jjhcjh kb

14
Kelainan refraksi dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang mencolok diberbagai belahan dunia, gangguan refraksi ini dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi. Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat kurang lebih 180 juta orang dengan gangguan penglihatan diseluruh dunia. Bisa menyebabkan kebutaan karena kelainan refraksi yang tidak terkoreksi Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah dilaporkan dalam 10 tahun terakhir ini dari beberapa penelitian-penelitian survey, seperti Baltimore Eye Survey, The Blue Mountains Eye Study, The Victoria Visual Impairment Project, dan Andra Pradesh Eye Diseases Study. Penyebab tersering gangguan penglihatan pada kelainan refraksi yaitu miopia Presbiopia, epid : Terjadi mulai pada usia 40 tahun ke atas Miopia, epid : Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin. Hipermetropi, epid : Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin. Astigmatisma, epid : Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin. Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan petama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Insiden miopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan dan faktor lainnya. Prevalensi miopia bevariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Math Abrahamsson dan

Upload: cindyputri1294

Post on 02-Oct-2015

223 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jhhnjjk

TRANSCRIPT

Kelainan refraksi dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang mencolok diberbagai belahan dunia, gangguan refraksi ini dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi. Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat kurang lebih 180 juta

Kelainan refraksi dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang mencolok diberbagai belahan dunia, gangguan refraksi ini dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi. Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat kurang lebih 180 juta orang dengan gangguan penglihatan diseluruh dunia. Bisa menyebabkan kebutaan karena kelainan refraksi yang tidak terkoreksi

Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah dilaporkan dalam 10 tahun terakhir ini dari beberapa penelitian-penelitian survey, seperti Baltimore Eye Survey, The Blue Mountains Eye Study, The Victoria Visual Impairment Project, dan Andra Pradesh Eye Diseases Study. Penyebab tersering gangguan penglihatan pada kelainan refraksi yaitu miopia

Presbiopia, epid : Terjadi mulai pada usia 40 tahun ke atasMiopia, epid : Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.

Hipermetropi, epid : Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.

Astigmatisma, epid : Kelainan ini menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin.Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan petama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.

Insiden miopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan dan faktor lainnya. Prevalensi miopia bevariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara. Sedangkan menurut Math Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian astigmatisma bervariasi antara 30-70%

WHO :

333 juta orang : gangguan penglihatan

154 juta : kelainan refraksi tidak terkoreksi

Lebih dari 13 juta adalah anak-anak

Prevalensi

Prevalensi miopia di dunia masih tinggi. Di Amerika Serikat, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh National Health and Nutrition Examination Survey pada tahun 1999-2004, dari 7.401 orang berumur 12-54 tahun didapatkan prevalensi miopia sebanyak 41,6%.

Asia merupakan daerah yang memiliki prevalensi miopia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Amerika. Hasil survei yang dilakukan di Taiwan pada tahun 2000 mendapatkan prevalensi miopia pada siswa sekolah menengah ke atas sebesar 84%. Di Singapura, kira-kira lebih dari 80% populasi dewasa menderita miopia. Terdapat insidens miopia yang tinggi pada tenaga profesional dan murid sekolah, biasanya termasuk dalam miopia rendah yang disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya membaca terlalu lama dan pekerjaan dengan penglihatan jarak dekat.

Di Indonesia, angka kejadian miopia juga tinggi. Di Lamongan diketahui bahwa miopia merupakan penyebab terbanyak kelainan refraksi tidak terkoreksi sebesar 50% dan sebagian besar dengan tajam penglihatan lebih dari 6/18 pada usia 6-60 tahun.

Prevalensi miopia menunjukkan penurunan dengan meningkatnya usia (44-50 tahun). Pola ini menunjukkan peningkatan prevalensi pada generasi yang lebih muda mungkin oleh karena peningkatan paparan penglihatan dekat atau penurunan prevalensi miopia memang berhubungan dengan bertambahnya usia.

Epidemiologi Hipermetropia merupakan anomali perkembangan dan secara praktis semua mata adalah hipermetropia pada saat lahir. 80% hingga 90% mata didapati hipermetropia pada 5 tahun pertama kehidupan. Pada usia 16 tahun, sekitar 48% mata didapati tetap hipermetropia. Pada masa remaja, derajat hipermetropia akan berkurang karena panjang axial mata bertambah sehingga periode pertumbuhan berhenti. Pada masa itu, hipermetropia yang menetap akan menjadi relatif konstan sehingga munculnya presbiopia.

Pada studi yang dilakukan di Amerika, 1 dari 8 anak (12,8%) antara usia 5 hingga 17 tahun hiperopia, studi yang dilakukan di Polandia mendapati 1 dari 5 anak (21%) antara usia 6 hingga 18 tahun hipermetropia, studi di Australi mendapati 4 dari 10 anak (38,4%) antara usia 4 hingga 12 tahun hipermetropia, studi di Brazil mendapati 7 dari 10 anak (71%) dalam satu kota hipermetropia.

Epidemiologi Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi. 5% dari pasien yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi astigmatisme meningkat dengan usia.

Epidemiologi Prevalensi presbiopia lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopia berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan lansung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.

Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia.

Faktor resiko utama bagi presbiopia adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan presbiopia dini.

Prevalence of refractive error by age groups. Frequency of hyperopia and astigmatism increases with aging with a small decrease toward 80 y/o. Myopia decreases during aging with a small increase at 80 y/o

US National Library of Medicine (Journal of Optometry)

Prevalence of refractive error by gender. Hyperopia and astigmatism are more frequent in females than male

Frequency of refractive conditions according to gender reveals that in females hyperopia and astigmatism are most frequent (54.0% and 39.1% respectively) followed by emmetropia (32.5%) and myopia the least common (13.5%). Males revealed a similar trend: hyperopia (45.2%) as most common, then emmetropia (38.3%), astigmatism (20.1%) and last myopia (16.5%) (Figure 4). This study found higher prevalence of hyperopia in females than males although statistical significance was not reached. These results are similar to other studies in Spain, Australia and the United States where women revealed more frequent hyperopia than males with the exception of Singapore where women had more myopia. The authors attribute this increased frequency of myopia to the common finding of myopia in the Asian population.16Myopia was found more frequently in males in most of the studies.6, 7, 8 Other studies reported no statistically significant differences between genders

Out of 137 patients who had refractive errors, students constituted 78.1%, and those affected were predominantly between 11 and 30 years old (Annals of Nigerian Medicine)

(Oman journal of ophthamology)

NATIONAL EYE INSTITUTE (NEI)

Changes of Cases between 2000 and 2010

Changes of Cases between 2000 and 2010