amebic liver abscess - tgas blok 12 - thipo ardini-028

64
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara yang lainnya. Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur. Selama kurun waktu seabad terakhir ini, telah terjadi banyak perubahan dalam epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostic, pengelolahan maupun prognosis abses hati. Sesuai dengan perkembangan zaman, di Negara-negara yang sudah maju abses hati amebic yang pada awal abad ke-20 mendominasi abses hati, sekarang sudah jarang ditemukan sedangkan abses hati piogenik lebih banyak ditemukan. Di Negara-negara yang sedang berkembang, abses hati amebik didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan abses hati piogenik. Dalam makalah ini akan dibicarakan abses hati amebik dan abses hati piogenik yaitu penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang sering terjadi. Amebiasis hati merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi oleh entamoeba histolitika. Penyakit ini masih sering dijumpai terutama di negara Lilis Khairani 029 Page 1

Upload: thipo-ardini

Post on 29-Jun-2015

1.044 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Insiden dan jenis penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari

gastrointestinal sangat bervariasi dari satu negara ke negara yang lainnya. Infeksi

ini dapat disebabkan oleh bakteri, parasit atau jamur.

Selama kurun waktu seabad terakhir ini, telah terjadi banyak perubahan

dalam epidemiologi, etiologi, bakteriologi, cara diagnostic, pengelolahan maupun

prognosis abses hati. Sesuai dengan perkembangan zaman, di Negara-negara yang

sudah maju abses hati amebic yang pada awal abad ke-20 mendominasi abses hati,

sekarang sudah jarang ditemukan sedangkan abses hati piogenik lebih banyak

ditemukan.

Di Negara-negara yang sedang berkembang, abses hati amebik didapatkan

secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan abses hati piogenik. Dalam

makalah ini akan dibicarakan abses hati amebik dan abses hati piogenik yaitu

penyakit infeksi pada hati yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang sering

terjadi.

Amebiasis hati merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi oleh

entamoeba histolitika. Penyakit ini masih sering dijumpai terutama di negara

tropis. Dulu penyakit ini lebih dikenal sebagai abses tropik, karena disangka

hanya terdapat di daerah tropik atau subtropik saja. Ternyata sangkaan tersebut

tidak benar, karena kemudian ditemukan juga tersebar di seluruh dunia.

Terdapat terutama di negara tropik dan subtropik dengan sanitasi yang

masih buruk seperti India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico. Tapi

dapat juga di Negara lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada kaum pria jika

dibandingkan dengan kaum wanita, dengan perbandingan 4 : 1. Lebih sering pada

orang-orang dewasa. Pada lebih kurang penderita amebiasis timbul komplikasi

pada hati. Menurut penelitian ADAM DAN HADI di Bagian Penyakit Dalam R.S.

Hasan Sadikin sejak januari 1974 sampai dengan Oktober 1975, hanya dirawat 6

penderita amebiasis hati. Tapi pada penelitian selanjutnya oleh

Lilis Khairani 029 Page 1

Page 2: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

ABDURACHMAN DAN HADI dari Januari 1978 s/d Juni 1979, ditemukan 32

penderita yang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Ini kemungkinan

meningkatnya sarana diagnostik.

1.2 Masalah dan Pembatasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, anatomi, histologi, fisiologi,

klasifikasi, epidemiologi, penyebab, faktor resiko, patogenesis, gejala dan

tanda, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penegakan diagnosa,

penata laksanaan, preventif dan promotif, komplikasi, prognosa.

Dalam masalah yang dipaparkan dan pembatasannya amebic liver

abscess berupa sebagai berikut, yaitu :

1. Apakah definisi / pengertian dari amebic liver abscess?

2. Bagaimana pengklasifikasian dari amebic liver abscess?

3. Bagaimana epidemiologi dari amebic liver abscess?

4. Apakah penyebab dari amebic liver abscess ?

5. Apakah faktor pencetus / dan atau risk factor pada amebic liver abscess ?

6. Bagaimana patogenesis dari amebic liver abscess ?

7. Bagaimana patologi dari amebic liver abscess?

8. Bagaimanakah gejala dan tanda dari amebic liver abscess ?

9. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada amebic liver

abscess?

10. Bagaimana diagnosa banding dari amebic liver abscess ?

11. Bagaimana penegakkan diagnosa dari amebic liver abscess ?

12. Bagaimana penatalaksanaan amebic liver abscess ?

13. Bagaimana pencegahan (promotion and prevention) yang dapat dilakukan

pada amebic liver abscess ?

14. Apakah komplikasi yang mungkin terjadi pada Apakah pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan pada amebic liver abscess ?

15. Bagaimana prognosa dari amebic liver abscess ?

Page 3: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

1.3 Tujuan Penulisan

Dalam pemaparan kasus amebic liver abscess ini bertujuan sebagai

berikut, yaitu :

1. Mendeskripsikan dan Mengetahui definisi / pengertian dari amebic liver

abscess ?

2. Mendeskripsikan dan Mengetahui pengklasifikasian dari amebic liver

abscess ?

3. Mendeskripsikan dan Mengetahui epidemiologi dari amebic liver

abscess ?

4. Mendeskripsikan dan Mengetahui penyebab dari amebic liver abscess ?

5. Mendeskripsikan dan Mengetahui faktor pencetus / dan atau risk factor

pada amebic liver abscess ?

6. Mendeskripsikan dan Mengetahui patogenesis dari amebic liver abscess ?

7. Mendeskripsikan dan Mengetahui patologi dari amebic liver abscess ?

8. Mendeskripsikan dan Mengetahui gejala dan tanda dari amebic liver

abscess ?

9. Mendeskripsikan dan Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan pada amebic liver abscess ?

10. Mendeskripsikan dan Mengetahui diagnosa banding dari amebic liver

abscess ?

11. Mendeskripsikan dan Mengetahui penegakkan diagnosa dari amebic liver

abscess ?

12. Mendeskripsikan dan Mengetahui penatalaksanaan yang dapat dilakukan

pada amebic liver abscess ?

13. Mendeskripsikan dan Mengetahui cara pencegahan (promotion and

prevention) yang dapat dilakukan pada amebic liver abscess ?

14. Mendeskripsikan dan Mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada

amebic liver abscess ?

15. Mendeskripsikan dan Mengetahui prognosa dari amebic liver abscess ?

Thipo Ardini 028 Page 3

Page 4: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Amebiasis hati merupakan komplikasi ekstra intestinal dari infeksi oleh

entamoeba histolitika. Penyakit ini masih sering dijumpai terutama di negara

tropis. Dulu penyakit ini lebih dikenal sebagai abses tropik, karena disangka

hanya terdapat di daerah tropik atau subtropik saja. Ternyata sangkaan tersebut

tidak benar, karena kemudian ditemukan juga tersebar di seluruh dunia.(1)

Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling

sering terjadi sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 1,8%)

penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat

ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetative atau trofozoit dan bentuk kista

yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.(2)

ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada

manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di

kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.

Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah

diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.

Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh

peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava

inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak

diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari

dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa

ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan

terletak di antara umbilicus dan diafragma.

Page 5: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan

bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan

duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica,

v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut

membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-

ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria

anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan

epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum

toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada

pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di

bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan

scr anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan

elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym

hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari

hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-

lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang

disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di

bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari

sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya

mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang

lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat

dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam

lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang

dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di

Thipo Ardini 028 Page 5

Page 6: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut

traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang

v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan

mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan

Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel

hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan

isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar

dari saluran empedu menuju kandung empedu.

Page 7: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

FISIOLOGI HATI

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada

beberapa fung hati yaitu :

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling

berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari

usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen

lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen

menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut

glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama

glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa

monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa

mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,

nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon

(3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES

Thipo Ardini 028 Page 7

Page 8: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak

dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan

metabolisme lipid

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses

deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam

amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-

bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk

plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea

merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di

dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya

dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM

66.000

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan

dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor

V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi

adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang

beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya

dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk

pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses

oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai

macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.

Page 9: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan

melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -

globulin sebagai imun livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±

1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam

a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.

Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan

hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,

shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

Thipo Ardini 028 Page 9

Page 10: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028
Page 11: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2.2. KlasifikasiAda 2 klasifikasi Amoebic Liver Abscess (ALA) berdasarkan  durasi penyakit dan

beratnya: 

1. Akut

- akut jinak 

- Akut agresif 

2. Kronis

- kronis jinak 

- Kronis dipercepat 

Variants 

ALA biasanya terjadi di lobus kanan hati dan soliter (30% - 70%). presentasi yang

tidak biasa termasuk abses multipel, abses lobus kiri, abses penyajian sebagai lesi

tekan, dan abses robek ke jeroan. Ini adalah klinis penting karena sifat dapat

disembuhkan penyakit ini dan berpotensi fatal hasil dalam abses diobati.

Multiple liver abscesses: 15% dari pasien mungkin memiliki beberapa

abses. Mereka hadir dengan demam, toxaemia, dalam penyakit kuning, dan

ensefalopati. Toxaemia adalah sugestif dari infeksi bakteri ditambahkan mengarah

ke lebih parah penyakit. E.coli dan Klebseilla adalah umumnya organisme

budidaya. Dalam hal ini pasien dengan gambaran klinis tidak dapat dibedakan dari

hati karena kegagalan hepatoseluler ensefalopati akut. Ensefalopati hepatik pada

pasien mungkin ALA hasil dari kombinasi oklusi vena hati kanan, pylophlebitis,

dan oklusi pembuluh darah beberapa portal radicles10, 11. 

Left lobe abscess: 35% pasien datang dengan abses lobus kiri. Setengah ini

memiliki terkait lesi pada lobus kanan sementara sisanya telah soliter abscess12

lobus kiri. Pasien ini memiliki durasi yang lebih lama dari gejala (3-4 minggu)

dan demam kurang umum diamati dibandingkan dengan abses lobus

kanan. Mungkin hadir sebagai massa epigastrika besar dengan gerakan yang

minimal dengan respirasi. Sering kali, putus asa clinician's, telah bingung dengan

pseudokista pankreas. Pasien ini juga memiliki berat badan dengan lokalisasi hati

miskin gejala. Komplikasi seperti peritonitis dan toxaemia adalah secara

Thipo Ardini 028 Page 11

Page 12: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

signifikan lebih sering terjadi pada abses lobus kiri. Jarum aspirasi mungkin lebih

menguntungkan dalam kombinasi dengan obat anti-amuba. Sebuah indeks

kecurigaan yang tinggi dan awal diagnosis yang penting bagi pengelolaan yang

baik.

Compression lesions: Sebuah posterior terletak di ALA lobus kanan dapat hadir

sebagai v. kava inferior obstruksi atau keluar obstruction13 hati. Ini disarankan

oleh pedal edema bilateral, ascites, terlihat pembuluh darah pada dinding

abdomen anterior dan posterior, sepanjang dengan fitur klinis, radiologi, dan

serologis dari ALA. Fitur-fitur ini menghilang setelah aspirasi dari abses.

Extension of the abscess: Kebocoran abses mungkinterjadi ke dalam rongga

pleura, dengan thoracis empiema. Rongga perut ekstensi berikut perforasi ke

rongga peritoneum biasanya berhubungan dengan terkejut dan peritonitis umum

dan dapat terjadi dalam upto 7% dari kasus. Pecah ke usus dan empedu pohon

juga telah dilaporkan. Koleksi subhepatic juga mungkin local dan berdinding

off. Namun presentasi seperti ini telah langka dan membentuk sejumlah kecil

kasus di setiap seri di ALA. Pola-pola klinis di atas telah dijelaskan lebih sering

dengan ketersediaan rutin USG dan tes serologis. Varian klinis penting karena

maknanya terapi dan prognosis dengan hasil yang terbaik terjadi pada pasien

dengan soliter abses.(4)

2.3. Epidemiologi

Insiden hati amebic yang pasti sukar diketahui dan laporan setiap penelitian

berbeda oleh karena tergantung populasi yang diambil dan cara penelitian.

Penelitian secara otopsi mengahasilkan angka yang lebih tinggi daripada secara

klinis yaitu antara 7,6%-84,4% (rata-rata 36,6%) sedangkan secara klinis 1-25%

(rata-rata 8,1%).(2)

Page 13: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Pria lebih sering menderita abses hati amebik dibanding wanita. Prevalensi

terbanyak ditemukan pada umur antara 30-50 tahun sedangkan di RS Hasan

Sadikin Bandung kejadian terbanyak pada decade 5 dan ke-6.

Kejadian penyakit ini lebih sering bila didapatkan pada daerah atau masyarakat

dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah dan yang padat.

Terdapat terutama di negara tropik dan subtropik dengan sanitasi yang masih

buruk seperti India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico. Tapi dapat juga

di Negara lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada kaum pria jika

dibandingkan dengan kaum wanita, dengan perbandingan 4 : 1. Lebih sering pada

orang-orang dewasa. Pada lebih kurang penderita amebiasis timbul komplikasi

pada hati. Menurut penelitian ADAM DAN HADI di Bagian Penyakit Dalam R.S.

Hasan Sadikin sejak januari 1974 sampai dengan Oktober 1975, hanya dirawat 6

penderita amebiasis hati. Tapi pada penelitian selanjutnya oleh

ABDURACHMAN DAN HADI dari Januari 1978 s/d Juni 1979, ditemukan 32

penderita yang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin. Ini kemungkinan

meningkatnya sarana diagnostik.(1)

Sekitar 10% dari populasi dunia terinfeksi Entamoeba, mayoritas dengan dispar

Entamoeba noninvasif. Amebiasis terjadi akibat infeksi dengan E. histolytica dan

merupakan penyebab paling umum ketiga kematian akibat penyakit parasit

(setelah schistosomiasis dan malaria).Spektrum luas penyakit klinis yang

disebabkan oleh Entamoeba ini disebabkan sebagian perbedaan antara kedua

spesies menginfeksi. Kista dari E. histolytica dan dispar E. secara morfologis

identik, tapi histolytica E. memiliki isoenzymes unik, antigen permukaan, spidol

DNA, dan sifat virulensi (Tabel 202-1). Kebanyakan operator tanpa gejala,

termasuk pria homoseksual dan pasien dengan AIDS, pelabuhan E. dispar dan

infeksi diri terbatas.Pengamatan ini menunjukkan bahwa dispar E. tidak mampu

menyebabkan penyakit invasif, sejak Cryptosporidium dan belli Isospora, yang

juga menyebabkan penyakit diri sendiri hanya terbatas pada orang

imunokompeten, menyebabkan diare parah pada pasien dengan AIDS.Namun,

faktor tuan rumah berperan serta. Dalam sebuah penelitian, 10% dari pasien

Thipo Ardini 028 Page 13

Page 14: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

asimptomatik yang terjajah dengan E. histolytica melanjutkan untuk

mengembangkan kolitis amebic, sedangkan sisanya tetap asimtomatik dan

membersihkan infeksi dalam waktu 1 tahun.

Table 202-1 E. histolytica and E. dispar, Compared and Contrasted

Similarities 

1. Both species are spread through ingestion of infectious cysts.2. Cysts of the two species are morphologically identical.3. Both species colonize the large intestine.

Differences 

1. Only E. histolytica causes invasive disease.2. Only E. histolytica infections elicit a positive amebic serology.3. The two species have distinct rRNA sequences.4. The two species have distinct surface antigens and isoenzyme markers.5. Gal/GalNAc lectin can be used to differentiate the two species in stool

ELISA.

Note: ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay; Gal/GalNAc, galactose N-acetylgalactosamine.

Wilayah insiden tertinggi (karena sanitasi yang tidak memadai, dan padat)

termasuk negara yang paling berkembang di daerah tropis, terutama Meksiko,

India, dan bangsa Amerika Tengah dan Selatan, Asia tropis, dan Afrika. Dalam

studi tindak lanjut 4-tahun anak-anak prasekolah di daerah endemik tinggi

Bangladesh, 80% anak memiliki paling sedikit satu episode infeksi dengan E.

histolytica dan 53% memiliki lebih dari satu episode. Tentu kekebalan yang

diperoleh tidak berkembang namun biasanya berumur pendek dan berkorelasi

dengan kehadiran di bangku sekresi antibodi IgA ke kepatuhan lektin

asetilgalaktosamin galaktosa utama N-(Gal / GalNAc). Kelompok-kelompok

utama di amebiasis risiko di negara maju dikembalikan pelancong, imigran baru,

pria homoseksual, dan narapidana lembaga.

2.4. Penyebab

Entamoeba Histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa

yang paling penting bagi manusia. Amebiasis ditemukan secara endemik di

Page 15: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

banyak negara Tropik seperti Afrika, Timur jauh, Asia, Amerika Latin dan

Amerika Utara bagian selatan.

Abses hati amebik merupakan komplikasi ekstra intestinal yang paling

sering terjadi sesudah infeksi E. histolytica yaitu pada 1-25% (rata-rata 1,8%)

penderita dengan amebiasis intestinalis klinis. E. histolytica didalam feses dapat

ditemukan dalam 2 bentuk yaitu bentuk vegetative atau trofozoit dan bentuk kista

yang dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.

Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering

dan suasana asam. Bentuk trofozoit ada berukuran kecil (yaitu 10-20 mikron) dan

berukuran besar (yaitu 20-60 mikron). Bentuk trofozoit ini akan mati dalam

suasana kering dan suasana asam. Trofozoid besar sangat aktif bergerak, mampu

memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan

mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.

Entamoeba histolitika mempunyai 3 bentuk yaitu: bentuk minuta, bentuk

kista, dan bentuk aktif (vegetative). Bentuk katif menembus dinding usus untuk

membentuk ulkus. Lokalisasi ulkus amebika biasanya di Soekum. Parasit tersebut

merusak jaringan dengan cara sitolitik dan terdapat kemungkinan pembuluh darah

juga terkena, sehingga dapat menimbulkan perdarahan. Adanya erosi di vena

dapat menyebabkan terjadinya penyebaran parasit melalui vena portal dan masuk

ke hati, terutama di lobus kanan dan terjadi hepatitis amebika.

Jarak waktu serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati

berbeda-beda. Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu.

Tetapi bentuk yang kronis lebih dari 6 bulan, bahkan mungkin sampai 57 tahun.

Oleh karena itu penderita intestinal amebiasis tidak luput dari kemungkinan

menderita abses hepatis amebika.

Thipo Ardini 028 Page 15

Page 16: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Siklus Hidup dan Transmisi 

E. histolytica diperoleh oleh kista fecally yang terkontaminasi konsumsi,

makanan, air atau tangan. Makanan-ditanggung eksposur paling lazim dan sangat

mungkin ketika penangan makanan penumpahan kista atau makanan yang sedang

tumbuh dengan kotoran yang terkontaminasi tanah, pupuk, atau air. Selain minum

air yang tercemar, berarti kurang umum transmisi termasuk praktek seksual oral

dan dubur dan dubur di inokulasi langka contoh-langsung melalui perangkat

irigasi kolon. trophozoites motil dilepaskan dari kista di usus kecil dan, pada

kebanyakan pasien, tetap sebagai commensals berbahaya dalam usus besar.

Setelah encystation, kista menular di bangku gudang dan dapat bertahan selama

beberapa minggu di lingkungan lembab. Pada beberapa pasien, baik trophozoites

menyerang mukosa usus, kolitis menyebabkan gejala, atau aliran darah,

menyebabkan abses jauh dari hati, paru-paru, atau otak. The trophozoites tidak

mungkin encyst pada pasien dengan disentri aktif, dan trophozoites

hematophagous motil sering hadir dalam tinja segar. Trophozoites dengan cepat

dibunuh oleh paparan udara atau asam lambung, bagaimanapun, dan karena itu

tidak dapat menularkan infeksi. 

Table e16-3 Protozoal Infections

    Life-Cycle Hosts Diagnosis

Parasite Geographic Distribution

Intermediate (Transmission)

Definitive

Parasite Stage

Body Fluid or Tissue

Serologic Tests

Other

Intestinal Protozoans

Entamoeba histolytica (amebiasis) 

Worldwide, especially tropics

Fecal-oral

Humans

Troph, cyst

Feces, liver

EIA, antigen detection

Ultrasound, liver CT, PCR

Giardia lamblia (giardiasis) 

Worldwide

Fecal-oral

Humans

Troph, cyst

Feces Antigen detection

String test, DFA, PCR

Page 17: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Isospora belli

Worldwide

Fecal-oral

Humans

Oocyst Feces — Acid-fasta

 

Cryptosporidium 

Worldwide

Fecal-oral

Humans, other animals

Oocyst Feces Antigen detection

Acid-fast,a DFA, biopsy, PCR

Cyclospora cayetanensis

Worldwide?

Fecal-oral

Humans, other animals?

Oocyst Feces — Acid-fast,a modified safranin, autofluorescence, biopsy, PCR

Microsporidium (Enterocytozoon bieneusi, Encephalitozoon spp.) (microsporidiosis) 

Worldwide?

? Animals, humans

Spore Feces — Modified trichrome, acid-fast,a biopsy, PCR

Free-Living Amebas

Naegleria Worldwide

Warm water

Humans

Troph, cyst

CNS, nares

DFA Biopsy, nasal swab, culture

Acanthamoeba

Worldwide

Soil, water

Humans

Troph, cyst

CNS, skin, cornea

DFA Biopsy, scrapings, culture

Blood and Tissue Protozoans

Plasmodium spp. (malaria) 

Subtropics and tropics

Mosquitoes

Humans

Asexual

Blood Limited use

PCR

Babesia microti (babesiosis)

U.S., especially New England

Ticks Rodents, humans

Asexual

Blood IIF Animal spp. in asplenia, PCR

Trypanosoma rhodesiense (African sleeping

Sub-Saharan East Africa

Tsetse flies

Humans, herbivores

Tryp Blood, CSF

IIFb

 Also chancre, lymph nodes

Thipo Ardini 028 Page 17

Page 18: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

sickness)

T. gambiense (African sleeping sickness)

Sub-Saharan West Africa

Tsetse flies

Humans, swine

Tryp Blood, CSF

Card agglutination, IIF b, c

 

Also chancre, lymph nodes

T. cruzi (Chagas' disease) 

Mexico

South America

Reduviid bugs (triatomes)

Humans, dogs, wild animals

Amastigote, tryp

Multiple organs/blood

IIF, EIA Reactivation in immunosuppression

Leishmania tropica, etc.

Widespread in tropics and subtropics

Sandflies (Phlebotomus)

Humans, dogs, rodents

Amastigote

Skin IFA, EIAd 

Biopsy, scrapings, culture

L. braziliensis (mucocutaneous)

Mexico

South America

Sandflies (Lutzomyia)

Humans, dogs, rodents

Amastigote

Skin, mucous membranes

IFAb, EIA 

Biopsy, scrapings, culture

L. donovani (kala-azar)

Widespread in tropics and subtropics

Sandflies (Phlebotomus) 

Humans, dogs, wild animals

Amastigote

RE system

IFAb, EIA

Biopsy, culture, PCR

Toxoplasma gondii (toxoplasmosis)

Worldwide

Humans, other mammals

Cats Cyst, troph

CNS, eye, muscles, other

EIA, IIF PCR

aAcid-fastness is best demonstrated by auramine fluorescence or modified acid-fast stain.

bContact the CDC at 770-488-7760.

cCard agglutination is provided to endemic countries by the World Health Organization.

dLimited specificity; most sensitive for L. donovani.

Note: troph, trophozoite; tryp, trypomastigote form; IIF, indirect immunofluorescence; RE, reticuloendothelial; PCR, polymerase chain reaction; EIA, enzyme immunoassay; CNS, central nervous system; IFA, indirect fluorescent antibody; CSF, cerebrospinal fluid; DFA, direct

Page 19: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

fluorescent antibody.

2.5. Faktor Resiko

1. Negara tropik dan subtropik dengan sanitasi yang masih buruk seperti

India, Pakistan, Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico.

2. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada kaum pria jika dibandingkan

dengan kaum wanita, dengan perbandingan 4 : 1. Lebih sering pada orang-

orang dewasa.

2.6. Patogenesis

Cara penularan pada umumnya fekaloral baik melalui makanan atau

minuman yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan hygiene

perorangan yang buruk. Pada kelompok homoseksual disebutkan insidens

amebiasis lebih tinggi dikaitkan dengan masalah hubungan oral-anal atau oro-

genital yang dilanjutkan dengan genito-oral. Sesudah bentuk oral hanya bentuk

kista yang bisa sampai ke dalam intestine tanpa dirusak oleh asam lambung,

kemudian kista pecah keluar trofozoit. Di dalam usus trofozoit menyebabkan

terjadinya ulkus pada mukosa akibat enzim proteolitik yang dimilikinya, dan bisa

terbawa aliran darah portal dan masuk ke hepar. Ameba kemudian tersangkut

menyumbat venul porta intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzin-

enzim proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga kemudian terbentuk

abses. Di daerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan

“anchovy sause” yang terdiri dari jaringan hati yang nekrotik dan berdegenerasi.

Amebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan di

dalam cairan di bagian sentral abses. Kira-kira 25% abses hati amebic mengalami

infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.

Thipo Ardini 028 Page 19

Page 20: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa ada periode laten yaitu jarak

waktu yang lamanya bervariasi kadang-kadang sampai bertahun-tahun di antara

kejadiaan infeksi pada usus dengan timbulnya abses hati. Disamping itu hanya

lebih kurang 10% penderita abses hati yang dapat ditemukan adanya kista E.

histolytica dalam tinjanya pada waktu yang bersamaan, bahkan dilaporkan 2-33%.

Factor yang berperan dalam keaktifan invasi ameba ini belum diketahui dengan

pasti tetapi mungkin ada kaitannya dengan virulensi parasit, diit, flora bakteri usus

dan daya tahan tubuh seseorang baik humoral maupun seluler.

Patogenesis amoebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Cara

penularan pada umumnya fekal-oral baik melalui makanan atau minuman

yang tercemar kista atau transmisi langsung pada keadaan hygiene

perorangan yang buruk.

Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi

parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi

parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan

penurunan imunitas cell-mediated.

Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :

1. Strain E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen

2. Secara genetic E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung

pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran

cerna terutama kepada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amoebiasis hati :

1. penempelan E. histolytica pada mukosa usus.

2. pengrusakan sawar intestinal

3. lisis sel epitelintestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun

cell-mediated yang disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat

karena penyakit tuberculosis, malnutrisi, keganasan, dll.

4. penyebarab amoeba ke hati. Penyebaran amoeba dari usus ke hati sebagian

besar melalui v.porta. terjadi proses akumulasio neutrofil periportal yang

disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan

Page 21: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini

dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amoebiasis hati ini dapat

terjadi bebulan atau tahun setelah terjadinya amoebiasis intestinal dan

sekitar 50% amoebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri

amoebiasis.

2.7 Patologi

Abses hati amebic biasanya terletak di lobus superoanterior. Besarnya

abses bevariasi dari beberapa sentimeter sampai abses besar sekali yang

mengandung beberapa liter pus. Abses dapat tunggal (soliter) ataupun ganda

(multiple). Walaupun ameba berasal dari usus, kebanyakan kasus abses hati

amebic tidak menunjukkan adanya amebiasis usus pada saat bersamaan, jadi ada

infeksi usus lama bertahun-tahun sebelum infeksi menyebar ke hati.

Istilah hepatitis amebic tidak tepat untuk terus dipertahankan dan dipakai

karena secara histologik jaringan hati sekitar abses tetap normal. Sejak awal

penyakit, lesi ameba didalam hepar tidak pernah difus melainkan proses local.

Proses hepatolitik tetap asimtomatik dan gejala-gejala akan muncul jika daerah ini

meluas membentuk suatu abses yang lebih besar. Lesi kecil akan sembuh dengan

pembentukan jaringan parut, sedangkan pada dinding abses besar akan ditemukan

fibrosis. Jarang terjadi klasifikasi, dan amebiasis tidak pernah menjadi sirosis hati.

Hati biasanya membesar, tergantung pada besarnya abses. Lokalisasi yang

sering ialah di lobus kanan. Abses di lobus kiri jarang terdapat hanya kurang lebih

15%, lebih kurang 70% bersifat soliter dan 30% multipel. Cairan abses biasanya

kental berwarna coklat susu, yang terdiri dari jaringan rusak dan darah yang

mengalami hemolis. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung pada lamanya

penyakit. Abses yang lama dan besar berdinding tebal.

2.8. Gejala dan Tanda

Riwayat Penyakit

Thipo Ardini 028 Page 21

Page 22: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Cara timbulnya abses hati amebic biasanya tidak akut, menyusup yaitu

terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh

kasus yaitu pada 92-96,8%. Terdapat rasa sakit diperut atas pada 97,75-96% yang

sifat sakit berupa perasaan ditekan atau seperti ditusuk. Rasa sakit akan bertambah

bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila

berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi

sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan

sakit di epigastrium bila absesnya di lobus kiri.

Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat

badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan.

Batuk dan gejala iritasi pada diafragma seperti cegukakan (“hiccup”) bisa

ditemukan walaupun tidak ada rupture abses melalui diafragma. Diare dengan

atau tanpa terbukti colitis amebic, terjadi pada kurang dari 20%. Kegagalan faal

hati fulminan sekunder terhadap abses, merupakan keadaan yang sangat jarang

terjadi.

Pada bentuk akut gejalanya lebih nyata, dan biasanya timbul dalam masa

kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut

kanan atas. Rasa nyeri terasa ditusuk-tusuk dan tersa panas, demikian nyerinya

sampai perut di pegang, terutama kalau berjalan sampai membungkuk ke depan

kanan. dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin

disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada kahirnya dapat timbul

gejala pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis

jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke

punggung atau scapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul

batuk-batuk. Keadaaan serupa ini dapat timbul pada waktu timbul perforasi abses

hepatis ke paru-paru. Batuk disertai dengan sputum berwarna coklat susu.

Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnose yang

dibuat.

Pada pemeriksaan dapat dijumpai penderita tampaka kesakitan. Kalau

jalan membungkuk ke depan kanan sambil memegang perut kakan atas yang sakit.

Badan teraba panas. Hati membesar dan bengkak. Pada tempat abses teraba

lembek dan nyeri tekan. Di bagian yang di tekan dengan satu jari terasa nyeri,

Page 23: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Rasa nyeri tekan dengan satu jari

mudah diketahui terutama bila letaknya di intercostals bawah lateral. Ini

menunjukan bahwa tanda Ludwig positif dan merupakan tanda khas abses hepatis.

Lokalisasi abses terbanyak ialah di lobus kanan, jarang di lobus kiri. Batas paru-

paru hati meninggi. Ikterus jarang sekali ditemukan.

2.9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan tinja jarang sekali ditemukan ameba. Menurut beberapa

kepustakaan ditemukan sekitar 4-40%. Ditemukannya ameba dalam tinja, akan

banyak membantu diagnosis. Walaupun demikian pemeriksaan tinja harus

dilakukan berulang kali.

Jumlah leukosit meninggi sekitar 10-20 ribu / mm3. Pada bentuk akut

sering jumlah leukosit melebihi 16.000/mm3, sedang pada bentuk kronik terdapat

sekitar 13.000/mm3.

Tes seroamuba positif, tes faal hati menunjukkan batas-batas normal. Pada

keadaan yang berat dapat ditemukan penurunan kadar albumin dan sedikit

peninggian kadar globulin, dengan protein total dalam batas-batas normal. Pada

keadaan memberat dapat ditemukan penurunan kadar albumin dan sedikit

peninggian kadar globulin, dengan protein total dalam batas-batas normal. Setelah

penyakitnay sembuh, segera nasehati segera normal.

Pemeriksaan serologic sangat membantu dalam menegakkan diagnosis

dengan sensitivitas 91-93% dan spesifisitas 94-99%. Pemeriksaan serologic

positif berarti sedang atau pernah terjadi amebisis invasive. Didaerah endemic

amebiasis, seorang tanpa sedang menderita amebiasis invasive sering memberikan

reaksi serologic positif akibat antibody yang terbentuk pada infeksi sebelumnya.

Oleh Karena itu pemeriksaan kuantitatif tidak bernilai dalam diagnostic. Titer

diatas 1/512 (positif kuat) secara IHA menyokong adanya abses amebic.

Sebaliknya abses stadium awal bisa memberikan serologic negative.

Cara pemeriksaan yang cukup sensitive ialah IHA dan yang paling

sensitive ialah cara ELIZA.

Thipo Ardini 028 Page 23

Page 24: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Pemeriksaan parasit E.histolytica dilakukan pada isi abses atau cairan

aspirasi lainnya, biopsy abses tinja, atau biaopsi kolonoscopy/ zygmoidoscopy

dengan hasil positif ditemukan pada kurang dari 1/3 penderita.

Pemeriksaan Rontgen

Pada sinar tembus toraks tampak diafragma kanan meninggi dengan

gerakan terbatas. Dan mungkin ada efusi pleura. Pada foto thoraks bisa didapatkan

pula kelainan lain seperti corakan bronkovaskuler paru kanan bawah bertambah,

infiltrate, atelektasis, garis adesi tegak lurus dari difragma ke paru-paru. Abses

paling sering di bagian superoanterior hepar sehingga tampak ada kubah di bagian

anteromedial diafragma kanan.

Abses di lobus kiri memberikan gambaran deformitas berbentuk bulan

sabit di daerah curvatura minor pada foto memakai bubuk barium. Secara

angiografi abses pembuluh disekelilingnya yang berdistorsi dan

hipervaskulerisasi.

Page 25: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Thipo Ardini 028 Page 25

Page 26: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028
Page 27: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Ultrasonogerafi (USG)

Ultrasonografi (USG) termasuk salah satu sarana diagnostik tidak

invasive, mudah dan aman penggunaannya, dapat dilakukan setiap saat adalah

biasa digunakan untuk menditeksi abses hati. Wang dan kawan-kawan (1964)

meneliti 218 penderita abses hati secara USG, dan dibuktikan dengan fungsi pada

154 penderita, laparatomi 50 penderita, seorang pada otopsi, dari 13 penderita

lainnya berhasil baik dengan pengobatan saja. Vcary dan kawan-kawan (1977)

telah melakukan UGS pada 8 penderita dengan abses hati. Penulis sendiri (1986)

meneliti 59 penderita abses hati amubik selama 4 tahun di lobus kanan, 8 di lobus

kiri dan 6 letaknya di kedua lobi. Disamping itu ditemukan abses tunggal pada 55

penderita, dan abses ganda pada 4 penderita (2 terletak di lobus kanan saja dan 2

terletak pada kedua lobi). USG selain dapat menentukan letak abses, juga dapat

menentukan diameter nya. Pada penelitian ini ditemukan diameter terkecil yaitu

kurang dari 3 cm pada 10 penderita, 15 penderita dengan diameter antara 3-5cm,

28 penderita dengan diameter 5-15 cm, dan dengan diameter lebih dari 15 cm

ditemukan pada 6 penderita.

Gambaran USG dari abses hati umumnya memperlihatkan suatu lesi bebas

gema yang bulat atau oval berdinding ireguler. Jadi lesi ini termasuk suatu bentuk

massa kistik. Bedanya hanya di dalam daerah lesi ditemukan butir-butir gema

internal yang kasar tersebar terutama di dasar. Pada peninggian intensitas

gelombang suara atau gain, batas lesi makin tegas, dan gema internal makin jelas

dalam daerah bebas gema. Pada dinding distal tampak peninggian densitas gema

yang disebut distal enhancement.

Cara ini digunakan rutin untuk diagnostic, penuntun aspirasi dan

pemantauan hasil terapi. Dengan USG dapat dibedakan lesi padat dan kistik, dan

dapat dievaluasi sifat cairan abses. Hal ini merupakan kelebihan USG

dibandingkan dengan sidik hati memakai radioisotop. Hasil positif palsu kira-kira

5% misalnya pada kista, tumor dengan nekrosis sentral, hematoma tau abses

piogen. Abses ameba dengan infeksi sekunder bisa memberikan hasil negative

palsu. Gambaran USG yang sangat mencurigakan abses hati amebic ialah:

Thipo Ardini 028 Page 27

Page 28: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

a. Lesi hipoekoik pada “gain” normal maupun ditinggikan dan pada gain

tinggi jelas tampak eko halus homogeny tersebar rata.

b. Lesi berbentuk bulat oval, pada abses hepar tampak lobulasi, tidak

berdinding, terletak dekat permukaan hati.

c. Terdapat peninggi pada eko pada bagian distal abses.

Gambaran USG yang khas dan lengkap seperti kriteria diatas hanya

ditemukan yaitu pada 37,8% kasus saja sedang di RSHS kami mendapatkannya

pada 41,67%.

Pemeriksaan sidik hati

Dengan cara ini sifat struktur lesi tidak dapat dibedakan, karena itu

dianjurkan kombinasi sidik hati dan USG untuk meningkatkan sensitivitas

amebic. Lesi abses hati akan tampak kosong (“filling defect”) pada sidik hati

memakai radio koloid113m, indium99m, technetium atau 198m Au dan bila dilanjutkan

dengan sidik hati memakai “blood fool isotop” misalnya 113m indium transferin

akan menunjukkan lesi yang akan tetap kosong dan sekitar lesi ada gambaran

“halo” akibat sifat hipervaskulerisasi18,19. Keuntungan sidik hati ialah mampu

menditeksi abses pada stadium dini diamana aktivitas sel kuppler sudah terganggu

dan sudah terjadi gangguan penangkapan isotop19.

Pemeriksaan tomografi dengan computer

Merupakna car a terbaik untuk melihat gambaran abses terutama abses

yang multiple atau letaknya posterior. Sensitivitas adalah 98% dan dapat

mendeteksi lesi berukuran 5mm12. Dibandingkan USG, pemeriksaan dengan cara

ini biayanya mahal.

Page 29: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2.10. Diagnosis Banding

Penyakit amebiasis hati perlu dibedakan dengan penyakit hati lainnya,

penyakit paru-paru dan penyakit infeksi sistemik.

a. Pada hepatitis infeksiosa dapat timbul kenaikan suhu badan, tetapi

biasanya rendah dan tidak ada lekositosis. Tidak dijumpai hepatomegali

dan tanda Ludwig negative. Diafragma kanan tak meninggi. Tes faal hati

menunjukkan hati terganggu.

b. Penyakit paru-paru misalnya pneumonia dan empyema kanan perlu

dibedakan dengan amebic abses hati, karena keluhan yang timbul dapat

serupa. Pada penyakit paru-paru tersebut di atas tidak dijumpai

hepatomegali, dan tidak ada peninggian diafragma kanan.

c. Abses hati piogenik perlu dibedakan dengan amebic abses hati. Pada abses

piogenik biasanya ditemukan leukositosis yang hebat, dan tidak ditemukan

kuman ameba histolitika. Pengobatan dengan anti amebika tidak

menunjukkan perbaikan.

2.11. Penegakan Diagnosa

Anamnesa

1. Hati yang membesar dan nyeri.

2. Leukositosis. Tanpa anemia pada penderita abses amebik yang akut, atau

abses tipe kronik.

3. Adanya “pus amebic” yang mungkin mengandung tropozoit E.histolytica.

4. Pemeriksaan serologic terhadap E.histolytica positif.

5. Gambaran radiologi yang mencurigakan, terutama pada foto toraks

posteroanterior dan lateral kanan.

6. Adanya “filling defect” pada sidik hati.

7. Respon yang baik terhadap terapi metronidazol.

Thipo Ardini 028 Page 29

Page 30: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Gambaran seseorang dengan amebic abses hati, ialah adanya rasa nyeri

diperut terutama hipokondrium kanan, disertai dengan kenaikan suhu badan.

Kalau jalan membungkuk ke depan kanan sambil memegang bagian yang sakit,

ada tanda hepatomegali dan tanda Ludwig positif. Sebelum keluhan diatas timbul,

didahului dengan diare berdarah dan berlendir. Pada pemeriksaan sinar tembus

terlihat diafragma kanan meninggi dan tidak bergerak. Gambaran darah

menunjukkan leukositosis. Tes seroameba positif. Bila pada pemeriksaan tinja

ditemukan ameba histolitika, maka akan tampak suatu daerah pengosongan.

Hasil pemeriksaan USG tampak jekas suatu massa kistik bentuk oval atau

bulat yang irregular, terisi gema internal. Bila dilakukan pungsi, keluar cairan

coklat susu.

Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya tidak begitu tinggi kurva suhu bisa intermiten atau

remiten. Lebih dari 90% didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati

akan membesar kearah caudal dan cranial dan mungkin mendesak kea rah perut

atau ruang intercostals. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri.

Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa juga agak keras seperti keganasan. Abses

yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada kanan bawah.

Pada kurang dari 10% abses terletak di lobus kiri yang sering kali terlihat seperti

massa yang teraba nyeri di daerah epigastrium.

Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat

biasanya disebabkan abses yang besar atau multiple, toraks di daerah kanan

bawah mungkin di dapatkan adanya efusi pleura atau “friction rub” dari pleura

yang disebabkan oleh iritasi pleura.

Gambaran klinik abses hati amebic mempunyai spectrum yang luas dan

sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan

penyulit yang terjadi. Pada penderita gambaran bisa berubah setiap saat. Dikenal

gambaran klasik dan tidak klasik.

- Pada gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan

nyeri perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan

Page 31: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

hepatomegali yang nyeri. Gambaran klasik didapatkan pada 54-70%

kasus.

- Pada gambaran klinik tidak klasik ditemukan pada penderita ini gambaran

klinik klasik seperti di atas tidak ada. Ini disebabkan letak abses pada

bagian hati yang tertentu memberikan manifestasi klinik yang menutupi

gambaran yang klasik.

Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa:

1. Benjolan didalam perut, seperti buakn kelainan hati misalnya diduga

empyema kandung empedu atau tumor pancreas.

2. Gejala renal.

Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang diduga

ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian posteroinferior lobus

kanan hati.

3. Ikterus obstruktif.

Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak di dekat porta

hapatis.

4. Colitis akut.

Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi gambaran klasik

absesnya sendiri.

5. Gejala kardiak.

Rupture abses kerongga pericardium memberikan gambaran klinik efusi

pericardial.

6. Gejala pleuropulmonal.

Penyulit yang terjadi berupa empyema toraks atau abses paru menutupi

gambaran klasik abses hatinya.

7. Abdomen akut.

Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam rongga

peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus yang

berkurang.

8. Gambaran abses yang tersembunyi.

Terdapat hepatomegali yang tidak jelas nyeri, ditemukan pada 1.5%.

9. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.

Thipo Ardini 028 Page 31

Page 32: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Secara klinik sering dikacaukan dengan tifus abdominalis atau malaria. Biasanya

ditemukan pada bases yang terletak disentral dan yang dalam hati. Ditemukan

pada 3,6% kasus.

2.12. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Pada prinsipnya pengobatan secara medikamentosa terdiri dari

pemberian amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul

amebisid intestinal untuk memberantas parasit E.histolytica didalam usus

sehingga dicegah kambuhnya abses hati. Perlu diperhatikan pemberian

amebisid yang adekuat untuk mencegah timbulnya resistensi parasit.

Sebagai amebisid jaringan, metronidazol saat ini merupakan

pilihan utama dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10 hari. Sebagai pilhan

kedua adalah kombinasi emetin-hidroklorida atau dehidroemetin, dengan

kloroquin. Baik emetin maupun dehidroemetin merupakan amebisid

jaringan yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati, jantung

dan organ lain. Obat ini tidak bisa sebagai amebisid intestinal, kurang

sering dipakai oleh karena efek sampingnya, biasanya baru digunakan

pada keadaan yang berat. Obat ini toksik terhadap otot jantung dan uterus

karena itu tidak boleh diberikan pada penderita penyakit jantung (kecuali

perikarditis amebic) dan wanita hamil. Dosis yang diberikan 1 mg

emetin/kg BB selama 7-10 hari atau 1,5 mg dehidroemetin/kg BB selama

10 hari intramuskuler. Dehidroemetin kurang toksik disbanding dengan

emetin.

Amebisid jaringan yang lain ialah kloroquin yang mempunyai nilai

kuratif sama dengan emetin hanya pemberian membutuhkan waktu lama.

Kadar yang tinggi didapat pada hati, paru dan ginjal. Efek samping

sesudah pemakaian lama ialah retinopati. Dosis yang diberikan 600mg

kloroquin basah, lalu 6 jam kemudian 300mg dan selanjutnya

Page 33: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2x150mg/hari selama 28 hari, adapula yang memberikan kloroquin 1gram/

hari selama 2 hari, diteruskan 500mg/hari sampai 21 hari.

Sebagai amebisid intestinal bisa dipakai diloksanid furoat selama

3x500mg/hari selama 10 hari atau diiodohidroxiquin 3x600mg/hari selama

21 hari atau klefamid 3x500mg/hari selama 10 hari.

Setiap penderita yang diduga menderita amebiasis hati sebaiknya

dirawat dirumah sakit da dianjurkan untuk istirahat. Pengobatan yang

dianjurkan ialah:

1. Dehidroemetin (D.H.E), suatu derivate sintetik dari emetin, yang dianggap

kurang toksik dan mempunyai aktivitas yang hamper sama dengan emetin.

D.H.E dapat diberikan per os ataupun parenteral dengan dosis 1-11/2 mg/kg

BB/hari (maksimum 60-80mg/hari) selama paling lama 10 hari. Walaupun

pengaruh toksiknya kurang dibandingkan dengan emetin , tetap dianjurkan

agar pemberiannya diawasi dengan pemeriksaan ECG. Bila D.H.E tidak

ada dapat dipakai emetin hidrokloride, yang sangat efektif terhadap

bentuk-bentuk vegetative dari ameba, baik intra intestinal maupun ekstra

intestinal. Dosis yang dianjurkan ialah 1 mg/kg BB/hari dengan dosis

maksimal 60mg sehari dan hanya diberikan parenteral selama 3-5 hari.

Pemakaian obat ini betul-betul harus diawasi karena sifatnya sangat toksik

terhadap sel protoplasma, terutama terhadap sel otot. Oleh karena itu

pemberian dalam jangka lama, dihawatirkan berpengaruh buruk terhadap

otot jantung. Setiap penderita yang diberikan pengobatan dengan emetin

sebaiknya dianjurkan beristirahat di tempat tidur dan harus diawasi dengan

pemeriksaan EKG. Dan terhadap penderita penyakit jantung, penderita

yang berusia lanjut, wanita hamil, keadaan umum jelek, polineritis,

sebaiknya tidak diberikan obat ini.

2. Chloroquin, ialah suatu senyawa aktif dari 4 quinolin. Obat ini menurut

COMAN (1948) sangat efektif untuk mengobati amebiasis hati, walaupun

efeknya agak kurang bila dibandingkan dengan ametin. Dosis yang

dianjurkan ialah 2x500mg/hari selama 2 hari pertama, kemudian

dilanjutkan 1x500mg atau 2x250mg/ hari selama 3 minggu. Walaupun

obat ini diberikan dalam jangka waktu lama, tidak menunjukkan tanda-

Thipo Ardini 028 Page 33

Page 34: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

tanda toksis. Sebaiknya pemberian chloroquin diberikan bersama-sama

dengan D.H.E atau emetin, yang berdasarkan pengalaman ternyata

memberikan hasil yang sangat baik.

3. Metronidazole merupakan derivate dari nitromidazole, telah dicoba untuk

mengobati amebiasi hati dengan hasil yang memuaskan. Bila ada kontra

indikasi terhadap pemberian emetin, maka dianjurkan untuk memberikan

metronidazole dengan dosis 3x500mg selama 10 hari.

4. Setelah selesai pengobatan abses hati, dianjurkan untuk memberikan juga

obat-obat amebicidal intestinal untuk mengobati intestinal amebiasis yang

mungkin menyertainya. Menurut SPELLBERG, colon harus betul-betul

bebas dari ameba histolitika untuk menghindari kembali amebiasis hati.

Obat-obatan yang dianjurkan diantaranya ialah:

a. Iodo-oxiquinolin misalnya:

- Diodoquin (diiodo-hydroxyquinoline dengan dosis 3-4x 0,20gr/8 jam

selama 20 hari, atau

- Iodo-chlorhydroxyquinoline (enterovioform) dengan dosis 3x250-500

mg/hari.

b. Carbarsone (Carbaminophenyl – arsenic acid) dengan dosis 2x250mg/hari

selama 10 hari.

c. Tetracycline dapat diberikan dengan dosis 500 mg tiap 6 jam selama 10

hari. Obat ini dapat membunuh Entamoeba histolitika di intestinal.

Ada 2 macam skema kombinasi pengobatan yang dianjurkan oleh ZUIDEMA,

ialah:

1. Emetine Flagyl Clioquinal

60 mg/hari 3x750 mh/hari 3x1 tablet

7 hari 5 hari 10 hari

2. Flagyl Resochin

4x250 2x2503x750 mg/hari

2 hari 19 hari

5 hari 21 hari 10 hari

Page 35: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2. Tindakan aspirasi terapeutik

Indikasi:

1. Abses yang dikhawatirkan akan pecah

2. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.

3. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga

pericardium atau peritoneum.

Yang paling mudah dan aman, aspirasi dilakukan dengan tuntunan

USG. Bila sarana USG tidak tersedia dapat dikerjakan aspirasi secara

membuta pada daerah hati atau toraks bawah yang paling menonjol atau

daerah yang paling nyeri pada palpasi.

Ada beberapa ketentuan untuk melakukan aspirasi dari abses hati,

diantaranya ialah:

1. Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut

diatas tidak berhasil, dalam arti kata masih membesar, semua keluhan

masih ada yaitu; masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri perut

kanan atas, tanda Ludwig positif, dan lain-lain gejala.

2. Pada pemeriksaan USG ditemukan abses hati dengan diameter lebih

dari 5 cm.

3. Bila ditemukan abses ganda, dengan diameter lebih dari 3 cm.

Aspirasi sebaiknya dilakukan di ruangan khusus, dalam keadaan

aseptic, untuk mencegah kontaminasi. Pada abses ganda, dilakukan

aspirasi di tempat abses yang paling besar. Bila tersedia alat USG, lebih

baik dilakukan biopsi secara terpimpin, agar dapat lebih terarah dan dapat

dikeluarkan semua cairan abses. Bila tidak terdapat alat USG dapat

dilakukan biopsy secara membuta. Lokalisasi aspirasi membuta ialah di

tempat yang paling lembek dan paling nyeri. Jarum yang dipakai ialah

jarum panjang dengan diameter kira-kira 1-2 cm, dan didahului dengan

anastesi local di tempat insersi jarum. Cairan berwarna coklat susu

(anchovy sauce pus) harus dikeluarkan sampai habis, dan dihentikan bila

penderita merasa kesakitan karena tertusuknya jaringan parenkim hati.

Thipo Ardini 028 Page 35

Page 36: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

Setelah aspirasi harus diberikan pengobatan medikamentosa seperti

tersebut di atas.

Aspirasi sirurgis dianjurkan terhadap abses ganda yang sulit

dilakukan aspirasi biasa, atau bila secara USG ditemukan diameter abses

lebih dari 15 cm, atau bila letak abses dikhawatirkan akan terjadinya

perforasi.

3. Tindakan pembedahan

Pembedahan dilakukan bila:

1. Abses disertai infeksi sekunder.

2. Abses yang jelas menonjol kedinding abdomen atau ruang interkostal.

3. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.

4. Rupture abses ke dalam rongga intraperitoneal /pleura/pericardial.

Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau

tindakan reseksi misalnya lobektomi.

2.13. Pencegahan ( Promotion and Prevention )

Karena amoebic liver abscess banyak ditemukan dinegara tropik

dan subtropik dengan sanitasi yang masih buruk seperti India, Pakistan,

Indonesia, Asia, Afrika dan Mexico, sebaiknya penderita atau individu

menjaga sanitasi agar tetap baik. Dan penderita juga harus makan makanan

yang higienis.

Page 37: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2.14. Komplikasi

1. Infeksi sekunder

Merupakan infeksi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.

2. Rupture atau pendarahan langsung

Organ atau rongga yang terkena tergantung pada letak abses, misalnya

abses di lobus kiri mudah pecah ke pericardial dan intraperitoneum.

Perforasi yang paling sering adalah ke pleuropulmonal (10-20%),

kemudian ke rongga intraperitoneum (6-9%) selanjutnya pericardium

(0,01%) dan organ-organ lain seperti kulit dan ginjal.

3. Komplikasi vaskuler

Rupture ke dalam vena porta, saluran empedu atau traktus

gastrointestinalis jarang terjadi.

4. Parasitemia, amebiasis serebral

E.histolytica dapat merusak aliran darah sistemik dan menyangkut di

organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi

fokal intracranial.

Telah diketahui abses hati amubik merupakan komplikasi ekstra intestinal

dari infeksi entamoeba hepalitika. Namun demikian abses hati amubik sendiri

dapat menyebabkan komplikasi. Adapun komplikasi yang sering ditemukan ialah

timbulnya perforasi dari abses. Perforasi dari abses tersebut akan dapat kerongga

dada (intratorakal), ke rongga perut (intraperitonial), dan keluar badan, tergantung

dari letak abses. Perforasi intratorakal dapat ke rongga pleura yaitu berupa

perforasi intrapleural dan perforasi kea rah rongga jantung (perforasi intra kardia).

Dari hasil penelitian penulis dari tahun 1986 menemukan 19 dari 59

penderita abses hati amubik dengan komplikasi, terdiri atas 15 perforasi

intrapleural, 2 perforasi intrakardial, dan 2 perforasi intraperitoneal.

Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan

atas dekat diafragma. Bisanya perforasi dari abses ini terlalu melalui tendo sentral

dari diafragma kanan yang menyebabkan timbulnya efusi atau empiema. Keluhan

yang sering diajukan penderita ialah timbulnya mendadak sesak nafas, batuk-

Thipo Ardini 028 Page 37

Page 38: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

batuk dengan nyeri di dada kanan bawah disertai dengan panas badan. Untuk

mengurangi perasaan atau keluhan tersebut di atas biasanya tampak penderita di

dyspnoeu. Dada kanan tampak lebih cembung dengan pergerakan pernapasan

yang berkurang. Kadang-kadang teraba nyeri tekan di dada kanan bawah. Pada

perkusi terdengar pekak, dan pada saat auskultasi tidak terdengar suara

pernapasan. Disamping timbulnya efusi pleura dapat juga terjadi abses paru.

Komplikasi ini jarang ditemukan, dan pada penelitian penulis tidak menemukan

gambaran tersebut.

Bila letak abses hati di lobus kiri dapat dekat diafragma kiri, maka akan

dapat menyebabkan terjadinya perforasi intraperikardial, sehingga timbul efusi

pericardial. Keluhan yang diajukan yaitu merasa mendadak sesak napas, badan

panas, nyeri di dada kiri. Penderita lebih enak tidur dengan bantal tinggi. Tanda-

tanda temponade kardiak makin jelas. Sebagian akibat munculnya kompresi

miokardial. Umumnya penderita menjadi gelisah, karena sesak napas dan nyeri

dada. Seseorang penderita abses hati amubik dengan komplikasi efusi pericardial

biasanya memliki prognosis yang jelek, karena sering dapat berakibat fatal. Oleh

karena itu perlu segera dilakukan aspirasi cairan efusi perikarial atau dilakukan

tindakan pembedahan. Dari hasil pengalaman penulis salah seorang meninggal

dunia dan seorang lagi setelah dilakukan aspirasi cairan pericardial dan

pengobatan konservatif dapat hidup.

Pada abses di lobus kiri hati, gambaran seperti tersebut di atas tidak nyata.

Abses di lobus kiri hati, sering memberikan penekanan pada lambung, yang dapat

dilihat dengan foto lambung dengan kontras barium.

Sidik hati dengan bahan radioaktif. In 113 m atau Tc 99 m banyak sekali yang

menolong penentuan diagnosa, dengan dapat dilihat adanya tempat pengosongan

di daerah abses hati. Daerah yang kosong tersebut masih perlu dipikirkan

kemungkinannya dengan karsinoma hati. Bila mana dilakukan sidik hati ulangan

dengan Se 75 Selenite tetap dijumpai daerah kosong (daerah dingin) maka

merupakan gambaran dari abses hati. Setelah penyakitnya sembuh, tempat

pengosongan akan terisi lagi. Perforasi intra peritoneal timbul bila letak abses

dekat permukaan hati sebelah distal baik di lobus kiri maupun di lobus kanan.

Penderita mengeluh mndadak perut terasa tegang dan nyeri berdenyut disertai

Page 39: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

dengan panas badan meninggi. Keluhan semacam ini memperlihatkan tanda-tanda

abdomen akut. Penderita umumnya menjadi gelisah, karena tegangnya perut

disertai tanda-tanda peritonitis akuta. Bila ditemukan tanda-tanda tersebut di atas,

perlu segera dilakukan tindakan pembedahan. Dua orang penderita dengan

perforasi intraperitoneal yang ditemukan penulis selama 4 tahun, setelah

dilakukan pembedahan sito dan pengobatan anti amoeba menjadi baik kembali.

Komplikasi intraperitoneal umumnya mempunyai prognosis yang jelek, apalagi

bila tidak segera dilakukan tindakan pembedahan.

Thipo Ardini 028 Page 39

Page 40: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

2.15. Prognosis

Factor yang mempunyai prognosis

a. Virulensi parasit

b. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita

c. Usia tua, usia penderita, lebih buruk pada usia tua

d. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosis lebih buruk.

e. Letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau

multiple.

f. Stadia penyakit

g. Komplikasi

Bila terapi adekuat, resolusi abses akan sempurna tetapi imunitas tidak

permanen dan dapat terjadi lagi re-infeksi.

Page 41: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

BAB III

KESIMPULAN

Abses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jumur,

maupun nekbrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang

terinfeksi, infeksi dalam perut, dsb. Adapun gejala-gejala yang sering timbul

diantaranya demam tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dll. Dan pada

umumnya diagnosis yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Secara konvensional

penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase terbuka secara operasi dan

antibiotik spektrum luas.

Thipo Ardini 028 Page 41

Page 42: amebic liver abscess - tgas blok 12 - Thipo Ardini-028

DAFTAR PUSTAKA

Harrison, T.R., Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17th ed., The McGraw-Hill Companies, Inc., United States Amerika, 2008.

Tortora, Gerard J & Derrickson, Bryan, Principles of Anatomy and Physiology, 11th edition, hal: 918-921, John Wiley &Sons, United States Amerika, 2007.

Sherwood, Lauralee, Human Physiology from cell to systems, 6th edition, hal: 605-610, Thomson Coorporation, United States Amerika, 2007.

Sulaiman, h.Ali, dkk., Gastroenterologi Hepatologi, edisi ke 2, hal: 395-401, Sagung Seto, Bandung, 1997.

Hadi, Sujono, Gastroenterologi, 2nd ed, hal: 668-682, Alumni, Bandung, 2002.

Soeparman, dkk., Buku Ajar Penyakit Dalam Abses Hati Amoebik, jilid 1, edisi 1st, hal:328-332, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.

Michael F. Leitzmann, M.D., M.P.H. Recreational Physical Activity and The Risk of Cholecystectomy in Women. The New England Journal of Medicine. 1999.

Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta. 1994

Victor P.Eroschenko. Atlas Histologi di Fiore. 9th ed. Jakarta:EGC. 2003

MP Sharma, Vineet Ahuja.Amoebic Liver Abscess. Avaliable from :

http://medind.nic.in/jac/t03/i2/jact03i2p107.pdf. Updated: June 2003.