapatan Transmigran

Peningkatan PendapatanTransmigran

Sisa Hasil Usaha

Gambar 1. Selisih Sisa Hasil Usaha terhadap Peningkatan Pendapatan TransmigranSumber : Data Penelitian Diolah

Diagram Pencar

0500000

10000001500000200000025000003000000350000040000004500000

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000

Peningkatan Pendapatan Transmigran Sebelum dan Sesudah Lunas Hutang

Rata-

rata

SHUU

Gambar 2. Diagram Pencar antara Variabel Bebas dan Variabel tidak Bebas Sumber : Data Penelitian Diolah

Dari data yang diolah kemudian dicari rumusan pola yang ditunjukkan dengan persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 311804.46 + 0.999989926XDari analisis SWOT yang dilakukan terhadap responden diperoleh nilai CR

untuk pertanyaan mengenai penilaian perbandingan responden terhadap empat elemen SWOT yang terdiri dari Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats adalah sebesar 0.1558. Sedangkan nilai CR untuk setiap elemen dari strength, weakness, opportunities, dan threats masing-masing senilai 0.0062; 0.0654; 0.0522 dan 0.0128.

Pembobotan untuk level II dan level III ditunjukkan pada tabel 1.

26

Tabel 1. Bobot Prioritas untuk Semua Level

Level II Level III BobotPrioritas

Jumlah bobot/elemen

SModal 0.0103

0.0537Pabrik 0.0079Pengalaman 0.0356

WPencurian 0.1043

0.5455jual beli 0.0801Harga beda 0.3611

Okebutuhan CPO 0.0559

0.2922Naker 0.0429Birokrasi 0.1935

TLahan 0.0207

0.1085pupuk 0.0159Social 0.0718

Sumber : Data Penelitian Diolah.

Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan diperoleh nilai CR untuk jawaban responden terhadap unsur SWOT senilai 0.1558 yang menunjukkan bahwa responden tidak konsisten terhadap jawabannya. Sedangkan nilai CR untuk unsur level strength, weakness, opportunities, dan threats masing-masing 0.0062; 0.0654; 0.0522 dan 0.0128 yang menunjukkan bahwa responden konsisten terhadap jawabannya.

Pie Chart Bobot Elemen SWOT

Strenghtness, 0.0537

Weakness, 0.5455

Opportunities, 0.2922

Threathness, 0.1085

Gambar 1. Pie Chart Bobot Elemen SWOTSumber : Data Penelitian Diolah.

Pie Chart Bobot Elemen Kekuatan

Modal, 0.0103

Pabrik , 0.0079Pengalaman,

0.0356

Gambar 2. Pie Chart Bobot Elemen StrengthnessSumber : Data Penelitian Diolah.

27

Pie Chart Bobot Elemen Kelemahan

Pencurian, 0.1043

jual beli illegal, 0.0801Harga beda,

0.3611

Gambar 3. Pie Chart Bobot Elemen WeaknessSumber : Data Penelitian Diolah.

Pie Chart Bobot Elemen Peluang

Kebutuhan CPO, 0.0559

Naker, 0.0429Birokrasi,

0.1935

Gambar 4. Pie Chart Bobot Elemen OpportunitiesSumber : Data Penelitian Diolah.

Pie Chart Bobot Elemen Tantangan

Lahan terbatas, 0.0207

Pupuk sulit, 0.0159Kesenjangan

Sosial, 0.0718

Gambar 5. Pie Chart Bobot Elemen ThreatnessSumber : Data Penelitian Diolah.

Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan diperoleh nilai CR untuk jawaban responden terhadap unsur SWOT senilai 0.1558 yang menunjukkan bahwa responden tidak konsisten terhadap jawabannya. Sedangkan nilai CR untuk unsur level strength, weakness, opportunities, dan threats masing-masing 0.0062; 0.0654; 0.0522 dan 0.0128 yang menunjukkan bahwa responden konsisten terhadap jawabannya. Dari nilai pembobotan yang diperoleh diketahui bahwa nilai bobot kumulatif untuk masing-

28

masing elemen level strength, weakness, opportunity, dan threats adalah 0.0537, 0.5455, 0.2922, dan 0.1085 . Bobot untuk weakness merupakan bobot yang tertinggi bila dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa responden berpendapat sisi kelemahan pada sistem kemitraan yang selama ini dijalankan lebih dominan dibandingkan dengan sisi lainnya. Penyumbang terbesar pada sisi kelemahan pada kemitraan ini sesuai dengan pembobotan yang diberikan oleh responden adalah penentuan harga tandan buah segar kelapa sawit yang berbeda-beda.

Kesimpulan

a. Melalui perhitungan korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat dan bersifat searah antara peningkatan pendapatan transmigran setelah kemitraan dengan sisa hasil usaha.

b. Melalui analisis regresi diperoleh persamaan . Hal ini berimplikasi pada peramalan bahwa di masa yang akan seiring dengan meningkatnya waktu atau semakin lamanya kemitraan berlangsung akan menyebabkan peningkatan sisa hasil usaha transmigran.

c. Melalui analisis SWOT diperoleh bobot untuk masing-masing elemen strength, weakness, opportunities, dan threats adalah 0.0537, 0.5455, 0.2922 dan 0.1085.

DAFTAR PUSTAKA

Bunga Rampai Transmigrasi dari Sabang – Dili – Merauke 1993 – 1994, Persatuan Pensiunan Pegawai Transmigrasi (P3T) Jakarta 1994

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara, Transmigrasi Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006.

Keputusan Menteri Transmigrasi RI. Nomor KEP. 49/MEN/1990 tentang Status Transmigrasi Pengganti, Jakarta 1993.

Keputusan Menteri Transmigrasi RI. Nomor KEP. 33/MEN/85 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Pemukiman Transmigrasi, Jakarta 1985.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. KEP. 208/MEN/X/2004 tentang Syarat dan Tatacara Penetapan sebagai Transmigrasi.

Majalah Media Transmigrasi dan Pemukiman Perambahan Hutan RI. Vol. 16 No. 1. April 1999

Muhajir Utomo dan Rofiq Ahmad (Ed), 90 Tahun Kolonisasi 45 Tahun Transmigrasi Redistribusi Penduduk di Indonesia, Puspa Swara Bogor 1997.

Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Pengerahan dan Pembinaan Nomor Juklak : 001/RB/1993 tentang Penetapan Status Transmigrasi dan Pengaturan Transmigrasi Pengganti, Jakarta 1993.

Pipin Syarifin, SH. Pengantar Ilmu Hukum Pustaka Setia Jakarta 1999Sri Edi Swasono, Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia Universitas Indonesia

(UI-Press) Jakarta, 1986.UU. Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian, Jakarta,1997WJS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, p.n. Balai Pustaka, Jakarta

1999.

29