jie g 1338419744

Upload: anggoro-adi-sucipto

Post on 02-Mar-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Jie g 1338419744

    1/2

    36 MPA 309 / Juni 2012

    Peringatan Hari Pendidikan Na-sional (Hardiknas), 2 Mei lalu, diwar-nai dengan pencanangan GenerasiEmas 2045. Tema ini dikembangkandalam rangka menyongsong satuabad Indonesia yang jatuh padaAgustus 2045. Melalui pencananganini, sektor pendidikan diharapkanmampu menyuplai sumber dayamanusia yang berkualitas untuk 30tahun yang akan datang ketika Indo-nesia mulai memasuki abad kedua.

    Karena itu, Mendikbud MuhammadNuh bertekad akan menggerakkanmesin pendidikan nasional agardapat menopang tujuan jangka pan-jang ini, mulai dari SD, SMP, SMA,sampai Perguruan Tinggi (Jawa Pos,01/05/2012)

    Mendiknas tampaknya meng-ajak kita semua untuk bermimpi ten-tang wajah Indonesia 30 tahun yangakan datang. Mimpi memang penting,sebagaimana lirik lagu Laskar Pelangiyang dinyanyikan grup band Nidji,yang sempat menghipnotis bangsa

    ini selama beberapa waktu. Namunmimpi juga harus membumi. Dalamkonteks mimpi Generasi Emas yangdicanangkan oleh Mendikbud, akan-kah mimpi itu menjadi kenyataan pa-da 3 dekade yang akan datang? Atau-kah mimpi Generasi Emas itu hanyaakan menjadi nomenklatur penggantibagi konsep Pendidikan Karakteryang sudah booming lebih dulu?

    Apa Kabar Pendidikan Ka-rakter?

    Membangun generasi emas su-

    dah pasti harus dimulai daribangunan karakter emas. Pertanya-

    annya adalah bagaimana hasil pen-didikan karakter yang diwacana-kan kemendikbud selama beberapatahun terakhir ini? Salah satu ja-wabannya dapat dilihat dari pe-nyelenggaraan Ujian Nasional(Unas) beberapa waktu lalu yangmenghasilkan ratusan aduan ten-tang kecurangan Unas. Mengacu pa-da pengalaman-pengalaman sebe-lumnya, aduan kecurangan itu ten-tunya seperti fenomena gunung es.Kecurangan yang tidak diadukan ber-jumlah jauh lebih besar. Hanya karena

    kuatnya cengkeraman birokrasi sa-jalah yang menyebabkan kecura-ngan-kecurangan Unas sulit di-bongkar.

    Jika kecurangan Unas sajabelum bisa diatasi, bagaimanabisa bermimpi tentang generasiemas? Belum lagi persoalan-persoalan lain yang menjadi be-ban karakter bagi institusi pen-didikan, seperti budaya koruptifdan manipulatif yang tetap sajamenjamur, mulai dari markupanggar-an sampai pemotongan tunjangan

    Generasi Emasdengan Karakter Emas

    Oleh: Bagus Mustakim*

  • 7/26/2019 Jie g 1338419744

    2/2

    37MPA 309 / Juni 2012

    guru. Ada juga masalah karakter guruprofessional yang lebih suka membe-lanjakan tunjangan profesinya untukkeperluan konsumtif, seperti mem-bangun rumah, membeli mobil, ataumendaftar haji/umroh, dari padamembeli buku atau berlangganankoran/majalah. Tanpa karakter yangkuat, generasi emas hanya akan men-jadi mimpi dalam arti sebenarnya.

    Kegagalan pendidikan karakter,dikarenakan wacana ini berada di duasisi yang sama-sama tidak kondusif.Di satu sisi wacana ini tidak imple-mentatif dikarenakan pendidikankarakter memang lebih bernuansa se-mangat atau spirit. Sementara buda-ya birokrasi di Indonesia sangat ber-

    gantung pada juklak dan juknis yangsangat detail. Di sisi lain, tafsir ter-hadap pendidikan karakter diimple-mentasikan secara simbolik. Salah sa-tunya dengan menambahkan kolom

    pendidikan karakter pada Silabus danRencana Program Pembelajaran(RPP). Tambahan kolom seperti inisudah dinilai sebagai implementasipendidikan karakter. Sementara im-plementasi pada proses pembelajarandan kegiatan pendidiakn tidak ada

    alias nol besar.Karenanya tidak heran jika pro-

    gram Kantin Kejujuran yang menja-mur di sekolah-sekolah, baik negerimaupun swasta, tidak mampu mem-bangun kesadaran kejujuran padadiri peserta didik. Kantin boleh jujurtapi Unas tetap curang. Sekolah jugamemiliki banyak pengalaman tentangpendidikan anti korupsi, pendidikanenterpreneurship , dan lain-lain. Se-muanya berakhir hanya dalam bentukformalitas dengan istilah kurikulumterintegrasi. Hasilnya korupsi tetapmarak, toleransi masyarakat terhadapperilaku koruptif tetap tinggi, radikal-isme agama semakin tajam, dan lain-lain.

    Mempertimbangkan KarakterEmas

    Berbicara tentang karakter emas,UU no. 17 tahun 2007 tentang Renca-

    na Pembangunan Jangka Panjang(RPJP) telah merumuskan visi Indo-nesia 2025 sebagai bangsa yang man-diri, maju, adil dan makmur. Berdasar-kan rumusan visi itu ada delapan ka-rakter yang menjadi pondasi utamavisi Indonesia 2025, yaitu etos spiri-

    tual, berorientasi pada kualitas, de-mokratis, multikultural, memiliki ke-cerdasan kritis, peduli terhadap ling-kungan, berwawasan maritim, danmemiliki kepedulian global.

    Agar tidak mengulangi lagikegagalan Pendidikan Karakter, perluada kebijakan afirmatif untuk mema-sukkan dan mengembangkan delapankarakter itu dalam praktik pendidikandi Indonesia. Delapan darakter inidapat disemaikan di sekolah dalambentuk program budaya sekolah. Se-but saja delapan karakter ini sebagaikarakter emas. Sementara pengem-bangan budaya yang berorientasipada delapan karakter itu dapat di-sebut sebagai budaya emas. Dalam

    konteks ini, manajemen sekolah men-jadi garda terdepan dalam memba-ngun budaya emas sekolah berdasar-kan karakter emas menuju terciptanyagenerasi emas.

    Bukan hanya kebijakan dan ma-najemen saja yang harus disiapkanmelainkan perlu juga dilakukanevaluasi secara transparan tentangketercapaian budaya emas di masing-masing sekolah. Evaluasi ini penting,agar program budaya emas tidakhanya omong kosong saja. Evaluasijuga perlu dilakukan di tingkat ka-

    bupaten dan propinsi. Dengan demi-kian, sekolah, kabupaten, dan pro-pinsi yang tingkat ketercapaiannyarendah harus melakukan pembe-nahan terhadap program budayaemas di sekolah masing-masing.

    Sudah saatnya, pendidikantidak hanya dievaluasi dari aspekpembelajaran dengan Unas semata.Aspek budaya sekolah yang ber-peran besar dalam membangun ka-rakter peserta didik perlu dievaluasi.Melalui penilaian yang menyeluruhterhadap praktik penyelenggaraan

    pendidikan, generasi emas yang di-impikan bukan tidak mungkin dapatmenjadi kenyataan. Sebaliknya jikapencanangan Generasi Emas padaHardiknas tahun ini mengulangi ke-salahan yang sama dalam kasusPendidikan Karakter, bukan gene-rasi emas yang akan didapat melain-kan generasi cemas yang membe-bani bangsa dan Negara.

    * Bagus Mustakim, guru PAIdi SMK Negeri 1 Ngawi