dr semua yg ancurrrrr (fito)

34
Saturday, June 12, 2010 Isolasi Senyawa Berkhasiat Obat dari Tumbuhan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Sejak zaman dahulu tumbuhan telah dimanfaat oleh manusia untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Cara pengobatan tradisional dengan memanfaatkan alam sebagai bahan obat telah tercatat dalam berbagai dokumen-dokumen yang tersimpan rapi di China, India dan Afrika Utara. Bahkan sampai hari ini tumbuhan masih merupakan sumber ekslusif sebagai penghasil senyawa kimia yang mempunyai berbagai aktifitas farmakologis. Data dari suatu jurnal ilmiah melaporkan, tercatat sekitar 25 % dari keseluruhan obat-obat yang diresepkan pada pasien, merupakan senyawa obat yang yang berasal dari tumbuhan, 121 zat aktif diantaranya masih digunakan sampai saat ini. Dari 252 obat dasar dan esential yang ditetapkan oleh WHO, 11 % diantaranya merupakan senyawa obat yang secara eksklusif berasal dari tumbuhan dan dalam jumlah yang cukup berarti juga terdapat senyawa sintesis yang berasal dari prekursor bahan alam (1). Beberapa contoh obat penting yang diisolasi dari tumbuhan antaralain digoxin yang berasal dari tumbuhan Digitalis spp, kinin dan kinidin yang berasal dari Chinchona spp, morfin dan kodein yang berasal dari Papaver somniferum serta atropin yang berasal dari Atropa belladona. Sebelum abad ke-19 tumbuhan dimanfaatkan dalam bentuk ekstraknya untuk mengobati berbagai penyakit. Sekitar awal abad ke-19 terjadi suatu era perubahan dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Pada masa ini para ilmuan telah berhasil mengisolasi senyawa-senyawa murni dari tumbuhan seperti striknin, kinin, morfin dll yang sampai sekarang masih dimanfaatkan sebagai obat. Pada rentang waktu ini metabolit sekunder dari tumbuhan menjadi target utama riset dalam rangka mencari senyawa kimia yang berpotensi sebagai bahan obat.

Upload: suriyantilistin

Post on 29-Jun-2015

156 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Saturday, June 12, 2010

Isolasi Senyawa Berkhasiat Obat dari Tumbuhan

Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Sejak zaman dahulu tumbuhan telah dimanfaat oleh manusia untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Cara pengobatan tradisional dengan memanfaatkan alam sebagai bahan obat telah tercatat dalam berbagai dokumen-dokumen yang tersimpan rapi di China, India dan Afrika Utara. Bahkan sampai hari ini tumbuhan masih merupakan sumber ekslusif sebagai penghasil senyawa kimia yang mempunyai berbagai aktifitas farmakologis.

Data dari suatu jurnal ilmiah melaporkan, tercatat sekitar 25 % dari keseluruhan obat-obat yang diresepkan pada pasien, merupakan senyawa obat yang yang berasal dari tumbuhan, 121 zat aktif diantaranya masih digunakan sampai saat ini. Dari 252 obat dasar dan esential yang ditetapkan oleh WHO, 11 % diantaranya merupakan senyawa obat yang secara eksklusif berasal dari tumbuhan dan dalam jumlah yang cukup berarti juga terdapat senyawa sintesis yang berasal dari   prekursor bahan alam (1). Beberapa contoh obat penting yang diisolasi dari tumbuhan antaralain digoxin yang berasal dari tumbuhan Digitalis spp, kinin dan kinidin  yang berasal dari Chinchona spp, morfin dan kodein yang berasal dari Papaver somniferum serta atropin yang berasal dari Atropa belladona.

Sebelum abad ke-19 tumbuhan dimanfaatkan dalam bentuk ekstraknya untuk mengobati berbagai penyakit. Sekitar awal abad ke-19 terjadi suatu era perubahan dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Pada masa ini para ilmuan telah berhasil mengisolasi senyawa-senyawa murni dari tumbuhan seperti striknin, kinin, morfin dll yang sampai sekarang masih dimanfaatkan sebagai obat. Pada rentang waktu ini metabolit sekunder dari tumbuhan menjadi target utama riset dalam rangka mencari senyawa kimia yang berpotensi sebagai bahan obat.

Tumbuhan dipilih sebagai sumber penyedia bahan yang penting dalam bidang pengobatan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa murni yang langsung dapat dimanfaatkan sebagai obat. Contohnya adalah morfin kinin, vinkristin dan vinblastin.

Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat dijadikan sebagai senyawa model dalam proses sintesis total atau sintetis parsial (modifikasi struktur) menjadi senyawa yang lebih efektif atau kurang toksis. Contoh obat yang dibuat berdasarkan model dari senyawa alam adalah metformin, verapamil, morfin, taxolphodophyllotoxin dll.

Ekstrak tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan, tanpa harus melalui tahap isolasi senyawa murni. Contohnya adalah ginko biloba dan produk jamu yang beredar di Indonesia.

Tahun-tahun terakhir ini senyawa obat yang dihasilkan dari bahan alam telah menjadi perhatian khusus oleh industri farmasi. Sebagai representatifnya dapat dilihat dari pengembangan senyawa

Page 2: dr semua yg ancurrrrr (fito)

taxol, etoposide dan artemisin yang telah berhasil melalui tahap pengujian klinis. Taxol merupakan senyawa kimia yang pertama kali diisolasi dari tumbuhan Taxus brevifolia. Isolasi dan penentuan struktur senyawa ini dilakukan berdasarkan hasil riset awal dilaboratorium yang menunjukkan bahwa ekstrak dari tumbuhan ini menunjukkan aktivitas melawan sel kanker. Walaupun pengujian bioaktivitas ini telah dilakukan pada awal tahun 1960-an, isolasi dan penentuan struktur kimianya baru berhasil dilakukan pada tahun 1971. Setelah melalui berbagai tahap riset, pada tahun 1980 pengujian secara klinis berhasil dilakukan.Sekitar tahun 1990-an senyawa taxol dan derivatnya taxotere ternyata telah terbukti secara klinis efektif melawan kanker payudara (breast cancer) dan kanker indung telur (ovarian cancer) (2)

Resin podophyllin pertamakali diisolasi dari tumbuhan Podophyllum peltatum, merupakan senyawa yang bersifat toksik. Komponen utama dari resin ini adalah lignan phodophyllotoxin yang memepunyai aktiviatas menghambat pembelahan sel. Karena sifat toksiknya maka kecil kemungkinan dari senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Tetapi melihat dari aktvitasnya yang dapat menghambat pembelahan sel, senyawa ini dapat diindikasikan mempunyai potensi senyawa kemoterapi kanker. Suatu senyawa semisintetik etoposide yang dibuat berdasarkan model senyawa phodophyllotoxin ternyata telah diujikan secara klinis efektif melawan kanker paru dan testicular cancer (2)

Artemisinin merupakan suatu senyawa kimia yang diisolasi dari dari tumbuhan Artemisia annua. Pengujian klinis telah menunjukkan bahwa senyawa ini efektif digunakan sebagai antimalaria dan dapat digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum (2)

Potensi tumbuhan sebagai sumber penemuan senyawa obat sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Sekitar 250.000-500.000 spesies tumbuhan yang ada didunia saat ini, tercatat hanya sekitar 6 % yang telah dilakukan pengujian bioaktivitasnya, dan hanya sekitar 15 % yang telah diteliti kandungan kimianya. Diketahui satu tumbuhan mengandung ribuan senyawa metabolit sekunder yang diyakini sangat berperan sebagai penghasil senyawa kimia yang memiliki aktivitas farmakologis. Sangat menjadi tantangan bagi para ilmuwan untuk dapat menggali senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan yang kedepannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (1,3,4).

Pemilihan Sampel Tumbuhan

Proses pencarian senyawa kimia yang berkhasiat obat dari tumbuhan melibatkan berbagai disiplin ilmu antaralain Botani, kimia, farmakologi, toksikologi dan berbagai bidang ilmu lainnya. Botanist disini berperan dalam hal pemilihan sampel, dimana dibutuhkan informasi detil mengenai tumbuhan yang akan dipilih. Sampel yang telah dipilih harus diidentifikasikan dan selanjutnya disimpan di herbarium untuk memudahkan untuk penelusurannya kembali. Seorang ahli kimia  berperan dalam tahap proses isolasi senyawa kimi yang dikandung oleh tumbuhan yang selanjutnya dilakukan penentuan struktur kimianya. Farmakologis dan Toksikologis berperan penting dalam penentuan bioaktivitas dan pengujian toksisitas senyawa yang telah didapatkan

Page 3: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Dalam proses awal pemilihan sampel, ada beberapa metoda pendekatan yang digunakan antaralain (1,5,6):

Pemilihan sampel secara random yang dilanjutkan dengan skrining kandungan kimianya. Kesulitan dalam menggunakan metoda ini adalah ini sangat sukar memprediksikan kemungkinan bioaktivitas senyawa yang telah berhasil diisolasi, karena satu golongan senyawa tertentu akan dapat memiliki aktivitas farmakologis yang beragam. Sebagai contoh bila yang didapatkan adalah suatu senyawa baru golongan alkaloid, yang mana senyawa alkaloid itu sendiri mempunyai beragam bioaktivitas bisa sebagai analgesik, antispasmodik ,diuretik dll. Maka untuk pengujian bioaktivitas yang spesifik akan memerlukan berbagai tahap yang kemungkinan akan menghabiskan waktu dan biaya yang lebih banyak.

Pemilihan sampel secara random yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian satu atau lebih bioaktivitasnya. Pada pendekatan ini sampel yang telah dikumpulkan dilakukan skrining bioaktivitasnya berdasarkan target bioaktivitas apa yang diinginkan. Dengan menggunakan metoda isolasi "biassay guided" kemungkinan senyawa yang diisolasi adalah senyawa yang memiliki bioaktivitas yang diinginkan

Pemilihan sampel berdasarkan laporan atau jurnal ilmiah tentang  pengujian bioaktivitas suatu tumbuhan.

Pemiihan sampel berdasarkan informasi penggunaan tradisional tumbuhan tertentu. Biasanya sumber informasi adalah seorang herbalis ataupun dari masyarakat yang biasa menggunakan tumbuhan obat

Isolasi  dan Penentuan struktur

Setelah tahap pemilihan sampel tumbuhan, selanjutnya dilakukan proses isolasi senyawa kimia yang terkandung dalam sampel tumbuhan. Tidak berbeda denagan pendekatan yang dilakukan dalam pemilihan sampel, proses isolasi juga meggunakan pendekatan yang berbeda. Ada2 proses yang berbeda dalam tahap isolasi senyawa kimia yaitu:

Bioassay guided. Proses isolasi dilakukan dengan selalu menguji bioaktivitas dari fraksi-fraksi yang dihasilkan sampai akhirnya mengerucut pada satu senyawa murni yang mempunyai aktivitas farmakolgis yang diinginkan. Kelebihannya adalah senyawa yang terisolasi adalah benar-benar senyawa yang aktif terhadap bioassay yang diinginkan.

Pemisahan senyawa kimia lansung tanpa menggunakan bioassay guided. Isolasi ini dilakukan dengan melakukan pemisahan secara kimia tanpa melakukan pengujian bioaktivitas tiap fraksi. Keuntungan menggunakan metoda ini adalah banyaknya senyawa kimia baru yang akan dapat dihasilkan, yang mempunyai kemungkinan beragam bioativitas. Dalam arti, tidak hanya satu target biaktivitas saja yang dituju.

Proses no 1 merupakan proses isolasi yang sekarang lebih banyak digunakan sekarang ini. Secara garis besar besar proses isolasi dengan menggunakan metoda Bioassay guided  dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 4: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Pemilihan sampel Ekstraksi sampel tumbuhan menggunakan pelarut organik. Ekstraksi dilakukan secara

bertingkat menggunakan pelarut yang mempunyai kepolaran yang bertingkat. Sampel pertama kali diekstraksi menggunakan pelarut non polar, selanjutnya diikuti dengan pelarut semi polar dan terakhir oleh pelarut polar. Masing- masing ekstrak dari pelarut yang berbeda dipisahkan.

Tiap ekstrak yang telah dihasilkan (ada 3 ekstrak) selanjutnya dilakukan pengujian bioaktivitasnya. Ekstrak yang aktif terhadap bioassay selanjutnya dipilih untuk diisolasi kandungan kimianya.

Ekstrak yang aktif, diisolasi kandungan kimianya menggunakan berbagai macam cara kromatografi. Pada tahap awalnya ekstrak akan terpisah menjadi fraksi-fraksi. Dimana satu fraksi kemungkinan masih mengandung berbagai senyawa kimia. Tiap fraksi akan mempunyai kemungkinan kandungan kimia yang berbeda yang selanjutnya diujikan bioaktivitasnya Fraksi yang aktif terhadap biassay dipilih untuk selanjutnya dipisahkan lagi menggunakan metoda kromatografi.Cara ini berulang sampai akhirnya didapatkan senyawa murni yang mempunyai aktivitas farmakologis yang diinginkan

Senyawa murni yang telah diisolasi selanjutnya ditentukan struktur kimianya. Berbagai jurnal ilmiah yang dihasilkan oleh para ilmuwan Natural Product Chemistrymemfokuskan laporan  mengenai struktur kimia senyawa yang telah diisolasi

Pengetahuan dasar yang diperlukan dalam proses penentuan struktur senyawa kimia adalah pengetahuan mengenai spektroskopi. Berapa ilmu spektroskopi yang diperlukan adalah spektroskopi Ultraviolet-Vis (UV-Vis), Infra Red (IR), Mass Spectroscopy (MS)  dan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) spectroscopy (7,8,9).

Secara garis besar fungsi spektrum yang dihasilkan bagi tiap-tiap spektroskopi ini adalah:

UV-Vis : Dalam elusidasi struktur, spektrum UV-Vis tidak terlalu memberikan informasi penting. Dari spektrum ini akan diperoleh informasi kromofor yang ada pada molekul yang akan memberikan gambaran kemungkinan kerangka dasar senyawa murni tersebut.

Infra Red: Spektrum IR akan menyumbangkan informasi tentang gugus fungsi yang dimiliki oleh molekul.

Mass spectroscopy : Memberikan informasi tentang berat molekul, dan fargmen-fragmen yang ada pada molekul.

NMR spectroscopy : Spektrum ini sangat membantu untuk mengetahui jenis ikatan C-H, posisi ikatan dan terakhir akan dapat menyimpulkan struktur kimianya dengan memadukan uinformasi dari spektrum UV-Vis, IR dan MS

Sintesis dan Modifikasi Struktur

Page 5: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Untuk mendapatkan senyawa yang lebih efektif ataupun dengan tujuan mengurangi toksisitasnya, dapat dilakukan modifikasi struktur. Selain modifikasi struktur, senyawa yang telah diisolasi dapat menjadi model senyawa dalam proses sintetis total. Sintetis total dilakukan biasanya untuk senyawa yang memepunyai struktur sederhana, dan tidak memerlukan biaya yang lebih mahal. Adakalnya dalam proses penemuan obat ini, akan lebih memerlukan waktu dan biaya yang lenih mahal bila senyawa yang diinginkan itu diisolasi ulang dari alam. Oleh karena itu diupayakan agar obat dapat disintesis total di laboratorium. Tapi tidak semua senyawa alam dapat disintesis, karena kerumitan strukturnya, vinkristin da vinblastin sampai saat ini masih dihasilkan dari tumbuhan, dan belum dapat dibuat secara sintesis.

Referensi

1. Fabrican, D.S and Farsworth, N.R. 2001. The value of plants used in traditional  medicine for drug discovery. Enviromental Health Prespectives 109:69-75.

2. Philipson, J.D. 2001.Phytochemistry and medicinal plants. Phytochemistry, 56:237-2433. Rates, S. M. K. 2001. Plants as source of drugs. Toxicon 39:603-613.4. Pimm, S. L., Russell, G. J., Gittleman, J. L. and Brooks, T.M. 1995. The future of

biodiversity.  Science 269:347-350.5. Cordell, G.A. 1995.Changing strategies in natural product chemistry. Phytochemistry

40:1585-1612.6.    6. Hamburger, M. and  Hostettmann, K. 1991. Bioactivity in plants: the link between

Phythochemistry and  Medicine.  Phytochemistry 30: 364-3874

Page 6: dr semua yg ancurrrrr (fito)
Page 7: dr semua yg ancurrrrr (fito)

QUANTITATIVE STRUCTURE-ACTIVITY RELATIONSHIP ANALYSISOF CURCUMIN AND ITS DERIVATIVES AS GST INHIBITORSBASED ON COMPUTATIONAL CHEMISTRY CALCULATIONAnalisis Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas Kurkumin dan Turunannya SebagaiInhibitor GST Berdasarkan Perhitungan Kimia KomputasiEnade Perdana IstyastonoLab. Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, YogyakartaSudibyo MartonoBagian Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, YogyakartaHarno Dwi Pranowo, Iqmal TahirChemistry Department, Faculty of Mathematics and Natural SciencesGadjah Mada University, YogyakartaABSTRACTThe Quantitative Structure-Activity Relationship (QSAR) study was established on curcumin and itsderivatives as glutathione S-transferase(s) (GSTs) inhibitors using atomic net charges as the descriptors.The charges were resulted by semiempirical AM1 and PM3 quantum-chemical calculations usingcomputational chemistry approach. The inhibition activity was expressed as the concentration that gave 50%inhibition of GSTs activity (IC50). The selection of the best QSAR equation models was determined bymultiple linear regression analysis. This research was related to the nature of GSTs as multifunctionalenzymes, which play an important role in the detoxification of electrophilic compounds, the process ofinflammation and the effectivity of anticancer compounds.The result showed that AM1 semiempirical method gave better descriptor for the construction ofQSAR equation model than PM3 did. The best QSAR equation model was described by :log 1/IC50 = -2,238 – 17,326 qC2’ + 1,876 qC4’ + 9,200 qC6’

The equation was significant at 95% level with statistical parameters : n = 10, m = 3, r = 0,839, SE = 0,254,F = 4,764, F/Ftable = 1,001.Keywords: QSAR analysis, curcumin, glutathione S-transferase(s) (GSTs), atomic net charge.PENDAHULUANPerkembangan kimia komputasi mengalamifase percepatan pada dekade terakhir ini. Salahsatu disiplin ilmu yang sangat terbantu denganperkembangan tersebut adalah Kimia Medisinal,terutama untuk studi Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas (HKSA) atau Quantitative Structure-ActivityRelationship (QSAR). Hal ini sinergis denganperkembangan penemuan obat baru yang semakinlama diharapkan semakin efektif dan efisien.Hubungan antara struktur-aktivitas biologistersebut dinyatakan secara matematis, sehinggasering disebut sebagai Hubungan KuantitatifStruktur-Aktivitas (HKSA) atau QuantitativeStructure-Activity Relationship (QSAR). Asumsimendasar dari HKSA adalah bahwa terdapathubungan kuantitatif antara sifat mikroskopis(struktur molekul) dan sifat makroskopis/empiris(aktivitas biologis) dari suatu molekul [1]. Istilahstruktur tidak hanya terbatas pada pengertianpengaturan ruang dan hubungan antar atom danmolekul, tetapi juga sifat fisika dan sifat kimia yangmelekat pada susunan tersebut.Senyawa-senyawa yang menjadi tren dalamperkembangan ilmu farmasi akhir-akhir ini, antara

Page 8: dr semua yg ancurrrrr (fito)

lain adalah senyawa-senyawa inhibitor glutation Stransferase(GST). Hal ini terkait dengan sifat GSTsebagai enzim multifungsional yang memainkanperanan penting dalam detoksifikasi senyawasenyawaelektrofilik, efektivitas senyawa antikanker[2] dan proses inflamasi [3].Kurkumin dan turunannya dilaporkan memilikiaktivitas sebagai inhibitor GST [4], namun hinggasaat ini belum pernah diteliti HKSA senyawasenyawatersebut sebagai inhibitor GST. Olehkarena itu perlu dilakukan penelitian HKSAkurkumin dan turunannya sebagai inhibitor GSTIndonesian Journal of Chemistry, 2003, 3 (3), 179-186Enade Perdana Istyastono, et al.180guna mendesain senyawa turunan kurkumin yangoptimal sebagai inhibitor GST.Tujuan penelitian ini adalah merumuskan HKSAsenyawa-senyawa turunan kurkumin sebagaiinhibitor GST dan merumuskan strategi desainsenyawa turunan dan analog kurkumin barusebagai inhibitor GST.METODOLOGIMateri PenelitianBerupa data set struktur dan aktivitas kurkumindan turunannya sebagai inhibitor GST diperolehdari literatur [4]. Sejumlah 10 senyawa, sepertitercantum pada gambar 1 dan tabel I.PeralatanPerangkat keras berupa satu set komputerPentium IV 1,5 GHz dengan kapasitas memori 256MB. Perangkat lunak paket program HyperchemPro ver. 6.0 untuk melakukan perhitungan kimiakuantum dan mengeksplorasi sifat fisikokimia.Perangkat lunak SPSS 10.0 for Windows untukmelakukan analisis statistik.C3'C4'C5'C6'C1'C2' C1

C2

C3

C4

C5

C6

C7

C1"C6"C5"C4"C3"C2"O1 O2

R4

R3 R3

R4

R5 R5

H

No. Senyawa R3 R4 R5

1 H H H2 H OH H3

Page 9: dr semua yg ancurrrrr (fito)

(kurkumin)OCH3 OH H4 OCH3 OH OCH3

5 CH3 OH CH3

6 i-C3H7 OH i-C3H7

7 H OCH3 H8 OCH3 OCH3 H9 OCH3 OCH3 OCH3

10 H CH3 HGambar 1 Struktur kimia kurkumin dan turunannyaTabel 1 Nama kimia dan kode untuk kurkumin dan turunannya pada penelitian ini, serta nilai IC50**)

kurkumin dan turunannya sebagai inhibitor GST***)

NomerSenyawaKode Nama Kimia IC50

(μM)1 Cur. 1 1,7-bis-(fenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 26,52 Cur. 2 1,7-bis-(4’-hidroksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 14,63 Cur. 3 1,7-bis-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 2,84 Cur. 4 1,7-bis-(4’-hidroksi-3’,5’-dimetoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion10,55 Cur. 5 1,7-bis-(4’-hidroksi-3’,5’-dimetilfenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 22,46 Cur. 6 1,7-bis-(4’-hidroksi-3’,5’-diisopropilfenil)-1,6-heptadien-3,5-dion27,17 Cur. 7 1,7-bis-(4’-metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 53,5*)8 Cur. 8 1,7-bis-(3’,5’-dimetoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 40,49 Cur. 9 1,7-bis-(3’,4’,5’-trimetoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 27,510 Cur. 10 1,7-bis-(4’-metilfenil)-1,6-heptadien-3,5-dion 51,0*)Keterangan : *) Merupakan hasil ekstrapolasi**) Konsentrasi inhibitor yang menghasilkan 50% penghambatan aktivitas GST.Indonesian Journal of Chemistry, 2003, 3 (3), 179-186Enade Perdana Istyastono, et al.181Prosedur penelitianOptimasi geometriMasing-masing senyawa yang digunakansebagai bahan penelitian (Tabel I) dibuatstruktur dua dimensi (2D) menggunakan paketprogram Hyperchem. Selanjutnya dilakukanpenambahan atom H untuk melengkapi strukturnyadan dibentuk menjadi struktur tiga dimensi (3D).Struktur yang terbentuk dioptimasi geometrimenggunakan metode AM1 dan PM3menggunakan algoritma Polak-Ribiere. Bataskonvergensi ditentukan setelah tercapai gradien0,01 kkal/Å. Struktur yang telah teroptimasidisimpan sebagai file.hin [5].Perhitungan deskriptorDilakukan perhitungan single point padastruktur yang teroptimasi untuk memperolehparameter-parameter elektronik (σ) berupa muatanbersih atom yang terdapat pada molekulmenggunakan paket program Hyperchem [5].

Page 10: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Analisis statistikMasing-masing kelompok deskriptor dilakukananalisis regresi multilinear terhadap aktivitasinhibisi GST yang dinyatakan sebagai log (1/IC50).Pemilihan model persamaan terbaik dilakukandengan mempertimbangkan parameter statistik r,SE, dan F. Model persamaan terbaik yangdiperoleh digunakan untuk memprediksi hargaaktivitas inhibisi teoritis setiap senyawa.HASIL DAN PEMBAHASANSemua senyawa dalam seri turunan kurkumindiperoleh dari literatur [4,6]. Senyawa yang diambilsebagai senyawa induk adalah 1,7-bis-(fenil)-1,6-heptadien-3,5-dion (Cur. 1), turunan kurkumin (Cur.3) yang tidak memiliki substituen (Gambar 1).Nurfina [6] maupun Sudibyo [4], dalam penelitiannyamenggunakan kurkumin sebagai senyawa penuntununtuk kemudian dikembangkan satu seri turunanyang diharapkan dapat mengungkap hubunganstruktur-aktivitas kurkumin dan turunannya secaraeksperimental kualitatif. Penelitian ini tidakmenggunakan kurkumin sebagai senyawa induktetapi menggunakan Cur. 1 sebagai senyawa indukkarena senyawa tersebut merupakan struktur indukdari turunan kurkumin bahkan juga struktur indukdari kurkumin. Pemilihan ini dilakukan juga untukmenghindari missing value yang mungkin timbul jikadigunakan kurkumin sebagai senyawa induk.Perhitungan deskriptor harus dilakukan padastruktur yang teroptimasi. Oleh karena itu, setiapsenyawa yang terlibat dalam penelitian ini dioptimasigeometri terlebih dahulu. Pemodelan molekuldilakukan dalam bentuk tautomer enol sesuaidengan hasil analisis eksperimental [6]. Dari studimengenai tautomer keto-enol kurkumin [7], didapatibahwa entalpi pembentukan (ΔHf) bentuk tautomerenol lebih rendah daripada ΔHf bentuk tautomerketo. Hal ini menunjukkan bahwa kurkumin sebagaitautomer enol lebih stabil daripada sebagai tautomerketo.O2N ClNO2

GS HClO2NNO2

HSGG-siteH-siteG-siteH-site

Gambar 2 Mekanisme aksi GST (Clark dkk., 1991).Indonesian Journal of Chemistry, 2003, 3 (3), 179-186Enade Perdana Istyastono, et al.182RO XG-siteH-siteR3

R5

Gambar 3 Usulan mekanisme aksi inhibisi GST oleh senyawa-senyawa fenolik

Page 11: dr semua yg ancurrrrr (fito)

(Istyastono dkk., 2003a).Penelitian ini menitikberatkan muatan bersihatom sebagai deskriptor karena GST merupakanenzim yang memiliki aktivitas mendetoksifikasisenyawa-senyawa elektrofilik dalam tubuh denganmengkatalisis reaksi konjugasi antara gugus tiol (-SH) dari glutation (GSH) dengan pusat elektrofilikdari senyawa-senyawa elektrofilik tersebut padasistem detoksifikasi fase II [2]. Mekanismenyamelibatkan sisi H (H-site) yang bersifat asam dansisi G (G-site) yang bersifat basa. H-site dan G-sitemerupakan dua sisi aktif (active site) pada GST.Sisi G yang bersifat basa untuk berikatan denganproton dari glutation dan sisi H yang bersifat asamuntuk mengikat substrat. Sifat basa pada sisi Gmembantu deprotonasi GSH menjadi GS- danmeningkatkan serangan nukleofil GS- terhadapsubstrat. Sifat asam pada sisi H meningkatkannegativitas gugus pergi (leaving group) sehinggalebih mudah meninggalkan substrat (dalam hal ini1-kloro-2,4-dinitrobenzen/CDNB) (Gambar 2) [8].Istyastono dkk. [9] berdasar pada mekanismeaksi GST yang dipostulasikan oleh Clark dkk.(1991) dan berdasar pada analisis kualitatifstruktur-aktivitas berbagai senyawa fenolik sebagaiinhibitor GST, mempostulatkan mekanisme aksiinhibisi senyawa-senyawa fenolik terhadapaktivitas GST (gambar 3). Adanya atom O padagugus –OH atau –OCH3 fenolik dengan kerapatanelektron relatif rendah (elektrofil) akibat dariadanya karbonil sebagai gugus penarik elektron(electron withdrawing group) pada senyawasenyawafenolik, sehingga meningkatkankecenderungan untuk berikatan secara dipol-dipoldengan sisi G pada GST. Hal ini didugamenghambat aksi GST secara kompetitif dalammengkatalisis reaksi sisi deprotonasi GSH.Berdasarkan aktivitas GST [2] dan mekanismeaksi GST [8] serta mekanisme aksi inhibisi senyawasenyawafenolik terhadap aktivitas GST [7] tersiratbahwa sifat elektronik memegang peran pentingdalam aktivitas turunan kurkumin sebagai inhibitorGST. Hal tersebut yang merupakan dasar pemilihanmuatan bersih atom sebagai deskriptor dalampenelitian ini.Muatan bersih atom tersebut dihitung daristruktur yang teoptimasi geometri dengan metodeAM1 dan metode PM3. Muatan bersih atom hasilperhitungan dengan dengan metode AM1 disajikanpada Tabel II, sedangkan muatan bersih atom hasilperhitungan dengan dengan metode PM3 disajikanpada Tabel III. Muatan atom tersebut memilikisatuan C (coulomb).Seri senyawa tersebut hanya berbeda padasubstituen fenil secara simetri pada R3, R4, dan R5

cincin I dan II (Gambar 1). Berdasarkan perbedaan

Page 12: dr semua yg ancurrrrr (fito)

variabilitas (sebaran) antara muatan bersih atompada kedua cincin dengan muatan bersih atompada rantai tengah, maka muatan bersih atom padarantai tengah dapat diabaikan dan tidak digunakansebagai deskriptor pada studi HKSA ini. Hal tersebutjuga sesuai dengan pernyataan Clark dkk. [8] danIstyastono dkk. [7] mengenai peran penting cincinfenil dalam aktivitas turunan kurkumin sebagaiinhibitor GST. Berdasar pada Clark dkk. [8] danIstyastono dkk. [9] juga diketahui bahwa hanya satucincin fenil dari senyawa-senyawa inhibitor GSTyang memegang peran penting dalam dalamaktivitas turunan kurkumin sebagai inhibitor GST.Indonesian Journal of Chemistry, 2003, 3 (3), 179-186Enade Perdana Istyastono, et al.183Tabel IV Model persamaan hasil analisis regresi multilinear menggunakan deskriptor atomikmetode AM1Model Deskriptor n m r SE F F/Ftabel

1. qC1’; qC2’; qC3’; qC4’; qC5’;

qC6’

10 6 0,884 0,309 1,790 0,2002. qC1’; qC2’; qC3’; qC4’; qC6’ 10 5 0,884 0,268 2,864 0,4583. qC2’; qC3’; qC4’; qC6’ 10 4 0,883 0,240 4,446 0,8564. qC2’; qC4’; qC6’ 10 3 0,839 0,254 4,764 1,0015. qC2’; qC6’ 10 2 0,773 0,274 5,205 1,099Keterangan : n = jumlah data; m = jumlah variabel yang masuk dalam persamaan; r = koefisien korelasi;SE = standar error; F = kriteria Fisher hasil analisis ANAVA.Tabel V Model persamaan hasil analisis regresi multilinear menggunakan deskriptor atomik metodePM3Model Deskriptor n m r SE F F/Ftabel

1. qC1’; qC2’; qC3’; qC4’; qC5’; qC6’ 10 6 0,799 0,397 0,885 0,0992. qC1’; qC2’; qC3’; qC4’; qC6’ 10 5 0,782 0,357 1,262 0,2023. qC1’; qC3’; qC4’; qC6’ 10 4 0,756 0,336 1,663 0,3204. qC1’; qC3’; qC6’ 10 3 0,605 0,372 1,157 0,2435. qC1’; qC3’ 10 2 0,575 0,354 1,726 0,3646. qC1’ 10 1 0,221 0,395 0,412 0,077Hal tersebut juga terbukti oleh korelasi (hasil ujistatistik korelasi Pearson) yang sangat signifikanantara muatan bersih atom atom karbon yangmerupakan bayangan cermin pada cincin fenil Idan cincin fenil II senyawa-senyawa turunankurkumin pada penelitian ini. Hal tersebutkemudian yang menjadi dasar bahwa hanyamuatan bersih atom pada satu cincin saja yangdigunakan sebagai deskriptor. Hal ini juga untukmemenuhi salah satu kriteria pemilihan model“terbaik” yang dianjurkan pada studi HKSA, yaitujumlah senyawa (data/n) yang dikorelasikan haruslebih banyak daripada jumlah variabel bebas(deskriptor) yang diperoleh [10].Hasil analisis regresi multilinear terhadapdata muatan bersih atom yang dihitungmenggunakan metode AM1 dan PM3 padaaktivitas inhibitor GST yang dinyatakan sebagai log1/IC50 masing-masing tersaji pada tabel IV dan

Page 13: dr semua yg ancurrrrr (fito)

tabel V. Hasil yang tersaji merupakan hasil analisisregresi multilinear menggunakan metode backwarddengan perangkat lunak SPSS 10.0 for Windows.Parameter-parameter statistik hasil regresimultilinear (r, SE dan F) yang disajikan pada tabelIV dan tabel V menunjukkan bahwa modelpersamaan HKSA kurkumin dan turunannyasebagai inhibitor GST dengan deskriptor muatanbersih atom hasil perhitungan dengan metode AM1lebih baik daripada dengan metode PM3. Analisisbeberapa parameter statistik tersebut mengarahpada kesimpulan bahwa model persamaan 4menggunakan deskriptor atomik metode AM1merupakan model “terbaik”. Model tersebutmerupakan satu-satunya model pada penelitian iniyang memenuhi syarat model “terbaik” menurutKubinyi (1993).Model persamaan sedianya diuji denganmenggunakan metode validasi silang leave-one-outuntuk mendapat adalah model persamaan yangmemiliki nilai predicted residual sum of squares(PRESS) dan standar error prediksi (SEP) minimal.Namun karena model persamaan yang memenuhisyarat sebagai model “terbaik” menurut Kubinyi(1993) hanya satu yaitu model persamaan 4 metodeAM1, maka dapat dipastikan bahwa model tersebutmemiliki nilai PRESS dan SEP yang paling minimaldiantara model yang memenuhi syarat. Secaralengkap, model persamaan HKSA model tersebutadalah sebagai berikut:log 1/IC50 = -2,238 – 17,326 qC2’ + 1,876 qC4’ +9,200 qC6’ (i)Persamaan tersebut digunakan untukmenghitung harga aktivitas sebagai inhibitor GST(log 1/IC50)prediksi dari masing-masing senyawa. Hasilperhitungan disajikan pada tabel VI, sedangkan plotantara aktivitas sebagai inhibitor GST eksperimentaldan prediksi disajikan pada gambar 11. Dari gambar11, persamaan regresi yang terbentuk dari plottersebut adalah sebagai berikut :Indonesian Journal of Chemistry, 2003, 3 (3), 179-186Enade Perdana Istyastono, et al.184Tabel VI Harga aktivitas sebagai inhibitor GST (log 1/IC50)eksperimental dan harga aktivitassebagai inhibitor GST (log 1/IC50)prediksi menggunakan model 4 (AM1).Senyawa (log 1/IC50)eksperimental (log 1/IC50)prediksi selisihCur. 1 -1,423 -1,599 0,175Cur. 2 -1,164 -1,585 0,421Cur. 3 -0,447 -0,582 0,134Cur. 4 -1,021 -0,987 -0,034Cur. 5 -1,350 -1349 -0,002Cur. 6 -1,433 -1,330 -0,103Cur. 7 -1,728 -1,548 -0,180Cur. 8 -1,606 -1,330 -0,276Cur. 9 -1,439 -1,499 0,059Cur. 10 -1,708 -1,514 -0,194

Page 14: dr semua yg ancurrrrr (fito)

-2.0-1.5-1.0-0.50.0-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0log 1/IC50 eksperimetallog 1/IC50 prediksiGambar 4 Plot antara (log 1/IC50)eksperimental dan (log 1/IC50)prediksi dari model 4 (AM1).(log 1/IC50)prediksi = -0,393 +0,705 (log 1/IC50)ekperimental (ii)Berdasarkan persamaan (i), senyawadikatakan semakin aktif sebagai inhibitor GSTapabila harga variabel tidak bebas berupa log1/IC50 semakin tinggi atau harga IC50 semakinrendah. Hal tersebut dapat dipenuhi oleh suatusenyawa turunan atau analog kurkumin yangmemiliki muatan bersih atom pada C2’ semakinnegatif (harga muatan bersih atom C2’ semakinkecil) dan/atau muatan bersih atom pada C4’ danC6’ semakin positif (harga muatan bersih atom C4’

dan C6’ semakin besar).KESIMPULAN1. Metode AM1 menghasilkan deskriptor yanglebih baik dalam pembangunan modelpersamaan HKSA kurkumin dan turunannyasebagai inhibitor GST daripada metode PM3.2. Hubungan kuantitatif antara muatan bersih atompada atom-atom cincin senyawa 1,7-bis-(fenil)-1,6-heptadien-3,5-dion (Cur. 1/senyawa induk)sebagai gambaran struktur elektronikmenunjukkan signifikansi hubungan denganaktivitas senyawa sebagai inhibitor GST,mengikuti persamaan :log 1/IC50 = -2,238 – 17,326 qC2’ + 1,876 qC4’ +9,200 qC6’

Indonesian Journal of Chemistry, 2003, 3 (3), 179-186Enade Perdana Istyastono, et al.185Persamaan signifikan pada tingkat kepercayaan95% dengan parameter statistik : n = 10, m = 3, r =0,839, SE = 0,254, F = 4,764, F/Ftabel = 1,001.UCAPAN TERIMA KASIHDiucapkan terima kasih kepada LembagaPenelitian Universitas Sanata Dharma yang telahmembiayai penelitian ini.DAFTAR PUSTAKA1. Lee, K.W., Kwon, S.Y., Hwang, S., Lee, J.U.,and Kim, H., 1996, Bull. Korean Chem. Soc.,17, 147-152.2. Van der Aar, E. M., Tan, K. T., Commandeur,J. N. M., and Vermeulen N. P. E., 1998, DrugMetab. Rev., 30 (3), 569-643.3. Ujihara, M., Tsuchida, S., Satoh, K., Sato, H.,and Urade, Y., 1988, Archs. Biochem.Biophys., 264, 428-437.4. Sudibyo, M., 2000, Inhibition of glutathione Stransferase

Page 15: dr semua yg ancurrrrr (fito)

by curcumin and its derivatives,Molecular mechanisms and qualitativestructure-activity relationships, Ph.D Thesis,Gadjah Mada University, Yogyakarta,Indonesia.5. Sudarmanto, B.S.A., 2002, Analisis hubungankuantitatif struktur-aktivitas seri senyawa analogurkumin sebagai antioksidan menggunakandescriptor berdasarkan perhitungan kimiakuantum, Tesis, Fakultas MIPA, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.6. Nurfina, A., 1994, The synthesis of somesymmetrical curcumin derivatives and the studyof their anti-inflammatory activities as well asstructure-activity relationships, Ph.D. Thesis,Gadjah Mada University, Yogyakarta7. Istyastono, E.P., Sudibyo, M., dan Supardjan,A.M., 2003, 2003, Prosiding Seminar IlmiahNasional: “Penelitian Farmasi Masa MendatangBerdasarkan Diversitas Hayati Indonesia”,Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.8. Clark, A.G., Hamilton, J.F., and Marshall, S.N.,1991, Biochem. J., 278, 193-198.9. Istyastono, E.P., Supardjan, A.M., dan Pranowo,H.D., 2003, Majalah Farmasi Indonesia, 14 (3),In Press.10. Kubinyi, H., 1993, QSAR : Hansch analysis andrelated approaches, VCH Verlagsgesellschaft,Weinheim.

Page 16: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Yang ke dua

Jurnal Laporan Tugas Akhir1PENGARUH VARIASI WAKTU PENGGILINGANTERHADAP PEMBENTUKAN SENYAWA INTERMETALIK Al3TiPADA METAL MATRIX COMPOSITE (MMC) Al/TiO2

Hariyati Purwaningsih. S.Si, M.Si1, Dr. Widyastuti, S.Si, M.Si1, Muhammad Risal Mallombasi 2

1Staff Pengajar Teknik Material dan Metalurgi ITS, 2Mahasiswa Teknik Material danMetalurgi ITSAbstrakAluminium serbuk sebagai matriks dan titania sebagai penguat dikenal sebagai Metal MatrixComposite (MMC) Al/TiO2 yang dapat diproduksi dengan metode metalurgi serbuk. Reaksi in-situakan terjadi saat sintering menghasilkan senyawa intermetalik. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pembentukan senyawa intermetalik Al3Ti yang dibuat dengan variasi waktu penggilingan.Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk aluminium dan serbuk titania.Komposisi serbuk aluminium (Al) dan serbuk titania (TiO2) dibuat berdasarkan persamaan reaksi3TiO2 + 13Al → 3Al3Ti + 2 Al2O3. Campuran tersebut digiling pada kecepatan 800 rpm denganvariasi waktu penggilingan 0 jam, 8 jam, dan 24 jam. Untuk pembentukan green compact dilanjutkandengan beban kompaksi sebesar 500 MPa. Kemudian disinter dengan temperatur 800 C dan waktupenahanan selama 1 jam. Pengujian karakterisasi material spesimen yang dilakukan meliputiDTA/TGA, SEM/EDX, XRD serta pengujian densitas dan distribusi ukuran partikel.Senyawa intermetalik Al3Ti mulai terbentuk pada waktu milling 8 jam dan 24 jam dimanapuncak tertingginya terbentuk pada 2θ = 39.07966. Semakin lama waktu milling maka semakinhomogen fase-fasenya dan semakin tinggi densitasnya.Kata kunci: Metalurgi Serbuk, Waktu Milling, MMC Al/TiO2, Senyawa Intermetalik Al3TiAbstractAluminum powder as a matrix and titania powder as a reinforced known as Metal MatrixComposite (MMC) Al/TiO2 that can be produced with the method of powder metallurgy. In-situreaction will be occur during sintering and will result in a intermetallic compound. This researchaims to determine the formation of intermetallic compound Al3Ti made with milling time variations.Material used in this research is aluminum powder and titania powder. Composition of aluminumpowder (Al) and titania powder (Ti) is based on 3TiO2 + 13Al → 3Al3Ti + 2 Al2O3 reaction. Mixtureis milling on the speed of 800 rpm with the with 0 h, 8 h, dan 24 h milling time variations. For theformation of green compact proceed with the burden of 500 Mpa compaction. Then sintering at 800oC and holding time for 1 hour. Material characterization testing specimen made by DTA/TGA,SEM/EDS, XRD, density testing and and size distribution of particles testing.Intermetallic compound Al3Ti starting formed at the 0 h and 24 h milling time where thehighest peak formed at 2θ = 39.07966. The length of the tmilling time the more homogenous itsphases and the higher its density.Keywords : Powder Metallurgy, Milling Time, MMC Al/TiO2, Al3Ti Intermetallic Compound1. PENDAHULUANDi tahun 2004, lebih dari 3,5 juta kgMetal Matrix Composites (MMCs) telahdigunakan dan mengalami laju pertumbuhanyang cepat hingga lebih dari 6%. AplikasiMMC sangat banyak digunakan oleh duniatransportasi, penerbangan, elektronik, danindustri olahraga. Awal penemuan MMC inidiperoleh dari sintesa pengecoran komposit

Page 17: dr semua yg ancurrrrr (fito)

matriks aluminium yang mengandung grafitaluminium, Al-SiC, dan MMC cor partikulatAl-Al2O3.Reaksi kimia antara Al dengan oksidalogam seperti CuO, Fe2O3, dan TiO2 telahdigunakan untuk memproduksi in-situ metalJurnal Laporan Tugas Akhir2matrix composites atau intermetallic matrixcomposites (IMCs). Proses ini memberikanbukti bahwa proses reduksi oksida oleh Almenghasilkan formasi atau logam lain danoksida aluminium. Logam dapat menjadimatriks yang bagus atau menjadi elemenpaduan dengan matriks Al, dapat jugamembentuk fase intermetalik dengan Al yangberfungsi sebagai material matriks. Di sisilain, oksida aluminium berfungsi sebagaimaterial penguat yang bagus pada MMC atauIMC.Penggunaan reaksi antara Al denganTiO2 ini menarik terutama dalammemproduksi in situ MMC dan IMC. PaduanAl-Ti atau Ti-Al (titanium aluminida) telahmenjadi material matriks yang baik.Berdasarkan pertimbangan ini, pengerjaanriset telah banyak dilakukan. Pengerjaantersebut difokuskan untuk memproduksi MMCAl3Ti dengan menggunakan reaksi padat danpenggilingan mekanik.Beberapa riset produksi MMC telahdilakukan dengan menggunakan Al-Al2O3 danAl-SiC. Ying (2004) melaporkan reaksi danproduksi Al3Ti dengan reaksi padat dan energipenggilingan yang tinggi. Akan tetapi laporantersebut tidak mengemukakan evolusi strukturmikro dan pembentukan fasa intermetalik.Penelitian ini mencoba menjelaskanfenomena struktur mikro pada MMC atau IMCdan juga observasi transformasi fasa selamaproses produksi IMC. Fasa intermetalik Al3Tiadalah senyawa baru yang terbentuk darireaksi padat antara Al dan TiO2. Sebelum Aldan titanium dioksida (titania) direaksikanmaka keduanya digiling terlebih dahulumenggunakan metode wet milling selama 0jam, 8 jam,dan 24 jam untuk memperolehpermukaan yang reaktif.Semakin kecil ukuran partikel semakinmemperbaiki struktur mikro komposit yangdihasilkan. Untuk mencapai tujuan ini, pentingdiperlukan pemahaman yang baik antarakondisi proses dan struktur mikro. Studi ini

Page 18: dr semua yg ancurrrrr (fito)

berkonsentrasi pada pemahaman kondisipenggilingan mekanik untuk analisa evolusistruktur mikro dan transformasi fasa selamaproses pemanasan (heating) dan gilingmekanik.Penelitian ini penting bagi kemajuandunia otomotif Indonesia yang membutuhkanmaterial pengganti pada beberapa spare partdengan material komposit baru demi effisiensiharga yang kecil. Hasil penelitian ini akanmenambah perkembangan material kompositbaru, ilmu pengetahuan dan teknologi materialkomposit. Pada masa selanjutnya, penelitianini akan dilanjutkan dengan menemukan sifatsifatsenyawa intermetalik Al3Ti seperti sifatfisik, sifat mekanik, dan sifat thermalnya.2. METODOLOGI2.1 Diagram AlirGambar 2.1 Diagram Alir PenelitianStartPersiapan serbuk Al dan TiO2

Komposisi berat : 60,8% Al + 39,2% TiO2

Pengujian PartikelPenggilingan mekanik dengan media etanolVariasi : 0 jam, 8 jam, dan 24 jamPerbandingan antara serbuk dengan ball mill = 1 : 12Kompaksi dengan tekanan 500 MPaSIEVINGPengolahan dan Pembahasan DataSEM/EDS DENSITAS XRDSintering dengan temperature 8000 CHolding time selama 1 jamFinishDataDENSITAS DTA/TGA

Jurnal Laporan Tugas Akhir32.2 Bahan percobaanMaterial yang digunakan padapercobaan ini :1. Serbuk aluminium (Al) dengan ukuranserbuk ± 75 μm.2. Serbuk titania (TiO2) dengan ukuranserbuk ± 53 μm.3. Zinc stearat sebagai pelumas agarmengurangi gesekan antara serbuk dandinding cetakan.4. Etanol sebagai bahan pencampur padasaat wet mixing.2.3 PeralatanPeralatan yang digunakan pada percobaan iniadalah :1. Timbangan digital untuk menentukankomposisi masing-masing serbuk.2. Alat pencampur serbuk manual (cawanporselen dan pengaduknya).3. Milling machine dengan kecepatan 800rpm dan ball mill.

Page 19: dr semua yg ancurrrrr (fito)

4. Cetakan/die compaction.5. Furnace dengan keadaan gas Nitrogen.6. Mesin kompaksi dengan tekanan 500MPa.7. Mesin ayakan (Meshing).8. DTA/TGA.9. SEM/EDX.10. XRD.2.4 Metode Penelitian2.4.1 Studi literaturMeliputi pemahaman tentang materialkomposit Al/TiO2, proses metalurgiserbuk, senyawa intermetalik Al3Ti danproses sintering.2.4.2 Sintesa bahanSintesa bahan melalui langkahpercobaan, yaitu persiapan serbuk Aldan TiO2 dengan melakukanpenimbangan berat Al dan TiO2 denganperbandingan mol 3 : 132.4.3 Pencampuran Al dan TiO2

Mencampur serbuk Al dan TiO2 denganpenggilingan mekanik. Pencampuranmenggunakan variasi waktu selama 0, 8,dan 24 jam. Dengan kecepatan800r/menit.2.4.4 KompaksiMemberikan tekanan dengan variasi500MPa pada bahan dengan alatkompaksi.2.4.5 SinteringPemanasan dalam vacuum furnacedengan temperatur 800 oC .2.4.6 FinishingMelakukan penyelesaian akhir bahandengan pemerataan permukaan yangakan diuji.3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Hasil Penelitian3.1.1 Pengaruh Waktu Milling terhadapDistribusi Ukuran PartikelTabel 3.1 Distribusi ukuran partikel campuranserbuk Al/TiO2.Ukuran Distribusi Ukuran Partikel (%)Partikel Milling Milling Milling(μm) Time Time Time0 jam 8 jam 24 jam75-53 65.2 39 10.353-45 27.4 28.4 29.545-38 7.4 32.6 60.2Gambar 3.1 Perbandingan distribusi ukuranpartikel dan waktu milling pada serbuk dengankomposisi berat 39.2% TiO2.3.1.2 Pengaruh Waktu Milling terhadap

Page 20: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Densitas MMC Al/TiO2

Tabel 3.2 Densitas MMC Al/TiO2 akibatvariasi waktu milling.Waktu Densitas MMCSebelumSintering(gr/cm3)Densitas MMCSetelahSintering 800°C(gr/cm3)Milling(jam)0 jam 2.04 2.388 jam 2.42 2.5124 jam 2.73 2.87Jurnal Laporan Tugas Akhir4Gambar 3.2 Perbandingan Densitas MMCAl/TiO2 dan waktu milling.3.1.3 Karakterisasi Struktur Mikro MMCAl/TiO2 akibat Waktu Milling denganSEM-EDSGambar 3.3 Hasil pengujian SEM-EDS(1000x) spesimen waktu milling 0 jam dantemperatur sintering 800 C.Gambar 3.4 Hasil pengujian SEM-EDS(1000x) spesimen waktu milling 8 jam dantemperatur sintering 800 C.Gambar 3.5 Hasil pengujian SEM-EDS(1000x) spesimen waktu milling 24 jam dantemperatur sintering 800 C.3.1.4 Karakterisasi MMC Al/TiO2 akibatWaktu Milling dengan XRDGambar 3.6 Difraktrogram MMC Al/TiO2

milling 0 jam temperatur sintering 800 C.AlTiO2AnataseJurnal Laporan Tugas Akhir5Gambar 3.7 Difraktrogram MMC Al/TiO2

milling 8 jam temperatur sintering 800 C.Gambar 3.8 Difraktrogram MMC Al/TiO2

milling 24 jam temperatur sintering 800 C.3.1.5 Analisa Termal akibat Waktu Millingpada Serbuk Al/TiO2 dengan DTAGambar 3.9 Serbuk Al/TiO2 waktu milling 0jam.Gambar 3.10 Serbuk Al/TiO2 waktu milling 8jam.Gambar 3.11 Serbuk Al/TiO2 waktu milling24 jam.3.2. Pembahasan

Page 21: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Hasil pengujian meshing (sieving)menunjukkan distribusi partikel serbukAl/TiO2 yang signifikan seiring dengan lamawaktu milling serbuk Al/TiO2 (Gambar 3.1).Variasi waktu milling yang digunakan ada tigayaitu 0 jam, 8 jam, dan 24 jam. Pada distribusipartikel serbuk Al/TiO2 antara 75-53 μm,serbuk yang digiling selama 24 jammenunjukkan tingkat yang terendah sebesar10.3%. Pada distribusi partikel serbuk Al/TiO2

antara 53-45 μm, serbuk yang digiling dengan3 variasi waktu tersebut belum menunjukkanperubahan yang berarti. Untuk distribusipartikel antara 45-38 μm, serbuk yang digilingselama 24 jam menunjukkan tingkat yangtertinggi sebesar 60.2%. Hal ini berarti bahwaMechanical Milling serbuk Al/TiO2

membuktikan terjadinya reduksi ukuranpartikel. Milling yang dilakukan telahmenggunakan energi tinggi dengan kecepatanputaran sebesar 800 rpm. Pereduksian ukuranpartikel akan memperbesar luas permukaaanpartikel sehingga semakin luas permukaanserbuk Al/TiO2 maka semakin tinggi pulakereaktifan interface antara Al dengan TiO2

untuk membentuk senyawa intermetalik Al3Ti.AlTiO2AnataseAl3TiTiO2RutileAlAl3TiTiO2RutileAl2O3

Jurnal Laporan Tugas Akhir6Hasil pengujian densitas MMC Al/TiO2

menyatakan pengaruh waktu penggilinganterhadap kompaktibilitas MMC. Gambar 3.2menyatakan adanya pengaruh waktupenggilingan terhadap densitas dimanasemakin lama waktu milling maka semakintinggi pula densitas MMC. Menurut hasilpenelitian Ari (2009), MMC Al/TiO2 waktumilling 3 jam dan temperatur sintering 800 oCmemiliki densitas yang tertinggi. Padapenelitian ini, temperatur sintering yangdigunakan sebesar 800C sehingga densitasyang tertinggi ditunjukkan oleh MMC Al/TiO2

waktu milling 24 jam sebesar 2.87 gr/cm3.Pada hakekatnya, kenaikan densitas

Page 22: dr semua yg ancurrrrr (fito)

berbanding lurus dengan pengurangan kadarporositas. Sehingga semakin rendah porositasyang terbentuk maka semakin tinggi puladensitas MMC. Campuran serbuk Al/TiO2

yang telah digiling dengan masing-masingvariasi waktu milling kemudian dikompaksisebesar 500 MPa untuk memperoleh bentukpellet yang disebut dengan Green Compact.Densitas green compact waktu milling 24 jampaling tinggi dengan nilai 2.73 gr/cm3. Akantetapi, nilai densitas tersebut masih rendah jikadibandingkan dengan densitas MMC waktumilling 24 jam yang telah di sintering padatemperatur 800 C. Mechanical milling dapatmereduksi ukuran partikel dan mengurangiporositas sehingga green compact hasilsintering akan menyebabkan ikatan antarserbuk Al dengan TiO2 kemudian proses difusiterjadi antar partikel Al dengan TiO2 sertamenghasilkan MMC Al/TiO2 yang compactdan tidak rapuh.Hasil pengujian struktur mikro MMCAl/TiO2 dengan SEM-EDS menunjukkanpersebaran serbuk yang berbeda akibat waktupenggilingan (Gambar 3.3 hingga Gambar3.5). Persebaran fase yang teramatimenunjukkan homogenitas material komposit.Diharapkan semakin lama waktu milling akandidapatkan struktur mikro yang lebihhomogen. Homogenitas sampel akanberpengaruh terhadap peningkatan nilaidensitas.Pada pengujian ini, senyawaintermetalik Al3Ti baru terbentuk pada MMCAl/TiO2 waktu milling 8 jam. Sedangkan padaMMC Al/TiO2 waktu milling 24 jam, senyawaAl3Ti semakin banyak terbentuk serta terdapatpula senyawa Al2O3.Berdasarkan pengujian difraktrogramXRD pada MMC hasil sintering 800 C waktumilling 0 jam (Gambar 3.6) belummenunjukkan adanya senyawa Al3Ti. Fasefaseyang menyusun MMC Al/TiO2 waktumilling 0 jam terdiri dari Aluminium dan TiO2

anatase. Jika pada pengujian Ari (2009)menunjukkan bahwa Al3Ti telah terbentukpada MMC Al/TiO2 sintering 800 C waktumilling 3 jam, hal ini disebabkan karenakeadaan perlakuan serbuk Al/TiO2 yangberbeda.Pada MMC Al/TiO2 hasil sintering800 C waktu milling 8 jam (Gambar 3.7)menunjukkan bahwa senyawa Al3Ti mulaiterbentuk. Fase-fasenya terdiri dari TiO2

Page 23: dr semua yg ancurrrrr (fito)

anatase, Aluminium, dan TiO2 rutile. MenurutZhang (2003), perubahan struktur TiO2 anatasemenjadi rutile terjadi pada temperatur 1000 Cdan penelitian Purwaningsih (2005)transformasi anatase ke rutile terjadi pada 900C. Penurunan temperatur transformasi TiO2

anatase ke rutile disebabkan karena pengaruhpenggilingan mekanik sehingga kereaktifanserbuk untuk bertransformasi meningkat.MMC Al/TiO2 waktu milling 0 jam temperatursintering 800 C belum terbentuk Al3Timeskipun pada penelitian Ying (2004)mengatakan Al3Ti terbentuk di atas temperatur680 C. Hal ini disebabkan oleh serbukAl/TiO2 belum mengalami perlakuan millingdimana mechanical milling ini berfungsi untukmereduksi partikel yang nantinya akanmemperluas kereaktifan interface Al-TiO2.Pada Gambar 3.8 menunjukkanintensitas senyawa Al3Ti yang sangat tinggi.Fase-fase yang terbentuk yaitu Al3Ti, TiO2

rutile, Al2O3 dan Aluminium. MMC Al/TiO2

waktu milling 24 jam ini telah terjadi reaksiin-situ dimana Al telah menjadi cair kemudianpartikel Ti keluar (oksidasi) lalu berdifusidalam cairan Al sehingga terbentuk senyawaintermetalik Al3Ti tersebut. Reaksi yangterjadi pada kondisi ini sesuai yangdikemukakan oleh Ying (2004) :13Al + 3TiO2 3Al3Ti + 2Al2O3…….(3.1)Hasil XRD Gambar 3.7 jugamenunjukkan transformasi TiO2 anatasemenjadi TiO2 rutile. Pada MMC Al/TiO2

waktu milling 24 jam ini terjadi penurunantemperatur transformasi TiO2 dari anatasemenjadi rutile yang diduga berasal dari lamapenggilingan mekanik menjadikan serbuklebih reaktif.Jurnal Laporan Tugas Akhir7Pembentukan senyawa intermetalikAl3Ti sangat dipengaruhi oleh lamamechanical milling dan tinggi temperatursintering. Jadi pada waktu milling 8 jamtemperatur sintering 800 C, senyawaintermetalik Al3Ti mulai muncul atau mulaiterbentuk . Serta terbentuk juga senyawa baruTiO2 rutile yang berasal dari TiO2 anatase.Puncak tertinggi senyawa intermetalik Al3Titerbentuk pada 2θ = 39.07966seperti terlihatpada Gambar 3.12.Gambar 3.12 Difraktrogram Al/TiO2 sintering800 C pada 2θ antara 30sampai 40dengan

Page 24: dr semua yg ancurrrrr (fito)

variasi waktu milling 0 jam, 8 jam,dan 24 jam.Gambar 3.13 Analisa termal serbuk Al/TiO2

dengan variasi waktu milling 0 jam, 8 jam, dan24 jam.Gambar 3.13 menunjukkan baganDTA dari serbuk Al/TiO2 setelah digiling padawaktu yang berbeda. Semua bagan DTAmenunjukkan puncak endotermik padatemperatur 666 C. Posisi puncak endotermikini menandakan Aluminium mengalamimelting. Bagan DTA tersebut jugamenampilkan puncak eksotermik. Intensitasdan posisi puncak eksotermik tersebutbergantung pada waktu milling. Pada waktumilling 0 jam, bagan DTA menunjukkanpuncak eksotermik pertama dengan temperaturpuncak 634.9462 C kemudian puncakeksotermik kedua dengan temperatur puncak998.4240 C. Setelah waktu milling selama 8jam, puncak eksotermik pertama mengalamisedikit kenaikan temperatur menjadi 639.4216C kemudian puncak eksotermik keduamengalami penurunan temperatur menjadi887.8107 C. Pada waktu milling 24 jam,puncak eksotermik pertama mengalamipenurunan temperatur menjadi 587.1514 Cdan puncak eksotermik kedua mengalamikenaikan temperatur menjadi 891.6904 C.Untuk identifikasi kinetika reaksi yangterjadi pada tiap puncak eksotermik baganDTA serbuk Al/TiO2 akibat waktu millingdapat dikomparasikan dengan hasil uji XRD.Pada serbuk Al/TiO2 waktu milling 0 jam(Gambar 3.9), puncak eksotermik pertama(634.9462 C) diduga TiO2 mengalamioksidasi sehingga O2 lepas lalu berikatandengan Al menjadi Al2O3 sedangkan padahasil XRD (Gambar 3.6) MMC Al/TiO2 waktumilling 0 jam sintering 800 C tidakterindentifikasi Al2O3 karena sudut 2θ yangdiambil hanya sudut pendek (30-60). Akantetapi, hasil penelitian XRD Ari (2009)membuktikan bahwa Al2O3 sudah terbentukpada temperatur sintering 600 C. Kemudianpuncak eksotermik kedua mengalami reaksiinterface antara Al dengan Ti menjadisenyawa intermetalik Al3Ti sehingga padahasil XRD (Gambar 3.6) MMC Al/TiO2 waktumilling 0 jam sintering 800 C belumditemukan senyawa Al3Ti. Senyawa Al3Titerbentuk pada temperatur 998.4240 C.Pada serbuk Al/TiO2 waktu milling 8jam (Gambar 3.10), puncak eksotermik

Page 25: dr semua yg ancurrrrr (fito)

pertama (639.4216 C ) adalah reaksi oksidasiTiO2 dimana O2 lepas lalu berikatan dengan Almenjadi Al2O3 sedangkan pada hasil XRD Ari(2009) menunjukkan pembentukan senyawaAl2O3 pada temperatur sintering 600 C.Kemudian pada puncak eksotermik kedua,senyawa Al3Ti terbentuk sehingga hasil XRD(Gambar 3.7) MMC Al/TiO2 waktu milling 8jam sintering 800 C senyawa Al3Ti mulaiterbentuk. Senyawa Al3Ti terbentuk padatemperatur 887.8107 C.Berdasarkan Gambar 4.11, puncakeksotermik pertama (587.1514 C) didugaTiO2 mengalami reaksi oksidasi maka O2 akanlepas lalu berikatan dengan Al menjadi Al2O3

sedangkan pada hasil XRD (Gambar 3.8)sintering 800 C menunjukkan adanyasenyawa Al2O3. Kemudian pada puncakeksotermik kedua, Al3Ti terbentuk sehinggaJurnal Laporan Tugas Akhir8hasil XRD (Gambar 3.8) mengatakan senyawaintermetalik Al3Ti juga terbentuk. Senyawaintermetalik terbentuk pada temperatur 891.6904 C.4 KESIMPULAN DAN SARAN4.1 KesimpulanDari data hasil percobaan dapatdisimpulkan beberapa hal sebagai berikut:1. Lama waktu milling akan menyebabkanterjadinya refinement serbuk. Semakinkecil ukuran serbuk maka semakin besarluas permukaan serbuk dan semakin besarpula tingkat kereaktifan serbuk saatproses sintering sehingga MMC memilikidensitas dan homogenitas yang tinggi.2. Lama waktu milling akan menyebabkankereaktifan interface antara Al-Ti menjaditinggi untuk membentuk senyawa Al3Ti.3. Lama waktu milling akan menyebabkantemperatur sintering yang dibutuhkanuntuk mensintesa senyawa intermetalikAl3Ti menurun. Dengan penurunantemperatur sintering tersebut maka akanmenghemat energi pembentukan danmenghemat productional cost.4.4.2 Saran1. Menggunakan alat milling yang lebihbesar energi putarnya dan memiliki lebihdari satu jenis gerakan (rotasi dansentrifugal)) untuk pereduksian partikelyang lebih optimal.

Page 26: dr semua yg ancurrrrr (fito)

2. Menggunakan variasi holding timesintering yang lebih lama agar memberikesempatan reaksi interface antara Al-TiO2 membentuk ikatan baru.3. Perlu dilakukan pengujian mekanik(tensile test dan hardness test) agarmengetahui Mechanical Properties MMC.DAFTAR PUSTAKAArifin, M, 2002. Pengaruh Variabel FraksiVolume Al2O3 Terhadap ModulusYoung Komposit Al- Al2O3. TugasAkhir, Fisika FMIPA ITS.Barlow IC, Jones H, Rainforth WM. Theeffect of heat treatment at 500–655 oCon the microstructure and properties ofmechanically alloyed Al–Ti–O basedmaterial. Mater Sci Eng A2003;351:344.Chandrawan, David., dan Ariati, Myrna.2000.Metalurgi Serbuk: Teori dan Aplikasi.Jilid 1. Jakarta.Feng C.F., Froyen L., Formation of Al3Ti andAl2O3 from an Al–TiO2 system forpreparing in-situ aluminium matrixcomposites, Department of Metallurgyand Materials Engineering, KatholiekeUniversiteit Leuven, de Croylaan 2, B-3001 Leuven, Belgium, Composites:Part A 31 (2000) 385–390,www.elsevier.com/locate/compositesaGoda DJ, Richards NL, Caley WF, ChaturvediMC. The effect of processing variableson the structure and chemistry of Ti–aluminide based LMCS. Mater Sci EngA 2002;334:280–90.Hakim F.R., “Pengaruh Waktu Penggilingan,fraksi berat TiO2, dan TemperaturSintering Terhadap Struktur Mikrodan Kekerasan Komposit MMCAl/TiO2” Tugas Akhir, Jurusan TeknikMaterial & Metalurgi FTI-ITS, 2008.Jarnuzi G., FOTOKATALISIS PADAPERMUKAAN TiO2: AspekFundamental dan Aplikasinya, SeminarNasional Kimia Fisika II, JurusanKimia, FMIPA, Universitas Indonesia.Nikitin VI, Wanqi JIE, Kandalova EG,Makarenko AG, Yong L. Preparation ofAl–Ti–B grain refiner by SHStechnology. Scripta Mater 2000;42:561–6.Peng L.M. , Li H., Wang J.H., Processingand mechanical behavior of laminated

Page 27: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Jurnal Laporan Tugas Akhir9titanium–titanium tri-aluminide (Ti–Al3Ti) composites, CAS Key Laboratoryof Mechanical Behavior and Design ofMaterials, School of EngineeringScience, University of Science andTechnology of China, Hefei, 230026Anhui, PR China Received in revisedform 17 June 2005; accepted 17 June2005.Rawers J.C., Alman D.E., Dogan C.P.,. HawkJ.A, structure and properties of metalintermetalliclayered composites, USBureau of Mines, Albany ResearchCenter, 1450 Queen Avenue S. W.,Albany, OR 97321, USA, A MaterialsScience and Engineering Al 92/l 93(1995) 624-632, Elsevier,http://sciencedirect.comRusianto, Toto dan Lilik D, Pengaruh kadarTiO2 Terhadap Kekuatan BendingKomposit Serbuk Al/TiO2, Sains& Teknologi Akprint-Universitas GajahMada, Yogyakarta, 2005.Soboyejo, F. Yea, L.C. Chena, N. Bahtishia,D.S. Schwartz, R.J. Lederich, ActaMater. 44 (5) (1996) 2027–2041.Suresh, Subra and Mortensen A.,Fundamentals of Metal matrix Composites,Butterworth–Heinemann, Stoneham London. 1993.Van den Berg, Mark R., Aluminum MMC’s-Current Status & Future Prospect:CommercialApplications” Prosiding dalam Al MMCCorsortium http://www.almmc.com.1998.Wakashima, K., In Situ Synthesis andProperties of Aluminum Composites withUltrafineTiB2 and Al2O3 Particulates, MaterialsScience Forum, Volume: 475-479http://0-87849-960- 1.scientific.net/,2004.Wu S.Q., Wei Z.S. and Tjong S.C, ”TheMechanical and Thermal ExpansionBehaviorof An Al-Si AlloyComposite Reinforcedwith Potassium Titanate Whisker”Jurnal Composites Science andTechnology 60 march, 2000, pp. 2873-2880.

Page 28: dr semua yg ancurrrrr (fito)

Ying, D.Y., D.L. Zhang, dan M. Newby.“Solid-State Reactions during HeatingMechanically Milled Al/TiO2

Composite Powders” Metallurgycal andMaterials Transaction volume 35A.

2004.