jurnal fajar al-habibi. fixed
DESCRIPTION
fixTRANSCRIPT
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia L.) SEBAGAI OVISIDA Aedes aegypti
FAJAR AL-HABIBIFakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
World Health Organization mencatat negara Indonesia dengan penyakit demam berdarah dengue tertinggi di Asia Tenggara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 595 orang meninggal dunia selama tahun 2011 karena penyakit ini. Daun legundi diketahui mengandung alkaloid, terpenoid dan flavonoid yang dapat menghambat daya tetas telur Aedes aegypti sehingga dapat mengendalikan populasi vektor penyakit ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak daun Legundi efektif sebagai ovisida Aedes aegypti. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Kosentrasi ekstrak yang digunakan adalah 0%, 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7% dan 1% dengan 4 kali pengulangan untuk tiap perlakuan. Selanjutnya, diletakkan 20 butir telur pada tiap perlakuan dan diamati jumlah telur yang tidak menetas tiap 6 jam selama tiga hari. Data pengamatan pada jam ke 72 yang dianalisis dengan uji hipotesis one way ANOVA menghasilkan nilai p <0,001. Pada analisis post hoc least significance difference diketahui konsentrasi yang efektif dibandingkan kontrol (0%) adalah 0,7% dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ekstrak daun Legundi efektif sebagai ovisida Aedes aegypti.
kata kunci : Aedes aegypti, ovisida, Vitex trifolia L.
EFFECTIVENESS OF LEGUNDI (Vitex trifolia L.) LEAVES EXTRACT AS Aedes Aegypti OVICIDE
FAJAR AL-HABIBIFaculty of Medicine , University of Lampung
Abstract
The World Health Organization (WHO) notes the country Indonesia with the highest dengue hemorraghic fever disease in Southeast Asia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia reports 595 people was died because of this disease. Legundi leaf is known contains alkaloid, terpenoid and flavonoid that can inhbite hatchability Aedes aegypti’s eggs. This research
1
objective was to know if Legundi leaves extract effective as Aedes aegypti ovicide. This research was done in Laboratory of Zoology, Departement of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Lampung. Extracts consentration that were used were 0%, 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7% dan 1% with 4 times repeats for each treatment. Furthermore, 20 eggs were put at each treatment and were observated amount of were not hatched every 6 hours for 3 days. Data of to 72 observation that was analyzed by ANOVA hypothesis test resulted p value <0,001. At post hoc least significance difference was known effective concetration were different than control (0%) were 0,7% and 1%. The research results shows that the Legundi leaves extract effective as Aedes aegypti ovicide.
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes
RI, 2010). DBD masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring
dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Pada tahun 2011 dilaporkan
bahwa 65.432 orang menderita DBD dan 595 orang meninggal dunia dengan case fatality rate
0,91% dan incidence rate 27,56 per 100.000 penduduk Indonesia (Ditjen PP dan PL
Kemenkes RI, 2012).
DBD, penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui perantara nyamuk Aedes
aegypti, dapat dicegah dengan mengendalikan vektor nyamuk tersebut. Menurut WHO,
pengendalian vektor yang telah dilakukan dengan penggunaan insektisida sintetik dalam
kurun waktu yang lama secara terus menerus akan mengakibatkan kematian hewan non-target
termasuk hilang atau matinya musuh alami, kerusakan lingkungan, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap beberapa bahan insektisida
(WHO, 2003). Berdasarkan hal tersebut, pemanfaatan ekstrak tumbuhan sebagai insektisida
botani yang lebih alami dan ramah lingkungan dirasa lebih aman karena memiliki residu yang
pendek (Novizan, 2002).
Tanaman Legundi (Vitex trifolia L.) diketahui mengandung senyawa alkaloid,
saponin, flavonoid, polifenol dan minyak ester/atsiri yang bersifat toksin bagi serangga
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Kandungan ekstrak Legundi ini diduga dapat
menghambat daya tetas telur Aedes aegypti. Saponin yang merupakan kelompok senyawa
terpenoid bersama dengan flavonoid berperan sebagai edyson blocker yang dapat
menghambat kerja hormon ekdison pada tubuh serangga dalam perkembangan telur menjadi
larva (Kardinan dan Dhalimi, 2003). Terpenoid, flavonoid dan alkaloid memiliki aktivitas
hormon juvenil yang dapat mengganggu perkembangbiakan telur Aedes aegypti menjadi larva
2
(Elimam, 2009). Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak daun
Legundi sebagai ovisida Aedes aegypti.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah telur Aedes aegypti. Telur nyamuk ini diperoleh dari Loka Penelitian dan
Pengembangan (Litbang) Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis dalam
bentuk kering dengan media kertas saring. Sampel yang digunakan berdasarkan acuan WHO
(2005), yaitu untuk setiap perlakuan dipakai jumlah sampel 20-30 telur dan pengulangan yang
dilakukan sebanyak 4-6 kali. Penelitian efektivitas ekstrak daun legundi (V. trifolia L.)
sebagai ovisida Aedes aegypti ini dilakukan di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Sedangkan
pembuatan ekstrak daun legundi (V. trifolia L.) dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar,
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
Keseluruhan penelitian ini dilakukan pada Bulan November-Desember 2012.
Proses pembuatan ekstrak berdasarkan metode Harbone (1987), yaitu daun legundi
dicuci, dikeringkan dengan dianginkan selama 1-3 hari, ditimbang, dimaserasi dengan etanol
95% selama 3 hari, dipekatkan dalam rotary evaporator, Ekstrak pekat etanol daun legundi
(kosentrasi 100%) diencerkan sesuai dengan kosentrasi yang diinginkan. Uji daya tetas telur
dilakukan dengan menggunakan kosentrasi 0,1%; 0,3%; 0,5%; 0,7%; 1% dan 0% sebagai
kontrol masing-masing dengan 4 kali ulangan dan diamati 6 jam sekali selama 3 hari (Bria
dkk, 2008). Data dari hasil penelitian berupa jumlah telur yang tidak menetas menjadi larva
akan diolah dan dianalisis dengan uji hipotesis one way ANOVA menggunakan program
komputer SPSS 17.00 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian efektivitas ekstrak daun Legundi yang dilakukan selama tiga hari
pengamatan memperlihatkan bahwa kosentrasi ekstrak daun legundi 1% menyebabkan
terhambatnya daya tetas telur Aedes aegypti. Hal tersebut terlihat pada grafik rerata jumlah
telur yang tidak menetas (gambar 1) relatif konstan pada tiap 6 jam pengamatan, khususnya
dari jam pengamatan ke 6 sampai jam pengamatan ke 54. Pada perlakuan lainnya (kosentrasi
3
0%, 0,1%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%), rerata jumlah telur yang tidak menetas menjadi larva
mengalami penurunan yang signifikan.
Gambar 7. Grafik rerata jumlah telur yang tidak menetas pada pengamatan tiap enam jam
selama tiga hari dengan berbagai kosentrasi ekstrak daun Legundi.
Selanjutnya, data pengamatan pada jam ke 72 dianalisis dengan uji hipotesis one way
ANOVA untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna antar perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis one way ANOVA (tabel 1) tersebut, terdapat perbedaan daya tetas
telur Aedes aegypti yang bermakna antar perlakuan (kosentrasi ekstrak daun Legundi).
Tabel 1. Hasil analisis One Way ANOVA
Kosentrasi ekstrak daun Legundi
Nrerata±simpang baku
P
0% 4 8,75±2,5
<0,001
0,1% 4 8±1,8260,3% 4 7,75±1,2580,5% 4 9±2,160,7% 4 12±1,8261% 4 19±1,414
Untuk mengetahui kosentrasi ekstrak daun Legundi yang efektif dalam menghambat
penetasan telur Aedes aegypti, dilakukan uji post hoc Least significance difference (LSD).
Hasil analisis post hoc LSD tersaji dalam tabel 5. Pada tabel terlihat bahwa kosentrasi yang
efektif dibandingkan dengan kontrol (kosentrasi 0%) adalah kosentrasi ekstrak daun Legundi
0,7% dan 1%.
4
Tabel 2. Hasil analisis uji post hoc LSD dengan kosentrasi 0% (kontrol) sebagai
pembanding
Kosentrasi ekstrak (a)
Kosentrasi ekstrak (b)
Perbedaan rerata (a-b)
Interval Kepercayaan 95%P
Minimum Maksimum
0%
0,1% 0,75 -2,04 3,54 0,5790,3% 1 -1,79 3,79 0,4610,5% -0,25 -3,04 2,54 0,8530,7% -3,25 -6,04 -0.46 0,0251% -10,25 -13,04 -7,46 <0,001
Rendahnya daya tetas telur Aedes aegypti pada kosentrasi 0,7% dan 1% diduga
disebabkan kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun Legundi yang
bersifat menghambat perkembangan stadium pradewasa Aedes aegypti. Hal ini didukung oleh
pendapat yang terdapat dalam kepustakaan, yaitu menurut Syamsuhidayat dan Hutapea
(1991). Daun Legundi mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid minyak atsiri dan
polifenol yang bersifat insektisida (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Proses penghambatan terhadap daya tetas telur Aedes aegypti diduga terjadi karena
masuknya zat aktif insektisida ke dalam telur melalui proses difusi pada bagian permukaan
cangkang melalui titik-titik poligonal yang terdapat pada seluruh permukaan telur serangga
tersebut. Masuknya zat aktif insektisida disebabkan potensial insektisida dalam air yang
berada di lingkungan luar telur lebih tinggi (hipertonis) dari pada potensial air yang terdapat
di dalam telur (hipotonis). Masuknya zat aktif insektisida ke dalam telur akan mengganggu
proses metabolisme dan menyebabkan berbagai macam pengaruh terhadap telur (Astuti dkk.,
2004).
Ekstrak Daun Legundi mengandung zat yang bersifat juvenil hormon seperti yang
mampu mempengaruhi titer hormon juvenil dalam tubuh Aedes aegypti sehingga
menyebabkan waktu perkembangan yang abnormal (Andesfha, 2004) sehingga dapat pula
mempengaruhi penetasan telur Aedes aegypti. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas
hormon juvenil adalah terpenoid, flavonoid dan alkaloid (Elimam, 2009).
Pengaruh terhadap kemampuan menetas telur diduga terjadi karena kandungan
senyawa yang berperan sebagai ecdyson blocker sehingga serangga akan terganggu dalam
proses perubahan telur menjadi larva. Saponin yang merupakan kelompok senyawa terpenoid
bersama dengan flavonoid berperan sebagai edyson blocker (Kardinan dan Dhalimi, 2003).
Kemampuan menetas telur Aedes aegypti dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
seperti suhu, pH, intensitas cahaya, kandungan oksigen terlarut dan kelembaban. Pada
penelitian ini hanya dilakukan pengukuran terhadap faktor lingkungan suhu dan pH media.
5
Kisaran suhu optimum untuk perkembangan telur nyamuk adalah 27-320 C, sedangkan pH
optimum yang dibutuhkan oleh telur nyamuk untuk perkembangannya 6-8 (Depkes RI, 2007).
Pada pengukuran pH didapatkan hasil bahwa pH yang terukur pada kontrol adalah 6,
sedangkan pH yang terukur pada perlakuan kosentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7% dan 1%
masing-masing adalah 5, 5, 5, 4 dan 4. Hal ini diduga kandungan zat aktif pada ekstrak daun
Legundi mempengaruhi nilai pH pada media perkembangan telur.
Pada kosentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7% dan 1% didapatkan nilai pH yang yang tidak
optimum. Bahkan pada kosentrasi 1% didapatkan nilai pH cukup asam untuk penetasan telur
menjadi larva, yaitu 4. Dengan demikian pH media yang berada dibawah pH optimum atau
bersifat asam tersebut diduga dapat mempengaruhi penetasan telur menjadi larva karena
secara umum perkembangan pra dewasa nyamuk dipengaruhi oleh suhu dan pH air
perindukan yang erat kaitannya dengan kerja enzim dan hormon yang mengatur metabolisme
selama stadium pradewasa nyamuk Aedes aegypti.
Suhu yang terukur pada media air semua perlakuan adalah sama, yaitu 280C. Angka
tersebut mengindikasikan bahwa zat aktif pada ekstrak daun Legundi tidak mempengaruhi
suhu sistem pada semua media percobaan. Pada suhu tersebut perkembangan telur Aedes
aegypti masih berada pada kondisi optimum.
Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti
adalah umur dan fertilitas dari telur aedes aegypti itu sendiri. Telur yang diletakkan lebih awal
oleh induk nyamuk mempunyai umur yang lebih tua dibandingkan telur yang diletakkan
kemudian. Menurut Astuti dkk (2004), umur dan kualitas telur akan berpengaruh terhadap
jumlah telur yang menetas menjadi larva karena kemungkinan telur-telur tersebut berasal dari
induk yang berbeda sehingga daya tetas telur yang satu berbeda dengan telur lainnya.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Ekstrak daun
Legundi (Vitex trifolia L.) efektif sebagai ovisida Aedes aegypti. Konsentrasi ekstrak daun
Legundi (Vitex trifolia L.) yang paling efektif sebagai ovisida Aedes aegypti adalah 1%.
DAFTAR PUSTAKA
Andesfha, E. 2004. Pengaruh Juvenil Hormon Dari Ekstrak Daun Legundi (Vitex negundo)
Terhadap Perkembangan Pradewasa Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi Mahasiswa
Kedokteran Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
6
Bria Y.R., Widiarti dan Hatini E. 2008. Pengaruh Kosentrasi Tawas Pada Air Sumur
Terhadap Daya Tetas Telur Aedes aegypti Di Laboratorium. Jurnal Vektora, Vol II,
No 1, Hal 29-41. Balai Besar penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit Salatiga. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.
Astuti U.N.W., Cahyani R.W. dan Ardiansyah M. 2004. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun
Mindi (Melia azedarach L.) Terhadap Daya Tetas Telur, Perkembangan dan
Mortalitas Larva Aedes aegypti. Laboratorium Parasitologi. Fakultas Biologi.
Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Departemen Kesehatan. 2007. Nyamuk Vampir Mini yang Mematikan, Inside (Inspirasi dan
Ide Litbangkes P2B2)., Volume 2, Halaman 95. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. Ciamis.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI. 2012.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Elimam A.M., Elmalik K.H. dan Ali, F.S. 2009. Larvicidal, Adult Emergence Inhibition and
Oviposition Deterrent Effects of Foliage Extract from Ricinus communis L. against
Anopheles arabiensis and Culex quinquefasciatus in Sudan. Tropical Biomedicine.
26(2): 130–139.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Institut Teksnologi Bandung. Bandung.
Kardinan A dan Dhalimi A. 2003. Mimba (Azadirachta indica Juss.) Tanaman Multimanfaat.
Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat Volume XV, No 1. Balai
Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. Bogor.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Cetakan I.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi,
Volume 2, Agustus 2010. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
7
Syamsuhidayat S.S. dan Hutapea J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Edisi I.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.
World Health Organization. Reg Publication. 2003. Prevention Control of Dengue and
Dengue Haemorage Fever. Regional Office for South East Asia. New Delhi.
World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito
Larvasides.
8