jurnal_onko_1_kanker_payudara_inflamasi[1]

16
KANKER PAYUDARA INFLAMASI: APA YANG KITA KETAHUI DAN APA YANG KITA PERLU PELAJARI ABSTRAK Tujuan. Kami mengulas kembali status perawatan multidisiplin pasien dengan kanker payudara inflamasi/KPI (Inflammatory Breast Cancer/IBC) saat ini dan mendiskusikan penelitian selanjutnya yang dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan pasien dengan penyakit ini. Pola. Kami mengadakan pengulasan ulang yang komprehensif pada program computer IBC berbahasa Inggris. Hasil. Perkembangan yang signifikan pada foto, termasuk digital mammografi, ultrasonografi resolusi tinggi dengan kemampuan Doppler, Magnetic Resonance Imaging, dan tomografi emisi positron—tomografi computer, telah mengembangkan diagnosa dan tingkat (staging) KPI. Saat ini tidak tersedia kriteria molecular untuk membedakan KPI dari kanker payudara non inflamasi. Kriteria seperti ini dapat membantu mendiagnosa dan mengembangkan terapi yang diinginkan. Kombinasi kemoterapi neoadjuvant, operasi, dan terapi radiasi telah meningkatkan prognosis; akan tetapi, keseluruhan pertahanan hidup 5 tahun untuk pasien KPI tetap rendah (-30%). Biopsi kelenjar getah bening sentinel dan mastektomi menyisakan kulit tidak direkomendasikan untuk pasien dengan KPI. Kesimpulan. Penatalaksanaan yang optimal untuk KPI memerlukan kordinasi yang kuat antara dokter ahli penyakit dalam, ahli bedah, dan ahli radiasi onkologi, begitu juga dengan ahli radiologi dan dokter ahli pathologi. Sangat diperlukan identifikasi perubahan molekular yang dapat mengartikan

Upload: lusyalwi

Post on 26-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KANGKER PAYUDARA

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

KANKER PAYUDARA INFLAMASI: APA YANG KITA KETAHUI DAN APA YANG KITA PERLU PELAJARI

ABSTRAK

Tujuan. Kami mengulas kembali status perawatan multidisiplin pasien dengan kanker payudara inflamasi/KPI (Inflammatory Breast Cancer/IBC) saat ini dan mendiskusikan penelitian selanjutnya yang dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan pasien dengan penyakit ini.

Pola. Kami mengadakan pengulasan ulang yang komprehensif pada program computer IBC berbahasa Inggris.

Hasil. Perkembangan yang signifikan pada foto, termasuk digital mammografi, ultrasonografi resolusi tinggi dengan kemampuan Doppler, Magnetic Resonance Imaging, dan tomografi emisi positron—tomografi computer, telah mengembangkan diagnosa dan tingkat (staging) KPI. Saat ini tidak tersedia kriteria molecular untuk membedakan KPI dari kanker payudara non inflamasi. Kriteria seperti ini dapat membantu mendiagnosa dan mengembangkan terapi yang diinginkan. Kombinasi kemoterapi neoadjuvant, operasi, dan terapi radiasi telah meningkatkan prognosis; akan tetapi, keseluruhan pertahanan hidup 5 tahun untuk pasien KPI tetap rendah (-30%). Biopsi kelenjar getah bening sentinel dan mastektomi menyisakan kulit tidak direkomendasikan untuk pasien dengan KPI.

Kesimpulan. Penatalaksanaan yang optimal untuk KPI memerlukan kordinasi yang kuat antara dokter ahli penyakit dalam, ahli bedah, dan ahli radiasi onkologi, begitu juga dengan ahli radiologi dan dokter ahli pathologi. Sangat diperlukan identifikasi perubahan molekular yang dapat mengartikan patogenesis KPIuntuk membantu eradikasi KPI dengan menggunakan terapi khusus untuk KPI.

____________________________________________________________________________

PENGANTAR

Kanker Payudara Inflamasi (KPI) adalah tipe kanker payudara lanjut yang sangat agresif dengan prognosis buruk. Pasien datang dengan onset eritema dan oedem pada kulit payudara yang sangat cepat. Di Amerika, KPI adalah penyakit yang sangat jarang, frekuensinya antara 1%-6%. Deskripsi dari KPI yang pertama dalam literature ilmiah diterbitkan oleh Sir Charles Bell. Pada tahun 1938, istilah “KPI primer” dan “KPI true” muncul untuk membedakan KPI yang sekarang dari “KPI sekunder”, yang didefinisikan sebagai perubahan sekunder pada payudara yang menyebabkan kanker payudara noninflamasi atau kanker payudara berulang. Pada praktek

Page 2: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

klinis saat ini, kita membedakan perubahan kulit secara rutin dari perubahan kulit yang berhubungan dengan tumor payudara non-inflamasi terlantar (T4a-c). Oleh karena itu, “KPI sekuner” saat ini didefinisikan berulang dengan manifestasi eritema, edema, atau perubahan kulit pada payudara pasien dengan riwayat kanker payudara non-inflamasi (non-KPI).

Menurut sejarah, pengobatan dengan modalitas tunggal untuk menyembuhkan KPI tidak berhasil; >90% dari pasien dengan penyakit berulang dan/atau metastase dalam 2 tahun, dan tingkat pertahanan hidup 5 tahun adalah <5%. Kombinasi sistem kemoterapi neoadjuvant, operasi, dan terapi radiasi telah merujuk pada peningkatan prognosis. Akan tetapi, keseluruhan tingkat pertahanan hidup 5 tahun untuk pasien KPI masih sangat rendah, ~30%. Definisi molekular pada KPI belum ada, dimana mengakibatkan keterbatasan identifikasi pengobatan molekular penyakit ini. Penatalaksanaan optimal KPI membutuhkan koordinasi yang kuat antara ahli penyakit dalam, ahli bedah, dan ahli radiasi onkologi, begitu juga dengan ahli radiologi dan patologi. Dalam artikel ini, kami mengulas status terbaru penatalaksanaan kombinasi modalitas KPI dan mendiskusikan penelitian lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan perawatan pasien dengan penyakit ini (table 1).

Kami mengulas literature KPI berbahasa Inggris selama 30 tahun terakhir. Artikel yang diulas diidentifikasi melalui penelitian literature computer MEDLINE. Hasil observasi pada proyek penelitian yang sedang berlangsung dan tidak diterbitkan oleh penyelidik yang berspesialisasi pada KPI juga dianggap penting.

APA KRITERIA DIAGNOSA UNTUK KPI?

Saat ini, tidak ada kriteria molekular atau patologi yang pasti untuk KPI. Oleh karena itu, diagnosanya berdasarkan manifestasi klinis: onset gejala dan pemeriksaan fisik, eritema dan edema pada kulit payudara (peau d’orange) yang cepat, dan ridging. Tidak adanya kriteria diagnose dan kelangkaan penyakit ini menyebabkan diagnose yang lambat adalah umum, kesalahan yang merugikan (gambar 1).

Pada tahun 1956, kriteria diagnostic KPI pertama dibentuk oleh Haagensen berdasarkan manifestasi klinis. Salah satu karakter klinis KPI yang penting adalah penyumbatan kelenjar getah bening karena tumor emboli. Karena indikasi pasien dengan keterlibatan limfatik dermal memiliki prognosis yang bruuk, keterlibatan limfatik dermal dijadikan kriteria diagnose KPI yang definitive. Akan tetapi, untuk membuktikan keterlibatan limfatik dermal memerlukan biopsy punch, dimana jarang dilakukan. Selanjutnya, kesalahan sampling dapat menyebabkan diagnosa keterlibatan limfatik dermal yang salah. Laporan mengindikasikan keterlibatan limfatik dermal dapat dipastikan <75% pada kasus KPI, walaupun dengan pemeriksaan yang komprehensif. Saat ini, keterlibatan limfatik dermal tidak diharuskan dalam mendiagnosa KPI.

Page 3: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

KRITERIA KLINIS

Konsensus terbaru adalah kriteria klinis sangatlah penting untuk mendiagnosa KPI. Pemeriksaan fisik dan gejala diperlukan untuk diagnose KPI termasuk eritema setidaknya pada sepertiga payudara, edema dan/atau peau d’orange pada payudara, dan/atau payudara yang hangat, dengan atau tidak massa yang dapat dipalpasi. Onset dari pemeriksaan fisik dan gejala ini harus cepat; durasi dari pemeriksaan fisik dan gejala pertama kali harus ≤3 bulan.

Karena pemeriksaan fisik dan gejala, kadang-kadang KPI didiagnosa sebagai infeksi bakteri. Penyakit ini juga bisa didiagnosa sebagai mastitis, payudara dengan abses, metastase dari kanker lain, dermatitis postradiasi, atau edema payudara akibat penyakit gagal jantung. Perkiraan diagnosa selulitis atau mastitis dan pengobatan dengan antibiotic adalah penyebab utama diagnosa dan penatalaksanaan KPI yang lambat dan dapat mematikan. KPI tidak tersebar melalui proses infeksi, dan tidak menyebabkan demam dan leukositosis.

Beberapa laporan mengindikasikan bahwa insiden KPI lebih tinggi di Afrika Utara dan Timur Tengah daripada di Eropa dan Amerika Utara. Perbedaan dalam kriteria diagnose bertanggungjawab terhadap beberapa perbedaan yang terjadi. Memendeknya keseluruhan kelangsungan hidup di Afrika Utara daripada di Eropa dan Amerika Utara menyebabkan proporsi kanker payudara pada wanita muda lebih tinggi. Oleh karena itu, proporsi kanker payudara agresif yang lebih tinggi dapat disebabkan oleh karakteristik biologi dari kanker payudara pada wanita muda yang lebih agresif.

KRITERIA PATOLOGI

KPI bukanlah subtipe spesifik histologi karsinoma payudara, dan tidak ada kriteria diagnose patologi khusus untuk KPI. Akan tetapi, kombinasi penemuan histopatologi pada payudara dan kulit diatasnya berhubungan dengan karakter manifestasi klinis dapat digunakan untuk mendiagnosa KPI. Pasien dengan KPI sering datang dengan tumor ductal dengan kelas histology yang tinggi; massa bisa ada atau tidak ada.

Temuan histopatologi yang paling mengejutkan pada pasien dengan KPI adalah adanya tumor emboli limfovaskuler pada papilla dan kulit reticular diatas payudara. Meskipun emboli kulit kadang-kadang terlihat pada pasien tanpa KPI, emboli pada pasien dengan non-KPI biasanya lebih sedikit dan lebih kecil daripada emboli kulit pada pasien dengan KPI. Tidak ada korelasi langsung antara munculnya, jumlahnya, atau ukuran emboli dan derajat kulit kemerahan pada pasien dengan KPI.

Walaupun bukti patologi dari keterlibatan limfatik dermal tidak dijadikan kriteria diagnosa KPI yang definitive, biopsi kulit punch direkomendasikan pada beberapa kasus yang dicurigai KPI, sebagai bantuan untuk mendiagnosa. Untuk menghindari kesalahan sampling,

Page 4: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

area payudara yang terkena dengan perubahan kulit yang sangat signifikan dijadikan target, lubang (punch) sebesar 6mm dapat digunakan. Akan tetapi, seperti yang sebelumnya dicatat, bahkan dengan sampling yang baik dan evaluasi patologi kulit dengan biopsy punch, keterlibatan limfovaskuler dermal sekitar <75% pasien dengan KPI. Oleh karena itu, tidak adanya emboli dermal tidak menutupi kemungkinan diagnose KPI.

KRITERIA MOLEKULAR

Tidak ada kriteria molekular untuk membedakan KPI dari non-KPI. Beberapa penelitian mengusulkan molekular khusus KPI. Tetapi, karena ukuran sample yang kecil dan heterogenetik molekular KPI, tidak ada temuan yang dapat dianggap pasti. Usaha dilakukan untuk menggabungkan data microarray untuk mendefinisikan karakteristik molekular KPI. Penelitian lain menyebutkan bahwa frekuensi reseptor hormone positif lebih rendah di KPI daripada di non-KPI, pasien tersebut dengan reseptor estrogen negatif KPI memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien dengan reseptor estrogen positif KPI, dan subtype molekular KPI hampir sama dengan non-KPI. Subtipe molekular ini memiliki perbedaan klinis dan molekular yang penting. Sehingga, penelitian mendatang melibatkan KPI harus memikirkan berbagai subtype klinis dan molekular secara terpisah.

Dibutuhkan diseksi molekular KPI yang lebih terperinci melalui mikrodiseksi dan membandingkan genome pada tumor dibandingkan dengan area nontumor, tumor emboli dibandingkan dengan massa tumor dominan, dan kulit dibandingkan dengan tumor primer. Investigasi microarray pada lesi kulit dapat memberikan hasil yang lebih signifikan daripada pemeriksaan histology. Karena perubahan pada kulit payudara adalah salah satu manifestasi klinis yang sangat prominan untuk KPI, membuat investigasi pada lesi kulit bermanfaat. Selanjutnya, karena sel KPI (seperti stem sel) sangatlah agresif, dibutuhkan investigasi lebih lanjut tentang apakah sel KPI memiliki karakter yang sama dengan stem sel.

BAGAIMANA CARA MENGGUNAKAN PEMERIKSAAN RADIOLOGI UNTUK KPI?

Tantangan dalam pemeriksaan radiologi untuk wanita yang dicurigai dengan KPI adalah untuk mengidentifikasi tumor payudara primer yang akan digunakan sebagai bantuan pada biopsy dengan bantuan foto (imaging-guided biopsy) sehingga status reseptor dan biomarker dapat ditemukan dan kemoterapi neoadjuvant dapat dilakukan. Telah diketahui dengan pasti bahwa 20%-30% wanita yang baru didiagnosa dengan KPI memiliki metastase, foto dapat digunakan untuk mengidentifikasi metastase yang terjadi. Kegunaan lain dari foto pada wanita dengan KPI adalah untuk mengevaluasi reaksi dari terapi yang diberikan.

Perkembangan yang signifikan pada teknik radiologi, termasuk digital mammografi, ultrasonografi resolusi tinggi dengan kemampuan Doppler, Magnetik Resonance Imaging (MRI),

Page 5: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

dan tomografi emisi positron—tomografi computer (PET-CT), telah meningkatkan diagnose dan staging KPI. CT dan seluruh badan skintigrafi mengambil peran dalam staging KPI, begitu juga dalam stagin non-KPI.

MAMMOGRAFI

Seperti pada kanker payudara lainnya, mammografi pada wanita dengan KPI dapat memperlihatkan sebuah massa, distorsi arsitektur, atau kalsifikasi. Penebalan kulit dan distrosi trabekular dapat dilihat pada 80% pasien dengan KPI; temuan ini dapat merujuk pada diagnose KPI tapi tidak spesifik. Pada wanita dengan KPI. Tingkat identifikasi terhadap tumor primer ditemukan hanya pada 15% kasus; temuan radiologi yang paling sering adalah distorsi trabekular. Resolusi kontras yang lebih baik pada digital mammografi dapat memperlihatkan penebalan kulit, penebalan trabekular dan struma, dan peningkatan density payudara difus—temuan yang selalu muncul berkaitan dengan KPI. Lesi fokal massa atau sekelompok yang dicurigai kalsifikasi lebih jarang pada KPI daripada non-KPI. Oleh karena itu, wanita dengan suspek KPI mengikuti mammografi bilateral, yang dapat memberikan skrining payudara kontralateral

ULTRASONOGRAFI PAYUDARA

USG berguna untuk mengidentifikasi area yang mencurigakan agar dapat dibiopsi untuk mengkonfirmasi diagnose kanker payudara. Pada wanita suspek atau yang benar menderita KPI, USG resolusi tinggi dapat mengidentifikasi bagian payudara yang abnormal (massa atau disstorsi arsitektur) dalam >90% kasus dan dapat digunakan untuk membantu dalam biopsi image-guided untuk mengkonfirmasi diagnose kanker payudara atau untuk mengumpulkan informasi tambahan mengenai tumor tersebut. USG juga dapat memberika informasi berharga tentang kelenjar getah bening regional, termasuk kelenjar di axial, supraclavicular, infraclavicular, dan kelenjar mamari internal. Khususnya mengidentifikasi kelenjar getah bening regional sangat penting sebelum kemoterapi sistemik agar terapi radiasi postmastektomi dapat direncanakan dengan benar pada kelenjar yang terkena tetapi tidak diangkat.

MRI

MRI adalah teknik pencitraan yang memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi lesi parenkim payudara primer dan kulit yang abnormal secara menyeluruh. Temuan dengan MRI sangat membantu dalam menuntun biopsi kulit punch sebagai diagnosa kanker tertinggi. Pada MRI, penebalan kulit dan peninggian 90%-100% dapat terlihat pada pasien dengan KPI; oleh karena itu, MRI dapat menjadi alat yang berguna untuk membedakan pasien dengan KPI dari pasien non-KPI yang secara lokal meningkat. Dalam penelitian dari Universitas Texas MD Anderson Cancer Central untuk pasien dengan KPI, MRI payudara mengidentifikasi semua lesi parenkim

Page 6: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

payudara, dan mammografi mengidentifikasi 80% lesi parenkim payudara, dan USG mengidentifikasi 95% lesi parenkim payudara.

Pada MRI, KPI terlihat seperti massa multiple dengan tepi yang irregular dan peningkatan heterogen internal, edema payudara (sinyal T2-weighted-nya tinggi di seluruh payudara yang terkena), pembesaran payudara ipsilateral, dan peningkatan payudara asimetrik. Karena sensitivitasnya yang meningkat, MRI direkomendasikan pada pasien suspek KPI ketika mammografi dan USG memperlihatkan tidak ada lesi parenik payudara. MRI, khususnya MRI fungsional (contohnya Magnetic resonance spectroscopy), adalah metode berharga untuk memonitor reaksi KPI pada kemoterapi. Teknik ini yang berguna untuk pasien dengan KPI adalah MRI weighted difus. MRI weighted difus juga adalah teknik pencitraan in vivo yang memastikan diagnose kanker payudara tanpa memerlukan alat kontras melaljui eksploitasi pada jaringan mikrostruktural yang berhubungan dengan difus air. Difus mengalami penurunan pada jaringan sel dengan tumor malignant dan diukur dengan koefisien difus yang ada. Kanker payudara menunjukan nilai koefesien difus yang rendah dengan jaringan payudara yang normal, walaupun beberapa lesi benign dan malignant tumpang tindih satu sama lain. Investigasi lebih lanjut dibutuhkan dari MRI untuk KPI.

PET-CT

Walau penggunaanya controversial, PET-CT digunakan secara rutin pada pasien KPI karena deteksi dini dari metastase distant dapat membantu mengontrol metastase penyakit. Selain itu, juga dapat mendeteksi peningkatan kelenjar getah bening regional dan kontralateral yang ada pada KPI pada umumnya, dan pencitraan cross-sectional paa leher sangat berguna untuk prekemoterapi dalam merencanakan radiasi bila terapi radiasi komprehensif diperlukan.

Mengenai pencitraan PET-CT pada tumor itu sendiri, satu penelitian retrospektif mengevaluasi PET pada 41 pasien KPI. Penebalan kulit hipermetabolik difus dan hipermetaboli uptake payudara dapat diamati dengan keterlibatan kelenjar getah bening pada axial. Pada penelitian ini, tujuh pasien tidak diketahui adanya metastasis jauh pada stage awal tetapi pada stage PET-CT didapatkan metastasis jauh.

Penelitian terbaru mengusulkan hasil jangka panjang superior pada pasien KPI dengan PET-CT dapat menunjukkan efek tahap migrasi. Tahap migrasi diharapkan terjadi dengan tambahan pemeriksaan lain yang meningkatkan deteksi penyakit yang lebih lanjut dan yang dapat memberikan hasil yang lebih dramatis pada penyakit apapun. Dalam banyak situs kanker, reaksi PET-CT telah dihubungkan dengan pengobatan dan algoritma prognosis. Akan tetapi, 32 pasien dengan KPI dan kelenjar getah bening fluorodeoxyglucoseavid di axial menerima reaksi PET yang penuh setelah kemoterapi neoadjuvant, hanya 26% memiliki reaksi penuh secara patologi(W.A Woodward, T.A. Buchholz, observasi yang tidak diterbitkan). Diperlukan

Page 7: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

investigasi tambahan untuk melihat peran dari PET-CT untuk memonitor reaksi awal terapi neoadjuvant.

APA PENATALAKSANAAN OPTIMAL UNTUK KPI?

Hasil bersejarah mendukung pengobatan multimodal KPI. Sebelum era kemoterapi, KPI diobati dengan operasi dan/atau terapi radiasi, dan <5% pasien bertahan >5 tahun. Tahun 1950, penelitian 29 pasien KPI diobati dengan mastektomi radikal melaporkan rata-rata yang bertahan hidup hanya 19 bulan; tidak ada pasien yang bertahan 5 tahun. Dalam penelitian oleh Pusat Terapi Radiasi Gabungan (Joint Center for Radiation Therapy) penatalaksanaan KPI dengan terapi radiasi yang definitive menghasilkan 5 tahun tanpa pasien berulang dan tingkat pertahanan hidup secara keseluruhan hanya 17% dan 28%. Kombinasi operasi diikuti dengan terapi radiasi menghasilkan kontrol lokoregional yang lebih baik daripada hanya dengan operasi saja atau terapi radiasi saja, tapi angka pasien yang bertahan hidup tidak terpengaruh.

Pada tahun 1970, kemoterapi doxorubicin neoadjuvant dimasukkan dalam penatalaksanan KPI. Uji coba prospektif membuktikan keberhasilan kemoterapi neoadjuvant diikuti dengan operasi dan terapi radiasi. Kemudian, rejimen yang mengandung taxane neoadjuvant diinvestigasi dalam penatalaksanaan KPI, dan hasilnya menunjukkan kombinasi taxane dengan anthraciclin memberikan reaksi yang lebih baik.

Hari ini, consensus pasien KPI tanpa bukti metastasis jauh pada saat didiagnosa harus mendapatkan kemoterapi yang diikuti dengan operasi dan terapi radiasi. Untuk pasien dengan penyakit reseptor human epidermal growth faktor (HER)2, trastuzumab (antibody HER-2) diindikasikan; pilihan ini didiskusikan lebih dalam tentang terapi yang diinginkan. Untuk pasien dengan penyakit reseptor hormone positif, terapi hormone diindikasikan.

KEMOTERAPI

Laporan tentang pengalam 20 tahun di MD Anderson menunjukkan kemoterapi anthraciclin pada pasin KPI menghasil tingkat pertahanan hidup 40% untuk 5 tahun dan 33% untuk 10 tahun. Selain itu, beberapa penelitian retrospektif telah mengeksplorasi keampuhan kemoterapi anthraciclin yang digunakan untuk non-KPI. Satu penelitian cohort 68 pasien yang telah diobati 3 siklus cyclophosphamide, doxorubicin, dan 5-fluorouracil atau cyclophosphamide, epirubicin, dan 5-fluorouracil diikuti dengan operasi, terapi adjuvant, dan terapi radiasi pada kedua uji coba prospektif acak yang menunjukkan tingkat pertahanan hidup 44% untuk 5 tahun dan 32% untuk 10 tahun.

Laporan awal dari penyelidik di MD Anderson menunjukkan kemoterapi kombinasi taxane efektif sebagai pengobatan neoadjuvant untuk KPI. Dalam kohort 178 pasien dengan KPI, penyidik yang sama mendemonstrasikan keuntungan dari tambahan paclitaxel kepada

Page 8: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

fluorouracil, doxorubicin, dan cyclophosphamide. Keuntungannya lebih terlihat pada pasien dengan KPI negative reseptor estrogen. Saat ini, siklus kemoterapi taxane diikuti dengan kemoterapi anthracyclin merupakan dasar terapi primer untuk KPI di MD Anderson.

TERAPI TARGET

Beberapa kandidat KPI molekular yang akan diterapi target telah diinvestigasi; sejauh ini, terapi target HER-2 dan reseptor epidermal faktor growth (EGFR) telah membuktikan keuntungan secara klinis.

HER-2 diekspresikan atau diperbesar dalam 30%-60% kasus KPI. Trastuzumab dikombinasi dengan kemoterapi untuk kanker payudara tahap lanjut, termasuk KPI, telah diinvestigasi dalam beberapa uji coba prospektif. Hasil dari ujicoba ini mengusulkan kombinasi trastuzumab dan sistem kemoterapi memiliki peran dalam penatalaksanaan KPI.

Lapatinib adalah dual inhibitor tirosin kinase oral EGFR dan HER-2. Uji coba menunjukkan lapatinib memiliki keampuhan yang sama dengan trastuzumab pada pasien kanker payudara dengan HER-2. Lapatinib digunakan sebagai pengobatan KPI, yang memiliki tingkat positif HER-2 lebih tinggi dari non-KPI. Hasil preliminary uji coba fase II lapatinib dan paclitaxel sebagai terapi neoadjuvant pada pasien yang baru didiagnosa KPI menunjukkan 95% pasien HER-2 memiliki reaksi klinis. Saat ini, Penelitian dan Penatalaksanaan Kanker oleh Organisasi Eropa memimpin ujicoba acak fase I/II lapatinib dan docetaxel sebagai terapi neoadjuvant pada pasien kanker payudara lanjut dengan HER-2, atau kanker payudara yang dapat dioperasi. Di MD Anderson, penelitian fase II lapatinib neoadjuvant ditambah kemoterapi sistemik (sekuen 5 fluorouracil, epirubicin, dan cyclophosphamide dan paclitaxel) pada pasien KPI HER-2 sedang berlangsung. Selanjutnya, kombinasi inhibitor histon deacetylase dan inhibitor aromatase dengan inhibitor tirosin kinase yang seperti insulin saat ini sedang diuji.

Target molekular pada proses vasculolimfatik—angiogenesis, lyphangiogenesis, dan vaskulogenesis—telah menunjukkan potensi besar untuk KPI dan non-KPI. Ekspresi tinggi dari faktor angiogenik telah diamati pada KPI dan terapi antiangiogenesis (bevacizumab dan senaxanib) telah menunjukkan hasil klinis di beberapa uji coba klinis. Limfagiogenesis memiliki perant penting dalam penyebaran awal penyakit ke kelenjar getah bening pada pasien KPI. Vakulogenesis juga mungkin berkaitan dengan metastasis hematogeneous KPI dan telah diinvestigasi lebih jauh pada tikus model xenograft KPI.

Perbandingan antara gen manusia KPI dan sampel tumor non-KPI menunjukkan reaksi berlebihan dari RhoC dan hilangnya WISP3 pada KPI. RhoC adalah bagian dari keluarga Ras dan meliputi regulasi cytockeleton. Kegunaan dari inhibitor farnesyltransferasi untuk memodulasi reaksi RhoC telah diinvestigasi pada penelitian preklinik dan memiliki potensi sebagai terapi

Page 9: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

target untuk tumor yang memiliki reaksi RhoC yang berlebihan, termasuk KPI. Kemoterapi neoadjuvant dengan inhibitor fanesyltransferase tpifanib dikombinasi dengan doxorubicin dan cyclophosphamide diuji pada ujicoba fase II dan berkaitan dengan 25% reaksi penuh secara patologi diikuti dengan menurunnya aktifitas enzim farnesyltransferase.

Reaksi E-cadherin tinggi pada KPI. Secara umum, E-cadherin menurunkan pertumbuhan kanker, dan hilangnya E-cadherin berkaitan dengan transisi epithelial-mesenchymal. Pola unik dari E-cadherin pada KPI dapat membuat penatalaksanaan target untuk E-cadherin pada KPI, dan strategi ini telah diinvestigasi pada KPI xenograft. EIF4GJ, baru-baru ini menemukan gen target terjemahan eukariotik inisiasi faktor 4 , yang mungkin berkaitan dengan peran E-cadherin pada KPI. Reaksi berlebihan pada gen ini dapat terlihat lebih sering pada tumor KPI (80%) daripada pada sel normal dan sel non-KPI.

OPERASI

Operasi memiliki peran penting dalam pengobatan multimodal KPI. Menurut sejarah, mastektomi sebagai penatalaksanaan tunggal gagal untuk menghasilkan keuntungan pertahanan hidup pada pasien KPI; tingkat pertahanan hidup 5 tahun setelah operasi saja 0%-10%. Sebaliknya, beberapa penelitian retrospektif menunjukkan hasil operasi kontrol yang lebih tinggi dan pertahanan hidup yang lebih baik pada pasien yang memberikan reaksi yang baik pada kemoterapi neoadjuvant. Prosedur operasi yang optimal pada pasien yang memberikan reaksi kemoterapi neoadjuvant adalah mastektomi dengan diseksi kelenjar getah benih di axial. Tujuan dari operasi seharusnya pengangkatan penuh residu penyakit dengan tepi negative; prognosis yang lebih baik dilaporkan pada pasien dengan tepi negative. Kandidat yang lebih pantas untuk dioperasi adalah pasien dimana tepi negative telah diantisipasi.

Keterlibatan kelenjar getah bening pada axial diamati pada 55%-85% pasien dengan KPI. Kelenjar getah bening axial dianggap sebagai hasil prediksi pertahanan hidup; oleh karena itu, diseksi penuh kelenjar getah bening axila adalah penatalaksanaan standar untuk pasien KPI. Walaupun biosi kelenjar getah bening sentinel (SLNB) telah diterima sebagai penatalaksanaan standard untuk mengevaluasi kelenjar getah bening axial pada pasien dengan kanker payudara dini, SLNB tidak direkomendasi untuk pasien KPI karena penyumbatan limfatik oleh sel tumor dan SLNB yang tidak dapat diandalkan setelah terapi neoadjuvant. Pada satu penelitian, delapan pasien KPI mengikuti SLNB setelah kemoterapi neoadjuvant. Tingkat identifikasi SLN 70% dan tingkat false-negatif 40%. Tingkat false-negatif yang tinggi ini memperlihatkan SLNB tidak dapat diandalkan pada KPI.

Mastektomi menyisakan kulit tidak direkomendasikan pada pasien KPI. Penyakit ini memiliki tingkat keterlibatan limfatik dermal yang tinggi, dimana dapat mencegah terbentuknya tepi negative.

Page 10: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

Ada tidaknya rekonstruksi segera harus diusulkan pada pasien dengan kanker payudara lanjut, termasuk KPI, masih controversial. Hasil kosmetik pasien yang melewati radiasi dinding dada setelah rekonstruksi payudara yang buruk, bahkan dengan perkembangan teknik baru-baru ini. Suatu seri melaporkan tidak ada pengunduran diagnose pada enam pasien yang mengembangkan kekambuhan lokal diantara 10 pasien KPI yang melewati rekonstruksi payudara dengan flap myocutaneous, mengusulkan rekonstruksi lanjut tidak sepenuhnya kontradiksi pada pasien KPI.

TERAPI RADIASI

Ketika Mastektomi layak setelah kemoterapi neoadjuvant, penatalaksanaan standard pada pasien KPI untuk menjalani terapi radiasi post mastektomi. Pengobatan dibuat untuk dinding dada atau semua saluran limfatik yang belum didiseksi, termasuk infraklavikular, supraclavikular, dan limfatik mamari internal. Tujuan kritis termasuk penutupan dinding dada yang efektif untuk mengobati semua infiltrasi tumor pada limfatik dermal, dosis kulit yang adekuat, dan meliputi semua kelenjar getah bening yang terlibat dan yang beresiko. Secara anekdot, kekambuhan pada dinding dada ditengah bekas luka pernah terjadi pada bekas luka medial dibatasi sebagai usaha untuk mencegah kontralateral payudara. Menyelamatkan bagian medial sangat bijaksana, dan komunikasi pre-operasi dengan ahli bedah untuk mengoptimalkan ekstensi bekas luka agar dapat memberikan tempat yang ideal untuk radiasi. Penyakit kelenjar getah bening oligometastatic (M1) regional (contohnya ekstensi kelenjar getah bening mamari internal samapi ke mediatinum) sangat jarang; ketika penutupan dapat dilakukan dengan jaringan sehat sekitarnya, adalah masuk akal untuk menggunakan radiasi pada penyakit seperti ini. Beberapa rejimen terapi radiasi telah menunjukkan hasil pada kontrol lokal yang baik dengan dosis eskalasi atau agresif untuk memaksimalkan dosis kulit.

Parameter teknis harus dipertimbangkan baik-baik dan dioptimalkan untuk semua pasien. Kombinasi electron dan proton tangent atau electron yang disesuaikan digunakan untuk menutupi dinding dada yang lebar dan meminimalkan resiko pada organ intrathoracic. Bahan jaringan yang sebanding diletakkan diatas dinding dada selama beberapa atau semua fraksi radiasi untuk menjamin dosis yang adekuat pada kulit.

Pencitraan yang komprehensif pre-penatalaksanaan, termasuk pencitraan cross-sectional pada semua kelenjar getah bening yang terlibat, sangat dibutuhkan. Pencitraan yang komprehensif pre-penatalaksanaan harus berkorelasi dengan rencana CT-scan post-kemoterapi dan/atau post-operasi. PET-CT prekemoterapi sangat disarankan untuk pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening infraklavikular, mamari internal, atau supraklavikular. Ketika area ini ikut terlibat, eskalasi dosis yang hat-hati diperlukan, dan pencitraan prekemoterapi cross sectional mengijinkan eskalasi dosis yang dapat diberikan pada kelenjar getah bening yang terlibat untuk membatasi kerusakan pada jaringan sehat di sekitarnya. Pre-penatalaksanaan

Page 11: Jurnal_onko_1_KANKER_PAYUDARA_INFLAMASI[1]

dengan ekstensi keterlibatan kulit juga sangat penting untuk dipertimbangkan untuk radiasi terapi karena KPI sering infiltrasi ke limfatik dermal pada kulit payudara; keterlibatan ini memiliki resiko kekambuhan lokal yang tinggi. Fotografi prekemoterapi dan pemeriksaan sangat menguntungkan untuk rencana radiasi; ketika layak, radiasi prekemoterapi sangat menguntungkan. Rencana radiasi, termasuk pola dan dosis yang terpilih, harus diselesaikan dengan memikirkan reaksi terhadap terapi neoadjuvant dan ekstensi reseksi pada operasi.

Dosis pengobatan bervariasi tergantung institusi. Peningkatan terapi radiasi hiperfraksi dapat digunakan untuk mendapatkan kontrol lokal yang lebih baik daripada sebelumnya yang pernah didapat pada penyakit agresif ini dengan efek racun resiko jangka-pendek atau jangka panjang. Saat ini, peningkatan terapi radiasi hiperfraksi diberikan pada pasien dengan residu penyakit setelah kemoterapi, pasien dengan tepi positif setelah operasi, dan pasien berumur <45 tahun.

Uji coba terapi radiasi pre-operasi menunjukkan tingkat komplikasi lebih tinggi pada pasien yang menerima terapi radiasi pre-operasi daripada yang tidak menerima terapi radiasi pre-operasi, dan resiko komplikasi operasi adalah ketergantungan dosis. Penggunaan terapi radiasi yang bersamaan dan capecitabine (825mg/m2 dua kali sehari pada hari radiasi) saat ini sedang diinvestigasi di MD Anderson Cancer Center. Tidak adanya data baru, kandidat operasi harus menjalani operasi sebelum terapi radiasi.