coffea arabica sebagai fito indikator suhu dan cahaya
DESCRIPTION
Coffea arabica merupakan tanaman yang hanya memerlukan 30-40 persen cahaya matahariTRANSCRIPT
STUDENT PROJECT
Coffea arabica SEBAGAI FITOINDIKATOR SUHU DAN CAHAYA
(Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Fitoindikator)
Disusun Oleh:
Novi Rizal Umam
G353090331
DEPARTEMEN BIOLOGI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
STUDENT PROJECT
Coffea arabica SEBAGAI FITOINDIKATOR SUHU DAN CAHAYA
A. Deskripsi
A.I Klasifikasi Coffea Arabica
Gb 1. Coffea arabica L.
Divisi :Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga : Coffea
Jenis : Coffea arabica L.
A.II Morfologi Coffea arabica
Tanaman ini termasuk dalam familia Rubiaceae (kopi-kopian) dan genus Coffea.
Coffea arabica merupakan tanaman perdu tahunan yang memiliki akar tunggang.
Tingginya antara 7-12 m dan mempunyai cabang. Percabangan sekunder sangat aktif
bahkan pada cabang primer di atas permukaan tanah membentuk kipas berjuntai
menyentuh tanah. Panjang cabang primer rata-rata mencapai 123 cm sedangkan ruas
cabangnya pendek-pendek. Batang tanaman Coffea arabica berkayu, keras dan tegak
dengan warna putih keabu-abuan.
Pada ruas-ruas cabang tanaman terdapat daun yang lebat. Daun tersebut tunggal
dan berbentuk bulat telur. Tepi daun rata dengan ujung yang runcing. Namun, pada
bagian pangkal terlihat tumpul. Daun tanaman Coffea arabica ini mempunyai panjang
kira-kira 5-15 cm dan lebar 4-6,5 cm. Secara keseluruhan, daun tampak mengkilat
dengan bentuk pertulangan daun menyirip. Daun yang sudah tua berwarna hijau tua,
sedangkan daun yang masih muda (flush) berwarna coklat kemerahan. Apabila tanaman
Coffea arabica ditanam tanpa penaung, tepi daun menjadi bergelombang dan helaian
mengatup ke atas. Oleh karena itu, sepintas bentuk daun tampak oval meruncing
ramping. Dalam kondisi normal ada penaung, daun berbentuk oval datar memanjang dan
berwarna hijau sangat tua.
Bunga tanaman Coffea arabica merupakan bunga majemuk (muncul secara
berkelompok). Bunga ini tumbuh di ketiak daun dengan bentuk menyerupai payung.
Mahkota bunga berbentuk bintang dan berwarna putih. Masing-masing bunga
mempunyai diameter sekitar 1-1,5 cm. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga
setelah berumur ± 2 tahun. Mula-mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak
pada batang utama atau cabang reproduksi. Tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat
tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan hanya
dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya
banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal
dari kuncup-kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup
bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan
bergerombol.
Tidak berbeda dengan bunganya, buah tanaman ini juga tumbuh berkelompok
atau bergerombol. Walaupun ukuran buah cukup besar, dompolan buah kurang rapat.
Buah yang masih muda berwarna hijau bersih, sedangkan buah yang sudah masak
berwarna merah cerah. Bentuk buah adalah bulat telur dengan diameter lebih kurang 10-
15 mm. Di dalamnya terdapat biji yang berjumlah dua berbentuk bulat panjang. Berat
100 buah masak merah rata-rata 196 gram (Tanaman Obat Indonesia 2007)
A.III Karakteristik Khas Coffea Arabica
Tanaman ini termasuk dalam golongan tanaman C3 karena fiksasi karbon organik
pertama ialah senyawa berkarbon tiga, 3-fofogliserat. Tumbuhan C3 yaitu tumbuhan
yang fiksasi karbon awal terjadi melalui rubisco, enzim siklus Calvin yang menambahkan
CO2 pada ribulosa bifosfat. Tumbuhan C3 ini dapat kehilangan 20 % carbon dalam
siklus calvin karena radiasi berlebih, Tumbuhan ini memproduksi sedikit makanan
apabila stomata tertutup pada hari yang panas dan kering.
Kandungan yang ada yaitu Kafein 1-2 %, tanin, asam klorogenat (kafeotanat),
lemak, gula & pentosan.
Beberapa sifat penting Kopi Arabika :
Daerah yang ketinggiannya antara 1370-1830 m dpl (Wrigley 1988).
Daerah yang iklimnya kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-
turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.
Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV (Hemelia vastataix = karat
daun) , terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl.
Rata-rata produksi sedang (4,5-5ku kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai harga dan
kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif
produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/th. Rendemen ± 18%.
Umumnya berbuah sekali dalam setahun.
Beberapa varietas kopi yang termasuk kopi arabika dan banyak diusahakan di
Indonesia antara lain; Abesinia, Pasumah, Marago Type dan Congensis. Masing-masing
varietas tersebut mempunyai sifat agak berbeda dengan yang lainnya (Tanaman Obat
Indonesia 2007).
Jenis-Jenis Kopi yang termasuk Golongan Arabika :
JENIS KETERANGAN
Abesinia Bentuk pohon lebih kekar, bisa ditanam di
dataran yang lebih rendah, lebih resisten
terhadap penyakit HV.
Pasumah Bentuk pohon lebih kekar, agak resisten
terhadap penyakit HV.
Margo Type Ukuran buah lebih besar dan kualitas lebih
baik.
Congensis Biji berukuran sangat kecil, kurang
produktif tetapi resisten terhadap penyakit
HV.
Gb 2. Jenis-jenis C. arabica dan Karakteristiknya
B. Cahaya dan Suhu sebagai Faktor Pendukung Fotosintesis Coffea arabica
Telah diketahui sejak lama bahwa cahaya dan suhu merupakan faktor abiotik
yang sangat menentukan dalam proses fotosintesis. Terdapat hubungan dari kedua faktor
ini di lapangan (alam) dimana peningkatan intensitas cahaya matahari akan menaikan
temperatur lingkungan. Begitupun pengaruhnya terhadap tanaman kopi.
Tanaman kopi (coffea arabica) secara alami dapat tumbuh kembang dengan baik
pada habitat yang ternaungi. Artinya tumbuhan ini memiliki kemampuan tumbuh
kembang yang terbatas untuk dapat tumbuh dengan produktifitas maksimal pada kondisi
cahaya matahari yang besar/tanpa naungan. penelitian menjelaskan bahwa laju
fotosintesis tumbuhan kopi ini dapat berjalan dengan optimal pada rentang intensitas
cahaya dari 40%-70% (kumar and Tieszen 1980) dan rentang suhu dari 15-25 0C (Wilson
1985) sehingga tanaman ini dapat berfotosintesis dan tumbuh secara optimal. Penelitian
Kumar &Tieszen (1980) tersebut mencoba untuk menguji kemampuan fotosintesis dari
tanaman tersebut dengan menyimpannya di dua tempat yang berbeda yaitu tempat
ternaungi/dengan intensitas cahaya ± 300 μe−1ms−1 atau sekitar 40% dan yang kedua
adalah tempat yang terbuka/dengan intensitas cahaya ± 600 μe−1ms−1 atau sekitar 70%.
Setelah dibandingkan, tanaman yang ditanam pada kondisi ternaungi memiliki rata-rata
laju fotosintesis yang yang lebih tinggi (kumar and tieszen 1980). Berdasarkan penelitian
ini diperoleh hubungan bahwa ketika laju fotosintesis menurun maka produktifitas dari
Coffea arabica-pun akan menurun.
Pada kondisi alami, hal tersebut disebabkan oleh adanya pergerakan stomata
dalam merespon cahaya (Nutman 1937). Telah terjadi penurunan tingkat resistensi
stomata pada daun Coffea arabica yang tersinari oleh cahaya matahari langsung seperti
ditunjukan pada gambar dibawah ini:
Gb 3. Resistensi stomata pada daun C. Arabica selama tiga hari di Amani (Nutman 1937)
Pada grafik diatas, jelas terlihat bahwa dalam tiga hari tanpa naungan, resistensi
stomata Coffea arabica tinggi pada saat-saat matahari tidak berada pada puncak panasnya
yaitu pada jam 24-6 serta pada jam 18-24, resistensinya mulai menurun pada jam 6-17.
Pada jam 12 hingga jam 14 terjadi peningkatan resistensi dikarenakan pada ketiga hari
tersebut, kondisi lapangan (di Amani Usambaras Timur) berawan/mendung sehingga
intensitas cahaya menurun (Nutman 1937). Hal ini membuktikan bahwa resistensi
stomata Coffea arabica dapat berkurang terhadap intensitas cahaya yang kuat.
Penurunan resistensi ini juga diikuti dengan pentutupan stomata pada intensitas cahaya
matahari berlebih.
Seperti telah diketahui, stomata berfungsi untuk mengontrol asimilasi keluar
masuknya karbondioksida antara lingkungan dan kloroplas. CO2 merupakan bahan baku
utama dalam proses fotosintesis. CO2 dapat masuk kedalam daun (kloroplast) dengan cara
difusi melalui stomata.
Asimilasi melalui stomata Membuka dan menutupnya stomata
Stomata Coffea arabica
Gb 4. Stomata
Oleh karena itu, dengan menutupnya stomata pada kondisi intensitas cahaya
matahari yang tinggi maka laju fotosintesis akan menurun. Oleh karena itu, dengan
mengkondisikan tanaman Coffea arabica pada kondisi ternaungi dapat membuat
stomatanya tetap terbuka dan difusi karbondioksida dapat berjalan dengan baik sehingga
laju fotosintesis dapat berjalan lebih optimal. Fungsi dari pemberian naungan pada
tumbuhan Coffea arabica ini adalah sebagai alternatif cara untuk mengurangi intensitas
cahaya matahari yang terlalu tinggi, selain itu naungan juga dimanfaatkan untuk metode
pengendalian gulma. Semakin jauh dari naungan, gulma akan semakin cepat tumbuh
berkembang. Pemberian naungan juga berpengaruh terhadap iklim mikro seperti
pengurangan intensitas cahaya sebesar 30-40%, menjaga kestabilan kelembaban disekitar
tajuk, mengurangi evapotranspirasi dan menjaga keseimbangan antara ketersediaan air
dengan tingkat transpirasi tanaman.
Kisaran fotosintesis bersih (net photosynthesis) pada tanaman kopi yaitu sekitar 7-
11 μmol CO2.m-2.s-1, nilai ini lebih rendah dari yang pernah dicatat pada tanaman C3 (15-
25 μmol CO2.m-2.s-1) (Cannell 1987). Selain itu, kisaran fotosintesis pada tanaman kopi
arabika lebih rendah pada sore hari dibanding pagi harinya, pada level PAR
(Photosynthetic Active radiation) yang sama. Awalnya terdapat peningkatan fotosintesis
seiring dengan peningkatan PAR, dimana puncak PAR berkisar antara 600-1200 μmol.m-
2.s-1 dan kemudian menurun pada penyinaran yang tinggi (Marur and Faria, 2006).
Kejenuhan cahaya matahari dicapai pada penyinaran sekitar 650 μmol.m-2.s-1 dan 360
μmol.m-2.s-1, masing-masing pada tanaman kopi yang ditanam dibawah sinar matahari
langsung dan yang ditanam dibawah kondisi penyinaran 50% (Carelli et al. 1999).
Ramalho et al. (2000) in Carelli et al., (2003) juga mengungkapkan hal yang hampir
sama bahwa titik jenuh radiasi pada fotosintes daun kopi adalah rendah, sekitar 600-750
μmol.m-2.s-1 (pada daun yang terkena sinar matahari langsung) dan 300-400 μmol.m-2.s-1
(pada daun yang ternaungi). Berikut merupakan grafik yang memperlihatkan hubungan
antara intensitas cahaya matahari dan rata-rata laju fotosintesis pada 10 daun C. arabica:
(Marur & Faria 2006)
Gb 5. Hubungan Intensitas Cahaya dengan Fotosintesis Bersih (Net Photosynthesis)
Fotosintesis bersih yang diamati pada tanaman kopi arabika kultivar IAPAR 59,
menunjukkan bahwa pada sore hari nilainya kurang dari separuh level yang dicapai pada
pagi harinya (Marur and Faria, 2006). Tampaknya, variasi terhadap kisaran fotosintesis
bersih tanaman kopi dipengaruhi oleh perubahan temperature. Umumnya temperatur
optimum untuk fotosintesis tanaman C3, dimana konsentrasi kompensasi CO2-nya berada
pada level yang tinggi yaitu antara 20oC dan 25oC (Kimball et al., 1993).
Kisaran fotosintesis bersih akan lebih rendah pada temperature 30oC
dibandingkan pada temperature rendah 10oC (Kumar and Tieszen 1976). Setiap
peningkatan temperature 1oC terjadi penurunan 10% produksi berat kering pada suhu
diatas 24oC. Respon ini terkait dengan pengaruh temperature terhadap kisaran fotosintesis
bersih, yang erat hubungannya dengan penutupan stomata dan atau kerusakan mesofil
(DaMatta and Ramalho, 2006).
Pada suhu 35oC, penurunan kisaran fotosintesis bersih terkait dengan penutupan
stomata, sebagai respon terhadap adanya peningkatan VPD (Vapor Pressure Deficit)
udara, dan peningkatan fotorespirasi akibat meningkatnya difusi O2 pada sisi aktif enzim
sehingga aktivitas oksigenase enzim Rubisco juga meningkat. Sedangkan peningkatan
fotorespirasi dan konsentrasi CO2 internal pada daun terjadi pada temperature diatas 20oC
yang mengakibatkan stomata menutup (Cannel 1976 dalam Marur and Faria 2006).
Penanaman kopi pada area terbuka menyebabkan daun terekspos radiasi matahari
yang tinggi akan kehilangan energi lebih besar dibandingkan dengan energi yang
terpakai untuk aktivitas fotosintesis. Temperatur yang tinggi menginduksi terjadinya
klorosis dan efek terbakar pada daun sebagai akibat rusaknya klorofil serta rusaknya
apparatus yang berperan dalam fotosintesis (Cannell 1985).
Chlorosis pada daun coffea arabica Efek Terbakar pada daun C. arabica
Gb 6. Symptom karena suhu yang terlalu tingggi
Selanjutnya, pengaruh tersebut akan menghambat proses utama PS II (fotosistem
II) dan transport electron di tylakoid, serta menghambat aktivitas dan sintesis enzim
Rubisco di dalam stroma (DaMatta and Ramalho, 2006). Pada tanaman kopi arabika,
rendahnya kisaran fotosintesis bersih pada suhu 35oC salah satunya disebabkan oleh
adanya hambatan pada aktivitas enzim Rubisco. Temperature optimal untuk aktivasi
enzim Rubisco yaitu antara 25oC dan 28oC (Riano and Lopez 1998).
Efek terbakar
Penurunan terhadap kisaran fotosintesis bersih juga diinduksi oleh suhu atau
temperature rendah. Sanchez et al. (2005) mengamati pada Coffea arabica cv Caturra,
bahwa pada suhu 15oC, kisaran fotosintesis bersih dibatasi oleh regenerasi RuDP
(Ribulose 1.5 diphosphate), karena kecepatan transport electron berkurang, akibatnya
pembentukan ATP dan NADH menjadi terbatas dan kapasitas regenerasi Pi (phosphate
inorganic) selama pembentukan gula dan sukrosa menjadi lebih rendah. Fotosintesis
bersih terhenti pada temperature 5-10oC akibat adanya penurunan konduktan stomata,
degradasi pigmen dan reduksi aktivitas PS I dan PS II, restriksi transport electron,
penurunan aktivitas enzim dan metabolisme karbohidrat, serta peningkatan permeabilitas
membran kloroplast (Larcher 1981 dalam DaMatta and Ramalho 2006).
C. Kesimpulan/Penutup
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkann bahwa:
1. Tanaman Kopi arabika (Coffea Arabica) merupakan merupakan tanaman yang
sensitive terhadap intensitas cahaya dan suhu.
2. Range tollerance intensitas cahaya matahari yang dapat diterima oleh C. Arabica
adalah sebesar 40%-70% atau ± 300 μe−1ms−1 s/d 600 μe−1ms−1 dimana kisaran
fotosintesis bersih (net photosynthesis) pada tanaman kopi yaitu sekitar 7-11 μmol
CO2.m-2.s-1
3. Range tollerance suhu yang dapat diterima oleh C. arabica adalah ±15-25 0C.
4. Ketika range tollerance suhu dan intensitas cahaya matahari tidak terpenuhi maka
C. arabica akan menunjukan simptom sebagai berikut.
a. Intensitas radiasi matahari yang terlalu tinggi akan menyebabkan
tumbuhan C. arabica mengalami kehilangan energi yang besar
dibandingkan dengan energi yang terpakai untuk aktivitas fotosintesis.
b. Temperatur yang tinggi menginduksi terjadinya klorosis dan efek terbakar
pada daun sebagai akibat rusaknya klorofil serta rusaknya apparatus yang
berperan dalam fotosintesis
5. Tumbuhan Coffea arabica dapat dijadikan sebagai fitoindicator suhu dan cahaya
DAFTAR PUSTAKA
Cannell, M.G. 1976. Crop physiological aspects of coffee bean yield – A review. Kenya Coffee, Nairobi, v. 41, n. 484, p. 245-253,
Cannell MG. 1985. Physiology of the coffee crop. In: Clifford MN, Willson KC (eds), Coffee - Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverage, pp.108-134. Crom Helm, London.
Carelli MLC, Fahl JI, Trivelin PCO, Queiroz-Voltan RB (1999) Carbon isotope discrimination and gas exchange in Coffea species grown under different irradiance regimes. Braz. J. Plant Physiol. 11:63-68.
Da Matta, Fabio M and José D. Cochicho Ramalho. Impacts of drought and temperature stress on coffee physiology and production: a review. Braz. J. Plant Physiol., 18(1):55-81,
Kimball, J. W. 1993. Biologi Umum. Erlangga. Jakarta.
Kumar and Larry L. Tieszena. 1980. Photosynthesis in Coffea arabica. I. Effects of Light and Temperature. Exp agri. 16: 13–19
Larcher W (1981) Effects of low temperature stress and frost injury on plant productivity. In: Johnson CB (ed), Physio Proces Limit Plant Product. 253-269.
Marur, Jamil Celso and Rogério Teixeira de Faria. 2006. Photosynthesis of individual leaves in a coffee plant. Acta Sci. Agron. 28: 331-335
Nutman, F. J. 1937. Stomatal Movements in Relation to Photosynthesis under Natural Conditions. Annals of Botany, N.S. Vol. I, No. 4,
Ramalho, J.C., Pons, T.L., Groeneveld, H.W., Azinheira, H.G., Nunes, M.A., 2006. Photosynthetic acclimation of high light conditions in mature leaves of Coffea arabica L.: role of xanthophylls, quenching mechanisms and nitrogen nutrition. Aust. J. Plant Physiol. 27, 43–51.
Riaño and M. Y López Y. 1998. Cuantificación de RuBPCO en hojas y frutos de café. En: OSPINA, H. F., ed. Informe anual de labores. Chinchiná, Colombia: Cenicafé,. p. 95- 97
Tanaman Obat Indonesia. 2007. Coffea Arabica. http://toiusd.multiply.com
Willson, K.C. 1985. Climate and soil. In: M.N. Clifford and K.C. Willson, eds. Coffee: botany, biochemistry, and production of beans and beverage. The AVI Publishing Company, Inc., 97-107.
Wrigley, G. 1988. Coffee. Longman Scientific Technical and John Wiley & Sons, Inc. New York. 639 p.