kajian ekonomi regional · jl. jend. sudirman no. 22 padang ... dini nur setiawati...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Provinsi Sumatera Barat
Triwulan IV - 2011
Kantor Bank Indonesia Padang
Triwulan IV-2011
BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI
Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313
Penerbit : Bank Indonesia Padang Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman 22 P A D A N G Telp : 0751-31700 Fax : 0751-27313 E-Mail : Mardy Fery ([email protected]) M. Setyawan Santoso ([email protected])
Gaffari Ramadhan ([email protected]) Dini Nur Setiawati ([email protected])
Cover : Depan : Gedung Eks. Bank Indonesia Muaro, Padang Belakang : Jam Gadang, Bukittinggi dan Tari Piring Sumatera Barat Bagian Atas & Bawah : Corak Batik Tanah Liat Khas Sumatera Barat Design : Gaffari Ramadhan
i
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penyusunan Kajian
Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Triwulan IV-
2011 dapat diterbitkan. Penyusunan KER Provinsi Sumbar dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi
tentang perekonomian regional sehingga dapat mendukung formulasi
kebijakan moneter Bank Indonesia. Lebih lanjut, KER juga ditujukan
sebagai informasi dan bahan masukan bagi pemerintah daerah, kalangan perbankan di daerah,
kalangan akademisi serta semua pihak yang membutuhkan informasi terkini mengenai
perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. KER ini selain diterbitkan dalam bentuk buku,
juga didiseminasikan dalam bentuk soft copy yang dapat diakses melalui www.bi.go.id.
Perekonomian Sumatera Barat pada tahun 2011 menunjukkan perkembangan lebih baik
dengan pertumbuhan yang terus meningkat. Meskipun pada triwulan laporan laju pertumbuhan
ekonomi mengalami perlambatan, namun secara keseluruhan tahun, kinerja ekonomi Sumbar
mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, dari semula tumbuh
5,93% (yoy) menjadi 6,22% (yoy).
Tahun 2011 juga diakhiri dengan pencapaian inflasi tahunan kota Padang triwulan IV-2011
yang kembali turun dan berada di level 5,37%. Ke depan, keberadaan Tim Pengelolaan Inflasi
Daerah (TPID) Sumatera Barat diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengendalian
laju inflasi di Kota Padang, baik melalui upaya koordinasi maupun upaya tindakan.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu hingga terbitnya KER ini. Kami berharap semoga KER ini bermanfaat dan dapat
memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kami senantiasa terbuka untuk
menerima saran dan kritik untuk perbaikan KER ke depan.
PPAADDAANNGG,, 88 FFEEBBRRUUAARRII 22001122
(Ttd)
Joko Wardoyo
Pemimpin
ii
DDAAFFTTAARR IISSII
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................... 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT .............................. 4
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT...................... 5
1.1. Perkembangan Sisi Permintaan ............................................................................ 7
1.2. Perkembangan Sisi Penawaran............................................................................ 14
Boks 1. Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJu) Unggulan Kabupaten/Kota
di Sumatera Barat........................................................................................... 19
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL .......................................................... 25
2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang...................................................................... 26
2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi
Tetangga............................................................................................................... 28
2.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa.................................................. 29
2.4. Inflasi Kota Bukittinggi........................................................................................ 33
Boks 2. Pemetaan Struktur Pasar dan Pola Distribusi Komoditas Strategis Penyumbang
Inflasi Daerah Sumatera Barat: Cabe Merah.................................................... 39
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH ................................................. 45
3.1. Perkembangan Bank Umum ................................................................................ 46
3.2. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)................................................ 50
3.3. Perkembangan Bank Umum Syariah................................................................. 53
Boks 3. Perkembangan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Sumatera Barat Triwulan
IV-2011........................................................................................................... 57
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH ...................................................... 59
4.1. Keuangan Pemerintah Daerah............................................................................. 60
4.2. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah............................................................... 62
Boks 4. Struktur Belanja Daerah di Kawasan Sumatera dan Perannya dalam
Mendorong Perekonomian.............................................................................. 67
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ................................................... 71
5.1. Transaksi Tunai.................................................................................................... 72
5.2. Transaksi Kliring................................................................................................. 74
5.3. Transaksi BI-RTGS............................................................................................. 75
5.4. Transkasi Anjungan Tunai Mandiri (ATM).......................................................... 76
iii
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
DAERAH.................................................................................................................... 79
6.1. Ketenagakerjaan Daerah...................................................................................... 80
6.2. Kesejahteraan....................................................................................................... 83
BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH.......................................... . 87
7.1. Perkiraan Ekonomi ........................................................................................... 87
7.2. Perkiraan Inflasi ................................................................................................ 89
iv
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 1
RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF
KKAAJJIIAANN EEKKOONNOOMMII RREEGGIIOONNAALL PPRROOVVIINNSSII SSUUMMAATTEERRAA BBAARRAATT
TTRRIIWWUULLAANN IIVV 22001111
Pertumbuhan
ekonomi
Sumbar
tumbuh
meningkat
Konsumsi
mendorong
pertumbuhan
Sektor
perdagangan
dan sektor
industri
pengolahan
membaik
Inflasi Kota
Padang
menurun dan
terkendali
Pertumbuhan
kredit terus
meningkat
Perekonomian Sumatera Barat pada tahun 2011 menunjukkan perkembangan lebih baik dengan pertumbuhan yang terus meningkat. Meskipun pada triwulan laporan laju pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan, namun secara keseluruhan tahun, kinerja ekonomi Sumbar mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, dari semula tumbuh 5,93% (yoy) menjadi 6,22% (yoy).
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah menjadi sumber pendorong pertumbuhan. Peningkatan konsumsi rumah tangga terjadi seiring relatif terjaganya daya beli masyarakat, sementara konsumsi pemerintah melalui belanja daerah menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun lalu. Sedangkan ekspor tumbuh melambat akibat pelemahan permintaan global dan penurunan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.
Dari sisi penawaran, sektor pertanian tumbuh relatif stagnan dengan laju pertumbuhan yang melambat. Curah hujan tinggi dan terbatasnya luas lahan panen tanaman bahan makanan menjadi faktor kurang optimalnya produksi sektor pertanian. Sektor industri pengolahan mengalami perbaikan bersumber dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dimana hasil produksinya mampu diserap pasar domestik yang masih kuat. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga semakin meningkat bersumber dari maraknya aktivitas perdagangan antar daerah, terutama di kawasan Sumatera.
Mengakhiri tahun 2011, inflasi tahunan kota Padang triwulan IV-2011 kembali turun dan berada di level 5,37%. Kondisi ini disebabkan oleh pengaruh inflasi dari sisi permintaan (demand side) yang relatif minimal. Relatif terkendalinya inflasi kota Padang di penghujung tahun 2011 juga disebabkan oleh base effect dimana pada tahun sebelumnya Indeks Harga Konsumen (IHK) kota Padang meningkat cukup tinggi karena adanya peningkatan harga cabe merah dan beras. Sementara itu, tekanan inflasi di akhir tahun banyak berasal oleh sisi penawaran (supply side), yaitu masuknya musim penghujan yang umumnya mempengaruhi produktivitas beberapa tanaman pangan dan holtikultura.
Perbankan di Sumbar pada triwulan IV-2011 menunjukkan kinerja positif dengan tingginya penyaluran pertumbuhan kredit. Penyaluran kredit bank umum tercatat tumbuh 33,9% (yoy), sementara bank umum syariah tumbuh 19,2% (yoy) dan Bank
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 2
Realisasi
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD) melebihi
target
Transaksi tunai
meningkat di
akhir tahun
Tingkat
pengangguran
menurun
Ekonomi
Sumbar di
triwulan I-2012
tumbuh
meningkat
Perkreditan Rakyat (BPR) 19,0% (yoy). Pertumbuhan didorong oleh relatif rendah dan stabilnya inflasi. Selain itu, peningkatan kinerja sektor pertanian dan sektor perdagangan mendorong penyerapan penyaluran kredit. Intermediasi perbankan di Sumbar terus berjalan dengan baik. Hal ini diperlihatkan baik pada bank umum, bank umum syariah maupun BPR dengan tingkat Loan-to-Deposit Ratio (LDR) melebihi 100%.
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) APBD Sumbar pada 2011 lebih tinggi dibandingkan yang ditargetkan. Realisasi PAD hingga 106,72% bersumber dari tingginya realisasi penerimaan pajak daerah dan juga retribusi daerah dengan adanya beberapa peningkatan tarif retribusi jasa umum. Hingga akhir tahun, realisasi belanja operasional mencapai 90,58% sedangkan belanja modal realisasinya sedikit lebih rendah dengan mencapai 88,35%.
Nilai net inflow transaksi tunai di Sumatera Barat pada triwulan IV semakin menurun seiring dengan banyaknya transaksi outflow pada dua bulan terakhir di triwulan IV. Kebutuhan penggunaan transaksi tunai menjelang akhir tahun meningkat dengan sejumlah realisasi konsumsi dan belanja pemerintah, dan juga dengan tingginya konsumsi masyarakat terkait liburan akhir tahun. Di sisi lain, transaksi non tunai menggunakan transkasi kliring relatif stabil sedangkan volume transaksi BI-RTGS mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh tingginya transaksi dari Sumbar ke luar wilayah Sumbar.
Sejalan dengan ekonomi Sumbar yang terus tumbuh, tingkat pengangguran di Sumbar terus menurun. Sepanjang Februari-Agustus 2011 jumlah penduduk yang menganggur mengalami penurunan dari 162,5 ribu orang menjadi 142,8 ribu orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 7,14% menjadi 6,45%. Selain itu, sektor formal juga lebih mampu menyerap tenaga kerja. Dengan semakin terbukanya peluang pekerjaan di sektor formal, kondisi ini diprakirakan berdampak pada semakin menurunnya penempatan jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumbar ke luar negeri.
Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I-2012 diprakirakan tumbuh moderat dengan kecenderungan meningkat pada kisaran 5,2-5,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,52% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diperkirakan juga tumbuh moderat seiring dengan tingkat inflasi yang diprakirakan masih terkendali meskipun ada sedikit potensi peningkatan kenaikan harga kelompok bahan makanan. Sedangkan ekspor tetap tumbuh namun menghadapi gejala harga komoditas utama karet dan CPO di pasar internasional yang cenderung menurun. Dari sisi penawaran, sektor pertanian diprakirakan tumbuh melambat seiring dengan potensi masih terjadinya curah hujan tinggi di kawasan Sumatera. Sektor industri pengolahan diprakirakan relatif membaik mengingat masih kuatnya tingkat konsumsi domestik.
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 3
Inflasi Kota
Padang
diperkirakan
meningkat
Tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada triwulan I-2012. Tekanan inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran, terkait dengan pasokan bahan pangan yang diperkirakan cenderung menurun akibat pengaruh kondisi cuaca. Pada akhir triwulan I-2012, inflasi kota Padang diperkirakan berada pada kisaran 5,54%±1%(yoy). Keberadaan Tim Pengelolaan Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengendalian laju inflasi di Kota Padang, baik melalui upaya koordinasi maupun upaya tindakan.
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang 4
I II III IV I II III IV
MAKRO
IHK Kota Padang**) 119.62 122.50 123.41 127.69 129.55 128.40 123.41 134.547561
Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) 3.05 6.96 4.83 7.84 8.30 4.82 7.34 5.37
PDRB - harga konstan (miliar Rp) 9,356.42 9,554.83 9,882.86 10,066.08 10,120.85 10,201.48 10,433.29 10,520.79
- Pertanian 2,245.76 2263.00 2,291.07 2,294.41 2,321.67 2325.83 2,382.37 2,384.78
- Pertambangan dan Penggalian 294.48 298.71 303.33 307.29 308.57 310.49 315.48 317.72
- Industri Pengolahan 1,156.21 1172.92 1,216.98 1,241.73 1,242.01 1245.21 1,260.78 1,262.65
- Listrik, Gas, dan Air Bersih 107.33 108.76 111.70 113.56 114.11 114.39 114.90 115.02
- Bangunan 480.17 505.34 534.31 552.60 556.29 558.89 569.02 577.34
- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,634.24 1694.54 1,788.46 1,823.75 1,827.94 1833.00 1,868.20 1,890.09
- Pengangkutan dan Komunikasi 1,383.02 1409.61 1,469.10 1,515.77 1,525.44 1548.24 1,602.34 1,617.84
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 489.48 496.00 509.30 516.62 518.85 521.77 531.21 538.44
- Jasa 1,565.73 1605.90 1,658.61 1,700.34 1,705.96 1743.66 1,788.99 1,816.90
Pertumbuhan PDRB (yoy %) 3.29 4.80 5.48 10.15 8.17 6.77 5.57 4.52
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** 355.09 404.75 516.85 621.61 524.12 790.45 627.88 401.02
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** 571.20 623.53 884.68 822.13 760.07 859.06 802.11 495.93
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** 34.64 29.33 11.28 40.04 34.93 37.85 55.76 45.39
Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** 82.63 75.38 49.60 66.73 84.69 137.91 98.29 99.06
PERBANKAN****
Bank Umum
Total Aset (Rp triliun) 24.95 26.16 28.31 30.30 31.17 31.78 34.52 34.67
DPK (Rp Triliun) 16.00 18.44 19.85 20.93 20.39 21.17 22.35 22.90
- Tabungan (Rp Triliun) 6.66 8.24 8.83 11.79 9.98 10.03 10.74 10.91
- Giro (Rp Triliun) 4.79 5.50 5.88 3.64 4.68 4.82 5.05 4.98
- Deposito (Rp Triliun) 4.54 4.71 5.14 5.50 5.72 6.31 6.55 7.01
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 18.35 20.47 20.97 21.57 24.25 26.52 27.76 28.89
- Modal Kerja 7.60 7.14 7.40 7.49 8.36 9.39 9.81 10.31
- Investasi 3.63 3.91 3.68 4.45 4.24 4.51 4.64 4.88
- Konsumsi 7.11 9.43 9.89 9.63 11.64 12.62 13.31 13.70
- LDR (%) 114.68 110.99 105.61 103.05 118.92 125.30 124.21 126.15
NPL (gross, %) 2.53 2.42 2.82 2.07 2.13 2.14 2.32 2.32
BPR
Total Aset (Rp triliun) 1.07 1.14 1.15 1.26 1.30 1.33 1.33 1.39
DPK (Rp Triliun) 0.71 0.74 0.74 0.82 0.88 0.89 0.85 0.88
- Tabungan (Rp Triliun) 0.41 0.43 0.42 0.50 0.54 0.55 0.51 0.53
- Deposito (Rp Triliun) 0.30 0.31 0.31 0.32 0.34 0.34 0.34 0.35
Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 0.77 0.82 0.82 0.81 0.85 0.91 0.93 0.97
- Modal Kerja 0.51 0.53 0.54 0.52 0.55 0.59 0.61 0.63
- Investasi 0.08 0.08 0.08 0.08 0.09 0.09 0.10 0.10
- Konsumsi 0.19 0.20 0.21 0.20 0.21 0.23 0.23 0.23
Rasio NPL Gross (%) 7.88 9.11 10.34 9.90 10.24 9.38 8.04 8.18
LDR (%) 109.14 110.50 111.47 99.14 96.48 102.16 109.69 110.26
Keterangan :
* Angka PDRB Tw.IV-2011 merupakan angka rilis BPS
** Menggunakan tahun dasar 2007=100
*** Angka impor dan ekspor Tw. IV-2011 angka sementara, posisi November 2011, open file
**** Data Perbankan untuk Triwulan IV-2011 menggunakan posisi akhir November 2011
Sumber :
- Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS
- Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI
- Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI
Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat
2010INDIKATOR
2011
5 Bank Indonesia Padang
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
SUMATERA BARAT
Perekonomian Sumatera Barat (Sumbar) pada tahun 2011 menunjukkan
perkembangan lebih baik dengan pertumbuhan yang terus meningkat.
Meskipun pada triwulan laporan laju pertumbuhan ekonomi mengalami
perlambatan, namun secara keseluruhan tahun, kinerja ekonomi Sumbar
mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun demikian akselerasi pertumbuhan tersebut relatif lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional dan beberapa daerah di wilayah
Sumatera Bagian Tengah.
Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga maupun konsumsi
pemerintah menjadi sumber pendorong pertumbuhan. Peningkatan
konsumsi rumah tangga secara umum di 2011 terkait dengan relatif terjaganya
daya beli masyarakat, sementara konsumsi pemerintah melalui belanja daerah
menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain, kegiatan investasi
tumbuh melambat seiring dengan terdapatnya sejumlah kendala yang
mengakibatkan ekspansi kegiatan usaha relatif tertahan. Sementara perlambatan
ekspor terjadi akibat pelemahan permintaan global dan penurunan harga
komditas ekspor utama di pasar internasional.
Dari sisi penawaran, sektor pertanian tumbuh relatif stagnan dengan laju
pertumbuhan yang melambat. Curah hujan tinggi dan terbatasnya luas lahan
panen tanaman bahan makanan menjadi faktor kurang optimalnya produksi
sektor pertanian. Sektor industri pengolahan mengalami perbaikan bersumber
dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau dimana hasil
produksinya mampu diserap pasar domestik yang masih kuat. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran juga semakin meningkat bersumber dari
maraknya aktivitas perdagangan antar daerah, terutama di kawasan Sumatera.
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 6
Kondisi ekonomi Sumatera Barat pada 2011 semakin membaik dengan
mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,22% (yoy). Pertumbuhan ekonomi
tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,93% (yoy) dimana
kinerja ekonomi belum pulih sepenuhnya dari semula pada 2009 sempat anjlok
dan hanya tumbuh sebesar 4,28% (yoy) akibat gempa. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi bersumber dari semakin tingginya tingkat konsumsi baik konsumsi
rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Sedangkan di sisi lain,
pertumbuhan investasi relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya dari
semula tumbuh 11,27% (yoy) menjadi 10,82% (yoy), yang antara lain terkait
dengan lahan yang semakin terbatas, khususnya untuk sektor perkebunan.
Pertumbuhan ekspor juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 16,56%
(yoy) menjadi 10,76% (yoy). Pelemahan permintaan ekspor dipicu oleh melesunya
ekonomi beberapa mitra dagang utama akibat gejolak ekonomi yang terjadi di
Amerika dan Eropa.
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat (yoy)
Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Bagian Tengah (yoy)
Meski mengalami peningkatan pertumbuhan, namun akselerasi
pertumbuhan ekonomi Sumbar masih realtif rendah dibandingkan
daerah-daerah lain di Wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng).
Perekonomian Riau, tanpa memperhitungkan faktor minyak bumi dan gas, pada
2011 mampu tumbuh mencapai 7,52% (yoy). Pertumbuhan bersumber dari
maraknya kegiatan investasi berupa pembangunan beragam infrastruktur.
Perekonomian Jambi juga terus tumbuh meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya dari 7,11% (yoy) menjadi 8,54% (yoy) yang juga ditopang oleh
peningkatan kegiatan investasi swasta baik di sektor perkebunan maupun
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Nasional
Sumatera Barat
Rata-Rata Pertumbuhan Sumbar 5.93
4.17
7.16 7.19 7.116.22
4.06
7.52
6.67
8.54
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Sumbar Riau Riau (Non-Migas) Kepri Jambi
Pe
rse
n
2010
2011
7
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
pertambangan. Sedangkan Kep. Riau meskipun pertumbuhannya melambat,
namun pada 2011 tetap mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,67% (yoy).
Perlambatan itu sendiri disebabkan oleh belum pulihnya permintaan global yang
kemudian berdampak pada kegiatan ekspor-impor yang sangat dominan pada
kegiatan ekonomi Kep. Riau. Ke depan prospek ekonomi ketiga daerah tersebut
diprakirakan semakin menjanjikan dengan masuknya ke dalam Koridor Ekonomi
Sumatera pada Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) yang lebih berorientasi di sepanjang pantai timur kawasan
Sumatera.
1.1. Perkembangan Sisi Permintaan
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan (yoy)
Sumber: BPS, diolah
1.1.1. Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga pada 2011 dibandingkan tahun sebelumnya
mengalami peningkatan pertumbuhan meskipun pada triwulan IV sempat
mengalami perlambatan. Konsumsi rumah tangga pada 2011 tumbuh sebesar
5,24% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya
tumbuh 1,10% (yoy). Kondisi ini terjadi seiring semakin bergairahnya konsumsi
rumah tangga secara akumulatif di 2011 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun
demikian, pada triwulan IV konsumsi rumah tangga sedikit mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja konsumsi rumah tangga
relatif lebih baik di triwulan sebelumnya diwarnai oleh tingginya aktivitas
konsumsi terkait bulan puasa dan lebaran tahun ini dibandingkan dengan
peningkatan aktivitas konsumsi di triwulan IV.
III IV III IV
Konsumsi 3.03% 3.16% 10.40% 3.79% 8.12% 7.01% 7.85%
Konsumsi Rumah Tangga 1.94% 1.18% 9.28% 1.10% 3.14% 2.39% 5.24%
Konsumsi Pemerintah 7.67% 16.91% 18.92% 15.53% 23.00% 21.73% 18.09%
Investasi (PMTB) 4.96% 11.73% 19.10% 11.27% 10.33% 6.96% 10.82%
Net Ekspor (Impor) 4.91% 12.44% 4.66% 23.37% 4.08% -4.36% 7.90%
Ekspor 1.78% 9.01% 12.19% 16.56% 7.57% 6.96% 10.76%
(Impor) -2.09% 4.25% 25.48% 7.52% 12.82% 23.64% 15.11%
PDRB 4.28% 5.48% 10.15% 5.93% 5.57% 4.52% 6.22%
20112011
20102010
2009
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 8
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan Domestik (yoy)
Grafik 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Permintaan Eksternal (yoy)
Beberapa indikator mengkonfirmasi terjadinya perlambatan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Indeks Keyakinan Konsumen
sepanjang triwulan III dan IV melemah dari 105,9 menjadi 86,3. Selain itu,
penjualan sepeda motor di Sumbar pada triwulan IV meskipun terbilang tinggi
dengan mencapai 47.141 unit, namun jumlah ini lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencapai 57.710 unit, atau terjadi penurunan sebesar
18,3% (qtq). Inflasi Sumbar yang banyak dipengaruhi oleh pergerakan harga
kelompok bahan makanan menjadi faktor penyebab melambatnya pertumbuhan
konsumsi makanan oleh rumah tangga dari triwulan sebelumnya sebesar 2,90%
(yoy) menjadi 1,46% (yoy) pada triwulan IV.
Sumber: Survei Konsumen, KBI Padang
Sumber: DPKD, Sumbar
Grafik 1.5. Survei Konsumen Sumatera Barat Grafik 1.6. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2009 2010 2011
Investasi (PMTB)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
2009 2010 2011
Net Ekspor (Impor)
Ekspor
(Impor)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Ind
eks
Indeks Penghasilan Saat IniIndeks Keyakinan KonsumenIndeks Konsumsi Barang Tahan LamaBatas Area Positif
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Sepeda Motor Minibus
9
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
Sumber: BPS
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 1.7. Pertumbuhan PDRB Konsumsi Berdasarkan Kelompok Barang
Grafik 1.8. Kredit Konsumsi Rumah dan Kendaraan Bermotor Lokasi Proyek Sumbar
1.1.2. Konsumsi Pemerintah
Konsumsi pemerintah tumbuh signifikan dan cenderung meningkat
seiring dengan meningkatnya belanja pemerintah di akhir tahun.
Konsumsi pemerintah dalam PDRB 2011 tumbuh mencapai 18,09% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 15,53% (yoy). Sepanjang triwulan
III dan IV konsumsi pemerintah mampu tumbuh di atas 20%. Total belanja
pemerintah pusat di daerah meningkat 9,83% dibandingkan tahun lalu. Di
samping itu, realisasi belanja APBD hingga akhir tahun anggaran 2011 mampu
mencapai 89,67%.
Tidak hanya itu, jumlah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
juga mengalami peningkatan.
Jumlah simpanan pemerintah
daerah di perbankan Sumbar pada
triwulan IV-2011 cenderung
meningkat dibandingkan posisi
triwulan sebelumnya. Tidak seperti
siklus tahun-tahun sebelumnya
jumlah simpanan Pemda di perbankan cenderung menurun di triwulan IV yang
diperkirakan digunakan untuk pencairan dana realisasi belanja. Padahal, jumlah
penerimaan PAD pada tahun 2011 melebihi nilai yang ditargetkan dengan
realisasi mencapai 106,72% dari target.
-10
-5
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Pe
rse
n
Konsumsi Makanan
Konsumsi Non Makanan
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2010 2011
Mili
ar
Ru
pia
h
Kredit Rumah Tinggal - - - -
Kredit Kendaraan Bermotor - - - -
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Grafik 1.9. Simpanan Pemerintah Daerah di Bank Umum Sumbar
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
2008 2009 2010 2011
Mili
ar R
up
iah Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 10
1.1.3. Investasi
Investasi tumbuh tinggi namun dengan arah melambat terkait dengan
tertahannya belanja modal untuk ekspansi kegiatan ekonomi.
Pertumbuhan investasi pada Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 2011
mencapai 10,82%, melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 11,27%
(yoy). Pada triwulan IV investasi hanya tumbuh 6,96% (yoy), jauh lebih lambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu mencapai 10,33% (yoy).
Perlambatan terjadi akibat tertahannya sejumlah upaya ekspansi kegiatan usaha
oleh para pelaku ekonomi, khususnya swasta. Berdasarkan hasil kontak liaison
dengan beberapa pelaku perkebunan kelapa sawit mengatakan bahwa investasi
perluasan area perkebunan tidak dimungkinkan akibat lahan yang semakin
terbatas. Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit kini semakin merambah di
wilayah Kalimantan. Selain itu, kendala dalam pengadaan tanah baik untuk
kebutuhan kegiatan usaha maupun perkantoran masih terjadi. Hal ini salah
satunya dapat terlihat pada rendahnya realisasi belanja modal APBD Sumbar
berupa belanja tanah yang hanya mencapai 36,45%.
Sumber: SKDU, BI
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.10. Kapasitas Terpakai Kegiatan Usaha Grafik 1.11. Konsumsi Semen
Sejumlah indikator menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan
investasi. Indikator data perkembangan jumlah konsumsi semen di Sumbar
mengalami penurunan 4,18% dibandingkan tahun lalu dari sebelumnya 280,71
ribu ton menurun menjadi 268,97 ribu ton. Selain itu, penjualan kendaraan
kebutuhan niaga seperti truk dan pick up juga menunjukkan trend penurunan.
Dari sisi aliran pinjaman dari perbankan ke kegiatan usaha juga menunjukkan hal
69.83
66.44
71.8472.63
66.04
69.78
62
64
66
68
70
72
74
III-2010 IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011
Pe
rse
n
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
-
50
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Rib
u T
on Penjualan Semen (LHS)
Pertumbuhan (yoy) (RHS)
11
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
serupa. Penyaluran kredit investasi oleh perbankan di Sumbar tumbuh melambat
dari 26,32% (yoy) menjadi 23,74% (yoy).
Sumber: SEKDA, BI
Sumber: SEKDA, BI
Grafik 1.12. Kredit Investasi Bank Umum dan BPR Lokasi Proyek di Sumbar
Grafik 1.13. Kredit Investasi Bank Umum Lokasi Proyek di Sumbar
Sumber: DPKD Sumbar
Sumber: PLN
Grafik 1.14. Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor untuk Kegiatan Usaha
Grafik 1.15. Konsumsi Listrik
1.1.4. Ekspor
Di tengah kondisi ketidakpastian pemulihan ekonomi global, ekspor
Sumbar masih mampu tumbuh tinggi meskipun relatif melambat
dibandingkan tahun sebelumnya. Ekspor Sumbar pada 2011 tumbuh 10,82%
(yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai
16,56% (yoy). Perlambatan terlihat pada sepanjang dua triwulan terakhir dari
semula dapat tumbuh 7,57% (yoy) kemudian menjadi 6,96% (yoy). Total nilai
ekspor non-migas secara keseluruhan hingga posisi terakhir di 2011 mencapai
USD2,34 miliar atau mengalami peningkatan 43,9% (yoy), namun peningkatan ini
lebih lambat dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama mampu tumbuh
sebesar 53,8% (yoy).
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2009 2010 2011
Mili
ar R
up
iah Kredit Investasi (LHS)
Pertumbuhan (yoy) (RHS)
-
20
40
60
80
100
120
140
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2010 2011
Mili
ar R
up
iah
Mili
arR
up
iah
Investasi Agrobisnis (LHS)
Investasi Properti (RHS)
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Pick up
Truck
-
50
100
150
200
250
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Juta
Kw
h
Juta
VA
Daya Tersambung (VA) (sisi kiri)
Energi Jual (kWh) (sisi kanan)
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 12
Pemulihan ekonomi di negara-negara Eropa yang masih diliputi
ketidakpastian melemahkan permintaan global dan turut berimbas pada
menurunnya harga komoditas ekspor utama Sumbar berupa minyak
sawit mentah (CPO) dan karet. Dibandingkan tahun sebelumnya, harga karet
di pasar internasional terkoreksi hingga 26,43% menjadi rata-rata USD349,55/kg,
sedangkan harga CPO terkoreksi 16,55% menjadi rata-rata USD974.45/metrik ton.
Terkoreksinya harga-harga tersebut berimplikasi pada perlambatan peningkatan
nilai ekspor karet dari tahun sebelumnya mencapai 153,4% (yoy) menjadi 74,6%
(yoy), sedangkan perlambatan peningkatan nilai ekspor CPO tidak sedalam karet,
yaitu melambat dari 41,1% (yoy) menjadi 34,8% (yoy).
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.16. Ekspor dan Impor Non-Migas Sumbar Grafik 1.17. Rata-Rata Harga Internasional CPO dan Karet
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Grafik 1.18. Nilai Ekspor Non-Migas Sumbar Grafik 1.19. Volume Ekspor Non-Migas Sumbar
0
5
10
15
20
25
30
35
0
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2009 2010 2011
juta
USD
Juta
USD
EksporTrade BalanceRata-Rata Ekspor Per TahunImpor (sisi kanan)
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
-
100
200
300
400
500
600
700
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
USD
/me
tric
to
n
USD
/kg
Karet (LHS)
CPO (RHS)
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2009 2010 2011
Rib
u U
SD
TotalLemak, Minyak dan MalamPlastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet (sisi kanan)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2009 2010 2011
To
n
To
n
Total
Lemak, Minyak dan Malam
Plastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet (sisi kanan)
13
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
1.1.5. Impor
Di sisi lain, impor terus tumbuh meningkat dengan derasnya aliran
barang impor dipicu oleh relatif menguatnya nilai tukar rupiah.
Pertumbuhan impor pada 2011 mencapai 15,11%, lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 7,52% (yoy). Puncak pertumbuhan impor terjadi pada
triwulan IV dengan mencapai pertumbuhan sebesar 23,64% (yoy). Relatif
menguatnya nilai tukar rupiah dibandingkan tahun lalu mendorong pelaku
ekonomi di Sumbar meningkatkan pengadaan barang impor sering dengan
harganya yang menjadi relatif lebih murah. Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang
tahun 2011 sebesar Rp8.773/USD, menguat dibandingkan tahun sebelumnya yang
rata-rata Rp9.078/USD. Hingga periode terakhir 2011 total impor mencapai
USD173,91 juta atau meningkat 65,1% dibandingkan periode yang sama tahun
lalu.
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Grafik 1.20. Perkembangan Nilai Impor Non-Migas Grafik 1.21. Perkembangan Volume Impor Non-Migas
Pelaku ekonomi di Sumbar sebagian besar melakukan impor untuk
pemenuhan barang bahan baku dan modal produksi. Peningkatan impor
sebagian besar merupakan bahan baku perkebunan berupa pupuk impor yang
digunakan sebagai stok untuk keperluan musim tanam. Total impor pupuk
mencapai USD68,45 juta atau meningkat 61,8% (yoy). Di samping itu, pengadaan
barang modal berupa mesin dan peralatan elektronik lainnya juga meningkat
signifikan sebesar 171,4% (yoy) dengan nilai mencapai USD40,93 juta.
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2009 2010 2011
Rib
u U
SD
Produk Industri Kimia dan Industri Sejenis
Total Impor Non-Migas
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2009 2010 2011
To
n
Produk Industri Kimia dan Industri Sejenis
Total Impor Non-Migas
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 14
1.2. Perkembangan Sisi Penawaran
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Sisi Penawaran (yoy)
Sumber: BPS, diolah
1.2.1. Sektor Pertanian
Faktor curah hujan yang tinggi sepanjang tahun 2011 dan semakin
terbatasnya lahan menyebabkan pertumbuhan di sektor pertanian relatif
stagnan dan cenderung melambat. Sektor pertanian pada 2011 tumbuh 3,52%
(yoy), sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh 3,66%
(yoy). Dalam periode triwulan III dan IV pertumbuhan sektor pertanian relatif
stabil dan bahkan cenderung melambat. Perlambatan terbesar terjadi pada
subsektor tanaman bahan makanan yang semula tumbuh 5,02% (yoy) menjadi
3,88% (yoy).
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 1.22. Pertumbuhan Sektor Pertanian (yoy) Grafik 1.23. Nilai Tukar Petani (NTP)
Curah hujan yang tinggi mengakibatkan produksi tanaman bahan
makanan menjadi tidak optimal. Indikasi adanya gangguan produksi
berdampak pada perkembangan rata-rata harga Gabah Kering panen (GKP) yang
mengalami peningkatan 22,95% dari triwulan sebelumnya semula Rp3.666,1/kg
III IV III IV
Pertanian 3.47% 2.82% 3.27% 3.66% 3.98% 3.94% 3.52%
Pertambangan & Penggalian 4.66% 6.10% 6.03% 5.80% 4.01% 3.39% 4.03%
Industri Pengolahan 3.57% 2.35% 9.07% 2.51% 3.60% 1.68% 4.65%
Listrik,Gas & Air Bersih 5.80% 1.24% 8.78% 2.35% 2.87% 1.29% 3.87%
Bangunan 4.04% 16.88% 21.03% 13.73% 6.50% 4.48% 9.13%
Perdagangan, Hotel & Restoran 3.76% 0.60% 15.87% 3.48% 4.46% 3.64% 6.89%
Pengangkutan & Komunikasi 5.99% 10.58% 11.91% 9.91% 9.07% 6.73% 8.94%
Keuangan, Persewaan & Jasa Perushaan 4.08% 6.66% 6.88% 5.75% 4.30% 4.22% 4.91%
Jasa - jasa 5.12% 9.50% 12.15% 9.17% 7.86% 6.85% 8.04%
PDRB 4.28% 5.48% 10.15% 5.93% 5.57% 4.52% 6.22%
201120112010
20102009
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Sektor Pertanian
80
90
100
110
120
130
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Ind
eks
NTPTanaman PanganHortikulturaTPR
15
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
menjadi Rp4.507,3/kg. Luas lahan yang semakin terbatas juga terlihat pada Angka
Ramalan III-2011 di mana luas panen sepanjang Januari-Desember 2011
diprakirakan 461,66 ribu hektar, atau relatif tidak banyak mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya 460,5 hektar.
Sumber: BPS
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Grafik 1.24. Rata-Rata Harga Gabah Kualitas Gabah Kering Panen (GKP)
Grafik 1.25. Luas Panen Padi
1.2.2. Sektor Industri Pengolahan
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 1.26. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan (yoy)
Grafik 1.27. Perkembangan Industri Sedang dan Besar
Sektor industri pengolahan terus tumbuh didukung oleh pasar domestik
yang masih kuat. Sektor industri pengolahan meskipun menunjukkan
perlambatan pada dua triwulan akhir, namun secara keseluruhan di 2011 mampu
tumbuh 4,65% (yoy), meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,51%.
Peningkatan pertumbuhan didorong oleh membaiknya kinerja subsektor industri
makanan, minuman dan tembakau yang tumbuh meningkat dari 4,49% (yoy)
menjadi 6,35% (yoy), kemudian disusul oleh subsektor industri tekstil, barang dari
kulit dan alas kaki dengan pertumbuhan meningkat dari 1,32% (yoy) menjadi
5,56% (yoy). Di samping itu, subsektor industri semen dan barang galian bukan
2000
2500
3000
3500
4000
4500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Rp
/Kg
400,000
410,000
420,000
430,000
440,000
450,000
460,000
470,000
2009 2010 II 2011 III 2011
ATAP ATAP ARAM ARAM
He
ktar
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Sektor Industri Pengolahan
Makanan, Minuman dan Tembakau
Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki
Semen & Brg. Galian bukan logam
-35%
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
Makanan & Minuman
Kimia & Barang Bhn Kimia
Karet & Barang dari Karet &
Plastik
Barang Galian Non-Logam
Industri Sedang & Besar
IV-2010
I-2011
II-2011
III-2011
IV-2011*
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 16
logam tumbuh namun tidak meningkat signifikan dari 2,37% (yoy) menjadi 2,95%
(yoy).
Masih kuatnya permintaan dan konsumsi masyarakat mampu menopang
penyerapan hasil produksi industri di pasar domestik di tengah relatif
melemahnya permintaan global. Perbaikan kinerja sektor industri pengolahan
terlihat pada hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang
menunjukkan terjadi peningkatan kapasitas produksi terpakai dari tahun
sebelumnya 71,52% menjadi 76,10%. Sementara itu, semakin bergairahnya
subsektor industri makanan, minuman dan tembakau juga terlihat dari
penyaluran kredit oleh perbankan ke susbsektor tersebut dengan pertumbuhan
mencapai 55,4% dibandingkan tahun lalu.
Sumber: SKDU, Bank Indonesia
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
Grafik 1.28. Kapasitas Produksi Terpakai Sektor Industri
Grafik 1.29. Pertumbuhan Kredit Sektor Industri Per Subsektor
1.2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) tumbuh meningkat
bersumber dari maraknya aktivitas perdagangan antar daerah di
Sumatera. Secara umum sektor PHR pada 2011 tumbuh meningkat meskipun
perkembangan pertumbuhan triwulanan menunjukkan laju perlambatan. Sektor
PHR pada 2011 tumbuh 6,89% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar 3,48% (yoy). Peningkatan pertumbuhan didorong oleh tingginya aktivitas
perdagangan, khususnya dengan daerah-daerah lain di Sumatera yang banyak
diwarnai oleh penyaluran distribusi baik bahan pangan maupun hasil industri.
Arus barang perdagangan dalam negeri melalui Pelabuhan Teluk Bayur
menunjukkan trend peningkatan. Selain itu, kegiatan terkait pariwisata juga
semakin membaik. Tingkat penghunian kamar hotel berbintang mencapai
68.91
71.52
76.38
78.09
73.91
76.1
64
66
68
70
72
74
76
78
80
III-2010 IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011
Pe
rse
n
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
I-2010 II-2010 III-2010 IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011*
Industri makanan,minuman dan tembakau
Industri peng. bahan kimia dan hasil kimia
17
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang
56,28%, melebihi rata-ratanya yang sebesar 47,35%. Minat wisatawan
mancanegara ke Sumbar relatif meningkat dengan melihat terjadi peningkatan
kunjungan wisatawan sebesar 12,54% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang
mengalami penurunan hingga 42,41%.
Sumber: BPS
Sumber: PT Pelindo II
Grafik 1.30. Pertumbuhan PDRB Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Grafik 1.31. Arus Barang di Pelabuhan Teluk Bayur
Sumber: BPS
Sumber: BPS
Grafik 1.32. Tingkat Hunian Hotel Berbintang Grafik 1.33. Jumlah Wisman Melalui Bandara Internasional Minangkabau
1.2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Tingginya pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi dipicu oleh
tingginya pertumbuhan di sektor perdagangan. Subsektor pengangkutan
meski melambat sepanjang triwulan III dan IV namun secara tahunan dapat
tumbuh 8,75% (yoy) pada 2011. Aliran distribusi perdagangan memacu kegiatan
pengangkutan turut bergerak positif, terutama angkutan jalan raya antar provinsi
di Sumatera. Selain itu, tingginya pertumbuhan subsektor pengangkutan juga
bersumber dari semakin ramainya aktivitas penggunaan pelayanan jasa udara.
Beberapa penyedia jasa penerbangan menambah frekuensi penerbangan dari dan
keluar Sumbar. Jumlah penumpang domestik baik kedatangan maupun
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Sektor PHR
Perdagangan Besar & Eceran
Hotel
Restoran
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010 2011
Rib
u T
on
Perdagangan Luar Negeri
Perdagangan Dalam Negeri
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
%
Tingkat Hunian Hotel Berbintang Rata-Rata
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Ora
ng
Jumlah Wisman Pertumbuhan (yoy)
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Bank Indonesia Padang 18
keberangkatan di Bandara Internasional Minangkabau total mengalami
peningkatan 13,41% dibandingkan tahun lalu.
Sumber: BPS
Sumber; PT Angkasa Pura
Grafik 1.35. Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Grafik 1.36. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara International Minangkabau
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Pengangkutan dan Komunikasi
Konstruksi
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2009 2010 2011
Ora
ng
Ora
ng
Domestik (LHS)
Internasional (RHS)
19
Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJu) Unggulan
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank
Indonesia memiliki pilar-pilar kebijakan strategis yang meliputi: (1) Pengaturan
kepada perbankan yang mendorong pengembangan dan pemberdayaan UMKM; (2)
Pengembangan kelembagaan yang menunjang; (3) Pemberian bantuan teknis; dan
(4) Kerjasama dengan berbagai pihak baik dengan lembaga pemerintah maupun
lembaga lainnya.
Salah satu pilar kebijakan Bank Indonesia dalam mendorong pengembangan
UMKM adalah melalui pemberian bantuan teknis, salah satunya melalui kegiatan
penelitian dan penyediaan informasi. Kegiatan tersebut diharapkan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat kepada stakeholders, baik kepada
pemerintah daerah, perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat luas yang
berkepentingan dalam upaya pemberdayaan UMKM.
Bank Indonesia Padang bekerjasama dengan Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang telah melakukan penelitian pada tahun 2011 yang bertujuan untuk
penetapan komoditi/produk/jenis usaha (KPJu) unggulan daerah di kabupaten/kota
di Sumatera Barat dengan menggunakan alat analisis Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) dan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Setiap kabupaten/ kota diharapkan memiliki KPJu unggulan dari berbagai
sektor ekonomi yang patut dan cocok untuk dikembangkan. Hal ini merupakan
adopsi dari kesuksesan Thailand melalui program One Tambon One Product (OTOP),
yaitu program pengembangan komoditi unggulan di suatu daerah (tambon) yang
sukses dalam membantu pengembangan UMKM.
Dengan program yang lebih fokus, Pemerintah Daerah dapat
memprioritaskan kebijakan ekonomi melalui pengembangan komoditi unggulan
tertentu di suatu kabupaten/kota sebagai upaya untuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi
angka/tingkat kemiskinan di daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
Perkembangan UMKM Sumatera Barat
Kegiatan UMKM di Sumatera Barat tergolong aktif. Pendataan oleh Dinas
Koperasi, Perindustrian, Perdagangan dan UMKM Propinsi Sumatera Barat
mengungkapkan bahwa hingga September 2011 tercatat sekurangnya terdapat
34.303 unit UMKM yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Jumlah UMKM
tersebut telah mampu menyerap tenga kerja sekurangnya 74.945 orang. Berdasarkan
ukurannya, sebagian besar UMKM tergolong usaha mikro, diikuti oleh usaha kecil,
serta sebagian kecil tergolong sebagai usaha menengah.
BO
KS
.1
20
Tabel Boks 1.1. Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat per September 2011
Sumber: Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan dan UMKM Propinsi Sumatera Barat, 2011.
Tabel Boks 1.2. Kesepakatan Pengembangan Komoditi Unggulan Antara Propinsi
dengan Kabupaten/Kota Tahun 2008-2012 Menurut Kota/kabupaten di Sumatera Barat
Secara khusus Pemerintah Provinsi Sumatera Barat merespon Perpres Nomor 28
Tahun 2008 dengan menetapkan industri unggulan propinsi. Industri unggulan ini
meliputi 10 jenis yaitu:
1. Industri Hasil Laut
2. Industri Pengolahan Kakao
3. Industri Pengolahan Makanan Ringan
4. Industri Kulit dan Alas Kaki
NO. KABUPATEN/KOTA
JUMLAH UMKM
TOTAL UMKM USAHA MIKRO USAHA KECIL
USAHA MENENGAH
UNIT TENAGA
KERJA UNIT
TENAGA KERJA
UNIT TENAGA
KERJA UNIT
TENAGA KERJA
1 Kab. 50 kota 607 1.661 79 191 1 15 687 1.867
2 Kab. Solok Selatan 94 0 221 0 0 0 315 0
3 Kab. Pasaman 5 0 0 0 0 0 5 0
4 Kab. Tanah Datar 430 3.330 86 657 55 439 571 4.426
5 Kab. Pasaman Barat 12 0 0 0 0 0 12 0
6 Kab. Pesisir Selatan 844 2.039 153 864 5 40 1.002 2.943
7 Kab. Solok 4.156 10.952 168 646 10 52 4.334 11.650
8 Kab. Pdg. Pariaman 4.774 9.818 69 266 12 1.463 4.855 11.547
9 Kab. Agam 8.321 16.642 126 936 23 345 8.470 17.923
10 Kab. Sijunjung 264 264 817 1.789 0 0 1.081 2.053
11 Kab. Dharmasraya 2.068 3.678 274 1.192 1 5 2.343 4.875
12 Kab. Kep. Mentawai 383 699 50 168 2 10 435 877
13 Kota Padang 259 854 157 737 2 19 418 1.610
14 Kota Sawahlunto 57 254 30 567 1 20 88 841
15 Kota Padang Panjang 3.259 4.441 47 507 2 18 3.308 4.966
16 Kota Bukittinggi 77 0 0 0 0 0 77 0
17 Kota payakumbuh 129 156 28 191 0 0 157 347
18 Kota Solok 335 1.453 1.601 0 0 0 1.936 1.453
19 Kota Pariaman 3.567 5.018 596 2.144 46 405 4.209 7.567
TOTAL 29.641 61.259 4.502 10.855 160 2.831 34.303 74.945
No Kab/Kota Komoditi Unggulan
1 Kab. Agam Sayur-sayuran, Sapi Potong
2 Kab. Pasaman Kakao, Perikanan Air Tawar
3 Kab. Pasaman Barat Jagung, Perikanan Laut
4 Kab. Lima Puluh Kota Gambir, Jeruk
5 Kab. Solok Sayur-sayuran, Sapi Potong
6 Kab. Solok Selatan Perikanan Air Tawar, Sapi Potong
7 Kab. Padang Pariaman Kakao, Sapi Potong
8 Kab. Pesisir Selatan Perikanan Laut, Sapi Potong
9 Kab. Tanah Datar Kambing, Casiavera
10 Kab. Sijunjung Sapi Potong, Perikanan Air Tawar
11 Kab. Darmasraya Sapi Potong, Perikanan Air Tawar
12 Kab. Kep. Mentawai Kakao, Pisang
13 Kota Bukittinggi Tanaman Hias, Produk Olahan Hasil Pertanian
14 Kota Padang Perikanan laut, Ayam Potong
15 Kota Sawahlunto Kakao, Karet
16 Kota Padang Panjang Kulit, Sapi Perah
17 Kota Solok Minyak Atsiri, Makanan Ringan
18 Kota Payakumbuh Makanan Ringan, Sapi Potong
19 Kota Pariaman Pisang, Kelapa
21
5. Industri Kerajinan Sulaman/Tenun
6. Industri Gambir
7. Industri Minyak Atsiri
8. Industri Maritim
9. Industri Alsintan
10. Industri Semen
Hasil Penetapan KPJu Unggulan UMKM Sumatera Barat
Berdasarkan hasil penelitian pada KPJu unggulan per sektor di setiap
kabupaten/kota, didapatkan KPJu unggulan per sektor tingkat provinsi adalah
sebagai berikut; usaha budidaya padi sawah (tanaman pangan), cabe (sayuran),
pisang (buah-buahan), usaha perkebunan coklat, usaha budidaya sapi potong
(peternakan), usaha penangkapan ikan di perairan umum (perikanan), industri
kerupuk dan sejenisnya (industri), perdagangan komoditi makanan (perdagangan),
jasa reparasi kendaraan bermotor (jasa) dan angkutan darat untuk barang
(angkutan).
Urutan 5 (lima) KPJu dengan skor terbobot tertinggi sebagai KPJu unggulan
lintas sektor di tingkat Provinsi Sumatera Barat didominasi oleh kegiatan/usaha
perkebunan coklat, karet dan kelapa sawit, kemudian diikuti oleh kegiatan/usaha
peternakan ayam ras petelur dan sapi potong.
Tabel Boks 1.3. KPJu Unggulan Lintas Sektor Tingkat Provinsi,
Menurut Urutan Nilai skor terbobot atau Urutan Unggulan
Sumber: Hasil Survai, Bank Indonesia Padang (2011)
Secara keseluruhan sesuai dengan struktur perekonomian Sumatera Barat,
sektor primer masih merupakan sektor unggulan di provinsi Sumatera Barat. Dari 10
KPJu peringkat lima besar didominasi oleh subsektor perkebunan. Sektor pertanian
dengan sub sektor perkebunan dan peternakan adalah sektor yang memiliki KPJu
unggul untuk provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya dengan teridentifikasinya KPJu
unggulan per sektor/sub-sektor ekonomi dan lintas sektor, menuntut diperlukan
No KPJu Sektor /
Subsektor Skor Terbobot
Gabungan
1 Coklat Perkebunan 1,0128
2 Karet Perkebunan 0,8125
3 Kelapa Sawit Perkebunan 0,7986
4 Ayam Ras Petelur Peternakan 0,6881
5 Sapi Potong Peternakan 0,6289
6 Angkutan Bermotor Barang Angkutan 0,6238
7 Bordir/Sulaman Industri 0,5707
8 Penangkapan Ikan di perairan umum Perikanan 0,5604
9 Komoditi Makanan Perdagangan 0,5286
10 Reparasi Kendaraan bermotor Jasa-Jasa 0,5029
22
koordinasi dan integrasi kebijakan dan penyusunan program yang bersifat lintas
sektoral atau lintas dinas/instansi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Hasil rekomendasi penentuan KPJu dalam penelitian ini untuk masing-masing
kabupaten/kota:
Tabel B4. Rekomendasi KPJu unggulan Lintas Sektor Tingkat Kabupaten/kota
Sumber: Bank Indonesia Padang (2011)
Berdasarkan hasil penelitian KPJu unggulan tingkat masing-masing
kabupaten/kota, dapat diketahui bahwa komoditas unggulan utama tingkat propinsi
Sumatera Barat seperti perkebunan coklat, kelapa sawit dan karet, muncul sebagai
produk unggulan di berbagai wilayah kabupaten/kota.
Rekomendasi kebijakan
Selanjutnya rekomendasi kebijakan secara umum dalam kerangka pikir
strategik dapat disampaikan sebagai berikut:
No Kab/Kota Komoditi Unggulan
1 Kab. Agam Industri Konveksi/pakaian jadi, Perkebunan Kelapa sawit, Perkebunan Coklat, Industri Bordir/Sulaman dan Budidaya Ikan mas
2 Kab. Pasaman Perkebunan Coklat, Budidaya Ikan, Perkebunan Nilam, dan Peternakan Ayam Ras Petelur.
3 Kab. Pasaman Barat Penangkapan Ikan di perairan Umum, Perkebunan Kelapa Sawit, Jasa Reparasi kendaraan bermotor, Transportasi Angkutan Bermotor Untuk Barang, dan industri pengolahan Tempe/Tahu.
4 Kab. Lima Puluh Kota Peternakan Ayam Ras petelur, Kerbau, Sapi Potong, Industri Bordir/Sulaman dan Perdagangan Telur.
5 Kab. Solok Pertanian padi sawah , Industri Gula Merah, Industri Kerupuk dan sejenisnya, Industri Penggaraman Ikan, dan Jasa kursus Menjahit
6 Kab. Solok Selatan Perkebunan Kelapa, Perkebunan Kelapa Sawit, Penanaman Padi Sawah, Jasa Reparasi kendaraan bermotor, dan Industri Perabot.
7 Kab. Padang Pariaman Perternakan Sapi Potong, Perdagangan barang elektronik, industry batu bata, perdagangan komoditi makanan dan perkebunan kelapa.
8 Kab. Pesisir Selatan Perdagangan Ikan Teri, Budidaya ikan laut Perkebunan Gambir, Restoran, dan Perkebunan Karet.
9 Kab. Tanah Datar Peternakan ayam ras petelur, perdagangan bahan bakar, perdagangan komoditi makanan, angkutan bermotor untuk barang dan perdagangan barang elektronik.
10 Kab. Sijunjung Perkebunan Nilam, Perkebunan kayu manis, industri perabot dan peternakan kerbau. Angkutan bermotor untuk barang.
11 Kab. Dharmasraya Perkebunan karet, Perkebunan kelapa sawit, industri tempe/tahu, perkebunan coklat dan peternakan sapi potong.
12 Kab. Kep. Mentawai
Perkebunan coklat, budidaya ikan laut, peternakan babi, industri penggaraman ikan dan angkutan speed boat.
13 Kota Bukittinggi Perdagangan komoditi makanan, industri barang-barang tekstil, perdagangan pakaian jadi, wisata alam dan wisata minat khusus
14 Kota Padang Industri Kulit, budidaya ikan laut, industry bordir/sulaman, industry kerupuk dan sejenisnya, industry kue dan makanan ringan
15 Kota Sawahlunto Perkebunan coklat, perkebunan karet, peternakan sapi potong, industri bordir/sulaman, dan peternakan ayam ras pedaging
16 Kota Padang Panjang Industri pengolahan kulit, jasa reparasi kendaraan bermotor, jasa warnet, kursus mengemudi dan percetakan.
17 Kota Solok Angkutan bermotor untuk barang, jasa reparasi kendaraan bermotor, angkutan bermotor untuk penumpang, percetakan, dan budidaya ikan di sawah.
18 Kota Payakumbuh Budidaya ikan di kolam, perkebunan coklat, budidaya ikan di keramba, perdagangan hasil pertanian, peternakan sapi potong.
19 Kota Pariaman Industri Bordir/sulaman, Penangkapan ikan di perairan umum, perdagangan sembako, komoditi makanan, industri kapal/perahu.
23
1. Pemerintah Daerah dan Provinsi Sumatera Barat, perlu membuat grand design
pengembangan UMKM Sumatera Barat, di mana setiap daerah mengembangkan
Komoditi/Produk/Jenis Usaha unggulan masing-masing. Berdasarkan hasil
penelitian terdapat beberapa KPJu unggulan yang berbeda antar daerah,
sehingga antar daerah memiliki kompetensi inti yang berbeda-beda.
2. Berdasarkan grand desain tersebut akan terpetakan KPJu masing-masing daerah
sehingga dapat dibangun integrasi horizontal antar daerah yang memiliki KPJu
unggulan yang sama. Integrasi horizontal tersebut akan menciptakan sharing
resources dan akhirnya mampu menciptakan skala ekonomis penurunan biaya
dan terbangunnya keunggulan bersaing bersama.
3. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu membangun integrasi vertikal dari
hulu-hilir untuk setiap KPJu unggulan. Integrasi vertikal tersebut dibangun mulai
dari bahan baku sampai ke distribusi produk, sehingga terbangun supply chain
setiap KPJu unggulan di daerah ini.
4. Upaya peningkatan keunggulan bersaing KPJu unggulan Sumatera Barat, perlu
dibangun kolaborasi antar daerah untuk terjaminannya kestersediaan bahan
baku dan pemasaran KPJu unggulan di daerah Sumatera Barat.
5. Pengembangan KPJu unggulan membutuhkan keterlibatan dan perhatian semua
stakeholders UMKM itu sendiri. Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota perlu
membangun kolaborasi saling menguntungkan antar seluruh komponen
stakeholders, sehingga pengembangan UMKM tersebut berjalan dengan baik
dan masalah yang dihadapi dapat diselesaikan secara komprehensif.
6. Pengembangan KPJu unggulan yang dikelola UMKM ke depan juga
membutuhkan sentuhan teknologi sebagai salah satu alat untuk menciptakan
keunggulan bersaing KPJu itu sendiri.
7. KPJu unggulan setiap daerah secara terus menerus membutuhkan
pengembangan, oleh sebab itu diperlukan upaya peningkatan kompetensi SDM
melalui pendidikan dan pelatihan khusus.
8. KPJu Unggulan dapat dituangkan dalam bentuk ketentuan hukum (seperti Perda
atau Surat Keputusan Kepala Daerah, atau dituangkan dalam dokumen RPJM),
sehingga bersifat mengikat dan menjadi acuan bagi semua instansi dan
pemangku pemangku kepentingan lain dalam pengembangan UMKM pada
bisnis KPJu Unggulan yang telah teridentifikasi.
9. Untuk membangun supply chain KPJu unggulan, dapat dilakukan dengan
pendekatan klaster yang terintegrasi dari hulu ke hilir, baik dari sisi rantai
produksi maupun rantai pemasaran sehingga mendorong daya saing produk.
Pemprov Sumbar dapat memberikan dukungan dalam bentuk pengembangan
sistem informasi untuk seluruh KPJu unggulan, baik ditingkat provinsi maupun
kabupaten/kota di Sumatera Barat secara komprehensif dan terencana.
10. Untuk membangun keunggulan bersaing maka salah satu faktor penting adalah
pembangunan infrastruktur dan kelembagaan yang mendukung pengembangan
KPJu tersebut. Lembaga dapat berupa koperasi atau organisasi lain yang menjadi
wadah penguatan bargaining power UMKM pengelola KPJu tersebut.
24
Ketersediaan Pasar Harga Penyerapan Tenaga Kerja
Sumbangan thd perekonomian
FOCUS Mencari Komoditi
Unggulan
TUJUAN a. Pertumbuhan Ekonomi
b. Penciptaan Lapangan Kerja c. Peningkatan Daya Saing
INPUT PROSES OUTPUT
Kriteria Kriteria Kriteria
Skilled Tenaga Kerja Bahan Baku Modal
Sarana Produksi/Usaha
Teknologi
Sosial Budaya Manajeman Usaha
Unsur Penilaian
Ketersediaan skilled TK
(pelaksana): • Tingkat Pendidikan • Pelatihan
• Pengalaman kerja
• Jumlah lembaga pelatihan
• Ketersediaan bahan baku
• Harga perolehan bahan baku
• Retensi/parishability bahan baku
• Kesinambungan bahan
baku • Mutu
• Kemudahan • Aspek Lingkungan
• Kebutuhan investasi awal
• Kebutuhan modal kerja
• Aksesibilitas thd sumber pembiayaan
• Ketersediaan Sarana Produksi
• Harga • Kemudahan
• Ketersediaan
• Kemudahan
(memperoleh teknologi)
• Dampak lingkungan
Didukung oleh faktor: • Ciri khas lokal
• Religion/Budaya • Turun temurun
Kemudahan untuk mengelola
Unsur Penilaian
Kemudahan:
• Menjual • Mendistribusikan (lokasi)
• Stabilitas Harga
• Nilai Tambah
Jumlah jenis usaha yang
terpengaruh karena keberadaan usaha ini
(Backward & forward linkages)
Unsur Penilaian
Penyerapan Tenaga Kerja
SEKTOR / SUBSEKTOR
SEKTOR / SUBSEKTOR
Hierarki Konseptual Penentuan KPJu Unggulan Daerah
Lampiran
Hierarki Konseptual Penentuan KPJu Unggulan Daerah
25
Bab 3 : Inflasi
Bank Indonesia Padang
BAB II
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
Mengakhiri tahun 2011, inflasi tahunan kota Padang triwulan IV-2011
kembali turun dan berada di level 5,37%. Kondisi ini disebabkan oleh
pengaruh inflasi dari sisi permintaan (demand side) yang relatif minimal. Hasil
Survei Konsumen Bank Indonesia Padang terhadap 200 rumah tangga
menunjukkan kapasitas pengeluaran konsumsi masyarakat di akhir 2011
cenderung menurun ditengah pesimisme akan kondisi perekonomian saat ini serta
adanya kekhawatiran akan memburuknya kondisi perekonomian di masa
mendatang.
Relatif terkendalinya inflasi kota Padang dipenghujung tahun 2011 juga
disebabkan oleh base effect dimana pada tahun sebelumnya Indeks Harga
Konsumen (IHK) kota Padang meningkat cukup tinggi karena adanya peningkatan
harga cabe merah dan beras. Sementara itu, tekanan inflasi di akhir tahun banyak
berasal oleh sisi penawaran (supply side) yaitu masuknya musim penghujan yang
umumnya mempengaruhi produktivitas beberapa tanaman pangan dan
holtikultura.
Faktor musiman belum masuknya masa panen juga turut berkontribusi
terhadap pergerakan inflasi periode laporan. Namun demikian, keberhasilan
Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta relatif stabilnya
harga komoditas dunia membuat inflasi yang disebabkan faktor eksternal berupa
peningkatan harga komoditas impor dapat sedikit diredam.
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 26
2.1. Perkembangan Inflasi Kota Padang
Inflasi tahunan kota Padang di triwulan IV-2011 tercatat turun
dibandingkan di triwulan III-2011 yakni dari 7,34% (yoy) menjadi 5,37%
(yoy). Tekanan inflasi yang tinggi di triwulan III-2011 lebih disebabkan dampak
meningkatnya permintaan terkait masuknya bulan puasa dan hari raya Idhul Fitri
dimana indeks harga kelompok bahan makanan dan kelompok sandang
mengalami peningkatan cukup tinggi. Tekanan permintaan bahan pangan yang
lebih tinggi selama bulan puasa dan lebaran tahun ini, serta pasokan cabe merah
dan beras yang mulai menurun menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya
kenaikan inflasi pada triwulan III-2011. Di sisi lain, pergerakan harga emas
internasional yang cenderung tinggi dan nilai tukar rupiah yang sempat melemah
turut mempengaruhi inflasi pada kelompok sandang. Sesuai dengan berakhirnya
hari besar pada umumnya, menurunnya hambatan distribusi dan permintaan pada
kelompok bahan makanan di triwulan III tahun ini berdampak pada turunnya
indeks harga kelompok bahan makanan secara signifikan di triwulan IV-2011
yakni dari 11,63% (yoy) menjadi 5,25% (yoy). Sebaliknya, pergerakan indeks harga
kelompok sandang justru semakin meningkat di triwulan IV-2011 mencapai
14,24% (yoy). Peningkatan indeks harga kelompok sandang dipicu oleh kembali
tingginya harga emas di pasar internasional akibat dari ketidakpastian kondisi
perekonomian global sebagai dampak dari krisis yang terjadi di Eropa dan
Amerika Serikat. Pelaku usaha kembali berburu emas yang merupakan aset
pengaman (safe haven) untuk melindungi nilai aset yang dimiliki.
Berbeda dengan pergerakan inflasi nasional yang cenderung memiliki
trend menurun, inflasi kota Padang disepanjang tahun 2011 bergerak
relatif volatile. Inflasi kota Padang di triwulan I-2011 tercatat sebesar 8,30%
(yoy) atau naik dibandingkan inflasi triwulan IV-2010 yang sebesar 7,84% (yoy).
Inflasi kota Padang kemudian turun di triwulan II-2011 menjadi 4,82% (yoy) untuk
selanjutnya kembali naik di triwulan III-2011 menjadi sebesar 7,34% (yoy). Pada
triwulan IV-2011, inflasi kota Padang kembali turun menjadi sebesar 5,37% (yoy).
Sementara itu, inflasi nasional pada triwulan I-2011 tercatat sebesar 6,65% (yoy)
atau turun dibandingkan inflasi triwulan IV-2010 yang tercatat sebesar 6,96%
(yoy). Pergerakan inflasi ini terus menurun dan mencapai level 3,79% (yoy) di
triwulan IV-2011.
27
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
Inflasi kota Padang triwulan IV-2011 berada di atas inflasi nasional. Dalam
kurun waktu 7 tahun terakhir, hanya di tahun 2009 inflasi kota Padang berhasil
berada di bawah level inflasi nasional yakni sebesar 2,05% (yoy) sedangkan inflasi
nasional sebesar 2,78% (yoy). Secara historis, inflasi kota Padang selalu berada
lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional. Deviasi inflasi kota Padang pada
periode laporan tercatat sebesar 1,58% lebih tinggi. Volatilitas dan relatif
tingginya inflasi kota Padang pada tahun 2011 disebabkan oleh pergerakan
komoditas bahan pangan yang memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan
inflasi kota Padang. Sebagaimana diketahui bahwa bobot kelompok bahan
makanan pada Survei Biaya Hidup (SBH) 2007 memiliki porsi signifikan dalam
pembentukan inflasi kota Padang yakni melebihi 30%. Hasil Survei Pemantauan
Harga (SPH) Bank Indonesia Padang menunjukkan bahwa komoditas yang
memiliki kontribusi besar dalam pembentukan inflasi kota Padang disepanjang
tahun 2011 adalah cabe merah, daging ayam ras, telur ayam ras, daging sapi,
emas perhiasan serta beras.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.1: Perkembangan Inflasi Kota Padang & Nasional (y-o-y)
Sejalan dengan turunnya inflasi tahunan, inflasi triwulanan kota Padang
juga mengalami penurunan dari 3,17% (qtq) menjadi sebesar 1,57% (qtq).
Penurunan laju inflasi triwulanan kota Padang disebabkan pergerakan harga
I II III IV I II III IV I II III IV I II III* IV I II III IV I II III IV I II III IV
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nasional 8.81 7.42 9.06 17.1 15.7 15.5 14.6 6.60 6.52 5.77 6.95 6.59 8.16 11 12.1 11.1 7.92 3.65 2.83 2.78 3.43 5.05 5.80 6.96 6.65 5.54 4.61 3.79
Padang 12.6 8.35 11.6 20.5 14.1 16.5 14.4 8.05 10.7 7.79 9.00 6.90 7.59 12.7 13.0 12.7 9.21 2.8 3.55 2.05 3.05 6.96 4.83 7.84 8.3 4.82 7.34 5.37
0
5
10
15
20
pe
rse
n (%
)
* Mulai menggunakan tahun dasar 2007
BBM Naik
BBM Naik
Padang
Nasional
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 28
secara umum sudah kembali normal pasca tingginya permintaan di triwulan III-
2011 akibat dari siklus tahunan masuknya bulan puasa dan perayaan hari raya Idul
Fitri. Namun demikian, pergerakan harga hampir di seluruh kelompok
pengeluaran tercatat masih mengalami peningkatan kecuali pada kelompok
transpor. Kenaikan indeks harga yang cukup tinggi masih terjadi pada kelompok
sandang sebagai kelanjutan dari masih tingginya harga komoditas emas di pasar
internasional. Kenaikan indeks harga kelompok sandang tercatat sebesar 4,04%
(qtq) diikuti oleh kelompok bahan makanan sebesar 3,46% (qtq).
2.2. Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang dan Kota-kota di Provinsi Tetangga
Inflasi tahunan kota di Wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng)
cenderung memiliki pola pergerakan yang sama. Kota di Wilayah
Sumbagteng seperti Batam, Jambi dan Pekanbaru memiliki pola perilaku inflasi
yang sama yakni meningkat di triwulan I-2011, turun di triwulan II-2011,
kemudian meningkat kembali di triwulan III-2011 dan kembali turun di triwulan
IV-2011. Namun demikian, pencapaian inflasi tahunan terendah seluruh kota di
Wilayah Sumbagteng terjadi pada triwulan IV-2011.
Kota Jambi dan Batam memiliki tingkat inflasi tahunan yang lebih rendah
dibandingkan inflasi nasional. Inflasi tahunan kota Jambi triwulan IV-2011
merupakan yang terendah dibandingkan seluruh kota di Wilayah Sumbagteng
yakni sebesar 2,76% (yoy) diikuti oleh inflasi kota Batam sebesar 3,76% (yoy).
Tingkat inflasi kedua kota ini tercatat lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi
nasional yang sebesar 3,79% (yoy). Sebaliknya, tingkat inflasi tahunan tertinggi
terjadi di kota Padang sebesar 5,37% (yoy) diikuti oleh inflasi kota Pekanbaru
sebesar 5,09% (yoy).
29
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Nasional, Kota Padang & Kota-kota di Propinsi Tetangga (y-o-y)
Sejalan dengan pergerakan inflasi tahunan, inflasi triwulanan di wilayah
Sumbagteng juga memiliki pola pergerakan yang menurun. Inflasi
triwulanan terendah di wilayah Sumbagteng terjadi di kota Batam sebesar 0,45%
(qtq) diikuti oleh kota Jambi sebesar 0,52% (qtq). Sesuai dengan pencapaian
inflasi tahunan, inflasi triwulanan kedua kota ini juga berada di bawah inflasi
nasional yang sebesar 0,79% (qtq). Sebaliknya, inflasi triwulanan kota Padang dan
Pekanbaru relatif tinggi yakni masing-masing sebesar 1,57% (qtq) dan 1,50%
(qtq).
2.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa
2.3.1. Inflasi Tahunan
Sebagian besar pergerakan indeks harga kelompok barang dan jasa
mengalami penurunan di triwulan IV-2011. Penurunan indeks harga terbesar
terjadi pada kelompok bahan makanan yaitu dari 11,65% (yoy) di triwulan III-2011
menjadi 5,25% (yoy) di triwulan IV-2011. Kelompok pengeluaran lain yang
tercatat mengalami penurunan indeks harga dibandingkan triwulan sebelumnya
adalah kelompok perumahan dari 4,50% (yoy) menjadi 3,72% (yoy), kelompok
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw.IV
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
yoy
-p
ers
en
(%
)
Nasional Padang Pekanbaru Jambi BatamTA
HU
N D
ASA
R 2
007
= 1
00
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 30
transportasi dan komunikasi dari 2,16% (yoy) menjadi 1,28% (yoy), kelompok
kesehatan dari 5,29% (yoy) menjadi 5,05% (yoy) serta kelompok pendidikan dari
6,06% (yoy) menjadi 5,95% (yoy). Sebaliknya, kelompok sandang dan kelompok
makanan jadi justru mengalami peningkatan indeks harga. Indeks harga
kelompok sandang meningkat dari 11,94% (yoy) menjadi 14,24% (yoy).
Sedangkan indeks harga kelompok makanan jadi meningkat dari 7,81% (yoy)
menjadi 8,08% (yoy).
Trend peningkatan indeks harga kelompok Sandang masih berlanjut
hingga triwulan IV-2011. Pergerakan indeks harga tahunan kelompok sandang
yang mulai mencapai level dua digit di triwulan III-2011, kini kembali meningkat
hingga mencapai 14,24% (yoy) di triwulan IV-2011. Peningkatan ini terutama
disebabkan oleh pergerakan harga emas di pasar internasional dimana para
pelaku ekonomi mulai memilih emas sebagai alternatif investasi yang aman di
tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global saat ini. safe haven
pergerakan harga komoditas emas sangat rentan terhadap pemberitaan yang
terkait dengan perkembangan kondisi perekonomian global khususnya
perkembangan krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil
Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia Padang, harga rata-rata emas
perhiasan pada bulan Desember 2011 telah mengalami peningkatan sebesar
22,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi cuaca yang relatif lebih baik dibandingkan tahun lalu membuat
pergerakan harga tahunan kelompok bahan makanan mengalami
penurunan signifikan. Peningkatan indeks harga kelompok bahan makanan
pada triwulan IV-2011 tercatat sebesar 5,25% (yoy) atau turun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 11,63% (yoy). Pasokan bahan pangan
umumnya mengalami penurunan di akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi
cuaca yang cenderung diwarnai oleh curah hujan yang cukup tinggi sehingga
produksi tanaman pangan holtikultura menjadi tidak maksimal. Beras sebagai
komoditas utama penyumbang inflasi juga belum memasuki masa panen sehingga
pergerakan harga kelompok bahan makanan umumnya cukup tinggi pada
periode ini.
31
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (yoy, %)
2.3.2. Inflasi Triwulanan
Penurunan inflasi triwulanan pada periode laporan terjadi seiring dengan
penurunan sebagian besar kelompok barang dan jasa. Pada triwulan
laporan, hanya kelompok perumahan yang tercatat mengalami kenaikan indeks
harga yakni dari -0,34% (qtq) menjadi 0,38% (qtq). Sebaliknya, kelompok barang
dan jasa lainnya cenderung mengalami penurunan harga. Penurunan indeks
harga terbesar terjadi pada kelompok pendidikan dari 5,25% (qtq) menjadi 0,56%
(qtq) diikuti oleh kelompok sandang yang turun dari 6,77% (qtq) menjadi 4,04%
(qtq).
Secara keseluruhan, peningkatan harga tertinggi pada triwulan IV-2011
terjadi pada kelompok Sandang. Peningkatan harga pada kelompok Sandang
tercatat sebesar 4,04% (qtq) diikuti oleh kelompok bahan makanan sebesar 3,46%
(qtq) dan kelompok makanan jadi sebesar 1,32% (qtq). Peningkatan harga yang
terjadi pada kelompok barang dan jasa lainnya relatif terbatas yakni masih berada
dibawah kisaran 1% dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan harga yang
terjadi pada kelompok sandang didorong oleh adanya peningkatan signifikan
pada harga emas dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya sebesar
13,82% (qtq).
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
UMUM / TOTAL 3,05 6,96 4,83 7,84 8,30 4,82 7,34 5,37
Bahan Makanan 2,42 16,42 6,73 19,13 19,02 4,21 11,63 5,25
Makanan Jadi 7,06 6,93 7,19 5,69 5,11 7,12 7,81 8,08
Perumahan 3,53 3,40 3,41 1,74 4,94 5,07 4,50 3,72
Sandang 0,58 4,06 3,16 3,33 3,80 4,87 11,94 14,24
Kesehatan 0,80 0,97 3,97 4,00 4,92 6,62 5,29 5,05
Pendidikan -0,13 -0,14 3,24 3,88 3,95 4,07 6,06 5,95
Transportasi & Komk 1,85 1,62 2,23 2,93 2,37 2,91 2,16 1,28Sumber : BPS Sumbar (diolah)
2010 2011Kelompok Barang & Jasa
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 32
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Padang Menurut Kel. Barang dan Jasa (qtq, %)
Berikut ini akan dipaparkan mengenai pergerakan harga triwulanan per
kelompok barang dan jasa :
Peningkatan harga pada kelompok bahan makanan terjadi sejalan
dengan peningkatan indeks harga yang cukup tinggi pada subkelompok
bumbu-bumbuan. Pada triwulan laporan, harga subkelompok bumbu-bumbuan
tercatat meningkat sebesar 27,74% (qtq). Peningkatan harga ini tercatat masih
lebih rendah jika dibandingkan triwulan III-2011 yang mencapai 38,27% (qtq).
Mulai berkurangnya permintaan masyarakat pasca perayaan hari raya Idhul Fitri
lalu, menjadi penyebab turunnya harga pada subkelompok bumbu-bumbuan.
Namun demikian, pola konsumsi masyarakat minang yang relatif tinggi terhadap
komoditas dalam subkelompok bumbu-bumbuan, membuat pergerakan harga
subkelompok ini masih sangat tinggi di tengah kondisi cuaca yang kurang
kondusif bagi produksi tanaman holtikutura.
Kenaikan harga cabe merah dan beras merupakan sumber dari
meningkatnya indeks harga kelompok bahan makanan. Secara triwulanan
harga cabe merah telah mengalami peningkatan sebesar 56,07% sedangkan
harga beras meningkat sebesar 6,07%. Berdasarkan hasil pemantauan Bank
Indonesia Padang melalui Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan secara
berkala, harga rata-rata cabe merah di akhir triwulan IV-2011 mencapai
Rp38.625/kg atau naik 34,67% dibandingkan harga rata-rata akhir triwulan III-
2011 yang mencapai Rp28.681/kg. Kenaikan harga cabe ini disebabkan oleh
menurunnya pasokan yang masuk ke kota Padang. Kondisi cuaca yang sudah
memasuki musim penghujan menyebabkan produksi cabe merah di Sumbar
mengalami sedikit penurunan. Di sisi lain, pasokan cabe dari daerah penghasil
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
UMUM / TOTAL 1,02 2,41 0,74 3,47 1,46 -0,89 3,17 1,57
Bahan Makanan 1,16 8,30 -0,91 9,74 1,07 -5,17 6,14 3,46
Makanan Jadi 1,85 0,25 2,42 1,07 1,29 2,17 3,08 1,32
Perumahan 0,61 -0,21 0,20 1,12 3,79 -0,09 -0,34 0,38
Sandang -0,33 1,67 0,03 1,94 0,12 2,71 6,77 4,04
Kesehatan 0,22 0,27 3,10 0,38 1,11 1,90 1,81 0,15
Pendidikan -0,11 0,03 3,27 0,67 -0,03 0,14 5,25 0,56
Transportasi & Komk 1,42 -0,10 1,22 0,37 0,87 0,43 0,48 -0,49Sumber : BPS Sumbar (diolah)
2010 2011Kelompok
33
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
lainnya seperti Jawa dan Kerinci juga mengalami penurunan, antara lain karena
terjadinya gagal panen akibat hama di daerah produksi cabe.
Untuk komoditas beras, kenaikan harga terjadi sejak akhir Oktober 2011 hingga
periode laporan. Secara historis, harga beras di kota Padang akan mengalami
peningkatan mulai musim tanam di bulan September-Oktober hingga menunggu
musim panen di akhir bulan Januari sampai dengan pertengahan bulan Februari.
Pada periode tersebut harga beras cenderung tinggi karena pasokan beras
umumnya sangat bergantung pada hasil panen sebelumnya. Sedangkan
pengelolaan hasil panen juga tidak dapat maksimal karena masuknya musim
penghujan yang menyebabkan waktu penjemuran padi menjadi terganggu.
Berdasarkan hasil SPH BI Padang, harga rata-rata beras di bulan Desember 2011
untuk kualitas menengah dan rendah telah mengalami peningkatan sebesar 22%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pasokan beras dari Pulau Jawa tidak
berdampak signifikan terhadap pergerakan harga beras di kota Padang. Hal ini
disebabkan beras yang dikonsumsi masyarakat minang berbeda dengan beras
yang berasal dari Pulau Jawa.
Penurunan harga juga terjadi pada beberapa subkelompok dalam
kelompok bahan makanan. Penurunan harga tertinggi terjadi pada
subkelompok ikan segar sebesar -6,15% (qtq), subkelompok daging dan hasil-
hasilnya sebesar -3,02% (qtq), subkelompok ikan diawetkan sebesar -1,99% (qtq)
serta subkelompok lemak dan minyak dan subkelompok kacang-kacangan yang
turun masing-masing sebesar -0,70% (qtq) dan -0,03% (qtq).
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Makanan (qtq, %)
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Bahan Makanan -1,68 1,16 8,30 -0,91 9,74 1,07 -5,17 6,14 3,46
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 3,36 10,98 -1,99 5,42 5,95 17,01 -9,98 2,00 5,77
Daging dan Hasil-hasilnya -0,89 1,82 2,33 12,32 -4,40 1,93 2,17 1,25 -3,02
Ikan Segar 0,92 -0,47 1,33 3,28 3,48 1,84 6,28 3,57 -6,14
Ikan Diawetkan 1,07 -0,04 -4,72 2,40 7,49 2,59 6,56 0,04 -1,99
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya -1,75 -0,24 2,58 4,43 3,28 2,45 1,05 6,31 1,19
Sayur-sayuran 2,65 7,15 3,13 0,59 -0,75 3,53 2,14 7,57 0,84
Kacang - kacangan -9,46 -0,11 0,27 1,05 -0,09 -0,16 0,53 0,38 -0,03
Buah - buahan -5,75 -3,03 2,61 9,56 1,31 2,96 -1,64 3,02 2,53
Bumbu - bumbuan -17,02 -17,16 80,06 -32,06 65,60 -29,96 -32,77 38,27 27,74
Lemak dan Minyak 6,06 0,41 0,04 0,80 6,77 10,26 0,33 4,28 -0,70
Bahan Makanan Lainnya 0,00 0,45 0,08 1,51 4,14 3,68 3,46 2,97 3,72Sumber : BPS Sumbar (diolah)
20112010Kelompok / Subkelompok
2009
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 34
Pada triwulan laporan, indeks harga kelompok makanan jadi masih
mengalami peningkatan sebesar 1,32% (qtq). Peningkatan indeks harga
kelompok makanan jadi terjadi seiring dengan peningkatan indeks harga pada
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 3,77% (qtq),
subkelompok makanan jadi sebesar 0,47% (qtq) serta subkelompok minuman
yang tidak beralkohol sebesar 0,17% (qtq). Komoditas yang dominan memberikan
andil terhadap peningkatan indeks harga pada masing-masing subkelompok
tersebut diantaranya adalah kenaikan harga rokok kretek filter putih sebesar
4,87% (qtq), rokok kretek sebesar 3,33% (qtq), teh sebesar 1,98% (qtq), soto
sebesar 4,55% (qtq) serta rendang sebesar 4,45% (qtq). Masih tingginya kenaikan
harga rokok antara lain terkait dengan penyesuaian harga yang terus dilakukan
oleh produsen untuk menutupi cost yang timbul akibat kebijakan kenaikan cukai
di awal tahun.
Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau (qtq, %)
Setelah pada dua triwulan sebelumnya mengalami penurunan, kini
indeks harga kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
kembali meningkat. Pada triwulan laporan, turunnya indeks harga pada
subkelompok biaya tempat tinggal yang semakin minimal tidak mampu meredam
kenaikan indeks harga yang terjadi pada subkelompok lainnya terutama pada
subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air yang tercatat naik sebesar 1,39%
(qtq). Meningkatnya indeks harga bola lampu sebesar 4,61% (qtq) dan indeks
harga bahan bakar rumah tangga sebesar 3,63% (qtq) menjadi sumber
peningkatan indeks harga pada subkelompok ini. Sementara itu, indeks harga
pada subkelompok perlengkapan rumah tangga cenderung stabil atau tidak
mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya.
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 2,50 1,85 0,25 2,42 1,07 1,29 2,17 3,08 1,32
Makanan Jadi 3,57 1,09 0,07 2,75 0,17 1,16 2,16 1,84 0,47
Minuman yang Tidak Beralkohol 2,36 0,53 -1,45 1,63 1,07 0,93 1,63 2,34 0,17
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0,00 4,53 1,68 2,07 3,20 1,78 2,49 6,31 3,77Sumber : BPS Sumbar (diolah)
2010 20112009Kelompok / Subkelompok
35
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
Tabel 2.5 Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (qtq, %)
Pergerakan indeks harga kelompok sandang masih didominasi oleh
pergerakan harga pada subkelompok barang pribadi dan sandang
lainnya. Indeks harga pada subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya
tercatat masih mengalami peningkatan sebesar 13,81% dibandingkan triwulan
sebelumnya. Emas perhiasan masih menjadi komoditas utama yang
mempengaruhi pergerakan indeks harga pada subkelompok ini. Kenaikan indeks
harga emas perhiasan di triwulan laporan tercatat sebesar 16,69% (qtq).
Ketidakpastian kondisi perekonomian global masih mendorong permintaan emas
sebagai aset safe haven tetap tinggi. Namun demikian, volatilitas harga komoditas
emas dunia sepanjang triwulan IV-2011 cenderung mulai menurun dengan trend
yang masih meningkat.
Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang (qtq, %)
Trend pergerakan indeks harga kelompok kesehatan kembali menurun di
triwulan IV-2011. Hal ini sejalan dengan pergerakan indeks harga subkelompok
jasa kesehatan dan obat-obatan yang tidak mengalami perubahan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Sebaliknya, subkelompok jasa perawatan jasmani yang
mengalami kenaikan indeks harga setelah selama dua triwulan sebelumnya
cenderung stabil. Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi terhadap
peningkatan indeks harga subkelompok jasa perawatan jasmani adalah kenaikan
tarif gunting rambut pria sebesar 2,63% (qtq).
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 2,79 0,61 -0,21 0,20 1,12 3,79 -0,09 -0,34 0,38
Biaya Tempat Tinggal 4,72 1,10 -0,35 -0,38 1,44 6,52 -0,61 -0,76 -0,09
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0,69 0,00 0,00 1,36 1,03 0,40 0,00 0,16 1,39
Perlengkapan Rumahtangga 0,11 -0,01 -0,13 0,00 0,02 0,40 2,39 0,22 0,00
Penyelenggaraan Rumahtangga -0,05 0,09 -0,02 0,22 0,22 0,19 1,30 0,34 0,33Sumber : BPS Sumbar (diolah)
2009 2010 2011Kelompok / Subkelompok
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Sandang 1,77 -0,33 1,67 0,03 1,94 0,12 2,71 6,77 4,04
Sandang Laki-laki 0,81 0,63 0,20 0,27 0,78 0,26 3,54 5,38 0,51
Sandang Wanita 0,65 0,72 0,06 0,02 0,74 0,37 1,97 1,80 0,12
Sandang Anak-anak 0,35 0,02 0,03 0,66 0,46 0,34 1,68 2,85 0,41
Barang Pribadi dan Sandang Lain 14,53 -3,00 6,93 -0,79 5,93 -0,50 3,52 16,91 13,81Sumber : BPS Sumbar (diolah)
20112010Kelompok / Subkelompok
2009
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 36
Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan (qtq, %)
Pergerakan indeks harga kelompok pendidikan pada triwulan laporan
turun cukup signifikan terkait dengan berakhirnya periode tahun ajaran
baru yang umumnya jatuh di triwulan II. Hal ini tercermin pada indeks harga
subkelompok pendidikan dan subkelompok kursus-kursus yang tidak mengalami
perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebaliknya, faktor musiman
masuknya masa libur akhir tahun, telah mendorong terjadinya peningkatan
indeks harga subkelompok rekreasi sebesar 4,54% (qtq). Kegiatan rekreasi sendiri
tercatat mengalami kenaikan indeks harga sebesar 15,02% (qtq) diikuti oleh
sepeda anak yang juga mengalami kenaikan sebesar 4,31% (qtq).
Tabel 2.8 Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga (qtq, %)
Kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan merupakan satu-
satunya kelompok yang mengalami penurunan indeks harga pada
triwulan IV-2011. Penurunan tarif jasa angkutan antar kota sebesar -5,52% (qtq)
menjadi pendorong turunnya indeks harga pada subkelompok transpor sebesar -
0,66% (qtq). Selain itu, penurunan indeks harga juga terjadi pada bensin sebesar -
0,04% (qtq) dan mobil sebesar -1,89% (qtq). Sebaliknya, komponen pada
subkelompok jasa penunjang transpor yakni ban dalam motor dan cuci kendaraan
mengalami kenaikan indeks harga berturut-turut sebesar 4,30% (qtq) dan 2,17%
(qtq). Sementara itu, indeks harga pada subkelompok komunikasi dan pengiriman
serta subkelompok jasa keuangan tidak mengalami perubahan.
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Kesehatan 5,64 0,22 0,27 3,10 0,38 1,11 1,90 1,81 0,15
Jasa Kesehatan 0,35 0,29 0,00 7,94 0,00 0,18 0,00 2,95 0,00
Obat-obatan 0,00 0,04 0,00 0,04 0,03 0,02 6,32 4,70 0,00
Jasa Perawatan Jasmani 0,00 0,00 0,00 0,00 3,83 0,76 0,00 0,00 1,56
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 0,00 0,28 0,61 1,56 0,23 2,25 1,86 0,21 0,08Sumber : BPS Sumbar (diolah)
20112009 2010Kelompok / Subkelompok
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0,05 -0,11 0,03 3,27 0,67 -0,03 0,14 5,25 0,56
Pendidikan 0,00 0,00 0,00 5,45 0,00 0,00 0,00 7,85 0,00
Kursus-kursus / Pelatihan 0,00 0,00 0,00 0,00 7,91 0,00 0,00 0,18 0,00
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0,25 -0,75 0,04 -0,50 0,00 -0,29 0,84 2,47 -0,60
Rekreasi 0,00 0,00 0,19 0,00 0,56 0,00 0,13 0,00 4,54
Olahraga 0,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,16 0,00 0,58Sumber : BPS Sumbar (diolah)
20112010Kelompok / Subkelompok
2009
37
Bab II :Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang
Tabel 2.9 Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (qtq, %)
2.4. Inflasi Kota Bukittinggi1
Pergerakan inflasi kota Bukittinggi triwulan IV-2011 searah dengan
pergerakan inflasi kota Padang. Secara umum, pola pergerakan inflasi kota
Bukittinggi searah dengan pergerakan inflasi kota Padang namun dengan besaran
yang lebih rendah dibandingkan inflasi kota Padang. Sedangkan pergerakan
inflasi nasional cenderung flat dan berada dikisaran 4% disepanjang triwulan IV-
2011. Pada triwulan laporan inflasi kota Bukittinggi tercatat sebesar 5,07% (yoy)
atau berada sedikit di bawah inflasi kota Padang yang sebesar 5,37% (yoy).
Sedangkan inflasi nasional tercatat sebesar 3,79% (yoy).
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi, Kota Padang & Nasional (yoy)
1 Bank Indonesia (BI) Padang dan BPS Provinsi Sumatera Barat bekerjasama melakukan penghitungan
Indeks Harga Konsumen (IHK) dan inflasi Kota Bukittinggi. Nilai konsumsi masyarakat Kota Padang
hasil SBH 2007 digunakan sebagai referensi (sister city) dalam menyusun paket komoditas (commodity
basket) dan diagram timbang yang akan digunakan untuk menghitung IHK dan inflasi Kota Bukittinggi.
Dari hasil pendekatan terpilih sebanyak 300 jenis barang/jasa yang menjadi paket komoditas
penghitungan IHK Kota Bukittinggi.
TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV TW.I TW.II TW.III TW.IV
Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -0,31 1,42 -0,10 1,22 0,37 0,87 0,43 0,48 -0,49
Transpor -0,43 1,85 -0,18 0,49 0,46 1,00 0,61 1,21 -0,66
Komunikasi Dan Pengiriman 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,16 -2,66 0,00
Sarana dan Penunjang Transpor 0,21 0,49 0,63 13,90 0,43 1,72 0,00 0,00 0,14
Jasa Keuangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00Sumber : BPS Sumbar (diolah)
2010 2011Kelompok / Subkelompok
2009
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010 2011
Infl
asi t
ahun
an (y
oy -
%)
Bukittinggi
Padang
Nasional
Bab II : Perkembangan Inflasi Regional
Bank Indonesia Padang 38
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kenaikan indeks harga tahunan
tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 8,54% (yoy).
Kenaikan indeks harga tahunan tertinggi berikutnya terjadi pada kelompok
sandang sebesar 8,24% (yoy) diikuti oleh kelompok pendidikan sebesar 5,44%
(yoy). Kelompok kesehatan juga mengalami kenaikan indeks harga tahunan
sebesar 5,06% (yoy) serta kelompok perumahan sebesar 4,15% (yoy). Sebaliknya
kelompok transportasi pada triwulan laporan mengalami penurunan indeks harga
sebesar -0,42% (yoy).
Sebagian besar kelompok barang dan jasa mengalami penurunan indeks
harga tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tekanan permintaan
yang mulai menurun mendorong indeks harga sebagian besar kelompok barang
dan jasa pada triwulan IV-2011 mengalami penurunan kecuali untuk kelompok
perumahan serta kelompok transportasi dan komunikasi. Penurunan indeks harga
terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan serta sandang yang secara
musiman selalu terkena dampak perayaan bulan puasa dan lebaran yang jatuh di
triwulan III-2011.
Tabel 2.10 Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi Menurut Kel. Barang dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
2009
Tw. IV* Tw. I* Tw. II* Tw. III* Tw. IV* Tw. I* Tw. II* Tw. III* Tw. IV*
UMUM / TOTAL 2,60 3,51 6,99 5,58 8,75 9,44 5,54 7,68 5,07
Bahan Makanan 5,26 0,54 13,16 8,68 20,82 22,34 7,65 15,27 8,54
Makanan Jadi 6,31 9,14 8,81 8,45 7,96 7,31 7,47 5,55 3,48
Perumahan 1,82 3,55 4,05 2,52 1,79 3,26 3,22 3,78 4,15
Sandang 10,43 11,14 11,08 10,31 9,57 11,11 11,23 13,34 8,24
Kesehatan 6,88 5,93 6,81 7,34 7,77 8,02 8,26 6,47 5,06
Pendidikan 1,27 1,10 0,97 1,25 2,76 3,21 3,20 7,07 5,44
Transportasi & Komunikasi -7,05 0,00 -0,03 0,60 0,89 0,47 0,34 -0,44 -0,42
Kelompok Barang & Jasa2010 2011
39
Pemetaan Struktur Pasar dan Pola Distribusi
Komoditas Strategis Penyumbang Inflasi Daerah
Sumatera Barat: Cabe Merah
Latar Belakang
Bank Indonesia Padang melakukan penelitian pada tahun 2011 untuk
mengidentifikasi struktur pasar, pola distribusi, perilaku produsen dan pedagang
dalam mekanisme pembentukan harga dan implikasinya terhadap kebijakan
pengendalian harganya di daerah. Penelitian tersebut menggunakan metode survai
kepada produsen dan pedagang 15 komoditas penyumbang inflasi utama di Sumbar
yang terdiri atas komoditas pertanian, perikanan, peternakan, dan industri
pengolahan. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini sebanyak 318 responden.
Salah satu komoditas yang menjadi objek penelitian adalah cabe merah
karena selama ini memiliki kontribusi besar disamping beras dalam pembentukan
inflasi di Sumatera Barat.
Temuan Hasil Survai
Adapun beberapa temuan dalam penelitian tersebut terkait dengan komoditas cabai
sebagai berikut:
1. Jalur Distribusi
Pola distribusi cabe merah di Sumbar relatif panjang. Berdasarkan hasil survai,
terdapat banyak pihak yang terlibat mulai dari produsen, pengepul, pedagang besar,
grosir, bandar, pengecer, hingga konsumen. Namun demikian, meski rantai
perdagangan cukup panjang dan melibatkan banyak pihak, hubungan ini bersifat
fleksibel. Produsen dapat menjual barang tidak melalui pengepul, namun langsung
ke pengecer bahkan ke konsumen.
Sebagai contohnya, pengecer di pasar tradisional dapat memperoleh barang
dagangan tidak hanya dari grosir atau pedagang besar, namun juga dapat
memperoleh dari bandar, grosir, pengepul, bahkan dari produsen langsung. Hal ini
mengindikasikan ketergantungan pasokan dari satu pihak tertentu tidak terjadi
pada komoditas cabe merah.
Hal yang menarik ditemui adalah cabe merah yang dipasarkan di Kota Padang
kebanyakan berasal dari Pulau Jawa (Brebes). Sementara para pengepul yang
berlokasi di daerah Alahan Panjang justru mendistribusikan cabenya ke luar daerah
Sumbar seperti Pekanbaru.
BO
KS
.2
40
Gambar Boks 2.1. Jalur Distribusi Cabe Merah
Sumber : Hasil survai, diolah
2. Perilaku Pembentukan Harga
2.1. Pemberian Nilai Tambah
Cabe merah dipasarkan masih dalam bentuk curah. Upaya paling tinggi dalam
menambah nilai tambah baru pada penggilingan agar bisa lebih tahan lama
mengingat sifatnya yang mudah rusak (perishable). Para pedagang dan petani
biasanya menyebutnya “dagangan muda”, artinya produk yang tidak tahan lama dan
harus dijual secepat mungkin karena kalau tidak dia akan cepat busuk, sama halnya
dengan sayuran. Konsumen juga belum memilih cabe merah berdasarkan merek dan
kualitas namun biasanya dikaitkan dengan asal. Apalagi untuk konsumen di Sumbar,
biasanya memilih cabe merah lokal yang dinilai lebih pedas dibandingkan cabe
merah yang diimpor dari daerah lain maupun luar negeri.
Gambar Boks 2.2 Gambar Boks 2.3.
Sumber : Hasil Survai, diolah Sumber : Hasil Survai, diolah
2.2. Fluktuasi Pasokan
Sebagaimana harga cabe merah yang fluktuatif dan sering menjadi
kontributor inflasi terbesar di Kota Padang, pasokan cabe merah juga sangat
fluktuatif. Pada kondisi normal, omset seorang pedagang besar dapat menjual
mencapai 1.469 kg/hari. Namun jika pasokan banyak, omset bisa melonjak 357%
hingga mencapai 6.710 kg/hari. Namun jika kondisi pasokan sedikit, omset pedagang
Bandar
Konsumen
Pengecer
(tradisional)
Produsen Pengepul
Pengecer
(pasar modern)
Pedagang Besar
Grosir
41
besar bisa jatuh 38% menjadi 915 kg/hari. Hal ini mengkonfirmasi bahwa faktor
fluktuasi pasokan searah dengan fluktuasi harga cabe merah.
2.3. Margin Berfluktuatif Pada Pedagang Besar dan Pengecer
Ditemukan bahwa 87% pedagang besar menyatakan margin yang diperoleh
bervariasi, sementara semua pengecer menyatakan bahwa margin yang diperoleh
bervariasi. Sementara hanya terdapat 13% pedagang besar yang menyatakan
memperoleh margin tetap. Variasi margin ini disebabkan oleh biaya usaha, harga
pesaing, dan biaya hidup. Hal ini mengindikasikan inflasi dan kondisi persaingan
merupakan factor pembentuk margin yang variatif.
Sebagai tambahan, dalam usaha cabe merah ini harganya sering berubah-
rubah, dalam satu hari harga berubah bisa hingga 3 kali. Sehingga orang yang
bergelut dalam usaha ini bisa memperoleh untung yang besar hingga Rp 2 juta
setiap kali panen namun terkadang mereka juga bisa rugi hingga Rp 2 juta setiap
kali panen.
Cuaca sangat berperan penting dalam menanam cabe, apabila cuaca bagus
dengan curah hujan cukup maka cabe akan bagus dengan panen yang banyak dan
bisa tahan hidup hingga 1 tahun selama 1 kali masa tanam. Namun apabila cuaca
buruk maka tumbuhnya jadi tidak bagus dan panennya pun sedikit bahkan bisa
menyebabkan gagal panen.
Gambar Boks 2.4. Gambar Boks 2.5.
Sumber : Hasil Survai, diolah Sumber : Hasil Survai, diolah
2.3. Ketergantungan Pasokan Kepada Satu Pedagang Relatif Kecil
Fleksibilitas hubungan antar pedagang dalam perdagangan cabe
mengakibatkan ketergantungan pasokan kepada satu pedagang relatif kecil. Hal ini
terkonfirmasi pada sedikitnya pedagang yang menyatakan pasokan di pasar
tergantung pada dirinya. Pada tingkat pengepul, 100% pedagang menyatakan pasar
tidak terganggu jika mengurangi pasokan.
Di tingkat pedagang besar, meski 50% pedagang menyatakan pasar akan
terganggu jika dirinya mengurangi pasokan, namun efeknya relatif sedikit. Di sisi
lain 30% pedagang besar menyatakan tidak terganggu, sementara hanya 20%
pedagang besar yang menyatakan akan mengganggu pasokan jika mengurangi
42
penjualan. Pada tingkat grosir, 100% pedagang menyatakan pasar akan sedikit
terganggu, sementara di level pengecer, 58% pedagang menyatakan tidak
terganggu jika mengurangi pasokan.
Gambar Boks 2.6. Gambar Boks 2.7.
Sumber : Hasil Survai, diolah Sumber : Hasil Survai, diolah
2.4. Harga Pesaing Menjadi Penentu Harga Jual
Pada tingkat grosir dan pengecer, aroma persaingan cukup mendominasi. Di
level grosir, 100% responden menyatakan harga ditentukan dari harga pesaing. Hal
yang relatif sama juga terjadi di tingkat pengecer. 90% pengecer menyatakan harga
pesaing menjadi acuan dalam menentukan harga. Namun hal yang berbeda terjadi
pada level pedagang besar. Pada level ini, 60% pedagang besar menyatakan harga
pasar tertinggi menjadi acuan penentuan harga. 30% pedagang besar menyatakan
mengikuti harga pesaing, sementara 10% sisanya mengacu pada biaya ditambah
margin.
Gambar Boks 2.8.
Sumber : Hasil Survai, diolah
2.5. Kendala Distribusi Terkait Kondisi Infrastruktur dan Cuaca
Pada tingkat pedagang besar, masing-masing sebanyak 29% responden
menyatakan cuaca buruk dan kerusakan infrastruktur khususnya jalan menjadi
kendala utama dalam distribusi cabe merah. Sementara, masing-masing sebanyak
43
21% responden pedagang besar menyatakan kendala dalam distribusi beras
disebabkan tingginya biaya pengangkutan dan pungutan liar dalam proses distribusi.
Pada tingkat grosir, masing-masing 50% responden menyatakan faktor
infrastruktur dan cuaca buruk menjadi hambatan distribusi. Sementara, pada tingkat
pengecer, masing-masing 40% responden menyatakan cuaca buruk dan kerusakan
infrastruktur sebagai hambatan distribusi, sedangkan sisanya 20% menyebut faktor
tingginya biaya angkutan.
3. Struktur Pasar
Berdasarkan hasil temuan survai menunjukkan bahwa komoditas pertanian
seperti cabe merah, struktur pasar komoditas tersebut diindikasikan pasar
persaingan sempurna baik di tingkat petani, distributor, dan pengecer. Jumlah
pemain untuk komoditas relatif banyak untuk tingkat kota Padang serta barang
yang diperdagangkan homogen.
Tabel Boks 2.1.
Sumber : Hasil Survai, diolah
Jumlah Pemain Kontrol Harga Kontrol Pasokan Sifat Prouduk (Merek)
Produsen >100 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Distributor >100 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Pengecer >100 Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Komoditas PeranFaktor Penentu Struktur Pasar
Cabe Merah
Jumlah pemain Kontrol terhadap harga Kontrol terhadap pasokan Sifat produk (Merk) Kesimpulan
1 Cabe Merah Produsen >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Distributor >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
2 Beras Produsen >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Distributor >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer 50-100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
3 Bawang Merah Produsen n.a. Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Distributor >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
4 Daging Ayam Ras Produsen n.a. Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Distributor >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >200 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
5 Daging sapi Produsen n.a. Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Distributor >50 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
6 Telur Ayam Ras Produsen n.a. Ya Ya Tidak Oligopoli
Distributor >200 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >200 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
7 Ikan Tuna Produsen >50 Tidak Tidak Tidak Oligopsoni
Distributor <10 Ya Tidak Tidak Oligopoli
Pengecer >50 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
8 Ikan Tongkol Produsen >50 Tidak Tidak Tidak Oligopsoni
Distributor <10 Ya Tidak Tidak Oligopoli
Pengecer >50 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
9 Ikan Kembung Produsen >50 Tidak Tidak Tidak Oligopsoni
Distributor <10 Ya Tidak Tidak Oligopoli
Pengecer >50 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
10 Rokok Distributor 10 Tidak Signifikan Ya Oligopoli
Pengecer >300 Tidak Tidak Ya Persaingan monopolistis
11 Minyak Goreng Produsen 2 Ya Ya Ya/Tidak Duopoli
Distributor 50 Tidak Tidak Ya/Tidak Persaingan monopolistis
Pengecer >300 Tidak Tidak Ya/Tidak Persaingan monopolistis
12 Tahu Produsen 20-30 Ya Tidak Tidak Persaingan sempurna
Distributor 53 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >100 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
13 Gula Pasir Distributor 5 Tidak Tidak Ya/Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >300 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
14 Pasir Produsen n.a. Ya Ya Tidak Oligopoli
Distributor 8 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
Pengecer >30 Tidak Tidak Tidak Persaingan sempurna
15 Semen Produsen 1 Ya Ya Ya Monopoli
Distributor 7 Ya Ya Ya Oligopoli
Pengecer >30 Tidak Tidak Ya Persaingan monopolistis
Sumber : Hasil Survey, diolah
Struktur PasarNo Komoditas Peran
44
Halaman ini sengaja dikosongkan
45
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Perbankan di Sumbar pada triwulan IV-2011 menunjukkan kinerja positif
dengan tingginya penyaluran pertumbuhan kredit. Penyaluran kredit bank
umum tercatat tumbuh 33,9% (yoy), sementara bank umum syariah tumbuh
19,2% (yoy) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 19,0% (yoy). Pertumbuhan
didorong oleh relatif rendah dan stabilnya inflasi. Selain itu, peningkatan kinerja
sektor pertanian dan sektor perdagangan mendorong penyerapan penyaluran
kredit.
Intermediasi perbankan di Sumbar terus berjalan dengan baik. Hal ini
diperlihatkan baik pada bank umum, bank umum syariah maupun BPR dengan
tingkat Loan-to-Deposit Ratio (LDR) melebihi 100%. Akselerasi pertumbuhan
penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penghimpunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) menyebabkan terjadinya aliran dana dari perbankan
atau lembaga keuangan lain dari luar wilayah operasional Sumbar.
Pengelolaan kualitas kredit yang telah disalurkan oleh bank umum secara
keseluruhan, termasuk di dalamnya bank umum syariah, dapat terus
terjaga dengan baik. Non-Performing Loan (NPL) bank umum syariah berada
pada level rendah di 2,32%, sementara bank umum syariah 1,23%. Ekspansi
peningkatan kredit oleh bank umum secara keseluruhan masih dapat diimbangi
dengan pengelolaan kualitas kredit dengan baik. Di sisi lain, pengelolaan kualitas
kredit oleh BPR masih perlu mendapat perhatian. Meski mulai membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya dari semula 8,04% menjadi 7,93%, namun
level tersebut masih berada di atas ambang maksimum yang ditetapkan Bank
Indonesia sebesar 5%. Dengan demikian, pengelolaan kualitas kredit oleh BPR ke
depan masih perlu mendapat perhatian penting untuk mencegah semakin
meningkatnya persentase jumlah kredit non-lancar dari total kredit yang telah
disalurkan.
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 46
3.1. Perkembangan Bank Umum
Tabel 3.1. Indikator Perkembangan Bank Umum di Sumatera Barat (Juta Rupiah)
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia *Data sementara hingga bulan November 2011
Jumlah aset bank umum di Sumbar pada triwulan IV-2011 menunjukkan
peningkatan. Total aset bank umum di Sumbar mencapai Rp34,67 triliun, atau
tumbuh 14,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara umum
pertumbuhan ini lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu
tumbuh mencapai 21,9% (yoy). Ekspansi peningkatan aset bank umum di Sumbar
relatif tertahan menjelang akhir tahun. Perlambatan pertumbuhan aset terlihat
pada semua kelompok bank umum dibandingkan pertumbuhan di triwulan III.
Kelompok bank pemerintah tumbuh melambat dari semula 16,6% (yoy) menjadi
11,81% (yoy), begitu pula dengan kelompok bank swasta nasional dari 43,2%
(yoy) menjadi 24,4% (yoy).
III IV III IV* III-2011 IV-2011*
Aset 28,313,793 30,299,416 34,522,919 34,674,903 21.9% 14.4%
Giro 5,884,106 3,638,659 5,053,073 4,984,486 -14.1% 37.0% 21.8%
Tabungan 8,833,363 11,789,580 10,743,089 10,906,474 21.6% -7.5% 47.6%
Deposito 5,137,108 5,504,162 6,552,969 7,009,217 27.6% 27.3% 30.6%
Total DPK 19,854,577 20,932,401 22,349,131 22,900,178 12.6% 9.4%
Modal Kerja 7,397,298 7,492,715 9,809,589 10,311,070 32.6% 37.6% 35.7%
Investasi 3,676,283 4,451,697 4,640,476 4,881,963 26.2% 9.7% 16.9%
Konsumsi 9,894,870 9,626,106 13,309,890 13,695,331 34.5% 42.3% 47.4%
Total Kredit Jenis Penggunaan 20,968,451 21,570,517 27,759,955 28,888,363 32.4% 33.9%
Pertanian 2,497,316 2,519,373 3,003,776 3,073,373 20.3% 22.0% 10.6%
Pertambangan dan Penggalian 160,919 243,593 273,065 289,245 69.7% 18.7% 1.0%
Industri Pengolahan 1,617,883 2,192,169 2,164,606 2,484,160 33.8% 13.3% 8.6%
Listrik, Gas dan Air Bersih 5,243 7,786 5,422 6,144 3.4% -21.1% 0.0%
Konstruksi 276,079 257,527 320,761 335,669 16.2% 30.3% 1.2%
Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,673,357 5,018,127 5,688,661 5,975,609 21.7% 19.1% 20.7%
Pengangkutan dan Komunikasi 297,412 398,136 323,931 325,597 8.9% -18.2% 1.1%
Keuangan, Real Estate & Jasa Perush. 719,574 776,312 589,650 627,605 -18.1% -19.2% 2.2%
Jasa-jasa 825,799 531,389 2,080,192 2,075,630 151.9% 290.6% 7.2%
Lain-lain 9,894,870 9,626,106 13,309,890 13,695,331 34.5% 42.3% 47.4%
Total Kredit Sektor Ekonomi 20,968,451 21,570,517 27,759,955 28,888,363 32.4% 33.9%
LDR 105.6% 103.0% 124.2% 126.1%
NPL 2.82% 2.07% 2.32% 2.32%
Indikator Perbankan2010 Pangsa
IV-2011*
Pertumbuhan (yoy)2011
47
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank (yoy)
Grafik 3.2. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy)
Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum di Sumbar mengalami
perlambatan pertumbuhan seiring dengan banyaknya penarikan
simpanan menjelang akhir tahun. Total DPK bank umum di Sumbar pada
triwulan IV-2011 mencapai Rp22,9 triliun, atau tumbuh 9,4% dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini relatif melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,6% (yoy). Perlambatan dipicu
oleh penurunan pada jumlah tabungan sebesar 7,5% (yoy) menjadi Rp10,9 triliun.
Kondisi ini terjadi akibat banyaknya masyarakat yang menarik dana tabungannya
untuk memenuhi kebutuhan perayaan akhir tahun. Sementara pertumbuhan
jumlah deposito relatif stabil sepanjang triwulan III dan IV yang tumbuh masing-
masing mencapai 27,6% (yoy) dan 27,3% (yoy). Pada periode tersebut suku bunga
deposito untuk jangka 3 bulan mengalami peningkatan dari rata-rata 6,95%
menjadi 7,06%.
Sumber: SEKI Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Grafik 3.3. Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Simpanan Bank Umum
Grafik 3.4. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan (yoy)
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%Bank Umum
Bank Pemerintah
Bank Swasta Nasional
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
DPK Giro
Tabungan Deposito
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2009 2010 2011
Pe
rse
n
TabunganDeposito 1 Bulan Deposito 3 Bulan
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%Total Kredit
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 48
Penyaluran kredit oleh bank umum semakin bergairah dengan
pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Total kredit
bank umum yang disalurkan pada triwulan IV-2011 mencapai Rp28,9 triliun,
tumbuh mencapai 33,9% (yoy). Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 32,4% (yoy). Salah satu sumber dari
tingginya pertumbuhan kredit berasal dari derasnya penyaluran kredit konsumsi
yang mencapai Rp13,7 triliun atau meningkat 42,3% (yoy), disusul oleh kredit
modal kerja mencapai Rp10,3 triliun dengan peningkatan sebesar 37,6% (yoy).
Sedangkan kredit investasi hanya tumbuh sebesar 9,7% (yoy) dengan total kredit
yang disalurkan sebesar Rp4,9 triliun. Tingginya pertumbuhan kredit konsumsi
didorong oleh bergairahnya konsumsi masyarakat, terutama untuk pemenuhan
konsumsi barang tahan lama (durable goods), salah satunya kendaraan bermotor.
Pada triwulan IV total kredit kendaraan bermotor sendiri mencapai Rp2,5 triliun
dan mengalami peningkatan pesat hingga 94,1% dibandingkan periode yang
sama tahun lalu.
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Sumber: SEKI, Bank Indonesia
Grafik 3.5. Jumlah Kredit Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Grafik 3.6. Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Kredit
Pertumbuhan tinggi kredit modal kerja didorong oleh penyaluran kredit
pada kegiatan ekonomi yang membutuhkan modal berjangka pendek.
Penyaluran ke sektor ekonomi utama seperti sektor pertanian dan sektor
perdagangan pada triwulan IV masing-masing mencapai 22,0% (yoy) dan 19,1%
(yoy). Kedua sektor tersebut banyak menyerap kredit jangka waktu relatif pendek
terkait untuk memenuhi kebutuhan modal pada masa tanam serta modal awal
kegiatan perdagangan. Kredit di sekor pertanian dan sektor perdagangan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Trili
un
Ru
pia
h
Bank Pemerintah danBPD Bank Swasta Nasional
Bank Asing dan Bank Campuran
11
12
13
14
15
16
17
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2009 2010 2011
Pe
rse
n
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
49
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
keduanya mendominasi dengan proporsi sebesar 10,6% dan 20,7% dari total
kredit yang disalurkan oleh bank umum di Sumbar.
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Grafik 3.7. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
Grafik 3.8. Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Jenis Lapangan Usaha dan Non-Lapangan Usaha
Proporsi penyaluran kredit untuk kegiatan prdouktif terhadap total
kredit yang disalurkan masih relatif lebih tinggi dibandingkan untuk
kegiatan konsumtif. Persentase jumlah kredit untuk kegiatan produktif
(lapangan usaha) sebesar 52,6%. Pemenuhan kebutuhan kredit rumah tinggal dan
kendaraan bermotor mencapai 6,8% dan 8,6% dari kredit yang disalurkan.
Kondisi ini didukung oleh rata-rata suku bunga kredit yang mulai menunjukkan
arah penurunan, meski penurunannya relatif lambat. Dibandingkan akhir tahun
2010, rata-rata suku bunga kredit konsumsi menurun dari 14,53% menjadi
14,18%, sedangkan rata-rata suku bunga kredit modal kerja menurun dari 12,28%
menjadi 11,97%. Dengan demikian cost of fund meminjam kredit ke perbankan
menjadi relatif lebih rendah. Selain itu, transparansi Suku Bunga Dasar Kredit
(SBDK) perbankan diperkirakan dapat semakin mendorong kompetitifnya tingkat
persaingan suku bunga yang ditawarkan oleh masing-masing perbankan.
Fungsi intermediasi keuangan bank umum di Sumbar berjalan baik. Loan-
to-Deposit Ratio (LDR) bank umum di Sumbar mengalami peningkatan dari
semula 124,2% di triwulan III, menjadi 126,1% di triwulan IV. Namun demikian,
persentase yang melebihi 100% ini juga menunjukkan bahwa masih terdapatnya
ketergantungan sebagian pendanaan kredit dari perbankan atau lembaga
keuangan lainnya di luar wilayah operasional Sumbar. Lebih lagi, akselerasi
pertumbuhan kredit cenderung lebih besar dibandingkan DPK.
-30% -20% -10% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Pertanian
Industri Pengolahan
Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
IV-2011*
II-2011
III-2011 52.6%
6.8%
0.0%
0.4%
8.6%
31.5%
47.4%
Pinjaman Berdasarkan Lapangan Usaha Rumah Tinggal
Flat dan Apartemen Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan)
Kendaraan Bermotor Lainnya
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 50
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Grafik 3.9. Perkembangan Non-Performing Loan (NPL) Bank Umum
Grafik 3.10. Perkembangan Jumlah Kredit Dalam Perhatian Khusus pada Bank Umum
Bank umum di Sumbar mampu mengelola kualitas kredit tetap terjaga.
Rasio Non-Performing Loan (NPL) pada triwulan IV sebesar 2,32%, relatif tidak
mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi ini masih jauh di
bawah ambang batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%.
Namun di sisi lain, bank umum di Sumbar perlu memperhatikan jumlah kredit
dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2), di mana pada triwulan IV jumlahnya
mencapai Rp1,2 triliun atau mengalami peningkatan 12% dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pengelolaan kualitas kredit perlu terus mendapat perhatian penting.
Upaya peningkatan akses kredit ke masyarakat harus tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian (prudential) dalam penyaluran kredit.
3.2. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih menunjukkan peningkatan
meski dengan laju yang melambat. Total aset BPR pada triwulan IV-2011
mencapai Rp1,39 triliun, atau mengalami peningkatan 10,1% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini lebih lambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh mencapai 15,2% (yoy). Namun
demikian, kinerja BPR masih relatif lebih baik dengan tetap mampu mencatatkan
peningkatan aset sebesar 4,5% dibandingkan triwulan sebelumnya terkait dengan
adanya penutupan satu unit BPR yang berpusat dan beroperasi di wilayah
Sumbar.
0
100
200
300
400
500
600
700
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
Mili
ar R
up
iahNPL (%) (LHS) NPL Nominal (RHS)
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
Mili
ar R
upia
h
51
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
Tabel 3.2. Indikator Perkembangan BPR di Sumatera Barat (Juta Rupiah)
*Data sementara
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Grafik 3.11. Pertumbuhan Aset Bank Perkreditan Rakyat di Sumbar (yoy)
Grafik 3.12. Pertumbuhan Kredit BPR Menurut Jenis Penggunaan
Penyaluran kredit oleh BPR terus meningkat. Total kredit yang disalurkan
oleh BPR di Sumbar pada triwulan IV mencapai Rp965,3 miliar dengan
pertumbuhan mencapai 19,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya 14,0% (yoy). Sejalan dengan kinerja penyaluran kredit bank umum,
peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit didorong oleh terus meningkatnya
penyaluran kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Proporsi penyaluran kredit
modal kerja mencapai 64,9% dari total kredit yang disalurkan oleh BPR. Jumlah
kredit modal kerja pada triwulan IV mencapai Rp625,5 miliar atau tumbuh sebesar
19,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya
sebesar 13,0% (yoy).
(qtq) (yoy) (qtq) (yoy)
Aset 1,152,362 1,260,270 1,296,440 1,330,428 1,327,747 1,349,794 -0.2% 15.2% 1.7% 7.1%
Tabungan 423,653 498,021 544,018 550,886 508,967 525,773 -7.6% 20.1% 3.3% 5.6% 60.1%
Deposito 311,448 320,037 338,588 340,116 342,591 349,739 0.7% 10.0% 2.1% 9.3% 39.9%
Total DPK 735,101 818,059 882,606 891,001 851,558 875,512 -4.4% 15.8% 2.8% 7.0%
Modal Kerja 536,773 522,956 548,968 590,967 606,642 626,519 2.7% 13.0% 3.3% 19.8% 64.9%
Investasi 75,980 84,506 87,751 94,147 99,488 104,738 5.7% 30.9% 5.3% 23.9% 10.8%
Konsumsi 206,692 203,594 214,821 225,147 227,937 234,073 1.2% 10.3% 2.7% 15.0% 24.2%
Total Kredit Jenis Penggunaan 819,445 811,056 851,540 910,261 934,067 965,331 2.6% 14.0% 3.3% 19.0%
Pertanian 127,032 133,699 143,693 149,955 160,613 164,964 7.1% 26.4% 2.7% 23.4% 17.1%
Pertambangan dan Penggalian 0 1,241 1,782 2,358 2,519 2,548 6.8% - 1.2% 105.4% 0.3%
Industri Pengolahan 16,247 13,711 15,736 18,225 18,408 19,314 1.0% 13.3% 4.9% 40.9% 2.0%
Listrik, Gas dan Air Bersih 0 188 287 709 841 908 18.6% - 7.9% 383.3% 0.1%
Konstruksi 0 4,425 5,258 6,715 8,014 10,733 19.3% - 33.9% 142.6% 1.1%
Perdagangan, Hotel dan Restoran 366,419 368,330 386,160 420,272 423,347 435,437 0.7% 15.5% 2.9% 18.2% 45.1%
Pengangkutan dan Komunikasi 0 16,336 19,954 23,382 24,977 27,141 6.8% - 8.7% 66.1% 2.8%
Keuangan, Real Estate & Jasa Perush. 0 2,827 2,080 2,487 2,829 3,186 13.7% - 12.6% 12.7% 0.3%
Jasa-jasa 95,342 66,705 61,768 61,011 64,582 67,025 5.9% -32.3% 3.8% 0.5% 6.9%
Lain-lain 214,405 203,594 214,821 225,147 227,937 234,073 1.2% 6.3% 2.7% 15.0% 24.2%
Total Kredit Sektor Ekonomi 819,445 811,056 851,540 910,261 934,067 965,331 2.6% 14.0% 3.3% 19.0%
LDR 111.5% 99.1% 96.48% 102.16% 109.69% 110.26%
NPL 10.34% 9.90% 10.24% 9.38% 8.04% 7.93%
Indikator Perbankan I-2011 III-2011Pertumbuhan III-2011 Pertumbuhan IV-2011*
IV-2010III-2010 II-2011Pangsa
IV-2011*IV-2011*
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
-20.00%
-15.00%
-10.00%
-5.00%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%Total Kredit
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Kredit Konsumsi
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 52
Kredit modal kerja banyak terserap pada sektor ekonomi yang
membutuhkan permodalan jangka pendek seperti di sektor perdagangan.
Kredit yang disalurkan oleh BPR di sektor perdagangan pada triwulan IV
mencapai Rp435,4 miliar atau 45,1% dari total kredit yang disalurkan.
Pertumbuhan kredit BPR yang disalurkan ke sektor perdagangan terus mengalami
peningkatan dari semula 15,5% (yoy) di triwulan III menjadi 18,2% (yoy) di
triwulan IV. Di sisi lain, tingkat inflasi yang relatif terjaga mendorong tingginya
pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi oleh BPR. Total kredit konsumsi yang
disalurkan oleh BPR pada triwulan IV mencapai Rp234,1 miliar dengan akselerasi
pertumbuhan pada dua triwulan terakhir lebih dari 20%, masing-masing sebesar
26,4% (yoy) dan 23,4% (yoy).
Upaya pengumpulan DPK dari masyarakat oleh BPR belum menunjukkan
kinerja terbaiknya di triwulan IV. Total DPK yang berhasil dihimpun oleh BPR
di triwulan IV sebesar Rp875,5 miliar dengan pertumbuhan 7,0% (yoy),
pertumbuhan ini jauh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu
mencapai 15,8% (yoy). Perlambatan pertumbuhan sangat terlihat pada jumlah
tabungan yang pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh 20,1% (yoy) kemudian
melambat hingga hanya tumbuh 5,6% (yoy) pada triwulan IV. Pada akhir tahun
masyarakat cenderung mencairkan simpanan tabungannya di BPR. Sedangan di
sisi lain, jumlah deposito relatif stabil dengan hanya mengalami koreksi
pertumbuhan dari 10,0% (yoy) menjadi 9,3% (yoy). Lebih tingginya suku bunga
deposito yang ditawarkan BPR dibandingkan bank umum masih menjadi daya
tarik tersendiri bagi masyarakat yang menyimpan dananya dalam bentuk deposito
di BPR.
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
*Data sementara Sumber: SEKDA Sumbar, Bank Indonesia
Grafik 3.13. Pertumbuhan DPK BPR Menurut Jenis Simpanan
Grafik 3.14. Perkembangan Loan-to-Deposit Ratio (LDR) dan Non-Performing Loan (NPL) BPR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Tabungan
Simpanan Berjangka
Total DPK0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
110.00%
120.00%
130.00%
140.00%
LDR (LHS)
NPL (RHS)
53
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
Dengan akselerasi pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan
penghimpunan DPK mendorong LDR BPR di Sumbar terus mengalami
peningkatan. Sepanjang triwulan III dan IV LDR BPR mengalami peningkatan dari
109,7% menjadi 110,3%. Persentase LDR yang melebihi 100% ini menunjukkan
bahwa pemenuhan penyaluran kredit oleh BPR masih memerlukan pasokan dana
dari lembaga keuangan lain di luar wilayah operasional Sumbar. Dengan
demikian secara umum, bank umum maupun BPR di Sumbar menghadapi situasi
di mana penyaluran kredit pada kegiatan ekonomi di daerah lebih tinggi
dibandingkan dana masyarakat yang disimpan di perbankan.
Pengelolaan kualitas kredit yang telah disalurkan oleh BPR masih perlu
mendapat perhatian. Rasio NPL mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya dari 8,04% menjadi 8,18%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
ambang batas maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Melihat
hal ini, pengelolaan kualitas kredit oleh BPR perlu terus ditingkatkan, selain itu
BPR juga diharapkan secara konsisten menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran kredit.
3.3. Perkembangan Bank Umum Syariah
Tabel 3.3 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Barat (Juta Rupiah)
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Bank umum syariah di Sumbar terus menunjukkan ekspansinya dengan
pertumbuhan aset yang signifikan. Aset bank umum syariah menunjukkan
(qtq) (yoy) (qtq) (yoy)
Asset 1,591,115 1,809,378 2,007,576 2,223,021 2,595,237 2,790,871 16.7% 63.1% 7.5% 54.2%
DPK 1,066,721 1,287,672 1,242,610 1,430,481 1,546,132 1,726,768 8.1% 44.9% 11.7% 34.1% 100.0%
Giro 90,799 97,912 92,251 91,278 108,596 98,969 19.0% 19.6% -8.9% 1.1% 5.7%
Tabungan 535,240 665,378 616,725 661,962 738,146 752,288 11.5% 37.9% 1.9% 13.1% 43.6%
Deposito 440,682 524,382 533,634 677,241 699,390 875,511 3.3% 58.7% 25.2% 67.0% 50.7%
Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan 1,742,775 2,035,610 1,722,784 1,987,584 2,294,122 2,425,632 15.4% 31.6% 5.7% 19.2% 100.0%
Modal Kerja 620,449 621,674 534,870 587,822 610,765 686,326 3.9% -1.6% 12.4% 10.4% 28.3%
Investasi 158,406 187,038 152,334 171,578 184,570 204,474 7.6% 16.5% 10.8% 9.3% 8.4%
Konsumsi 963,920 1,226,898 1,035,580 1,228,184 1,498,787 1,534,832 22.0% 55.5% 2.4% 25.1% 63.3%
Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi 1,742,775 2,035,610 1,722,784 1,987,584 2,294,122 2,425,632 15.4% 31.6% 5.7% 19.2% 100.0%
Pertanian 38,354 36,128 29,184 38,663 40,895 53,625 5.8% 6.6% 31.1% 48.4% 2.2%
Pertambangan 2,619 2,384 1,811 1,511 1,284 784 -15.0% -51.0% -38.9% -67.1% 0.0%
Industri Pengolahan 13,420 13,194 9,915 13,026 14,460 59,209 11.0% 7.7% 309.5% 348.8% 2.4%
Listrik, Gas dan Air - - - - - - - - - - 0.0%
Konstruksi 6,642 5,873 4,349 5,533 5,591 5,864 1.0% -15.8% 4.9% -0.2% 0.2%
Perdagangan 311,487 321,555 220,651 247,475 268,340 295,276 8.4% -13.9% 10.0% -8.2% 12.2%
Transportasi dan Komunikasi 7,509 7,905 5,253 7,558 5,292 6,856 -30.0% -29.5% 29.6% -13.3% 0.3%
Jasa Dunia Usaha 335,144 352,541 345,147 395,906 402,994 386,006 1.8% 20.2% -4.2% 9.5% 15.9%
Jasa Sosial 63,680 69,132 57,693 49,728 56,479 83,180 13.6% -11.3% 47.3% 20.3% 3.4%
Lain-Lain 963,920 1,226,898 1,048,781 1,228,184 1,498,787 1,534,832 22.0% 55.5% 2.4% 25.1% 63.3%
Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 163.4% 158.1% 138.6% 138.9% 148.4% 140.5%
Non-Performing Financing (NPF) 1.61% 1.21% 1.31% 1.31% 1.24% 1.23%
III-2010 IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011*Pertumbuhan IV-2011*Pertumbuhan III-2011 Pangsa IV-
2011*
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 54
akselerasi pertumbuhan yang tinggi meski melambat jika dibandingkan triwulan
sebelumnya, yaitu dari tumbuh 63,1% (yoy) menjadi 54,2% (yoy). Total aset bank
umum syariah pada triwulan mencapai Rp2,8 triliun. Upaya bank umum syariah
untuk semakin mengakar di Sumbar dimana dalam jangka waktu satu triwulan
terjadi peningkatan aset hingga 7,5% (qtq). Hal ini juga turut didukung dengan
upaya yang berkelanjutan dalam mensosialisasikan bank syariah di Sumbar.
Jumlah DPK yang berhasil dihimpun oleh bank umum syariah juga terus
mengalami pertumbuhan tinggi. Total DPK yang berhasil dihimpun pada
triwulan IV mencapai Rp1,7 triliun, atau mengalami pertumbuhan sebesar 34,1%
(yoy). Meski pertumbuhan tersebut lebih lambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mampu tumbuh mencapai 44,9% (yoy) namun DPK yang
dihimpun didominasi oleh simpanan berjangka waktu lebih panjang. Proporsi
simpanan setara deposito di bank umum syariah mencapai 50,7% dari total DPK.
Pertumbuhannya juga terus meningkat dibandingkan triwulan lalu dari 58,7%
(yoy) menjadi 67,0% (yoy). Kondisi ini menguntungkan di sisi pengelolaan
likuiditas untuk mencegah terjadinya maturity mismatch dalam pembiayaan yang
disalurkan.
Sumber: LBBU, Bank Indonesia
Sumber: LBBU, Bank Indonesia
Grafik 3.15. Pertumbuhan Aset, DPK dan Pembiayaan Bank Umum Syariah (yoy)
Grafik 3.16. Perkembangan Financing-to-Deposit Ratio (FDR) dan Non-Performing Loan (NPL) Bank
Umum Syariah
Pembiayaan yang disalurkan bank umum syariah tumbuh melambat.
Secara umum pembiayaan bank umum syariah sangat didominasi oleh penyaluran
untuk kegiatan konsumtif yang proporsinya mencapai 63,3%. Dibandingkan
triwulan sebelumnya, pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan melambat dari
31,6% (yoy) menjadi 19,2% (yoy) dengan total mencapai Rp2,4 triliun.
Perlambatan dipicu oleh pertumbuhan pembiayaan konsumsi yang melambat dari
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
Pe
rse
n
Asset
DPK
Pembiayaan
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
140.00%
160.00%
180.00%
FDR (%) (LHS)
NPF (%)
55
Bab III :Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang
31,6% (yoy) menjadi 19,2% (yoy). Kondisi ini diprakirakan adanya upaya bank
umum syariah yang mulai menggarap penyaluran pembiayaan pada kegiatan
produktif. Hal ini ditunjukkan dengan penyaluran pembiayaan modal kerja yang
semula menurun 1,6% (yoy) kemudian mengalami peningkatan sebesar 10,4%
(yoy).
Peran bank umum syariah dalam menggerakan sektor-sektor ekonomi
utama di Sumbar masih perlu ditingkatkan. Pembiayaan untuk kegiatan
produktif hanya terlihat untuk sektor perdagangan, dengan proporsi hanya
12,2% dari total pembiayaan. Penyaluran pembiayaan ke sektor pertanian sebagai
sektor ekonomi utama Sumbar terlihat masih minim, hanya 2,2% dari total
pembiayaan. Dengan demikian, harapan bank umum syariah ke depan dapat
memiliki perhatian besar dalam mengembangkan sektor-sektor ekonomi utama di
Sumbar.
Lebih tingginya jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum
syariah dibandingkan jumlah DPK yang berhasil dihimpun mendorong
tingginya Financing-to-Deposit Ratio (FDR). Pada triwulan IV FDR bank umum
syariah mencapai 140,5%, jauh lebih tinggi dibandingkan bank umum secara
keluruhan maupun BPR. Namun demikian, kualitas pembiayaan yang telah
disalurkan mampu tetap dijaga dengan baik dengan Non-Performing Financing
(NPF) yang hanya sebesar 1,23%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 1,24%.
3.4. Perkembangan Kredit di Kabupaten/Kota Sumatera Barat
Pertumbuhan kredit di kabupaten/kota selain kota padang mengalami
mencapai lebih dari 20%. Kondisi ini menggambarkan bank umum maupun
BPR menggarap lebih serius penyaluran kredit di kabupaten/kota di Sumbar selain
Kota Padang yang selama ini menjadi pusat kegiatan ekonomi di Sumbar.
Sementara itu penyaluran kredit di Kota Padang dalam jangka waktu satu tahun
terhadap total kredit yang disalurkan di Sumbar menurun dari 39,1% menjadi
33,6%. Perkembangan ekonomi di beberapa wilayah kabupaten/kota menjadi
sumber keuangan baru bagi penyaluran kredit baik oleh bank umum maupun
BPR.
Bab III : Perkembangan Perbankan Daerah
Bank Indonesia Padang 56
Perkembangan menarik terlihat pada penyaluran kredit di Kab. Pasaman
yang prosinya membesar dari semula pada 2010 baru 6,0% dari total
kredit di Sumbar, setahun kemudian menjadi 11,3%. Selain kinerja
perkebunan kelapa sawit yang menggeliat di daerah tersebut, juga terdapat
potensi pertambangan bijih besi yang mulai digarap oleh investor. Seluas 500
hektar lahan kaki perbukitan Lubuk Sikaping diprakirakan menjadi penyumbang
kontribusi peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk
tambang biji besi. Rencana pembukaan tambang biji besi di kawasan Nagari Aia
Manggih dan Nagari Sundata Kecamatan Lubuk Sikaping akan dieksplorasi
perusahaan tambang PT Sumber Minera Bersama (PT SMB), dan kini telah
memasuki tahapan sosialisasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Pada triwulan IV, penyaluran kredit di sektor pertambangan dan penggalian di
Kab. Pasaman mengalami peningkatan hingga 272,54% (yoy).
Tabel 3.4. Perkembangan Penyaluran Kredit oleh Bank Umum dan BPR di Kabupaten/Kota Sumatera Barat
(Juta Rupiah)
Sumber: SEKDA, Bank Indonesia *Data terakhir November 2011
Sementara itu, kabupaten/kota yang baik secara nominal maupun pertumbuhan
kreditnya cukup tinggi adalah Kab. Pasaman (131%), Kab. Agam (58,5%), Kab.
Sawahlunto/Sijunjung (42,2%) dan Kab. Tanah Datar (41%). Daerah-daerah tersebut
selain penyaluran kreditnya lebih dari Rp1 triliun, juga pertumbuhan kreditnya melebihi
40%.
III IV III IV* III-2011 IV-2011* IV-2010 IV-2011*
1 Kab. Agam 928,769 930,742 1,145,305 1,475,580 23.3 58.5 4.3 4.9
2 Kab. Pasaman 1,273,334 1,464,653 3,367,288 3,383,460 164.4 131.0 6.0 11.3
3 Kab. Limapuluh Koto 734,583 755,013 1,023,269 1,056,689 39.3 40.0 3.4 3.5
4 Kab. Solok Selatan 1,042,267 1,036,584 1,329,768 1,355,896 27.6 30.8 4.9 4.5
5 Kab. Padang Pariaman 719,544 1,084,589 1,096,127 1,137,836 52.3 4.9 3.4 3.8
6 Kab. Pesisir Selatan 1,501,887 1,636,432 1,987,554 2,004,760 32.3 22.5 7.0 6.7
7 Kab. Tanah Datar 728,651 722,603 995,976 1,018,831 36.7 41.0 3.4 3.4
8 Kab. Sawahlunto/Sijunjung 1,094,809 1,107,931 1,549,986 1,575,850 41.6 42.2 5.1 5.3
9 Kab. Kepulauan Mentawai 71,643 71,006 109,814 114,662 53.3 61.5 0.3 0.4
10 Kab. Pasaman Barat 540,383 365,403 526,742 566,629 -2.5 55.1 2.5 1.9
11 Kab. Dharmasraya 424,039 432,005 572,781 598,332 35.1 38.5 2.0 2.0
12 Kab. Solok 353,937 356,575 507,919 519,268 43.5 45.6 1.7 1.7
13 Kota Bukittinggi 1,206,523 1,266,230 1,664,363 1,753,657 37.9 38.5 5.6 5.9
14 Kota Padang 8,367,600 8,737,930 9,712,257 10,039,124 16.1 14.9 39.1 33.6
15 Kota Sawahlunto 232,869 235,589 333,653 336,420 43.3 42.8 1.1 1.1
16 Kota Padang Panjang 315,380 317,863 399,937 406,559 26.8 27.9 1.5 1.4
17 Kota Solok 657,345 673,914 858,530 921,641 30.6 36.8 3.1 3.1
18 Kota Payakumbuh 709,796 710,113 934,757 974,582 31.7 37.2 3.3 3.3
19 Kota Pariaman 479,280 476,397 577,996 613,918 20.6 28.9 2.2 2.1
21,382,640 22,381,574 28,694,022 29,853,694 34.2 33.4 100.0 100.0
Pertumbuhan (yoy) % Total Kredit Sumbar
SUMATERA BARAT
2010 2011Kabupaten/Kota
57
Perkembangan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat
Sumatera Barat Triwulan IV-2011
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan oleh perbankan di Sumbar
terus mengalami peningkatan. Realisasi outstanding kredit pada triwulan IV-2011
mencapai Rp968,89 miliar atau mengalami peningkatan 143,3% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi plafond, terjadi peningkatan 119,0%
(yoy) dari tahun sebelumnya sebesar Rp778,6 miliar menjadi Rp1,71 triliun. Geliat
Bank Nagari (BPD) dalam penyaluran KUR memiliki peran penting dalam
peningkatan realisasi outstanding maupun plafond KUR, di mana pada triwulan IV-
2011 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 332,1% (yoy) dan 416,1%
(yoy). Angka tersebut merupakan peningkatan tertinggi dibandingkan 6 bank umum
lainnya yang turut menyalurkan KUR di Sumbar pada periode yang sama.
Tabel Boks 3.1. Perkembangan Realisiasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sumatera Barat
*
Sumber: Kementerian Koordinator Perekonomian RI
Jumlah debitur penerima KUR terus meningkat. Pada triwulan IV-2011
terjadi peningkatan jumlah debitur sebesar 65,2% (yoy) dari semula baru 72.000
debitur pada triwulan IV-2010 kemudian menjadi 118.921 debitur pada triwulan IV-
2011. Selain itu, rata-rata outstanding kredit per debitur terus mengalami
peningkatan. Sepanjang triwulan III dan IV meningkat dari semula Rp7,98
juta/debitur menjadi Ro8,15 juta/debitur.
Sumber: Kementerian Koordinator Perekonomian RI
Sumber: Kementerian Koordinator Perekonomian RI
Gambar Boks 3.1. Pertumbuhan Realisasi KUR di Sumbar (%, yoy)
Gambar Boks 3.2. Proporsi Individual Bank dalam Realisasi Outstanding KUR
* Plafon kredit merupakan total nilai kredit yang disetujui; sedangkan Outstanding merupakan nilai kredit yang sudah dicairkan.
III IV I II III IV* III-2011 IV-2011*
Plafond (Juta Rupiah) 552,981 779,611 997,126 1,254,277 1,535,029 1,707,535 177.6% 119.0%
Outstanding (Juta Rupiah) 241,353 398,272 548,310 725,998 886,846 968,885 267.4% 143.3%
Debitur (Orang) 60,921 72,000 83,443 96,822 111,141 118,921 82.4% 65.2%
Rata-rata Outstanding/Debitur (Jt Rp/Org) 3.96 5.53 6.57 7.50 7.98 8.15
2010Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2011 Pertumbuhan
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
Plafond Outstanding Debitur
IV-2010
I-2011
II-2011
III-2011
IV-2011*
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV-2010 I-2011 II-2011 III-2011 IV-2011*
NAGARI
BSM
BUKOPIN
BTN
MANDIRI
BRI
BNI
BO
KS
.3
58
Persentase undisbursed loan KUR terhadap total plafond masih
berada pada kisaran 40%. Jumlah undisbursed loan KUR di Sumbar pada triwulan
IV mencapai Rp738,7 miliar atau 43,3% dari plafond KUR. Persentase ini sedikit
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 42,2%. Meski
realisasi outstanding KUR mengalami peningkatan namun persentase undisbursed
loan tidak mengalami perubahan signifikan. Kondisi ini terkait dengan perbankan
yang masih berhati-hati dalam penyaluran KUR agar pengelolaan kualitas kredit
tetap terjaga sehingga dapat mencegah banyaknya penyaluran KUR yang macet.
Sumber: Kementerian Koordinator Perekonomian RI
Gambar Boks 3.4. Persentase Undisbursed Loan terhadap Plafond KUR
di Sumbar
Gambar Boks 3.5. Proporsi Realisasi Outstanding KUR di Sumbar Menurut
Sektor Ekonomi
Sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR)
menjadi dua sektor utama penyaluran KUR di Sumbar. Penyaluran KUR di
sektor PHR pada triwulan IV mencapai Rp477,3 miliar (51,8% dari total outstanding
KUR), disusul oleh sektor pertanian sebesar Rp351,1 miliar (37,3%). Kedua sektor
tersebut selain merupakan sektor ekonomi utama Sumbar, juga banyaknya pelaku
ekonomi informal di sektor-sektor tersebut yang banyak membutuhkan KUR untuk
menyuntik pendanaan kegiatan usahanya. Bagi para pelaku ekonomi informal di
sektor pertanian dan sektor PHR, relatif lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman
melalui KUR dibandingkan melalui skema pinjaman produk perbankan dengan
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
I II III IV I II III IV*
2010 2011
Pertanian37.32%
Pertambangan0.18%
Perindustrian3.00%
Listrik, Gas dan Air Bersih
0.10%Konstuksi
0.09%
Perdagangan, Hotel dan Restoran
51.80%
Pengangkutan dan Komunikasi
1.28%
Jasa Dunia Usaha5.39%
Jasa Sosial0.73%
Lain-lain0.10%
Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah
Bank Indonesia Padang 59
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi penerimaan pemerintah pusat di wilayah Sumatera Barat terus
mengalami peningkatan seiring dengan tumbuhnya kegiatan ekonomi di
daerah. Peningkatan penerimaan ditopang oleh semakin tingginya penerimaan
pajak perdagangan internasional. Kebijakan restrukturisasi tarif untuk produk
kelapa sawit oleh pemerintah pusat mendorong peningkatan penerimaan Bea
Keluar di tengah harga kelapa sawit yang relatif kompetitif di pasar internasional.
Selain itu, masih tingginya tingkat konsumsi masyarakat berkontribusi pada
peningkatan realisasi penerimaan pajak dalam negeri dari Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). Namun di sisi lain, pemerintah daerah kini tidak lagi mengirimkan
realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
kepada pemerintah pusat mengingat pemungutannya sudah sepenuhnya
dialihkan ke pemerintah daerah pada 2011.
Dari sisi APBD, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada 2011 lebih
tinggi dibandingkan yang ditargetkan. Kenaikan ini bersumber semakin
tingginya realisasi penerimaan pajak daerah terutama dari kendaraan bermotor
yang penjualannya di Sumbar terus mengalami peningkatan. Penerimaan retribusi
daerah juga terus meningkat terkait dengan penerapan peningkatan tarif
retribusi jasa umum di beberapa daerah di Sumbar.
Belanja operasional masih mendominasi total belanja APBD Sumbar. Porsi
belanja operasional mencapai 68,31% dari total belanja dengan realisasi pada
2011 mencapai 90,58%. Sebagian besar belanja operasional digunakan untuk
pemenuhan belanja pegawai. Di sisi lain belanja modal realisasinya sedikit lebih
rendah dengan mencapai 88,35%. Salah satu penyebab realisasi belanja modal di
bawah 90% ditenggarai karena pemerintah daerah sedikit menghadapi kendala
dalam realisasi belanja tanah sehingga menyebabkan realisasinya menjadi kurang
optimal.
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang 60
4.1. Keuangan Pemerintah Daerah
Realisasi pendapatan APBD pada 2011 melebihi dari yang ditargetkan.
Realisasi total pendapatan ABPD Sumbar 2011 mencapai 105,45% atau sebesar
Rp2,18 triliun. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi sebesar
56,06% dari total pendapatan dalam APBD. Realisasi PAD juga melebihi target
dengan mencapai 106,73%. Peningkatan ini bersumber dari meningkatnya
penerimaan pendapatan pajak daerah, salah satunya berasal dari pajak kendaraan
bermotor. Penjualan kendaraan bermotor, khsususnya sepeda motor di Sumbar
terus meningkat seiring dengan tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Selain
itu, peningkatan tarif retribusi melalui penerbitan Perda Retribusi Jasa Umum
Daerah di beberapa daerah di Sumbar juga menjadi faktor realisasi penerimaan
pendapatan retribusi daerah yang mencapai hingga 128,98%.
Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sumbar 2011
Sumber:Biro Aministrasi Pembangunan Prov.Sumbar
Persentase Dana Perimbangan terhadap total pendapatan APBD secara
perlahan cenderung menurun. Dana Perimbangan berupa transfer dari
pemerintah berkontribusi 42,67% dari total pendapatan APBD. Total realisasi
dana perimbangan pada ABPD 2011 sebesar Rp931,88 miliar, sebagian merupakan
(rupiah)
Anggaran Realisasi %
2011 2011
Pendapatan 2,071,161,195,841 2,183,994,619,304 105.45
Pendapatan Asli Daerah 1,147,303,769,956 1,224,450,384,813 106.72
Pendapatan Pajak Daerah 933,800,000,000 983,465,481,647 105.32
Pendapatan Retribusi Daerah 32,331,466,136 41,701,484,580 128.98
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
80,602,797,176 80,453,318,003 99.81
Lain-lain PAD yang Sah 100,569,506,644 118,830,100,583 118.16
Pendapatan Transfer 916,476,378,503 950,532,271,627 103.72
Transfer Pemerintah Pusat Dana
Perimbangan896,761,428,503 931,882,621,627 103.92
Bagi Hasil Pajak 90,617,393,503 118,939,453,680 131.25
Bagi Hasil Sumber Daya Alam 1,609,290,000 7,084,049,058 440.20
Dana Alokasi Umum 763,801,445,000 764,680,895,000 100.12
Dana Alokasi Khusus 40,733,300,000 41,178,223,889 101.09
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 19,714,950,000 18,649,650,000 94.60Dana Otonomi Khusus - - -
Dana Penyesuaian 19,714,950,000 18,649,650,000 94.60
Lain-Lain Pendapatan yang Sah 7,381,047,382 9,011,962,864 122.10
Pendapatan Hibah 7,381,047,382 9,011,962,864 122.10
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
61
Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang
Dana Alokasi Umum (DAU) yang nilainya mencapai Rp764 miliar, atau 35% dari
total pendapatan APBD Sumbar. Persentase ini relatif menurun jika dibandingkan
tahun sebelumnya yang porsinya sebesar 38,8%. Proporsi DAU dalam pendapatan
daerah secara perlahan berkurang seiring dengan semakin meningkatnya upaya
Pemda Sumbar dalam meningkatkan PAD, terutama melalui peningkatan objek
pajak daerah ataupun merupakan implikasi dari pengalihan pajak pemerintah
pusat menjadi pajak pemerintah daerah, seperti halnya pada kasus BPHTB.
Tabel 4.2. Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumbar 2011
Sumber:Biro Aministrasi Pembangunan Prov.Sumbar
Belanja APBD mampu dipacu selama triwulan akhir 2011 sehingga
realisasinya dapat mencapai 89,67%. Realisasi belanja operasional pada APBD
2011 sebesar Rp1,14 triliun, atau 90,58% dari yang dianggarkan. Belanja
operasional mendominasi total belanja hingga 68,31%, termasuknya di dalamnya
belanja pegawai yang porsinya mencapai 34,24%. Sementara di sisi lain proporsi
belanja modal terhadap total belanja sebesar 31,53%, relatif lebih rendah
(rupiah)
Anggaran Realisasi %
2011 2011
Belanja 1,856,989,802,919 1,665,104,608,933 89.67
Belanja Operasi 1,255,623,355,159 1,137,404,007,321 90.58
Belanja Pegawai 619,228,362,410 570,201,145,821 92.08
Belanja Barang 496,831,834,564 440,340,498,780 88.63
Bunga - - -
Subsidi - - -
Hibah 44,217,000,000 40,604,038,535 91.83
Bantuan Sosial 95,346,158,185 86,258,324,185 90.47
Belanja Modal 594,235,929,725 525,014,116,890 88.35
Belanja Tanah 14,254,915,958 5,195,332,450 36.45
Belanja Peralatan dan Mesin 71,292,486,873 64,200,259,947 90.05
Belanja Gedung dan Bangunan 168,578,074,585 154,991,123,660 91.94
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 337,579,637,609 298,444,372,683 88.41
Belanja Aset Tetap Lainnya 2,530,814,700 2,183,028,150 86.26
Belanja Tidak Terduga 7,130,518,035 2,686,484,722 37.68
Transfer 471,275,270,582 467,761,183,532 99.25
Transfer Bagi Hasil ke Kab/Kota 471,275,270,582 467,761,183,532 99.25
Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota 402,995,187,630 402,995,187,630 100.00
Bagi Hasil Retribusi ke Kab/Kota
Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke
Kab/Kota 68,280,082,952 64,765,995,902 94.85
Jumlah Belanja dan Transfer 2,328,265,073,501 2,132,865,792,465 91.61
Surplus/Defisit (257,103,877,660) 51,128,826,839 -19.89
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang 62
dibandingkan belanja operasional. Total realisasi belanja modal APBD 2011
sebesar Rp525,01 miliar atau 88,35% dari anggaran. Realisasi belanja modal
sedikit mengalami kendala terutama pada realisasi belanja tanah yang hanya
mampu mencapai 36,45%. Upaya pengadaan tanah di Sumbar yang banyak
diwarnai dengan kepemilikan tanah ulayat diprakirakan menjadi salah satu
kendala kurang optimalnya belanja tanah oleh pemerintah daerah.
Realisasi APBD Sumbar pada 2011 diprakirakan mengalami surplus
mengingat realisasi penerimaan yang melebihi yang ditargetkan. Surplus
pada 2011 diprakirakan dapat mencapai Rp51,13 miliar, meskipun anggaran
sebelumnya memperkirakan akan terjadi defisit sebesar Rp257,1 miliar. Dengan
realisasi penerimaan pendapatan yang melebihi 100%, disertai realisasi belanja
berada di bawah 100%, dipastikan neraca akhir APBD Sumbar 2011 akan
mengalami surplus.
4.2. Keuangan Pemerintah Pusat di Daerah
Penerimaan pemerintah pusat di wilayah Sumbar terus meningkat seiring
dengan penerimaan dari kegiatan ekonomi yang semakin marak di
Sumbar. Pada triwulan IV-2011 total penerimaan pemerintah pusat di Sumbar
mencapai Rp7,36 triliun, atau meningkat sebesar 44,15% dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Maraknya kegiatan ekspor Sumbar khususnya komoditas
unggulan kelapa sawit dan karet, serta impor kebutuhan bahan baku produksi
maupun barang konsumsi mendorong peningkatan penerimaan pajak
perdagangan internasional dari tahun lalu sebesar Rp809,44 miliar menjadi Rp2,60
triliun, atau mengalami peningkatan hingga 221,31%. Selain itu, aktivitas
pertambangan batubara juga mendorong peningkatan penerimaan Sumber Daya
Alam (SDA) secara signifikan sebesar 352,83%, dari semula Rp13,23 miliar menjadi
Rp59,89 miliar.
63
Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang
Sumber : Kemenkeu RI, diolah Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik 4.1. Penerimaan Pajak APBN di Sumbar Grafik 4.2. Persentase Penerimaan Pajak APBN
di Sumbar
Persentase penerimaan pajak perdagangan internasional terhadap total
penerimaan pajak semakin meningkat terkait dengan penerapan
peraturan Menteri Keuangan mengenai Bea Keluar produk kelapa sawit.
Penerimaan pajak perdagangan internasional tahun sebelumnya baru sebesar
15,86% dari total penerimaan pajak, namun kemudian meningkat secara
signifikan menjadi 35,35%. Peningkatan dominan terutama bersumber dari
meningkatnya penerimaan Bea Keluar sebesar 226,12% dari tahun sebelumnya
hanya Rp786,31 miliar, kini menjadi Rp2,56 triliun. Kebijakan restrukturisasi tarif
bea keluar ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128 Nomor
128/PMK.011/2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar
dan Tarif Bea Keluar Crude Palm Oil (CPO) dan Produk Turunannya menjadi faktor
meningkatnya penerimaan Bea Keluar.
Kebijakan restrukturisasi tarif bea keluar produk kelapa sawit
dikeluarkan oleh pemerintah utamanya bertujuan untuk mendorong
hilirisasi dan stabilitas harga domestik. Restrukturisasi tarif yang ditetapkan
berupa perubahan batas bawah atau threshold menjadi US$750 per ton. Artinya,
eksportir akan dikenakan Bea Keluar sebesar 1.5% pada saat harga rata-rata CPO
di luar negeri sebesar US$751-US$800 per ton. Bea Keluar sendiri ditetapkan
maksimal 22,5% pada saat harga rata-rata di atas US$1.250 per ton. Sementara
Tandan Buah Segar (TBS) dikenakan tarif flat sebesar 40% dan Bungkil Kelapa
Sawit dikenakan tarif flat sebesar 20%. Kondisi kegiatan perkebunan kelapa sawit
di Sumbar, sebagian besar produksi kelapa sawit masih berupa minyak sawit
mentah (Crude Palm Oil). Hilirisasi produk kelapa sawit di Sumbar masih relatif
kurang berkembang dibandingkan daerah lain di Sumatera yang juga penghasil
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Mili
ar R
p
Mili
ar R
p
Total Pendapatan
Pajak Dalam Negeri
Pajak Perdagangan Internasional (aksis kanan)
89
.41
%
85
.18
%
88
.50
%
85
.49
%
71
.83
%
54
.47
%
0.99% 2.05% 0.40% 1.57%
15
.86
%
35
.35
%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Rasio Pajak Dalam Negeri thd Total Pendapatan
Rasio Pajak Perdagangan Internasional thd Total Pendapatan
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang 64
kelapa sawit, seperti di Sumatera Utara maupun Riau. Maka, dengan rata-rata
harga CPO di pasar internasional sepanjang 2011 sebesar USD1.073,63/metrik ton
dan masih banyaknya pelaku perkebunan kelapa sawit yang mengekspor produk
tersebut, terus mendorong terjadinya peningkatan penerimaan Bea Keluar.
Sumber : Kemenkeu RI, diolah Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik 4.3. Penerimaan Pajak Dalam Negeri
APBN di Sumbar Grafik 4.4. Persentase Penerimaan Pajak Dalam
Negeri APBN di Sumbar
Persentase Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap total penerimaan
pajak dalam negeri semakin membesar seiring kegiatan konsumsi
masyarakat yang terus meningkat. Persentase PPN terhadap total penerimaan
pajak dalam negeri meningkat dari 38,40% pada tahun sebelumnya menjadi
47,57%. Dalam periode yang sama terjadi peningkatan secara signifikan sebesar
35,4% dari semula Rp1,41 triliun menjadi Rp1,91 triliun. Tingkat inflasi yang relatif
stabil dibandingkan tahun lalu dan juga adanya penyesuaian Upah Minimum
Propinsi (UMP) mendukung semakin bergairahnya konsumsi masyarakat yang
kemudian berdampak pada peningkatan penerimaan PPN dari barang-barang
konsumsi. Peningkatan UMP sebesar 12,23% dari semula pada 2010 sebesar
Rp940.000 per bulan menjadi Rp1.055.000 per bulan juga menjadi salah satu
faktor peningkatan penerimaan pajak penghasilan sebesar 4,34% dari semula
Rp3,67 triliun menjadi Rp4,01 triliun.
Pemerintah pusat kini sepenuhnya tidak lagi menerima Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pada realisasi penerimaan APBN di
wilayah Sumbar di triwulan IV-2011 sudah tidak tercatat lagi penerimaan BPHTB
karena sudah diserahkan sepenuhnya ke pemerintah daerah. Pemerintah pusat
sebelumnya melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah mengeluarkan kebijakan untuk mengalihkan beberapa jenis
pajak yang sebelumnya merupakan pajak Pemerintah Pusat menjadi Pajak Daerah,
769
969
1,571
1,773
1,896 1,979
51
4
61
1
94
9 1,0
78
1,4
08
1,9
06
28
6
32
3
30
8
29
9
28
5
73
19
18
25
26
33
-25
29
35
37
44
49
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Miliar Rp
Pajak Penghasilan Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Bumi dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pendapatan Pajak Lainnya
50
.74
%
51
.89
%
54
.39
%
55
.19
%
51
.73
%
49
.38
%
33
.86
%
32.7
3%
32
.87
%
33
.54
%
38
.40
%
47
.57
%
18.89% 17.30%10.65% 9.30% 7.78%
1.83%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Pendapatan Pajak Lainnya
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Pertambahan
Nilai
Pajak Penghasilan
65
Bab IV : Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang
salah satunya BPHTB. Kewenangan pemungutan BPHTB oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota ini telah dilaksanakan secara efektif sejak 1 Januari 2011.
Kebijakan ini sendiri dikeluarkan untuk lebih mendorong tercapainya
kemandirian pengelolaan penerimaan daerah.
Sumber : Kemenkeu RI, diolah Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik 4.5. Belanja APBN di Sumbar Grafik 4.6. Persentase Belanja APBN di Sumbar
Sumber : Kemenkeu RI, diolah Sumber : Kemenkeu RI, diolah Grafik 4.7. Persentase Belanja Operasional APBN
di Sumbar Grafik 4.8. Belanja Operasional APBN di Sumbar
Peningkatan realisasi belanja modal berkontribusi pada lebih tingginya
realisasi belanja APBN di Sumbar dibandingkan tahun lalu. Persentase
belanja modal meski masih relatif kecil dibandingkan belanja operasional, namun
secara perlahan menunjukkan peningkatan proporsi dari 21,97% menjadi 28,41%
dari total belanja. Sebaliknya belanja operasional menurun dari 78,03% menjadi
71,59%. Realisasi belanja modal meningkat 42,03% dibandingkan tahun lalu dari
Rp1,35 triliun menjadi Rp1,91 triliun terkait dengan realisasi belanja untuk
pembangunan infrastruktur berupa jalan maupun irigasi di beberapa wilayah
Sumbar yang meningkat sebesar 54,30%. Selain itu, belanja modal peralatan dan
mesin juga mengalami peningkatan signifikan sebesar 169,33% dari Rp154,6
miliar menjadi Rp416,5 miliar. Peningkatan ini diprakirakan berasal dari realisasi
2,943
3,634
4,252
5,442
6,125
6,727
2,356
3,035 3,359
4,479 4,779 4,816
586 600 894 963
1,346
1,911
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Mili
ar
Rp Total Belanja
Belanja Operasional
Belanja Investasi
80.0
8%
83.5
0%
78.9
8%
82.3
1%
78.0
3%
71.5
9%
19.9
2%
16.5
0%
21.0
2%
17.6
9%
21.9
7%
28.4
1%
50%
55%
60%
65%
70%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Belanja Operasional Belanja Investasi
43
.73
%
43
.15
%
45
.82
%
37
.28
%
40
.39
%
45
.94
%
20
.51
%
19
.91
%
16
.97
%
22
.00
%
24
.66
%
27
.30
%
23
.23
%
21
.13
%
20
.68
%
25
.19
%
18
.87
%
11
.69
%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Belanja Pegawai Belanja Barang
Belanja Bantuan Sosial Belanja Lain-Lain
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
IV-2006 IV-2007 IV-2008 IV-2009 IV-2010 IV-2011
Mil
iar
Rp
Mil
iar
Rp Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Lain-Lain
Belanja Operasional
Bab IV :Perkembangan Keuangan Daerah
Bank Indonesia Padang 66
belanja untuk peremajaan dan pengadaan baru mesin maupun peralatan untuk
memenuhi kebutuhan satuan kerja pemerintah pusat yang berada di daerah.
Realisasi belanja operasional sebagian besar terserap untuk pemenuhan
belanja pegawai. Persentase belanja pegawai terhadap total belanja operasional
mencapai 45,94%. Dibandingkan tahun lalu realisasinya mengalami peningkatan
sebesar 14,61% dari Rp1,93 triliun menjadi Rp2,21 triliun. Penyesuaian gaji dan
tunjangan pada 2011 berkontribusi terhadap terjadinya peningkatan belanja
pegawai ini. Di sisi lain, pos belanja barang juga mengalami peningkatan sebesar
11,55%, sedangkan belanja sosial menurun 37,32% terkait dengan relatif tidak
begitu banyaknya kejadian bencana alam atau sosial dibandingkan tahun lalu.
67
Struktur Belanja Daerah di Kawasan Sumatera
dan Perannya dalam Mendorong Perekonomian
Total belanja daerah di APBD provinsi (termasuk
kabupaten/kota) memiliki kecenderungan terus mengalami
peningkatan. Pada 2011 total belanja APBD Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota se-Sumatera mencapai sekitar Rp125 triliun. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 10 tahun telah terjadi peningkatan
lebih dari Rp100 triliun jika dibandingkan total belanja pada 2001 yang baru
sekitar Rp23 triliun.
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Gambar Boks 4.1. Total Belanja Daerah APBD Pemerintah Provinisi dan Kab/Kota di Sumatera
Gambar Boks 4.2. Total Belanja Pegawai APBD Pemerintah Provinisi dan Kab/Kota di Sumatera
Belanja pegawai menjadi penggerak utama kenaikan belanja
daerah. Pangsa belanja pegawai terhadap total belanja APBD Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sumatera bervariasi pada kisaran 34-57%.
Berdasarkan pengamatan selama 10 tahun, terjadi peningkatan belanja
pegawai rata-rata mencapai 18% per tahun. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan terus menggelembungnya belanja pegawai antara lain adalah
terus meningkatnya jumlah pegawai, serta adanya wewenang masing-masing
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memberikan tunjangan bagi
peningkatan kesejahteraan untuk para pegawainya.
Peran stimulus APBD di Sumatera terhadap perekonomian
relatif terbatas. Beberapa indikator menunjukkan bahwa peran APBD
dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah justru mengalami penurunan.
Rasio belanja modal perkapita sebagai indikator penyediaan layanan publik
menunjukkan tren yang menurun di semua provinsi, termasuk Riau yang
memiliki sumber yang lebih melalui hasil minyak dan gas bumi dibandingkan
BO
KS
.4
68
provinsi lain. Selain itu, APBD juga memiliki kecenderungan relatif tidak
dapat mengejar kebutuhan perekonomian dimana rasio APBD terhadap PDRB
terus menurun di semua provinsi.
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Gambar Boks 4.3. Perkembangan Belanja Modal APBD Pemerintah Provinisi dan Kab/Kota di
Sumatera
Gambar Boks 4.4. Perkembangan Belanja Modal APBD Pemerintah Provinisi dan Kab/Kota di
Sumatera Per Kapita
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Gambar Boks 4.5. Rasio Belanja Modal APBD Pemerintah Provinisi dan Kab/Kota terhadap PDRB di Sumatera
Kemandirian fiskal belum terlihat. Selama satu dekade kebijakan
desentralisasi fiskal belum mampu menunjukkan adanya kemandirian fiskal.
Rasio PAD terhadap Total pendapatan masih stagnan di bawah 15% kecuali di
Kep.Riau dan Sumatera Utara. Bahkan Aceh memiliki rasio PAD terhadap total
pendapatannya hanya sekitar 5%. Ketergantungan daerah terhadap Dana
Alokasi Umum (DAU) dalam struktur pendapatan APBD-nya juga masih tinggi
dan relatif tidak banyak berubah dalam 5 tahun terakhir. Hanya Riau dan
Kepri yang memiliki pangsa DAU cukup rendah di bawah 30% dari total
pendapatan APBD. Sebagian besar daerah di kawasan Sumatera (Aceh,
Sumbar, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Babel) memiliki pangsa DAU
melampaui 50%.
69
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Sumber: Kementerian Keuangan RI
Gambar Boks 4.6. Rasio DAU terhadap Total Pendapatan APBD Pemerintah Provinisi dan
Kab/Kota terhadap PDRB di Sumatera
Gambar Boks 4.7. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan APBD Pemerintah Provinisi dan
Kab/Kota terhadap PDRB di Sumatera
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
2007
2008
2009
2010
2011
0
10
20
30
40
50
60
70
80%
2007
2008
2009
2010
2011
70
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab 2 : Keuangan Pemerintah Daerah
Bank Indonesia Padang 71
BAB V
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Nilai net inflow transaksi tunai di Sumatera Barat pada triwulan IV
semakin menurun seiring dengan banyaknya transaksi outflow pada dua
bulan terakhir di triwulan IV. Kebutuhan penggunaan transaksi tunai
menjelang akhir tahun meningkat dengan sejumlah realisasi konsumsi dan belanja
pemerintah, dan juga dengan tingginya konsumsi masyarakat terkait liburan akhir
tahun.
Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan mengalami
peningkatan seiring dengan akumulasi penggunaan uang tunai selama
setahun yang menurunkan kualitas uang. Kondisi ini merupakan gejala
siklikal seperti pada periode sebelumnya dan diperkirakan jumlahnya masih relatif
tinggi hingga triwulan I-2012. Di samping itu, temuan uang palsu juga relatif
meningkat seiring dengan tingginya penggunaan transaksi tunai pada akhir
tahun.
Transaksi non tunai menggunakan transkasi kliring relatif stabil. Transaksi
melalui kliring pada 55 kantor bank di Sumbar yang tercatat sebagai peserta
secara nominal relatif stabil. Sementara volume transaksi BI-RTGS mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang didorong oleh tingginya
transaksi dari Sumbar ke luar wilayah Sumbar.
Transaksi menggunakan fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
diperkirakan akan semakin mudah dengan jaringan interkoneksi yang
semakin luas. Dengan adanya interkoneksi Jaringan ATM dua bank besar antara
Bank Mandiri dan Bank Central Asia (BCA) diperkirakan akan semakin
memudahkan masyarakat baik secara umum maupun di Sumbar dalam
memanfaatkan jasa perbankan melalui ATM.
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang 72
5.1 Transaksi Tunai
Sumatera Barat meski masih mengalami net inflow pada triwulan IV
namun nilainya lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Net
inflow pada triwulan IV hanya sebesar Rp102 miliar, jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp1,59 triliun. Jumlah
transaksi inflow pada triwulan IV sebesar Rp1,67 triliun, menurun signifikan
51,68% dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika melihat perkembangan transaksi
bulanan, menurunnya jumlah net inflow disebabkan oleh perkembangan
transaksi tunai pada bulan November dan Desember yang mengalai net outflow
masing-masing sebesar Rp166,22 miliar dan Rp221,02 miliar. Net outflow
menunjukkan bahwa uang yang ditarik oleh perbankan Sumbar dari Bank
Indonesia Padang lebih tinggi dibandingkan yang disetorkan. Net outflow pada
kedua bulan tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan transaksi
tunai untuk memenuhi permintaan sejumlah realisasi konsumsi pemerintah
menjelang akhir tahun dan juga konsumsi masyarakat yang meningkat terkait
liburan akhir tahun.
Sumber : BI
Grafik 5.1. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow)
Sumber : BI
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk (inflow) dan Keluar (outflow) setiap bulan
Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi manajemen kas perbankan serta mengoptimalkan
pengolahan uang oleh perbankan. Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran
(SE) BI No.13/9/DPU tanggal 5 April 2011 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang
Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia yang mencabut SE BI No. 9/37/DPU
tanggal 27 Desember 2007. Dengan ketentuan tersebut, perbankan diberi
kelonggaran dalam hal penyetoran Uang Layak Edar (ULE) dan Uang Tidak Layak
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Tri
liu
n R
p
Inflow Outflow Net Inflow
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010 2011
Trili
un
Rp
Inflow Outflow Net Inflow
73
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
Edar (UTLE) ke Bank Indonesia. Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga kualitas
uang yang beredar di masyarakat semakin baik.
Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan meningkat
terkait dengan akumulasi penggunaan transaksi uang tunai selama
setahun yang menurunkan kualitas uang. UTLE yang dimaksudkan
merupakan uang lusuh, uang cacat, uang rusak maupun uang yang telah dicabut
serta ditarik dari peredaran. Jumlah UTLE pada triwulan IV mencapai Rp1,4 trilun,
jika dibandingkan triwulan sebelumnya meningkat signifikan hingga 267,7% dari
Rp381 miliar. Rasio UTLE terhadap jumlah transaksi inflow mencapai 84,15%, jauh
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,06%. Hal tersebut
merupakan kondisi siklikal mengingat penggunaan uang tunai selama setahun
semakin menurunkan kualitas uang dan terakumulasi di akhir tahun. Seperti pada
periode-periode sebelumnya, jumlah UTLE diprakirakan akan masih tinggi hingga
triwulan I-2012, dan mulai kembali mengalami penurunan pada triwulan II dan III.
Sumber : BI
Grafik 5.3. Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (PTTB)
Sumber : BI
Grafik 5.4. Jumlah Temuan Uang Palsu Menurut Pecahan Triwulan III-2011 di Sumatera Barat
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan transaksi tunai pada akhir
tahun diwarnai dengan semakin banyaknya temuan uang palsu. Pada
triwulan IV ditemukan uang palsu hingga 142 lembar, lebih tinggi dibandingkan
trwiulan sebelumnya yang ditemukan 83 lembar. Pecahan uang Rp100.000 dan
Rp50.000 dengan emisi penerbitan 1993-2005 menjadi media utama upaya
peredaran uang palsu di Sumbar. Dengan semakin banyaknya transaksi tunai
menjelang akhir tahun pada bulan November dan Desember probabilitas
ditemukan uang palsu menjadi semakin besar. Penemuan uang palsu di Bank
Indonesia Padang berasal baik dari masyarakat melalui penukaran uang di loket
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Tri
liu
n R
p
%
Rasio PTTB terhadap inflow PTTB (Sisi Kanan)
5
25
45
65
85
105
125
145
165
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Le
mb
ar
Juta
Rp
Nominal (sisi kiri) Lembar (sisi kanan)
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang 74
maupun berasal dari setoran bank melalui proses Hitung Ulang Manual (HUM)
dan Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK).
Bank Indonesia terus berupaya untuk menekan jumlah peredaran uang
palsu di masyarakat. Bank Indonesia terus melakukan kerjasama yang lebih
intensif baik dengan POLRI, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Koordinasi
Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) serta aparat penegak hukum lainnya
mengenai hasil temuan uang palsu. Selain itu, Bank Indonesia terus melakukan
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah ke berbagai level masyarakat
maupun kalangan perbankan dengan tujuan agar peredaran uang palsu dapat
semakin ditekan. Dengan dikeluarkan dan diedarkannya desain baru pecahan
Rp100.000; Rp50.000 dan Rp20.000 dengan menambahkan berbagai fitur
pengaman baru oleh Bank Indonesia diharapkan dapat semakin mempersulit
upaya pencetakan uang palsu.
5.2 Transaksi Kliring
Perkembangan transaksi non-tunai melalui kliring secara nominal relatif
stabil. Rata-rata harian perputaran kliring pada triwulan IV sebanyak 1.497
lembar, menurun sekitar 3,0% dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang
rata-rata per harinya sebanyak 1.543 lembar. Namun demikian jika melihat secara
nominal rata-rata harian perputaran kliring sepanjang triwulan III dan IV relatif
stabil dengan terjadi sedikit peningkatan dari Rp67,5 miliar menjadi Rp68,7 miliar.
Rata-rata harian perputaran kliring sebesar Rp45,9 juta/lembar, meningkat dari
sebelumnya Rp43,7 juta/lembar. Hingga triwulan IV tercatat 55 kantor bank di
Sumbar yang terdaftar sebagai peserta kliring dengan tesebar di Kota Padang,
Bukittinggi, Solok dan Payakumbuh.
Tabel 5.1 - Perputaran Kliring dan Cek/Bilyet Giro Kosong
Sumber : Bank Indonesia
I II III IV I II III IVPerputaran Kliring
Volume (ribu lembar) 86.6 90.4 88.9 92.2 95.8 96.6 92.6 95.8 3.5% 3.5%
Nominal (miliar Rp) 3,151.2 3,388.8 3,550.5 4,037.8 3,711.2 3,929.0 4,047.6 4,122.0 1.8% 1.8%
Penolakan Cek/BG Kosong
- Volume (lembar) 1,969.0 2,622.0 2,404.0 2,591.0 2,369.0 3,234.0 3,021.0 3,232.0 7.0% 7.0%
- Nominal (miliar Rp) 40.6 54.6 50.4 60.0 54.7 70.4 73.0 83.1 13.9% 38.5%
yoyKeterangan 2010
qtq2011
75
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
Rasio penolakan Cek/Bilyet Giro (BG) kosong relatif kecil dan terjadi
sedikit peningkatan. Presentase perbandingan penolakan Cek/BG kosong
dengan seluruh transaksi kliring di Sumbar relatif kecil dimana dari sisi volume
hanya sebesar 3,37%, sementara secara nominal sebesar 2,02%. Nilai tersebut
tidak jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya, dimana rasio penolakan Cek/BG
kosong tercatat masing-masing sebesar 3,26% (volume) dan 1,80% (nominal).
Setiap harinya, rata-rata jumlah cek/BG kosong yang ditolak sekitar 50 lembar
dengan nilai transaksi Rp1,22 miliar.
Sumber : BI Sumber : BI
Grafik 5.5. Rata-rata Harian Perputaran Kliring di KBI
Padang
Grafik 5.6. Rasio Cek/BG Kosong terhadap Transaksi Kliring
5.3 Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement)
Volume transaksi BI-RTGS
mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan IV-
2011 volume BI-RTGS di Sumbar
mencapai 42.139 transaksi,
meningkat 2,22% dibandingkan
triwulan sebelumnya sebanyak
41.222 transaksi. Total nilai
transaksi BI-RTGS selama triwulan
IV mencapai Rp20,12 triliun. Kegiatan ekonomi di luar wilayah Sumbar yang lebih
bergairah seperti di Riau, Kepulauan Riau maupun Sumatera Utara menjadi
pendorong meningkatnya transaksi volume BI-RTGS ke luar Sumbar. Sepanjang
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
-
10
20
30
40
50
60
70
80
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Ra
tus
Le
mb
ar
Mil
iar
Rp
Nominal Volume (sisi kanan)
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Volume (sisi kanan) Nominal
Sumber : BI
Grafik 5.7. Perkembangan Transaksi RTGS Propinsi Sumatera Barat
0
10
20
30
40
50
60
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011
Rib
u L
em
ba
r
Tri
liu
n R
p
Nominal Volume (sisi kanan)
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang 76
dua triwulan terakhir terjadi peningkatan volume transaksi ke luar Sumbar
sebesar 3,91% dari sebelumnya 16.210 transaksi menjadi 16.845 transaksi.
Transaksi BI-RTGS yang terbesar di Sumbar terdapat di kota Padang yang sampai
saat ini masih menjadi sentra kegiatan ekonomi utama dengan kontribusi
ekonomi terhadap total PDRB Sumbar hingga mencapai 28%.
Tabel 5.2 - Transaksi RTGS Provinsi Sumatera Barat
Sumber : Bank Indonesia
5.4. Transkasi Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
Interkoneksi Jaringan ATM dua bank besar antara Bank Mandiri dan Bank
Central Asia (BCA) diperkirakan akan semakin memudahkan masyarakat baik
secara umum maupun di Sumbar dalam memanfaatkan jasa perbankan
melalui ATM. Realisasi interkoneksi jaringan ATM ini merupakan hasil dari MoU
yang ditandatangani antara Bank Mandiri dan PT Rintis Sejahtera (ATM Prima)
mengenai kerjasama jaringan ATM pada 11 Oktober 2011 melalui mediasi Bank
Indonesia. Bank Mandiri bekerja sama dengan BCA mengkoneksikan ATM melalui
jaringan PRIMA untuk memudahkan masyarakat melakukan transaksi keuangan.
Melalui kerjasama ini, nasabah Bank Mandiri dapat bertransaksi tarik tunai, cek saldo
dan transfer antar bank melalui lebih dari 31.700 ATM yang terhubung melalui
jaringan ATM PRIMA, termasuk 8.578 jaringan ATM BCA yang telah terkoneksi
dengan jaringan Cirrus yang tersebar di seluruh dunia. Atau secara total penguatan
jaringan ATM Mandiri akan mencapai lebih dari 40 ribu ATM, baik yang terhubung
melalui Jaringan ATM PRIMA, Link, maupun ATM Bersama yang tersebar di seluruh
Indonesia. Sebaliknya nasabah BCA maupun bank peserta Jaringan ATM PRIMA
lainnya dapat melakukan transaksi serupa di 8.993 ATM Mandiri yang telah
I II III IV I II III IV
RTGS (Rp Miliar) 31,429.72 43,197.72 46,442.94 32,303.67 21,031.07 22,158.89 23,028.65 20,123.40 -12.62% -37.71%
Dari Sumbar
Ke Sumbar (f-t) 4,841.16 4,734.46 4,679.04 3,717.28 1,568.51 1,413 1,583.40 1,470.87 -7.11% -60.43%
Ke Luar Sumbar (f) 9,609.74 15,840.33 12,903.82 11,636.64 7,440.73 9,183 6,767.71 7,312.48 8.05% -37.16%
Ke Sumbar
Dari luar Sumbar (t) 16,978.82 22,622.93 28,860.08 16,949.75 12,021.83 11,562 14,677.54 11,340.05 -22.74% -33.10%
RTGS (volume) 37,288.0 38,212.0 37,174.0 50,305.0 38,512.0 38,777.0 41,222.0 42,139.0 2.22% -16.23%
Dari Sumbar
Ke Sumbar (f-t) 3,428 3,207 3,281 4,029 3,121 2,918 3,047.00 3,096 1.61% -23.16%
Ke Luar Sumbar (f) 14,812 14,379 16,055 19,498 16,290 16,125 16,210.00 16,845 3.92% -13.61%
Ke Sumbar
Dari luar Sumbar (t) 19,048 20,626 17,838 26,778 19,101 19,734 21,965.00 22,198 1.06% -17.10%
Keterangan2010 2011
yoy qtq
77
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang
terkoneksi ke lebih dari 21 ribu jaringan ATM Link, 30 ribu jaringan ATM Bersama dan
lebih dari 1,7 juta ATM Visa Internasional yang tersebar di seluruh dunia.
Tabel 5.2. Rekapitulasi Jaringan ATM Bank Umum di Sumatera Barat
(Data per Desember 2011)
Sumber: Bank Indonesia
1 PT. BPD Sumatera Barat 77
2 PT. BPD Sumatera Barat Unit Usaha Syariah 1
3 PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) 32
4 PT. Bank BRISyariah 1
5 PT. Bank Negara Indonesia (Persero) 85
6 PT. Bank BNI Syariah 2
7 PT. Bank Mandiri (Persero) 50
8 PT. Bank Syariah Mandiri 8
9 PT. Bank Tabungan Negara 10
10 PT. Bank Central Asia, Tbk 33
11 PT. Bank Internasional Indonesia 9
12 PT. Bank CIMB Niaga, Tbk 6
13 PT. Bank CIMB Niaga Syariah 1
14 PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional -
15 PT. Bank Bukopin 6
16 PT. Bank Syariah Bukopin 3
17 PT. Bank Danamon Indonesia 7
18 PT. Bank Danamon Unit Usaha Syariah 1
19 PT. Bank Permata 4
20 PT. Bank Mega, Tbk 4
21 PT. Bank Syariah Mega Indonesia -
22 PT. Bank Mestika Dharma 2
23 PT. Bank Muamalat Indonesia 8
24 PT. Bank Panin, Tbk 3
25 PT. Bank OCBC NISP, Tbk 2
26 PT. Bank Kesejahteraan Ekonomi 1
27 PT. Bank Sinarmas 1
28 PT. Bank Commonwealth 1
29 PT. Bank Pundi -
J U M L A H 358
ATMNo. Nama Bank
Bab V : Perkembangan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia Padang 78
Halaman ini sengaja dikosongkan
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Bank Indonesia Padang 79
BAB VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH
Terus berkembangnya ekonomi Sumbar turut berdampak pada
penyerapan tenaga kerja yang lebih baik di sektor formal, khususnya
sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan. Hal ini diindikasikan
juga dengan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yang semakin menurun,
di mana sebagian besar merupakan kegiatan sektor ekonomi informal.
Penyerapan sektor formal yang membaik mendorong peningkatan penduduk usia
produktif yang bekerja, disertai dengan jumlah pengangguran yang terus
menurun. Dengan semakin terbukanya peluangan pekerjaan di sektor formal,
kondisi diprakirakan berdampak pada semakin menurunnya penempatan jumlah
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Sumbar ke luar negeri.
Rata-rata pengeluaran penduduk per kapita/bulan di Sumbar mengalami
peningkatan, khususnya untuk pengeluaran makanan. Inflasi di Sumbar
yang sebagian besar disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok bahan
makanan menyebabkan pengeluaran penduduk meningkat menyesuaikan tingkat
harga pasar. Kondisi ini berdampak pada bergerak naiknya garis kemiskinan baik
di daerah perkotaan maupun perdesaan.
Namun demikian, meski garis kemiskinan mengalami peningkatan,
persentase jumlah penduduk miskin di Sumbar tetap mampu mengalami
penurunan dengan adanya perbaikan daya beli melalui penyesuaian Upah
Minimum Propinisi (UMP) yang kenaikannya lebih besar dibandingkan inflasi
tahunan. Dengan demikian tingkat pendapatan penduduk secara riil tetap
mengalami peningkatan.
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang 80
6.1. Ketenagakerjaan Daerah
Jumlah penduduk usia produktif yang bekerja di Sumbar mengalami
peningkatan. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di Sumbar pada
periode terakhir 2011 tercatat 2.070.725 orang, meningkat 1,4% dibandingkan
tahun lalu. Peningkatan ini jauh lebih lambat dibandingkan daerah tetangga
seperti Riau yang mampu mengalami peningkatan jumlah penduduk usia
produktif yang bekerja hingga 11,7% (yoy), dengan total pada 2001 mencapai
2.424.180 orang. Lambatnya peningkatan penduduk usia produktif yang bekerja
seiring dengan laju pertumbuhan penduduk di Sumbar yang hanya 1,34% per
tahun, sedangkan Riau 3,58% per tahun. Selain itu, perkembangan daerah-daerah
lain dan khususnya di sekitar Sumbar diprakirakan menjadi daya tarik bagi
sebagian penduduk usia produktif bermigrasi ke daerah-daerah tersebut.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera
Sumber: Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, BPS
Sejalan dengan ekonomi Sumbar yang terus tumbuh, tingkat
pengangguran di Sumbar terus menurun. Sepanjang Februari-Agustus 2011
jumlah penduduk yang menganggur mengalami penurunan dari 162,5 ribu orang
menjadi 142,8 ribu orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari
7,14% menjadi 6,45%. TPT Sumbar masih lebih baik dibandingkan angka nasional
pada periode terakhir di 2011 menunjukkan 6,56%. Sebagian besar penduduk
bekerja Sumbar sebagian besar terserap pada lapangan pekerjaan di sektor
pertanian sebesar 39,31%, disusul sektor perdagangan 21,32%, serta sektor jasa-
81
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang
jasa 16,78%. Daya serap di sektor industri relatif rendah, yaitu sebesar 7,40%.
Tidak begitu maraknya kegiatan industri di Sumbar, terbesar hanya industri
Semen dan pengolahan kelapa sawit, menjadi penyebab paling rendahnya sektor
ini dalam penyerapan tenaga kerja.
Tabel 6.1. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera
Sumber: Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, BPS dan Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, BPS
Terus berkembangnya ekonomi Sumbar mendorong semakin banyaknya
peluang lapangan kerja di sektor formal yang mampu menyerap lebih
banyak tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja sektor formal terus meningkat
dari 624 ribu orang pada 2010, menjadi 736 ribu orang pada 2011. Sedangkan
penyerapan sektor informal mengalami penurunan 1,41 juta orang menjadi 1,32
juta orang. Peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor formal terutama
bersumber dari peningkatan penyerapan di sektor perdagangan dari 19,90%
menjadi 21,33%, serta di sektor industri meningkat dari 6,78% menjadi 7,39%.
Peningkatan kapasitas produksi sektor-sektor tersebut menjadi faktor penyebab
terjadinya peningkatan tenaga kerja di sektor formal. Penurunan tenaga kerja di
sektor informal juga terlihat pada penurunan sektor pertanian dalam menyerap
tenaga kerja dari 44,10% menjadi 39,30%.
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang 82
Sumber : BPS Sumber : BPS Grafik 6.1. Penduduk Bekerja Menurut Status
Pekerjaan : Formal dan Informal Grafik 6.2. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama Agustus 2011
Peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor formal diprakirakan
berkontribusi terhadap penurunan jumlah pengiriman Tenaga Kerja
Indonesia dari Sumbar ke luar negeri. Berdasarkan data penempatan tenaga
kerja ke luar negeri dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumbar,
jumlah TKI asal Sumbar yang dikirim ke luar negeri pada 2010 berjumlah 1.197
orang, atau mengalami penurunan sebesar 40,4% dibandingkan tahun lalu yang
mencapai 2.010 orang. TKI asal Sumbar 85% didominasi oleh tenaga kerja wanita,
dan seluruhnya dikirim untuk bekerja di Malaysia.
Sumber: Disnakertrans Sumbar
Sumber: Disnakertrans Sumbar
Grafik 6.3. Pengiriman TKI Asal Sumbar ke Luar Negeri
Grafik 6.4. TKI Asal Sumbar Menurut Jenis Kelamin
508
624736
1,4871,414
1,332
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Agustus 2009 Agustus 2010 Agustus 2011
ribu
Formal
Informal
Berusaha sendiri
22%
Berusaha dibantu buruh
tidak tetap
17%
Berusaha dibantu buruh
tetap
5%
Buruh / karyawan
30%
Pekerja bebas di pertanian
6%
Pekerja bebas di non
pertanian
5%
Pekerja tak dibayar
15%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Ora
ng
Total TKI g-TKI (RHS)
152 134 248 272 97 143 181
3,068 2,990 2,827 1,817 1,156 1,867 1,016
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pria Wanita
83
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang
6.2. Kesejahteraan
Rata-rata pengeluaran penduduk di Sumbar sepanjang 2010-2011 secara
umum meningkat sebesar 20,4% (yoy). Rata-rata pengeluaran penduduk
Sumbar pada 2010 sebesar Rp531.874 per kapita/bulan, kemudian meningkat
menjadi Rp640.348 per kapita/bulan, sementara rata-rata pengeluaran penduduk
untuk memenuhi kebutuhan makanan meningkat 18,5% (yoy) dari Rp302.475 per
kapita/bulan menjadi Rp358.338 per kapita/bulan. Inflasi tahunan Sumbar yang
sebesar 5,37% (yoy) turut menjadi penyumbang meningkatnya pengeluaran
masyarakat dengan menyesuaikan tingkat harga di pasar. Lebih khusus lagi,
meningkatnya rata-rata pengeluaran penduduk untuk memenuhi konsumsi
makanan sejalan dengan inflasi Sumbar yang sebagian besar dipicu oleh kenaikan
harga di kelompok bahan makanan.
Tabel 6.2. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera
(rupiah)
Sumber: Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi, BPS Catatan: 1) Data tahun 2011 berdasarkan hasil dari Susenas 2011 triwulan I
Peningkatan pengeluaran turut memicu garis kemiskinan di daerah
perkotaan maupun perdesaan di Sumbar mengalami peningkatan.
Sepanjang 2010 dan 2011 terjadi peningkatan garis kemiskinan daerah perkotaan
dari Rp262.173 per kapita/bulan menjadi Rp293.018 per kapita/bulan, atau
meningkat 11,8%. Sementara garis kemiskinan di daerah perdesaan mengalami
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang 84
peningkatan dari Rp214.458 per kapita/bulan menjadi Rp2441.924 per
kapita/bulan, meningkat 12,8%
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Daerah Perkotaan di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera
(rupiah/kapita/bulan)
Sumber: Diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) panel modul konsumsi, BPS
Tabel 6.4. Garis Kemiskinan di Daerah Perdesaan di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di
Sumatera (rupiah/kapita/bulan)
Sumber: Diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) panel modul konsumsi, BPS
.
Persentase penduduk miskin dapat ditekan dengan adanya peningkatan
Upah Minimum Propinsi (UMP). Persentase penduduk miskin terhadap total
85
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang
penduduk di Sumbar sepanjang 2010 dan 2011 mengalami penurunan dari 9,50%
menjadi 9,04%. Daerah dengan tingkat kemisikinan tertinggi di Sumbar terjadi di
Kab. Kepulauan Mentawai (19,77%), sedangkan tingkat kemiskinan terendah
berada di Kota Sawahlunto (2,48%). Meskipun terjadi peningkatan garis
kemiskinan, sebagian penduduk yang sebelumnya masuk dalam kategori
mendekati miskin (near-poor) dapat tertahan untuk tidak masuk dalam kategori
miskin (poor) terkait dengan adanya penyesuaian UMP.
Tabel 6.5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera*
Sumber: Diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) panel modul konsumsi, BPS dan Laporan Bulanan Data
Sosial Ekonomi, BPS
Catatan: *) Maret 2011
Upah Minimum Provinsi (UMP) di Sumbar mengalami peningkatan
sebesar 12,23%. Semula pada 2010 UMP Sumbar sebesar Rp940.000 per bulan,
kemudian disesuaikan menjadi Rp1.055.000 per bulan. Peningkatan UMP ini lebih
tinggi dibandingkan tingkat inflasi tahunan 2011 sebesar 5,37% (yoy). Dengan
lebih tingginya peningkatan UMP dibandingkan inflasi, maka di Sumbar terjadi
peningkatan upah riil sebesar 6,86% dalam setahun. Persentase peningkatan UMP
ini juga lebih tinggi dibandingkan peningkatan garis kemiskinan di perkotaan
sebesar 11,77%, dan sedikit lebih rendah dibandingkan peningkatan garis
kemisikinan perdesaan sebesar 12,81%.
Bab VI : Perkembangan Ketenagakerjaan & Kesejahteraan Daerah
Bank Indonesia Padang 86
Tabel 6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) per Bulan (rupiah) di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, RI
Tabel 6.7. Kabupaten/Kota dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin Tertinggi
dan Terendah di Sumatera Barat Dibandingkan Daerah Lain di Sumatera
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Juli 2010, BPS
87
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang
BAB VII PERKIRAAN EKONOMI DAN INFLASI
DAERAH
7.1. Perkiraan Ekonomi
Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I-2012 diprakirakan tumbuh
moderat dengan kecenderungan meningkat dibandingkan triwulan IV-
2011. Pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan I-2012 diprakirakan berada
pada kisaran 5,2-5,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 4,52% (yoy).
Dari sisi permintaan konsumsi rumah tangga tumbuh moderat seiring
dengan tingkat inflasi yang diprakirakan masih terkendali. Meskipun ada
sedikit potensi peningkatan kenaikan harga kelompok bahan makanan, namun
diprakirakan daya beli masyarakat relatif tetap terjaga. Konsumsi pemerintah di
triwulan I-2011 diprakirakan masih terbatas seperti kecenderungan pada periode-
periode sebelumnya di mana realisasi belanja pemerintah minimal di awal tahun.
Sumber: Bank Indonesia, Survei Konsumen
Sumber: US Dept of Agriculture
Grafik 7.1. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan Yang Akan Datang Dibandingkan Saat Ini
Grafik 7.2. Proyeksi Harga dan Konsumsi CPO Dunia
Ekspor masih dapat tumbuh meskipun menghadapi gejala harga
komoditas utama karet dan CPO di pasar internasional yang cenderung
menurun. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memproyeksikan
konsumsi minyak sawit mentah (CPO) dunia pada 2012 hanya akan tumbuh
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli
Aug Se
p
Okt
Nov Des Jan
Feb
Mar
Apr
May Jun Jul
Aug Se
p
Oct
Nov
Dec
2010 2011
Inde
ks
Indeks Ketersediaan Ketersediaan Lap. Kerja
Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Kegiatan Usaha
Batas Positif (100)
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012*
MT
USD
/MT
Harga CPO Dunia
Konsumsi CPO Dunia
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang 88
sebesar 5,70% (yoy), melambat dibandingkan 2011 yang mencapai 9,08% (yoy).
Melemahnya permintaan akibat dampak penyelesaian krisis ekonomi di Eropa
yang masih diliputi ketidakpastian diprakirakan akan turut berdampak
melambatnya pertumbuhan produksi CPO dunia yang diprakirakan hanya,56%
(yoy) sepanjang 2012. Selain itu, harga CPO diprakirakan akan berada pada
kisaran USD850 900 per metrik ton. Insentif bagi eksportir masih relatif tinggi
terutama yang menggunakan kontrak ekspor jangka panjang dengan fasilitas
lindung nilai (hedging).
Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Sektor Ekonomi Utama Sumatera Barat
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi penawaran, sektor pertanian diprakirakan tumbuh melambat
seiring dengan potensi masih terjadinya curah hujan tinggi di kawasan
Sumatera. Berdasarkan prediksi BMKG hampir seluruh daerah di kawasan
Sumatera mengalami curah hujan tinggi, bahkan di beberapa daerah utara
Sumatera diprediksi mengalami curah hujan sangat tinggi hingga bulan Maret
2012. Dengan kondisi tersebut, panen produk pertanian khususnya tanaman
pangan sesuai informasi Bulog Divre Sumbar yang akan berlangsung pada bulan
Februari-Maret diprakirakan mengalami sedikit gangguan.
Sumber: BMKG
Grafik 7.3. Prakiraan Curah Hujan Maret 2012
2012*
I IV I
Pertanian 3.38% 3.94% 3.52% 3.2 - 3.4% 4.4 - 4.8%
Industri Pengolahan 7.42% 1.68% 4.65% 2.9 - 3.1% 5.4 - 5.9%
Perdagangan, Hotel & Restoran 11.85% 3.64% 6.89% 4.8 - 5.1% 7.7 - 8.2%
PDRB 8.17% 4.52% 6.22% 5.2 - 5.4% 5.8 - 6.3%
2012*2011
2011
89
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang
Pertumbuhan sektor industri pengolahan diprakirakan relatif membaik
terkait masih kuatnya tingkat konsumsi domestik. Peningkatan
pertumbuhan diprakirakan bersumber dari subsektor industri makanan, minuman
dan tembakau di mana hasil produksinya sangat mudah diserap di pasar domestik.
Subsektor industri semen dan barang galian diprakirakan tumbuh moderat
mengingat pasokan kebutuhan semen masih relatif tinggi untuk kawasan
Sumatera terkait banyaknya pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara
maupun Riau.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran diprakirakan tumbuh relatif
meningkat didorong oleh semakin maraknya perdagangan antar daerah
di Sumatera. Potensi curah hujan tinggi yang memungkinkan produksi pertanian
berada di bawah ekspektasi akan turut memicu bergeraknya subsektor
perdagangan. Jika pasokan berada di bawah kondisi normal, maka perdagangan
dan distribusi bahan pangan akan semakin ramai, dari daerah yang surplus
mengali ke daerah yang defisit pasokan.
7.2. Perkiraan Inflasi
Tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada triwulan I-2012. Tekanan
inflasi terutama bersumber dari sisi penawaran, terkait dengan pasokan bahan
pangan yang diperkirakan cenderung menurun akibat pengaruh kondisi cuaca.
Tekanan inflasi dari sisi eksternal pun diperkirakan masih cukup tinggi, mengingat
kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Demikian pula tekanan
inflasi dari sisi administered berpotensi meningkatkan inflasi, antara lain terkait
dengan kebijakan kenaikan cukai rokok sebesar rata-rata 16% di bulan Januari
2012. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan diperkirakan relatif
cukup stabil.
Faktor kondisi cuaca akan mempengaruhi inflasi volatile food. Tingkat
curah hujan yang cukup tinggi di hampir seluruh wilayah Indonesia berpotensi
menyebabkan terganggunya produksi dan distribusi pasokan bahan makanan
baik dari daerah penghasil. Survei Pemantauan Harga oleh Bank Indonesia Padang
menunjukkan adanya kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan di
bulan Januari 2012, terutama untuk komoditas cabe merah, daging ayam ras dan
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang 90
daging sapi. Sementara harga beras masih cukup stabil. Berdasarkan informasi
Bulog Divisi Regional Sumbar, diperkirakan pada bulan Februari hingga Maret
2012 beberapa kota/kabupaten di Sumbar akan memasuki musim panen sehingga
ketersedian beras akan aman.
Sumber: SPH KBI Padang
Grafik 7.4. Perkembangan Komoditas Volatile Food di Kota Padang
Sumber: BPS dan Estimasi Bank Indonesia Grafik 7.5. Proyeksi Inflasi Sumbar
Ekspektasi inflasi konsumen meningkat. Kondisi ini antara lain terkait dengan
rencana pencabutan subsidi BBM yang akan diterapkan mulai bulan April 2012
maupun rencana konversi BBM ke BBG (bahan bakar gas) dan opsi kenaikan
harga BBM bersubsidi dan. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia
mengindikasikan ekspektasi konsumen akan kenaikan harga. Indeks ekspektasi
harga 3 bulan yang akan datang tercatat mengalami kenaikan sebesar 14,50 poin
yakni dari 153,5 menjadi 168,0. Kenaikan inflasi terutama dipengaruhi oleh
menurunnya ketersediaan barang/jasa dan ketidakpastian kebijakan pemerintah
terkait dengan BBM bersubsidi. Kenaikan harga tertinggi diperkirakan terjadi
pada kelompok bahan makanan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa kenaikan
tekanan harga akan terjadi pada 6 bulan mendatang.
Bawang Merah
Ayam ras potong
Daging Sapi
58.000
60.000
62.000
64.000
66.000
68.000
70.000
72.000
74.000
76.000
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
M I
M II
M III
M IV
M V
M I
M II
M III
M IV
M I
M II
M III
M IV
M V
M I
M II
M III
M IV
M I
M II
M III
M IV
M I
M II
M III
M IV
M V
M I
M II
M III
M IV
M I
M II
M III
M IV
M V
MI
M II
M III
M IV
M I
M II
M III
M IV
M I
M II
M III
M IV
M V
Maret 2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agt 2011 Sept 2011 Okt 2011 Nov 2011 Des 2011 Jan 2012
Rp/kgRp/kg
Cabe Merah
Beras Solok
0,00
5,00
10,00
15,00
Tw.I
Tw II
Tw II
I*
Tw IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw.I
Tw II
Tw II
I
Tw IV
Tw.I
2008 2009 2010 2011 2012
Infl
asi
ta
hu
na
n (
yoy
-%
)
*Mulai menggunakan tahun dasar 2007
91
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Padang
Grafik 7.6 Ekspektasi Harga 3 bulan ke Depan
Pada akhir triwulan I-2012, inflasi kota Padang diperkirakan berada pada
kisaran 5,54%±1%(yoy). Keberadaan Tim Pengelolaan Inflasi Daerah (TPID)
Sumatera Barat diharapkan dapat menahan pergerakan laju inflasi di kota
padang, dengan melakukan berbagai upaya koordinasi.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
0
25
50
75
100
125
150
175
200
225
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2010 2011 2012
Inflasi (%)Indeks
Inflasi Kota Padang (year-to-date, %) Indeks Ekspektasi Harga 3 bln mendatang
Indeks Ekspektasi Harga 6 bln mendatang
Bab VII: Perkiraan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Bank Indonesia Padang 92
Halaman ini sengaja dikosongkan
Lampiran
III IV Jumlah I II III IV* Jumlah
1. PERTANIAN 5,241,117.04 5,514,959.62 20,792,321.90 5,661,266.92 5,684,666.54 5,934,208.57 5,963,650.34 23,243,792.37
a. Tanaman Bahan Makanan 2,727,688.21 2,883,881.95 10,859,709.93 2,976,579.79 2,985,462.26 3,124,908.95 3,104,973.76 12,191,924.76
b. Tanaman Perkebunan 1,144,174.21 1,199,145.22 4,519,449.90 1,224,220.13 1,228,982.00 1,283,508.81 1,303,766.33 5,040,477.27
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 435,341.48 456,309.26 1,718,459.63 466,611.08 468,312.36 494,235.43 508,875.48 1,938,034.35
d. Kehutanan 314,699.73 325,347.80 1,244,841.30 330,804.57 332,379.08 338,483.18 343,009.93 1,344,676.76
e. Perikanan 619,213.40 650,275.37 2,449,861.14 663,051.35 669,530.84 693,072.20 703,024.84 2,728,679.22
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 696,635.01 716,243.35 2,763,856.08 720,895.22 725,738.34 747,100.84 753,853.20 2,947,587.59
a. Minyak dan Gas Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Pertambangan tanpa Migas 86,608.52 87,833.21 344,053.97 88,056.05 88,546.05 90,723.73 91,665.65 358,991.47
c. Penggalian 610,026.49 628,410.13 2,419,802.11 632,839.17 637,192.28 656,377.11 662,187.55 2,588,596.12
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2,593,937.47 2,733,642.12 10,197,209.32 2,760,476.29 2,772,647.76 2,850,986.50 2,881,261.30 11,265,371.85
a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1. Pengilangan Minyak Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2. Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Industri Tanpa Migas **) 2,593,937.47 2,733,642.12 10,197,209.32 2,760,476.29 2,772,647.76 2,850,986.50 2,881,261.30 11,265,371.85
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 701,097.62 760,149.93 2,734,801.09 768,201.91 772,316.58 788,344.19 783,528.95 3,112,391.63
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 1,046,835.17 1,109,910.58 4,107,331.61 1,126,660.69 1,132,334.11 1,168,236.36 1,196,393.10 4,623,624.27
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 83,230.59 85,511.92 329,369.40 86,275.68 86,611.80 86,854.83 87,026.18 346,768.49
4. Kertas dan Barang Cetakan 6,033.49 6,167.75 23,933.45 6,220.85 6,237.01 6,264.85 6,264.30 24,987.00
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 139,561.85 140,389.57 556,243.09 141,026.61 141,372.65 143,318.88 142,418.88 568,137.02
6. Semen & Brg. Galian bukan logam 571,410.55 585,399.46 2,264,085.13 585,909.79 587,436.16 611,000.96 618,494.49 2,402,841.39
7. Logam Dasar Besi & Baja 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 45,016.25 45,354.18 178,460.68 45,419.93 45,576.73 46,187.19 46,351.83 183,535.68
9. Barang lainnya 751.94 758.73 2,984.86 760.83 762.72 779.24 783.58 3,086.37
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 234,029.11 237,984.92 924,623.75 239,185.09 239,805.70 242,821.65 243,937.29 965,749.73
a. Listrik 212,924.28 216,528.30 841,217.13 217,572.81 218,105.09 220,678.74 221,520.39 877,877.04
b. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
c. Air Bersih 21,104.83 21,456.62 83,406.62 21,612.28 21,700.60 22,142.91 22,416.90 87,872.70
5. BANGUNAN 1,427,673.22 1,539,045.24 5,498,725.09 1,591,740.95 1,601,207.88 1,645,106.59 1,690,717.80 6,528,773.24
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 3,991,483.33 4,273,479.37 15,474,820.99 4,327,154.61 4,348,462.62 4,547,093.70 4,613,940.32 17,836,651.25
a. Perdagangan Besar & Eceran 3,863,023.02 4,135,354.15 14,974,362.58 4,187,180.52 4,207,655.87 4,400,197.97 4,464,823.26 17,259,857.62
b. Hotel 35,644.22 38,529.45 137,871.13 39,090.25 39,463.28 41,160.59 41,562.03 161,276.14
c. Restoran 92,816.09 99,595.77 362,587.28 100,883.84 101,343.47 105,735.14 107,555.03 415,517.49
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 3,408,312.55 3,653,761.07 13,439,310.29 3,721,194.61 3,789,335.49 3,969,220.86 4,033,547.12 15,513,298.07
a. Pengangkutan 2,804,147.21 2,996,344.24 11,050,824.73 3,054,540.91 3,115,971.90 3,282,592.28 3,334,318.54 12,787,423.62
1. Angkutan Rel 14,750.24 15,057.16 58,169.24 15,221.21 15,336.81 15,451.72 15,477.48 61,487.22
2. Angkutan Jalan Raya 1,979,889.13 2,131,829.62 7,817,973.53 2,178,018.58 2,229,102.50 2,346,783.52 2,375,830.47 9,129,735.07
3. Angkutan Laut 156,330.31 157,343.89 622,599.37 159,058.72 159,579.27 162,910.50 164,392.65 645,941.14
4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 71,541.82 72,823.69 281,850.63 73,316.00 73,504.29 73,973.44 74,436.67 295,230.40
5. Angkutan Udara 345,897.06 377,251.61 1,347,794.96 382,072.91 390,854.56 422,974.49 437,584.49 1,633,486.46
6. Jasa Penunjang Angkutan 235,738.66 242,038.28 922,437.00 246,853.49 247,594.48 260,498.61 266,596.76 1,021,543.34
b. Komunikasi 604,165.34 657,416.83 2,388,485.56 666,653.71 673,363.59 686,628.58 699,228.58 2,725,874.45
1. Pos dan Telekomunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2. Jasa Penunjang Komunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 1,057,089.43 1,079,262.53 4,145,204.69 1,094,404.96 1,101,515.30 1,130,926.88 1,155,945.39 4,482,792.53
a. Bank 332,066.58 341,585.24 1,299,458.91 345,275.57 347,209.23 358,442.55 367,931.66 1,418,859.02
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 264,018.74 269,039.45 1,029,253.29 272,249.40 274,668.24 282,428.07 289,946.87 1,119,292.57
c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
d. Sewa Bangunan 432,278.11 439,588.04 1,703,364.35 447,482.17 450,074.77 459,986.08 467,338.78 1,824,881.79
e. Jasa Perusahaan 28,725.99 29,049.79 113,128.13 29,397.82 29,563.05 30,070.18 30,728.09 119,759.14
9. JASA-JASA 3,546,229.78 3,788,771.51 13,985,181.93 3,862,998.80 3,951,623.50 4,107,894.85 4,210,735.62 16,133,252.77
a. Pemerintahan Umum 2,450,906.23 2,632,737.88 9,693,594.56 2,689,946.43 2,758,853.23 2,861,331.64 2,947,490.23 11,257,621.53
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 1,543,470.52 1,662,267.28 6,099,703.01 1,699,170.70 1,742,764.41 1,803,692.42 1,849,791.13 7,095,418.66
2. Jasa Pemerintah lainnya 907,435.71 970,470.60 3,593,891.54 990,775.73 1,016,088.82 1,057,639.22 1,097,699.10 4,162,202.87
b. Swasta 1,095,323.54 1,156,033.63 4,291,587.38 1,173,052.37 1,192,770.27 1,246,563.21 1,263,245.39 4,875,631.24
1. Sosial Kemasyarakatan 444,264.71 468,457.11 1,741,165.44 474,625.76 482,620.96 504,894.71 510,659.91 1,972,801.35
2. Hiburan & Rekreasi 101,987.12 108,154.29 398,904.77 110,009.04 111,787.54 117,256.18 119,842.42 458,895.19
3. Perorangan & Rumahtangga 549,071.72 579,422.24 2,151,517.17 588,417.56 598,361.77 624,412.31 632,743.06 2,443,934.70
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 22,196,506.94 23,537,149.72 87,221,254.05 23,979,317.44 24,215,003.13 25,175,360.44 25,547,588.38 98,917,269.39
Sumber : BPS Provinsi Sumbar
Catatan :
* angka sementara
2010LAPANGAN USAHA
2011
LAMPIRAN 1
PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU PROVINSI SUMBAR
TRIWULANAN TAHUN 2010-2011
III IV Jumlah I II III IV* Jumlah
1. PERTANIAN 2,291,073.98 2,294,409.31 9,094,245.77 2,321,671.03 2,325,830.04 2,382,366.80 2,384,778.51 9,414,646.38
a. Tanaman Bahan Makanan 1,141,994.34 1,142,770.89 4,544,386.56 1,168,274.90 1,169,135.77 1,199,366.59 1,187,070.04 4,723,847.30
b. Tanaman Perkebunan 582,021.87 582,859.99 2,302,820.11 583,928.02 585,581.94 598,952.18 606,869.68 2,375,331.82
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 184,530.49 185,012.19 731,310.22 185,241.17 185,655.68 191,826.42 195,320.03 758,043.30
d. Kehutanan 126,939.19 127,564.59 502,124.78 127,707.86 128,106.70 128,891.11 129,113.07 513,818.73
e. Perikanan 255,588.09 256,201.65 1,013,604.10 256,519.09 257,349.95 263,330.51 266,405.68 1,043,605.23
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 303,327.75 307,290.59 1,203,809.02 308,567.64 310,492.43 315,483.37 317,720.78 1,252,264.21
a. Minyak dan Gas Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Pertambangan tanpa Migas 54,096.40 54,728.36 215,143.65 54,867.21 55,155.46 55,172.44 55,217.15 220,412.26
c. Penggalian 249,231.34 252,562.23 988,665.36 253,700.43 255,336.96 260,310.93 262,503.63 1,031,851.95
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1,216,984.49 1,241,732.73 4,787,847.71 1,242,012.73 1,245,206.68 1,260,782.58 1,262,654.27 5,010,656.26
a. Industri Migas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1. Pengilangan Minyak Bumi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2. Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
b. Industri Tanpa Migas **) 1,216,984.49 1,241,732.73 4,787,847.71 1,242,012.73 1,245,206.68 1,260,782.58 1,262,654.27 5,010,656.26
1. Makanan, Minuman dan Tembakau 345,273.57 357,081.55 1,344,484.30 356,239.87 356,644.46 359,965.72 357,001.14 1,429,851.19
2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 474,763.67 484,194.47 1,862,779.00 485,978.90 488,101.91 493,043.30 499,315.96 1,966,440.07
3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 37,320.97 37,400.93 147,742.94 37,449.94 37,529.74 37,573.58 37,586.21 150,139.46
4. Kertas dan Barang Cetakan 3,729.91 3,765.29 14,853.38 3,774.16 3,782.60 3,794.79 3,789.77 15,141.32
5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 80,102.84 80,204.80 319,850.04 80,402.57 80,583.20 80,707.83 78,881.94 320,575.55
6. Semen & Brg. Galian bukan logam 251,118.32 254,350.37 999,623.56 253,428.82 253,774.07 260,800.42 261,146.19 1,029,149.50
7. Logam Dasar Besi & Baja 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 24,283.10 24,340.95 96,951.24 24,344.00 24,395.74 24,498.77 24,533.61 97,772.12
9. Barang lainnya 392.11 394.38 1,563.25 394.47 394.95 398.17 399.45 1,587.04
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 111,695.38 113,560.45 441,350.12 114,110.17 114,392.86 114,900.21 115,024.81 458,428.05
a. Listrik 100,778.05 102,463.36 398,199.50 102,937.04 103,178.55 103,608.64 103,730.57 413,454.80
b. Gas 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
c. Air Bersih 10,917.34 11,097.09 43,150.63 11,173.13 11,214.30 11,291.57 11,294.24 44,973.25
5. BANGUNAN 534,309.55 552,603.64 2,072,420.52 556,293.95 558,890.62 569,019.50 577,340.74 2,261,544.81
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 1,788,462.97 1,823,747.93 6,940,990.93 1,827,938.94 1,832,999.58 1,868,202.06 1,890,087.03 7,419,227.61
a. Perdagangan Besar & Eceran 1,723,274.78 1,757,124.76 6,687,269.41 1,761,150.38 1,765,986.14 1,799,754.96 1,820,977.28 7,147,868.76
b. Hotel 17,767.26 18,147.48 68,568.60 18,190.02 18,357.70 18,747.53 18,787.34 74,082.57
c. Restoran 47,420.93 48,475.69 185,152.92 48,598.54 48,655.75 49,699.57 50,322.41 197,276.28
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 1,469,099.94 1,515,771.78 5,777,504.58 1,525,444.43 1,548,241.91 1,602,338.33 1,617,843.20 6,293,867.86
a. Pengangkutan 1,076,623.98 1,101,190.40 4,226,516.05 1,108,904.01 1,128,067.05 1,174,454.47 1,184,759.35 4,596,184.88
1. Angkutan Rel 7,830.63 7,882.21 30,855.40 7,910.12 7,960.38 7,986.21 7,988.81 31,845.51
2. Angkutan Jalan Raya 712,961.26 730,221.31 2,798,780.88 736,992.98 752,671.37 783,852.54 787,093.20 3,060,610.09
3. Angkutan Laut 67,190.48 67,422.60 268,022.70 67,586.13 67,750.05 68,277.78 68,809.62 272,423.58
4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 20,167.91 20,263.17 79,842.15 20,310.25 20,357.44 20,461.91 20,566.92 81,696.52
5. Angkutan Udara 154,449.13 159,974.59 600,155.81 160,394.88 163,334.32 173,098.98 178,166.24 674,994.41
6. Jasa Penunjang Angkutan 114,024.56 115,426.52 448,859.11 115,709.66 115,993.50 120,777.05 122,134.55 474,614.76
b. Komunikasi 392,475.96 414,581.38 1,550,988.53 416,540.41 420,174.86 427,883.86 433,083.84 1,697,682.98
1. Pos dan Telekomunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2. Jasa Penunjang Komunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. 509,299.24 516,618.35 2,011,441.28 518,847.20 521,770.25 531,206.52 538,440.11 2,110,264.07
a. Bank 179,641.18 183,457.50 708,313.38 184,234.07 185,198.17 189,247.92 192,311.22 750,991.38
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank 124,031.99 125,453.71 487,438.16 125,987.43 127,038.49 129,303.77 131,400.85 513,730.54
c. Jasa Penunjang Keuangan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
d. Sewa Bangunan 191,049.19 193,061.33 757,991.15 193,901.54 194,745.40 197,818.68 199,753.54 786,219.16
e. Jasa Perusahaan 14,576.88 14,645.82 57,698.59 14,724.16 14,788.19 14,836.15 14,974.49 59,322.99
9. JASA-JASA 1,658,605.93 1,700,341.86 6,530,577.74 1,705,960.66 1,743,657.18 1,788,992.19 1,816,897.09 7,055,507.12
a. Pemerintahan Umum 1,113,400.72 1,142,650.90 4,378,252.61 1,146,162.73 1,174,752.71 1,202,832.12 1,223,919.59 4,747,667.15
1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 707,436.71 727,239.59 2,780,079.60 729,772.35 748,270.81 765,161.18 776,067.39 3,019,271.73
2. Jasa Pemerintah lainnya 405,964.01 415,411.30 1,598,173.01 416,390.39 426,481.89 437,670.94 447,852.20 1,728,395.42
b. Swasta 545,205.21 557,690.96 2,152,325.13 559,797.93 568,904.47 586,160.07 592,977.50 2,307,839.96
1. Sosial Kemasyarakatan 207,842.27 212,209.67 818,262.99 212,849.05 216,318.77 222,295.69 224,380.00 875,843.51
2. Hiburan & Rekreasi 60,017.88 61,475.17 236,455.06 61,737.92 62,690.37 64,653.37 66,031.29 255,112.95
3. Perorangan & Rumahtangga 277,345.06 284,006.12 1,097,607.09 285,210.96 289,895.33 299,211.01 302,566.20 1,176,883.51
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 9,882,859.22 10,066,076.64 38,860,187.68 10,120,846.74 10,201,481.54 10,433,291.55 10,520,786.52 41,276,406.36
Sumber : BPS Provinsi Sumbar
Catatan :
* angka sementara
2010LAPANGAN USAHA
2011
LAMPIRAN 2
PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN PROVINSI SUMBAR
TRIWULANAN TAHUN 2010-2011
III IV Jumlah I II III IV* Jumlah
1. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAHTANGGA/ 12,105,732.39 12,669,356.60 47,358,437.98 12,671,211.45 12,735,993.89 13,674,676.06 13,929,549.82 53,011,431.23
Private Consumption Expenditure
A. MAKANAN/Food 7,921,324.40 8,279,991.96 30,977,192.33 8,285,828.31 8,287,899.77 8,956,171.02 9,129,607.98 34,659,507.08
B. NON MAKANAN/Non-Food 4,184,407.99 4,389,364.64 16,381,245.65 4,385,383.14 4,448,094.12 4,718,505.05 4,799,941.84 18,351,924.14
2. PENGELUARAN KONSUMSI LEMBAGA 200,552.10 206,131.96 796,543.29 210,492.10 214,450.28 223,311.49 230,234.14 878,488.00
SWASTA NIRLABA/ Non-profit Institution
Consumption Expenditure
3. PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH/ 2,941,778.74 3,138,396.95 11,411,965.14 3,263,118.61 3,500,983.40 4,058,094.33 4,225,797.15 15,047,993.49
Government Consumption Expenditure
4. PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO/ 4,391,127.26 4,713,225.82 17,033,874.25 4,767,693.43 4,831,677.04 5,144,625.45 5,296,063.43 20,040,059.34
Gross Domestic Fixed capital Formation
5. PERUBAHAN STOK/Change in Stock -475,705.16 -417,334.21 -1,191,776.40 -14,244.19 -1,191,215.17 -1,193,678.54 -1,117,505.66 -3,516,643.56
6. EKSPOR BARANG-BARANG DAN JASA-JASA/ 6,247,628.96 6,626,653.66 24,140,386.50 6,177,384.61 7,787,931.64 7,169,229.54 7,498,343.12 28,632,888.91
Export of Goods and Services
Antar Daerah 4,730,478.42 5,025,255.22 18,305,269.63 4,575,772.75 5,690,445.20 5,027,751.55 5,253,471.20 20,547,440.72
Antar Negara 1,517,150.54 1,601,398.44 5,835,116.87 1,601,611.86 2,097,486.44 2,141,477.98 2,244,871.92 8,085,448.19
7. DIKURANGI IMPOR BARANG-BARANG DAN 3,214,607.35 3,399,281.06 12,328,176.71 3,096,338.56 3,664,817.95 3,900,897.89 4,514,893.62 15,176,948.01
JASA-JASA/ Less Import of Goods and Services
Antar Daerah 1,033,823.79 1,112,331.30 4,060,353.53 1,079,871.05 1,288,209.72 1,601,179.92 1,525,260.26 5,494,520.95
Antar Negara 2,180,783.56 2,286,949.76 8,267,823.18 2,016,467.51 2,376,608.23 2,299,717.97 2,989,633.36 9,682,427.06
22,196,506.94 23,537,149.72 87,221,254.05 23,979,317.44 24,215,003.13 25,175,360.44 25,547,588.38 98,917,269.39
Sumber : BPS Provinsi Sumbar
Catatan :
* angka sementara
2011
LAMPIRAN 3
PDRB MENURUT PENGGUNAAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU PROVINSI SUMBAR
TRIWULANAN TAHUN 2010-2011
Jumlah/ Total
JENIS PENGGUNAAN2010
III IV Jumlah I II III IV* Jumlah
1. PENGELUARAN KONSUMSI RUMAHTANGGA/ 4,862,114.66 4,940,669.88 19,123,578.70 4,975,229.03 4,986,595.66 5,071,342.74 5,093,161.97 20,126,329.39
Private Consumption Expenditure
A. MAKANAN/Food 3,152,205.22 3,203,762.69 12,393,462.90 3,204,215.73 3,210,153.02 3,243,566.71 3,250,790.12 12,908,725.58
B. NON MAKANAN/Non-Food 1,709,909.44 1,736,907.20 6,730,115.80 1,771,013.30 1,776,442.63 1,827,776.03 1,842,371.84 7,217,603.81
2. PENGELUARAN KONSUMSI LEMBAGA 87,377.40 88,730.54 349,182.60 89,374.02 89,804.30 90,542.32 91,158.00 360,878.64
SWASTA NIRLABA/ Non-profit Institution
Consumption Expenditure
3. PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH/ 1,275,114.89 1,340,557.61 5,016,264.24 1,339,413.37 1,384,036.65 1,568,342.89 1,631,894.09 5,923,687.00
Government Consumption Expenditure
4. PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO/ 1,820,188.04 1,924,711.76 7,161,096.17 1,931,557.01 1,937,427.28 2,008,147.58 2,058,576.22 7,935,708.08
Gross Domestic Fixed capital Formation
5. PERUBAHAN STOK/Change in Stock -225,451.04 -343,844.61 -831,256.43 -180,570.68 -735,980.56 -452,874.56 -377,054.26 -1,746,480.06
6. EKSPOR BARANG-BARANG DAN JASA-JASA/ 3,436,983.91 3,550,441.57 13,322,761.90 3,250,546.24 4,010,474.66 3,697,292.49 3,797,583.60 14,755,897.00
Export of Goods and Services
Antar Daerah 2,722,871.66 2,814,006.17 10,529,141.08 2,542,425.21 3,074,879.24 2,771,155.11 2,841,737.63 11,230,197.18
Antar Negara 714,112.25 736,435.40 2,793,620.81 708,121.04 935,595.42 926,137.38 955,845.97 3,525,699.82
7. DIKURANGI IMPOR BARANG-BARANG DAN 1,373,468.63 1,435,190.14 5,281,439.51 1,284,702.26 1,470,876.44 1,549,501.90 1,774,533.10 6,079,613.71
JASA-JASA/ Less Import of Goods and Services
Antar Daerah 474,481.69 513,926.30 1,868,831.77 442,570.10 509,670.38 647,709.94 620,324.63 2,220,275.05
Antar Negara 898,986.94 921,263.84 3,412,607.74 842,132.16 961,206.07 901,791.96 1,154,208.47 3,859,338.66
9,882,859.22 10,066,076.63 38,860,187.68 10,120,846.74 10,201,481.54 10,433,291.55 10,520,786.52 41,276,406.36
Sumber : BPS Provinsi Sumbar
Catatan :
* angka sementara
2011
LAMPIRAN 4
PDRB MENURUT PENGGUNAAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN PROVINSI SUMBAR
TRIWULANAN TAHUN 2010-2011
Jumlah/Total
JENIS PENGGUNAAN2010
Akhir
Periode IHK Perub.(%)
2009
Jan 127.90 119.57 110.59 107.87 109.97 110.54 108.14 115.94 -0.08%
Feb 129.73 120.64 110.74 110.61 110.18 110.71 107.63 116.73 0.68%
Mar 126.41 121.04 110.79 111.14 110.57 110.71 108.03 116.03 -0.60%
Apr 122.73 121.34 110.79 109.33 110.55 110.74 108.71 115.20 -0.72%
Mei 121.44 121.38 110.72 108.89 110.74 110.75 108.17 114.75 -0.39%
Jun 120.44 121.50 110.70 109.22 110.69 110.75 108.17 114.53 -0.19%
Jul 123.37 122.06 110.68 109.30 110.77 110.54 108.29 115.39 0.75%
Agt 125.10 123.21 110.86 108.96 110.64 110.64 107.57 115.91 0.45%
Sep 130.18 124.14 110.91 110.20 110.82 110.64 108.83 117.72 1.56%
Okt 135.40 126.38 113.23 110.66 110.84 110.65 108.09 119.82 1.78%
Nov 132.54 126.29 113.47 111.63 110.96 110.69 108.13 119.19 -0.53%
Des 127.99 127.24 114.00 112.15 111.21 110.69 108.49 118.41 -0.65%
2010
Jan 133.17 129.53 114.14 111.92 111.25 110.69 109.20 120.29 1.59%
Feb 133.25 129.60 114.79 111.66 111.26 110.57 109.49 120.50 0.17%
Mar 129.47 129.59 114.70 111.78 111.46 110.57 110.03 119.62 -0.73%
Apr 130.46 130.14 114.39 111.87 112.02 110.57 110.06 119.94 0.27%
May 132.74 130.01 114.44 112.77 112.09 110.57 110.12 120.59 0.54%
Jun 140.22 129.92 114.46 113.65 111.76 110.60 109.92 122.50 1.58%
Jul 145.39 131.57 114.37 113.08 113.90 110.60 110.88 124.33 1.49%
Aug 141.68 132.10 114.73 113.07 115.15 114.22 111.04 123.87 -0.37%
Sep 138.94 133.06 114.69 113.68 115.22 114.22 111.26 123.41 -0.37%
Oct 138.22 133.29 115.34 114.63 115.45 114.89 111.10 123.48 0.06%
Nov 144.05 133.68 115.41 115.04 115.62 114.98 111.53 125.19 1.38%
Dec 152.47 134.48 115.98 115.89 115.66 114.98 111.67 127.69 2.00%
2011
Jan 169.48 135.54 116.76 115.69 115.79 114.98 111.84 132.42 3.70%
Feb 168.52 136.09 119.83 115.60 116.72 114.69 112.29 133.00 0.44%
Mar 154.10 136.21 120.37 116.03 116.94 114.94 112.64 129.55 -2.59%
Apr 147.61 137.23 120.20 116.88 117.74 114.76 112.93 128.16 -1.07%
May 147.07 137.20 120.45 118.43 118.89 114.96 113.10 128.26 -1.00%
Jun 146.13 139.17 120.26 119.18 119.16 115.10 113.12 128.40 0.11%
Jul 147.43 141.77 119.81 119.83 119.16 119.59 112.87 129.39 0.77%
Aug 150.86 143.04 119.96 123.68 119.25 120.08 113.08 130.85 1.13%
Sep 155.10 143.45 119.85 127.25 121.32 121.14 113.66 132.47 1.24%
Oct 157.76 145.06 120.03 126.59 121.50 120.88 113.04 133.30 0.63%
Nov 158.97 145.08 120.29 129.15 121.50 121.80 113.10 133.91 0.46%
Dec 160.47 145.34 120.30 132.39 121.50 121.82 113.10 134.55 0.48%Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat, * Mulai Menggunakan tahun dasar 2007 = 100
KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPORTU M U M
Lampiran 5
Indeks Harga Konsumen Kota Padang
BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG
Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan
Jun 2011 Sep 2011 q-t-q y-o-y Sep 2011 Des 2011 q-t-q y-o-y
UMUM 128.40 132.47 3.17% 7.34% 132.47 135.31 2.14% 5.97%
BAHAN MAKANAN 146.13 155.10 8.76% 11.63% 155.1 162.25 12.00% 6.41%Padi-padian, Ubi-ubian dan Hasil-hasilnya 155.82 158.93 -4.76% 13.83% 158.93 173.71 -7.84% 17.43%Daging dan Hasil-hasilnya 146.57 148.40 11.14% 0.81% 148.4 146.47 5.29% 4.07%Ikan Segar 157.29 162.90 7.06% 16.00% 162.9 156.25 1.17% 7.52%Ikan Diawetkan 168.33 168.39 -5.38% 17.55% 168.39 164.81 0.84% 7.03%Telur, Susu & Hasil-hasilnya 149.82 159.27 1.01% 13.67% 159.27 169.81 -0.59% 17.35%Sayur-sayuran 140.69 151.34 -16.70% 12.91% 151.34 158.33 -21.44% 19.01%Kacang-kacangan 116.75 117.19 28.17% 0.66% 117.19 118.90 30.98% 2.22%Buah-buahan 145.26 149.64 -1.57% 5.69% 149.64 153.49 12.27% 7.01%Bumbu-bumbuan 103.41 142.98 66.87% 7.83% 142.98 168.00 20.46% -23.49%Lemak & Minyak 165.47 172.56 -20.83% 23.17% 172.56 172.23 -21.26% 15.14%Bahan makanan lainnya 127.22 131.00 -100.00% 15.02% 131 135.87 -100.00% 14.55%
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 139.17 143.45 0.86% 7.81% 143.45 145.38 -1.66% 8.11%Makanan Jadi 137.84 140.37 1.97% 5.43% 140.37 141.07 0.33% 5.77%Minuman yang Tidak Beralkohol 137.34 140.55 10.98% 6.09% 140.55 140.83 12.54% 5.18%Tembakau & Minuman Beralkohol 143.37 152.42 -100.00% 14.44% 152.42 158.17 -100.00% 15.07%
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR 120.26 119.85 3.77% 4.50% 119.85 122.01 6.60% 5.20%Biaya Tempat Tinggal 125.74 124.79 -10.71% 6.59% 124.79 127.76 -8.71% 7.57%Bahan Bakar, Penerangan & Air 112.09 112.27 16.14% 1.60% 112.27 113.92 16.08% 2.04%Perlengkapan Rumah Tangga 129.9 130.18 -16.47% 3.03% 130.18 130.32 -16.42% 3.13%Penyelenggaraan Rumah Tangga 108.13 108.50 -100.00% 2.06% 108.5 108.81 -100.00% 2.13%
SANDANG 119.18 127.25 -0.91% 11.94% 127.25 132.43 -6.48% 14.27%Sandang Laki-laki 112.06 118.09 1.75% 10.25% 118.09 119.00 -3.20% 10.24%Sandang Wanita 112 114.02 0.93% 4.96% 114.02 114.31 -0.45% 4.46%Sandang Anak-anak 109.91 113.04 59.87% 5.42% 113.04 113.51 76.48% 5.38%Barang Pribadi, Sandang lainnya 150.3 175.71 -100.00% 27.56% 175.71 199.49 -100.00% 36.71%
KESEHATAN 119.16 121.32 -2.32% 5.29% 121.32 122.82 -0.77% 6.19%Jasa Kesehatan 113.06 116.39 19.11% 3.13% 116.39 120.39 15.71% 6.67%Obat-obatan 128.62 134.67 -13.79% 11.38% 134.67 134.67 -16.38% 11.34%Jasa Perawatan & Jasmani 110.88 110.88 9.90% 4.62% 110.88 112.61 10.06% 2.34%Perawatan Jasmani & Kosmetik 121.6 121.86 -100.00% 4.62% 121.86 122.03 -100.00% 4.52%
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA 115.1 121.14 11.81% 6.06% 121.14 121.82 6.23% 5.95%Jasa Pendidikan 119.32 128.69 5.27% 7.85% 128.69 128.69 -2.39% 7.85%Kursus Pelatihan 125.39 125.61 -14.14% 8.10% 125.61 125.61 -14.81% 0.18%Perlengkapan/Peralatan Pendidikan 105.06 107.66 0.11% 3.04% 107.66 107.01 2.14% 2.42%Rekreasi 105.18 105.18 -1.10% 0.70% 105.18 109.96 -0.52% 4.68%Olahraga 104.02 104.02 -100.00% 0.16% 104.02 104.63 -100.00% 0.75%
TRANSPORT, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 113.12 113.66 0.48% 2.16% 113.66 112.58 -0.95% 0.81%Transportasi 122.15 123.63 1.21% 3.32% 123.63 122.81 -0.66% 2.16%Komunikasi & Pengiriman 82.24 80.05 -2.66% -2.82% 80.05 77.69 -2.95% -5.68%Sarana & Penunjang Transportasi 124.59 124.59 0.00% 2.16% 124.59 124.76 0.14% 1.86%Jasa Keuangan 108.46 108.46 0.00% 0.00% 108.46 108.46 0.00% 0.00%
Sumber : BPS Prov. Sumatera Barat, * Menggunakan tahun dasar 2007 = 100
IHK IHK
LAMPIRAN 6Inflasi Kota Padang Berdasarkan Kelompok Barang & Jasa
(Tahun Dasar 2007)
Kelompok / Subkelompok
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Istilah
Istilah Penjelasan
BI-rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik
BI-RTGS Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito
Financing-to-Deposit Ratio (FDR) Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Indeks Harga Konsumen (IHK) Salah satu indikator ekonomi yang memberikan informasi mengenai harga barang dan jasa yang dibayar oleh konsumen. Perhitungan IHK dilakukan untuk merekam perubahan harga beli di tingkat konsumen (purchasing cost) dari sekelompok tetap barang dan jasa (fixed basket) yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, merupakan rata-rata sederhana dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini dan Indeks Ekspektasi Konsumen.
Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini mencakup keyakinan konsumen mengenai penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu, ketepatan waktu saat ini untuk melakukan pembelian barang tahan lama dan jumlah ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.
Inflasi Persentase perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK).
Kliring Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada
waktu tertentu.
Kredit menurut Bank Pelapor/Kantor Cabang
Jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor cabang bank yang memberikan persetujuan serta menyalurkan kredit.
Kredit menurut Lokasi Proyek Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan berdasarkan lokasi proyek yang dibiayai kredit tersebut.
Kualitas Kredit Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Pada Bank Umum, kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Sedangkan pada BPR kredit digolongkan menjadi 4 kualitas, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito)
mtm Persentase perubahan bulanan (month-to-month)
Non-Perfoming Loan (NPL) Kredit yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet, merupakan rasio kredit yang tergolong NPLs terhadap total kredit. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs gross. Semakin rendah rasio NPLs, semakin baik kondisi bank yang bersangkutan.
Non-Performing Financing (NPF) Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu daerah.
qtq Persentase perubahan secara triwulanan (quarter to quarter/q-t-q) dari triwulan ke-n dihitung dengan metode point-to-point dengan dasar triwulan sebelumnya.
yoy Persentase perubahan secara tahunan (year on year/y-o-y) bulan/triwulan ke-n dihitung dengan metode point-to-point dengan dasar bulan/triwulan yang sama dengan tahun sebelumnya (t-1).
ytd Persentase perubahan menurut tahun kalender bulan ke-n dihitung dengan metode point-to-point dengan dasar bulan Desember tahun sebelumnya (t-1) (year to date change/y-t-d).