jurnal fito

20
Analisis Fitokimia Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza) Yuni Sukarsih 1 , Mariam Ulfah 1 , Revi Yunita 1 , Masni 1 , Syukur 1 , Gaudensius Saka Agil 1 , Valentine S. Kapang 2 1 Praktikan Laboratorium Farmakognosi – Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Asisten Laboratorium Farmakognosi – Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Tanaman Temulawak (Curcuma xanthoriza) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak metanol Temulawak. Tahapan penelitian ini meliputi penyiapan sampel, ekstraksi, partisi, kromatografi lapis tipis, uji pendahuluan, densitometri, dan penetapan kandungan total fenolik dan total flavonoid. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak metanol Sambiloto mengandung senyawa kurkumin, flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, dan terpenoid. Kata kunci : ekstrak etanol, Temulawak, skrining fitokimia PENDAHULUAN Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain yaitu simplisia kering. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (1). Proses pembuatan simplisia atau penyiapan sampel memerlukan beberapa tahapan, yaitu pengumpulan bahan baku, yang bergantung pada umur tumbuhan, jenis tumbuhan, lingkungan tempat tumbuh, dan waktu panen; sortasi basah; pencucian; perajangan; pengeringan meliputi pengeringan alamiah dan pengeringan buatan; dan sortasi kering (2). Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (3). Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyaring simplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari yang langsung. Ekstrak terbagi atas ekstrak air, tinktur, ekstrak cair, ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering (extract sicca), ekstrak minyak, oleoresin (4). Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (3): a. Jumlah simplisia yang akan diesktrak b. Derajat kehalusan simplisia c. Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal. d. Jenis pelarut yang digunakan

Upload: rezky-aprhodyta

Post on 06-Dec-2015

87 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

fitokimia

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal fito

Analisis Fitokimia Rimpang Temulawak (Curcuma xanthoriza)

Yuni Sukarsih 1, Mariam Ulfah1, Revi Yunita1, Masni 1, Syukur 1, Gaudensius Saka Agil 1, Valentine S. Kapang 2

1 Praktikan Laboratorium Farmakognosi – Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar2Asisten Laboratorium Farmakognosi – Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRAK

Tanaman Temulawak (Curcuma xanthoriza) merupakan tanaman yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak metanol Temulawak. Tahapan penelitian ini meliputi penyiapan sampel, ekstraksi, partisi, kromatografi lapis tipis, uji pendahuluan, densitometri, dan penetapan kandungan total fenolik dan total flavonoid. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak metanol Sambiloto mengandung senyawa kurkumin, flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, dan terpenoid.

Kata kunci : ekstrak etanol, Temulawak, skrining fitokimia

PENDAHULUANSimplisia adalah bahan alamiah yang

dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain yaitu simplisia kering. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (1). Proses pembuatan simplisia atau penyiapan sampel memerlukan beberapa tahapan, yaitu pengumpulan bahan baku, yang bergantung pada umur tumbuhan, jenis tumbuhan, lingkungan tempat tumbuh, dan waktu panen; sortasi basah; pencucian; perajangan; pengeringan meliputi pengeringan alamiah dan pengeringan buatan; dan sortasi kering (2).

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (3). Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyaring simplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari yang langsung. Ekstrak terbagi atas ekstrak air, tinktur, ekstrak cair, ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering (extract sicca), ekstrak minyak, oleoresin (4).

Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain (3):a. Jumlah simplisia yang akan diesktrakb. Derajat kehalusan simplisiac. Semakin halus, luas kontak permukaan akan

semakin besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal.

d. Jenis pelarut yang digunakan

e. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama.Berkaitan dengan polaritas dari pelarut,

terdapat tiga golongan pelarut yaitu pelarut polar, pelarut semipolar, dan pelarut nonpolar. Adapun beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi yaitu tidak toksik dan ramah lingkungan, mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia, mudah untuk dihilangkan dari ekstrak, tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang diekstrak, murah/ ekonomis.

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.

Secara umum Metode ekstraksi digolongkan menjadi, yaitu metode ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Metode ekstraksi dingin terbagi atas maserasi dan perkolasi sedangkan metode ekstraksi panas terbagi atas refluks, infus, dekok, destilasi, dan soxhletasi (5).

Partisi merupakan metode pemisahan senyawa berdasarkan kepolarannya. Secara umum, partisi terbagi menjadi dua yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair-padat.

Pada ekstraksi padat-cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Dengan cara difusi

Page 2: Jurnal fito

akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan di luar bahan padat. Keuntungannya dengan pelarut yang sedikit dapat diperoleh substansi yang banyak. Kerugiannya membutuhkan peralatan khusus seperti tabung sentrifuge dan alat sentrifuge.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk kerja ekstraksi atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu:a. Karena perpindahan massa berlangsung pada

bidang kontak antara fase padat dan fase cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin.

b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi.

c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi.

A. Ekstraksi Dingin1. Maserasi (3)

Maserasi berasal dari istilah macerare (bahasa latin artinya merendam) merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil hasil saringannya kemudian diuapkan, hingga cairan penyariannya menguap sempurna.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah :

1. cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.

2. Biaya operasionalnya relatif rendah

3. Prosesnya relatif hemat penyari4. Tanpa pemanasan cocok untuk sampel

yang memiliki kandungan zat aktif yang tidak tahan pemanasan.Kerugian cara maserasi adalah

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna karena zat aktif hanya mampu terektraksi sebesar 50%.Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :a. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitupada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisiayang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :

1. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnyalapisan-lapisan batas.

2. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

3. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

b. Maserasi dengan mesin pengadukPenggunaan mesin pengaduk yang

berputar terus- menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

c. RemaserasiCairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk

simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

d. Maserasi melingkarMaserasi dapat diperbaiki dengan

mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini :

1. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

2. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan memperkecil kepekatan setempat.

3. Waktu yang diperlukan lebih pendek.

Page 3: Jurnal fito

e. Maserasi melingkar bertingkatPada maserasi melingkar penyarian tidak

dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.

2. Sokhletasi (4)Soxhletasi merupakan penyarian simplisia

secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon.

Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin. Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.

Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari.

Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok.

3. Perkolasi (4)Perkolasi adalah cara penyarian dengan

mengalirkanpenyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke

bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah.

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (4):

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi

b. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.Adapun kerugian dari cara perkolasi ini

adalah serbuk kina yang mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir (4).

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (Ditjen POM : 1986).Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut  cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (4).

2. Ektraksi Panas1. Refluks

Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan dimana cairan penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam. (4)

Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba: (4).

Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan

Page 4: Jurnal fito

ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3 dari volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang pada alat refluks dan diletakkan pada waterbath atau heating mantel, lalu kondendor dipasang pada alat refluks yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya ditampung pada wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (4).Keuntungan dari metode ini adalah :

a. Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama proses pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah menguap atau dilakukan ekstraksi jangka panjang.

b. Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak dengan adanya pemanasan.

Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat lama dan diperlukan alat – alat yang tahan terhadap pemanasan (4).2. Destilasi Uap

Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal, misalnya pada penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman Sereh (Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air digunakan untuk menyari simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap air tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul air yang menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi air. Penyulingan dilakukan hingga sempurna (4).

Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam setelah itu dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat. Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana B melalui pipa penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil pada bejana B, minyak menguap yang telah tersari selanjutnya menguap menuju kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak menguap ini, maka uap air yang

terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah berisi air (4).

Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur digabungkan, tiap cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri, dan menggunakan tekanan uap. Tekanan uap total dari campuran yang mendidih sama dengan jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang digunakan oleh komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud yaitu tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap – tiap cairan berada dalam keadaan murni (4).

Keuntungan dari destilasi uap ini adalah  titik didih dicapai pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap– tiap cairan berada dalam keadaan murni. Selain itu, kerusakan zat aktif pada destilasi langsung dapat diatasi pada destilasi uap ini. Kerugiannya adalah diperlukannya alat yang lebih kompleks dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum melakukan destilasi uap ini (4).

3. Infusa Dan Dekokta (5)Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan

menyari simplisia dengan air pada suhu 900 selama 15 menit.Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara initidak boleh di simpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Dengan beberapa modifikasi,, cara ini sering digunakan intuk membuat ekstrak.

Infus dibuat dengan cara :a. Membasahi bahan bakunya, biasanya dengan

air 2 kali bobot bahan, untuk bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen 10 kali bobot bahan.

b. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 900-980 C. Umumnya untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan.

Pada simplisia tertentu tidak diambil 10 bagian. Hal ini disebabkan:

1. Kandungan simplisia kelarutannya terbatas, misalnya kulit kina digunakan 6 bagian.

2. Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan, misalnya daun kumis kucing, sekali minum infus 100 cc, karena itu diambil ½ bagian.

3. Berlendir, misalnya karagen digunakan 1 1/2 bagian.

Page 5: Jurnal fito

4. Daya kerjanya keras, misalnya digitalis digunakan ½ bagian

Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambah bahan kimia, misalnya :

a. Asam sitrat untuk infus kinab. Kalium atau Natrium karbonat untuk infus

kelembekc. Penyaringan dilakukan pada saat cairan

masih panas, kecuali bahan yang mengandung bahan yang mudah menguap.

Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Keuntungannya peralatannya sederhana dan pelaksanannya mudah. Kerugiannya dapat menimbulkan emulsi pada saat pengocokan yang menyebabkan pemisahan yang tidak jelas antara fase organik dan fase air. (2)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya dengan menggunakan alat densitometri. KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. (1)

Adapun manfaat dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yaitu pemeriksaan kualitatif dan kemurnian senyawa obat, pemeriksaan simplisia hewan dan tanaman, pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat, dan penentuan kualitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa obat.

Beberapa kelebihan KLT yaitu:1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan

analisis.2. Identifikasi pemisahan komponen dapat

dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.

4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.7. Jumlah perlengkapan sedikit.8. Preparasi sample yang mudah9. Dapat untuk memisahkan senyawa

hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bisa.

Adapun kekurangan KLT  yaitu:(1)

1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.

2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.

3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun.

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimiayang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatupereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Carafisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet.Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapatberfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas (1,4)

Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak (1,4) :a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen

kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.

b. Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.

c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.

d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

e. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari

Page 6: Jurnal fito

dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyera[p sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder). Reagen yang umum digunakan sebagai penampak bercak dalam KLT dapat dibedakan menjadi 2, yaitu reagen umum (yang berlaku untuk hampir semua senyawa organik) sebagaimana ditunjukkan tabel 1 dan reagen spesifik yang hanya mendeteksi jenis atau golongan senyawa tertentu.

Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan noda KLT yang ditentukan adalah absorpsi, transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman pendar fluor dari radiasi semula. Densitometri lebih dititik beratkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Densitometri merupakan metode penetapan kadar suatu senyawa pada lempeng kromatografi , menggunakan instrumen TLC scanner, pengukuran dilakukan dengan cara mengukur serapan analit (cahaya yang diukur dapat berupa cahaya yang dipantulkan atau yang diteruskan), pemadaman fluoresensi untuk lapisan yang mengandung bahan berfluorsensi analit atau hasil reaksi analit.

Densitometri adalah alat pelacak kuantitatif yang sangat terkenal.  Alat ini dilengkapi dengan spektrofotometer yang panjang gelombangnya dapat diatur dari 200-700 nm. Alat tersebut dinamakan TLC Scanner.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan Penelitian

AlatAlat yang digunakan adalah pisau, oven

simplisia, baskom, toples kaca, cawan porselen, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volume, eksikator, neraca analitik, chamber, penggaris, pensil, kertas saring, corong gelas, rotavapor, pipa kapiler, tabung centrifuge, centrifuge, lampu UV 254 nm dan 366 nm, densitometer, gelas vial, botol cokelat dan spektrofotometer UV-Vis.

BahanBahan yang digunakan adalah aquades,

metanol, n-heksan, butanol jenuh air, aseton, etil

asetat, kloroform, lempeng silika gel, aluminium foil, FeCl3, AlCl3, reagen sitroborat, reagen Mayer, reagen Wagner, reagen Dragendorf, reagen vanillin asam sulfat, dan NaCl.

Metode Kerja

Penyiapan SampelDiambil sampel rimpang temulawak

kemudian disortasi basah, selanjutnya dicuci menggunakan air mengalir, lalu dirajang. Setelah itu, sampel dikeringkan dalam oven simplisia bersuhu 50oC. Setelah kering, sampel disortasi kembali untuk mendapatkan simplisia yang berkualitas.

EkstraksiEkstraksi sampel rimpang temulawak

dengan metode refluks menggunakan pelarut etanol. Sebanyak 200 gram simplisia kering rimpang temulawak dimasukkan ke dalam alat refluks kemudian ditambahkan etanol hingga seluruh simplisia terendam. Direfluks selama ±2 jam. Disaring simplisia untuk memperoleh ekstrak cairmenggunakan kain saring. Selanjutnya ekstrak cair dikentalkan menggunaan rotavapor lalu diangin-anginkan sehingga diperoleh ekstrak temulawak. Ekstrak temulawak berupa ekstrak kental

PartisiProses partisi dilakukan dengan metode

ekstraksi cair-cair. Sebanyak 1 g ekstrak rimpang temulawak dalam 1 ml air, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan n-heksan sebanyak 3 ml ke dalam tabung reaksi. Tabung dikocok kuat, kemudian dibiarkan hingga air dan n-heksan terpisah. Dipipet lapisan bagian atas (n-heksan) ke dalam cawan porselen lalu diuapkan. Kemudian, ditambahkan 3 ml butanol jenuh air ke dalam tabung reaksi. Tabung dikocok kuat, kemudian dibiarkan hingga air dan butanol jenuh air terpisah. Dipipet lapisan bagian atas (butanol jenuh air) ke dalam cawan porselen lalu diuapkan.

KLTDisiapkan lempeng berukuran 3x7 cm yang

telah diaktifkan di dalam oven bersuhu 105oC selama 1 jam. Kemudian diberi batas atas dan batas bawah.

Dimasukkan n-heksan:etil asetat (2:1) ke dalam chamber, kemudian ditunggu hingga jenuh yang ditandai dengan terbasahinya kertas saring yang dimasukkan ke dalam chamber.

Page 7: Jurnal fito

Dilarutkan ekstrak awal, ekstrak larut heksan, dan ekstrak larut butanol jenuh air masing-masing dalam campuran pelarut n-heksan : etil asetat 2:1. Ditotolkan masing-masing ekstrak pada batas bawah lempeng. Kemudian dimasukkan lempeng ke dalam chamber dan ditunggu hingga proses elusi selesai. Lempeng diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Uji Pendahuluan1. Uji Alkaloid

Untuk metode tabung, uji alkaloid menggunakan 3 jenis reagen yaitu reagen Mayer, reagen Wagner dan reagen Dragendorf. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan 2 ml HCl 2 N. Kemudian, ditambahkan dengan masing-masing reagen tersebut, lalu diamati perubahan warna yang terjadi.

Untuk metode semprot, lempeng yang telah dielusi disemprot dengan menggunakan reagen Dragendorf, lalu diamati perubahan warna yang terjadi.2. Uji Flavonoid

Untuk metode tabung uji flavonoid menggunakan reagen AlCl3. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditetesi dengan reagen AlCl3. Selanjutnya diamati perubahan warna yang terjadi.

Untuk metode semprot, lempeng yang telah dielusi disemprot dengan reagen sitroborat, lalu diamati perubahan warna yang terjadi.3. Uji Tannin

Untuk metode tabung uji tannin menggunakan reagen FeCl3. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas dan larutan NaCl lalu disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan dengan reagen FeCl3 lalu diamati perubahan warna yang terjadi.

Untuk metode semprot, lempeng yang telah dielusi disemprot dengan menggunakan reagen FeCl3 lalu diamati perubahan warna yang terjadi.4. Uji Steroid/Terpenoid

Untuk metode tabung uji steroid/terpenoid menggunakan reagen Liebermann Burchard (LB). Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan reagen LB lalu diamati perubahan warna yang terjadi.

Untuk metode semprot, lempeng yang telah dielusi disemprot dengan reagen LB lalu diamati perubahan warna yang terjadi.5. Uji Saponin

Untuk metode tabung, uji saponin dilakukan dengan menggunakan air panas. Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan air panas lalu dikocok kuat selama ±10 menit. Diamati busa yang timbul.

Untuk uji semprot, lempeng yang telah dielusi disemprot dengan reagen vanillin asam sulfat, lalu diamati perubahan warna yang terjadi.

DensitometriDibuat larutan sampel ekstrak awal, larut

heksan dan larut butanol jenuh air dengan konsentrasi 1000 ppm. Disiapkan lempeng berukuran 5x10 cm yang telah diaktifkan dalam oven bersuhu 105oC selama 60 menit kemudian diberi batas atas dan bawah. Dijenuhkan eluen n-heksan : etil asetat (2:1) dalam chamber yang ditandai dengan terbasahinya kertas saring yang dicelupkan ke dalam chamber. Ditotolkan sebanyak 4 l pada batas bawah lempeng. Kemudian dimasukkan lempeng ke dalam chamber untuk dielusi. Ditunggu hingga proses elusi selesai.

Penentuan Kadar Fenolik Total dan Flavonoid Total

1. PolifenolSampel diencerkan pada vial dengan

konsentrasi 100, dan 250 ppm sebanyak 5 ml. Kemudian dibuat pengenceran baku asam galat dengan konsentrasi 3,4,5,6,7 ppm. Setelah itu dibuat reagen folin dengan perbandingan 1:1 sebanyak 0,1 ml lalu dicukupkan dengan air bebas CO2 hingga 15 ml dan Na2co3 dibuat dengan 7,5 mg yang dilarutkan dengan air bebas co2. Larutan asam galat diencerkan dengan konsentrasi 3,4,5,6,7 ppm dimasukkan ke dalam tabung kemudian ditambahkan 100 ml reagen folin dengan perbandingan 1:1 dan digojog. Setelah itu diamkan selama 3 menit, kemudian ditambahkan 100 ml larutan na2co3 5% dan digojog, setelah itu diukur dengan spektrofotometer.

2. FlavonoidSampel diencerkan dengan konsentrasi 100, dan 250 ppm dalam 5 ml. Setelah itu dibuat kurva baku standar dengan aquadest hingga 10 ml pada labu tentukur kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 3,4,5,6,7 ppm, kemudian ditambahkan 100 ml pereaksi Alcl3 10% lalu dihomogenkan kemudian ditambah 100 ml Na asetat 0,1 M dan cukupkan hingga 5 ml dengan aquadest lalu diamkan selama 3 menit dan diukur dengan spektrofotometri.

Page 8: Jurnal fito

HASIL DAN PEMBAHASAN

(A) (B)

Gambar (A). Sampel rimpang temulawakGambar (B) Simplisia kering rimpang temulawak

Proses penyiapan sampel dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, dan penyimpanan. Sortasi basah bertujuan untuk memilah bagian tanaman yang baik dan dipisahkan dari bagian tanaman yang rusak. Pencucian dilakukan dengan air mengalir agar pengotor yang melekat pada tanaman dapat dibersihkan dan tidak dapat melekat. Perajangan dilakukan untuk membantu dalam proses pengeringan. Pengeringan dilakukan pada suhu 45oC yang bertujuan untuk menghilangkan air yang terdapat dalam sampel. Adanya kandungan air yang berlebih dapat memicu terjadinya pertumbuhan mikroba. Sortasi kering merupakan proses pemilahan bagian tanaman dan dipisahkan dari bagian tanaman yang rusak selama proses pengeringan. Setelah itu di sortasi kering kembali untuk memisahkan simplisia kering yang rusak.

(C) (D)Gambar (C) proses ekstraksiGambar (D) proses rotavapor

Metode ekstraksi yang digunakan pada sampel ini adalah metode menggunakan refluks. Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Sehingga didapatkan ekstrak kental. Gambar (E). Ekstak hasil partisi menggunakan pelarut n-

heksan, BJA, ekstrak awalGambar (F). Hasil KLT dengan UV 366 nm

Gambar (H) pemotongan lempengGambar (I). Hasil KLT setelah disemprot dengan

H2SO4 10%

Untuk metode partisi kami menggunanakan partisi cair-cair yang bertujuan untuk memisahkan senyawa non polar dan senyawa polar dengan

Page 9: Jurnal fito

menggunakan 2 pelarut yaitu n-heksan dan pelarut butanol jenuh air yang tidak saling bercampur. Kemudian setelah di partisi didapatkan eksyrak kering seperti yang ditunjukkan oleh gambar (E).

Setelah itu dilakukan KLT, dimana hasil partisi tadi yang kemudian ditotolkan pada lempeng kromatografi. Analisis KLT menggunakan lampu UV 254 nm dan UV 366 nm.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm dan 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Yang dimaksud dengan gugus kromofor adalah suatu gugus fungsi yang memiliki peranan menyebabkan suatu senyawa memiliki warna. Gugus kromofor juga merupakan gugus kovalen tidak jenuh yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis.Sedangkan auksokrom merupakan gugus fungsi yang mempunyai peranan untuk memberikan warna yang lebih intensif pada suatu senyawa. Auksokrom tidak lepas kaitannya dengan adanya kromofor di dalam senyawa tersebut. Untuk memperjelas analisis maka dilakukan penyemprotan H2SO4.

Penyemprotan asam sulfat 10 % ke lempeng dengan tujuan agar penampakan noda dapat berlanjut, maksudnya penampakan noda dapat terlihat tanpa bantuan sinar UV. Setelah penyemprotan lalu dikeringkan dan dipanaskan pada suhu 125oC. Pada saat pemanasan zat – zat organik akan teroksidasi menjadi karbon yang berwarna hitam. Sehingga noda yang mengandung zat aktifakan nampak yang ditandai noda hitam pada lempeng.Setelah dilihat penampakan noda-nodanya, maka diukur jaraknoda dari titik awal (batas bawah) serta jarakeluen. Hasilnya akan digunakan untukmenentukan harga Rf.

JGambar (J) spot semua senyawa

Page 10: Jurnal fito

KGambar (K) hasil spot 1,2,3, dan 4

Uji densitometri yang bertujuan untuk mengukur kerapatan suatu senyawa dengan melihat warna dan spot. Densitometri juga dilakukan untuk melihat uji kulaitatif dan kuantitaif pada suatu senyawa.

Densitometri dilakukan dengan menotol hasil partisi dan ekstrak awal pada lempeng, dimana tiap sampel di timbang masing-masing 1 mg dalam tabung endorf dan dilarutkan dengan metanol sampai 1 ml. Sampel ditotol dengan pipet mikro yang di pipet sebanyak 5 µL. Kemudian lempeng di elusi dan diamati pada sinar UV 254 dan UV 366 untuk melihat apakah noda terpisah secara sempurn atau tidak agar didapatkan hasil densitometri yang baik.

Setelah diamati pada sinar UV, lempeng kemudian diamati pada alat densitometer winCATS Planar Chromatography Managerdan di dapatkan 4 spot yang terdeteksi oleh alat densitometer.Berikut hasil densitometri pada sampel temulawak yang memiliki panjang gelombang dan nilai Rf yang berbeda-beda yaitu:

Pada spot 1 terbaca 3 spot yaitu ekstrak awal, tidak larut heksan dan BJA, dimana : spot 1, spot 2 spot 3 menunjukkan data yangh kurang baik karena nilai Rf setiap spot sama.

Pada spot 2 terbaca 3 spot yaitu ekstrak awal, tidak larut heksan, dan BJA dimana menunjukkan nilai Rf yang berbeda dari spot 2 dan 3 yang menunjukkan data yang baik tetatpi panjang gelombang mempunyai rentang yang cukup jauh.

Pada spot 3 hanya 2 spot yang terbaca yaitu ekstrak awal dan tidak larut heksan dimana nilai Rf keduanya 0,77 yang menunjukkan data yang tidak baik karena mempunyai kandungan senyawa yang sama, seharusnya pada ekstrak awal jauh lebih banyak dibandingkan dengan senyawa pada ekstrak tidak larut heksan.

Pada spot 4 terbaca 2 spot yaitu ekstrak awal dan BJA dimana data tersebut juga kurang baik dilihat dari nilai Rf yang hampir sama.

Adapun faktor kesalahan yang mungkin terjadi adalah pada saat mempartisi masih kurang baik, sehingga didapatkan spot yang kurang baik.

LGambar (L) Kurva dan tabel standar asam galat

(polifenol)

MGambar (M) kurva dan tabel standar kuarsetin

(Flavonoid)

Analisis kualitatif flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum serapan ultra violet dan serapan tampak merupakan cara tunggal yang paling bermanfaat untuk mengidentifikasi struktur flavonoid[ (5).

Flavonoid mengandung sistem aromatis yang terkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah UV-Vis. Metode tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan uji secara kuantitatif untuk menentukan jumlah flavonoid yang terdapat dalam ekstrak metanol juga dilakukan dengan spetrofotometer UV-Vis yaitu dengan mengukur nilai absorbansinya (7).

Absorbansi sebagai analisa kuantitatif dilakukan berdasarkan Hukum Lambert-Beer. Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan spektrofotometer. Sektriofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

Page 11: Jurnal fito

direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (7).

Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorbsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorbansi adalah perbandingan intensitas sinar yang diserap dengan intensitas sinar datang. Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel (6,7).

Jika suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi ke tingkat energi yang lebih rendah maka beberapa energi akan dilepaskan. Energi ini dapat hilang sebagai radiasi dan dapat dikatakan telah terjadi emisi radiasi. Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul (7).

Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi (jamak: spektra). Spektra juga dapat berfungsi sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisa kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif (7).

Dalam suatu molekul, yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada hingga dapat menentukan sifat suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi (7).

Ketika cahaya dengan berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu molekul, maka cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Jika molekul menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan

elektron ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul hanya akan bergetar (vibrasi), sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang lebih rendah lagi.

Kadar flavonoid dalam sampel herbal dapat ditentukan dengan berbagai metode. Metode yang diakui oleh Departemen Kesehatan RI adalah spektrofotometri UV yang berdasar pada prinsip kolorimetri[10]. Absorbansi dari warna yang terbentuk diukur dengan spektrometer UV. Kadar kuersetin dihitung sebagai kadar flavonoid total dalam sampel. Perhitungan ini berdasarkan pada hukum Lambert-Beer yang menunjukkan hubungan lurus antara absorbans dan kadar analat. Untuk menentukan kadar flavonoid pada berbagai jenisdaun obat berdasarkan nilai absorbansi digunakan data larutan standar. Data larutan standar ini digunakan untuk membuat persamaan regresi yaitu persamaan yang digunakan untuk menghitung kadar flavonoid :

y=ax+bDengan : y = nilai absorbansiX = kadar flavonoida, b = konstantaMenurut Bohm 1987, diacu dalam Estierte

et al. 1999 kadar flavonoid dan senyawa fenolik lain di dalam tanaman berbeda-beda di antara setiap bagian, jaringan, dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor ini adalah temperatur, sinar ultraviolet dan tampak, nutrisi, ketersediaan air, dan kadar CO2 pada atmosfer.

Page 12: Jurnal fito

A B gambar (A) pengujian alkaloid temulawak metode tabung gambar (B) pengujian steroid temulawak metode tabung

C D

gambar (C) pengujian tanin meniran metode tabunggambar (D) pengujian saponin meniran metode tabung

E F

G H

I Jgambar (G) pengujian tanin temulawak metode tabunggambar (H) pengujian flavonoid temulawak metode tabung

gambar (I) pengujian steroid meniran metode tabunggambar (J) pengujian dengan metode semprot

Uji pendahuluan bertujuan untuk Mengidentifikasi kandungan kimia pada ekstrak meniran (Phyllanthus niruri) dan temulawak (Curcuma xanthorrizha). Hasil yang didapatkan positif adalah pengujian steroid, flavonoid, dan alkaloid. Sedangkan hasil negatif yang didapatkan yaitu dari pengujian saponin dan tanin.

Pengujian alkaloid untuk sampel meniran diperoleh hasil negative pada reagen Mayer tidak mengadung alkaloid dan hasil positif pada reagen dragendroff mengandung alkaloid karena setelah penambahan reagen uji menunjukkan perubahan warna yang signifikan dan untuk sampel temulawak diperoleh hasil positif karena setelah penambahan reagen Dragendroff memberikan hasil positif yakni dengan menunjukkan perubahan warna jingga, kecuali pada penambahan reagen Mayer, diperoleh hasil negatif. Pada uji alkaloid ini penambahan HCl ditujukan karena sifat alkaloid yang bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam.

Hasil positif pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan cokelat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna cokelat. Pada uji wagner, ion K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid dan membentuk kompleks KI yang mengendap. Hasil positif alkaloid pada uji Dragendroff juga ditandai dengan terbentuknya warna jingga. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismuth nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismuth mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+) agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan bergeser ke kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+

yang merupakan ion logam. Hasil positif alkaloid pada uji Mayer, apabila terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi mayer bersifat elektrofilik (Hg2+) mengadisi atom C, dimana terlebih dahulu K2HgI4

terlarut dalam air secara reversibel dengan

Page 13: Jurnal fito

menservasi asam iodida + KI + HgO-Hg2+ dari HgO membentuk kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih.

Pada pengujian tannin memberikan hasil negatif. Timbulnya busa pada uji ini menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya. Busa yang timbul disebabkan karena senyawa saponin mengandung senyawa yang larut dalam air (hidrofilik) dan senyawa yang larut dalam pelarut nonpolar (hidrofobik) sebagai surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Busa yang dihasilkan, diuji kestabilannya dengan penambahan HCl.

Pada uji steroid/ terpenoid, ekstrak yang dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan reagen Liebermann Bouchard. Kemudian diamati perubahan warnanya. Untuk kedua sampel menunjukkan hasil positif mengandung steroid yaitu terbentuk warna hijau. Hal ini terjadi karena terjadi reaksi bolak-balik antara kalium iodobismutat dengan ion-ionnya. Setelah direaksikan dengan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat sehingga menghasilkan warna hijau. Reaksi yang terjadi antara steroid dengan asam asetat anhidrat adalah reaksi asetilasi guguh OH pada steroid yang akan menghasilkan kompleks asetil steroid. Penambahan asam sulfat pekat bertujuan untuk mendekstruksi kompleks asetil steroid.

Pada uji Tanin, ekstrak yang dimasukkan dalam tabung reaksi ditambahkan 10 ml air panas lalu dikocok. Setelah itu ditambahkan NaCl, lalu disaring. Diambil filtratnya, yang kemudian ditambahkan FeCl3. Lalu diamati perubahan warnanya. Sampel temulawak memberikan hasil negatif. Apabila hasil yang positif mengandung katekol yang ditandai dengan terbentuk warna hijau. Hal ini disebabkan karena gugus hidroksil (OH-) dari senyawa tanin akan berikatan dengan Fe3+

sehingga terbentuk Fe(OH)3 yang berwarna hijau kehitaman.

Pada hasil yang diperoleh untuk masing-masing pengujian diperoleh hasil yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan literatur dapat disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan seperti:

1. Ekstrak yang digunakan terlalu sedikit2. Kurangnya ketelitian3. Warna dasar dari ekstrak berwarna hijau,

sehingga memberikan hasil yang kurang signifikan.

KESIMPULAN1. Penyiapan sampel dilakukan

dengan disortasi basah, selanjutnya dicuci menggunakan air mengalir, lalu dirajang. Setelah itu, sampel dikeringkan dalam oven simplisia bersuhu 50oC. Setelah kering, sampel disortasi kembali untuk mendapatkan simplisia yang berkualitas.

2. Ekstarksi yang digunakan adalah menggunakan refluks.

3. Metode partisi yang digunakan yaitu metode cai-cair menggunakan 2 pelarut yang tidak saling bercampur

4. Pelarut yang digunakan pada KLT yaitu n-heksan : etil asetat (2:1)

5. Hasil densitometri yang didapatkan kurang baik deisebabkan karna ekstrak hasil partisi yang tidak maksimal

6. Pada uji pendahuluan didapatkan kandungan senyawa positig yaitu pada pengujian alkaloid, steroid, dan flavonoid. Sedangkan hasil negatif didapatkan pada pengujian saponin dan tanin

DAFTAR PUSTAKA

1. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisatumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan Kosasih Padmawinata danIwang Soediro. ITB : Bandung.

2. Robinson T. 1995. Kandungan Organik TumbuhanTinggi . Ed ke-6. Padmawinata K, penerjemah.Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: The Organic Constituent of Higher Plants.

3. Miller AL. 1996. Antioxidant flavonoids: structure,function, and clinical usage. Alt Med Rev 1:103-111.

4. Amiæ D, Dušanka DA, Bešlo D, Trinasjtiæ.2003. Structure-radical scavenging activityrelationships of flavonoids. Croatia Chem Acta 76:55-61.

Page 14: Jurnal fito

5. Chang CC, Yang MH, Wen HM, Chern JC. 2002. Estimation of total flavonoid content in propolis by two complementary colorimetric methods. J Food. Drug Anal 10:178–182.

6. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Jakarta: Depkes RI.

7. HaryantoBambang. 1992. PotensidanPemanfaatanSagu.Jakarta : UI Press

8. Guenther E. 1987. MinyakAtsiriJilid 1. Terjemahan S. Keteren

9. Dirjen POM, (1986), "SediaanGalenik", Departemen KesehatanRepublik Indonesia, Jakarta.

10. Soesilo, slamet. 1989. Materi Medika Indonesia jilid 5 dan 6.Jakarta: Depertemen Kesehatan Republik Indonesia.

11. Drijen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta Depertemen Kesehatan Republik Indonesia.

12. Ditjen POM, (1986), Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan. Republik Indonesia, Jakarta.

13. Heyne, K., (1987), Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid 3, Departemen Kehutanan, Jakarta.