jl.mh. thamrin no.2 jakarta 10110 - indonesia … dan (ii) sebagai media bagi dewan gubernur untuk...
TRANSCRIPT
Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesiahttp://www.bi.go.id
BANK INDONESIAUntuk informasi lebih lanjut hubungi:Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi KebijakanBiro Kebijakan MoneterDirektorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Telepon : +62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi)Fax. : +62 21 3452489E-mail : [email protected] : http://www.bi.go.id
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Desember, April, Juli, dan Oktober. Selain
dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua
maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang
mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan
moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan
kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang
melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution Gubernur
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur
Budi Mulya Deputi Gubernur
Halim Alamsyah Deputi Gubernur
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERTRIwuLAN IV-2011
ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
strategi Kebijakan Moneter
Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK setiap tahunnya. Berdasarkan PMK No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% dengan deviasi ±1%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Framework)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Kata Pengantar
Di tengah risiko melambatnya perekonomian global dan tekanan di pasar keuangan, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang tetap kuat. Pertumbuhan ditopang baik oleh permintaan eksternal
(ekspor) maupun permintaan domestik, sehingga struktur pertumbuhan lebih berimbang. Konsumsi rumah tangga
tetap kuat didukung daya beli masyarakat yang terjaga dan ekspektasi inflasi yang membaik. Dari sisi produksi,
sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri pengolahan,
transportasi dan komunikasi, serta perdagangan, hotel dan restoran.
Sejalan dengan eskalasi krisis utang Eropa dan gejolak di pasar keuangan global, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami tekanan pada semester II 2011. Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi
modal dan finansial akibat pelepasan investasi portofolio oleh investor asing, sehingga neraca transaksi modal dan
finansial pada triwulan IV diprakirakan mengalami defisit. Sementara itu, surplus neraca transaksi berjalan pada
triwulan IV juga diprakirakan akan mencatat surplus yang lebih kecil terkait tingginya kenaikan impor, sejalan dengan
meningkatnya kegiatan ekonomi.
Tekanan terhadap NPI juga tercermin pada pergerakan nilai tukar. Selama semester II 2011, rupiah mengalami
depresiasi akibat meningkatnya permintaan valas yang dipengaruhi oleh sentimen negatif terhadap ketidakpastian
penyelesaian krisis utang Eropa. Meski demikian, depresiasi rupiah masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar
mata uang negara kawasan. Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
Penurunan tekanan inflasi masih terus berlanjut. Hal tersebut dipengaruhi oleh terjaganya pasokan bahan pangan
dan menurunnya harga komoditas global. Nilai tukar rupiah yang bergerak stabil juga mengurangi tekanan inflasi
dari sisi eksternal. Laju inflasi administered prices dapat terjaga rendah karena tidak adanya kebijakan Pemerintah
terkait barang dan jasa yang bersifat strategis. Terkendalinya inflasi juga ditunjang oleh ekspektasi inflasi yang semakin
membaik, serta kapasitas produksi yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi swasta.
Meskipun sempat terjadi gejolak di pasar keuangan global, stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang terus membaik. Kinerja industri perbankan tetap solid yang tercermin dari
tingginya rasio kecukupan modal dan terjaganya rasio kredit bermasalah bruto. Sementara itu, kegiatan penyaluran
Gubernur Bank Indonesia
vi
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut, meskipun dengan tingkat suku bunga kredit yang
jauh masih tinggi relatif terhadap tingkat BI rate. Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas sistem
perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian, namun tetap mendorong fungsi intermediasi secara efektif dan
efisien terutama untuk kredit yang produktif atau menambah kapasitas produksi.
Setelah melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap kinerja perekonomian terkini, prospeknya ke depan, serta berbagai faktor risiko dan tantangan yang kemungkinan dihadapi, pada 8 Desember 2011 Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI Rate di level 6,0%. Keputusan tersebut
diambil sejalan dengan keyakinan Bank Indonesia bahwa inflasi pada akhir tahun 2011 akan berada pada batas bawah
rentang target 5+1%. Ke depan, Bank Indonesia juga akan mencermati risiko melambatnya perekonomian global dan
senantiasa menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan domestik. Penerapan bauran kebijakan moneter
dan kebijakan makroprudensial lainnya sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta
untuk membawa tingkat inflasi pada sasaran yang ditetapkan yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012 dan 2013.
Demikianlah gambaran perekonomian Indonesia pada triwulan IV 2011 serta prospek ke depannya. Saya berharap
laporan ini dapat menjadi bahan referensi yang mampu memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, Desember 2011
Gubernur Bank Indonesia
Dr. Darmin Nasution
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Daftar Isi
1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011 .......................... 1
2. Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan ................. 4
Asumsi Yang Mendasari Perkiraan Ekonomi ................................... 5
Prospek Pertumbuhan Ekonomi ....................................................... 6
Prospek Inflasi ................................................................................. 11
Faktor Risiko ................................................................................... 14
3. Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini .............. 15
Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 16
Pertumbuhan Ekonomi ................................................................... 18
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) ................................................ 26
Nilai Tukar Rupiah ........................................................................... 27
Inflasi .............................................................................................. 28
Disagresi Inflasi ............................................................................... 29
viii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETERBANK INdONEsIA
daftar Isi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
1Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 Desember 2011 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Keputusan tersebut didasarkan pada
evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perekonomian terkini, beberapa faktor risiko yang
masih dihadapi, dan prospek ekonomi ke depan. Dewan Gubernur memandang level BI Rate
saat ini masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, dan tetap kondusif
untuk menjaga stabilitas keuangan serta mengurangi dampak memburuknya prospek
ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Evaluasi terhadap kinerja dan prospek
perekonomian secara umum menunjukkan bahwa perekonomian domestik masih tetap kuat
dengan stabilitas yang tetap terjaga. Ke depan, Dewan Gubernur akan terus mencermati
risiko memburuknya ekonomi global dan akan terus menjaga stabilitas makroekonomi
dan sistem keuangan serta memberikan stimulus untuk perekonomian domestik. Dewan
Gubernur menegaskan bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara
keseluruhan serta untuk membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1%
pada tahun 2012 dan 2013.
Dewan Gubernur mencatat bahwa perekonomian dunia tahun 2011 mengalami
perlambatan, terutama disebabkan oleh ketidakpastian pemulihan ekonomi dan
keuangan di Eropa dan AS. Eskalasi krisis di Eropa, terutama pada semester II-2011, memicu
tingginya volatilitas di pasar keuangan global. Dengan melemahnya permintaan global,
volume perdagangan dunia dan harga komoditas global mulai menurun. Di sisi harga, tekanan
inflasi di negara maju meningkat, sementara tekanan inflasi di emerging markets relatif
moderat meski masih berada di level yang tinggi. Sejalan dengan perkembangan tersebut,
negara emerging markets di akhir 2011 cenderung melakukan kebijakan moneter netral
atau sedikit akomodatif, sementara negara maju cenderung mempertahankan kebijakan
moneter akomodatif melalui langkah pelonggaran likuiditas.
Di sisi domestik, Dewan Gubernur berpandangan bahwa kinerja perekonomian
Indonesia di tahun 2011 masih cukup kuat. Pencapaian kinerja ekonomi tersebut
didukung oleh stabilitas makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Pertumbuhan
ekonomi di triwulan IV-2011 diperkirakan sebesar 6,5%, sehingga pertumbuhan ekonomi
keseluruhan tahun 2011 diperkirakan mencapai 6.5%. Pertumbuhan tersebut terutama
didukung oleh permintaan domestik yang masih kuat dan kinerja ekspor yang masih
terjaga. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama
pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan komunikasi, serta
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk keseluruhan tahun 2011 masih
mencatat surplus yang cukup besar meski terdapat tekanan pada semester II-2011.
Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan
meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global. Dengan perkembangan
2 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir November 2011 mencapai USD111,3
miliar, atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Sementara itu, nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 mengalami apresiasi meski pada semester
II-2011 mengalami tekanan depresiasi akibat memburuknya sentimen terkait gejolak di
pasar keuangan global. Berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dapat
membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Selama tahun 2011, tren pergerakan nilai
tukar masih konsisten dengan kecenderungan pergerakan nilai tukar di kawasan. Bank
Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah serta menjaga stabilitasnya
dan tetap sejalan dengan fundamentalnya.
Di sisi harga, tahun 2011 diwarnai oleh inflasi yang menurun. Inflasi IHK pada November
2011 tercatat sebesar 0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy). Penurunan inflasi sepanjang tahun
2011 terjadi karena koreksi inflasi volatile food prices dan minimalnya inflasi administered
prices, sementara inflasi inti cenderung moderat. Rendahnya inflasi volatile food prices
terutama ditopang oleh pasokan yang terjaga, baik dari produksi domestik maupun impor.
Meskipun beras mencatat inflasi yang cukup tinggi, koreksi harga yang cukup besar terjadi
pada aneka bumbu, seperti bawang dan cabe merah, serta pada kelompok daging. Sementara
itu, cukup terkendalinya inflasi inti didukung oleh harga komoditas global yang terkoreksi
cukup tajam, nilai tukar yang cenderung stabil, dan ekspektasi inflasi yang terus membaik.
Jika kecenderungan penurunan inflasi ini berlanjut, maka inflasi IHK secara keseluruhan
tahun 2011 diperkirakan dapat lebih rendah dari 4,0%.
Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik,
meskipun sempat terjadi gejolak di pasar keuangan akibat pengaruh global. Industri
perbankan tetap solid, sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/
Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit
bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan
kredit hingga akhir Oktober 2011 mencapai 25,7% (yoy) dengan kredit investasi sebesar
31,1% (yoy), kredit modal kerja sebesar 24,7% (yoy), dan kredit konsumsi sebesar 23,8%
(yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit untuk tahun 2011 diperkirakan
masih sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB).
Ke depan, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat terkait dengan
masih tingginya ketidakpastian penyelesaian masalah utang dan fiskal di Eropa dan
AS. Perlambatan ekonomi global tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi domestik yang pada tahun 2012 diperkirakan pada kisaran 6,3%-6,7%. Untuk
tahun 2013, ekonomi tumbuh meningkat ke kisaran 6,4%-6,8% seiring perkiraan akan
membaiknya kembali ekonomi global. Di sisi harga, Dewan Gubernur memperkirakan inflasi di
2012 dan 2013 dapat diarahkan pada kisaran sasarannya, yaitu 4,5%±1%. Dalam hubungan
ini, penurunan suku bunga BI Rate yang telah ditempuh BI selama ini diharapkan mampu
memberikan stimulus pada perekonomian. Dewan Gubernur tetap mewaspadai beberapa
faktor risiko terhadap keseimbangan ekonomi makro indonesia, termasuk dampak dari
pemburukan ekonomi global. Sejalan dengan itu, disamping melanjutkan upaya stabilisasi
moneter dan sistem keuangan dengan terus memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan
valas di pasar, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan momentum penurunan suku
3Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
bunga untuk mengefektifkan stimulus pada perekonomian. Disamping itu, koordinasi
dengan Pemerintah terus diperkuat agar stimulus perekonomian dapat juga ditingkatkan
dari sisi fiskal dan sektor riil.
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
4 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
2. Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
Pada tahun 2011, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,5%. Perlambatan
ekonomi global belum terlalu berdampak pada kinerja perekonomian domestik. Di sisi lain,
permintaan domestik diperkirakan masih tetap kuat. Secara sektoral sumber pertumbuhan
ekonomi menurut lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Di tahun 2012, perlambatan ekonomi global diperkirakan akan mulai memengaruhi kinerja
perekonomian domestik khususnya melalui jalur ekspor. Namun demikian, dengan masih
kuatnya daya beli, tingginya keyakinan konsumen, dan adanya respon kebijakan moneter,
permintaan domestik diperkirakan meningkat. Dari sisi lapangan usaha, di tahun 2012
peningkatan pertumbuhan ekonomi tetap dimotori oleh sektor industri pengolahan; sektor
perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Di tahun
2013, seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian global, kinerja perekonomian
domestik diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun 2012 melalui peningkatan ekspor
dan permintaan domestik.
Inflasi 2011 dapat lebih rendah dari 4%. Pencapaian inflasi yang rendah itu didorong oleh
seluruh komponen IHK, terutama kelompok volatile foods dan inti. Pasokan bahan pangan
yang memadai baik dari domestik maupun impor serta gangguan distribusi yang minimal
menjaga stabilitas harga bahan makanan. Di sisi inflasi inti, penurunan harga komoditas
global, nilai tukar yang cenderung stabil, dan ekspektasi inflasi yang menurun mendorong
penurunan inflasi inti. Di tahun 2012 dan 2013 inflasi diperkirakan berada dalam sasaran
inflasi sebesar 4,5% + 1%.
Bank Indonesia akan terus mengevaluasi perkembangan kinerja ekonomi dan keuangan
global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Bank Indonesia akan mengambil
kebijakan yang terukur untuk mengantisipasi potensi penurunan kinerja perekonomian
Indonesia dengan mengutamakan pencapaian sasaran inflasi. Bank Indonesia juga akan
meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk mengantisipasi berbagai
perkembangan perekonomian global.
Prakiraan makroekonomi tahun 2011 sampai dengan 2013 disertai dengan berbagai faktor
ketidakpastian yang berasal dari sisi domestik maupun eksternal. Dari sisi domestik, adanya
kemungkinan penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di tahun 2012 dapat
mendorong menyebabkan inflasi lebih tinggi. Sementara dari sisi eksternal, perlambatan
ekonomi global yang lebih dalam dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia akan mewaspadai berbagai risiko terhadap pencapaian sasaran inflasi maupun
prospek makroekonomi ke depan. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan Bank Indonesia
ke depan diarahkan untuk: (1) melanjutkan upaya stabilisasi di sektor keuangan dengan
terus memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas yang diperlukan untuk menjaga
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
5Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
keseimbangan pasar domestik, (2) mengoptimalkan momentum
penurunan suku bunga untuk mengefektifkan stimulus pada
perekonomian, namun dengan tetap menjangkar pencapaian sasaran
inflasi, dan (3) terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah
agar stimulus perekonomian dapat juga ditingkatkan dari sisi fiskal
dan sektor riil.
ASUMSI YANG MENDASARI PERKIRAAN EKONOMI
Asumsi Perekonomian Internasional
Berdasarkan perkembangan terkini, perekonomian dunia
di tahun 2012 diperkirakan tumbuh lebih rendah. Masih
tingginya pengangguran dan lemahnya konsumsi di negara maju
merupakan penyebab utama pertumbuhan ekonomi dunia di tahun
2012 diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan
proyeksi sebelumnya. Walaupun menurun, pada tahun 2012
perekonomian dunia masih akan ditopang oleh negara emerging
markets, yang masih tumbuh relatif tinggi, walaupun melambat
akibat rambatan krisis yang terjadi di Eropa dan AS. Memasuki
tahun 2013, perekonomian dunia diperkirakan mengalami perbaikan secara gradual dan
tumbuh sebesar 3,8%. Perbaikan diperkirakan berasal baik dari negara maju maupun
emerging markets.
Seiring dengan aktivitas perekonomian dunia yang melambat, harga komoditas
dan harga minyak dunia diprakirakan cenderung menurun. Harga komoditas dunia
di tahun 2011 diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Revisi perkiraan
harga komoditas tersebut terutama karena lebih rendahnya realisasi harga komoditas
dibandingkan perkiraan semula, terutama untuk komoditas pertanian. Untuk tahun
2012, harga komoditas baik migas dan non migas diperkirakan cenederung turun seiring
dengan perkiraan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Memasuki tahun 2013,
seiring dengan perkiraan membaiknya ekonomi dunia, harga komoditas internasional
diperkirakan meningkat secara moderat.
Asumsi Kebijakan Fiskal
Realisasi pengeluaran pemerintah yang lebih rendah menyebabkan defisit fiskal
tahun 2011 diperkirakan lebih rendah dari asumsi APBN 2011. Pada tahun 2012
dan 2013 rasio defisit fiskal terhadap PDB diperkirakan lebih rendah dari tahun 2011
seiring dengan upaya konsolidasi fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah
mengupayakan agar operasi keuangan Pemerintah dapat mencapai surplus anggaran pada
2015. Upaya untuk mencapai defisit APBN yang lebih rendah tersebut dilakukan dengan
meningkatkan penerimaan Pemerintah sering dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi ditambah dengan penurunan beban subsidi energi.
Tabel 2.1
Proyeksi PDB Dunia (% yoy)
2011 2012 2009 2010
Proyeksi
PDB Dunia -0,7 5,1 4,0 4,0
Negara Maju -3,7 3,1 1,6 1,9
Amerika Serikat -3,5 3,0 1,5 1,8
Kawasan Eropa -4,3 1,8 1,6 1,1
Jepang -6,3 4,0 -0,5 2,3
Negara Maju Lainnya -2,3 4,3 2,8 3,0
Negara Berkembang 2,8 7,3 6,4 6,1
Eropa Timur dan Tengah -3,6 4,5 4,3 2,7
Negara Persemakmuran -6,4 4,6 4,6 4,4
Negara Berkembang Asia 7,2 9,5 8,2 8,0
China 9,2 10,3 9,5 9,0
India 6,8 10,1 7,8 7,5
ASEAN-5* 1,4 7,1 5,1 5,5
Amerika Latin & Karibia -1,7 6,1 4,5 4,0
Timur Tengah & Afrika Utara 2,6 4,4 4,0 3,6
* Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan VietnamSumber: IMF, World Economic Outlook, Sep 2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
6 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
Pada tahun 2011, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,5%.
Perlambatan ekonomi global belum terlalu berdampak pada kinerja ekspor sebagaimana
terlihat dari pertumbuhan ekspor yang diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi di
triwulan-IV 2011. Di sisi lain, permintaan domestik diperkirakan masih tetap kuat, meski
kontribusi konsumsi pemerintah relatif moderat. Secara umum, di tahun 2011, sumber
pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Di tahun 2012, perlambatan ekonomi global diperkirakan akan memengaruhi kinerja
perekonomian domestik khususnya melalui jalur ekspor yang diperkirakan tumbuh
lebih rendah dari tahun sebelumnya. Walaupun diperkirakan melambat, pertumbuhan
ekspor diperkirakan masih cukup baik mengingat negara-negara mitra dagang Indonesia
diperkirakan masih tumbuh relatif tinggi di 2012, meskipun secara umum cenderung
melambat. Namun demikian, dengan masih kuatnya daya beli, tingginya keyakinan
konsumen, dan adanya pelonggaran kebijakan moneter di tahun 2011, permintaan
domestik diperkirakan meningkat. Dengan permintaan domestik yang masih kuat ditengah
perlambatan kinerja ekspor, impor diperkirakan hanya akan mengalami sedikit perlambatan.
Dari sisi lapangan usaha, di tahun 2012 peningkatan pertumbuhan ekonomi tetap dimotori
oleh sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor
pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan sektor industri pengolahan diperkirakan tetap
kuat, meskipun tumbuh melambat terkait ekspor dan investasi yang melambat. Kinerja
sektor PHR tetap kuat didukung dengan masih tingginya permintaan domestik. Demikian
juga kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih akan tetap solid
sejalan dengan aktivitas perekonomian yang meningkat.
Seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian global, di tahun 2013 kinerja
perekonomian domestik diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun 2012 melalui
peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Secara sektoral, di tahun 2013, sektor-
sektor utama, yakni sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran
(PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih akan mondominasi
perkembangan perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan sektor-sektor
Indikator
Tabel 2.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
* Proyeksi Bank Indonesia
Konsumsi Rumah Tangga 4,6 4,5 4,6 4,8 4,9 4,7 4,7 - 5,1 4,7 - 5,1
Konsumsi Pemerintah 0,3 2,8 4,5 2,5 6,9 4,5 7,4 - 7,8 4,7 - 5,1
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8,5 7,3 9,4 7,1 7,2 7,7 9,7 - 10,1 11,8 - 12,2
Ekspor Barang dan Jasa 14,9 12,5 17,5 18,5 17,3 16,5 11,7 - 12,1 12,8 - 13,2
Impor Barang dan Jasa 17,3 14,4 15,3 14,2 14,1 14,5 13,5 - 13,9 15,3 - 15,7
PDB 6,1 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 - 6,7 6,4 - 6,8
2010I II III* IV*
20112012*2011* 2013*
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
7Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian
domestik dan global.
Prospek Permintaan Agregat
Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan cenderung
meningkat seiring dengan masih meningkatnya pendapatan,
tingginya keyakinan konsumen, dan dampak penurunan suku
bunga kebijakan di 2011. Rendahnya inflasi sepanjang 2011
menyebabkan peningkatan pendapatan riil masyarakat. Kinerja
ekspor yang cukup baik sepanjang 2011 juga meningkatkan
pendapatan walaupun ekspor di triwulan IV diperkirakan akan
mengalami penurunan. Beberapa sumber peningkatan lainnya
berasal dari penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP), perbaikan
pendapatan aparat negara, kenaikan gaji karyawan perusahaan
serta dukungan pembiayaan dari perbankan. Beberapa indikator menunjukkan bahwa
kinerja konsumsi rumah tangga sampai dengan triwulan IV 2011 masih kuat. Survei
Konsumen BI menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terus menguat sepanjang tahun
bahkan pada bulan Oktober 2011 mencapai level tertinggi sejak tahun 2009.
Dengan adanya indikasi pendapatan masyarakat meningkat, konsumsi di tahun
2012 diperkirakan tetap kuat. Sampai dengan bulan November 2011, sudah terdapat
penetapan kenaikan UMP tahun 2012 untuk beberapa provinsi (Grafik 2.3). Besaran
kenaikan UMP tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tingkat inflasi dan Kebutuhan
Hidup Layak-KHL provinsi-provinsi tersebut. Secara umum, besaran kenaikan UMP 2012
lebih tinggi dibanding dengan kenaikan UMP 2011 (Grafik 2.2). Meski secara umum
kenaikan UMP lebih tinggi dibandingkan 2011, namun dengan meningkatkan efisiensi dan
produktivitas, kenaikan UMP tersebut diperkirakan tidak akan diikuti oleh kenaikan harga
jual. Selain UMP, pendapatan pegawai swasta juga diperkirakan
akan meningkat. Beberapa indikator mengindikasikan bahwa
peningkatan penghasilan di tahun 2012 diperkirakan akan lebih
tinggi dari peningkatan di tahun 2011.
Realisasi defisit fiskal diperkirakan lebih rendah dibandingkan
dengan asumsi defisit APBN-P 2011. Perkiraan tersebut didasari
oleh lebih baiknya realisasi penerimaan pemerintah dibandingkan
6 tahun terakhir serta relatif lebih terbatasnya belanja pemerintah
sampai dengan Oktober 2011. Berdasarkan perkembangan
tersebut, kontribusi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
2011 diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Hal
ini disebabkan oleh belanja barang, bantuan sosial, dan belanja
lain yang lebih terbatas. Sementara itu, alokasi belanja modal
yang lebih tinggi ternyata tidak mendorong peningkatan realisasi
Grafik 2.1
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
����
����
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�������
����������
����������
�������������������������������������
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ����� ���� ���� ����
������������������������������������������������
���������������������������
�����
Grafik 2.2
Rata-rata Kenaikan UMP 2011
����
����
� � �� �� �����
����
�����
�����
����
�����
����
����
�����
�����
����
�����
��������������
��������������
����������������
������������������
�����������������
������
�����������������
���������������
�����������
�����������
�����������
������
����������
��������������������������������������������������
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
8 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
investasi pemerintah, sehingga terjadi penurunan kontribusi fiskal
terhadap investasi pemerintah. Kebijakan fiskal 2012 diarahkan
menyesuaikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012 yaitu
memberikan dorongan terhadap perekonomian (stimulus fiskal)
dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi dan sustainabilitas fiskal.
APBN 2012 difokuskan untuk menunjang 4 pilar pembangunan
yaitu (i) mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,
inklusif, dan berkeadilan (pro-growth), (ii) memperluas kesempatan
kerja (pro-job), (iii) menanggulangi kemiskinan (pro-poor), dan (iv)
mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup (pro-environment).
Selain itu, kebijakan keuangan pemerintah 2012 diperkirakan juga
dirancang untuk mengarahkan postur keuangan jangka menengah
untuk mencapai surplus anggaran sebesar 0,3% pada 2015 dengan
tetap meningkatkan kualitas belanja negara.
Ditengah perlambatan ekonomi global, investasi diprakirakan
masih cenderung meningkat, meski lebih rendah dari yang semula diperkirakan.
Pertumbuhan investasi diperkirakan sebesar 7,7% di 2011, dan meningkat menjadi
9,8% di 2012. Prospek investasi yang masih meningkat di tengah ekonomi global yang
melambat tersebut didasari oleh hasil berbagai survei. Berdasarkan hasil survey tersebut,
faktor-faktor yang mendukung cukup baiknya investasi di tahun 2012 adalah: keyakinan
investor yang masih tinggi, didukung stabilitas makroekonomi yang diprakirakan tetap
terjaga, tercermin pada kondisi nilai tukar dan inflasi yang relatif stabil; belanja modal
Pemerintah yang meningkat, terutama untuk proyek infrastruktur; iklim investasi yang
membaik; serta meningkatnya peran pembiayaan perbankan seiring dengan penurunan
BI rate pada kuartal IV 2011.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan melambat,
kinerja ekspor barang dan jasa diprakirakan tumbuh melambat pada tahun 2012.
Perlambatan ekonomi global belum terlalu berdampak pada kinerja ekspor pada tahun
2011 sehingga ekspor diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan
ekspor riil sampai dengan triwulan III 2011 masih cenderung meningkat. Memasuki 2012,
pertumbuhan ekspor diperkirakan melambat akibat perlambatan ekonomi dunia dan
menurunnya harga-harga komoditas. Namun demikian, dengan struktur ekspor indonesia
yang didominasi oleh komoditas sumber daya alam, perlambatan ekonomi dunia dan
penurunan harga komoditas diperkirakan dapat mencegah perlambatan ekspor yang lebih
dalam. Secara historis, pengaruh perlambatan ekonomi dunia terhadap kinerja ekspor
barang sumber daya alam Indonesia relatif tidak terlalu besar.
Masih meningkatnya permintaan domestik di tengah perlambatan pertumbuhan
ekspor menyebabkan pertumbuhan impor diperkirakan masih akan tumbuh cukup
tinggi. Impor di tahun 2012 diperkirakan tumbuh sedikit lebih rendah dibandingkan
tahun 2011. Impor barang modal, terutama dalam bentuk impor mesin dan perlengkapan,
diperkirakan masih akan cenderung meningkat sejalan dengan perkiraan investasi yang
masih tumbuh meningkat di 2012. Selain itu, dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh
Grafik 2.3
Rata-rata Kenaikan UMP 2012
����������������������������
����������������������������������
�����������������������
��������������������������������
�����������
����������������������
����������������
������������������������������������������
�����
���������
���������
��������
���������
���������
��������
� �� �� �����
��������������������������������������������������
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
9Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
lebih tinggi, impor barang konsumsi diperkirakan juga akan tumbuh lebih tinggi.
Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi domestik diperkirakan meningkat sejalan
dengan pemulihan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan secara
gradual membaik yang diikuti dengan kenaikan harga komoditas. Hal tersebut diperkirakan
akan mendorong perbaikan kinerja ekspor yang diperkirakan meningkat di tahun 2013.
Meningkatnya pertumbuhan ekspor diperkirakan akan meningkatkan daya beli sehingga
konsumsi rumah tangga juga diperkirakan meningkat. Sejalan dengan rencana untuk
mencapai surplus anggaran di tahun 2015, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh
lebih rendah di tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan meningkatnya kinerja
ekspor dan konsumsi rumah tangga, investasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat
dengan peran investasi non bangunan yang semakin meningkat. Dengan kondisi tersebut,
impor diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Prospek Penawaran Agregat
Kinerja sektor industri pengolahan pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh sesuai
perkiraan. Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini utamanya didukung oleh
tumbuh tingginya subsektor semen, subsektor makanan dan minuman, serta subsektor
tekstil dan logam yang tumbuh di atas rata-ratanya. Masih tingginya pertumbuhan
subsektor semen terkait aktivitas konstruksi yang meningkat, sementara subsektor
makanan dan minuman terkait potensi membaiknya produksi CPO. Pada produk elektronik,
Gabungan Elektronik menyatakan sebagian perusahaan telah mengalihkan pembelian
komponen dari Thailand ke negara lain seperti China dan Malaysia. Pertumbuhan sektor
industri pengolahan pada tahun 2012 diperkirakan masih mampu mencapai level
cukup tinggi, meski sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2011. Secara
umum aktivitas di sektor industri pengolahan bergerak sejalan dengan aktivitas ekspor.
Pemburukan perekonomian global, yang diperkirakan akan berlanjut di tahun 2012 akibat
melemahnya perekonomian Eropa dan Amerika Serikat, memberikan dampak yang tidak
Indikator
Tabel 2.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
* Proyeksi Bank Indonesia
Pertanian 2,9 3,7 3,9 2,7 2,0 3,1 3,1 - 3,5 3,0 - 3,4
Pertambangan & Penggalian 3,5 4,2 0,8 0,3 0,4 1,4 0,8 - 1,2 0,8 - 1,2
Industri Pengolahan 4,5 5,0 6,1 6,6 6,4 6,1 5,6 - 6,0 5,6 - 6,0
Listrik, Gas & Air Bersih 5,3 4,3 3,9 5,2 5,1 4,6 4,6 - 5,0 4,9 - 5,3
Bangunan 7,0 5,3 7,6 6,4 6,5 6,4 8,2 - 8,6 9,5 - 9,9
Perdagangan, Hotel & Restoran 8,7 8,0 9,6 10,1 9,9 9,4 9,3 - 9,7 9,3 - 9,7
Pengangkutan & Komunikasia 13,5 13,7 10,7 9,5 10,2 10,9 9,9 - 10,3 9,9 - 10,3
Keuangan, Persewaan & Jasa 5,7 7,3 6,9 7,0 7,0 7,0 6,8 - 7,2 6,9 - 7,3
Jasa-jasa 6,0 7,0 5,7 7,8 7,0 6,9 6,5 - 6,9 6,1 - 6,5
PDB 6,1 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 - 6,7 6,4 - 6,8
2010I II III* IV*
20112012*2011* 2013*
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
10 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
terlalu besar pada kinerja ekspor. Hal itu terjadi karena pangsa
terbesar (sekitar 68%) tujuan ekspor Indonesia ke kawasan Asia
yang masih memiliki prospek pertumbuhan ekonomi relatif baik.
Selain itu, pemerintah telah merencanakan pemberian insentif
bagi kegiatan investasi dalam bentuk penangguhan pajak untuk
jangka waktu tertentu (tax holiday). Kegiatan investasi yang layak
mendapat tax holiday harus memenuhi berbagai kriteria yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Kinerja sektor PHR pada tahun 2011 tumbuh meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini sejalan
dengan membaiknya kinerja sektor tradables terutama sektor
industri pengolahan, serta aktivitas domestik yang masih baik.
Selain itu, kinerja impor pada tahun 2011 masih tumbuh tinggi
sehingga menambah jumlah barang yang diperdagangkan.
Hal ini didukung pula oleh terjaganya daya beli masyarakat.
Pertumbuhan sektor PHR pada tahun 2012 diperkirakan
masih cukup tinggi. Pertumbuhan yang tinggi tersebut didukung
oleh permintaan domestik yang relatif masih kuat, impor dan
sektor industri pengolahan yang tumbuh relatif tinggi. Tingginya
pertumbuhan PHR diperkirakan juga terkait dengan pengalihan
pasar internasional. Kondisi perekonomian global yang masih
lemah membuat para eksportir mengalihkan produknya dari pasar
internasional ke pasar domestik.
Sektor pengangkutan dan komunikasi masih berada
pada level yang tinggi. Subsektor pengangkutan di tahun
2011 mengalami perlambatan yang terutama disebabkan oleh
menurunnya subsektor pengangkutan rel terkait menurunnya
jumlah angkutan barang, kebijakan pembatasan penumpang
kereta api, dan penghentian sementara beberapa perjalanan
Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek pada pertengahan triwulan IV-2011. Sementara itu,
subsektor pengangkutan udara masih tumbuh tinggi, tercermin dari pertumbuhan jumlah
penumpang. Subsektor komunikasi masih tumbuh tinggi, ditopang oleh meningkatnya
komunikasi data/internet, sementara komunikasi seluler termoderasi. Pada tahun 2012
sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tumbuh sebesar cukup tinggi.
Dari sisi sumber pertumbuhan, dominasi subsektor komunikasi terlihat dalam tren menurun
meski tetap tinggi, seiring dengan meningkatnya peran subsektor pengangkutan (Grafik
2.5).
Sektor pertanian pada 2011 diperkirakan tumbuh sedikit membaik dibandingkan
tahun sebelumnya. Hal ini terutama didukung oleh membaiknya subsektor perkebunan
dan perikanan, seiring dengan cuaca yang cenderung normal. Kinerja subsektor perkebunan
menunjukkan peningkatan terutama pada triwulan IV-2011. Sementara, kinerja subsektor
tanaman bahan makanan (tabama) mengalami penurunan karena penurunan luas
Grafik 2.4
Pertumbuhan Sektor PHR dan Impor
Grafik 2.5
Penumpang Angkutan Udara, Kargo, dan Pelanggan Seluler
���������
�����
����
����
����
����
����
�����
����
����
���
�����
�����
������� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ��
��������������������
��������
������������
��������������������������������������������������������
� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � ���� �� � � � � � � � � ����
���
�
��
��
��
��
���
���
�
��
��
��������������
������������������������ ���������������������������������������������������������� ��������������������������������
������������
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
11Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
lahan, serangan hama yang meningkat, dan kendala penyaluran bantuan pupuk. Di
tahun 2012, pertumbuhan sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh stabil dengan
mempertimbangkan beberapa program yang sudah disiapkan oleh pemerintah dalam
mengantisipasi perubahan iklim. Sulitnya memprediksi kondisi iklim dan dalam rangka
mencapai ketahanan pangan nasional diantisipasi pemerintah dengan berupaya untuk terus
meningkatkan produktivitas pertanian melalui berbagai program. Gerakan Peningkatan
Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) diharapkan mampu mendorong produksi
pangan. Dalam program ini petani akan berpartisipasi dalam bentuk penyediaan lahan
dan menggarapnya, sementara pihak korporasi, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), berperan dalam pendampingan dan penyediaan modal untuk mengolah lahan
seperti benih, pupuk dan pestisida. Pada tahun 2011 program ini dilaksanakan untuk 3
komoditas yaitu padi, jagung, dan kedelai. Program ini rencananya akan dilanjutkan pada
tahun 2012. Program lain yang akan dilakukan pemerintah di bidang pertanian yaitu
program pemulihan kesuburan lahan sawah berkelanjutan.
Untuk keseluruhan tahun 2011, kinerja sektor bangunan diperkirakan tumbuh lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Lebih rendahnya pertumbuhan sektor ini
antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya realisasi pengeluaran Pemerintah dibanding
historisnya terkait kendala pembebasan lahan. Namun demikian, pertumbuhannya masih
relatif tinggi karena dukungan dari investasi swasta. Masih tingginya kinerja sektor
bangunan sejalan dengan investasi yang masih tumbuh tinggi dan meningkatnya aktivitas
konstruksi. Hal tersebut tercermin dari indikator penjualan semen, impor bahan bangunan,
dan penjualan alat berat untuk kegiatan konstruksi yang stabil sampai dengan Oktober
2011. Kegiatan di sektor bangunan pada tahun 2012 diperkirakan akan lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seiring dengan perkembangan ekonomi domestik
yang terus membaik dan pergerakan suku bunga yang diperkirakan akan menurun,
kegiatan konstruksi, seperti pembangunan properti, pabrik dan infrastruktur akan lebih
menggeliat. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, pemerintah akan memberikan
jaminan berlapis melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) serta dukungan APBN
agar semua proyek berjalan lebih lancar.
Pertumbuhan ekonomi sektoral di tahun 2013 secara umum akan membaik, terkait
pemulihan perekonomian global di tahun 2013. Pada tahun 2013 kinerja berbagai
sektor dalam perekonomian diperkirakan akan lebih baik dari tahun 2012. Dari sisi sumber
pertumbuhan, motor pergerakan ekonomi diperkirakan masih tetap bertumpu pada sektor
industri pengolahan, PHR serta pengangkutan dan komunikasi. Selain sektor-sektor utama
tersebut, sektor lain yang diperkirakan akan tumbuh tinggi adalah sektor bangunan, seiring
dengan realisasi berbagai kebijakan pemerintah yang akan mendorong berbagai proyek
pembangunan infrastruktur berjalan lancar.
PROSPEK INFLASI
Inflasi tahun 2011 diperkirakan akan bias ke bawah dari rentang sasaran inflasi
sebesar 5% ± 1%. Dengan realisasi inflasi ytd sampai dengan November 2011 sebesar
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
12 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
3,20%, lanjutan tekanan inflasi ke depan terkait hari raya Natal pada akhir tahun
diperkirakan relatif moderat. Memasuki 2012, inflasi diperkirakan berada di dalam kisaran
sasaran inflasi BI sebesar 4,5% + 1%. Tekanan inflasi yang berasal dari sisi eksternal
diperkirakan mereda seiring dengan perlambatan ekonomi dunia dan turunnya harga-
harga komoditas internasional, termasuk harga minyak. Di sisi lain, dengan nilai tukar
yang diperkirakan relatif stabil, imported inflation diperkirakan cenderung turun. Selain
itu, ekspektasi inflasi juga diperkirakan membaik. Di sisi domestik, tekanan inflasi dari sisi
permintaan diperkirakan relatif moderat seiring dengan masih cenderung meningkatnya
pertumbuhan investasi ditengah lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu
dari sisi volatile food, inflasi diperkirakan relatif rendah meski lebih tinggi dari inflasi volatile
food di 2011. Rendahnya inflasi volatile food di 2012 diperkirakan didukung oleh kecukupan
sisi pasokan , baik melalui produksi maupun impor. Inflasi adminisitered prices diperkirakan
sedikit lebih tinggi dari rata-rata historisnya sejalan dengan rencana Pemerintah untuk
menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 10% pada bulan April 2012. Namun demikian,
perkiraan inflasi tersebut masih dibayangi oleh beberapa faktor ketidakpastian terutama
yang berasal dari kenaikan strategic administered prices, terutama
dalam bentuk pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.
Pada tahun 2013, sejalan dengan membaiknya perekonomian
dunia yang iikuti dengan kenaikan harga-harga komoditas,
inflasi diperkirakan berada dalam rentang sasaran inflasi sebesar
4,5% + 1%. Peningkatan inflasi terutama berasal dari inflasi inti
seiring dengan meningkatnya harga komoditas internasional dan
permintaan domestik. Inflasi volatile food diperkirakan sedikit
meningkat sejalan dengan harga komoditas pangan yang cenderung
meningkat. Adapun inflasi administered prices diperkirakan relatif
rendah seiring dengan belum adanya kebijakan pemerintah untuk
menaikkan harga barang/jasa yang bersifat strategis di 2013.
Tekanan inflasi inti tahun 2012 secara umum diprakirakan
akan cenderung turun. Turunnya tekanan inflasi inti sejalan
dengan penurunan pertumbuhan ekonomi global dan harga
komoditas. Harga komoditas di 2012 secara rata-rata diperkirakan
lebih rendah dari tahun 2011. Selain itu, harga emas internasional
yang cenderung menurun dalam beberapa bulan terakhir
diperkirakan masih akan terus berlanjut sehingga tekanan inflasi
inti dari harga emas diperkirakan mereda. Penurunan inflasi dari sisi
eksternal diprakirakan juga akan berasal dari cenderung turunnya
biaya pengiriman (freight cost) sejalan dengan harga minyak yang
cenderung turun. Selain itu, dengan stabilitas nilai tukar yang
terjaga, tekanan imported inflation diperkirakan relatif moderat.
Dari sisi domestik, permintaan diperkirakan masih akan meningkat,
meski lebih moderat. Namun demikian, peningkatan permintaan
dapat diimbangi oleh sisi penawaran melalui peningkatan utilisasi
kapasitas dan investasi baru sehingga tekanan inflasi dari sisi
Grafik 2.6
Ekspektasi Inflasi Pedagang – SPE BI
�
�
��
��
��
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
�����������������������������������
������������������������������������������
������������������������������������������
������ ������
� � � � � � � �� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ���������� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�����
Grafik 2.7
Ekspektasi Inflasi Konsumen – SK BI
������ ������
���
���
���
���
���
���
���
���
���
�
�
��
��
��
� � � � � � � �� � � � � � � � �������� � � � � �� � �������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ���������� ���� ���� ���� ���� ���� ����
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
�����
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
13Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
permintaan relatif moderat, sebagaimana terlihat dari utilisasi kapasitas yang masih
memadai. Selain itu, meski kenaikan UMP di 2012 diperkirakan cukup tinggi, namun
dampaknya terhadap kenaikan harga diperkirakan minimal. Hal tersebut dikarenakan
kenaikan upah umumnya diikuti oleh kenaikan efisiensi dan produktivitas. Terjaganya inflasi
dalam beberapa periode terakhir serta relatif stabilnya nilai tukar mendorong perbaikan
ekspektasi inflasi.
Dari sisi inflasi volatile foods, peningkatan harga bahan makanan di tahun 2012
diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2011. Perkiraan lebih tingginya inflasi harga bahan
makanan di tahun 2012 adalah berdasarkan beberapa faktor, seperti harga beras yang
diperkirakan masih akan cenderung tinggi karena kebijakan harga di sejumlah negara
produsen, ditengah peningkatan produksi domestik yang cenderung terbatas. Selain itu,
tindak lanjut dari UU No.13/2010 tentang hortikultura dalam bentuk Peraturan Menteri
yang mengatur mekanisme impor produk hortikultura berpotensi akan mengurangi
kecepatan koreksi harga yang tajam pada produk aneka bumbu sebagaimana yang
terjadi selama ini. Namun, beberapa faktor-faktor eksternal dan domestik diperkirakan
masih cukup kondusif bagi perkembangan inflasi kelompok pangan. Dari sisi eksternal,
penurunan harga komoditas pangan global diperkirakan masih terus berlanjut. Dari
sisi domestik, pembangunan infrastruktur pertanian dan peningkatan keterhubungan
antar wilayah diperkirakan dapat membatasi inflasi volatile food. Dalam rangka menjaga
kestabilan harga pangan, pemerintah telah menambah anggaran ketahanan pangan yang
meningkat sebesar lebih dari 20% di RAPBN 2012.
Selain penyesuaian TTL, di sisi harga barang dan jasa yang diatur oleh Pemerintah,
di tahun 2012 belum terdapat rencana penyesuaian yang signifikan. Inflasi
administered di tahun 2012 diperkirakan sedikit meningkat. Hal tersebut terutama terkait
dengan kenaikan tarif tenaga listrik yang rencananya dilaksanakan pada bulan April.
Berdasarkan perhitungan, rencana penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada tahun 2012
diperkirakan akan memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang tidak terlalu
besar terhadap peningkatan inflasi. Namun demikian, dengan terlewatinya kuota BBM
bersubsidi di tahun 2011 serta semakin terbatasnya jatah BBM bersubsidi di 2012, terdapat
risiko inflasi menjadi lebih tinggi dari yang diperkirakan apabila Pemerintah memutuskan
untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi.
Sejalan dengan membaiknya perekonomian dunia yang iikuti dengan kenaikan harga-harga
komoditas, inflasi tahun 2013 diperkirakan meningkat namun masih dalam rentang
sasaran inflasi 4,5% + 1%. Peningkatan inflasi terutama berasal dari inflasi inti seiring
dengan meningkatnya harga komoditas internasional dan permintaan domestik. Inflasi
volatile food diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan harga komoditas pangan yang
cenderung meningkat. Adapun inflasi administered prices diperkirakan relatif rendah seiring
dengan perkiraan tidak adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga barang/jasa
yang bersifat strategis di 2013.
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
14 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
FAKTOR RISIKO
Prakiraan makroekonomi tahun 2011 sampai dengan 2013 disertai
dengan berbagai faktor ketidakpastian yang berasal dari sisi
domestik maupun eksternal. Dari sisi domestik, risiko bersumber
dari kemungkinan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa yang
diatur pemerintah, terutama dalam bentuk pembatasan konsumsi
BBM bersubsidi sehingga dapat mendorong inflasi yang lebih
tinggi. Sementara dari sisi eksternal, apabila perekonomian global
mengalami perlambatan yang lebih dalam berupa penurunan
pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas, prospek
pertumbuhan ekonomi dapat terkoreksi ke bawah.Grafik 2.8
Fan Chart Proyeksi Inflasi Tahun 2011-2013
�
�
�
�
������� ������� ��������������
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
3. Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Indikasi perlambatan ekonomi dunia semakin menguat. Berlanjutnya krisis utang
yang membelit perekonomian di kawasan Eropa dan permasalahan fiskal di Amerika Serikat
(AS) menimbulkan gejolak di pasar keuangan global. Permintaan domestik di negara maju
mengalami tekanan sehingga berdampak pada melambatnya aktivitas perdagangan dunia.
Di kawasan Asia, kondisi ekonomi secara umum masih positif meski terdapat potensi
perlambatan akibat menurunnya kinerja eksternal. Melambatnya ekonomi dunia serta mulai
turunnya harga komoditas internasional mengakibatkan tekanan inflasi mulai mereda.
Seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, laju pengetatan kebijakan
moneter di negara berkembang mulai tertahan dengan kecenderungan longgar, sementara
kebijakan moneter di negara maju masih cenderung akomodatif untuk menopang aktivitas
perekonomian.
Kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2011 masih tetap kuat di tengah
menguatnya indikasi perlambatan ekonomi global. Ekspor diprakirakan masih akan
tumbuh tinggi diikuti oleh konsumsi yang tetap kuat. Sebagai respons masih kuatnya kinerja
ekspor dan konsumsi, investasi juga sedikit meningkat. Sejalan dengan masih kuatnya
kegiatan ekspor, impor juga tumbuh tinggi untuk menopang aktivitas perekonomian. Seiring
dengan meningkatnya risiko global, rupiah mengalami depresiasi selama triwulan IV 2011,
sejalan dengan tren pergerakan mata uang mayoritas negara kawasan.
Pergerakan harga barang dan jasa secara umum sepanjang tahun 2011 berada
dalam tren menurun. Pencapaian inflasi yang rendah itu didorong oleh seluruh komponen
IHK, terutama kelompok volatile food dan inti. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari
upaya Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan pergerakan harga barang dan
jasa secara umum. Bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang telah
ditempuh oleh Bank Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah dapat
menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan
tetap terkendali dan bias ke bawah dalam kisaran target yang ditetapkan sebesar 5%±1%
di tahun 2011.
Di pasar keuangan, suku bunga PUAB cenderung menurun sejalan dengan kebijakan
Bank Indonesia melebarkan koridor bawah PUAB O/N. Suku bunga deposito dan kredit
juga cenderung menurun, sementara kredit masih tetap tumbuh tinggi, terutama kredit
investasi. Di pasar saham dan SBN, investor asing terlihat melakukan aksi jual terhadap
portofolionya akibat sentimen negatif yang dipicu oleh krisis global.
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perkembangan terkini dari berbagai kawasan memperkuat indikasi perlambatan
ekonomi global. Permintaan domestik di negara maju tertekan akibat tingginya
pengangguran dan lemahnya konsumsi. Hal tersebut berdampak pada aktivitas perdagangan
dunia yang melambat. Penyelesaian krisis Eropa yang berlarut-larut dan kekhawatiran
terulangnya krisis perbankan global memicu gejolak dan volatilitas di pasar keuangan
global terutama pada semester kedua tahun 2011. Perilaku risk aversion investor juga
memengaruhi pasar komoditas internasional dan menahan kenaikan harga komoditas lebih
lanjut. Respons kebijakan moneter di negara maju selama tahun 2011 diperkirakan masih
akomodatif disertai injeksi likuiditas dan pembelian surat utang pemerintah. Sementara
kebijakan negara berkembang masih bias ketat meski dengan kecenderungan longgar
mengantisipasi lemahnya ekonomi dunia.
Kinerja ekonomi AS mengindikasikan perlambatan. Perekonomian AS mengalami
perlambatan sepanjang tahun 2011 dan diprakirakan tumbuh 1,7% (yoy) setelah
mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,0% (yoy) pada tahun 2010.
Angka pengangguran yang tetap tinggi dan keyakinan konsumen
yang lemah cenderung menghambat laju konsumsi rumah tangga.
Sementara itu, laju aktivitas sektor produksi terindikasi melambat
menjelang semester kedua tahun 2011 yang ditandai dengan
turunnya laju penyerapan tenaga kerja (non farm payrolls) dan
indeks Purchasing Manager Index (PMI). Produksi industri pengolahan
sepanjang tahun 2011 diperkirakan tumbuh sebesar 4,0% (yoy) lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,3% (yoy).
Di sisi lain, ruang stimulus fiskal semakin terbatas sejalan dengan
upaya penghematan fiskal yang harus dilakukan Pemerintahan AS
untuk menahan defisit dan utang Pemerintah.
Ekonomi Jerman masih menjadi motor utama perekonomian
kawasan Eropa di tengah krisis utang dan pengetatan belanja
fiskal yang melanda kawasan tersebut. Kinerja ekonomi
negara-negara di Eropa melambat yang tercermin dari perkiraan
pertumbuhan ekonomi zona Eropa tahun 2011 sebesar 1,6%
(yoy) setelah tumbuh 3,0% (yoy) pada tahun 2010. Perekonomian
Jerman diperkirakan tumbuh sebesar 2,9% (yoy) pada tahun 2011.
Sementara negara-negara Eropa lainnya seperti Yunani, Portugal,
Spanyol mengindikasikan pelemahan seiring dengan penghematan
fiskal yang menekan konsumsi rumah tangga. Menurunnya
konsumsi rumah tangga terlihat dari tren pelemahan keyakinan
konsumen seiring dengan masih tingginya angka pengangguran. Di
sisi lain, sektor industri yang merupakan penopang ekonomi Eropa
mengalami kontraksi yang tercermin dari komposit PMI (manufaktur
dan jasa) yang berada di bawah angka 50 pada semester kedua
tahun 2011.
Grafik 3.1
Nonfarm Payrolls dan Pengangguran AS
Grafik 3.2
Indeks PMI AS
�����
����
���
���
���
���
���
���
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
������������������������������������������������������
��������������
���
���
���
���
�
����
����
����
�����
�����
�����������������
������������������
���
��
�����
��
��
��
��
��
��
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
������
��������������������������
����
����
���
����
����
�
�����������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
16
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perekonomian kawasan Asia masih positif walaupun dibayangi
menurunnya kinerja eksternal. Masih tingginya harga komoditas
global dan perdagangan intra regional Asia berdampak positif pada
perkembangan sektor industri dan ekspor kawasan Asia. Namun,
seiring dengan melambatnya permintaan dunia dan ketidakpastian
outlook ekonomi dunia menjelang paruh kedua tahun 2011 berakibat
cukup signifikan pada kinerja ekspor negara kawasan Asia. Penurunan
kinerja ekspor terlihat hampir di sebagian besar negara Asia (Grafik
3.4). Di sisi lain, sisi konsumsi rumah tangga di kawasan Asia lainnya
relatif masih stabil tercermin dari positifnya pertumbuhan penjualan
eceran dan masih tingginya keyakinan konsumen.
Memasuki semester dua tahun 2011, kenaikan harga komoditas
internasional tertahan. Hal tersebut sejalan dengan mulai
meredupnya prospek perekonomian dunia. Hingga November 2011,
Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) telah tumbuh
sebesar 19,1% (yoy) dan diperkirakan akan tumbuh lebih rendah
untuk keseluruhan tahun 2011. Sementara itu, harga komoditas
internasional mulai mengalami penurunan menjelang paruh kedua
tahun 2011 yang terkonfirmasi dari turunnya indeks harga komoditas
IMF. Indeks harga komoditas IMF Oktober 2011 tumbuh sebesar
30,2% (yoy) atau menurun 3,0% (mtm). Penurunan indeks tersebut
disumbang oleh penurunan harga non migas sebesar 7,4% (mtm),
sementara komoditas migas hanya turun sebesar 0,6% (mtm).
Selain itu, harga minyak juga berada dalam tren yang menurun
sebagai imbas dari pasar keuangan global yang bearish dan sentimen
perlambatan ekonomi dunia.
Sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia, tekanan inflasi
global mulai melambat meskipun masih dalam level yang relatif
tinggi. Sampai dengan Oktober 2011, tekanan inflasi global mulai
mengalami perlambatan. Tekanan inflasi mulai mereda seiring dengan
mulai melambatnya aktivitas perekonomian dunia disertai mulai turunnya harga komoditas
internasional. Di kawasan Asia, perlambatan inflasi terjadi di Vietnam, India, Indonesia, China,
dan Singapura seiring dengan meredanya kenaikan harga komoditas internasional. Namun,
tekanan inflasi di negara-negara maju masih tinggi terkecuali di Jepang.
Respons kebijakan moneter negara maju masih cenderung akomodatif disertai
dengan upaya pembelian surat-surat berharga, sementara stance kebijakan moneter
negara berkembang mulai beralih ke kebijakan longgar. Prospek ekonomi yang masih
cukup baik di tengah tingginya tekanan inflasi pada awal tahun mendorong beberapa
bank sentral menaikkan suku bunga. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan krisis
Eropa yang disertai dengan memudarnya momentum pemulihan ekonomi dunia, maka
respons bank sentral dunia beralih ke kebijakan longgar disertai dengan berbagai kebijakan
Grafik 3.4
Kinerja Ekspor Negara Asia
Grafik 3.3
Survei Keyakinan Konsumen di Eropa
��
��
��
��
��
��
���
���
���
���
��������
��������������������������
�������
�����
�����������
��������
������
��������
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
��������������
�����
�����
��������
��������
���
���
���
���
�
��
��
��
��
���
���
���
�
��
��
�������
�����������������
��������������� ����������������
���������
�����
�����
���������
���������
�����
�����������
��������
��
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ���� ���� ���� ���� ����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
lainnya untuk meredakan gejolak di pasar keuangan terutama pada akhir tahun 2011. Di
samping itu beberapa bank sentral seperti Turki, China, dan Vietnam menurunkan reserve
requirement untuk menjamin tersedianya likuiditas di sistem perbankan. Bank sentral negara
maju seperti AS, Inggris, dan Jepang juga meningkatkan jumlah pembelian surat-surat
berharga (quantitative easing) untuk menjaga suku bunga kredit dan likuiditas di perbankan.
Pemerintah Jepang dan bank sentral Swiss juga secara aktif melakukan intervensi di pasar
mata uang untuk meredam aksi spekulasi yang berakibat pada apresiasi mata uangnya.
Sementara bank sentral di Asia seperti Thailand menurunkan suku bunganya seiring dengan
memburuknya prospek ekonomi dunia dan upaya mendukung pemulihan ekonomi pasca
banjir. Bank sentral Singapura juga menahan apresiasi dolar Singapura untuk mendukung
kinerja ekspor.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh stabil pada triwulan IV 2011 (Tabel
3.1). Motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi berasal dari ekspor dan konsumsi
rumah tangga. Seluruh komponen permintaan diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya kecuali ekspor dan impor. Penguatan keyakinan konsumen yang disertai
dengan tren peningkatan konsumsi pada akhir tahun diperkirakan akan mendorong konsumsi
rumah tangga tumbuh lebih tinggi. Namun, terdapat risiko pertumbuhan konsumsi rumah
tangga yang lebih rendah terkait dengan masih terbatasnya peningkatan daya beli masyarakat
berpenghasilan rendah serta penurunan indeks penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja
saat ini (Survei Konsumen BI November 2011). Sementara itu, realisasi belanja Pemerintah
pada akhir tahun 2011 diprakirakan tumbuh tinggi. Sejalan dengan optimisme pelaku usaha,
pertumbuhan investasi baik di sektor bangunan dan non bangunan diperkirakan terus
berlanjut. Di sisi eksternal, meningkatnya risiko ketidakpastian global yang menurunkan daya
serap negara mitra dagang utama diperkirakan mulai berdampak pada kinerja ekspor yang
pada gilirannya diperkirakan akan menyebabkan melambatnya pertumbuhan impor.
Indikator
Tabel 3.1
Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Permintaan
* Proyeksi Bank Indonesia
Konsumsi Rumah Tangga 4,6 4,5 4,6 4,8 4,9 4,7
Konsumsi Pemerintah 0,3 2,8 4,5 2,5 6,9 4,5
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 8,5 7,3 9,4 7,1 7,2 7,7
Ekspor Barang dan Jasa 14,9 12,5 17,5 18,5 17,3 16,5
Impor Barang dan Jasa 17,3 14,4 15,3 14,2 14,1 14,5
PDB 6,1 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5
2010I II III* IV*
20112011*
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
18
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 terus mengalami
penguatan ditopang oleh kontribusi kinerja ekspor dan permintaan domestik.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diprakirakan mencapai sekitar 6,5% (yoy), meningkat
dari 6,1% (yoy) pada tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama disumbang dari
kenaikan ekspor sejalan dengan masih terbatasnya dampak perlambatan ekonomi global
disusul oleh pertumbuhan konsumsi yang didukung oleh membaiknya daya beli dan
penyerapan belanja Pemerintah. Sementara itu, investasi mengalami perlambatan terutama
akibat masih rendahnya dukungan infrastruktur dan ketidakpastian perekonomian global
yang menyebabkan surutnya optimisme pelaku usaha terutama pada paruh kedua tahun
2011. Konsumsi rumah tangga tumbuh relatif stabil didukung oleh keyakinan konsumen
yang terjaga sepanjang tahun, perbaikan kesejahteraan, meningkatnya peran sektor
formal, dan terjaganya daya beli masyarakat menengah atas. Di sisi permintaan eksternal,
kinerja ekspor selama tahun 2011 mengalami peningkatan meskipun pada triwulan akhir
pertumbuhannya melambat akibat risiko dari perekonomian negara tujuan utama ekspor
khususnya Amerika dan Eropa. Dengan permintaan domestik yang kuat serta pertumbuhan
ekspor yang masih tinggi, impor diperkirakan masih tumbuh tinggi namun melambat akibat
menurunnya akselerasi investasi.
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh sebesar 4,9% (yoy) pada triwulan
IV 2011 dan 4,7% (yoy) untuk keseluruhan tahun 2011. Sampai dengan triwulan
III 2011 konsumsi rumah tangga tumbuh rata-rata 4,6%, relatif stabil dari tahun 2010
namun tetap lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan tahun 2001-2010 sebesar 4,3%.
Menurut komponennya, konsumsi bukan makanan tumbuh sedikit lebih tinggi di atas 5%
dibandingkan dengan konsumsi makanan yang cenderung tumbuh stabil di bawah angka
4%. Selain itu, pertumbuhan konsumsi barang domestik oleh rumah tangga juga didominasi
oleh konsumsi bukan makanan dengan porsi yang terus bertambah mencapai 55,2% pada
triwulan III 2011. Peningkatan keyakinan konsumen dan perbaikan daya beli kelompok
konsumen menengah ke atas yang ditunjukkan oleh indikator meningkatnya suku bunga riil
deposito dan terjaganya profit margin mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga
pada triwulan laporan. Dukungan kredit konsumsi riil yang terus meningkat diprakirakan
menambah akselerasi konsumsi rumah tangga. Realisasi penjualan eceran juga meningkat
sejalan dengan impor barang konsumsi yang terus meningkat sampai dengan Oktober 2011.
Namun, terdapat beberapa indikator yang berpotensi menahan pertumbuhan konsumsi
pada triwulan terakhir tahun 2011 yaitu terbatasnya kenaikan upah sektoral buruh dan Nilai
Tukar Petani (NTP), sedikit menurunnya indeks pendapatan saat ini indeks lapangan kerja
saat ini, serta indeks ekspektasi lapangan kerja. Risiko juga mungkin timbul dari perlambatan
penjualan kendaraan bermotor akibat berlanjutnya kendala pasokan.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama tahun 2011 didukung oleh menguatnya
keyakinan konsumen. Berdasarkan Survei Konsumen BI (SK BI), keyakinan konsumen terus
mengalami penguatan sepanjang tahun, bahkan pada Oktober 2011 mencapai level tertinggi
sejak tahun 2009 dengan indeks sebesar 116,1 (Grafik 3.5). Perbaikan optimisme terutama
terjadi pada komponen keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini, sementara ekspektasi
terhadap perekonomian enam bulan mendatang juga terus meningkat. Peningkatan konsumsi
rumah tangga juga didukung oleh nilai tukar yang terjaga walaupun sedikit melemah pada
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
akhir triwulan III 2011 sehingga mendorong impor barang konsumsi,
baik makanan maupun non makanan. Akselerasi konsumsi rumah
tangga pada tahun 2011 sejalan dengan masih positifnya indikator
dini konsumsi. Penjualan mobil dan motor pada tahun 2011 masih
tumbuh tinggi sebesar rata-rata 20,68% dan 13,27%. Namun, pada
triwulan II dan awal triwulan IV 2011 penjualan mobil mengalami
perlambatan akibat gangguan pasokan terkait terjadinya bencana
tsunami di Jepang dan banjir besar di Thailand. Sementara penjualan
sepeda motor sempat mengalami perlambatan pada Juli-Agustus
2011 akibat terhambatnya rantai pasokan selama libur hari raya
keagamaan. Di sisi lain, penjualan eceran terus menunjukkan
peningkatan sejak awal tahun terutama disumbang oleh penjualan
bahan makan serta pakaian dan perlengkapan (Grafik 3.6).
Kinerja investasi diprakirakan masih terakselerasi pada
triwulan IV 2011. Akselerasi investasi didukung oleh optimisme
pelaku usaha dimana hasil Survei Keyakinan Dunia Usaha BI (SKDU BI)
memprakirakan nilai investasi terus meningkat pada semester II 2011
(Grafik 3.7). Pertumbuhan investasi ditopang baik oleh pertumbuhan
investasi bangunan maupun non bangunan. Investasi bangunan
diprakirakan tumbuh sejalan dengan indikator penjualan semen
dan impor bahan bangunan yang meningkat pada Oktober 2011
(Grafik 3.8). Sementara investasi non bangunan diprakirakan tumbuh
meningkat merespons tetap tingginya konsumsi rumah tangga dan
masih terbatasnya dampak perlambatan ekonomi global terhadap
kinerja ekspor. Sumber pembiayaan investasi masih didominasi oleh
modal sendiri dan penyisihan laba (65,2%), kredit modal kerja dan
investasi (11,0%), dan pemerintah (8,6%), disamping pasar modal
dan dana asing. Dukungan pendanaan investasi masih baik antara
lain ditunjukkan oleh data realisasi penanaman modal BKPM hingga
triwulan III 2011 yang masih tumbuh cukup tinggi.
Setelah tumbuh tinggi pada tahun 2010 sebesar 8,5% (yoy), pertumbuhan investasi
tahun 2011 diprakirakan sedikit melambat yaitu sebesar 7,7% (yoy). Kinerja investasi
sempat menguat pada triwulan II namun kembali melambat pada triwulan III dan diprakirakan
berlanjut sampai dengan akhir tahun 2011. Sumber pertumbuhan investasi tahun 2011
masih didominasi oleh bangunan yang disusul oleh mesin, alat angkut, dan lainnya. Apabila
dilihat dari komponennya, investasi bangunan tumbuh stabil namun masih di bawah rata-rata
pertumbuhan tahun 2001-2010. Pertumbuhan mesin meskipun melambat namun masih
tercatat tinggi melampaui rata-rata historisnya. Sedangkan investasi alat angkut mengalami
dinamika perlambatan pada triwulan I dan III dibandingkan dengan historisnya. Sementara
itu, kinerja positif konsumsi dan ekspor hingga triwulan III 2011 mendorong kenaikan
kapasitas terpakai dan selanjutnya pertumbuhan investasi. Selain itu, apresiasi nilai tukar
yang terjadi hampir sepanjang tahun juga turut mendukung naiknya impor barang modal
guna menambah kapasitas produksi.
Grafik 3.5
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
Grafik 3.6
Indeks Penjualan Eceran
��
��
��
��
���
���
���
���
���
�������
����������
����������
�������������������������������������
����������������������� ��������������������������� �������������������������
� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � ��������� ���� ����
���
���
�
��
��
��
��
��
���
���
�
��
��
��
��
���
���
���
� � � � � �� � � � � � �� � � � � ����� ���� ����
����������������������������������������������������������������
�����������������������������������������������
����� �����
������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
20
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Secara tahunan, konsumsi pemerintah selama tahun 2011
tumbuh lebih baik namun realisasi investasi pemerintah
tumbuh lebih rendah. Realisasi belanja pemerintah sampai
dengan Oktober 2011 relatif sama dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar 68% dari anggaran. Demikian pula realisasi
belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah juga tercatat relatif
stabil yaitu sebesar 67,7% dan 76,6% dari budgetnya. Komponen
konsumsi pemerintah direalisasikan dengan baik antara lain belanja
pegawai (79,8% dari budget), subsidi (77,7% dari budget) dan
pembayaran bunga (73,7% dari budget). Serapan belanja barang
tercatat masih lebih rendah yaitu hanya mencapai 50,9% dari budget.
Realisasi investasi pemerintah juga masih sangat rendah terindikasi
dari serapan belanja modal yang baru mencapai 38,4% hingga
Oktober 2011, lebih rendah dari daya serap anggaran periode sama
tahun lalu (58,3%).
Seiring dengan meluasnya dampak perlambatan perekonomian
global, kinerja ekspor pada triwulan IV 2011 berpotensi
tumbuh melambat. Hal tersebut diindikasikan oleh realisasi volume
perdagangan dunia hingga triwulan III 2011 yang terkoreksi turun
dan pada akhir tahun 2011 berpotensi bias ke bawah dari perkiraan
sebelumnya. Memasuki akhir tahun, dampak rambatan krisis
ekonomi Amerika dan Eropa pada kinerja ekspor diprakirakan masih
terbatas namun potensi meluasnya dampak moderasi perekonomian
tersebut dapat menekan pertumbuhan ekspor pada triwulan IV 2011.
Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan ekspor non migas
diprakirakan melambat sejalan dengan perlambatan ekspor industri
pada awal triwulan IV 2011 terutama pada komoditas CPO, tekstil,
dan produk kimia (Grafik 3.10). Sementara ekspor pertambangan
dan pertanian meningkat didukung oleh masih tingginya permintaan
ekspor batubara dan udang. Di sisi lain, kontraksi ekspor migas
akibat lifting minyak yang masih belum mencapai target karena
faktor penyusutan produksi tambang lama dan gangguan produksi
diperkirakan masih berlanjut sampai dengan akhir tahun. Pada tahun
2011, kinerja ekspor diprakirakan tumbuh menguat sebesar 16,5%
melebihi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 14,9% ditopang
oleh ekspor komoditas primer dan diversifikasi pasar ekspor ke negara
emerging countries.
Seiring dengan peningkatan konsumsi dan pulihnya
perekonomian Jepang, impor pada triwulan IV 2011 berpotensi
tumbuh meningkat. Kinerja impor masih tumbuh pada level
yang tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik.
Berdasarkan kelompok penggunaannya, impor bahan baku hingga
Grafik 3.8
Investasi Bangunan & Indikator
Grafik 3.7
Nilai Investasi (SKDU BI)
�����
����� �����
����������
�����
�����
�����
�����
�����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
��� ���� ��� ���� ��� ���� ��� ���� ��� ��������� ���� ���� ���� ����
������������������������������
�
�������������������������������������
������
������
������
����
�����
�����
�����
���
���
���
���
�
��
��
��
��
���
���
���
����������������������
�����������������������������������
�������������������
���������������������
������������������������
���������������������������������������
����� �����
���������������������������������������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ������� ���� ����
Grafik 3.9
Ekspor Riil Migas & Non Migas
���
���
���
�
��
��
��
��
���
���
�
��
��
���
� � � � � ������ ���� ���� ����
����� ������������� ���������������
�����
��
���
� � � � � �� � � � � � �� � � � � �
�����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
awal triwulan IV 2011 mencatat kenaikan tertinggi diikuti oleh
barang konsumsi. Kenaikan tersebut terutama pada bahan baku
untuk industri seperti bahan baku peralatan telekomunikasi serta
kendaraan penumpang. Peningkatan pertumbuhan komoditas-
komoditas tersebut terkait dengan masih kuatnya permintaan
domestik dan berangsur membaiknya kemampuan Jepang dalam
memproduksi komoditas alat angkut. Hal itu tercermin dari
pertumbuhan rata-rata nilai impor dari Jepang memasuki triwulan
akhir tahun 2011 yang tercatat meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Selain itu, meski bergerak moderat namun
berlanjutnya penguatan nilai tukar juga memberi dorongan pada
aktivitas impor. Untuk keseluruhan tahun 2011, impor masih tumbuh
pada level yang tinggi yaitu sebesar 14,5% namun lebih rendah dari
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 17,3%.
Operasi Keuangan Pemerintah
Realisasi APBN sampai dengan Oktober 2011 masih mencatat
surplus sebesar Rp4,8 triliun atau 0,1% dari PDB. Surplus tersebut
berasal dari penerimaan negara yang telah mencapai 76,8% dari
target APBNP 2011, sedangkan penyerapan belanja baru terealisasi
sebesar 67,7% dari target APBNP 2011. Kondisi tersebut sedikit
lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun 2010 yang juga mengalami surplus sebesar Rp21,4 triliun,
atau 0,3% dari PDB.
Membaiknya kondisi perekonomian domestik yang didukung
dengan penerapan beberapa kebijakan perpajakan serta
kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) berdampak
pada meningkatnya kinerja penerimaan negara. Dari sektor
perpajakan, sebagian besar komponen penerimaan mencatat
perbaikan. Dua sumber utama perpajakan, yaitu PPh dan PPN mengalami peningkatan kinerja
sejalan dengan membaiknya tingkat pendapatan masyarakat dan kenaikan harga rata-rata
ICP (Indonesia Crude Price)1. Selain itu, beberapa penerapan kebijakan perpajakan untuk
melanjutkan penggalian potensi perpajakan melalui program intensifikasi2 dan program
ekstensifikasi3 turut mendorong peningkatan kinerja penerimaan pajak. Peningkatan juga
terjadi pada pajak perdagangan internasional, yaitu Bea Masuk dan Bea Keluar seiring
dengan kenaikan realisasi impor dan kenaikan tarif bea keluar. Di sektor Cukai, kebijakan
untuk meningkatkan penerimaan dilakukan melalui kenaikan tarif cukai tembakau rata-rata
sebesar 5% sejak Januari 2011. Dari sektor nonpajak, kenaikan harga ICP mampu mendorong
1 Harga rata-rata ICP s.d. Oktober 2011 mencapai US$111,5/barel, lebih tinggi dari harga rata-rata ICP selama Januari-Oktober 2010 sebesar US$77,6/barel
2 program intensifikasi yang utamanya melakukan pemantapan dan penambahan profil wajib pajak (WP)3 program ekstensifikasi yang diprioritaskan untuk meningkatkan jumlah WP orang pribadi khususnya berbasis profesi, pemberi kerja,
feeding dari 1000 WP besar dan WPOPPT.
Grafik 3.10Ekspor Nonmigas
Grafik 3.11
Impor Riil Migas dan Non-Migas
��� ��
�����
�����
�����
����
���
���
����
�� ��
����
����
����
�����
�����
���
����
�� ��
����
����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ������� ���� ����
����������������� ������������ ������������ ������
���� ����
���
���
���
�
��
��
��
���
��
����
���
�
��
���
���
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� ����� ���� ���� ����
� � �
����� ������������� ���������������
�
����� �����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
22
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
peningkatan penerimaan SDA Migas terlepas dari lifting minyak yang menurun 4. Kenaikan
juga terjadi pada penerimaan Bagian Laba BUMN yang disebabkan oleh peningkatan laba
sejumlah perusahaan milik negara.
Di sisi lain, realisasi belanja barang, belanja modal, belanja lain dan bantuan
sosial mengalami perlambatan dibandingkan dengan realisasi 2 tahun terakhir.
Penyerapan belanja K/L sampai dengan Oktober 2011 tercatat masih rendah sehingga belanja
Pemerintah Pusat selama tahun 2011 diperkirakan hanya mencapai 95,0% dari APBNP.
Berbagai permasalahan administratif seperti proses lelang atau tender yang cukup panjang
dan penetapan APBNP yang relatif terlambat menjadi penghambat penyerapan belanja K/L.
Upaya untuk mempercepat pengadaan barang dan jasa sudah dilakukan oleh Pemerintah
melalui Perpres nomor 54 tahun 2010, namun hingga kini belum menunjukkan hasil yang
signifikan. Sementara itu APBNP, yang mengakomodir tambahan anggaran diantaranya untuk
program reward dan punishment belanja K/L dan untuk menampung berbagai program
atau kegiatan yang menjadi prioritas, baru disahkan pada 10 Agustus 2011 sehingga waktu
pencairan yang tersedia sangat terbatas. Sebaliknya beban fiskal dalam bentuk subsidi justru
meningkat signifikan, dan berpotensi melebihi pagu anggarannya di akhir tahun 2011,
terutama disebabkan oleh meningkatnya harga ICP dan adanya potensi volume konsumsi
BBM bersubsidi yang lebih tinggi dari alokasinya akibat kebijakan pembatasan BBM bersubsidi
bagi kendaraan pribadi yang tidak jadi dilakukan 5.
Sementara itu, pembiayaan fiskal melalui penerbitan SBN mampu mencapai targetnya
didukung oleh perekonomian domestik yang kondusif. Terjaganya risiko di pasar domestik
yang tercermin dari stabilnya nilai tukar Rupiah, rendahnya tingkat inflasi, meningkatnya
pertumbuhan ekonomi, serta relatif tingginya imbal hasil obligasi pemerintah berdampak
positif pada pembiayaan fiskal baik dari sisi volume maupun biaya. Di sisi volume, Pemerintah
memperoleh pembiayaan dari penerbitan SBN sekitar Rp204,5 triliun, atau 96,8% dari target
APBNP sampai dengan November 2011. Di sisi biaya, yield SBN mengalami tren penurunan
yang cukup signifikan sepanjang tahun 2011.
Penawaran Agregat
Kinerja sektoral pada triwulan IV 2011 diprakirakan masih kuat yang didorong
oleh permintaan domestik yang masih baik dan relatif masih terbatasnya dampak
perlambatan perekonomian AS dan Eropa (Tabel 3.2). Kinerja sektor tradables
diprakirakan masih tumbuh cukup tinggi terutama ditopang oleh sektor industri pengolahan.
Kinerja sektor nontradables juga diperkirakan tetap tumbuh tinggi, utamanya ditopang
oleh kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), sektor keuangan, persewaan,
jasa, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun, sejumlah risiko di beberapa sektor
dapat menghambat kinerja sektoral. Risiko tersebut diantaranya terlambatnya musim hujan
yang berpengaruh pada kinerja sektor pertanian, planned shutdown beberapa lapangan
4 Realisasi lifting minyak di tahun 2011 hanya mencapai 889,6 ribu barel/hari (periode s.d September 2011), atau menurun dari tahun 2010 yang mencapai 947,4 ribu barel/hari.
5 Dalam APBNP 2011, volume konsumsi BBM bersubsidi ditetapkan 40,5 juta kilo liter, lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi yang digunakan dalam APBN 2011 sebesar 38,6 juta kilo liter. Tambahan tersebut diperhitungkan dengan asumsi sudah dilaksanakannya kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
gas dan menurunnya produksi emas dan tembaga akibat pemogokan di Freeport pada
sektor pertambangan, gangguan pasokan komponen mobil akibat banjir di Thailand yang
berpengaruh terhadap kinerja sektor industri pengolahan, kebijakan pembatasan penumpang
kereta api pada subsektor angkutan rel, dan pada subsektor komunikasi terkait dihentikannya
layanan content provider. Di sisi lain, penyelenggaraan SEA Games pada November 2011 di
Jakarta dan Palembang berkontribusi positif pada sektor PHR. Secara umum, pertumbuhan
PDB sektoral tahun 2011 membaik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Hal tersebut didukung oleh aktivitas domestik yang membaik dan relatif masih terbatasnya
dampak perlambatan perekonomian dunia.
Sektor pertanian pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh melambat dari triwulan
sebelumnya. Melambatnya kinerja sektor pertanian utamanya disebabkan oleh menurunnya
kinerja subsektor tabama meskipun kinerja subsektor perkebunan dan perikanan masih baik.
Pada subsektor tabama, produksi padi tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM)
III 2011 BPS diprakirakan menurun sebesar 1,63% (yoy) yang disebabkan oleh penurunan
luas lahan dan produktivitas. Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan utamanya kelapa
sawit terindikasi meningkat kembali pada September 2011. Kinerja subsektor perikanan
diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada tahun 2011 didukung oleh cuaca yang normal serta
dijalankannya program minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dari sisi ekspor,
kinerja subsektor perikanan masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi hingga September
2011. Jika dibandingkan secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2011
sedikit membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terutama didukung
oleh membaiknya subsektor perkebunan dan perikanan seiring dengan kondisi cuaca yang
cenderung normal.
Sektor pertambangan pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rendahnya kinerja sektor
pertambangan terutama disebabkan oleh kinerja lifting migas yang masih dibawah target
meskipun kinerja pertambangan nonmigas (batu bara) membaik. Kinerja lifting migas yang
Indikator
Tabel 3.2
Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Penawaran
* Proyeksi Bank Indonesia
Pertanian 2,9 3,7 3,9 2,7 2,0 3,1
Pertambangan & Penggalian 3,5 4,2 0,8 0,3 0,4 1,4
Industri Pengolahan 4,5 5,0 6,1 6,6 6,4 6,1
Listrik, Gas & Air Bersih 5,3 4,3 3,9 5,2 5,1 4,6
Bangunan 7,0 5,3 7,6 6,4 6,5 6,4
Perdagangan, Hotel & Restoran 8,7 8,0 9,6 10,1 9,9 9,4
Pengangkutan & Komunikasi 13,5 13,7 10,7 9,5 10,2 10,9
Keuangan, Persewaan & Jasa 5,7 7,3 6,9 7,0 7,0 7,0
Jasa-jasa 6,0 7,0 5,7 7,8 7,0 6,9
PDB 6,1 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5
2010I II III* IV*
20112011*
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
24
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
menurun disebabkan oleh faktor penyusutan produksi tambang lama dan gangguan produksi.
Selain itu, terdapat planned shutdown pada beberapa lapangan gas. Di sisi lain, kinerja
subsektor nonmigas, khususnya batubara, masih tumbuh tinggi didukung oleh kondisi cuaca
yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, pemogokan karyawan yang
terjadi di PT.Freeport berpotensi menurunkan produksi tembaga dan emas.
Sektor industri pengolahan pada triwulan IV 2011 diprakirakan membaik
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut
terutama didukung oleh subsektor semen yang tumbuh tinggi, subsektor makanan dan
minuman serta subsektor tekstil dan logam yang tumbuh di atas rata-ratanya. Masih
tingginya pertumbuhan subsektor semen terkait aktivitas konstruksi yang meningkat,
sementara subsektor makanan dan minuman terkait dengan potensi membaiknya produksi
CPO. Namun, terdapat risiko pada produksi mobil dan produk elektronik akibat gangguan
pasokan komponen dari Thailand sehubungan dengan bencana banjir yang terjadi di
negara tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, sektor industri pengolahan tumbuh
meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan subsektor
alat angkut, mesin dan peralatannya, subsektor makanan dan minuman, serta subsektor
tekstil. Meningkatnya pertumbuhan pada subsektor tersebut terkait dengan masih baiknya
aktivitas domestik dan permintaan ekspor yang belum terlalu terpengaruh oleh melambatnya
perekonomian AS dan Eropa.
Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) pada triwulan IV 2011
diprakirakan tumbuh tinggi sesuai prakiraan. Hal tersebut terkait dengan masih tingginya
pertumbuhan sektor tradables, aktivitas domestik yang masih baik, serta masih terjaganya
impor. Masih baiknya aktivitas domestik tercermin dari indeks penjualan eceran yang tumbuh
tinggi hingga September 2011. Di samping itu, tingkat hunian hotel dan jumlah wisatawan
mancanegara juga menunjukkan kinerja yang relatif stabil hingga September 2011.
Penyelenggaraan SEA Games pada November 2011 di Jakarta dan Palembang diprakirakan
turut meningkatkan kegiatan di subsektor hotel dan restoran.
Kinerja sektor bangunan pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh sesuai dengan
prakiraan. Masih tingginya kinerja sektor bangunan sejalan dengan investasi yang masih
tumbuh tinggi dan meningkatnya aktivitas konstruksi. Hal tersebut tercermin dari stabilnya
indikator penjualan semen, impor bahan bangunan, dan penjualan alat berat untuk
kegiatan konstruksi pada Oktober 2011. Selain itu, pembangunan fasilitas untuk SEA Games
diperkirakan dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja sektor ini.
Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV 2011 diprakirakan masih
tumbuh tinggi meski melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kinerja pertumbuhan sektor ini masih ditopang oleh masih tingginya pertumbuhan subsektor
pengangkutan dan subsektor komunikasi meskipun termoderasi lebih cepat. Pertumbuhan
penumpang angkutan udara hingga Oktober 2011 dalam tren melambat meskipun masih
tumbuh tinggi. Pada subsektor komunikasi, pertumbuhan yang masih tinggi berasal dari bisnis
internet dan komunikasi data, sementara untuk penggunaan komunikasi seluler (suara dan
sms) diperkirakan akan relatif terbatas. Hal tersebut terindikasi dari pertumbuhan penggunaan
internet yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan komunikasi seluler.
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Pertumbuhan komunikasi data/internet yang tinggi tersebut dapat
menahan penurunan kinerja subsektor komunikasi akibat semakin
terbatasnya pertumbuhan jumlah pelanggan seluler.
Perekonomian Daerah
Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan IV 2011
diprakirakan masih tetap tinggi sejalan dengan prakiraan
pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk keseluruhan tahun 2011,
pertumbuhan ekonomi hampir di seluruh kawasan diprakirakan
lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 kecuali Kawasan
Timur Indonesia (KTI) yang mengalami sedikit perlambatan terkait
penurunan produksi migas (Kalimatan) dan tembaga (Balnustra).
Inflasi di sebagian besar daerah hingga akhir tahun diprakirakan masih
cenderung menurun. Namun, prospek ekonomi daerah ke depan
dibayangi oleh risiko penurunan kinerja ekspor akibat perlambatan ekonomi dunia (Grafik
3.12). Kekhawatiran terhadap penurunan permintaan ekspor akibat melemahnya ekonomi
negara-negara maju mulai dirasakan oleh beberapa pelaku usaha di daerah terutama untuk
pesanan barang tahun 2012. Sejauh ini pelaku usaha tetap optimis ekspor dapat mencapai
target hingga akhir tahun 2011.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)
Tekanan eksternal terus berlanjut pada triwulan IV 2011 sejalan dengan
ketidakpastian krisis yang terjadi di Eropa. Neraca transaksi modal dan finansial (TMF)
diprakirakan masih mengalami defisit pada triwulan laporan akibat masih berlangsungnya
aliran keluar dana asing jangka pendek meskipun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Di sisi
lain, aliran masuk dana asing jangka panjang (Foreign Direct Investment – FDI) masih lebih
besar sejalan dengan fundamental ekonomi domestik yang kuat sehingga menjadi salah
satu faktor positif yang menopang kinerja neraca TMF. Sementara itu, neraca transaksi
berjalan (TB) pada triwulan laporan juga diprakirakan akan mencatat defisit akibat akselerasi
impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju ekspor seiring dengan menguatnya
perekonomian domestik.
Kinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan akan mencatat defisit. Tekanan
impor berangsur melambat namun akselerasinya masih melebihi laju pertumbuhan ekspor.
Meningkatnya impor sejalan dengan kegiatan ekonomi yang masih kuat sehingga mendorong
impor non migas meningkat. Sementara itu, kinerja di sektor minyak membaik yang tercermin
dari defisit yang lebih rendah pada neraca migas. Neraca jasa dan neraca pendapatan
diprakirakan mengalami defisit sehingga turut menyebabkan memburuknya kinerja neraca
TB. Neraca jasa turut berkontribusi pada defisit akibat peningkatan pembayaran jasa freight
sejalan dengan kegiatan impor yang tinggi dan banyaknya wisatawan domestik yang
melakukan perjalanan ke luar negeri. Sementara besarnya pembayaran transfer pendapatan
dan imbal hasil investasi menyebabkan defisit pada neraca pendapatan.
Grafik 3.12
Volume Ekspor Manufaktur Jawa dan Jakarta
����
����
����
�
��
��
��
��������
��������������������������������������������������
������� ����
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ������� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � ����� ���� ���� ����
������������������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
26
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan masih
mencatat defisit pada triwulan IV 2011 meskipun diperkirakan
tidak sebesar triwulan lalu. Defisitnya kinerja neraca TMF
dipengaruhi oleh aliran keluar dana asing jangka pendek. Selain itu,
defisit TMF juga turut dipengaruhi oleh kelompok investasi lainnya
terutama akibat besarnya penempatan dana di luar negeri oleh
bank. Aliran keluar dana pada trade credit juga tercatat cukup besar
sejalan dengan meningkatnya pembiayaan untuk kegiatan impor.
Dari sisi pembiayaan kegiatan ekonomi, baik sektor publik maupun
sektor swasta mencatat penarikan utang luar negeri yang lebih
besar pada triwulan laporan dimana hal ini akan berdampak positif
bagi perekonomian. Sementara itu, kondisi fundamental ekonomi
yang tetap kondusif menopang aliran FDI. Besarnya aliran FDI pada
triwulan IV diprakirakan dapat memperbaiki struktur aliran modal
yang selama ini didominasi oleh aliran modal asing jangka pendek.
Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan ekspektasi
membaiknya iklim investasi menyebabkan arus modal jangka panjang
diperkirakan tetap tinggi.
NILAI TUKAR RUPIAH
Seiring dengan meningkatnya risiko berlanjutnya perlambatan
ekonomi dunia, rupiah mengalami tekanan depresiasi selama
triwulan IV 2011. Berbagai sentimen negatif selama triwulan
laporan sempat menurunkan minat investor global terhadap pasar
keuangan emerging markets. Secara rata-rata, rupiah melemah
3,74% (qtq) ke level Rp8.933 per dolar AS (Grafik 3.13) sementara
secara point-to-point rupiah mencatatkan depresiasi sebesar 3,51%
(qtq) dan ditutup pada level Rp9.110 per dolar AS. Secara keseluruhan
tahun 2011, nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi
sebesar 3,87% (ytd) ke level Rp8.742 dari Rp9.080 per dolar AS
pada akhir tahun sebelumnya. Namun, secara point-to-point rupiah
ditutup pada level Rp9.110 per dolar AS atau terdepresiasi sebesar
1,10% dari level akhir tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp9.010
per dolar AS. Pelemahan tersebut relatif sejalan dengan pergerakan
nilai tukar kawasan yang secara rata-rata juga terkoreksi, kecuali
Yen Jepang. Di sisi lain, walaupun rupiah mengalami tekanan,
namun volatiliasnya menurun. Kebijakan stabilisasi yang dilakukan
BI mampu meredam volatilitas pergerakan rupiah. Rata-rata volatilitas
rupiah tercatat turun menjadi 0,46% di triwulan IV 2011 dari 0,49%
di triwulan sebelumnya (Grafik 3.14).
Dengan imbal hasil rupiah masih lebih kompetitif dibandingkan
dengan negara kawasan, diperkirakan minat investor terhadap
Grafik 3.15
Perbandingan UIP Beberapa Negara
Grafik 3.13
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
Grafik 3.14
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
�������������
������
������
������
������
������
�����
�����
�����
�����
����� �����
������
������
�����
�����
����������
�����
�����
������
�����
���������������
�����������������
����
���
����
��
����
���
����
����
��
������
����
���
����
��
����
���
����
����
��
������
����
���
����
��
����
���
����
����
��
������
����
���
����
��
����
���
����
����
��
������
������
������
������
������
������
������
�����
�����
�����
�����
������
�����������
�����������������
���������������������
���
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
����
��
���
���
�����
�
���
���
����
��
���
���
�����
�
���
���
����
��
���
���
�����
�
���
���
����
��
���
���
�����
�
���
���
�����
���
���
���
���
���
����
���������
�����������������
�����
�������
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ��� ��� ���
����
��� ��� ��� ���
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
aset rupiah tetap tinggi. Indikator imbal hasil investasi di aset
rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan
luar negeri (UIP – Uncovered Interest Party) relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan regional Asia
(Grafik 3.15). Bahkan jika memperhitungkan premi risiko, daya tarik
investasi dalam rupiah pun tetap tinggi. Pada akhir November, faktor
risiko di mayoritas negara kawasan sedikit mereda seiring dengan
rencana penanganan krisis oleh Uni Eropa sebagaimana tercermin
dari penurunan yield yang akhirnya mendorong peningkatan CIP
(Covered Interest Parity) kawasan (Grafik 3.16).
Ketidakpastian penanganan krisis utang di kawasan Eropa
serta adanya indikasi melemahnya perekonomian negara maju
selama triwulan IV 2011 memberikan dampak tidak langsung
pada pasar keuangan domestik. Hal tersebut pada gilirannya
akan memengaruhi pergerakan rupiah. Akumulasi sentimen negatif
di pasar keuangan global memicu investor menarik penempatan
dananya di aset emerging markets (portfolio rebalancing) dan beralih
ke aset-aset aman berdenominasi dolar AS dan emas. Rencana
kebijakan stimulus lanjutan oleh The Fed yang merupakan sinyal
positif ternyata belum mampu mendongkrak kepercayaan pasar.
Risiko yang masih tinggi tercermin dari indeks MSCI World dan VIX
yang bertahan di posisi tinggi meski telah menunjukkan penurunan
(Grafik 3.17). Sementara itu, sampai dengan November 2011
cadangan devisa tercatat sebesar 111,3 miliar dolar AS atau setara
dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
INFLASI
Inflasi IHK pada November 2011 meningkat dibandingkan
dengan bulan sebelumnya, namun secara tahunan tekanan
inflasi masih berada pada tren yang menurun. Inflasi IHK tercatat
sebesar 0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy), setelah bulan sebelumnya
mengalami deflasi sebesar -0,12% (mtm) atau 4,42% (yoy) (Grafik
3.18). Sumber tekanan inflasi pada bulan laporan berasal dari
kelompok volatile food terkait dengan pola musiman paceklik dan
masuknya musim penghujan. Kenaikan inflasi volatile food terutama
masih terjadi di Jawa dan Jakarta antara lain karena inflasi beras yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Namun tingginya
impor pangan, termasuk impor beras, turut meredam akselerasi
kenaikan harga pada bulan laporan. Tekanan inflasi inti masih cukup
moderat ditopang oleh kondisi permintaan-penawaran domestik
Grafik 3.16
Perbandingan CIP Beberapa Negara
Grafik 3.17
Indeks Risiko Global (VIX, MSCI World)
��������� ���������
�������� �����
����
���
���
���
���
����
����
������� ��� ��� ������ ���
����
��� ��� ��� ������ ���
����
��� ��� ��� ������ ���
����
��� ��� ��� ������ ���
����
��� ��� ��� ������
����
��
��
��
��
��
�������
����������� �����������������
�����
����
����
�����
�
����
����
����
�������������������������������
���
��
��
��
����
����
����
�����
���
����
�����
���
����
�����
���
����
�����
���
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
��
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
��
Grafik 3.18
Perkembangan Inflasi
����
����
����
���
��
�
��
��
�
������������������������������ ���� ���� ����
�������
���������������������������������
�������������������������� �������������������������� �������������������������� �����������������������
����
����
�����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
28
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
yang masih kondusif dan ekspektasi yang kian membaik, walaupun
terdapat tekanan eksternal yang terutama bersumber dari kenaikan
harga emas dan melemahnya nilai tukar. Sementara itu, tekanan
inflasi dari kelompok administered prices relatif rendah karena tidak
adanya kebijakan pemerintah menyangkut harga di sepanjang bulan
laporan. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi tahun kalender
mencapai 3,20% (ytd).
Disagresi Inflasi
Tekanan inflasi inti pada November 2011 masih cukup moderat
seiring dengan kondusifnya kondisi domestik dan ekspektasi
inflasi yang terus membaik. Inflasi inti pada November mencapai
0,31% (mtm) atau 4,44% (yoy) (Grafik 3.19). Tekanan inflasi pada
bulan November dipengaruhi oleh perkembangan faktor eksternal
yang sedikit mengalami peningkatan, meskipun masih terbatas pada
kenaikan harga emas (Grafik 3.20). Kenaikan harga emas tersebut
tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi global yang menyebabkan
investor membeli emas sebagai aset alternatif. Respons kenaikan
harga emas domestik ditengarai juga disebabkan oleh depresiasi
nilai tukar yang telah berlangsung dalam tiga bulan terakhir. Harga
emas global pada November naik sebesar 4,1% (mtm), sementara
harga emas domestik naik sebesar 5,1% (mtm) sehingga memberikan
sumbangan inflasi sebesar 0,10%. Sementara itu, sisi penawaran
diperkirakan masih memadai dalam merespons sisi permintaan.
Salah satu indikator respons sisi penawaran tercermin dari kapasitas
utilisasi industri manufaktur yang masih berada dalam level moderat
yaitu dibawah 75%.
Ekspektasi inflasi berada dalam tren yang membaik. Hal tersebut
tercermin dari hasil survei Consensus Forecast bulan November
2011 yang menunjukkan ekspektasi inflasi tahun 2011 dan 2012
menurun dari 5,50% menjadi 5,40% di tahun 2011 dan 5,70%
menjadi 5,30% di tahun berikutnya (Grafik 3.21). Membaiknya
ekspektasi inflasi juga terlihat di pasar keuangan. Berbeda dengan
hal tersebut, ekspektasi inflasi di tingkat pedagang menunjukkan
sedikit peningkatan (Grafik 3.22).
Setelah mengalami deflasi selama 2 bulan terakhir, kelompok
volatile food mulai kembali memberikan tekanan inflasi
seiring dengan kenaikan harga yang signifikan terutama pada
komoditas beras dan cabai merah. Kelompok volatile food pada
November mencatat inflasi sebesar 0,72% (mtm) atau 4,76% (yoy).
Kendati pada akhir tahun produksi domestik beberapa komoditas
Grafik 3.21
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast
Grafik 3.19
Inflasi Inti
Grafik 3.20
Inflasi Inti dan Inti kecuali Emas
�
�
�
�
�
��
��
��
��������
������������������������������������������������������������������
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � ����� ���� ���� ����
��
����������������
����
����
���
���
���
���
���
���
���
�
�
�
�
�
�������������
����������������������������������������������������
������
������
�����
����
�������
��
�����
����
�������
��
�����
����
�������
��
�����
�
���
���
���
���
���
��������������������������
��������������������������
� � � � � � � � �
������
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
��������
��������
�������� ����
�������� ����
����
����
�� �� ��
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
pangan utama mengalami penurunan, dukungan impor untuk
komoditas pangan secara umum membantu menahan tekanan harga
pangan lebih lanjut. Selain itu, pola musiman perayaan hari raya Idul
Adha pada bulan laporan relatif minimal memberikan dampak pada
inflasi volatile food. Sesuai pola musimannya, komoditas pangan
utama yaitu beras memasuki musim paceklik sehingga terjadi
penurunan produksi dan pada gilirannya mendorong kenaikan harga.
Selain penurunan produksi akibat faktor musiman, produksi untuk
keseluruhan tahun juga diperkirakan turun 1,63% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (ARAM III BPS). Pada bulan November,
beras mencatatkan kenaikan harga 13,34% (yoy) atau memberikan
sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Selain itu, musim penghujan
juga menurunkan produksi tanaman pangan yang rentan terhadap
cuaca seperti cabai. Komoditas cabai merah memberikan sumbangan
tertinggi dari kelompok volatile food yakni sebesar 0,09% (mtm). Di
sisi lain, beberapa komoditas bumbu terutama bawang merah dan
bawang putih masih terus mengalami penurunan harga sehingga
dapat menahan tekanan inflasi kelompok volatile food. Pasokan yang
melimpah baik bersumber dari panen di daerah sentra dan impor
berdampak pada berlanjutnya penurunan harga. Bawang merah
dan bawang putih memberikan dampak deflasi masing-masing
sebesar 0,01%.
Kelompok administered prices mencatat inflasi yang rendah
dan menurun sejalan dengan tidak adanya kebijakan
administered prices strategis. Inflasi administered prices tercatat
sebesar 0,15% (mtm) atau 2,83% (yoy), stabil dibandingkan
dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,16% (mtm) dan 2,91%
(yoy). Sumbangan inflasi utama kelompok ini utamanya berasal
dari komoditas rokok kretek dan bahan bakar rumah tangga yang
masing-masing memberikan sumbangan minimal sebesar 0,01%.
Sumbangan inflasi dari komoditas rokok tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata historisnya yaitu sekitar 0,03%.
PERKEMBANGAN PASAR KEUANGAN
Suku Bunga
Suku bunga di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) bergerak pada
level yang rendah selama tahun 2011. Rata-rata suku bunga
PUAB O/N tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya yaitu sebesar 5,77% (Grafik 3.24). Kondisi tersebut
sejalan dengan derasnya aliran modal yang masuk ke Indonesia
serta ekspansi keuangan Pemerintah selama tahun 2011 yang
menyebabkan berlimpahnya likuiditas di perbankan. Rendahnya
Grafik 3.22
Ekspektasi Inflasi Pedagang
Grafik 3.23
Ekspektasi Inflasi Konsumen
Grafik 3.24
Suku Bunga PUAB O/N & Instr. Moneter
�
�
��
��
��
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
�����������������������������������
������������������������������������������
������������������������������������������
������ ������
� � � � � � � �� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ���������� ���� ���� ���� ���� ���� ����
��� ��
������ ������
���
���
���
���
���
���
���
���
���
�
�
��
��
��
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
� � � � � � ��� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ���������� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�����
�
��
��
��
��
���
���
���
�
���
�
���
�
���
�
���
��
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ����
���������������� ������� ��������� ������������ ������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
30
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
suku bunga PUAB O/N juga diikuti oleh suku bunga PUAB dengan
tenor yang lebih panjang (Grafik 3.25). Rata-rata suku bunga PUAB
bertenor lebih panjang dari O/N selama tahun 2011 tercatat hanya
berada pada kisaran 5,87% – 7,95%. Meskipun demikian, rata-rata
spread suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah di 2011 tidak
berubah dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar 24 bps.
Selama tahun 2011, suku bunga perbankan terus mengalami
penurunan Suku bunga kredit tercatat secara kontinyu mengalami
penurunan sejak awal tahun, sedangkan suku bunga deposito
bergerak relatif stabil (Grafik 3.26). Sampai dengan bulan Oktober
2011, suku bunga kredit modal kerja (KMK) menurun sebesar 47
bps, suku bunga kredit investasi (KI) menurun sebesar 26 bps, dan
suku bunga kredit konsumsi (KK) menurun sebesar 32 bps (Grafik
3.27). Penurunan berbagai suku bunga kredit tersebut jauh lebih
besar dari penurunan suku bunga deposito 1 bulan sebagai biaya
dana utama bank, yaitu hanya sebesar 8 bps.
Spread atau selisih antara suku bunga kredit dengan suku bunga
deposito pada tahun 2011 masih tercatat relatif lebar. Rata-rata
spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito 1 bulan
selama tahun 2011 mencapai 6,23%, menurun dari rata-rata spread
tahun sebelumnya sebesar 6,85%. Dalam perkembangan terakhir,
spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito 1 bulan di
akhir 2011 masih cenderung menurun. Masih lebarnya spread suku
bunga kredit terhadap suku bunga deposito tersebut mencerminkan
potensi penurunan suku bunga kredit di waktu mendatang masih
cukup besar sehingga diharapkan dapat memberikan dorongan
positif bagi pertumbuhan ekonomi pada tahun berikutnya.
Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, sepanjang tahun
2011 penurunan suku bunga deposito 1 bulan6 yang terbesar
dilakukan oleh kelompok bank asing dan campuran yakni
sebanyak 230 bps. Sementara itu, kelompok BPD dan bank persero
masing-masing menurunkan suku bunga deposito 1 bulannya sebesar
56 dan 2 bps. Di sisi lain, kelompok bank swasta justru meningkatkan
suku bunga deposito 1 bulannya sebesar 6 bps. Di sisi suku bunga
kredit, kelompok bank asing dan campuran juga merupakan
kelompok bank yang paling agresif menurunkan suku bunga
KMK, KI dan KK-nya. Selama 2011, kelompok bank asing dan
campuran menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK masing-masing
sebesar 120, 162 dan 110 bps. Sementara itu, kelompok bank persero
dan bank swasta tercatat menurunkan suku bunganya lebih minimal.
Kelompok bank swasta menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK
6 Biaya dana utama bank
Grafik 3.25
Struktur Suku Bunga PUAB
Grafik 3.26
Perkembangan Suku Bunga Perbankan
Grafik 3.27
Suku Bunga Kredit per Jenis
���� ����
����
����
��������
���� ��������
����
����
����
���� ���� ����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
��� ������ ����� ����� ����� ����� ����� ����� �������
������
������������
������������
�
��������
��������
����
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
��
��
��
��
������������ ����������� ������������ �������
�
�������������
��������������
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�����
�����
�����
��
��
��
��
����������������� ������������ ��������������������
�
��������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ���� ���� ����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
masing-masing sebesar 41, 39 dan 42 bps, sedangkan kelompok bank
persero menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK masing-masing
sebesar 59, 28 dan 5 bps. Sebaliknya, kelompok BPD justru tercatat
menaikkan suku bunga KMK dan KInya masing-masing sebesar 20
dan 11 bps, sedangkan untuk suku bunga KK diturunkan hanya
sebesar 8 bps.
Dana, Kredit, dan Uang Beredar
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) terus terakselerasi
sejalan dengan pertumbuhan kredit. Sampai dengan Oktober
2011, DPK tumbuh 19,0% (yoy) menjadi Rp2.587 triliun, lebih
tinggi dibandingkan dengan akhir tahun 2010 sebesar 18,5%
(yoy) (Grafik 3.28). Kontribusi deposito dan tabungan terhadap
pertumbuhan DPK masih besar meskipun dalam perkembangan
terakhir pertumbuhannya relatif melambat. Pertumbuhan deposito
dan tabungan relatif stabil pada 16,9% (yoy) dan 21,7% (yoy)
dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 18,6% dan
21,0%, yoy). Sementara itu, pertumbuhan giro turut meningkat
menjadi 19,8% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya
sebesar 15,0% (yoy).
Pertumbuhan kredit terus meningkat sejalan dengan aktivitas
perekonomian yang meningkat. Selama 2011 7, pertumbuhan
kredit (tidak termasuk kredit channeling) terus meningkat mencapai
25,7% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang hanya
tercatat sebesar 22,8% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
kredit (tidak termasuk kredit channeling) sampai dengan Oktober
2011 meningkat sebesar Rp340,3 triliun hingga mencapai Rp2.106
triliun. 7 Data sampai dengan Oktober 2011
Grafik 3.28
Pertumbuhan DPK, Kredit dan BI Rate
Grafik 3.29
Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Penggunaan
Suku Bunga (%) Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov
Tabel 3.3
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
BI Rate 6.50 6.50 6.50 6.50 6.75 6.75 6.75 6.75 6.75 6.75 6.75 6.75 6.50 6.00
Penjaminan Deposito 7.00 7.00 7.00 7.00 7.25 7.25 7.25 7.25 7.25 7.25 7.25 7.25 7.00 6.75
Dep 1 bulan (Weighted Average) 6.81 6.78 6.83 6.72 6.72 6.83 6.80 6.85 6.82 6.86 6.80 6.83 6.75 n.a
Base Lending Rate 12.07 11.98 11.98 12.03 11.84 12.21 12.06 12.22 12.15 12.08 12.17 12.07 12.05 n.a
Kredit Modal Kerja (KMK) 13.01 12.96 12.83 12.75 12.72 12.69 12.68 12.61 12.60 12.55 12.50 12.39 12.36 n.a
Kredit Investasi (KI) 12.38 12.35 12.28 12.25 12.20 12.18 12.16 12.15 12.13 12.11 12.10 12.06 12.02 n.a
Kredit Konsumsi (KK) 14.65 14.53 14.53 14.48 14.50 14.39 14.38 14.37 14.37 14.32 14.30 14.25 14.21 n.a
2010 2011
����
����
����
�
��
��
��
��
����������������� ���������� �����������
�����
��������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������
���� ���� ���� ����
��
�����
��
��
��
��
��
�
� �
�
��
��
��
��
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� �������
��������� ���� �������� ��������
�����
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
32
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Grafik 3.30
Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian
Ekspansi pertumbuhan kredit selama 2011 lebih banyak bersumber
dari pertumbuhan KMK dan KI. Sampai dengan Oktober 2011, KMK
tumbuh sebesar 24,7% (yoy) dan KI tumbuh signifikan mencapai
31,1% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 25,2%
(yoy) dan 17% (yoy) (Grafik 3.29). Sementara itu, pertumbuhan KK
selama 2011 turut meningkat dibandingkan dengan akhir tahun
sebelumnya. KK tumbuh sebesar 23,8% (yoy) atau meningkat
dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 22,9% (yoy).
Di sisi lain, pertumbuhan kredit berdasarkan sektor perekonomian
menunjukkan sumbangan sektor produktif yang semakin meningkat.
Sampai dengan Oktober 2011, sumbangan kredit sektor produktif
(sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor perdagangan
dan sektor jasa dunia usaha) terhadap total kredit meningkat cukup
besar. Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan, sektor
pertanian, sektor perdagangan dan sektor jasa dunia usaha meningkat
masing-masing menjadi 27,8%, 19,0%, 19,5% dan 33,9% (yoy) dibandingkan dengan
akhir tahun sebelumnya sebesar 11,3%, 17,6%, 12,7% dan 18,9% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan kredit sektor lainnya sampai dengan Oktober 2011 mengalami penurunan
menjadi 24,2% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 37,2%, (yoy).
Pertumbuhan uang kartal dan base money selama tahun 2011 meningkat sejalan
dengan aktivitas ekonomi yang juga meningkat. Selama tahun 2011 8, pertumbuhan uang
kartal (COB) meningkat menjadi 19,4% (yoy) mencapai Rp284,9 triliun dibandingkan dengan
akhir tahun sebelumnya sebesar 15,4% (yoy). Sementara itu, base money tumbuh akseleratif
menjadi 18,6% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 14,7% (yoy).
Likuiditas perekonomian khususnya M1 selama tahun 20119 berada dalam tren yang
meningkat. Sampai dengan Oktober 2011, M1 tumbuh meningkat menjadi 19,3% (yoy)
mencapai Rp663,0 triliun dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang hanya tumbuh sebesar
17,4% (yoy) (Grafik 3.30). Pertumbuhan M1 yang akseleratif selama
tahun 2011 ditopang oleh besarnya sumbangan dari pertumbuhan
giro selain pertumbuhan uang kartal yang juga meningkat.
Perkembangan tersebut mencerminkan peningkatan aktivitas
ekonomi sektor riil. Sementara itu, pertumbuhan M2 selama tahun
2011 relatif stabil yaitu sebesar 15,9% mencapai Rp2.675 triliun
dibandingkan akhir tahun 2010 sebesar 15,4% (yoy).
Pasar Saham
Sentimen negatif akibat gejolak pasar keuangan global
berdampak terhadap kinerja pasar saham domestik walaupun
fundamental makroekonomi dan mikro emiten cukup kuat.
Gejolak di pasar keuangan global tersebut mendorong aksi portfolio
8 Sampai dengan November 20119 Sampai dengan Oktober 2011
Grafik 3.31
IHSG dan BI Rate
�����
�����
�����
�
�
�
��
��
��
�
�
��
��
��
��
��
�� �� �������������
������ ������
������������������������������������������������������������������������������������
�����
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�����������
�
�
�
�
��
��
�
�
���� �������
���
�
�����
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
��� ��� ��� �������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
adjustment oleh investor non residen di pasar keuangan domestik
yang diikuti dengan melemahnya nilai tukar sehingga menekan
kinerja pasar saham domestik. IHSG mengalami pelemahan yang
cukup tajam sebesar 8,7% ke level 3.549 pada 30 September 2011.
Meskipun melemah cukup tajam, namun dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan, pelemahan tersebut masih relatif lebih
rendah. (Grafik 3.30 dan 3.31).
Ditengah risiko ketidakpastian perekonomian global yang
masih tinggi, pasar saham domestik mampu mempertahankan
pertumbuhan positif. Selama tahun 201110, IHSG mengalami
penguatan sebesar 0.3% yakni berada pada level 3.715, dan sempat
mencapai level tertinggi di posisi 4.193 pada Agustus 2011 (Grafik
3.31 & 3.32). Kondisi makro ekonomi yang kondusif, dukungan
kinerja emiten yang stabil serta kebijakan perekonomian yang
akomodatif menjadi penopang kinerja positif IHSG di tengah berbagai
gejolak yang mewarnai perkembangan bursa internasional akibat
meningkatnya intensitas risiko utang AS dan Eropa.
Daya tahan pasar saham domestik dalam menghadapi
risiko ketidakpastian global selama 2011 cukup memadai.
Pertumbuhan positif pasar saham domestik ditopang oleh
faktor fundamental makroekonomi dan mikro emiten. Dari sisi
makroekonomi, inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang relatif
stabil mendukung terbentuknya prospek pertumbihan ekonomi
yang positif. Sementara dari sisi mikro emiten, kinerja keuangan
emiten domestik diperkirakan akan terus membaik. Secara sektoral,
keseimbangan di bursa saham selama 2011 turut menopang daya
tahan pasar saham domestik. Apabila dibandingkan dengan tahun
2008 yang didominasi oleh sektor pertambangan, kontribusi sektor
aneka industri cenderung lebih menonjol pada tahun 2011. Sektor aneka industri tidak
hanya mengalami peningkatan kapitalisasi, namun nilai transaksi perdagangannya juga
mengalami akselerasi pertumbuhan sebesar 30,4% (yoy) (Grafik 3.33). Dengan kondisi
tersebut, kerentanan bursa saham domestik terhadap spekulasi harga komoditas menjadi
lebih rendah dibandingkan dengan periode 2008.
Pasar Surat Berharga Negara
Sejalan dengan pasar saham, kinerja pasar SBN juga positif di tengah berbagai
gejolak eksternal. Hal tersebut tercermin dari pergerakan yield yang cenderung turun
untuk keseluruhan tenor yang mencapai 87 bps sepanjang tahun 2011 (Grafik 3.34).
Meski demikian, kondisi makro ekonomi yang cukup kondusif, faktor risiko fiskal yang
relatif terkendali serta respons kebijakan yang positif menyebabkan yield SBN kembali
bergerak normal dan mampu membukukan kinerja positif. Kinerja SBN juga relatif lebih baik
10 Sampai dengan 30 November 2011
Grafik 3.32
IHSG dan Perkembangan Bursa Global
����
�����������
����
�����������
������������������
�����������
����
�����������
���� ���� ���
�����������������������
������������������������
�������������������
�����������������������������������
���������������������
������������������������������������������
���������������������
�����
����������������
Grafik 3.33
IHSG dan Perkembangan Sektoral
����������������
����
������
������
����
�����
�����
�����
�����
�����
����
���� ���� �� ��� ���
����
��������������
������
�������
��������������
�����������
�����
�����������
��������
��������������
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
34
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
dibandingkan dengan kinerja di negara kawasan karena volatilitasnya
yang rendah (Grafik 3.35).
Meski harga SBN relatif terjaga namun aksi jual asing sempat
memberikan tekanan di pasar SBN. Hal tersebut antara lain didorong
oleh berlanjutnya sentimen negatif global. Pada November 2011,
investor non residen mencatat net jual setelah pada bulan sebelumnya
membukukan net beli. Meskipun SBN masih memberikan yield yang
kompetitif baik secara nominal maupun riil dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan, kekhawatiran akan dampak moderasi
perekonomian global mendorong investor non residen melakukan
aksi jual.
Struktur pelaku pasar SBN turut menopang stabilitas harga SBN
ditengah tekanan pasar keuangan global. Berbeda dengan perilaku
investor SBN pada tahun 2008 yang ketika itu tekanan jual asing
tidak dapat diimbangi oleh ketersediaan pembeli secara memadai,
selama tahun 2011 tekanan jual asing mampu diimbangi oleh pelaku
pasar lainnya. Saat sentimen penurunan rating AS terjadi pada
September 2011, perbankan mampu mengimbangi tekanan jual
asing di pasar SBN, sehingga penurunan harga SBN pada periode
tersebut relatif minimal. Struktur pasar yang cukup kondusif tersebut
tidak terlepas dari terjaganya likuiditas di pasar SBN yang terindikasi
dari meningkatnya volume perdagangan.
Otoritas fiskal dan moneter memainkan peran penting dalam menjaga
stabilitas pasar SBN selama tahun 2011. Saat sentimen negatif muncul
pada awal tahun, Pemerintah melakukan upaya stabilisasi harga SBN
melalui buyback sebanyak 14 kali dengan total pembelian sebesar
Rp3,0 triliun. Pada saat pasar bergejolak akibat penurunan rating AS,
Pemerintah kembali melakukan buyback sebanyak 6 kali dengan total pembelian sebesar
Rp3,1 triliun. Bank Indonesia juga berperan dalam stabilisasi kondisi pasar keuangan antara
lain dengan melakukan stabilisasi nilai tukar melalui pembelian SBN.
Reksadana
Sejalan dengan kinerja underlying asset, pasar reksadana mampu tumbuh positif
selama tahun 2011. Secara umum, kinerja reksadana, yang antara lain tercermin dalam
Nilai Aktiva Bersih (NAB), tumbuh cukup tinggi. Peningkatan NAB secara keseluruhan produk
mencapai 13,4% dibandingkan dengan tahun 2010. Peningkatan kinerja tersebut terutama
ditopang oleh reksadana saham dan campuran (Tabel 3.4). Peningkatan kinerja bahkan
malampaui underlying asset seperti indeks acuan di pasar keuangan (seperti IHSG untuk pasar
saham dan IDMA untuk pasar SBN). Pada saat pasar keuangan mengalami tekanan, kinerja
reksadana secara umum turut terkoreksi meski dengan derajat yang lebih rendah. Dalam
perkembangannya kinerja reksadana selama bulan Oktober 2011 mengalami peningkatan
sebesar 5,1% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Grafik 3.34
Yield SBN dan BI Rate
Grafik 3.35
Yield Negara Kawasan
�
��
��
��
�
��
��������� �������������
����
���
����
��
����
���
����
����
����
����
����
���
����
��
����
���
����
����
����
����
����
���
����
��
����
���
����
����
����
����
����
���
����
��
����
���
����
����
����
����
����
���
����
��
����
���
����
����
����
����
���
����
���
���
���
�
�
��
��
��
��
�������� ������� �������� �������� ���������
���������
��������
�
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
MTM Saham P Uang Campuran Pend. Tetap Terproteksi Indeks ETF-Saham ETP-Pend. Tetap Syariah Total
1
2
3
4
5
2010 6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
2011 4
5
6
7
8
9
10
Okt 2011-
Des 2010
Tabel 3.4.
Kinerja Reksadana (Pertumbuhan NAB per produk)
-2,8% 16,7% -11,4% -9,7% -0,7% -0,8% -20,4% 2,4% 0,7% -3,5%
1,7% 3,7% 1,0% -0,1% 0,1% -34,1% -2,9% -39,6% 0,8% 0,6%
0,8% 10,4% 5,9% 2,1% -3,9% 4,3% 8,8% 3,6% -2,9% 0,6%
5,2% 10,1% 4,1% 11,1% 6,7% 5,1% 6,3% 2,9% 4,8% 6,7%
-1,6% -2,5% 0,9% -0,1% 1,5% -5,8% -5,2% -1,2% -6,4% -0,3%
-4,4% -1,2% -1,6% 10,8% 2,8% -5,1% 4,8% 3,2% 3,6% 1,1%
-1,8% 2,1% -1,8% -0,6% 0,3% -3,6% 4,7% 2,4% 0,9% -0,6%
-1,1% 0,7% 0,7% 7,5% 6,0% 10,8% -1,5% 0,6% -2,8% 2,9%
9,4% 0,8% 7,8% 6,4% 4,4% 14,2% 10,3% 2,3% 2,8% 6,3%
5,5% -2,2% 3,4% 10,5% 1,1% 9,2% -11,4% 3,2% -1,8% 4,2%
2,1% -2,0% 5,1% -4,5% 2,8% 3,1% -21,1% -15,4% -1,0% 0,9%
8,6% 0,6% -0,1% -3,3% -0,8% -30,6% 0,0% 0,0% 17,1% 2,1%
1,8% 5,9% 3,9% -3,1% -1,9% 42,8% -24,1% -6,5% -13,8% -0,1%
3,7% -1,0% 2,7% -0,9% 1,1% 0,5% 1,4% -0,4% 0,9% 1,7%
8,0% -2,5% 6,0% 0,9% 0,5% 9,0% 7,2% 5,8% 3,6% 3,7%
3,6% 2,5% 0,6% 0,8% 1,2% 3,9% 3,3% 4,2% 1,0% 1,9%
3,9% 1,1% 0,3% -2,1% 1,3% -3,3% 0,4% 1,5% 0,1% 1,5%
1,8% -4,6% 5,3% -1,3% -0,6% 5,3% 1,8% 0,5% 0,0% 0,7%
0,1% 9,9% -5,5% 4,9% -0,3% -26,9% 5,9% 4,1% -0,4% 0,4%
4,0% -2,1% 63,7% 33,8% -1,0% 6,8% -7,3% 2,8% -3,4% 14,7%
-4,8% -0,4% -40,5% -26,1% -2,1% -3,9% -7,9% 2,6% -4,1% -14,6%
9,6% -0,8% 6,8% 3,0% 1,0% 9,6% -2,7% 8,8% 3,9% 5,1%
35,7% 7,6% 17,9% 0,9% -0,8% 36,1% -23,5% 25,1% -12,6% 13,4%
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
36
Tabel Statistik
37Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Tabel Statistik
Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit
(Persen per Tahun)
PeriodeSuku Bunga Pasar UangAntarbank*
Tingkat Diskonto
SBI
Suku Bunga Deposito Berjangka * Suku Bunga Kredit*
1bulan
3bulan
6bulan
12bulan
24bulan
ModalKerja
Investasi
2006Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2007Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2008Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2009Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2010Trw. ITrw. IITrw. IIITrw. IV
2011Trw. ITrw. IITrw. III
10,28 12,73 11,61 12,19 12,10 12,02 12,64 16,35 15,90 10,23 12,50 11,34 11,70 12,09 12,28 12,61 16,15 15,94 8,90 11,25 10,47 11,05 11,52 12,36 12,47 15,82 15,66 5,97 9,75 8,96 9,71 10,70 11,63 11,84 15,07 15,10 7,52 9,00 8,13 8,52 9,29 10,17 11,73 14,49 14,53 5,58 8,75 7,46 7,87 8,40 9,54 11,73 13,88 13,99 6,83 8,25 7,13 7,44 7,80 8,91 11,24 13,31 13,45 4,33 8,00 7,19 7,42 7,65 8,24 10,83 13,00 13,01 8,01 7,96 6,88 7,26 7,57 7,79 10,06 12,88 12,59 8,43 8,73 7,19 7,49 7,79 7,78 9,91 12,99 12,51 9,37 9,71 9,26 9,45 9,14 9,34 9,83 13,93 13,32 9,40 10,83 10,75 11,16 10,34 10,43 8,62 15,22 14,40 8,04 8,21 9,42 10,65 10,45 11,31 8,33 14,99 14,05 6,96 6,95 8,52 9,25 9,75 11,37 9,03 14,52 13,78 6,30 6,48 7,43 8,35 8,71 10,80 9,14 14,17 13,20 6,28 6,46 6,87 7,48 7,87 9,55 9,10 13,69 12,96 6,17 6,27 6,77 6,99 7,31 8,49 8,48 13,54 12,72 6,19 6,26 6,79 6,95 6,99 7,87 8,11 13,17 12,70 6,19 n,a 6,72 6,95 6,96 7,64 7,92 13,00 12,41 5,58 n,a 6,83 7,06 7,20 7,88 8,11 12,83 12,28 6,20 n.a 6,83 6,91 7,10 7,15 7,95 12,32 12,18 6,03 n.a 6,82 6,95 7,15 7,08 7,27 12,24 12,13 5,40 n.a 6,81 7,05 7,39 7,04 6,61 12,39 12,06
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-201138
Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)
Periode Transaksi antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi
2006
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2007
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw.IV
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2010
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2011
Trw. I
Trw. II
Trw. III
1) Transaksi pagi & sore hari seluruh tenor 2) Termasuk SBIS (SBI Syariah)
23.866 415.638 356.471 133.799
23.910 517.853 483.967 167.685
25.383 599.495 586.715 180.464
27.706 665.673 636.381 209.756
37.341 774.867 740.952 243.671
38.323 846.655 832.325 258.002
36.615 895.563 887.770 266.152
32.061 777.250 795.475 247.926
37.482 871.303 906.767 212.463
23.510 496.338 543.656 165.145
27.115 389.140 437.315 116.969
14.029 404.072 340.913 180.128
22.897 448.505 394.904 232.700
30.656 324.806 324.776 232.731
29.038 375.134 387.188 220.676
24.566 631.235 592.048 259.864
26.907 648.324 607.933 300.255
30.615 322.322 351.475 271.103
28.553 199.589 218.152 252.540
23.142 153.809 203.835 203.110
30.401 86.480 56.066 233.524
36.788 51.790 96.325 188.988
30.061 19.385 55.718 151.217
Tabel Statistik
39Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
III IV I II III IV I II III IV I II III
1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)
1 Bank Pemerintah - Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
2 Bank Umum Swasta Nasional - Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
3 Bank Pemerintah Daerah - Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
4 Bank Asing & Campuran - Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
5 Bank Perkreditan Rakyat - Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
6 Sub jumlah (1 s.d. 5) - Pertanian
- Pertambangan
- Perindustrian
- Perdagangan
- Jasa-jasa
- Lain-lain
432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 533.945 536.336 578.587 595.131 630.148 644.289 698.315 732.981
35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 45.091 39.140 45.520 49.215 48.438 47.383 50.807 54.201
14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 16.795 17.863 21.512 20.736 25.560 25.067 29.661 29.793
88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 92.485 89.314 100.237 93.060 93.695 93.217 97.836 102.021
98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 129.497 84.616 90.411 114.918 110.981 107.948 110.903 121.305
77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 93.320 137.568 140.494 130.444 156.264 162.996 188.119 201.862
118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 156.757 114.970 105.306 112.242 117.866 126.762 137.060 128.942
534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 593.400 611.861 672.798 715.217 775.323 801.246 864.006 926.563 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 21.359 20.379 24.939 26.403 30.199 31.246 32.635 32.589
10.850 11.137 8.979 9.697 10.861 15.013 14.696 18.389 19.827 21.247 24.580 25.692 28.560
90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 92.738 92.277 97.012 103.688 114.203 118.350 131.180 141.472
125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 134.434 141.275 158.600 164.959 185.508 182.418 199.463 211.302
143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 162.535 155.932 188.608 201.904 209.957 217.632 235.261 249.828
145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 167.321 74.659 63.076 65.673 79.140 75.241 83.038 93.513
93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 120.701 122.958 132.757 138.961 143.067 149.005 161.201 169.764 3.067 3.182 3.143 3.289 3.749 3.706 3.651 3.713 4.359 4.488 4.910 5.389 5.633
187 270 312 388 615 675 628 710 755 992 947 1.076 1.247
787 814 829 943 1.082 1.146 2.040 2.394 2.751 2.890 2.869 3.326 3.493
12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 15.278 15.975 15.786 16.263 17.337 17.962 19.732 20.618
13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 17.565 17.295 19.954 21.507 20.949 20.445 21.912 24.256
64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 82.331 71.932 78.994 82.237 84.220 89.267 96.881 101.347
178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 170.748 170.328 189.463 195.410 201.368 204.704 211.713 231.851 6.505 6.419 7.020 6.669 5.535 5.236 5.410 6.703 6.803 6.797 7.062 6.764 7.478
4.478 5.327 6.081 4.712 6.235 9.076 8.602 10.567 11.567 12.660 13.503 12.616 16.945
68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 59.314 55.601 62.368 58.905 63.065 62.023 64.710 75.612
14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 12.873 16.476 18.943 20.176 21.848 20.166 24.469 22.659
56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 52.828 51.811 60.183 66.363 66.988 71.437 71.035 76.327
27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 31.421 29.259 26.882 27.981 26.081 26.178 26.691 26.813
25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 28.014 29.476 31.491 32.832 33.695 35.566 38.018 39.650 1.769 1.733 1.774 1.915 1.934 2.002 2.125 2.302 2.390 2.602 2.714 2.967 2.985
0 0 0 0 0 0 0 0 0 36 39 48 46
436 426 433 456 486 505 531 545 589 476 517 561 575
9.516 9.307 8.998 9.368 9.746 9.801 10.255 10.845 11.233 10.553 11.193 11.815 12.085
2.684 2.672 2.705 2.861 2.935 3.054 3.247 3.561 3.823 4.954 5.224 5.512 5.589
11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 12.652 13.317 14.238 14.795 15.072 15.879 17.115 18.369
1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 1.446.808 1.470.959 1.605.095 1.677.551 1.783.601 1.834.810 1.973.253 2.100.808 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 77.394 70.705 83.178 89.170 92.525 93.315 98.562 102.886
30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 41.559 41.789 51.178 52.885 60.495 64.136 69.093 76.592
249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 246.188 239.763 262.556 258.993 274.330 276.975 297.613 323.174
249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 301.883 268.597 294.584 327.549 346.226 339.688 366.382 387.969
286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 329.302 365.852 412.800 424.041 459.112 477.734 521.840 557.863
369.513 379.832 384.437 404.942 424.923 450.482 304.138 288.495 302.929 322.378 333.327 360.785 368.985
2008 2009 2010 2011
```
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-201140
1) M1 + uang kuasi + surat berharga selain saham dgn sisa jk.waktu s.d 1 thn 2) Uang Kartal ditambah uang giral 3) Termasuk rekening khusus pemerintah 4) Termasuk derivatif keuangan
Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
M2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
AkhirPeriode
Jumlah 1) Jumlah2)
M1
UangKartal
UangGiral
UangKuasi
AktivaLuar
NegeriBersih
TagihanBersih
PemerintahPusat3)
Tagihan Pada
LembagaPemerintah
BUMN
Tagihan Pada
PerusahaanSwasta danPerorangan
LainnyaBersih4)
2007
2008
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2009
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2010
Trw. I
Trw. II
Trw. III
Trw. IV
2011
Trw. I
Trw. II
Trw. III
1.649.662 450.055 182.967 267.089 1.196.119 509.843 507.120 39.891 1.005.739 -102.955
1.594.390 409.768 164.609 245.159 1.181.322 533.323 385.570 33.669 1.053.869 -94.992
1.703.381 453.047 189.040 264.007 1.247.213 550.015 371.647 36.516 1.159.311 -113.902
1.778.139 479.738 222.805 256.934 1.295.292 509.659 360.756 45.375 1.253.456 -93.287
1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144
1.916.752 448.034 186.119 261.914 1.466.364 691.465 363.536 46.541 1.303.006 -108.550
1.977.533 482.621 203.406 279.215 1.491.950 655.440 399.395 48.996 1.319.240 -102.181
2.018.031 490.022 210.343 279.679 1.525.204 658.645 390.288 55.139 1.347.876 -107.445
2.141.384 515.824 226.006 289.818 1.622.055 679.448 429.406 66.589 1.403.686 -119.293
2.112.083 494.461 205.083 289.378 1.611.373 726.192 370.121 79.813 1.397.656 -153.773
2.231.144 545.405 222.828 322.577 1.680.374 756.588 304.728 97.067 1.511.482 -116.738
2.274.955 549.941 229.825 320.117 1.720.039 824.481 283.694 97.679 1.583.468 -139.665
2.471.206 605.411 260.227 345.184 1.856.720 865.121 368.717 99.369 1.684.207 -121.460
2.451.357 580.601 241.618 338.984 1.862.788 911.389 318.001 91.980 1.727.537 -149.448
2.522.784 636.206 261.504 374.702 1.876.446 970.573 216.791 96.052 1.864.834 -129.049
2.643.331 656.096 279.224 376.872 1.973.573 918.902 237.643 105.744 1.989.000 -81.378
Tabel Statistik
41Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)
392.136 344.688 304.718 322.994 354.297 402.118 374.406 401.435 423.809 518.447 506.785 541.624 565.149
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
270.243 264.391 226.672 244.634 273.744 279.029 250.612 269.372 288.846 318.575 290.466 315.539 336.521
223.166 209.378 186.538 203.838 210.822 226.382 205.083 222.828 229.871 260.715 242.118 265.196 279.705
47.077 55.013 40.134 40.796 62.923 52.646 45.529 46.544 58.975 57.860 48.349 50.343 56.816
121.302 79.648 77.404 77.744 79.920 89.903 85.666 92.287 93.665 159.106 174.569 183.427 189.546
591 650 642 616 633 601 539 578 497 484 460 530 473
355.967 338.692 354.727 356.930 376.681 403.858 445.181 487.742 537.312 585.097 620.282 675.926 656.574
-137.121 -213.668 -323.022 -259.388 -211.887 -183.794 -246.168 -258.716 -314.736 -310.837 -380.067 -453.626 -411.166
123.797 172.012 105.571 136.202 144.747 200.956 144.792 103.254 72.816 160.777 105.983 23.206 38.676
8.800 8.711 8.715 8.715 8.715 8.665 8.660 8.660 8.659 8.466 8.465 7.965 8.470
9.227 9.009 8.783 8.622 8.458 8.231 8.103 7.932 7.838 7.682 7.739 7.638 7.609
-110.810 -155.278 -175.022 -131.729 -117.812 -97.524 -73.835 -61.865 -74.968 -64.702 -62.992 -84.989 -96.336
-152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -242.991 -315.420 -322.962 -307.132 -319.912 -417.012 -433.933 -402.578 -362.498
-116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -220.676 -226.887 -262.661 -231.905 -211.739 -162.828 -192.235 -146.860 -112.608
-1.403 -4.223 -15.288 -28.277 -22.824 -35.034 -43.845 -27.628 -23.110 -101.256 -49.218 -58.451 -87.835
-34.193 -50.186 -2.321 -5.896 1.203 -24.765 -13.502 -43.758 -76.124 -145.863 -172.167 -168.812 -126.802
-15.573 -14.256 -13.368 -13.785 -13.000 11.296 -10.926 -9.566 -9.170 -6.049 -5.329 -4.868 -7.086
2008 2009 2010 2011
III IV I II III IV I II III IV I II III
I. Uang Primer
a. Statutory Reserve Shortfall
b. Uang yang diedarkan
- Uang kartal di masyarakat
- Kas bank umum
c. Saldo Giro Positif Bank
d. Giro Sektor Swasta
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net International Reserve 1)
b. Net Domestic Assets
- Tagihan Bersih pada Pemerintah
- Bantuan Likuiditas
- Kredit Likuiditas
- Tagihan Lainnya
- Operasi Pasar Terbuka
- SBI (net) 2)
- FASBI
- Lain-Lain 3)
- Net Other Items
1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $ sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $ sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $ sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $ sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah 3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-201142
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara R) Revisi 1) Format baru sejak publikasi Januari 2004 2) Tidak termasuk pinjaman IMF 3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi. 4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep Internasional Reserve
and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). 5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa. 6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta US$)
2008 2009 2010* 2011**
IV Total I II III IV Total I II III IV Total I II III
I. Transaksi Berjalan A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 1. Ekspor f.o.b 2. Impor f.o.b B. Jasa-jasa (bersih) C. Pendapatan (bersih) D. Transfer Berjalan II. Transaksi Modal dan Finansial A. Transaksi Modal B. Transaksi Finansial 1. Investasi Langsung a. Ke Luar Negeri (bersih) b. Di Indonesia/FDI (bersih) 2. Investasi Portfolio a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 3. Investasi Lainnya a. Aset (bersih) b. Kewajiban (bersih) 2) III. Jumlah (I + II) IV. Selisih Perhitungan V. Neraca Keseluruhan (III + IV) VI. Lalu Lintas Moneter 3) a. Perubahan Cadangan Devisa b. IMF: Penarikan Pembayaran Memorandum: Posisi Cadangan Devisa 4) (dalam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri) Transaksi Berjalan (% PDB) Rasio Pembayaran Utang (%) 5) a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan Otoritas Moneter 6)
-637 126 2.690 2.377 1.781 3.781 10.628 1.936 1.409 1.205 1.093 5.643 2.071 475 199 4.166 22.916 6.052 7.493 6.931 10.455 30.932 6.954 6.848 7.593 9.232 30.628 8.684 9.637 9.558 29.768 139.606 24.195 28.158 31.289 36.004 119.646 35.088 37.444 39.712 45.830 158.074 45.818 51.797 52.751 -25.603 -116.690 -18.143 -20.665 -24.358 -25.549 -88.714 -28.134 -30.596 -32.119 -36.597 -127.447 -37.134 -42.160 -43.194 -3.227 -12.998 -1.672 -2.476 -2.249 -3.344 -9.741 -2.106 -2.275 -2.155 -2.788 -9.324 -2.122 -3.379 -2.812 -2.881 -15.155 -2.742 -3.776 -4.072 -4.551 -15.140 -3.993 -4.262 -5.385 -6.653 -20.291 -5.518 -6.746 -7.588 1.305 5.364 1.051 1.135 1.171 1.221 4.578 1.080 1.098 1.151 1.301 4.630 1.028 963 1.042 -5.822 -1.876 1.835 -2.320 2.924 2.414 4.852 5.590 3.697 7.365 9.550 26.201 6.428 13.089 -3.391 29 294 19 29 34 14 96 18 2 4 26 50 1 0 0 -5.850 -2.170 1.815 -2.349 2.891 2.399 4.756 5.572 3.695 7.361 9.524 26.151 6.427 13.089 -3.391 720 3.419 628 575 647 779 2.628 2.484 2.298 1.684 4.241 10.706 3.243 3.490 2.389 -1.217 -5.900 -1.276 -872 -340 239 -2.249 -427 -982 -1.191 -64 -2.664 -1.748 -2.571 -1.351 1.937 9.318 1.904 1.447 987 540 4.877 2.911 3.280 2.875 4.305 13.371 4.990 6.061 3.741 -4.377 1.721 1.950 1.893 2.972 3.521 10.336 6.159 1.089 4.517 1.437 13.202 3.588 5.537 -4.709 -467 -1.294 133 362 -331 -307 -144 -409 -152 -1.597 -353 -2.511 -521 -731 110 -3.910 3.015 1.817 1.532 3.303 3.828 10.480 6.569 1.241 6.114 1.789 15.713 4.109 6.268 -4.819 -2.194 -7.309 -763 -4.817 -728 -1.900 -8.208 -3.072 308 1.160 3.846 2.243 -404 4.062 -1.072 -4.498 -10.755 -241 -2.943 -6.083 -2.735 -12.002 -2.764 552 -1.960 2.447 -1.725 -1.248 2.029 -3.172 2.304 3.446 -522 -1.874 5.355 834 3.794 -308 -244 3.120 1.400 3.968 844 2.033 2.101 -6.459 -1.750 4.524 57 4.705 6.195 15.481 7.526 5.106 8.570 10.642 31.844 8.499 13.564 -3.192 2.246 -195 -570 995 -1.159 -2.241 -2.975 -905 315 -1.616 646 -1.559 -833 -1.688 -768 -4.212 -1.945 3.955 1.052 3.546 3.954 12.506 6.621 5.421 6.955 11.289 30.285 7.666 11.876 -3.960 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666 -11.876 3.960 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666 -11.876 3.960 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 66.105 66.105 71.823 76.321 86.551 96.207 96.207 105.709 119.655 114.503 5,4 5,7 6,1 6,5 6,5 5,2 5,6 6,3 7,0 7,0 6,1 6,9 6,6 -0,5 0,0 2,4 1,8 1,2 2,5 2,0 1,2 0,8 0,6 0,6 0,8 1,05 0,22 0,09 24,2 18,1 23,3 25,0 19,8 24,6 23,2 21,2 23,2 20,3 23,7 22,2 18,0 22,5 21,2 9,2 6,4 6,1 10,0 5,3 8,5 7,5 5,0 7,2 4,8 6,2 5,8 4,5 5,3 3,7
Tabel Statistik
43Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)
Kelompok/Sub Kelompok
4,75 0,60 1,44 -1,76 4,94 -0,67 1,67 4,05 5,65 3,46 -0,12 -0,94 2,83 0,60 0,91 2,76 -0,75 1,06 3,17 6,90 1,24 9,78 6,81 -2,42 0,83 7,77
13,94 -4,64 2,39 -0,26 6,47 -4,14 0,72 2,02 12,83 -7,24 -1,71 2,18 4,66 12,12 2,94 2,25 -2,52 4,63 -3,25 0,09 -1,92 7,47 -1,67 3,91 1,31 3,45 8,04 4,32 2,24 -0,88 1,60 0,14 0,44 0,55 1,41 0,74 4,05 3,23 2,11 8,94 -2,51 -0,34 -0,54 1,57 -0,51 0,01 1,12 2,71 0,55 1,89 0,95 0,74 3,79 6,60 2,59 -5,97 6,34 -0,97 4,13 8,96 1,08 4,47 -2,92 1,67 5,48 5,93 0,42 0,18 -2,59 1,18 0,47 -18,67 24,27 3,27 0,66 3,83 -0,39 2,81 7,30 1,68 0,71 3,11 8,14 -1,81 0,34 4,43 3,46 1,41 1,70 1,01 2,21 -10,49 8,28 1,66 -8,24 23,17 0,07 -4,89 30,95 -1,06 20,90 -4,32 -19,05 -12,71 -1,65 -6,81 -0,81 0,12 -1,30 -1,57 0,85 -0,63 2,05 6,59 5,85 -0,05 1,13 3,57 1,20 1,62 0,61 2,37 -1,40 0,67 1,14 2,96 0,62 0,44 1,39 4,77 2,62 2,43 2,40 1,18 2,12 1,90 2,62 1,00 1,86 1,31 1,28 0,83 1,36
2,83 2,35 1,59 1,03 1,46 1,42 2,69 1,32 1,92 1,08 1,19 0,80 0,96 2,15 1,50 5,39 2,15 5,61 2,46 2,86 -1,59 1,91 1,72 0,55 -0,53 1,13 2,60 3,70 2,42 0,82 1,06 3,13 1,81 2,27 1,48 1,63 2,25 2,23 2,88 3,58 1,00 0,42 0,26 0,47 0,67 0,67 0,43 2,11 0,82 1,18 0,77 0,78 2,16 0,73 1,00 0,12 0,53 0,70 0,83 0,44 0,82 1,12 1,72 0,83 0,96 8,94 1,66 -1,48 0,29 0,55 0,83 0,51 0,45 6,03 0,10 0,30 0,47 0,44 1,66 1,10 0,95 0,68 0,75 0,67 0,31 0,42 0,70 0,47 0,69 0,71 0,78 1,71 1,08 1,00 0,53 -0,21 0,25 0,62 0,32 0,90 1,05 0,99 1,09 0,79 0,77 2,58 4,48 -1,88 1,06 2,31 -0,66 2,28 1,05 3,75 0,45 1,97 4,71 3,02 0,35 0,38 0,55 2,49 0,45 1,02 0,74 1,78 0,56 1,11 1,02 1,78 2,15 0,30 0,44 0,29 1,24 0,49 0,44 0,61 1,20 0,35 0,28 0,69 0,88 2,13 0,23 0,26 0,39 1,67 0,37 0,69 0,98 1,64 0,31 0,25 0,99 1,51 -2,46 7,26 13,49 -6,30 -0,37 6,13 -2,88 5,39 0,61 9,44 0,31 3,79 11,56 1,64 1,10 1,27 1,20 0,77 0,59 0,58 0,33 0,77 0,49 1,54 1,30 0,75 1,07 0,69 1,60 1,72 0,85 0,69 0,52 0,32 0,51 0,50 1,79 1,07 0,72 2,19 1,60 1,14 1,39 0,42 0,86 0,65 0,18 0,41 0,47 1,56 0,98 0,35 2,36 1,61 1,39 0,73 1,38 1,38 0,84 0,34 2,07 0,75 2,35 1,32 0,80 1,76 1,26 1,01 0,42 0,83 0,41 0,57 0,43 1,01 0,50 1,36 1,72 1,00 3,77 0,82 0,22 0,22 2,94 0,48 0,18 0,09 2,39 0,60 0,72 0,28 3,69 6,76 0,70 0,04 0,06 4,86 0,62 0,03 0,02 4,42 0,64 0,51 0,12 6,74 4,95 0,32 0,59 0,46 1,27 0,77 0,77 0,17 0,69 0,73 0,50 1,13 2,32 1,14 1,11 0,37 0,16 0,74 0,19 0,30 0,24 1,06 -0,03 0,39 0,32 1,16 0,51 1,02 0,48 0,55 0,74 0,30 0,37 0,15 -0,03 0,56 1,18 0,23 0,29 0,91 0,49 0,51 0,33 0,52 0,75 0,87 0,23 0,53 0,47 1,89 0,63 0,29 0,92 -2,94 -4,66 0,32 1,16 -0,44 0,34 0,21 2,45 -0,32 0,55 0,36 1,15 1,03 -4,46 -6,95 0,54 1,70 -0,73 0,50 0,27 1,59 -0,51 0,81 0,51 1,81 0,02 0,20 -0,07 -0,31 -0,32 -0,23 -0,40 -0,06 -0,10 -0,11 -0,16 -0,37 -0,37 1,34 1,64 1,38 0,34 0,87 1,07 0,96 0,55 15,77 0,42 0,64 0,84 0,40 3,89 0,00 0,00 0,00 0,65 0,00 0,00 0,04 0,00 0,00 0,09 0,03 0,01 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89
2008 2009 2010 2011 III IV I II III IV I II III IV I II III
I. Bahan Makanan A. Padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya B. Daging dan hasil-hasilnya C. Ikan segar D. Ikan diawetkan E. Telur, susu dan hasil-hasilnya F. Sayur-sayuran G. Kacang-kacangan H. Buah-buahan I. Bumbu-bumbuan J. Lemak dan minyak K. Bahan makanan lainnya II. Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau A. Makanan jadi B. Minuman yang tidak beralkohol C. Tembakau dan minuman beralkohol
III. Perumahan A. Biaya tempat tinggal B. Bahan bakar. penerangan dan air C. Perlengkapan rumah tangga D. Penyelenggaraan rumah tangga
IV. Sandang A. Sandang laki-laki B. Sandang wanita C. Sandang anak-anak D. Barang pribadi dan sandang lainnya
V. Kesehatan A. Jasa kesehatan dan obat-obatan B. Obat-obatan C. Jasa perawatan jasmani D. Perawatan jasmani dan kosmetik VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga A. Biaya pendidikan B. Kursus dan pelatihan C. Perlengkapan/peralatan pendidikan D. Rekreasi E. Olah raga VII. Transpor dan Komunikasi A. Transpor B. Komunikasi dan pengiriman C. Sarana dan penunjang transpor D. Jasa Keuangan U M U M
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-201144
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)
K o t a
2,92 2,97 -0,56 -0,37 4,37 0,53 -0,09 1,17 0,05 5,99 0,62 -0,46 2,61 1,36 1,39 0,35 0,14 4,12 -1,08 0,44 -0,33 1,47 3,01 0,26 -0,15 2,03 1,27 1,56 -0,03 -1,07 2,66 0,33 0,38 2,13 0,82 3,92 0,87 -1,07 3,49 3,06 2,22 -0,52 -0,01 3,45 -1,28 1,21 2,60 2,67 4,89 0,79 -0,90 2,02 1,37 1,33 -0,20 0,10 3,26 -0,41 1,04 2,89 1,08 4,37 1,19 -0,39 2,76 1,21 2,26 -0,84 -0,17 3,35 0,38 1,05 2,12 1,52 2,76 0,32 0,04 3,46 2,04 2,07 0,04 -1,34 2,79 0,59 1,02 2,41 0,74 3,47 1,46 -0,89 3,17 3,17 0,55 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,72 0,58 0,64 -0,43 1,76 -0,09 1,72 1,67 1,76 2,05 0,70 0,50 2,06 1,76 -0,19 0,26 -0,72 2,37 0,58 1,53 3,22 2,37 3,02 -0,80 -0,16 3,22 3,20 -0,29 -0,06 0,09 1,57 0,25 0,58 1,18 2,50 1,65 -0,27 1,15 2,00 3,61 0,34 0,09 -0,74 4,06 -0,48 1,35 2,15 3,88 1,43 0,20 0,27 3,66 4,95 0,74 0,92 -1,29 4,85 -0,25 0,15 2,53 4,39 2,57 1,11 0,15 2,30 4,26 0,13 -0,78 -0,74 3,16 0,57 1,37 0,41 5,18 2,15 1,92 0,45 4,06 3,04 1,22 -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21 3,71 -0,25 -0,31 2,56 3,33 1,19 0,32 -0,73 1,29 0,55 0,80 2,12 1,66 1,45 1,28 -0,61 1,99 2,54 0,87 -0,13 0,15 1,73 0,58 0,92 1,21 2,63 1,32 0,68 0,65 1,89 3,64 1,22 0,78 1,09 1,09 1,15 1,33 0,82 1,80 1,48 0,77 0,25 1,62 4,50 1,46 0,65 1,31 2,62 -0,07 0,31 1,87 1,54 2,33 -0,40 0,07 2,07 3,21 0,00 0,32 -0,06 2,03 0,19 0,74 1,32 2,46 1,44 0,53 0,66 1,75 0,88 1,57 0,63 0,36 1,89 0,20 0,87 1,60 1,69 1,82 0,30 -0,33 0,95 2,38 0,46 0,79 -0,27 1,72 -0,08 1,11 1,44 2,74 1,15 0,50 0,79 0,78 3,42 1,32 1,67 0,35 1,25 0,18 0,61 1,02 2,96 0,75 0,32 0,54 2,31 3,82 0,03 0,01 -0,26 1,76 0,41 1,26 2,08 2,85 1,47 0,94 -0,37 1,26 3,49 0,18 -0,87 -0,20 2,43 -0,03 0,75 2,23 2,52 2,25 0,55 -0,18 1,74 2,28 -0,07 0,11 -0,14 1,64 0,50 0,84 0,47 2,21 0,93 0,26 0,27 0,69 4,04 0,19 0,91 0,04 2,49 0,62 0,36 1,25 3,52 1,44 -0,31 0,07 2,09 3,53 1,16 0,78 0,11 1,17 0,73 1,11 1,23 2,20 1,37 0,69 0,38 1,43 1,74 0,13 1,06 0,19 1,21 0,14 0,68 1,58 1,91 2,33 -0,83 0,03 1,61 2,83 0,18 0,72 0,06 1,96 0,41 1,02 1,23 3,33 1,37 0,37 0,02 1,76 2,36 0,45 1,05 1,05 3,15 0,47 0,62 1,48 2,65 1,83 0,39 -0,08 1,95 3,16 0,59 0,59 0,11 1,90 0,30 1,00 1,65 2,91 1,63 1,14 0,10 1,73 2,77 -0,67 1,02 0,08 1,16 1,35 -0,02 1,99 2,35 2,60 0,80 -0,77 1,39 2,83 1,05 0,25 0,14 1,90 0,42 0,52 1,44 3,69 0,97 0,11 0,87 1,58 3,10 -0,35 0,90 0,02 2,04 0,61 0,63 1,95 2,23 1,83 -0,15 0,52 2,19 2,93 0,38 1,28 0,16 1,38 0,54 1,00 1,23 2,57 1,75 0,73 0,24 1,90 3,85 0,00 0,60 0,07 1,84 1,00 0,72 1,82 3,46 0,54 1,20 0,29 1,63 2,27 -0,32 1,02 0,00 1,52 0,82 0,83 1,15 2,39 2,02 0,80 0,02 1,75 2,56 0,14 1,06 -0,41 1,97 0,74 0,63 1,29 3,93 1,32 1,25 0,34 2,23 3,14 1,04 2,14 -0,61 1,77 1,02 1,42 1,26 3,77 1,44 1,26 0,82 0,82 3,23 0,91 1,78 -1,43 3,48 -0,65 2,33 2,70 3,34 2,28 -0,07 0,33 4,08 3,16 0,77 2,41 -1,12 2,06 0,71 1,53 1,15 2,23 1,31 0,63 1,12 1,89 6,66 -2,44 0,39 1,10 3,47 0,19 2,11 2,52 3,02 0,60 0,86 1,42 2,04 0,46 1,94 0,85 0,35 2,77 2,39 3,25 2,24 3,08 1,06 2,32 0,07 0,75 3,21 0,08 1,73 0,50 3,52 -0,88 2,51 0,03 4,75 1,03 1,42 0,39 3,32 2,73 0,02 0,38 -0,90 2,44 -0,74 3,55 0,11 4,61 -1,24 2,31 -0,05 4,55 1,72 0,68 1,62 -0,82 0,95 1,09 1,62 2,02 2,65 2,91 0,72 0,20 1,64 3,62 1,76 -0,65 -0,88 1,28 1,66 1,32 2,21 3,64 2,01 0,06 1,36 3,40 2,23 1,85 0,30 0,34 1,77 1,41 1,50 2,87 2,86 1,54 0,47 0,77 1,74 3,02 0,39 0,03 0,31 2,55 0,69 2,55 0,76 4,14 -0,21 2,38 2,15 1,98 2,96 -0,06 1,49 0,42 1,81 0,29 2,07 0,74 3,28 0,75 2,77 1,19 2,36
2008 2009 2010 2011
III IV I II III IV I II III IV I II III
1. Lhokseumawe2. Banda Aceh3. Padang Sidempuan4. Sibolga5. Pematang Siantar6. M e d a n7. Padang8. Pekanbaru9. Batam10. Jambi11. Palembang12. Bengkulu13. Bandar Lampung14. Pangkal Pinang15. Dumai16. Tanjung Pinang17. Jakarta18. Tasikmalaya19. Serang20. Tangerang21. Cilegon22. Bogor23. Sukabumi24. Bekasi25. Depok26. Bandung27. Cirebon28. Purwokerto29. Surakarta30. Semarang31. Tegal32. Yogyakarta33. Jember34. Sumenep35. Kediri36. Malang37. Probolinggo38. Madiun39. Surabaya40. Denpasar41. Mataram42. Bima43. Maumere44. Kupang45. Pontianak46. Singkawang47. Sampit48. Palangka Raya49. Banjarmasin50. Balikpapan51. Samarinda
Tabel Statistik
45Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)
K o t a
5,54 0,82 0,53 1,34 3,52 1,66 2,89 -1,77 5,23 1,47 3,16 -0,77 0,91 3,02 0,17 1,18 -2,08 0,74 2,50 0,72 0,20 3,81 1,44 1,31 -1,43 -0,05 5,01 -0,63 1,78 -0,36 3,35 0,87 -0,64 1,66 4,93 0,37 2,49 -0,69 0,91 3,62 0,27 2,14 0,84 2,85 0,87 1,42 0,47 4,78 -0,04 0,69 1,26 1,91 3,50 0,14 0,84 -1,13 2,53 1,00 1,01 0,62 4,09 0,97 0,80 0,60 0,97 4,21 0,43 0,40 -0,53 1,85 -0,32 0,48 0,59 3,35 1,27 0,36 -0,19 0,93 3,50 1,16 1,14 -0,12 2,00 1,11 0,75 0,02 3,04 0,14 0,72 1,13 1,73 3,30 0,74 2,99 -0,34 2,20 -0,28 -0,20 0,70 3,77 -0,40 2,35 1,65 4,11 4,01 0,16 2,33 0,59 0,85 0,53 1,59 -0,25 5,63 0,36 0,02 1,01 1,84 5,86 -0,29 -0,35 0,06 1,45 0,62 0,84 0,60 1,58 2,01 1,60 0,86 1,45 5,06 -4,80 2,26 -2,43 1,82 4,81 2,84 0,26 4,70 0,76 -1,25 5,58 -0,78 4,30 -0,92 1,25 -0,27 1,32 1,54 1,79 -1,26 2,58 2,15 0,50 1,38 1,12 8,31 0,62 3,52 0,36 2,39 1,07 -0,44 1,58 1,89 1,58 -1,06 1,37 2,48 7,29 -1,86 0,77 0,52 0,42 0,87 1,34 1,84 5,50 -0,69 -1,47 1,77 0,17 2,88 0,31 -0,06 -0,36 1,55 0,78 1,31 1,03 1,36 0,71 0,95 0,86 0,28 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89
52. Tarakan53. Manado54. P a l u55. Watampone56. Makassar57. Parepare58. Palopo59. Kendari60. Gorontalo61. Mamuju62. Ambon63. Ternate64. Manokwari65. Sorong66. Jayapura
NASIONAL
2008 2009 2010 2011 III IV I II III IV I II III IV I II III
Tabel Statistik
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-201146
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ)
Perhitungan IHPB sejak tahun 2009 menggunakan tahun dasar 2005 (2005 = 100). Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)
Akhir Pertanian Pertambangan Industri Impor* Ekspor* Umum*
Periode
3,87 0,61 1,60 -0,64 -1,34 -1,20
4,97 1,83 2,11 5,13 8,84 4,85
5,33 2,40 2,58 0,61 0,00 2,31
6,74 3,51 1,51 1,82 -5,00 0,56
6,32 3,39 3,47 3,57 2,63 3,93
2,97 1,64 3,35 5,75 7,05 4,32
7,69 1,61 3,70 3,26 1,80 3,63
7,59 3,70 5,80 11,05 10,00 8,50
7,05 4,08 7,17 6,64 5,88 6,45
7,75 10,78 12,60 15,56 14,14 12,55
4,68 3,54 1,40 -9,23 -5,31 -1,92
0,00 4,27 -4,14 -11,86 -13,55 -6,67
2,93 7,52 -0,26 5,28 2,44 1,80
3,07 -0,40 1,23 0,54 -0,81 0,99
5,19 1,22 1,13 -0,37 -2,86 0,79
1,19 1,05 0,53 0,60 1,88 0,91
2,05 0,60 1,57 0,22 0,27 1,17
2,25 0,80 0,60 0,69 2,70 1,29
3,74 0,52 1,41 0,14 -1,00 1,14
1,75 0,92 1,04 5,17 4,30 2,43
1,16 1,56 1,80 5,13 5,19 2,86
0,22 1,31 0,65 -0,61 3,54 0,65
3,14 0,70 1,18 2,10 1,53 1,81
2006
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2007
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2008
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2009
Trw.I
Trw.II
Trw.III
Trw.IV
2010
Trw.I
Trw.II
Trw.III
2011
Trw.I
Trw.II
Trw.III