belajar fito 1

Upload: elbibee

Post on 02-Mar-2016

111 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    LAPORAN LENGKAP

    PRAKTIKUM ANALISIS SENYAWA BIOAKTIF

    DISUSUN OLEH

  • KELOMPOK V (LIMA)

    GOLONGAN JUMAT SORE

    ASISTEN : ICHSAN SAID, S.Si.

    MAKASSAR

    2009

    BAB I

    LATAR BELAKANG

    1.1 Pendahuluan

    Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, baik

    kekayaan fauna maupun kekayaan floranya. Tidak salah lagi bahwa di

    Indonesia terdapat banyak tumbuhan yang beraneka ragam lengkap dengan

    ciri khasnya masing-masing. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di garis

  • khatulistiwa dengan iklim tropis sehingga tanahnya subur dan cocok untuk

    berbagai macam jenis tanaman.

    Berbicara mengenai obat, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari

    budaya dan konsep kesehetan dari beberapa prinsip pandang. Di Indonesia

    sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum di

    dokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan

    terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas modern.

    Di Indonesia penggunaan obat tradisional yang lebih dikenal sebagai

    jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus

    dilestarikan sebagai warisan budaya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari

    berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang

    dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat.

    Tidak sedikit masyarakat mengalihkan kepercayaan kepada produk-

    produk kecantikan dan kesehatan dari bahan-bahan tradisional yang banyak

    diproduksi. Apalagi fenomena ini didukung oleh banyaknya warisan resep

    dari nenek moyang kita yang teruji khasiatnya dan kenyataan bahwa

    Indonesia memiliki keanekaragaman hayati jenis tumbuhan obat.

    Manfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat

    beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna,

    dan penghasil senyawa organik yang jenisnya dan jumlahnya tak terhingga.

    Fitokimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang membahas

    mengenai kandungan kimia bahan alam. Di dalamnya dipelajari cara-cara

  • mengekstraksi, mengisolasi, dan mengidentifikasi kandungan kimia bahan

    alam.

    Oleh karena itu, laporan lengkap praktikum Analisis Senyawa Bioaktif ini

    dibuat dengan tujuan membahas mengenai kandungan kima bahan alam

    yang berbicara juga mengenai teknik ekstraksi, isolasi, dan identifikasi

    kandungan kimia bahan alam dari sebuah tanaman, yaitu tanaman belimbing

    wuluh (Averrhoa bilimbi).

    1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

    1. Maksud Percobaan

    Mengetahui dan memahami cara-cara mengekstraksi, mengisolasi,

    dan mengidentifikasi komponen kimia dari suatu tanaman atau bahan alam.

    2. Tujuan Percobaan

    3. Mengetahui dan memahami cara mengekstraksi simplisia daun

    belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

    4. Mengetahui dan memahami cara pemisahan atau isolasi komponen

    kimia dari simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

    5. Mengetahui dan memahami cara mengidentifikasi komponen kimia dari

    simplisia daun belimbing wuluh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

  • 1.3 Prinsip Percobaan

    Percobaan dilakukan berdasarkan jadwal praktikum analisis senyawa

    bioaktif yang sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu dimulai dari tahap awal

    berupa pengambilan sampel di sebuah lokasi tertentu, pengerjaan sampel di

    lokasi tersebut yaitu pada tahap pengeringan simplisia. Kemudian dilanjutkan

    dengan tahap-tahap identifikasi senyawa yang terdapat di dalam simplisia.

    Mula-mula dilakukan ekstraksi yang tujuannya untuk menarik komponen

    kimia yang terdapat dalam simplisia. Metode ekstraksi dapat berupa

    maserasi, soxhletasi, perkolasi, destilasi, refluks, infus, dan lain sebagainya.

    Kemudian dilanjutkan dengan partisi ekstrak yaitu ekstraksi cair-cair dan

    ekstraksi cair-padat. Tujuan dari partisi ekstrak ini yaitu untuk mempartisi

    atau memisahkan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam ekstrak

    berdasarkan polar atau tidak-polarnya senyawa tersebut. Prinsip dari

    ekstraksi cair-cair yaitu proses pemisahan senyawa satu atau lebih di mana

    ekstrak dilarutkan dalam dua pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya dan

    tidak saling bercampur sehingga senyawa-senyawa dapat larut berdasarkan

    tingkat kepolaran pelarut. Sedangkan prinsip ekstraksi cair-padat adalah

    proses pemisahan senyawa di mana ekstrak dilarutkan dengan pelarut

    kemudian dibantu dengan menggunakan magnetik stirer.

    Selanjutnya dilakukan isolasi yang tujuannya untuk memisahkan

    komponen kimia tertentu dari tanaman yang telah diperoleh yang

    sebelumnya telah diketahui dari beberapa literatur misalnya senyawa terpen,

  • glikosida, alkaloid, saponin, tannin, fenol, steroid, flavonoid dan lain

    sebagainya. Metode pemisahan ini dapat berupa Kromatografi Lapis Tipis

    (KLT), Kromatografi Kolom Konvensional dan Kromatografi Vakum Cair,

    Fraksinasi, Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP), serta KLT dua dimensi

    dan multi eluen. Metode-metode pemisahan ini memiliki prinsip yang sama

    yaitu adsorpsi dan partisi menggunakan eluen dan lempeng tertentu.

    BAB II

  • TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Uraian Tumbuhan

    II.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

    Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

    Kingdom : Plantae

    Divisio : Mlyophyta

    Class : Magnoliopsida

    Ordo : Oxalidales

    Family : Oxalidaceae

    Genus : Averrhoa

    Spesies : Averrhoa bilimbi

    II.1.2 Nama Lain

    Limeng, selimeng, thlimeng (Aceh), selemeng (Gayo),; Asom,

    belimbing, balimbingan (Batak), malimbi (Nias),; balimbieng (Minangkabau),

    belimbing asam (Melayu),; Balimbing (Lampung). calincing, balingbing

  • (Sunda),; Balimbing wuluh (Jawa), bhalingbhing bulu (Madura).; Blingbing

    buloh (Bali), limbi (Bima), balimbeng (Flores),; Libi (Sawu), belerang (Sangi).

    II.1.3 Morfologi Tumbuhan

    Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu

    besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai

    pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai

    500 m dpi.

    Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat

    tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab. Belimbing wuluh mempunyai

    batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke

    atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda.

    Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak

    daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong,

    ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm,

    warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai,

    berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-

    kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan.

    Bentuk buahnya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 ern, warnanya

    hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya

    bulat telur, gepeng. Rasa buahnya asam, digunakan sebagai sirop penyegar,

    bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan

  • barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor

    atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok.

    II.1.4 Kandungan Kimia

    Batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung saponin,

    tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase.

    Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung tannin, sulfur,

    asam format, peroksidase, kalsium oksalat, kalium sitrat, flavonoid.

    II.1.5 Kegunaan

    Bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) berguna untuk pengobatan

    batuk dan sariawan (sotamatitis). Sedangkan daun belimbing wuluh

    (Averrhoa bilimbi) memiliki kegunaan untuk menyembuhkan sakit perut,

    gondongan (parotitis), dan rematik. Untuk buah belimbing wuluh (Averrhoa

    bilimbi) dapat berguna sebagai obat untuk menyembuhkan batuk rejan, gusi

    berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang, jerawat, panu, tekanan darah tinggi,

    kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan, dan radang rektum.

    II.1.6 Data Ekologi

    6. Frekuensi : Frekuensi pertumbuhan belimbing wuluh dari tahun ke

    tahun cukup cepat. Hal ini dikarenakan tanaman

  • belimbing wuluh tumbuh diberbagai iklim tertentu

    khususnya di daerah iklim tropis.

    7. Habitat : tumbuhan belimbing wuluh biasanya dapat tumbuh

    dimana saja tanpa perlu adanya populasi sendiri.

    8. Keadaan tanah : tumbuh di tanah yang subur dan kaya unsur hara.

    9. Tempat tumbuh : Iklim yang cocok adalah iklim tropis, dengan curah

    hujan yang cukup tinggi. Ketinggian tempat adalah

    200-450 m di atas permukaan laut.

    10.Lokasi : India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indonesia,

    china. Menyebar juga ke Semenanjung India,

    Muangthai, dan Filipina.

    II.2 Ekstraksi

    II.2.1 Definisi Ekstrak

    Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

    zat aktif dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

    yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

    massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

    baku yang telah ditetapkan.

  • II.2.2 Ekstraksi

    Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

    cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

    mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

    Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi

    zat aktif dari sel tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton,

    benzen dan etil asetat.

    Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel tanaman adalah : pelarut

    organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

    mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut

    sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

    dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar

    sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara

    konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel.

    Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen

    terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses

    yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke

    keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan

    padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven

    pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya

    sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang

  • larut karena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles

    and Practice In Organic Chemistry]

    Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:

    1.2.1. Tipe persiapan sampel

    1.2.2. Waktu ekstraksi

    1.2.3. Kuantitas pelarut

    1.2.4. Suhu pelarut

    1.2.5. Tipe pelarut

    Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan

    perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan

    tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel.

    Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang

    bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan:

    1.2.6. Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan

    permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat

    membasahi bahan karena pengaruh gravitasi.

    1.2.7. Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara

    periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh karena

    itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat

    sirkulasinya cepat.

  • 1.2.8. Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk

    mempermudah pelarut bergerak melalui bahan.

    1.2.9. Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current

    terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling

    sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah.

    Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang

    kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi

    lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat.

    Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik

    (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut

    yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak

    hidrofob) ditambahkan pada fase larutan dalam airnya, campuran kemudian

    diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik.

    Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan

    senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan

    menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil

    eter (C2H5OC2H5), yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah

    disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.

    Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan

    berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol

    (C6H5OH), anilin (C6H5NH2) dan toluen (C6H5CH3), yang semuanya larut

    dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian

    fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan

  • menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin

    ditambahi basa untuk mendapatkan kembali anilinnya, dan alkali yang

    digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali

    fenolnya.

    Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya

    akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam

    dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini

    merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang

    disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi

    berulang. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu

    kali ekstraksi, lebih baik menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk

    beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian

    pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik.

    Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan menggunakan hukum partisi.

    Perhatikan senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil

    eter ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini.

    Rasio senyawa organik yang larut dalam masing-masing pelarut adalah

    konstan. Jadi,

    Ceter / Cair = k (konstan)

    Ceter dan Cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil eter dan di

    air. k adalah sejenis konstanta kesetimbangan dan disebut koefisien partisi.

    Nilai k bergantung pada suhu.

  • II.2.3 Pengertian Ekstraksi

    Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

    cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

    mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

    II.2.4 Tujuan Ekstraksi

    Untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Proses

    ekstraksi ini didasarkan atas perpindahan massa komponen zat padat yang

    ada dalam simplisia ke dalam pelarut organik. Setelah pelarut menembus

    lapisan permukaan, dinding sel zat padat yang terlarut, berdifusi karena

    faktor perbedaan konsentrasi dalam sel dan pelarut organik di luar sel,

    proses ini berselang terus-menerus sampai terjadi keseimbangan antara

    konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.

    Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang

    terdapat disimplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang

    tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam

    sediaan ekstrak yang dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiat di

    dalamnya sukar untuk diperoleh hasil yang sama.

  • II.2.5 Jenis-Jenis Ekstraksi

    Metode Ekstraksi secara Dingin

    A. Maserasi

    Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

    dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

    selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

    Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

    komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

    benzoin, tiraks dan lilin.

  • Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia

    yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian

    ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian

    ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari

    pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk.

    Setelah 5 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian

    ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk

    kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh

    ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari,

    endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

    Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

    dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian

    cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang

    sempurna.

    Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

    11. Digesti, adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,

    yaitu pada suhu 40 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan

  • untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan

    pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :

    12. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

    berkurangnya lapisan-lapisan batas.

    13. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

    pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan

    pengadukan.

    14. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan

    berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan

    berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif

    akan meningkat bila suhu dinaikkan.

    15. Maserasi dengan mesin pengaduk, Penggunaan mesin pengaduk

    yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat

    menjadi 6 sampai 24 jam.

    16. Remaserasi, Cairan penyari dibagi dua, Seluruh serbuk simplisia

    dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan

    dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairanpenyari yang kedua

    17. Maserasi melingkar, Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan

    agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini

    penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui

    serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini :

  • 18. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

    19. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga

    akan memperkecil kepekatan setempat.

    20. Waktu yang diperlukan lebih pendek.

    21. Maserasi melingkar bertingkat, Pada maserasi melingkar penyarian

    tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa

    akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas

    dengan maserasi melingkar bertingkat.

    B. Perkolasi

    Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

    cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang

    berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut,

    tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan

    (friksi).

    Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari /perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi.

  • Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian

    simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi

    dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke

    dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa

    dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator sambil tiapkali ditekan

    hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai

    menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu

    perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.

    Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

  • 22.Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

    terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga

    meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

    23.Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

    mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

    kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

    meningkatkan perbedaan konsentrasi.

    Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka

    cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi

    biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal.

    Metode Ekstraksi secara Panas

    A. Refluks

    Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan

    penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan

    penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan

    oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-

    molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari

    simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3

    kali dalam waktu 4 jam.

  • d Keterangan :

    c a. Labu alas bulat

    b. Slang air masuk

    b c. Kondensor bola

    d. Slang air keluar

    a

    Alat Refluks

    Keuntungan metode refluks :

    1.2.10. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara

    langsung diperoleh hasil yang lebih pekat.

    1.2.11. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni,

    sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak.

  • Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang

    mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan

    mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba.

    Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks

    ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan

    pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam kurang

    lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian

    labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada heating mantel lalu kondensor

    dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif.

    Aliran air dan pemanasan dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang

    digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam

    wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan

    seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 4 jam. Filtrat yang

    diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian

    dilakukan pengujian selanjutnya.

    B. Soxhletasi

    Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara

    berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap

    cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik

    dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk

    kebali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini

  • berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai

    dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau

    jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi.

  • Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan

    lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa

    menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan

    terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang

    cocok. Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara

    panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode

    soxhlet digolongkan dalam cara dingin.

    Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu

    diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong

    yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam

    klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat

    diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas

    water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian

    klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang

    dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk

    membasahkan sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak tejadi

    sirkulasi).

    Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif

    dengan kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses

    ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 25 kali sirkulasi).

    Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.

  • C. Metode Infus

    Merupakan metode ekstraksi panas yang dilakukan dengan

    merendam sampel tanaman dalam pelarut dengan suhu 90C selama 15

    menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa peningkatan suhu berlangsung

    paling sedikit 15 menit hingga 30 menit. Jika dilakukan selama 30 menit

    maka metode ekstraksinya disebut dekok. Biasanya alat yang digunakan

    disebut panci infus. Jika tidak dinyatakan lain prosedur kerja infus dengan

    merendam sampel dalam pelarut yang bersuhu 90C selama 15 menit

    setelah itu didinginkan dan disaring.

    D. Metode Destilasi

    Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan

    kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap

    (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga

    menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan.

    Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

  • Jadi ada perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap, dan hal ini

    merupakan syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat

    dilakukan.

    Kalau komposisi fase uap sama dengan komposisi fase cair, maka

    pemisahan dengan jalan destilasi tidak dapat dilakukan.

    Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa.

    Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan,

    masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal

    distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

    1: Heat source

    2: Still pot

    3: Still head

    4: Thermometer

    5: Condenser

    6: Cooling water in

    7: Cooling water out

    Alat Destilasi

  • 8: Distillate/receiving flask

    9: Vacuum/gas inlet

    10: Still receiver

    11: Heat control

    12: Stirrer speed control

    13: Stirrer/heat plate

    14: Heating (Oil/sand) bath

    15: Stirrer bar/anti-bumping granules

    16: Cooling bath.

    Ini adalah gambaran destilasi yang sangat sederhana ditemukan.

    Namun konsep dasar destilasi tersebut seperti gambar di atas. Tujuan

    destilasi umumnya antara lain :

    a. Untuk memisahkan dan sekaligus menurunkan suatu zat (zat padat

    maupun zat cair) dari suatu campuran yang mempunyai titik didih

    berbeda.

    b. Untuk mengetahui titik didih suatu zat

    Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia

    yang mengandung komponen yang mempunyai tititk didih tinggi pada

    tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa terjadi kemungkinan

  • kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan

    dengan destilasi uap.

    Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap

    zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengantekanan bagian di

    adlam suatu system, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap

    air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses

    penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa

    kesuatu media yang bergerak.

    Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan

    dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke

    rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang

    bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrofusi. Di bawah ini contoh

    alat dan fungsi bagian-bagiannya :

    Alat Destilasi

    1. Labu destilasi, berfungsi sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat

    cair yang akan di destilasi.

    Terdiri dari :

    a. Labu dasar bulat.

    b. Labu erlenmeyer khusus untuk destilasi atau refluks.

  • 2. Steel Head, berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk

    ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya sudah

    dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.

    3. Thermometer, biasanya digunkan untuk mengukur suhu uap zat cair yang

    didestilasi selama proses destilasi berlangsung, dan seringnya

    thermometer yang digunakan harus,

    a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan

    didestilasi.

    b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas

    reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor.

    4. Kondensor, memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar, untuk

    aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang

    digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa,tujuannya

    adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan

    air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang dihasilkan lebih

    sempurna.

    5. Labu didih, biasanya selalu berasa atau keset, yang berfungsi untuk

    sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan air.

    6. Pipa dalam = pipa destilasi, berfungsi sebagai tempat mengalirnya uap air

    yang telah didinginkan oleh pendingin pada bagian luarnya.

  • 7. Adaptor (Recervoir Adaptor), berfungsi untuk menyalurkan hasil destilasi

    yang sudah terkondisi untuk disalurkan ke penampung yang telah

    tersedia.

    Minyak Menguap merupakan subtansi yang menyebabkan/

    menimbulkan bau dari bemacam-macam tanaman. Sifat-sifat Umumnya tidak

    berwarna dan tidak bercampur dengan air. Sumber-sumber simplisia

    terutama dari tumbuh-tumbuhan, mineral, dan mikroorganisme. Cara

    memperoleh Minyak Menguap antara lain :

    1.2.12. Penyulingan dengan uap air, dengan memanaskan atau

    menguapkan zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi

    cair dengan bantuan kondensor.

    1.2.13. Hidrolisa enzimatik, pemecahan ikatan glikosidisterhadap

    glikosidayang dilakukan dengan enzim tertentu yang disebut glikosidase.

    1.2.14. Dekstruksi (Penyulingan biasa), merupakan metode yang

    sangat penting dari dalam menganalisis suatu bahan yang bertujuan

    untuk merubah sampel menjadi bahan yang dapat diukur.

    1.2.15. Pengurangan tekanan, beberapa minyak menguap dapat

    disuling dengan pengurangan tekanan atmosfer.

    1.2.16. Pemerasan, atau pengempaan dilakukan untuk mendapatkan

    berbagai minyak jeruk dengan menggunakan alat pemeras.

  • 1.2.17. Enfleurage, merupakan ekstraksi menggunakanpelaut cara

    kuno yang sampe sekarang digunakan. Bahan pelarut yang digunakan

    adalah minyak murni. Lemak murni biasanya dengan bahan-bahan lain

    dioleskan pada permukaan kaca tipis. Lembaran kaca yang telah dioles

    lemak disusun dalam rak secara teratur. Kemudian ditempeli dengan

    bunga-bunga, setelah dua atau tiga hari, bunga-bunga yang layu dibuang

    diganti dengan segar, dilakukan berulang, sampai lemak benar-benar

    telah jenuh dengan minyak bunga.

    Kegunaan minyak menguap antara lain sebagai korigensia odoris,

    karminatifum, makanan, dan antiseptik. Untuk klasifikasi minyak menguap

    antara lain :

    1.2.18. Hidrokarbon : Terpen-terpen/Siskuiterpen

    1.2.19. Alkohol : Ester dan alkohol

    1.2.20. Aldehid

    1.2.21. Keton

    1.2.22. Fenol

    1.2.23. Ester Fenolik : Ester dan Fenol

    1.2.24. Oksida-oksida : Peroksida

    1.2.25. Ester-ester : Ester-ester dan Alkohol

    II.3 Metode Pemisahan

  • II.3.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

    Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan

    tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik ataulogam

    secara merata. Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat

    berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik,

    kompleks anorganik-anorganik dan bahan ion anorganik dapat dilakukan

    beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal.

    Pada kromatografi kolom merupakan proses yang lambat, yang

    membutuhkan penyerap relatif dalam jumlah yang besar demikian pula

    cuplikan yang digunakan, sedangkan dalam kromatografi lapis tipis hanya

    membutuhkan penyerap dan cuplikan dalam jumlah yang sedikit dan noda-

    noda yang terpisahkan dilokalisir pada plat seperti pada lembaran kertas.

    Setelah pemisahan mudah diperoleh senyawa senyawa yang terpisah

    secara individu yaitu dengan jalan menggeruknya dan mengumpulkan tiap-

    tiap lapisan dalam mana lap[isan tersebut dirap.

    Adsorben yang paling anyak digunakan dalam KLT adalah silikagel

    dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan

    kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan untuk

    adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa.

    Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan

    kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan

    sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan

  • terbawa oleh fase diam (penyerap) dengan kecepatan perpindahanyang

    berbeda-beda. Perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut

    dalam fase gerak (pelarut) adakah dasar untuk mengidentifikasi komponen

    yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dalam Rf (Rate of

    Flow), dengan persamaan :

    Jarak yang ditempuh senyawa terlarut

    Rf =

    Jarak yang ditempuh pelarut

    Pelaksanaan Kromatografi Lapis Tipis

    Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran

    menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja

    berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat

    berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa

    cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa

    komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen

    yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kita akan membahasnya

    lebih lanjut.

    Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis

    silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam

    atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase

    diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi

    yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan

  • dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut

    yang sesuai.

    Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah

    lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada

    garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan

    posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari

    tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.

    Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan

    dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak

    terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis

    dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah

    untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap

    dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya

    ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi

    jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena

  • pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang

    berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang

    berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.

    Gambar : menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari lempengan.

    Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini

    akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang

    berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

    Jika anda ingin mengetahui bagaimana jumlah perbedaan warna yang

    telah terbentuk dari campuran, anda dapat berhenti pada bahasan

    sebelumnya. Namun, sering kali pengukuran diperoleh dari lempengan untuk

    memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini

    berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh

    oleh bercak warna masing-masing.

    Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan

    dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah

  • garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung

    sebagai berikut:

    Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm

    dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai R f untuk

    komponen berwarna merah menjadi:

    Jika mengulang percobaan ini pada kondisi yang tepat sama, nilai R f

    yang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai contoh,

    nilai Rf untuk warna merah selalu adalah 0.34. Namun, jika terdapat

    perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan

    berubah. Anda harus tetap mengingat teknik ini jika anda ingin

    mengidentifikasi pewarna yang tertentu. Mari kita lihat bagaimana

  • menggunakan kromatografi lapis tipis untuk menganalisis pada bagian

    selanjutnya.

    Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah :

    1.2.26. Pelarut

    1.2.27. Bahan penmgambang (jenis dan ketebalan lapisan)

    1.2.28. Kejenuhan ruangan akan pelarut

    1.2.29. Kelembaban udara

    1.2.30. Konsentrasi

    1.2.31. Komposisi larutan diperiksa

    1.2.32. Panjang trayek migrasi

    1.2.33. Senyawa asing

    1.2.34. Ketidak homogenan kertas

    1.2.35. Arah serabut kertas

    1.2.36. Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas

    1.2.37. Derajat kejenuhan bejana pemisah.

    II.3.2 Kromatografi Kolom Konvensional dan Kromatografi Vakum Cair

    Kromatografi Kolom Konvensional

  • Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang

    masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan

    senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan

    partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60,

    kieselgur, Al2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua macam :

    a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi

    kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.

    24.cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan

    pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom

    melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk

    semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mapat,

    setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas adsorben

    kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terebih dahulu

    dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik.

    Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui

    dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka

    dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang

    keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi.

    Pelaksanaan kromatografi kolom

    Dalam kromatografi lapis tipis, fase diam adalah lapisan tipis jel silika

    atau alumina pada sebuah lempengan gelas, logam atau plastik. Kolom

  • kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan

    material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal.

    Dalam laboratorium, seringkali dengan mudah digunakan buret biasa

    sebagai kromatografi kolom.

    Penggunaan kolom

    Anggaplah akan dilakukan pemisahan campuran dari dua senyawa

    yang berwarna, yaitu kuning dan biru. Warna campuran yang tampak adalah

    hijau. Larutan jenuh dibuat dari campuran dengan menggunakan pelarut

    yang lebih disukai dalam kolom.

    Pertama kran penutup dibuka untuk membiarkan pelarut yang sudah

    berada dalam kolom mengering sehingga material terpadatkan rata pada

    bagian atas, dan kemudian tambahkan larutan secara hati-hati dari bagian

    atas kolom. Lalu buka kran kembali sehingga campuran berwarna akan

    diserap pada bagian atas material terpadatkan, sehingga akan tampak

    seperti gambar dibawah ini:

    Selanjutnya tambahkan pelarut baru melalui bagian atas kolom, cegah

    sedapat mungkin jangan sampai merusak material terpadatkan dalam kolom.

    Lalu buka kran, supaya pelarut dapat mengalir melalui kolom, kumpulkan

    dalam satu gelas kimia atau labu dibawah kolom. Karena pelarut mengalir

  • kontinyu, tetap tambahkan pelarut baru dari bagian atas kolom sehingga

    kolom tidak pernah kering.

    Gambar berikut menunjukkan perubahan yang mungkin terjadi sejalan

    dengan perubahan waktu.

    Penjelasan tentang apa yang terjadi

    Senyawa biru lebih polar daripada senyawa kuning dan memungkinkan

    mempunyai kemampuan berikatan dengan hidrogen. Hal ini dikarenakan

    senyawa biru tidak bergerak secara sangat cepat melalui kolom. Itu berarti

    bahwa senyawa biru harus dijerap secara kuat pada jel silika atau alumina

    dibanding dengan senyawa kuning. Karena kurang polar, senyawa kuning

    menghabiskan waktu dalam pelarut, sehingga keluar dari kolom lebih cepat.

    Proses pencucian senyawa melalui kolom menggunakan pelarut dikenal

    sebagai elusi. Pelarut disebut sebagai eluen.

    Bila yang diinginkan adalah senyawa biru saja

    Setelah seluruh senyawa kuning selesai terkumpulkan, Pelarut yang

    telah digunakan diganti dengan pelarut yang lebih polar. Ini akan mempunyai

    dua pengaruh, keduanya akan mempercepat senyawa biru melalui kolom.

    1.2.38. Pelarut polar akan bersaing untuk mendapatkan ruang pada jel

    silika atau alumina dengan senyawa biru. Beberapa ruang untuk sementara

  • dipergunakan oleh molekul-molekul pelarut pada permukaan fase diam,

    tidak menyediakan molekul-molekul biru untuk melekat dan ini akan

    cenderung menjaga pergerakannya dalam pelarut.

    1.2.39. Akan ada atraksi yang lebih besar antara molekul-molekul

    pelarut polar dan molekul biru yang polar. Kecenderungan ini akan menarik

    molekul-molekul biru menempel pada fase diam kembali pada larutan.

    Pengaruh total yaitu dengan bertambahnya kepolaran pelarut, senyawa

    biru akan menghabiskan waktu dalam larutan dan karenanya akan bergerak

    lebih cepat.

    Jika Campuran yang Dimiliki Tidak Berwarna

    Jika menggunakan kromatografi kolom untuk memurnikan produk

    organik, mungkin produk yang diharapkan akan menjadi produk yang tidak

    berwarna, meskipun satu atau lebih dari pengotor berwarna. Anggaplah

    segala sesuatunya tidak berwarna.

    Ini bukan merupakan pekerjaan yang cepat dan mudah. Apa yang akan

    dikumpulkan dan apa yang keluar dari bawah kolom dalam seluruh

    rangkaian pipa yang berlabel. Bagaimana besar setiap sampel akan jelas

    tergantung pada bagaimana besar kolom yaitu mungkin akan terkumpul 1cm3

    atau 5cm3 sampel atau apapun itu besarnya yang sesuai.

    Maka kemudian akan dilakukan pengambilan setetes dari setiap larutan

    dan membuatnya ke dalam kromatografi lapis tipis. Tetesan pada garis dasar

    ditempatkan bersama dengan setetes senyawa murni dari senyawa yang

  • sementara dibuat. Dengan mengulangi pekerjaan ini, sampel dapat

    diidentifikasi yang mana yang dikumpulkan pada bawah kolom yang

    mengandung produk yang diinginkan dan hanya dibutuhkan.

    II.3.3 Fraksinasi

    Prinsip dari fraksinasi adalah penggabungan senyawa berdasarkan

    bercak noda pada lempeng dengan pengamatan pada UV 254 nm dan 366.

    Tujuan dilakukan penggabungan adalah untuk memisahkan dan memperoleh

    senyawa dalam jumlah yang maksimal, di mana penggabungannya

    didasarkan pada nilai Rf yang sama dan penampakan warna yang

    ditunjukkna itu sama.

    II.3.4 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

    Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan

    cuplikan yang berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita.

    Kromatografi lapis tipis preparative merupakan metode isolasi dari suatu

    simplisia untuk mendapatkan senyawa tunggal.

    II.3.5 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen

    KLT dua dimensi dan multieluen memiliki prinsip yang sama yaitu

    adsorbsi dan partisi tetapi yang membedakannya pada KLT 2 dimensi

    didasarkan pada proses elusi yang bertujuan untuk memperpanjang jarak

    lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal sedangkan pada

  • multieluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa cuplikan yang

    berkesinambungan dan menghasilkan hasil elusi berupa pita.

    BAB III

    METODE KERJA

    III.1 Alat dan Bahan

  • Adapun alat-alat yang digunakan antara lain: Batang pengaduk,

    bejana maserasi, botol penampung, botol semprot, buret, cawan porselin,

    chamber, corong pisah, kaca ukuran 20x20 cm, gegep kayu, gelas piala,

    gelas ukur, gunting, kipas angin, lampu UV 254 nm, lampu UV 366 nm, labu

    Erlenmeyer, lempeng kromatografi, lumpang dan mortir, oven, penggaris,

    pensil, pipa kapiler, pipet tetes, seperangkat alat sentrifuge, seperangkat alat

    kromatografi kolom, statif dan klem, tabung reaksi, timbangan ohaus, dan

    vial.

    Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain: Air suling,

    aluminium foil, etanol, etil asetat, H2SO4 10%, hexan, kapas, kertas label,

    kertas timbang, kertas saring, kloroform, lem, lempeng KLT, metanol, sampel

    tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), silika halus, silika kasar.

    III.2 Penyiapan Sampel

    III.2.1 Pengambilan Sampel

    Simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) diambil dari.

    Menggunakan pisau atau gunting atau dipetik secara langsung dengan jari

    pada bagian tangkai daunnya, dimasukkan dalam plastik. Kemudian dicuci

    bersih dengan air, diangin-anginkan hingga agak kering.

    III.2.2 Pengolahan Sampel

  • Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah diambil, dicuci

    hingga bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan lalu sampel dikeringkan

    dengan cara diangin-anginkan di atas kertas koran pada tempat yang

    terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering digunting-gunting

    sampai derajat halus 4/18 lalu dikeringkan sampai kering betul.

    III.3 Ekstraksi dan Partisi Sampel

    III.3.1 Ekstraksi Sampel

    Ekstraksi dengan Pelarut Metanol (Metode Maserasi)

    25.Disiapkan alat dan bahan

    26.Simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah kering dan

    halus ditimbang sebanyak 100 g

    27.Dimasukkan ke dalam toples kemudian ditambahkan dengan cairan

    penyari (metanol) hingga sampel terendam dengan cairan penyari

    volumenya lebih tinggi 2 cm.

    28.Toples ditutup erat dan diberi plester untuk menghindari menguapnya

    cairan penyari.

    29.Dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya, kemudian disaring hasil

    ekstraksi dan diperas ampasnya.

  • 30.Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam wadah (yang telah ditarer) dan

    dibiarkan menguap dengan bantuan kipas angin.

    31.Ditimbang bobot ekstrak, diberi label dan disimpan dalam eksikator.

    II.3.2 Partisi Ekstrak

    Ekstraksi Cair Padat

    Karena ketidaktersediaan alat-alat yang dibutuhkan untuk percobaan

    ECP ini seperti magnetik stirer ataupun sentrifuge, maka yang digunakan

    adalah lumpang dan mortirnya dimana ekstrak nanti akan dimasukkan ke

    dalam lumpang dan digerus dengan mortir sebagai pengganti magnetik

    stirer.

    32.Sejumlah ekstrak metanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

    dilarutkan dalam etil asetat sedikit demi sedikit dalam wadah.

    33.Kemudian ekstrak tersebut dimasukkan dan digerus sampai homogen.

    34.Setelah homogen, didiamkan sebentar sehingga terlihat ada yang larut

    dan tidak larut berupa endapan.

    35.Ambil bagian yang larut dan pindahkan ke dalam wadah lain dengan

    menggunakan pipet tetes.

    36.Sisa ekstrak berupa endapan yang tidak larut dipindahkan ke wadah lain.

    37.Ulangi prosedur ini hingga dua kali (hingga jernih)

  • II.4 Isolasi dengan Kromatografi Kolom Konvensional

    II.4.1 Penyiapan Kolom Kromatografi Kolom Konvensional

    Penyiapan Alat-alat Perangkat Kromatografi Kolom Konvensional

    38.Alat-alat perangkat kromatografi kolom dicuci dengan metanol dan

    dikeringkan.

    39.Dirangkai alat kolom berdasarkan petunjuk yang ada

    40.Rangkaian tersebut ditegakkan dengan bantuan statif dan klem

    II.4.2 Penyiapan Sampel

    Penyiapan Bubur Silika

    41.Ditimbang silika kasar dan ekstrak

    42.Diperoleh bobot silika yaitu 100x dari ekstrak

    43.Silika dibagi dalam dua bagian (80% dan 20%)

    44.80% dimasukkan ke dalam cawan porselen, 20% untuk penyiapan

    ekstrak.

    45.Silika yang 80% dibasahkan dengan pelarut hexan

    46.Diaduk-aduk hingga terbasahi semuanya

  • 47.Didiamkan beberapa saat (sesekali diaduk)

    48.Silika siap digunakan

    Penyiapan Ekstrak (Metode Kering)

    49.Disiapkan alat dan bahan

    50.Ekstrak ditimbang

    51.Kemudian ekstrak dilarutkan dengan kloroform

    52.Ekstrak dikeringkan dengan penambahan 20% silika sedikit demi sedikit

    53.Kemudian digerus di dalam lumpang kecil

    54.Sisa silika disimpan

    55.Ekstrak siap digunakan

    Pengerjaan Partisi

    56.Disiapkan alat dan bahan

    57.Alat kolom yang telah dipasang dimasukkan kapas pada ujung kolom

    (dasar kolom)

    58.Dimasukkan bubur silika yang telah disiapkan secara perlahan-lahan

    59.Ditunggu beberapa saat sehingga mampat atau dipukul dengan karet

    pipet tetes

    60.Dimasukkan sampel perlahan-lahan

  • 61.Ditunggu beberapa saat

    62.Dimasukkan sisa silika dari pengeringan ekstrak sebagai pengganti kertas

    saring

    63.Dimasukkan perbandingan eluen satu-satu mulai dari non-polar hingga

    polar, perbandingannya yaitu:

    1. Hexan : Etil = 1 : 0 (100ml : 0ml)

    2. Hexan : Etil = 10 : 0 (45ml : 5ml)

    3. Hexan : Etil = 5 : 1 (42ml : 8 ml)

    4. Hexan : Etil = 1 : 1 (25 ml : 25ml)

    5. Metanol = 100% (25 ml)

    64.Ditampung dalam vial dan dibiarkan menguap

    III.4.3 Fraksinasi Komponen Kimia

    65.Disiapkan alat dan bahan

    66.49 vial yang tersedia dari hasil pemisahan dengan metode kromatografi

    kolom dipilih dengan range tertentu

    67.Terdapat 13 vial yang telah dipilih kemudian dilarutkan dengan kloroform

  • 68.Ditambahkan dengan 1 vial yang berisi ekstrak hexan dan kemudian

    dilarutkan

    69.Totolkan ke-14 vial di atas lempeng silika ukuran 10 x 7 cm, dimana

    vialnya telah diberi batas atas 0,5 cm, batas bawah 1 cm, jarak antara

    tepi silika dengan noda pertama dan terakhir 0,4 cm, jarak antara

    nodanya yaitu 0,7 cm.

    70.Dielusi dengan eluen yang paling baik pemisahannya dengan KLT yaitu

    eluen hexan : etil asetat (3 : 1) di dalam chamber yang telah dijenuhkan

    71.Setelah terelusi sampai batas atas kemudian didiamkan atau dikeringkan.

    72.Dilihat penampakannya pada lampu UV 366 nm dan UV 254 nm serta

    penyemprotan H2SO4

    73.Digabungkan noda-noda yang sama penampakannya dalam beberapa

    fraksi, terdapat 4 fraksi yang telah digabungkan

    74.Ke-4 fraksi ini dimasukkan ke dalam vial dengan cara dilarutkan dengan

    kloroform

    75.Fraksi di dalam vial ini dibiarkan menguap.

    III.5 Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

    III.5.1 Penyiapan Lempeng KLTP

  • 76.Lempeng kaca 20x20 cm dibilas dengan alkohol

    77.Ditimbang silika halus 7 gram untuk satu lempeng

    78.Disiapkan sejumlah air yaitu 2 kali dari bobot silika

    79.Dilarutkan silikanya dalam air hingga larut

    80.Alat pembuat lempeng kaca silika dirangkai

    81.Ditaburkan silika di atas lempeng kaca

    82.Diratakan dengan gabus hingga rata

    83.Dikeluarkan dari alat dan diratakan dengan bantuan tangan dengan cara

    ditepuk-tepuk dari belakang

    84.Dikeringkan

    III.5.2 Isolasi Komponen Kimia

    85.Disiapkan lempeng dan ekstrak (fraksi III)

    86.Dilarutkan ekstrak dengan kloroform

    87.Dibuat batas tanda pada lempeng

    88.Ditotolkan ekstrak secara berkesinambungan

    89.Dibuat eluen hexan : etil (4 : 1) sebanyak 25 ml

    90.Chamber dijenuhkan

  • 91.Dimasukkan lempeng pada chamber dan dibiarkan terelusi

    92.Setelah terelusi, lempeng dikeluarkan dari chamber

    93.Dilihat pitanya pada lampu UV 254 nm dan UV 366 nm

    94.Dikerok semua pita yang tampak

    95.Diperoleh 6 hasil KLTP

    III.6 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen

    Multi Eluen

    96.Disiapkan alat dan bahan

    97.Hasil kerukan KLTP disentrifuge dalam tabung sentrifus sebanyak 3 kali

    dengan metanol

    98.Diuapkan dan setelah itu dilarutkan dengan kloroform (ada 6 vial)

    99.Disediakan lempeng yang sudah diaktifkan

    100. Masing-masing vial ditotolkan pada lempeng yang berbeda

    101. Disiapkan perbandingan eluen dari yang non-polar hingga polar

    (hexan:kloroform=3:1 ; hexan:etil=4:1 ; hexan:etil=1:1)

    102. Setelah di elusi dengan tiga eluen, dilihat penampakannya di lampu

    UV.254 nm dan UV 366 nm.

  • KLT Dua Dimensi

    103. Disiapkan alat dan bahan

    104. Dilarutkan ekstrak dengan kloroform

    105. Ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan

    106. Dibuat perbandingan eluen hexan : etil = 4 : 1

    107. Dimasukkan ke dalam chamber dan dielusi

    108. Setelah mencapai batas atas, diputar 90o, lalu dielusi lagi

    109. Setelah di elusi ke-2 mencapai batas atas, dikeluarkan dari chamber

    dan dikeringkan

    110. Dilihat penampakan nodanya pada UV.254 nm dan UV.366 nm

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    IV.1 Hasil

  • 111. Ekstraksi Cair Padat

    112. Kromatografi Lapis Tipis

    UV 254 nm UV 366 nm

  • 113. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

    UV 254 nm UV 366 nm H2SO4

    114. KLT 2 Dimensi dan Multieluen

    UV 254 nm UV 366 nm

  • UV 254 nm UV 366 nm

    IV.2 Pembahasan

    Pada praktikum isolasi senyawa bioaktif ini dilakukan proses ekstraksi,

    identifikasi, dan isolasi komponen kimia yang terdapat dalam daun belimbing

    wuluh (Averrhoa bilimbi).

    Pengerjaan awal pada praktikum ini yaitu pengambilan sampel daun

    belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) di lokasi. Simplisia daun belimbing wuluh

    (Averrhoa bilimbi) diambil menggunakan pisau atau gunting atau dipetik

    secara langsung dengan jari pada bagian tangkai daunnya, dimasukkan

    dalam plastik. Kemudian dicuci bersih dengan air, diangin-anginkan hingga

    agak kering. Setelah itu, daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah

    diambil, dicuci hingga bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan lalu sampel

    dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di atas kertas koran pada tempat

    yang terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering digunting-

    gunting sampai derajat halus 4/18 lalu dikeringkan sampai kering betul.

  • Kemudian, sampel yang telah kering tersebut di ekstraksi dengan

    metode maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Metode maserasi

    ini dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

    selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

    Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

    komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari. Prinsip dari

    maserasi itu sendiri yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan

    masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut

    dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi

    antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka

    larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus

    sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel

    dan diluar sel.

    Setelah diekstraksi, selanjutnya dilakukan partisi ekstrak dengan

    metode ekstraksi cair-padat. Namun, Karena ketidaktersediaan alat-alat yang

    dibutuhkan untuk percobaan ECP ini seperti magnetik stirer ataupun

    sentrifuge, maka yang digunakan adalah lumpang dan mortirnya dimana

    ekstrak nanti akan dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus dengan mortir

    sebagai pengganti magnetik stirer. Pengerjaannya yaitu sejumlah ekstrak

    metanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dilarutkan dalam etil asetat

    sedikit demi sedikit dalam wadah. Kemudian ekstrak tersebut dimasukkan

    dan digerus sampai homogen. Setelah homogen, didiamkan sebentar

    sehingga terlihat ada yang larut dan tidak larut berupa endapan. Ambil

  • bagian yang larut dan pindahkan ke dalam wadah lain dengan menggunakan

    pipet tetes. Sisa ekstrak berupa endapan yang tidak larut dipindahkan ke

    wadah lain. Ulangi prosedur ini hingga dua kali (hingga jernih)

    Selanjutnya yaitu isolasi dengan kromatografi kolom konvensional.

    Metode kolom konvensional ini dibantu dengan gaya gravitasi dan oleh

    karena hanya bantuan ini sehingga prosesnya memakan waktu yang lama.

    Langkah awal dari metode ini adalah semua alat dibersihkan dan dicuci

    dengan etanol, termasuk vial dan kolom. Setelah itu disiapkan bubur

    silikanya. Dimana proses penyiapan bubur silika itu, silika kasar saja yang

    digunakan. Hal ini karena proses partisi secara kolom hanya dibantu dengan

    gaya gravitasi saja, sehingga tidak perlu menggunakan silika halus. Silika

    kasar direndam dengan hexan dalam suatu wadah sambil diaduk-aduk

    dengan maksud membasahinya sehingga membuatnya bisa memadat.

    Jumlah silika kasar yang digunakan untuk pembuatan bubur silika kasar

    adalah 80% dari jumlah silika kasar dikali 100 dari jumlah bobot ekstrak yang

    digunakan. 20% dari sisa bobot silika digunakan untuk mengeringkan ekstrak

    pada saat penyiapan sampel dengan metode kering. Prosesnya yaitu ekstrak

    dilarutkan dengan kloroform hingga larut, dan ditambahkan sisa silika 20%

    tadi, digerus hingga kering dan sisa silika yang tidak dipakai disimpan

    sebagai pengganti kertas saring di atas sampel dan dibawah eluen. Setelah

    penyiapan ekstrak selesai, rangkai alat kolom.

  • Setelah terangkai, dimasukkan sedikit kapas untuk menahan atau

    menyumbat sedikit ujung kolom, dan biarkan memadat terlebih dahulu dan

    dimampatkan dengan cara memukul-mukul buret kolom dengan karet pipet

    tetes. Setelah itu ditambahkan sampel tadi yang sudah disiapkan lalu

    dimasukkan sisa silika kasar tadi sebagai pengganti kertas saring (sehingga

    proses partisi lebih maksimal), setelah itu dimasukkan perbandingan eluen

    satu per satu, dimulai dari eluen yang paling non-polar hingga ke yang polar

    agar partisinya bagus.

    Perbandingan eluen yang digunakan adalah hexan : etil asetat = 1 : 0

    (100ml) ; 10 : 1 (50ml) ; 5 : 1 (50ml) ; 1 : 1 (50ml) ; metanol : hexan = 1 : 0

    (25ml).

    Hasil partisi ditampung di dalam vial dan diuapkan hingga kering.

    Jumlah vial yang digunakan adalah 49 buah vial.

    Setelah itu, dilakukan fraksinasi atau penggabungan vial-vial yang sama

    penampakan nodanya setelah ditotolkan kembali di atas lempeng silika.

    Langkah awal dari fraksinasi adalah pemilihan dari hasil partisi metode kolom

    konvensional berdasarkan pemilihan secara acak dimana pada umumnya

    dipilih range 10. Hal ini disesuaikan dengan kondisi hasil partisi (jumlah vial

    yang digunakan). Semakin kecil range vial semakin tampak hasil partisinya

    jika ada senyawa yang sama dari tiap perwakilan vial.

    Setelah terpilih sejumlah vial perwakilan (13 vial ditambah 1 vial ekstrak

    hexan), ekstraknya dilarutkan dengan kloroform hingga larut. Dibuatlah

  • perbandingan eluen dimana yang digunakan adalah perbandingan hexan :

    etil asetat (3 : 1) sebanyak 20 ml. Setelah itu dimasukkan ke dalam chamber

    dan ditunggu hingga jenuh dengan cara memasukkan kertas saring. Sambil

    menunggu chamber jenuh, ke-14 vial itu ditotolkan pada lempeng yang

    seolah-olah sudah diaktifkan dan setelah ditotol dan chamber dijenuh,

    lempeng dimasukkan ke dalam chamber dan dibiarkan terelusi hingga batas

    atas setelah itu dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dan dilihat

    penampakan nodanya pada lampu UV.254 nm dan UV.366 nm serta

    penyemprotan dengan H2SO4.

    Dari penampakan noda, bisa dilakukan fraksinasi atau penggabungan

    noda-noda menjadi beberapa fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi ini

    didasarkan pada penampakan nodanya yang hampir sama.

    Didapat 4 fraksi dimana fraksi I merupakan penggabungan vial 1-14,

    fraksi II yang merupakan penggabungan vial 15-30, fraksi III yang merupakan

    penggabungan dari vial 31-42, dan fraksi IV yang merupakan penggabungan

    dari vial 43-49. Selanjutnya dilakukan KLTP.

    Pada Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) untuk skala praktikum,

    penyiapan lempeng sangat sederhana sekali. Dimana ditimbang 7 gram

    silika halus untuk 1 lempeng dan sejumlah air yang digunakan adalah dua

    kali bobot silika. Dilarutkan silika tadi dalam air di stock erlenmeyer hingga

    larut. Dipasang kaca 20x20 cm pada alat dan diratakan posisinya. Ditaburkan

    silika tadi di atas kaca yang sudah dibersihkan dengan etanol untuk

  • membebaslemakkannya. Diratakan dengan gabus. Dikeluarkan dari alat dan

    diratakan lagi bagian yang belum rata dengan tangan sambil ditepuk-tepuk.

    Dikeringkan di oven.

    Disiapkan ekstrak dan lempeng yang telah dibuat tadi. Dilarutkan

    ekstrak dengan kloroform hingga larut. Diberi tanda pada lempeng.

    Ditotolkan ekstrak pada lempeng secara berkesinambungan. Dibuat

    perbandingan eluen hexan : etil (4 : 1) sebanyak 25 ml. Dijenuhkan chamber

    dengan memasukkan eluen tadi dan ditutup (bila perlu dengan pengocokan).

    Setelah jenuh dimasukkan lempeng tadi dan dibiarkan terelusi hingga batas

    atas. Dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat penampakan pitanya

    pada UV 254 nm dan 366 nm. Dikerok sejumlah pita sesuai pita yang

    tampak. Diperoleh 6 pita.

    Yang terakhir, dilakukan multi eluen dan KLT dua dimensi. Mula-mula, 6

    hasil KLTP disentrifus terpisah, dengan menggunakan metanol sebanyak 3

    kali lalu ditampung di vial lalu diuapkan.

    Setelah menguap, dilarutkan dengan kloroform. Lalu ditotolkan pada

    lempeng yang sudah diaktifkan. Ditotolkan pada lempeng secara terpisah.

    Eluen yang digunakan adalah mulai dari perbandingan eluen yang nonpolar

    yaitu hexan : CHCl3 = 3 : 1 ; hexan : etil = 4 : 1 ; dan hexan : etil = 1 :1.

    Proses dielusi secara bertahap/berkesinambungan dari eluen I hingga

    terakhir. Setelah terelusi, dilihat penampakan atau kenaikan nodanya pada

    UV 254 nm dan UV 366 nm.

  • Untuk KLT dua dimensi, disiapkan semua alat dan bahannya. Dilarutkan

    ekstrak dengan kloroform, lalu ditotokan pada lempeng yang sudah

    diaktifkan dibuat perbandingan eluen hexan : etil = 4 : 1. Dielusi hingga batas

    atas. Setelah mencapai batas atas, diputar 90o untuk memperpanjang jarak

    lintasannya, lalu dielusi lagi. Setelah dielusi ke dua mencapai batas atas

    dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat penampakan atau

    kenaikan nodanya pada UV 254 nm dan UV 366 nm.

    BAB V

    KESIMPULAN

    V.1 Kesimpulan

    Dari semua hasil percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

    berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu tidak diperolehnya senyawa tunggal

    flavonoid dalam simplisia daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

  • V.2 Saran dan Kritik

    Good job

    DAFTAR PUSTAKA

  • 115. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Yogyakarta : UGM Press.

    116. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 7.

    117. DEPKES RI. 1989. Sediaan Galenik. Jakarta : Dirjen POM. 10-28.

    118. Sudjadi. 1994. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius. 63-66.

    119. Gritter J.R, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung. 6, 83, 107, 109.

    120. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. 4-7, 19-30.

    121. Http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi 1/kromatografi_kolom/

    122. Http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi 1/kromatografi_lapis_tipis/

    123. Http://www.its.ac.id/personal/files/material/1038-supraptochemistry- Pengantar%20Kromatografi.pdf

    124. Http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/tugas-kuliah- lainnya/kromatografi