jurnal reading brain abscess

5
Hasil dari teknik pembedahan ini menujukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam hal hasil atau komplikasi yang berhubungan. Akan tetapi, efektifitas guided aspirasi secara stereostatik dan eksisi kraniotomi terbuka membedakan dengan laporan yang multiple. Xiao et al melaporkan keefektifan antara dua prosedur, tapi secara signifikan kematian lebih rendah ( p = 0,002) dengan eksisi kraniotomi terbuka. Mampalam et al melaporkan kekambuhan abses otak pada kraniotomi terbuka dibandingkan dengan aspirasi stereostatik. Ratnaike TE et al melakukan review The Ovid Medline database pada rentang antara 1990-2009 untuk mengidentifikasi semua artikel yeng berhubungan dengan abses otak. Mereka menemukan tingginya angka kematian dari aspirasi pada era pre tomografi komputer menurun secara dramatis setelah adanya scan tomografi komputer. Pada review ini, rata-rata kematian karena aspirasmemi setelah tahun 1990 adalah 6,6% untuk publikasi dengan dengan lebih dari 5 pasien. Dengan eksisi pembedahan kraniotomi, rata-rata kematian pada periode yang sama sebesar 12,7%. Merka meyimpulan bahwa aspirasi mungkin menjadi pilihan pembedahan pembedahan pada pasien dengan abses otak parenkim supratentorial. Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan faktor-faktor pasien yang mana yang berhubungan dengan hasil yang buruk. Variabel yang dites termasuk jenis kelamin, umur, GCS saat masuk rumah saki, gejala, faktor resiko predisposisi, lokasi abses, dan mode operasi. Pada analisis ini, 86,67% pasien memiliki skor GCS yang baik saat masuk rumah sakit, yang mana hasil klinis tidak diabaikan. Satu alasan mengapa skor GCS tidak berhubungan dengan hasil mungkin karena beberapa pasien dengan skor GCS tinggi dengan imunocompromise atau yang disertai penyakit primer letal seperti glioblastoma. Hampir mirip dengan studi oleh Landriel F, 79,6% pasien memiliki skor GCS yang baik saat masuk rumah sakit. Pada hasil ini, tidak ada kesimpulan yang dapat digambarkan berkenaan dengan efek neurologis yang memburuk, akan tetapi, ada bukti kuat bahwa ini merupakan salah satu faktor yang paling penting yang menentukan prognosis. Studi sebelumnya telah ditemukan level perubahan kesadaran. Level kesadaran pada presentasi telah ditunjukkan oleh peneliti lain untuk menjadi nilai prognosis yang baik. Rasio laki-laki dan perempuan pada studi ini yaitu 3.6:1. Laki-laki ditemukan lebih mempengaruhi daripada perempuan pada studi ini, dibandingkan dengan kelompok umur. Observasi yang mirip telah

Upload: iisisiis

Post on 11-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

brain abses

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Reading Brain Abscess

Hasil dari teknik pembedahan ini menujukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam hal hasil atau komplikasi yang berhubungan. Akan tetapi, efektifitas guided aspirasi secara stereostatik dan eksisi kraniotomi terbuka membedakan dengan laporan yang multiple. Xiao et al melaporkan keefektifan antara dua prosedur, tapi secara signifikan kematian lebih rendah ( p = 0,002) dengan eksisi kraniotomi terbuka. Mampalam et al melaporkan kekambuhan abses otak pada kraniotomi terbuka dibandingkan dengan aspirasi stereostatik. Ratnaike TE et al melakukan review The Ovid Medline database pada rentang antara 1990-2009 untuk mengidentifikasi semua artikel yeng berhubungan dengan abses otak. Mereka menemukan tingginya angka kematian dari aspirasi pada era pre tomografi komputer menurun secara dramatis setelah adanya scan tomografi komputer. Pada review ini, rata-rata kematian karena aspirasmemi setelah tahun 1990 adalah 6,6% untuk publikasi dengan dengan lebih dari 5 pasien. Dengan eksisi pembedahan kraniotomi, rata-rata kematian pada periode yang sama sebesar 12,7%. Merka meyimpulan bahwa aspirasi mungkin menjadi pilihan pembedahan pembedahan pada pasien dengan abses otak parenkim supratentorial.

Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan faktor-faktor pasien yang mana yang berhubungan dengan hasil yang buruk. Variabel yang dites termasuk jenis kelamin, umur, GCS saat masuk rumah saki, gejala, faktor resiko predisposisi, lokasi abses, dan mode operasi. Pada analisis ini, 86,67% pasien memiliki skor GCS yang baik saat masuk rumah sakit, yang mana hasil klinis tidak diabaikan. Satu alasan mengapa skor GCS tidak berhubungan dengan hasil mungkin karena beberapa pasien dengan skor GCS tinggi dengan imunocompromise atau yang disertai penyakit primer letal seperti glioblastoma. Hampir mirip dengan studi oleh Landriel F, 79,6% pasien memiliki skor GCS yang baik saat masuk rumah sakit.

Pada hasil ini, tidak ada kesimpulan yang dapat digambarkan berkenaan dengan efek neurologis yang memburuk, akan tetapi, ada bukti kuat bahwa ini merupakan salah satu faktor yang paling penting yang menentukan prognosis. Studi sebelumnya telah ditemukan level perubahan kesadaran. Level kesadaran pada presentasi telah ditunjukkan oleh peneliti lain untuk menjadi nilai prognosis yang baik.

Rasio laki-laki dan perempuan pada studi ini yaitu 3.6:1. Laki-laki ditemukan lebih mempengaruhi daripada perempuan pada studi ini, dibandingkan dengan kelompok umur. Observasi yang mirip telah dilaporkan bagian-bagian dunia yang berbeda. Akan tetapi, Landriel F melaporkan 59,3% pasien dengan abses intrakranial adalah perempuan.

Meskipun kejadian lebih besar pada laki-laki pada penelitian kohort ini, analisis menampakkan bahwa jenis kelamin perempuan berhubungan dengan hasil yang buruk. Karena ukuran sampel kecil, penemuan ini seharusnya diverifikasi di percobaan multicenter di daerah dan ukuran sampel yang lebih besar

Penambahan, analisis menunjukkan bahwa pasien yang lebih dari 40 tahun lebih rentan terhadap abses otak, secara keseluruhan 42 subjek (70%) lebih dari 40 tahun. Hasil ini mirip dengan lapor sebelumnya yang menunjukkan bahwa pasien yang lebih dari 40 tahun lebih rentan terkena abses otak. Berlawanan dengan itu, beberapa peneliti melaporkan bahwa abses otak terjadi lebih sering pada kelompok umur muda, biasanya pada periode 3 dekade pertama. Dalam studi Manzar N, 34 (64,2%) subyek yang lebih tua dari 15 tahun dan mayoritas patientswere lebih muda dari usia 40 tahun. Demikian pula, studi ina dilakukan oleh Sinha et al., 74,89% dari pasien yang lebih muda dari 40 tahun. Secara keseluruhan, jelas bahwa kelompok usia yang paling terpengaruh oleh abses otak tidak yetclear dari data yang tersedia. Mungkin ada tambahan, faktor yang terlibat dalam kecenderungan untuk abses otak pada usia berapa pun yang mendasari.

Page 2: Jurnal Reading Brain Abscess

Data laboratorium memiliki nilai sedikit diagnostik atau prognostik (Tabel 3). Dua puluh lima pasien memiliki peningkatan jumlah sel darah putih perifer, semua dengan leukositosis dominan. Tingkat sedimentasi eritrosit ditemukan untuk ditingkatkan di 12 pasien. Namun, kadar protein C-reaktif yang ditemukan normal pada 51,7% pasien. Karena banyak pasien yang menerima terapi antibiotik sebelum operasi, kultur positif diperoleh hanya 8 kasus, di mana isolat yang paling umum.

Tabel 3 Temuan demografi dan laboratorium utama pasien

Karakteristik Pasien Nomor pasien (n = 60) Frekuensi (%)Umur (tahun)≤ 40≥ 40

2040

33.366.7

SexMaleFemale

4713

78.321.7

GCS on admission≤ 1314-15

852

13.386.7

Peningkatan parameter labESRCRPWBC

122925

2048.341.7

Jumlah absesSingleMultiple

4614

76.723.3

Pada seluruh 8 kasus, satu oragnisme dideteksi merupakan etiologi monomikroba, dan kecenderungan yang sama telah ditandai dalam berbagai studi di seluruh dunia. Total kultur negatif sejumlah 86,67%, yang mana sangat lebih tinggi dari pada rata-rata yang diobservasi oleh peneliti lainnya. Bahakan ketika hasil kultur negatif, terapi empiris harus diberikan berlawanan dengan agen penyebab yang dicurigai. Ada beberapa kemungkinan alasan-alasan untuk tingginya rata-rata kultur negatif. Pertama, kebijakan manajemen antibiotik di China relatif longgar, dan penggunaan antibiotik untuk pencegahan sangatlah umum. Kedua, sampel pus intrakranial mungkin tidak ditransport ke laboratorium mikrobiologi dengan cukup cepat untuk berhasil dianalisis. Pada akhirnya, protokol standar kultur yang digunakan di rumah sakit dapat kehilangan organisme yang penting, seperti bakteri anaerob.

Saito et al. Mendiganosis abses otak kultur negatif dengan Streptococcus intermedius melalui analisis urutan nukleotida secara langsung dari 16s gen RNA ribosom. Al Malsama et al. menunjukkan analisis 16S rDNA berdasarkan metagonomik abses serebri dari 2006 hingga 2010. Dengan mendeteksi infeksi polimikroba pada 19 pasien, strategi mereka secara signifikan lebih diskriminasi dan memungkinkan identifikasi dengan jumlah yang lebih besar dari bakteri taxa daripada melakukan kultur dan kovensional reaksi rantai 16S rDNA polimerase dan berurutan masing-masing (P<0,001). Mereka menyimpulkan bahwa kloning dan urutan pengerasan PCR 16S rDNA merukan metode bernilai tinggi untuk mengidentifikasi spesies bakteri yang ditemukan pada abses otak. Bajpai A membandingkan kultur konvensional, PMRS dan metode molekuler (16S rRNA PCR dan berurutan) untuk mendeteksi bakteri aerob dan anaerob pada abses otak. Mereka menemukan bahwa, modalitas non-invasif, in vivo PMRS berguna untuk mengkategori bakteri secara

Page 3: Jurnal Reading Brain Abscess

cepat dengan spesifik dan sensitif secara beralasan. Hal tersebut dapat mengelompokkan bakteri aerob dan anaerob bahkan pada sampel steril sebaik bakteri yang mana relatif tumbuh lambat atau sulit untuk diidentifikasi oleh metode konvensional.

Tabel 4 Isolasi kultur bakteri positif dari pasien dengan abses otak

Organisme Jumlah pasien (n = 90)Streptococcus intermediusPs. AeruginosaStreptococcus sanguisStreptococcus oralisG + coccusStreptococcus alactolyticusStreptococcus anginosusStreptococcus pneumoniaeNo growth

11111111

52

Dari 60 pasien termasuk studi ini, hasil yang baik adalah 78,33% dari subjek. Hasil dari satu pasien tidak baik karena abses dibentuk setelah evakuasi hematoma pada regio basal ganglia kanan. Angka kematian pada studi ini sebesar 20% (12 kasus). 10 pasien meninggal segera setelah periode operasi akibat dari komplikasi dan 2 pasien yang telah dioperasi untuk glioblastoma meninggal setelah keluar rumah sakit. Dari 10 pasien yang meninggal di rumah sakit, 2 dengan imunosupresan pada saat didiagnosis dan meninggal karena kegagalan multisistem organ. 2 kematian merupakan hasil dari komplikasi letal secara tidak langsung berhubungan dengan prosedur pembedahan : hematoma pada otak tengah dan area operasi, masing-masing. Pada 3 pasien, abses merusak hingga ke dalam sistem ventrikuler dan pasien meninggal karena ventrikulitis dan syok infeksius (syok sepsis). Tiga kematian lainnya dikarenakan herniasi otak setelah operasi akibat dari peningkatan tekanan intrakranial.

Angka kematian menunjukkan kemiripan dari angka yang diobservasi oleh peneliti lain, yang mana rentang antara 8% hingga 53%. Manzar et al melaporkan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi kemtian adalah kondisi neurologi pasien pada saat pasien masuk rumah sakit. Landriel et al menyatakan immunosupresan dan penyebaran secara hematogen berhubungan dengan hasil yang buruk. Secara kontras, studi ini menyatakan bahwa hanya jenis kelamin merupakan faktor kritis yang mempengaruhi hasil. Sejauh ini efek terapi diperhatikan. Park SH et al mendemonstrasikan bahwa MRI plus FDG-PET memperbaiki akurasi respon terapi antibiotik pada abses otak dan membantu pada optimisasi terapi.

Kejang merupakan bentuk paling umum dari komplikasi setelah operasi dan diterapi dengan antiepilepsi. Setelah keluar rumah sakit, pasien dimonitori melalui klinis pasien rawat jalan selama 7-19 bulan. Setelah 15 bulan, 12 pasien tidak termonitor, dan pasien lainnya yang dapat dimonitor, skor neurologi masih tidak berubah. Pada akhir periode pengawasan ini, pasien yang bertahan menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekambuhan secara klinis maupun neuroimaging.

Kesimpulan

Studi retrospektif menunjukkan sejumlah etiologi yang menarik, pilihan terapi, dan populasi pasien abses otak. Pasien yang lebih tua dari 40 tahun merupakan yang paling rentan terhadap abseb otak. Jenis kelamin laki-laki merupakan satu-satunya yang diprediksi sebagai prognosis yang menguntungkan. Kematian yang dikarenakan abses otak secara tidak langsung berhubungan dengan

Page 4: Jurnal Reading Brain Abscess

teknik pembedahan. Diagnosis awal dan manajemen yang tepat akan menghasilkan prognosis yang lebih baik. Akan tetapi, studi prospektif multi-centre dengan skala lebih besar direkomendasikan untuk evaluasi lebih lanjut etnik dan perbedaan geografi dan resiko lain dan abses otak pada negara berkembang seperti China.