MATA KULIAH

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

DOSEN : HASTORO WIDJAJANTO, SH. MH.

SKS : 2 ( DUA )

TUJUAN : - MENGETAHUI HUBUNGAN ANTARA PEKERJA/BURUH DAN PEMILIK PERUSAHAAN SECARA HUKUM DAN, KESELAMATAN DAN KECELAKAAN KERJA ( K3 ) SEHINGGA DAPAT BEKERJA DENGAN BAIK.

POKOK BAHASAN : I. PENDAHULUAN

II. SUMBER HUKUM

III. SUBYEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

IV. PENGUASA/PEMERINTAH DALAM HUBUNGAN KERJA

V. HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN PANCASILA

VI. PENYEBAB KECELAKAAN KERJA

VII. KONDISI TEMPAT KERJA DAN PEKERJA/BURUH

VIII. TINDAKAN PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

KEPUSTAKAAN : 1. ABDUL RACHMAD SUDIONO, SH. MH, HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

2. DRS. MOCH. SYAUFII SYAMSUDDIN, SH. MH, NORMA PERLIDUNGAN DALAM

HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERJANJIAN PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN

INDUSTRIAL DAN HUKUM ACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL

3. KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA / BURGERLIJK WETBOEK ( BW )

4. UNDANG UNDANG NO. 13 TAHUN 2003, TENTANG KETENAGAKERJAAN

5. UNDANG UNDANG NO. 1 TAHUN 1970, TENTANG KESELAMATAN KERJA

I. PENDAHULUAN.

PERKEMBANGAN HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

A. ISTILAH

DALAM MASYARAKAT BERKEMBANG ADA 4 ( EMPAT ) ISTILAH PERBURUHAN :

@. BURUH

@. PEKERJA

@. KARYAWAN

@. PEGAWAI

BURUH : SELALU DIHUBUNGKAN DENGAN PEKERJAAN KASAR, PENDIDIKAN RENDAH DAN BERPENGHASILAN RENDAH. INI ADALAH PENINGGALAN ZAMAN KOLONIAL YANG ISTILAH BURUH HANYA DIGUNAKAN UNTUK MENUNJUK ORANG ORANG YANG MELAKUKAN PEKERJAAN TANGAN ATAU PEKERJA KASAR.

PEKERJA : SETIAP ORANG YANG MELAKUKAN PEKERJAAN.

KARYAWAN : ORANG YANG BERKARYA ATAU BEKERJA.

PEGAWAI : SETIAP ORANG YANG MELAKUKAN PEKERJAAN YANG FAKTOR UTAMANYA BUKAN TANGAN / TENAGA, ATAU ORANG YANG BEKERJA PADA PEMERINTAH DISEBUT DENGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

DALAM PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, UNDANG UNDANG NO. 2 TAHUN 2004, TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN UNDANG UNDANG NO. 21 TAHUN 2000, TENTANG SERIKAT PEKERJA/ SERIKAT BURUH, ISTILAH PEKERJA DAN BURUH TELAH DIPAKAI SECARA BERSAMA SAMA MENJADI PEKERJA/BURUH. DALAM KETENTUAN UNDANG UNDANG DENGAN TEGAS DISEBUTKAN PEKERJA/BURUH ADALAH SETIAP ORANG YANG BEKERJA DENGAN MENERIMA UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN.

B. PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN

PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN SANGAT TERGANTUNG PADA HUKUM POSITIF MASING MASING NEGARA. OLEH KARENA ITU DEFINISI MENGENAI HUKUM PERBURUHAN YANG DIKEMUKAKAN OLEH PARA ALHI HUKUM JUGA BERLAINAN, TERUTAMA YANG MENYANGKUT KELUASANNYA.

“SOETIKNO” SEORANG AHLI HUKUM INDONESIA MEMBERI DEFINISI HUKUM PERBURUHAN, SBB: HUKUM PERBURUHAN ADALAH KESELURUHAN PERATURAN PERATURAN HUKUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA YANG MENGAKIBATKAN SEORANG SECARA PRIBADI DITEMPATKAN DIBAWAH PIMPINAN ( PERINTAH ) ORANG LAIN DAN KEADAAN KEADAAN PENGHIDUPAN YANG LANGSUNG BERSANGKUTAN DENGAN HUBUNGAN KERJA.

DARI DEFINISI TERSEBUT ADA DUA PENGERTIAN TENTANG HUKUM PERBURUHAN :

1. HUKUM PERBURUHAN HANYA MENGENAI,KERJA SEBAGAI AKIBAT ADANYA HUBUNGAN KERJA YANG BERARTI DIBAWAH PIMPINAN ORANG LAIN. DAN

2. PERATURAN PERATURAN TENTANG KEADAAN PENGHIDUPAN YANG LANGSUNG BERSANGKUT PAUT DENGAN HUBUNGAN KERJA.

“PROF. IMAM SOEPOMO” MEMBERIKAN DIFINISI HUKUM PERBURUHAN SEBAGAI BERIKUT : HUKUM PERBURUHAN ADALAH HIPUNAN PERATURAN BAIK TERTULIS MAUPUN TIDAK, YANG BERKENAAN DENGAN KEJADIAN DIMANA SESEORANG BEKERJA PADA ORANG LAIN DENGAN MENERIMA UPAH.

C. SIFAT HUKUM PERBURUHAN.

DIBAGI MENJADI 2 ( DUA ) MELIPUTI : 1. HUKUM IMPERATIF ( DWINGEND RECHT ATAU HUKUM MEMAKSA ). 2. HUKUM FAKULTATIF ( REGELEND RECHT / AANVULENN RECHT ATAU HUKUM TAMBAHAN ).

BAHWA HUKUM IMPERATIF ADALAH HUKUM YANG HARUS DITAATI SECARA MUTLAK , SEDANGKAN HUKUM FAKULTATIF ADALAH HUKUM YANG DAPAT DIKESAMPINGKAN ATAU BIASANYA DIBUAT DENGAN “PERJANJIAN KERJA”.

SEBAGAI CONTOH HUKUM IMPERATIF ADALAH, SBB :

DALAM PASAL 99 UNDANG UNDANG NO.13 TAHUN 2003 ( UNDANG UNDANG KETENAGAKERJAAN ) ; AYAT 1 : SETIAP PEKERJA/BURUH DAN KELUARGANYA BERHAK UNTUK MEMPEROLEH JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.

DALAM PASAL 100 UU NO.13 TAHUN 2003 ( UNDANG UNDANG KETENAGAKERJAAN ) AYAT 1 : UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN BAGI PEKERJA/BURUH DAN KELUARGANYA, PENGUSAHA WAJIB MENYEDIAKAN FASILITAS KESEJAHTERAAN.

DALAM PASAL 87 UU NO.13 TAHUN 2003 ( UU KETENAGAKERJAAN ) AYAT 1 : SETIAP PERUSAHAAN WAJIB MENERAPKAN SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA YANG TERINTEGRASI DENGAN SISTIM MANAJEMEN PERUSAHAAN.

DALAM PASAL 90 UU NO.13 TAHUN 2003 ( UU KETENAGAKERJAAN ) AYAT 1 : PENGUSAHA DILARANG MEMBAYAR UPAH LEBIH RENDAH DARI UPAH MINIMUM.

DILIHAT DARI INI MAKA HUKUM PERBURUHAN BERSIFAT HUKUM IMPERATIF KENYATAAN INI SESUAI DENGAN TUJUAN HUKUM PERBURUHAN, YAITU : MENGADAKAN PERLIDUNGAN TERHADAP BURUH. TANPA HUKUM YANG BERSIFAT IMPERATIF YANG BIASANYA DINYATAKAN DENGAN PERKATAAN HARUS, WAJIB, TIDAK BOLEH, TIDAK DAPAT, DILARANG, MAKA TUJUAN HUKUM PERBURUHAN SULIT UNTUK DICAPAI.

II. SUMBER HUKUM PERBURUHAN / KETENAGAKERJAAN.

SUMBER HUKUM DAPAT DIBEDAKAN : 1. SUMBER HUKUM MATERIIL DAN 2. SUMBER HUKUM FORMIL. YANG DIMAKSUD DENGAN SUMBER MATERIIL ATAU LAZIM JUGA DISEBUT SUMBER ISI HUKUM ( KARENA SUMBER YANG MENENTUKAN ISI HUKUM ) IALAH KESADARAN HUKUM MASYARAKAT MENGENAI SESUATU YANG SEHARUSNYA.

PROF. SODIKNO MERTOKUSUMO MENYATAKAN BAHWA : “SUMBER HUKUM MATERIIL MERUPAKAN FAKTOR YANG MEMBANTU PEMBENTUKAN HUKUM”

SEDANGKAN YANG DIMAKSUD DENGAN SUMBER HUKUM FORMIL ADALAH , TEMPAT DIMANA KITA DAPAT MENEMUKAN HUKUM , ATAU MERUPAKAN TEMPAT / SUMBER DARIMANA SUATU PERATURAN MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM

SUMBER HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN ( SUMBER HUKUM FORMIIL ) , SBB : 1. PERUNDANG UNDANGAN. 2. KEBIASAAN. 3. KEPUTUSAN 4. TRAKTAT. 5. PERJANJIAN.

@ PERUNDANG UNDANGAN DIKATAKAN PERUNDANG UNDANGAN KARENA YANG AKAN DITUNJUK ADALAH BAIK UNDANG UNDANG MAUPUN PERATURAN LAIN DIBAWAH UNDANG UNDANG. BERDASARKAN PASAL II ATURAN PERALIHAN UU DASAR 1945, SEMUA PERATURAN YANG BERLAKU SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA MASIH TETAP BERLAKU SEBELUM DIADAKAN PERATURAN YANG BARU.

@ KEBIASAAN DIKATAKAN KEBIASAAN ADALAH MERUPAKAN HUKUM YANG BERKEMBANG DIMASYARAKAT ATAU

HUKUM YANG TIDAK TERTULIS DALAM BIDANG PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN SAAT INI, DISEBABKAN : - PERKEMBANGAN MASALAH MASALAH PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN JAUH

LEBIH CEPAT DARIPADA PERUNDANG UNDANGAN YANG ADA. - BANYAK PERATURAN YANG BERASAL DARI ZAMAN PEMERINTAHAN

HINDIA BELANDA SUDAH TIDAK SESUAI LAGI DENGAN KEADAAN HUKUM PERBURUHAN.

@ KEPUTUSAN KEPUTUSAN SEBAGAI SUMBER HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN YANG SANGAT

MENGEDEPANKAN PERANANNYA DALAM PEMBENTUKAN HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN ADALAH KEPUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. HAKIM PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MEMPUNYAI PERANAN YANG PENTING DALAM PEMBENTUKAN HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN KARENA PERATURAN DALAM BIDANG PERBURUHAN YANG ADA KURANG LENGKAP ATAU SUDAH TIDAK SESUAI DENGAN KEADAAN PADA MASA SEKARANG. DALAM KEADAAN DEMIKIAN ITU TIDAK JARANG HAKIM PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELAKUKAN PENAFSIRAN HUKUM ATAU PELAKUKAN PENEMUAN HUKUM.

@ TRAKTAT.KEDUDUKAN TRAKTAT ATAU TREATY ( PERJANJIAN INTERNASIONAL ) SEBAGAI SUMBER

HUKUM. LAZIMNYA PERJANJIAN INTERNASIONAL MEMUAT PERATURAN PERATURAN HUKUM YANG MENGIKAT SECARA UMUM. MAKA MASING MASING NEGARA SEBAGAI RECHT PERSON (PUBLIK) TERIKAT OLEH PERJANJIAN YANG DIBUATNYA.

HINGGA SAAT INI INDONESIA TELAH MERATIFIKASI 17 KONVENSI ILO YANG TERDIRI DARI 8 (DELAPAN) KONVENSI DASAR, 7 (TUJUH) KONVENSI UMUM DAN 2 (DUA) KONVENSI PRIORITAS.

MAKA UNDANG UNDANG KETENAGAKERJAAN YANG TELAH DISUSUN PADA TAHUN 2003 SUDAH MENCERMINKAN KETAATAN DAN PENGHARGAAN PADA KONVENSI ILO YANG TELAH DIRATIFIKASI KHUSUSNYA 8 (DELAPAN) KONVENSI DASAR ILO.

@ PERJANJIANPERJANJIAN YANG MERUPAKAN SUMBER HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN BAIK (a)

PERJANJIAN KERJA . (b) PERATURAN PERUSAHAAN / PERJANJIAN KERJA BERSAMA.

PERJANJIAN KERJA SEBAGAIMANA PERJANJIAN PERJANJIAN LAINYA, HANYA MENGIKAT PIHAK PIHAK YANG ADA DIDALAMNYA, YAITU PENGUSAHA DENGAN PEKERJA/BURUH. SEDANG PERATURAN PERUSAHAAN ADALAH SUATU PERATURAN YANG DIBUAT OLEH PENGUSAHA DALAM MELAKSANAKAN HUBUNGAN KERJA DENGAN PEKERJA/BURUH, PERATURAN PERUSAHAAN INI DIBUAT OLEH PENGUSAHA KARENA DALAM PERUSAHAANNYA TIDAK ADA /BELUM ADA SERIKAT PEKERJA/ BURUH. KEMUDIAN KALAU PERJAJIAN KERJA BERSAMA ADALAH SUATU PERJAJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH SERIKAT PEKERJA DAN PENGUSAHA, DAN HARUS DITAATI OLEH KEDUA BELAH PIHAK DALAM RANGKA MELAKSANAKAN HUBUNGAN KERJA.

PENERAPAN BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGAKERJAAN SANGAT DIPERLUKAN UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN BAGI PENGUSAHA DAN PEKERJA / BURUH, SEHINGGA KELANGSUNGAN USAHA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA DAPAT TERJAMIN.

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA DAPAT DIWUJUDKAN DALAM BERBAGAI STANDAR MINIMAL YANG HARUS DIPENUHI OLEH PENGUSAHA DALAM WAKTU MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA. KEMUDIAN DENGAN PENERAPAN STANDAR MINIMAL DIHARAPKAN PEKERJA/ BURUH DAPAT TERHINDAR DARI TINDAKAN TINDAKAN EKSPLOITATIF SELAMA DALAM HUBUNGAN KERJA.

SAMPAI AKHIR TAHU 2005, BANGSA INDONESIA TELAH MERATIFIKASI 17 KONVENSI TERMASUK DIDALAMNYA 8 ( DELAPAN) KONVENSI DASAR, 7 ( TUJUH ) KONVENSI UMUM DAN 2 ( DUA ) KONVENSI PRIORITAS, KONVENSI ILO YANG TELAH DIRATIFIKASI ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. KONVENSI N0.87 TAHUN 1948, TENTANG KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI.

2. KONVENSI N0 98 TAHUN 1949,TENTANG HAK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA 3. KONVENSI N0 29 TAHUN 1930, TENTANG LARANGAN KERJA PAKSA 4. KONVENSI N0 105 TAHUN 1957,TENTANG PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 5. KONVENSI N0 138 TAHUN 1973, TENTANG USIA MINIMUM UNTUK BEKERJA 6. KONVENSI N0 182 TAHUN 1999,TENTANG LARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA MENGHILANGKAN BENTUK TERBURUK MEMPEKERJAKAN ANAK 7. KONVENSI N0 100 TAHUN 1951 ,TENTANG REMUNERASI YANG SAMA BAGI PEKERJA LAKI LAKI DAN

PEREMPUAN ATAS PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 8. KONVENSI N0 111 TAHUN 1958, TENTANG LARANGAN DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN

JABATAN9. KONVENSI N0 81 TAHUN 1947, TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

1. KONVENSI N0 144 TAHUN 1976,TENTANG KONSULTASI TRIPARTIT11.KONVENSI N0 19 TAHUN 1925, TENTANG PERLAKUAN YANG SAMA

TERHADAP PEKERJA NASIONAL DAN ASING 12.KONVENSI N0 27 TAHUN 1929, TENTANG PEMBERIAN

TANDA BERAT ATAS KEMASAN BERAT YANG DIKIRIM MELALUI KAPAL13.KONVENSI N0 45 TAHUN ,TENTANG

MEMPEKERJAKAN PEREMPUAN DALAM SEMUA BENTUK KERJA TAMBANG14.KONVENSI N0 69

TAHUN , TENTANG SERTIFIKASI TUKANG MASAK DI KAPAL 15.KONVENSI N0 88 TAHUN 1948, TENTANG PELAYANAN PENEMPATAN KERJA 16.KONVENSI N0 106 TAHUN 1953,TENTANG ISTIRAHAT MINGGUAN DI PERDAGANGAN DAN PERKANTORAN

17.KONVENSI N0 120 TAHUN 1964,TENTANG HIGIENE PERUSAHAAN DI PERDAGANGAN DAN PERKANTORAN

DISAMPING PERATURAN PERUNDANG UDANGAN YANG DITERBITKAN SETALAH KEMERDEKAAN, INDONESIA MASIH TETAP MENGGUNAKAN BEBERAPA ORDONANSI PRODUK PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA. DAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN INDONESIA DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN ADALAH :

1. UU N0 3 TAHUN 1951, TENTANG PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

2. UU N0 1 TAHUN 1970, TENTANG KESELAMATAN KERJA

3. UU N0 7 TAHUN 1981, TENTANG KEWAJIBAN LAPORAN PERUSAHAAN

4. PERATURAN PEMERINTAH N0 8 TAHUN 1981, TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

5. UU N0 3 TAHUN 1992, TENTANG JAMINAN SOSIAL PEKERJA

6. UU N0 11 TAHUN 1992, TENTANG PROGRAM PENSIUN

7. UU N0 21 TAHUN 2000, TENTANG SERIKAT PEKERJA

8. UU N0 13 TAHUN 2003, TENTANG KETENAGAKERJAAN

9. UU N0 2 TAHUN 2004, TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

10. UU N0 39 TAHUN 2004, TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DILUAR NEGERI

III. SUBYEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

DALAM UNDANG UNDANG KETENAGAKERJAAN ( U U N0 13 TAHUN 2003 ) DISEBUTKAN :

1. KETENAGAKERJAAN ADALAH SEGALA HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN TENAGA KERJA PADA WAKTU SEBELUM , SELAMA DAN SESUDAH MASA KERJA.

2. TENAGA KERJA ADALAH SETIAP ORANG YANG MAMPU MELAKUKAN PEKERJAAN GUNA MENGHASILKAN BARANG DAN/ATAU JASA BAIK UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN SENDIRI MAUPUN UNTUK MASYARAKAT.

3. PEKERJA /BURUH ADALAH SETIAP ORANG YANG BEKERJA DENGAN MENERIMA UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN.

4. PEMBERI KERJA ADALAH ORANG PERSEORANGAN, PENGUSAHA, BADAN HUKUM, ATAU BADAN BADAN LAINNYA YANG MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA DENGAN MEMBAYAR UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN

PENGUSAHA ADALAH :

a. ORANG PERSEORANGAN, PERKEKUTUAN ATAU BADAN HUKUM YANG MENJALANKAN SUATU PERUSAHAAN MILIK SENDIRI.

b. ORANG PERSEORANGAN, PERSEKUTUAN, ATAU BADAN HUKUM YANG SECARA BERDIRI SENDIRI MENJALANKAN PERUSAHAAN BUKAN MILIKNYA SENDIRI.

c. ORANG PERSEORANGAN,PERSEKUTUAN, ATAU BADAN HUKUM YANG BERADA DI INDONESIA MEWAKILI PERUSAHAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM HURUF a DAN b YANG BERKEDUDUKAN DI LUAR WILAYAH INDONESIA.

PERUSAHAAN ADALAH :

a. SETIAP BENTUK USAHA YANG BERBADAN HUKUM ATAU TIDAK, MILIK ORANG PERSEORANGAN, MILIK PERSEKUTUAN, ATAU MILIK BADAN HUKUM, BAIK MILIK SWASTA MAUPUN MILIK NEGARA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA/BURUH DENGAN MEMBAYAR UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN.

b. USAHA USAHA SOSIAL DAN USAHA USAHA LAIN YANG MEMPUNYAI PENGURUS DAN MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN DENGAN MEMBAYAR UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN.

SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH ADALAH :

ORGANISASI YANG DIBENTUK DARI, OLEH, DAN UNTUK PEKERJA/BURUH BAIK DIPERUSAHAAN MAUPUN DILUAR PERUSAHAAN, YANG BERSIFAT BEBAS, TERBUKA, MANDIRI, DEMOKRATIS DAN BERTANGGUNG JAWAB GUNA MEMPERJUANGKAN, MEMBELA SERTA MELINDUNGI HAK DAN KEPENTINGAN PEKERJA/BURUH SERTA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH DAN KELUARGANYA.

ANAK ADALAH SETIAP ORANG YANG BERUMUR DIBAWAH 18 (DELAPAN BELAS) TAHUN.

SIANG HARI ADALAH WAKTU ANTARA PUKUL 06.00 SAMPAI DENGAN PUKUL 18.00.

TENAGA KERJA ASING ADALAH WARGA NEGARA ASING PEMEGANG VISA DENGAN MAKSUD BEKERJA DI WILAYAH INDONESIA.

KOMPENTENSI KERJA ADALAH KEMAMPUAN KERJA SETIAP INDIVIDU YANG MENCAKUP ASPEK PENGETAHUAN, KETERAMPILAN, DAN SIKAP KERJA YANG SESUAI DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN.