jtptunimus gdl hidayatuss 7710 3 babii

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelenggaraan Makanan Banyak Penyelenggaraan makanan institusi adalah serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, penyediaan atau pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan bahan makanan, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di sebuah institusi. Selain untuk memenuhi kebutuhan gizi, penyelenggaraan makanan bertujuan untuk menyediakan makanan yang baik dari segi mutu, jenis maupun jumlahnya (Depkes RI, 2006). Tujuan umum penyelenggaraan makanan institusi adalah tersedianya makanan yang memuaskan bagi klien dengan manfaat setinggi-tingginya bagi institusi. Secara khusus setiap institusi dituntut untuk: 1. Menghasilkan makanan yang berkualitas baik, dipersiapkan dan dimasak secara layak. 2. Pelayanan yang cepat dan menyenangkan. 3. Menu seimbang dan bervariasi 4. Harga layak, serasi dengan pelayanan yang diberikan 5. Standar kebersihan dan sanitasi tinggi (Mukrie, 1990) Pada dasarnya penyelenggaraan makanan institusi terdiri dari 2 macamyaitu: 1. Penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial). Penyelenggaraan makanan ini dilaksanakan untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk usaha ini seperti restaurant, snack, bars, cafeteria, catering. Usaha penyelenggaraan makanan ini tergantung pada bagaimana menarik konsumen sebanyak 5

Upload: neni-suryani

Post on 23-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

Page 1: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyelenggaraan Makanan Banyak

Penyelenggaraan makanan institusi adalah serangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu, penyediaan atau pembelian bahan makanan,

penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan

pemasakan bahan makanan, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi yang

dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok

masyarakat di sebuah institusi. Selain untuk memenuhi kebutuhan gizi,

penyelenggaraan makanan bertujuan untuk menyediakan makanan yang

baik dari segi mutu, jenis maupun jumlahnya (Depkes RI, 2006).

Tujuan umum penyelenggaraan makanan institusi adalah

tersedianya makanan yang memuaskan bagi klien dengan manfaat

setinggi-tingginya bagi institusi. Secara khusus setiap institusi dituntut

untuk:

1. Menghasilkan makanan yang berkualitas baik, dipersiapkan dan

dimasak secara layak.

2. Pelayanan yang cepat dan menyenangkan.

3. Menu seimbang dan bervariasi

4. Harga layak, serasi dengan pelayanan yang diberikan

5. Standar kebersihan dan sanitasi tinggi (Mukrie, 1990)

Pada dasarnya penyelenggaraan makanan institusi terdiri dari 2

macamyaitu:

1. Penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan

(bersifat komersial). Penyelenggaraan makanan ini dilaksanakan untuk

mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk usaha ini seperti

restaurant, snack, bars, cafeteria, catering. Usaha penyelenggaraan

makanan ini tergantung pada bagaimana menarik konsumen sebanyak

5

Page 2: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

6

banyaknya dan manajemennya harus bisa bersaing dengan

penyelenggaraan makanan yang lain.

2. Penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan

(bersifat nonkomersial). Penyelenggaraan makanan ini dilakukan oleh

suatu Instansi baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan

sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk

penyelenggaraan ini biasanya berada didalam satu tempat yaitu

asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga

kemasyarakatan, sekolah dan lain lain. Frekuensi makan dalam

penyelenggaraan makanan yang bersifat non komersial ini 2-3 kali

dengan atau tanpa selingan (Moehyi, 1992).

B. Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan dalam Penyelenggaraan

Makanan Institusi

a. Standar Makanan

Setiap proses dalam penyelenggaraan makanan sangat

mempengaruhi jumlah standar porsi yang akan dihasilkan. Pembelian

bahan makanan harus disesuaikan dengan menu, jumlah dan standar

porsi yang direncanakan. Selain itu, penyimpanan bahan makana,

proses, persiapan, pemasakan dan penyajian harus benar agar tidak

mengurangi jumlah bahan makanan yang digunakan. Salah satu hal

penting dalam penyelenggaraan makanan yaitu jumlah bahan makanan

dan standar porsi yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan jumlah bahan

makanan berpengaruh terhadap standar porsi yang dihasilkan. Jumlah

bahan makanan harus ditetapkan secara teliti agar standar porsi sesuai

dengan yang telah direncanakan sebelumnya sehingga dapat

memenuhi kebutuhan klien (Mukrie, 1990 dan Suyatno 2010).

Standar porsi dapat diartikan sebagai banyaknya makanan yang

disajikan dan ukuran porsi untuk setiap individu. Dalam suatu

penyelenggaraan makanan, standar porsi sangat berkaitan dengan

perhitungan kebutuhan bahan makanan dan perencanaan standar

porsi.Pengawasan standar porsi dibutuhkan untuk mempertahankan

Page 3: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

7

kualitas suatumakanan yang dihasilkan. Hal ini tentu akan

mempengaruhi terpenuhinya kebutuhan gizi seseorang. Standar porsi

juga akan sangat mempengaruhi terhadap nilai gizi setiap hidangan (

Muchatob, 2001 dan Puckett, 2004).

b. Variasi Menu

Menu adalah hidangan makanan yang disajikan dalam suatu acara

makan, baik makan pagi, makan siang maupun makan malam, dengan

atau tanpa selingan. Salah satu faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penyelenggaraan makanan institusi adalah tersedianya

menu yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh sebab itu perlu

dibuat perencanaan menu yang baik ( Moehyi, 1992 dan Yuliati dan

Santoso, 1995).

Dalam penyelenggaraan makanan institusi menu dapat disusun

dalam jangka waktu yang cukup lama misalnya untuk tujuh hari atau

sepuluh hari. Ini tentunya berkaitan dengan variasi menu yang harus

dihidangkan dalam suatu hidangan. Variasi menu adalah susunan

golongan bahan makanan yang terdapat dalam satu hidangan yang

berbeda pada setiap kali penyajian. Variasi menu yang ada di

Indonesia umumnya adalah terdiri dari berbagai hidangan sebagai

berikut (Moehyi, 1992):

1. Makanan pokok

Makanan pokok yang ada di Indonesia umumnya adalah

nasi. Berbagai variasi makanan pokok dari nasi antara lain, nasi

kuning, nasi uduk, dan nasi tim.

2. Lauk pauk

Lauk pauk merupakan pendamping makanan pokok.

Hidangan ini bisa terbuat dari bahan makanan hewani atau nabati

atau gabungan keduanya. Bahan makanan hewani yang digunakan

dapat berupa daging sapi, daging ayam, ikan, telur, udang.

Sedangkan bahan makanan nabati dapat berupa tahu, tempe, atau

sejenis kacang-kacangan.

Page 4: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

8

3. Sayuran

Hidangan sayuran biasanya terdiri dari dua macam yaitu

hidangan sayuran berkuah dan hidangan sayuran yang tidak

berkuah.

4. Buah-buahan

Buah biasanya disajikan dalam bentukj utuh buah segar

atau dibuat olahan sebagai minuman seperti jus buah. Buah

biasanayan hanya berfungsi sebagai pencuci mulut yang

dikonsumsi setelah makan.

5. Snack

Hidangan snack merupakan makanan selingan antara

makan pagi dan makan siang atau antara makan siang dan makan

malam. Biasanya disajikan dalam rasa yang manis, asin, atau gurih.

c. Organoleptik

1. Rasa makanan

Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan

terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan

oleh makanan tersebut. Cita rasa makanan mencakup dua aspek

utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa

makanan waktu dimakan. Kedua aspek ini sama pentingnya untuk

diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang

memuaskan. Komponen-komponen yang berperan dalam

menentukan rasa makanan anatar lain aroma, bumbu dan

penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta

temperatur makanan (Moehyi, 1992).

2. Aroma Makanan

Aroma atau bau makanan dapat merangsang keluarnya

getah lambung dan banyak menentukan kelezatan dari makanan

tersebut. Aroma lebih terpaut pada indera penciuman (Arifiati,

2000). Aroma yang disebarkan oleh makanan adalah daya tarik

yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman

Page 5: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

9

sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan

disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang menguap.

Terbentuknyasenyawa yang mudah menguap sebagai reaksi karena

pekerjaan enzim, tetapi dapat juga terbentuk tanpa terjadi reaksi

enzim. Aroma yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda-beda

(Moehyi, 1992).

3. Konsistensi makanan

Konsistensi adalah keadaan yang berkaitan dengan tingkat

kepadatan dan kekentalan suatu hidangan. Istilah yang

menggambarkan konsistensi adalah cair, kental, dan padat.

Susunan hidangan yang baik adalah memiliki kombinasi

konsistensi (West& Wood, 1988).

Konsistensi makanan juga merupakan komponen yang turut

menentukan cita rasa makanan karena sensitivitas indera cita rasa

dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang

berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan

yang lebih lambat terhadap indera kita (Moehyi, 1992).

Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan

makanan yang dihidangkan. Cara memasak dan lama waktu

memasak makanan akan menentukan pula konsistensi makanan

(Moehyi, 1992).

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi

cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitian-

penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan bahan dapat

mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi

kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan

kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap

intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang (Winarno,

1992).

Page 6: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

10

d. Hygiene dan Sanitasi

Sanitasi adalah salah satu pencegahan yang menitikberatkan

kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan

minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak

kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu diproduksi, selama dalam

proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, penjualan, sampai

pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk

dikonsumsi masyarakat/konsumen (Depkes, 2003).

Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor

makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau

mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Persyaratan hygiene dan sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis

yang ditetapkan terhadap produk rumah makan, personal, dan

perlengkapannya yang memenuhi persyaratan bakteorologis, kimia,

dan fisik (Depkes, 2003).

e. Biaya

Bahwa untuk menyediakan penyelenggaraan makanan yang baik,

selain memperhatikan aspek kualitas makanan juga diperhatikan aspek

biaya operasionalnya.

C. Angka Kecukupan Gizi Energi dan Protein

a. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (AKG) atau

RecommendedDietaryAllowances (RDA) adalah kecukupan rata-rata

zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal (PERMENKES, 2013).

Menurut Muhilal, dkk 1988 dalam Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat mengatakan bahwa kecukupan pangan dapat diukur secara

kualitatif maupun kuantitatif. Parameter kualitatif meliputi nilai sosial,

ragam jenis bahan makanan, dan cita rasa, sedangkan parameter

kuantitatif adalah komposisi zat gizi. Berbagai zat gizi makro seperti

Page 7: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

11

karbohidrat, protein, dan lemak maupun kelompok zat gizi mikro

seperti vitamin dan mineral merupakan komponen bahan makanan.

Tidak kurang dari 50 jenis zat gizi dibutuhkan manusia setiap hari

meliputi 10 macam asam amino, 3 macam asam lemak, 14 macam

vitamin, dan 15-19 macam mineral. Selain zat gizi tersebut,

dibutuhkan energi.

Kegunaan Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan antara lain

sebagai berikut:

1. AKG berguna untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional

atau nasional. Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi rata-rata

tingkat regional atau nasional perlu diketahuijuga pola makannya.

Dengan demikian, dapat dirancang penyediaan pangan yang cukup

untuk penduduk. AKG merupakan kecukupan tingkat faali. Oleh sebab

itu dalam merancang produksi pangan perlu diperhitungkan kehilangan

bahan pasca panen mulai dari produksi sampai tingkat konsumsi.

2. AKG berguna untuk menilai data konsumsi makanan perorangan atau

kelompok masyarakat. Bila hasil survei menunjukkan penyimpangan

berat badan patokan, perlu dilakukan penyesuaian angka kecukupan.

Demikian juga untuk nilai asam amino dan nilai cerna bila berbeda

dengan nilai yang digunakan dalam penetapan AKG yang dianjurkan.

3. AKG berguna untuk perencanaan pemberian makanan bagi institusi

seperti rumah sakit, asrama, perkantoran, industri, sekolah, panti

sosial, dan lembaga pemasyarakatan perlu diperhatikan berat badan

rat-rata dan aktivitas. Khusus rumah sakit diperhitungkan juga

kecukupan gizi untuk penyembuhan.

4. AKG berguna untuk menetapkan standar bantuan pangan dalam

keadaan darurat sperti bencana alam, perang, kekeringan, kerusuhan,

transmigran, serta untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

golongan rawan (balita, anak sekolah, ibu hamil).

Page 8: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

12

5. AKG berguna untuk menetapkan pedoman keperluan label gizi

makanan yang dikemas. Biasanya dicantumkan persentase dari AKG

yang dianjurkan untuk satu porsi makanan tersebut.

6. AKG berguna untuk bahan penyuluhan atau pendidikan gizi menurut

kelompok umur dan kegiatan maupun jenis kelamin.

b. Angka Kecukupan Gizi Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat,

protein, dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk

metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik.

Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi

remaja adalah aktivitas fisik, seperti olahraga. Remaja yang aktif

dalam melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih

besar dibandingkan dengan remaja yang tidak berolahraga (Almatsier,

S, dkk. 2011).

Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat

dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain

lemak/gajih dan minyak, buah berlemak (alpokat), biji berminyak,

santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah dan aneka

pangan produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya

karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-

umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang,

kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber

energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka

produk turunannya (Hardinsyah&Tambunan 2004).

Tingkat kecukupan energi (TKE) adalah rata-rata tingkat

kecukupan energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran

energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan

tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan

ekonomi dan sosial yang diharapkan. Tingkat kecukupan energi

dikategorikan sebagai berikut:

Page 9: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

13

Tabel 1. Kategori Tingkat Kecukupan Energi

Kategori Tingkat Kecukupan % AKG

Defisit tingkat berat < 70% AKG

Defisit tingkat sedang 70% – 79% AKG

Defisit tingkat ringan 80% - 89% AKG

Normal 90% - 119% AKG

Lebih ≥ 120% AKG

(Depkes, 1996).

Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI (WNPG

XI) tahun 2012, angka kecukupan energi yang dianjurkan (AKE) pada

remaja laki-laki adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Angka Kecukupan Energi yang Dianjurkan

Kelompok

Umur

BB (Kg) TB (cm) AKE

16 – 18 tahun 56 165 2675

19 – 29 tahun 60 168 2725

c. Angka Kecukupan Gizi Protein

Protein merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan

sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan

protein dalam serum, hemoglobin, enzim, hormon serta antibodi,

mengganti sel-sel tubuh yang rusak, memelihara keseimbangan asam

basa cairan tubuh dan sumber energi. Ada dua jenis protein, yaitu

protein hewani dan protein nabati. Makanan sumber protein hewani

bernilai biologis tinggi dibandingkan sumber protein nabati, karena

Page 10: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

14

komposisi asam amino esensial yang lebih baik dari segi kualitas dan

kuantitas. Sumber protein hewani antar lain, daging, ikan, susu, telur,

dan keju. Adapun sumber protein nabati antara lain, tahu, tempe, dan

kacang-kacangan (Almatsier, S, dkk. 2011).

Selama masa remaja, kebutuhan protein meningkat karena proses

tumbuh kembang berlangsung cepat. Apabila asupan energi terbatas,

protein akan digunakan sebagai energi.Penghitungan besarnya

kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh bukan pola

kronologis. Pada wala masa remaja, kebutuhan protein remaja putri

lebih tinggi daripada kebutuhan protein pada pria, karena memasuki

masa pertumbuhan cepat lebih dahulu. Pada akhir masa remaja,

kebutuhan protein laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan

perempuan karena perbedaan komposisi tubuh (Almatsier, S, dkk.

2011).

BPS (2006) menyatakan bahwa konsumsi makanan masyarakat

dikatakan memadai jika memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu

kecukupan energi dan protein. Tingkat kecukupan energi dikategorikan

sebagai berikut:

Tabel 3. Kategori Tingkat Kecukupan Protein

Kategori Tingkat Kecukupan % AKG

Defisit tingkat berat < 70% AKG

Defisit tingkat sedang 70% – 79% AKG

Defisit tingkat ringan 80% - 89% AKG

Normal 90% - 119% AKG

Lebih ≥ 120% AKG

(Depkes, 1996).

Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI (WNPG

XI) tahun 2012, angka kecukupan protein yang dianjurkan (AKP)

pada remaja laki-laki adalah sebagai berikut:

Page 11: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

15

Tabel 4. Angka Kecukupan Protein yang Dianjurkan

Kelompok

Umur

BB (Kg) TB (cm) AKE

16 – 18 tahun 56 165 66

19 – 29 tahun 60 168 62

D. Daya Terima Makanan

1. Tingkat Penerimaan Menu Makanan Asrama

Tingkat penerimaan menu asrama adalah tingkat penerimaan

konsumen dalam hal ini taruna terhadap makanan yang disajikan di

asrama. Daya terima makanan seseorang dapat dilihat dari berapa

banyak orang tersebut dapat menghabiskan makanannya dengan

menimbang dan mempersentasekannya dengan berat makanan yang

disajikan. Selisih antara berat makanan yangdisajikan dengan berat

makanan sisa merupakan berat makanan yang dihabiskan. Daya terima

makanan baik jika rata-rata persentase asupan makanan > 80%

hidangan yang disajikan, dan dikatakan kurang jika rata-rata persentase

asupan makanan < 80% hidangan yang disajikan (Supariasa, 2002).

2. Metode Pengumpulan Data Konsumsi Pangan

Tingkat penerimaan makanan konsumen dapat diukur dengan

mengumpulkan data konsumsi pangan. Ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Secara umum

pengumpulan data konsumsi pangan dapat dilakukan dengan metode

penimbangan langsung dan metode penimbangan tidak langsung

(Hardiansyah&Briawan, 1994).

a. Metode Penimbangan

Prinsip dari metode penimbangan adalah mengukur secara

langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan

selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan (waste) dengan

rumus:

Page 12: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

16

persentase sisa makanan=୳୫ ୪ୟ୦�୫ ୟ୩ୟ୬ୟ୬�୷ୟ୬�୲ୣ ୰ୱ୧ୱୟ�ሺ୰ୟ୫ ሻ

୨୳୫ ୪ୟ୦�୫ ୟ୩ୟ୬ୟ୬�୷ୟ୬�ୢ ୧ୟ୫ ୠ୧୪�ሺ୰ୟ୫ ሻX 100%

Dalam metode penimbangan, yang perlu diperhatikan adalah

bagaimana cara menimbang yang baik dan benar.

Kelebihan dari metode penimbangan adalah lebih akurat

dibanding dengan metode lainnya, dapat mencatat secara pasti

mengenai jumlah dan jenis bahan makanan, sisa makanan dapat

dihitung secara pasti dan mempunyai validitas yang tinggi.

Sedangkan kelemahan dari metode penimbangan yaitu: membebani

responden, tidak praktis, memerlukan tempat yang agak luas untuk

menampung alat makan dan sisa makanan, memerlukan waktu

lama untuk menimbang sisa makanan, dan memerlukan

ketrampilan pada saat menimbang makanan (Thompson, 1994).

b. Metode Taksiran Visual

Prinsip dari metode taksiran visual adalah para penaksir

(estimator) menaksir secara visual banyaknya sisa makanan yang

ada untuk setiap golongan makanan atau jenis hidangan.Hasil

estimasi tersebut bisa dalam bentuk berat makanan yang

dinyatakan dalam gram atau bentuk skor bila dalam skala

pengukuran. Metode taksiran dengan skala pengukuran

dikembangkan oleh Comstock dengan menggunakan 6 point,

dengan kriteria sebagai berikut: skala 0 jika makanan seluruhnya

dikonsumsi oleh pasien (habis), skala 1 jika tersisa makanan

seperempat porsi, skala 2 jika tersisa makanan setengah porsi,

skala 3 jika tersisa makanan tiga perempat porsi, skala 4 jika hanya

dikonsumsi sedikit (kira-kira 1 sendok makan), skala 5 jika tidak

dikonsumsi sama sekali (utuh). Kelebihan dari metode taksiran

visual antara lain: waktu yang digunakan cepat dan singkat, tidak

memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya dan

dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan

Page 13: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

17

kekurangan dari metode taksiran visual antara lain: diperlukan

penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan

kemampuan menaksir dan pengamatan yang tinggi, dan sering

terjadi kelebihan dalam menaksir (overestimate) atau kekurangan

dalam menaksir (underestimate) (Comstock, 1981).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penerimaan Menu

Makanan

Faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan menu makanan

asrama, salah satunya adalah sisa makanan. Sisa makanan adalah

jumlah makanan yang tidak habis dimakan setelah makanan disajikan

(Hirch, 1979). Dalam hal ini tentunya ada faktor-faktor yang

mempengaruhi adanya sisa makanan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi adanya sisa makanan dapat berupa faktor internal

(berasal dari diri konsumen), faktor eksternal (faktor yang berasal

selain dari konsumen), atau faktor lain yang mendukung sehingga

terdapat sisa makanan (Almatsier, dkk, 2004).

a. Faktor Internal

yaitu faktor yang berasal dari individu yang meliputi:

1. Psikologis

Kondisi psikologis konsumen dapat mempengaruhi nafsu

makan. Apabila suasana hati seseorang sedang sedih, atau

sedang dalam kondisi tertekan maka akan berdampak apada

menurunnya nafsu makan sesorang sehingga tidak dapat

menghabiskan makanan yang disajikan.

2. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan konsumen dapat mempengaruhi

konsumen dalam menghabiskan makanan yang disajikan. Bila

makanan yang disajikan sesuai dengan kebiasaaan makan

konsumen, baik dalam susunan menu maupun besar porsi,

maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan yang

disajikan. Sebaliknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan makan

Page 14: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

18

pasien, maka akan dibutuhkan waktu untuk penyesuaian

(Mukrie, 1990).

3. Kebosanan

Rasa bosan biasanya timbul bila konsumen mengkonsumsi

makanan yang sama secara terus menerus atau mengkonsumsi

makanan yang sama dalam jangka waktu yang pendek,

sehingga sudah hafal dengan jenis makanan yang

disajikan.Rasa bosan juga dapat timbul bila suasana lingkungan

pada saat makan tidak berubah. Untuk mengurangi rasa bosan

tersebut selain meningkatkan variasi menu juga perlu adanya

perubahan suasana lingkungan pada saat makan (Moehyi,

1992).

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan

meliputi:

1. Penampilan Makanan

Penampilan makanan terdiri dari warna makanan, tekstur

makanan, dan besar porsi.

2. Rasa Makanan

Rasa makanan dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis

hidangan yang disajikan, rasa dari setiap jenis hidangan yang

disajikan dan keempukan serta tingkat kematangan.

3. Faktor Lain

Faktor lain yang dapat menyebabkan sisa makanan antara

lain penampilan alat makan, sikap petugas pengantar makanan.

Cara penyajian merupakan faktor yang perlu mendapat

perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan

yang disajikan.Penyajian makanan berkaitan dengan peralatan

yang digunakan, serta sikap petugas yang menyajikan makanan

termasuk kebersihan peralatan makan maupun kebersihan

petugas yang menyajikan makanan (Depkes RI, 1991).

Page 15: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

19

Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk

menyusun menu dalam suatu penyelenggaraan makanan

institusi, antara lain: kebutuhan gizi penerima makanan,

kebiasaan makan penerima, masakan harus bervariasi, biaya

yang tersedia, iklim dan musim, peralatan untuk mengolah

makanan, ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi

(Moehyi, 1992).

Page 16: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

20

4. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

5. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

Tingkat

Kecukupan

AKGAsupanEnergiPro

tein

Infeksi

Makanan dari luarAsrama

Hygiene dan

sanitasi

Tingkat

Kecukupan

AKG

Tingkat

Penerimaan Menu

Makanan Asrama

Menu

Makanan

Asrama

Karakteristikindividu:

Jeniskelamin

Umur

Lingkungan

Kebutuhan

zat gizi

Penerimaan

MakananAsrama

Makanan Asrama:

Variasi

menu

Rasa

makanan

Konsistensi

/tekstur

makanan

Penampilan

makanan

Page 17: Jtptunimus Gdl Hidayatuss 7710 3 Babii

21

6. Hipotesa

Ho : Ada hubungan daya terima makanan dengan tingkat kecukupan

energi dan protein taruna di asrama Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang.

Ha : Tidak ada hubungan daya terima makanan dengan tingkat kecukupan

energi dan protein taruna di asrama Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang