jajang heriyana-fdk.pdf

84
PERAN LSM FORUM PEDULI PENDIDIKAN (FORPPENDIK) DALAM MONITORING PENDIDIKAN DIKOTA DEPOK (Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis) Oleh: Jajang Heriyana NIM : 102054025788 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M

Upload: nguyenkien

Post on 16-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

PERAN LSM FORUM PEDULI PENDIDIKAN (FORPPENDIK)

DALAM MONITORING PENDIDIKAN DIKOTA DEPOK

(Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis)

Oleh:

Jajang Heriyana

NIM : 102054025788

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H./2008 M

Page 2: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya yang

dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemajuan akan

cepat dicapai bilamana didukung oleh sumber daya alam yang mencukupi dan

sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, kemajuan akan terhambat jika

faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia relatif terbatas. Sumber daya

alam merupakan sumber daya pasif yang keberadaannya sangat tergantung pada

kualitas sumber daya manusia yang mengelola. Apabila sumber daya manusia

memiliki kualitas yang unggul, maka sumber daya alam dapat diolah sedemikian

rupa sehingga menyumbangkan manfaat dan kontribusi yang besar bagi

pembangunan manusia seutuhnya.

Sumber daya manusia yang berkualitas pada umumnya lahir melalui

proses pendidikan yang baik dan dari institusi pendidikan yang bermutu. Namun

sejauh ini mutu pendidikan di Indonesia belum menunjukkan adanya peningkatan,

setidaknya bila dilihat dari out put yang dihasilkan. Menurut laporan

Pengembangan Manusia (Human Development Report 2002-UNDP) nilai Human

Development Index (HDI) Indonesia tahun 2002 adalah 0,684 atau peringkat 109

dari 174 negara yang diteliti. Peringkat ini tidak lebih baik jika dibandingkan

dengan peringkat pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 1996 Indonesia

Page 3: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

2

menempati peringkat 102, tahun 1997 dan 1998 Indonesia menduduki peringkat

99, dan tahun 1999 berada pada urutan 105.1

Pendidikan adalah senjata perang jaman modern, pendidikan berwujud

kemampuan berpikir dan skil yang tinggi. Desakan akan sumber daya manusia

yang bermutu menjadi modal untuk bisa hidup di zaman sekarang, baik untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk memenuhi tuntutan dunia luar.

Sumber daya manusia yang bermutu tentunya ditunjang oleh lembaga pendidikan

yang bermutu pula. Lembaga pendidikan merupakan lembaga awal yang akan

mencetak skil dan pembentukan karakter dasar pada seseorang. Jika anak-anak

Indonesia tidak mengecam lembaga pendidikan yang telah diwajibkan yakni 9

tahun atau setara dengan tamatan SMP, maka bisa dibayangkan betapa banyaknya

anak-anak Indonesia yang akan hidup dalam kebodohan dan mereka hanya akan

menjadi pekerja kasar. Tentunya ini akan menjadi beban tersendiri bagi negara

dan menjadi pekerjaan rumah bersama.

Mayoritas masyarakat Indonesia saat ini miskin harta, dan jangan sampai

nantinya masyarakat Indonesia miskin ilmu (pendidikan). Pekerjaan untuk

mengentaskan kemiskinan harta adalah pekerjaan rumah jangka pendek, hal ini

berguna untuk meringankan beban orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya,

maka pekerjaan ini tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sedang pekerjaan untuk

memajukan pendidikan adalah kebijakan jangka panjang, dan kalau bangsa

Indonesia tidak ingin jadi bangsa yang bisanya hanya mencetak tukang kuli atau

jadi bulan-bulanan kaum kapitalis, maka keberpihakan semua lapisan pada

1 Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penelitian ( Jakarta: Yayasan Kelopak–Magna Script,

2004), hal. 70

Page 4: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

3

pendidikan adalah suatu keniscayaan. Tanpa peran serta semua elemen yang ada

dalam masyarakat untuk memajukan pendidikan di Indonesia maka dirasakan

belum bisa tercapai. Dan dalam hal ini, peran negara sangat penting sekali dalam

menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas.

Seluruh lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk merancang nasib

pendidikan di masa depan, seperti termaktub dalam pasal 6 ayat 2 Undang-undang

Dasar 1945 bahwa “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap

keberlangsungan pendidikan”.2 Demikian pula dalam pasal 8 “Masyarakat berhak

berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program

pendidikan”. Sehingga dimanapun kita tinggal diseluruh kawasan di Indonesia,

kita bisa berpartisipasi merancang pendidikan yang bermutu, layak dan sebisa

mungkin tanpa memungut biaya sepeserpun.3

Kondisi sumber daya manusia yang dipersiapkan melalui pendidikan

sebagai generasi penerus juga belum sepenuhnya memuaskan, terutama jika

dilihat dari segi akhlak, moral dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya

bangsa. Fakta-fakta empiris tersebut menunjukkan bahwa kinerja lembaga-

lembaga pendidikan di Indonesia jauh dari memadai. Kondisi tersebut juga tidak

terlepas dari peran guru. Sebagai pengajar dan pendidik, guru merupakan salah

satu faktor penentu keberhasilan setiap pendidikan. Hal itu menunjukkan bahwa

kinerja pendidikan yang jauh dari maksimal antara lain disebabkan oleh kinerja

guru yang tidak maksimal pula.

2 Edi Susanto, Pendidikan Gratis Bagi Rakyat Miskin, makalah disampaikan dalam acara Diskusi

Publik, “Apa dan Bagaimana Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS) Kota Depok ke

Depan”, oleh LSM Forppendik di Balaikota Depok: 5 Maret 2005, hal. 1 3 Ibid, hal. 4

Page 5: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

4

Tidak konsisten atau lambannya kinerja guru antara lain dipicu oleh tidak

jelasnya konsep dan penerapan sistem pendidikan yang dirasa masih kurang dan

masih perlu dilakukannya perbaikan-perbaikan. Selama ini, pihak otoritas sekolah

sering sekali berbicara tentang mutu pendidikan, tentang sarana dan prasarana

penunjang pendidikan yang masih perlu lagi diperbaiki tetapi lagi-lagi hal itu

terbentur oleh minimnya anggaran dana, dan masih dibutuhkannya bantuan dari

pihak pemerintah. Adapun anggaran bantuan dari pemerintah untuk pendidikan

dirasa masih minim dan banyak terjadi kesimpang-siuran dalam pencairan

dananya, serta transparansi penerima dana masih kurang, hal ini dikarenakan

rumitnya birokrasi yang ada di Indonesia.

Upaya menjaga agar tidak terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti:

manipulasi dana bantuan pendidikan dari pemerintah, dll, maka perlu adanya

keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang orientasinya jelas dan

hanya fokus dibidang pendidikan saja. LSM ini nantinya sebagai wadah aspirasi

masyarakat guna memonitoring terhadap regulator/penyelenggara dan pengguna

pendidikan, dan sebagai wadah yang akan berperan aktif dalam melakukan

sosialisasi terhadap segala bentuk kebijakan dan program-program penyelenggara

pendidikan guna mendorong kepada peningkatan kualitas sektor pendidikan yang

berpihak kepada masyarakat luas.4 Juga memfasilitasi antara pihak lembaga

sekolah dengan pemerintah, memfasilitasi antara pihak murid dengan pihak

sekolah dan sebagainya.

4 Sekilas tentang LSM Forppendik, (makalah saat Diskusi Publik ‘Apa dan Bagaimana Rencana

Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS) Kota Depok ke Depan’ oleh LSM Forppendik di

Balaikota Depok, 5 Maret 2005)

Page 6: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

5

Wajib belajar (Wajar) 9 tahun yang telah dicanangkan oleh pemerintah

sampai saat ini masih belum berhasil. Padahal kita ketahui bersama bahwa tolak

ukur kemajuan suatu bangsa dilihat dari tingkat pendidikannya. Dan rata-rata

tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih rendah, dan tidak menutup

kemungkinan sebagian masyarakat Indonesia masih ada yang buta aksara atau

tidak bisa membaca dan menulis. Apalagi, menurut data Dinas Pendidikan di Kota

Depok mencatat sejumlah 3.900 siswa dinyatakan DO dan 26.700 anak lainnya

terancam Drop Out (DO) (per April 2005).5 Maka dari itulah diperlukan

pembenahan dibidang pendidikan, baik sarana dan prasarana untuk menunjang

pendidikan, juga sistem pendidikan itu sendiri perlu juga harus dilakukan

pembenahan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dan salah satu peran

pengawasan dalam upaya membenahi pendidikan ini, salah satunya melalui peran

LSM.

Kota Depok dalam visi dan misinya mencanangkan sebagai kota

pendidikan, akan tetapi para pemerhati pendidikan seperti LSM Forppendik

mensinyalir bahwa masih banyak permasalahan pendidikan di Kota Depok yang

perlu segera dibenahi. Seperti: mahal atau tingginya biaya pendidikan di Kota

Depok6, masih banyaknya siswa yang di duga DO dan rawan DO

7, serta masih

minimnya kualitas pendidikan di Kota Depok (peringkat ke 24 dari 25

5 Monitor Depok, “9.240 Siswa Depok diduga Putus Sekolah; Disdik Alokasikan Bantuan”, Sabtu

4 Maret 2006, hal. 6 6 Sampai saat ini masyarakat Depok masih belum merasakan keringanan biaya pendidikan dari

strata SDN, SMPN maupun SMAN apalagi swasta. Seperti biaya UAS menjadi sangat mahal

karena ada biaya ikutan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah seperti biaya perpisahan, buku

kenang-kenangan atau yang lainnya diluar APBS. (Monitor Depok , Rabu 13 April 2005) 7 Dinas Pendidikan Depok mencatat 3.900 siswa dinyatakan DO dan 26.700 anak lainnya

terancam DO (per April 2005). Bahkan Forppendik mensinyalir pada 2006 sebanyak 20% atau

5.340 siswa diperkirakan putus sekolah. (Monitor Depok, Sabtu, 4 Maret 2006)

Page 7: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

6

Kabupaten/Kota se-Jawa Barat)8, yang perlu diperhatikan oleh stakeholders

pendidikan seperti: Komisi D DPRD Depok, Dewan Pendidikan Kota Depok

(DPKD), PGRI Kota Depok dan LSM maupun elemen pemerhati pendidikan

lainnya.

Memasuki tahun ajaran baru, seringkali para orang tua murid merasa

terbebani karena pihak sekolah yang selalu saja menuntut para orang tua murid

untuk membayar dan menyelesaikan persoalan-persoalan administrasi seperti:

biaya bangunan sekolah, biaya ujian sekolah, dana buku, dan lain-lain. Padahal,

masih banyak orang tua murid yang tidak tahu akan adanya dana bantuan dari

pemerintah, dan ketidaktahuan para orang tua siswa bahwa dana yang dibebankan

orang tua murid tersebut dari pihak sekolah tanpa terlebih dahulu dilakukan

musyawarah, sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan kebijakan sekolah

yang terjadi, dan imbasnya adalah orang tua siswa atau juga masyarakat.

Banyaknya permasalahan pendidikan di Kota Depok yang harus segera

dibenahi, menuntut peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dan turut andil

guna perbaikan mutu pendidikan, misalnya dengan ikut serta menyumbang dana

pendidikan, memberikan masukan/ide konstruktif bagi pendidikan, me-monitoring

bantuan dana, dan sebagainya. Peran serta masyarakat tersebut diharapkan dapat

meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Depok, dan dapat membantu menekan

tingginya biaya pendidikan di Kota Depok.

8 LSM Forppendik mengungkapkan saat ini Depok menduduki peringkat ke-24 se-Jabar. Di

daerah lain di Jawa Barat yang rangkingnya jauh di atas Kota Depok tidak menggunakan system

Uji Kompetensi Siswa / UKS. (Monitor Depok, Selasa, 11 Juli 2006)

Page 8: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

7

Dari uraian tersebut, maka beralasanlah bila penulis menyusun dan

menulis skripsi dengan judul: “PERAN LSM FORUM PEDULI

PENDIDIKAN (FORPPENDIK) DALAM MEMONITORING

PENDIDIKAN DI KOTA DEPOK (Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Karena keterbatasan peneliti dalam hal waktu, tenaga dan biaya, serta

untuk menjaga agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka diperlukan

adanya pembatasan masalah. Dengan pertimbangan tersebut, maka penelitian ini

dibatasi pada upaya mengungkap informasi mengenai peran LSM Forppendik

dalam membenahi permasalahan pendidikan di Kota Depok dalam hal: (1) peran

LSM Forppendik dalam menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok dan

memantau bantuan dana pendidikan dari pemerintah Kota Depok, (2) faktor

pendukung dan penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM Forppendik.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka

permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimana peran LSM Forppendik tahun 2006 dalam menyoroti kualitas

pendidikan di Kota Depok dan memantau bantuan dana pendidikan dari

Pemkot Depok?

Page 9: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

8

2) Bagaimana peran LSM Forppendik tahun 2006 dalam menyoroti kualitas

pendidikan di Kota Depok?

3) Apa faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM

Forppendik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai

melalui penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui peran LSM Forppendik pada tahun 2006 dalam

menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok dan memantau bantuan dana

pendidikan dari Pemkot Depok.

2) Untuk mengetahui faktor apa saja pendukung dan penghambat dalam

menjalankan kegiatan LSM Forppendik.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian terhadap peran LSM Forppendik dalam membangun Kota

Depok sebagai kota pendidikan di tahun 2006 ini diharapkan memberikan

sejumlah manfaat, antara lain:

1) Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya khasanah kepustakaan kependidikan, khususnya mengenai

program dari LSM dalam memperbaiki dan menjadikan masyarakat ke

arah yang lebih baik.

Page 10: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

9

2) Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan/media informasi bagi jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

(PMI) dalam melakukan proses pengembangan masyarakat terutama

memberdayakan masyarakat melalui pendidikan, atau juga dalam hal

sebagai fasilitator dengan pihak penyelenggara pendidikan serta

menambah wawasan dan pengetahuan tentang pemberdayaan masyarakat

yang erat kaitannya dengan pengembangan masyarakat terutama dalam hal

pemberdayaan pendidikan.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini

digunakan karena beberapa pertimbangan, yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci,

tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi

perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik

dan unik bermakna dilapangan. 9

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena

berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian

yang menyajikan data akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi

sebenarnya.

9 Burhan Bugin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003),

cet. Ke-2, hal. 39

Page 11: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

10

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah deskriptif. Pada

jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan

bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-

kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan atau memo dan

dokumen resmi lainnya.10

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak 04 November 2007 dan penelitian ini

berakhir pada tanggal 18 April 2008. Adapun tempat penelitian di sekretariat

LSM Forppendik yang beralamat di Jl. Raya Tole Iskandar Griya Lembah Blok B

No.1 Kecamatan Sukmajaya Kota Depok 16417 dan di SDN Tugu 8 Jl. Akses UI

Inpres Kelapa Dua Kelurahan Tugu Cimanggis–Depok.

4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, dalam memilih responden

ini dipilih secara sengaja, setelah sebelumnya membuat tipologi berdasarkan latar

belakang subyek penelitian, yang penting dalam pendekatan kualitatif bukan

jumlah subyek peneliti kasusnya, melainkan potensi tiap kasus untuk memberi

pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.

10 Ibid

Page 12: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

11

Pilihan responden tergantung pada jenis informasi yang hendak

dikumpulkan. Cara termudah mendapatkan responden adalah teknik ‘bola salju’.

Dalam teknik ini peneliti harus mengenal beberapa responden kunci dan meminta

memperkenalkannya kepada responden lain.11

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih subyek-subyek

penelitian diantaranya adalah: Sebagai data primer utama, penulis akan

mewawancarai ketua LSM Forppendik. Adapun untuk data primer pendukung

penulis akan mewawancarai Kepala Sekolah SDN Tugu 8 yang pernah menjalin

kerjasama dengan LSM Forppendik, hal ini penulis lakukan karena keterbatasan

dari penulis baik mengenai waktu, dana, tenaga dan lainnya.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui catatan atau dokumentasi

LSM Forppendik, kliping media cetak Monitor Depok, data-data instansi dan

sebagainya.

5. Teknik Pencatatan Data

Penelitian yang biasa digunakan adalah catatan lapangan (data lapangan).

Catatan lapangan (data) tidak lain dari pada catatan yang dibuat oleh peneliti

sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa

mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara

itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catatan lapangan (data) itu dibuat dalam

bentuk kata-kata, singkatan, pokok utama saja, kemudian dilengkapi dan

disempurnakan apabila sudah pulang ke tempat tinggal.

11

MT. Felix Sitorus, Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan, (Bogor: Kelopak Dokumentasi Ilmu

Sosial, 1998), hal. 50

Page 13: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

12

Pencatat data dilapangan yang mencatat apa yang akan direkam, apa yang

perlu dan tidak perlu dicatat. Uraian tentang latar dan orang-orang yang diamati

atau di wawancarai, bagaimana menghadapi perubahan latar penelitian, dan

bagaimana cara memberikan pendapat dan tanggapan sendiri mengenai informasi

yang dikumpulkan.12

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka peneliti menggunakan teknik pencatatan

data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian dilapangan, baik

berasal dari hasil wawancara maupun dari kumpulan kliping media cetak yang

kemudian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah ke tempat tinggal.

6. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai

berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan atau melalui

wawancara, dimana dua orang atau lebih secara fisik langsung berhadap-hadapan

yang satu dapat melihat muka yang lain dan masing-masing dapat menggunakan

saluran komunikasi secara wajar dan lancar.13

Wawancara mempunyai arti

penting karena melalui proses wawancara dapat diketahui segi-segi kehidupan

seseorang baik yang terpendam maupun yang nampak. Dalam wawancara terdapat

dua pihak yang masing-masing mempunyai kedudukan yang berlainan. Pihak

yang satu sebagai pencari informasi sedang yang lain sebagai pemberi informasi.

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),

Cet. Ke-16, hal. 100 13 Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri, Metodologi Penelitian Sosial, hal. 39

Page 14: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

13

Sebagai pencari informasi pewawancara mengajukan pertanyaan-

pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mencatat dan mengingat

jawaban serta menggali pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam. Wawancara

merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil

wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi

arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah: pewawancara, responden, topik

penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.14

Yang

harus dilakukan seorang pewawancara yakni menyampaikan pertanyaan kepada

responden, merangsang responden untuk menjawabnya, menggali jawaban lebih

jauh bila dikehendaki dan mencatatnya.

b. Observasi/pengamatan

Observasi yaitu tehnik pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan langsung ke lembaga atau institusi dalam rangka mencocokkan data

yang diperoleh dari angket atau wawancara. Ada beberapa alasan mengapa dalam

penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang

dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:191-193) sebagai berikut:15

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara

langsung. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti

ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena hendak memperoleh

keyakinan tentang keabsahan data tersebut, jalan yang ditempuhnya adalah

mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.

14

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: Penerbit: LP3ES),

hal. 192 15

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit PT Remaja

Rosdakarya), hal. 125

Page 15: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

14

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada

keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam

situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan

yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami

situasi-situasi yang rumit. Jadi, penggunaan pengamatan yakni: pengamatan

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,

perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; pengamatan memungkinkan

pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian.

7. Teknik Analisa Data

Data yang ada dianalisa dengan cara direduksi. Dalam hal ini seluruh data

yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan kemudian diringkas dan

dikelompokkan menurut kategori yang diinginkan untuk mengidentifikasi aspek

penting dari tema yang diteliti. Reduksi membantu peneliti untuk memutuskan

data yang dikumpulkan. Tujuan terpenting dari reduksi data adalah untuk

mengidentifikasi tema utama yang diteliti dengan memberikan kategori pada

informasi yang telah dikumpulkan.16

Dari rumusan tersebut bahwa dalam menganalisa data memerlukan proses

seperti: mengorganisasikan, mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan

16 Ibid, hal.103

Page 16: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

15

mengkategorikan data. Setelah data dianalisa kemudian dirumuskan. Data yang

telah didapat dari catatan lapangan (hasil wawancara) kemudian dirumuskan dan

disajikan.

8. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini pendekatannya

lebih kepada triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1979)

membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitatif (Patton 1987:331). Hal itu dapat dicapai dengan

jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;

(2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatan orang-orang

tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4)

membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau

tinggi, orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu

dokumen yang berkaitan.17

17 Ibid, hal. 178

Page 17: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

16

Berdasarkan konteks diatas, dalam hal ini penulis mencoba

membandingkan hasil wawancara dengan LSM Forppendik dengan kepala

sekolah dan juga para dewan guru, selain itu, penulis juga akan membandingkan

dengan kumpulan kliping media cetak Monitor Depok sehingga akan

menghasilkan keabsahan data yang akurat dan disajikan dalam penelitian ini.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam proses penelitian, maka penulis menyusun

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan meliputi: (a) Latar Belakang Masalah, (b)

Pembatasan dan Perumusan Masalah, (c) Tujuan dan Manfaat

Penelitian, (d) Metodologi Penelitian, (e) Sistematika Penulisan

BAB II : Tinjauan Pustaka meliputi: (a) Peran terdiri dari (1) Pengertian

peran, (2) Peran LSM dalam masyarakat. (b) Pendidikan terdiri

dari (1) Pengertian pendidikan (2) Peran pendidikan dalam

masyarakat. (c) Monitoring terdiri dari: (1) pengertian monitoring,

(2) peraturan pemerintah RI No. 30 Tahun 1980 tentang peraturan

disiplin Pegawai Negeri Sipil.

BAB III : Gambaran Umum LSM Forppendik meliputi (a) Latar Belakang

Berdirinya LSM Forppendik, (b) Sejarah singkat terbentuknya

LSM Forppendik, (c) Sifat kelembagaan, (d) Fungsi dan tujuan

LSM Forppendik, (e) Program kerja LSM Forppendik, (f) Kondisi

Geografis Kota Depok, (g) Profil SDN Tugu 8 Cimanggis–Depok.

Page 18: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

17

BAB IV : Analisis Hasil Penelitian, meliputi (a) Peran LSM Forppendik

dalam menyoroti pendidikan di Kota Depok, (b) Peran LSM

Forppendik dalam menyoroti kualitas pendidikan di Kota Depok

tahun 2006, (c) Peran LSM Forppendik dalam memonitoring

bantuan dana pendidikan di Kota Depok, (d) Faktor pendukung dan

penghambat dalam menjalankan kegiatan LSM Forppendik.

BAB V : Penutup meliputi (a) Kesimpulan, (b) Saran-Saran

Page 19: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran

1. Pengertian Peran

Dalam buku Perilaku Organisasi Shakerspeare mengatakan bahwa: peran

adalah seperangkat pola perilaku yang diharapkan yang dikaitkan pada seseorang

yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu satuan sosial. Selain itu juga

peran mempunyai identitas yaitu sikap-sikap tertentu dan perilaku-perilaku yang

sebenarnya konsisten dengan suatu peran menciptakan identitas peran. Peran juga

ada yang mempersepsikan mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertindak

dalam suatu situasi, berdasarkan suatu penafsiran bagaimana seharusnya perilaku

kita.18

Menurut Robert Linton teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam

terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh

budaya. Menurut teori ini seseorang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai

dokter, mahasiswa, guru, orang tua, wanita dan sebagainya, diharapkan agar

berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Contoh dalam hal mengapa seseorang

mengajari orang lain? karena dia adalah seorang pendidik. Kemudian menurut

Glen Edler memperluas penggunaan teori peran tersebut berdasarkan pada

tahapan usia yang dibagi dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa

dan masa tua. Dalam kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah bagian dari

18 Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi (Jakarta: PT. Prenhalindo, 1996), hal. 284

Page 20: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

19

tugas utama yang harus dilaksanakan.19

Bisa berarti sesuatu yang menjadi bagian

atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau

peristiwa.

Sedangkan, Grass Masson dan A.W, Eachern, sebagaimana dikutip oleh

David Berry, mendefinisikan peranan sebagai perangkat harapan-harapan yang

dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan

peranan itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat. Artinya seseorang

diwajibkan untuk menentukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat. Peran

akan menjadi sangat penting jika dikaitkan dengan suatu tujuan. Misalnya, setiap

organisasi menghadapi keterbatasan kemampuan menyediakan dan memperoleh

sumber-sumber yang diperlukannya, baik dalam arti dana, sarana prasarana,

waktu dan tenaga kerja. Menghadapi kenyataan demikian, peran manajemen perlu

melakukan suatu analisis yang objektif agar dapat ditentukan kemampuan

organisasi berdasarkan sumber yang sudah dimiliki atau mungkin diperolehnya.20

2. Peran LSM dalam Masyarakat

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non Pemerintah

(Ornop) sesungguhnya sudah dikenal sejak sebelum Indonesia merdeka. Sebagai

contoh, dijaman kolonial sudah ada organisasi bernama Budi Utomo dan Taman

Siswa. Dua organisasi ini bisa disebut representasi dari Ornop, karena fungsi

substitusinya dari organisasi-organisasi yang ada saat itu, baik yang berbentuk

lembaga pendidikan maupun yang bercorak sosial dan bergerak dibidang

19

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka), 1990, hal. 667 20 Sondang P. Siagian, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara), hal. 32

Page 21: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

20

kesejahteraan lebih banyak yang digunakan untuk kepentingan penjajah dan tidak

memberi peluang kebangkitan bagi pribumi.

Sesudah Indonesia merdeka organisasi semacam itu tumbuh lebih subur.

Salah satu faktor penyebabnya, karena sistem politik yang ada saat itu relatif

bebas dimana organisasi swadaya masyarakat yang juga masih berpengaruh oleh

dinamika partai politik, berkeinginan mendapat simpati dan legitimasi dari basis

masyarakat. Tetapi setelah G 30 S/PKI meletus dan Orde Baru lahir disusul

perubahannya sistem politik dan ekonomi, keberadaan organisasi swadaya

masyarakat/LSM dan peranannya bergeser cukup mendasar. LSM-LSM

tradisional, khususnya yang bergerak dalam bidang kesejahteraan dan pendidikan

seperti yayasan, kumpulan-kumpulan/paguyuban dan sejenisnya baik yang

berlabel agama maupun yang sekuler tetap berjalan. Sementara LSM-LSM

tradisional yang struktur dan kulturalnya lama dengan utopia politik negara

mengadaptasikan diri dengan struktur dan kultur politik orde baru yang

sebenarnya sama. Pola patront client tetap dipegang sebagai ciri golongan

oportunis.21

Kebijakan otonomi daerah yang dilancarkan dalam era reformasi telah

mengundang berbagai pendapat dan pandangan yang banyak dilontarkan orang,

terutama terhadap UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Ada yang

menganggap UU ini terlalu kebablasan memberikan keleluasaan kepada daerah,

sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan (disintegrasi) karena

terkotak-kotaknya antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, dan tidak

21

Moh Marzuki Kurdi, Pengembangan Masyarakat Antara Teori dan Praktek, Jurnal Populis

BEMJ-PMI IAIN Sunan Kalijaga: 2002, hal. 7

Page 22: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

21

terkendali oleh pemerintah pusat, pada akhirnya daerah yang merasa sangat kuat

akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI. Sebaliknya, ada yang

beranggapan bahwa UU ini masih berbau ‘status quo’ pemerintah yang

menamakan dirinya sebagai ‘pemerintah orde reformasi’ nyatanya tidak

reformis.22

Krisis ekonomi, politik dan kepercayaan yang berkepanjangan, yang

melanda bangsa Indonesia, telah membawa dampak hampir kepada seluruh aspek

dan tatanan kehidupan. Walaupun terasa pahit yang menimbulkan keterpurukan

bagi bangsa dan rakyat Indonesia, namun hikmah positif yang merupakan

‘blessing in disguised’ adalah timbulnya ide dan pemikiran dasar yang

menumbuhkan ‘reformasi total’ didalam aspek kehidupan bernegara dan

berbangsa. Fokus utama reformasi total ini adalah untuk mewujudkan terciptanya

masyarakat madani (civil society) dalam kehidupan berpemerintahan,

bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilai-nilai ‘good governance’ yang

memunculkan nilai demokrasi dan sikap keterbukaan, kejujuran, keadilan,

berorientasi kepada kepentingan rakyat, serta bertanggung jawab (akuntabel)

kepada rakyat.

Dari sejarah perkembangan LSM tersebut sebenarnya tersirat keberadaan

dan peran masing-masing LSM terhadap perkembangan masyarakat. Yang

pertama, adanya orientasi LSM yang concern terhadap pembelaan masyarakat

yang tertindas. Sementara yang kedua adanya misi sosial politik (pendidikan dan

kesejahteraan) yang masih terkait dengan struktur politik yang berkembang.

22

Dadang Juliantara, Arus bawah Demokrasi: Otonomi dan Pemberdayaan Desa, (Yogyakarta:

Yayasan Lapera Pustaka Utama-2000), hal. 56

Page 23: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

22

Dimana sistem yang dianut dibalik kiprah LSM tersebut masih terjebak pada

sistem global yang sebenarnya juga tidak adil, baik dalam bentuk hubungan

ekonomi negara maju dan berkembang maupun struktur politik dan ekonomi

dimasing-masing negara. Yang ketiga, saat orde baru berkuasa dimana pendekatan

pembangunan dan modernisasi menjadi pegangan utama, tidak sedikit LSM yang

menjadi perpanjangan pemerintah, karena keterlibatan LSM tersebut dalam pola

pendekatan semacam itu. Karena alasan pertumbuhan ekonomi yang menjadi

jargon pemerintah, LSM ikut sibuk dalam program-program/proyek rekayasa

sosial ekonomi (social economic engineering); program mana yang dikemudian

hari dikecam banyak kalangan karena dianggap top down dan tidak partisipatif.

Dengan kata lain, LSM lebih banyak memperkuat sektor pemerintah/negara dan

tidak memihak pada sektor masyarakat lemah yang tertindas.

Organisasi gerakan sosial seperti LSM adalah organisasi yang mengajukan

perubahan radikal pada aras akar rumput. LSM juga mengklaim memberdayakan

rakyat untuk mengontrol dan menggunakan pengetahuannya sendiri.

Kemungkinan organisasi gerakan sosial menjadi gerakan kontra–hegemonik

maupun gerakan kontra–diskursus tergantung pada komitmen aktivis gerakan

sosial pada rakyat. Hal ini penting untuk melihat bagaimana aktivis bekerja

bersama-sama rakyat menciptakan paradigma dan ideologinya sendiri maupun

diskursus alternatif bagi transformasi sosial.23

Dalam hal ini transformasi sosial

didefinisikan sebagai penciptaan hubungan ekonomi, politik, kultural dan

lingkungan yang secara mendasar baru dan lebih baik. Juga dalam hal ini

23

Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Tranformasi Sosial, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka

Pelajar), hal. 61

Page 24: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

23

transformasi sosial dianggap sebagai salah satu model atau bentuk alternatif

tentang perubahan sosial, yang merupakan tujuan utama setiap gerakan sosial.24

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan pengejawantahan dari

program pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat di sini memiliki

fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan

minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian

melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Milson (1974,

14-15) mengemukakan bahwa ada ketumpang tindihan yang terkait dengan istilah

pengembangan masyarakat dalam kaitan dengan penggunaannya di negara

‘sedang berkembang’ (developing countries) dan negara ‘yang sudah

berkembang’ (developed countries). Pada negara ‘yang sudah berkembang’

pengembangan masyarakat tidak terlalu difokuskan pada penyediaan kebutuhan

dasar masyarakat (seperti layanan kesehatan, pendidikan dasar dan menengah),

tetapi lebih diarahkan pada upaya mengembangkan proses demokrasi,

memperbaiki proses demokrasi yang ada, dan mengembangkan konklusi logis dari

masalah-masalah yang ada. Tujuan utama pergerakan adalah pengembangan

‘harga diri’ (dignity) dan kepuasan berpartisipasi.25

Pada sisi yang lain, pada berbagai negara yang sedang berkembang, fokus

perhatian dari pengembangan masyarakat lebih diarahkan pada peningkatan

kondisi ekonomi masyarakat, pembuatan fasilitas infrastruktur, membangun

fasilitas rumah untuk kelompok ‘miskin’, mengembangkan pendidikan dasar,

menengah dan kejuruan, serta menyiapkan lapangan kerja. Di Indonesia, istilah

24

Ibid, hal. 38 25

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: Penerbit

FISIP UI Press), hal. 172

Page 25: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

24

pengembangan masyarakat juga sering diidentikkan dengan ‘pembangunan

masyarakat dalam arti luas’ (pembangunan = development; masyarakat =

community) pengertian ini digunakan untuk menggambarkan pembangunan

bangsa secara keseluruhan. Dilain hal, terkadang pengembangan masyarakat itu

bergerak dalam lembaga-lembaga seperti LSM.

Pengembangan masyarakat atau LSM sering kali di implementasikan

dalam bentuk: (a) proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota

masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya atau melalui

(b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut

dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.26

Pengembangan masyarakat (Community Development) terdiri dari dua

konsep, yaitu “pengembangan” dan “masyarakat”. Secara singkat, pengembangan

atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan

kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi

beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial budaya.

“Masyarakat” dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu : masyarakat sebagai

sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai

contoh: sebuah rukun tetangga atau sebuah kampung diwilayah pedesaan.

Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan

berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh, kepentingan bersama pada

masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama berdasarkan identifikasi

kebutuhan tertentu seperti pada kasus orang tua yang memiliki anak dengan

26

Edi Suharto, Metodologi Pengembangan Masyarakat, Jurnal COMDEV BEMJ-PMI (Edisi I

2005), UIN Syarif Hidayatullah–Jakarta, hal. 3

Page 26: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

25

kebutuhan khusus (anak cacat phisik) atau bekas para pengguna pelayanan

kesehatan.

Istilah masyarakat dalam pengembangan masyarakat biasanya diterapkan

terhadap pelayanan-pelayanan sosial kemasyarakatan yang membedakannya

dengan pelayanan sosial kelembagaan. Istilah masyarakat juga sering

dikontraskan dengan “negara”. Misalnya, sektor masyarakat sering diasosiasikan

dengan bentuk-bentuk pemberian pelayanan sosial yang kecil, informal dan

bersifat bottom-up. Sedangkan lawannya yakni sektor publik kerap diartikan

sebagai bentuk-bentuk pelayanan sosial yang relatif lebih besar dan lebih

birokratis.

Pengembangan masyarakat dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan

pekerjaan sosial yang dikembangkan dari dua perspektif yang berlawanan, yakni

aliran kiri (sosialis–marxis) dan kanan (kapitalis–demokratis) dalam spektrum

politik. Dewasa ini, terutama dalam konteks menguatnya sistem ekonomi pasar

bebas dan “swastanisasi” kesejahteraan sosial, pengembangan masyarakat

menekankan pentingnya swadaya dan keterlibatan informal dalam mendukung

strategi penanganan kemiskinan dan penindasan, maupun dalam memfasilitasi

partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.

Secara garis besar, Twelvetrees (1991) membagi perspektif pembangunan

masyarakat ke dalam dua bingkai, yakni pendekatan “profesional” dan pendekatan

“radikal”. Pendekatan profesional menunjuk pada upaya untuk meningkatkan

kemandirian dan memperbaiki sistem pemberian pelayanan dalam kerangka relasi

- relasi sosial. Sementara itu, berpijak pada teori struktural neo marxis,

Page 27: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

26

familimisme dan analisis anti-rasis, pendekatan radikal lebih terfokus pada upaya

mengubah ketidak seimbangan relasi-relasi sosial yang ada melalui pemberdayaan

kelompok-kelompok lemah, mencari sebab-sebab kelemahan mereka, serta

menganalisis sumber-sumber ketertindasannya.

Pengembangan masyarakat dapat diklasifikasikan kedalam enam model

sesuai dengan gugus profesional dan radikal. Ke enam model tersebut meliputi:

1. Perawatan masyarakat merupakan kegiatan volunter yang biasanya dilakukan

oleh warga kelas menengah yang tidak dibayar. Tujuan utamanya adalah untuk

mengurangi kesenjangan legalitas pemberian pelayanan.

2. Pengorganisasian masyarakat memiliki fokus pada perbaikan koordinasi antara

berbagai lembaga kejahteraan sosial

3. Pembangunan Masyarakat memiliki perhatian pada peningkatan keterampilan

dan kemandirian masyarakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

4. Aksi masyarakat berdasarkan kelas bertujuan untuk membangkitkan kelompok-

kelompok lemah untuk secara bersama-sama meningkatkan kemampuan melalui

strategi konflik, tindakan langsung dan konfrontasi.

5. Aksi masyarakat berdasarkan gender bertujuan untuk mengubah relasi-relasi

sosial kapitalis-patriakal antara laki-laki dan perempuan, perempuan dan negara,

serta orang dewasa dan anak-anak.27

Peran LSM sebagai gerakan kontra-hegemonik adalah memperkuat

masyarakat sipil dan membantu mereka melahirkan “kesadaran kritis”. Juga tugas

utama LSM diantaranya adalah melakukan penetrasi terhadap kemajuan semua

27 Edi Suharto, Ibid, hal. 5

Page 28: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

27

yang diciptakan oleh sistem modernisasi dan developmentalisme.28

Juga bisa

diantara peran LSM adalah sebagai fasilitator dalam hal menengahi antara

kepentingan pemerintah dan kepentingan rakyat. Dalam hal ini menggunakan

pendekatan bottom- up.

B. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Dalam kehidupan sehari-hari kata pendidikan diartikan dengan lembaga

pendidikan dan ada kalanya diartikan dengan hasil pendidikan. Misalnya,

pendidikannya SMP berarti sekolah atau lembaga pendidikan; pendidikannya

lulus SMEA berarti menunjukkan pada hasil pendidikannya. Pendidikan dapat

diartikan sebagai:

1. Serangkaian proses dengannya seseorang/anak mengembangkan

kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai/

berguna dimasyarakat.

2. Proses sosial dimana orang/anak-anak dipengaruhi dengan lingkungan

yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru disekolah)

sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial dan

perkembangan individual yang optimal.29

Menurut Abdurrahman An-Nahlawi (1989; 32-33) mengenai definisi

mengenai pendidikan yaitu:

1. Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan sasaran dan objek.

28

Mansour Fakih, Op.Cit, hal. 153 29 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Penerbit UIN Jakarta Press ), hal. 6

Page 29: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

28

2. Secara mutlak, pendidik yang sebenarnya hanyalah Allah, Pencipta fitrah

dan Pemberi berbagai potensi.

3. Pendidikan menurut adanya langkah-langkah yang secara bertahap harus

dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan

urutan yang telah di susun secara sistematis. Anak melakukan kegiatan itu

fase demi fase.

4. Kerja pendidikan harus mengikuti aturan penciptaan dan pengadaan yang

dilakukan Allah, sebagaimana harus mengikuti Syara dan Din Allah.

Pendidikan itu adalah suatu proses pembentukan kepribadian. Proses

dalam hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan terdiri dari serangkaian tindakan

yang menuju kesuatu hasil tertentu. Tindakan tersebut bisa saja suatu perbuatan

yang tampak tetapi juga bisa tidak tampak. Pada umumnya tindakan dalam

pendidikan itu merupakan tindakan yang tidak tampak nyata. Namun demikian,

tindakan dalam pendidikan itu hampir selamanya bersifat formal, dalam artian

tindakan-tindakan itu dibuat sengaja dan bertujuan.30

Kesengajaan proses pendidikan ini akan lebih nyata bila pendidikan itu

dipandang secara sosiologis. Pendidikan adalah proses sengaja untuk meneruskan

atau mentransmisi budaya orang dewasa kepada generasi yang lebih muda. Proses

ini mengandung suatu tindakan asasi yaitu pemilihan atau seleksi keterampilan,

fakta, nilai dan sikap yang paling berharga dan penting dari kebudayaan untuk

30 H.M. Daryanto, Administrasi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998), hal.5

Page 30: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

29

diajarkan kepada generasi yang lebih muda itu. Pemilihan dan pengambilan

keputusan itu merupakan tindakan yang sengaja.31

Dalam pendidikan itu terdapat dua jenis proses, yaitu proses pendidikan dan

nonpendidikan. Proses pendidikan sering juga disebut proses teknis sedangkan

nonpendidikan sering disebut nonteknik. Administrasi tergolong proses non teknis

yang pada dasarnya berfungsi agar proses teknik berjalan dengan mulus. Fungsi

proses administrasi itu adalah merancang, mengatur, mengkoordinasikan,

menyediakan fasilitas, mengarahkan, memperbaiki proses teknis. Sedangkan

proses teknis itu merupakan proses yang secara langsung berkenaan dengan

pendidikan itu sendiri seperti perencanaan, penilaian, pelaksanaan pengajaran dan

kurikulum. Abdurrahman An-Nahlawi (1989; 50) menyatakan bahwa proses

pendidikan adalah pengembangan kepribadian manusia, agar seluruh aspek ini

dapat terlaksana secara harmonis dan sempurna, disamping seluruh potensi

manusia dapat terpadu untuk mencapai tujuan yang merupakan pangkal segala

usaha, konsep, tingkah laku dan getar perasan hati.32

Menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No.IV/MPR/1973) dikatakan bahwa:

“Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung

seumur hidup”. Menurut ketentuan umum, Bab I Pasal 1 Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah

usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang”.

31

Ibid, hal. 6 32 Ibid, hal. 7

Page 31: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

30

Sedangkan menurut Undang-undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, pada Bab I

Pasal 1, ayat 1, menjelaskan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selanjutnya, ilmu pendidikan mengemukakan beberapa macam faktor

yang dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan pendidikan.

Para ahli pendidikan membagi faktor-faktor pendidikan menjadi lima faktor; yaitu

(1) faktor tujuan; (2) faktor anak didik; (3) faktor pendidik; (4) faktor alat; (5)

faktor milieu/lingkungan.

Adapun tujuan pendidikan dalam Bab II Pasal 3 UU Sisdiknas Nomor 20

Tahun 2003; yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU-SISDIKNAS) Nomor

20 Tahun 2003, yang mulai diberlakukan tanggal 8 Juli 2003, adalah Undang-

undang Republik Indonesia sebagai pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun

1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tidak sesuai lagi dengan situasi

saat ini karena masih menganut azas sentralisasi. Pada UU-SISDIKNAS yang

Page 32: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

31

baru telah memperhatikan prinsip otonomi daerah dan mengantisipasi adanya

persaingan global. UU-SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 merupakan Undang-

undang Republik Indonesia yang baru berisikan ketentuan-ketentuan yang

mengatur pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan Indonesia.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, antara lain mengemukakan tentang pengertian dan tujuan pendidikan

nasional, sebagai berikut:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara (Pasal 1, Ayat 1).

2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan

undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar

pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia yang tanggap

terhadap tuntutan perubahan jaman (Pasal 1, Ayat 2).

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan

yang sangat terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan

nasional (Pasal1, Ayat 3).33

33 Alisuf Sabri, Ibid, hal. 93

Page 33: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

32

Selanjutnya pada Bab II, Pasal 3, mengemukakan bahwa “ Pendidikan

Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”.

2. Peran Pendidikan dalam Masyarakat

Pendidikan dan masyarakat merupakan dua variabel yang tidak dapat

dipisahkan. Dalam hal ini, Adolphe E. Mayer, sebagaimana dikutip oleh Imam

Sutari Barnadib, menyatakan bahwa hubungan antara pendidikan dan masyarakat

tidaklah bersifat linear, melainkan hubungan timbal balik (mutual simbiosis).

Sementara Figerland menyebut hubungan keduanya bersifat dialektis. Bila

demikian bentuk hubungan antara pendidikan dan masyarakat, dapat dipastikan

bahwa perubahan yang terjadi terhadap masyarakat akan mempengaruhi

pendidikan.

Demikian juga sebaliknya, perubahan yang terjadi dalam pendidikan akan

mempengaruhi pola kehidupan masyarakat. Secara teoritik, masyarakat berubah

dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.34

Oleh karenanya

pendidikan pun akan mengalami perubahan yang kurang lebih serupa dengan

34

Ahmad H, Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial, Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi

Agama Islam Swasta (Kordinat), Penerbit Kopertais UIN Jakarta, hal. 1

Page 34: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

33

perubahan dalam masyarakat - berubah dari pendidikan tradisional kepada

pendidikan modern.

Konsekuensi logis dari terjadinya perubahan dalam kehidupan sosial

adalah adanya dampak positif ataupun negatif terhadap pendidikan, baik dalam

tatanan teoritik maupun aplikatif. Artinya, perubahan-perubahan yang terjadi pada

masyarakat, baik dalam pola pikir ataupun pola perilaku dalam berbagai bidang

kehidupan, ekonomi, budaya, politik ataupun agama, secara langsung akan

mempengaruhi penetapan sistem pendidikan dan pelaksanaan dari sistem

pendidikan itu sendiri.35

Contoh konkrit dari perubahan sosial yang dapat

mempengaruhi pendidikan adalah diterapkannya sistem sentralisasi pendidikan

sebagai respon dari adanya perkembangan politik bangsa Indonesia yang

menuntut diberlakukannya otonomi daerah secara proporsional. Demikian juga

halnya perubahan orientasi kurikulum kepada kurikulum dengan pendekatan

kompetensi yang saat ini diberlakukan, tidak terlepas dari adanya perubahan

orientasi masyarakat dalam bidang ekonomi, dimana dunia usaha lebih menuntut

pekerja terampil dari pada pekerja yang menguasai ilmu ekonomi secara teorietis.

Permasalahan yang muncul adalah bagaimana pendidikan akan

mempersiapkan output-nya dalam menghadapi perubahan masyarakat yang terus

melaju sehingga mereka bisa menghadapi perubahan yang terjadi dalam

masyarakat tersebut, bisa berperan mewarnai serta bisa terakomodasikan dalam

semua sektor masyarakat tersebut.

35 Ibid, hal. 2

Page 35: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

34

Pandangan Gramsci yang dipakai sebagai landasan teorietis dalam melihat

peran kependidikan organisasi gerakan sosial bagi perubahan, kiranya perlu

memahami bagaimana konsepnya tentang “intelektual organik” berhubungan

dengan konsepnya tentang hegemoni. Gramsci mendefinisikan intelektual organik

sebagai intelektual yang secara organis berakar di dalam rakyat dan bagian dari

rakyat yang mengakuinya sebagai aktivis gerakan sosial, atau sebagai orang-orang

yang memberikan homogenitas dan kesadaran fungsinya kepada kelompok

sosial.36

Lain halnya dengan Paulo Freire, tema pendidikan yang dikemukakannya

adalah peningkatan kesadaran kritis, ia mengakui manusia sebagai hal sentral

dalam konsep pendidikannya bagi perubahan. Peningkatan kesadaran kritis adalah

proses dimana peserta pendidikan mencapai tingkat kesadaran yang

memungkinkannya memandang sistem dan struktur sosial secara kritis.

Ada pengaruh timbal balik antara sekolah dengan masyarakat, yaitu

masyarakat itu maju karena sekolah, dan sekolah yang maju hanya dapat dijumpai

dalam masyarakat yang maju. Hal ini sejalan dengan pendapat Ilmu Sosiologi

pendidikan yang menyatakan bahwa sekolah sebagai institusi masyarakat itu

berfungsi sebagai “The agent of social changes”, yaitu sekolah berfungsi sebagai

agen pembaharu/kemajuan masyarakat. Peran tersebut wajar karena pada

hakikatnya sekolah itu sengaja didirikan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam rangka memajukan masyarakat.37

36

Mansour Faqih, Masyarakat Sipil untuk Trasformasi Sosial, hal. 64 37 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, hal. 36

Page 36: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

35

Sejalan dengan pendapat diatas Crow & Crow dalam bukunya

“Introduction to Education”, mengemukakan tiga peran / fungsi pokok sekolah

terhadap masyarakat; yaitu:

1. Memelihara/melindungi budaya masyarakat.

2. Menggunakan/mengembangkan sumber-sumber yang ada dalam

masyarakat.

3. Sekolah dijadikan sebagai pusat masyarakat, baik pusat studi dan pusat

untuk mewariskan budaya masyarakat. (Crow & Crow: 1960: 488-495).

Menurut Sanapiah Faisal, ada empat pengaruh yang dapat dilakukan sekolah

guna mengembangkan masyarakat di lingkungannya; yaitu:

1. Mencerdaskan kehidupan masyarakat- semua pengetahuan yang diberikan

sekolah ditunjukkan untuk mengembangkan intelek yang akhirnya dapat

mencerdaskan kehidupan anak sebagai anggota masyarakat.

2. Bahwa “virus”pembaharu bagi perkembangan masyarakat- program

pendidikan disekolah selain untuk peningkatan mencerdaskan, juga

mengupayakan transformasi pengetahuan baru, teknologi baru, pemikiran

inovatif yang fungsional guna peningkatan kualitas hidup masyarakat.

3. Melahirkan warga masyarakat yang siap dan terbekali bagi kepentingan

kerja dilingkungan masyarakat- sekolah membekali dan menyiapkan

kesiapan kerja dengan memberikan pengetahuan, keterampilan dan siap

yang hal itu dapat dilihat dalam program pendidikan atau isi kurikulum

pendidikan sekolah.

Page 37: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

36

4. Melahirkan sikap- sikap positif dan konstruktif bagi warga masyarakat,

sehingga tercipta integrasi sosial yang harmonis ditengah-tengah

masyrakat- sikap-sikap positif dan konstruktif yang diperlukan untuk

hidup bernegara dan bermasyarakat, ditanamkan sekolah melalui

pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarga

negaraan. (Tim Dosen IKIP Malang, 1987:179).

C. Monitoring

1. Pengertian Monitoring

Monitoring didefinisikan sebagai sistem pengawasan yang digunakan oleh

mereka yang bertanggung jawab atas suatu proyek, untuk memastikan bahwa

semuanya berjalan menurut rencana, dan bahwa sumber daya tidak terbuang.38

Ini

merupakan sistem umpan balik yang berkesinambungan, yang berlangsung selama

siklus proyek atau program, dan meninjau setiap kegiatan pada setiap tingkat

pelaksanaan.

Dalam Kamus Ilmiah Kontemporer, Monitor diartikan sebagai pemantau

atau pemberi ingat. Dan monitoring adalah hal memonitor, pemantauan atau

pemonitoran.39

Monitoring merupakan alat untuk belajar dari pengalaman- dari

keberhasilan dan kegagalan- untuk kemudian melakukan yang lebih baik di masa

depan. Monitoring mempunyai dua tujuan: (a) Merupakan alat manajemen yang

dapat membantu orang meningkatkan efisiensi dan efektifitasnya, (b) Merupakan

38

Britha Mikkelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan,

(Penerbit Yayasan Obor Indonesia), hal. 231 39

M. D. J. Al-Barry dan Sofyan Hadi, Kamus Ilmiah Kontemporer, (Bandung: Penerbit Pustaka

Setia), hal. 211

Page 38: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

37

proses pendidikan dimana para partisipan meningkatkan kesadaran dan

pemahamannya akan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi mereka, dan

dengan demikian meningkatkan kontrol mereka terhadap proses pembangunan.

Monitoring melibatkan para calon pemakai suatu proyek dalam

pengukuran, pengumpulan, pengolahan dan penyampaian informasi untuk

membantu baik personel manajemen maupun para anggota kelompok sendiri

dalam pembuatan keputusan. Data yang dikumpulkan pada waktu monitoring

memberi dasar untuk analisis evaluasi. Monitoring atau pengawasan perlu

dilakukan untuk mengetahui apakah prosedur/sistem yang telah ada berjalan

semestinya, dan untuk mengetahui keabsahan suatu data.

2. Peraturan Pemerintah RI No.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil

Bagian, C. Larangan bagi Pegawai Negara Sipil:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat

Negara, Pemerintah, atau PNS.

b. Menyalahgunakan wewenang.

c. Menjadi pegawai atau bekerja untuk negara asing tanpa izin pemerintah.

d. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau

meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik

negara secara tidak sah.

e. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik

negara.

Page 39: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

38

f. Melakukan kegiatan bersama dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,

golongan, atau pihak lain yang secara langssung atau tidak langsung

merugikan negara.

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas

dendam terhadap bawahan atau orang lain.

h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian.

i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau

martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali kepentingan jabatan.

j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan.

k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan

yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang

dilayani.

l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan

m. Membocorkan/memanfaatkan rahasia negara yang diketahui untuk

kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.

n. Bertindak selaku perantara.

o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada

dalam ruang lingkup kekuasaannya.

p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada

dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu

sedemikian rapi sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat

langsung atau tidak langsung menentukan penyelewengan atau jalannya

perusahaan.

Page 40: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

39

q. Melakukan usaha dagang, menjadi direksi, pimpinan, atau komisaris

perusahaan swasta bagi pembina (golongan 11V / a) keatas.

r. Melakukan pungutan tidak sah.

Bagian, d. tingkat dan jenis hukuman disiplin:

a. Tingkat Hukuman Disiplin

1) Hukuman disiplin ringan

2) Hukuman disiplin sedang

3) Hukuman disiplin berat

b. Jenis Hukuman Disiplin Ringan

1) Teguran lisan.

2) Teguran tertulis.

3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.

c. Jenis Hukuman Sedang.

1) Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun

2) Penurunan gaji sebesar dua kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama

satu tahun

3) Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun.

d. Jenis Hukuman Disiplin Berat

1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun.

2) Pembebasan dari jabatan

3) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

4) Pemberhentian tidak dengan hormat.40

40 H.M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta–1998), hal. 146-148

Page 41: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

40

BAB III

GAMBARAN UMUM LSM FORPPENDIK

A. Latar Belakang Berdirinya LSM Forppendik

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan organisasi non-

pemerintah, yang sering disebut dengan Non-Government Organization (NGO).

Organisasi seperti ini dibentuk oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat dalam

konteks kepentingan kesejahteraan masyarakat. Terdapat cerita cukup menarik

berkaitan dengan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Istilah ini lahir

dari ‘kurang tepat’-nya terjemahan NGO menjadi organisasi non-pemerintah atau

Ornop. Terdapat dua pengertian dari istilah ini, sebagaimana dikemukakan oleh

Bambang Ismawan, seorang aktivis LSM yang sudah malang melintang selama

ini, sebagai berikut:

Pertama, organisasi apapun asalkan bukan pemerintah. Tentu hal ini dapat

berdimensi luas. Seperti organisasi bisnis, kalangan pers, paguyuban seni,

olahraga, dan lainnya.

Kedua, istilah non-pemerintah dapat berkonotasi negatif yaitu tidak mau

bekerja sama atau memberontak. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, banyak

LSM/NGO yang perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan

keswadayaan dan kemandirian masyarakat.41

Penjelasan lain yang sering dipakai oleh Kementrian Kerjasama

Internasional Jerman Barat adalah Self-Help Promotion Institute (SHPI) yaitu

41

Hari Susanto, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru,

(Jakarta: Khanata–Pustaka LP3ES Indonesia dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri

(DAMANDIRI), 2006), hal. 138

Page 42: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

41

lembaga yang didirikan untuk menolong orang lain dan Self-Helf Organization

(SHO) yaitu lembaga yang didirikan untuk menolong dirinya sendiri. Dengan

menyimak nama lembaga yang berkembang di Jerman Barat itu, maka atas saran

Prof. Dr. Sajogyo, Guru Besar dari IPB, lembaga seperti SHO yang ada di

Indonesia tersebut diusulkan untuk dinamakan dengan sebutan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM). Kemudian istilah LSM sebagaimana didefinisikan dalam

Instruksi Menteri Dalam Negeri No.8 Tahun 1990–Lampiran II, dinyatakan

sebagai “… organisasi/lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga

negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri berniat serta

bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga

sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya peningkatan taraf hidup dan

kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara

swadaya…”.

Dengan melihat pada definisi tersebut, maka kita dapat menyimpulkan

bahwa posisi LSM merupakan penyeimbang dari sistem perencanaan yang

menggunakan pendekatan bersifat dari atas (top down approach). Karena semua

ide atau gagasan yang muncul itu pada dasarnya berasal dari arus

bawah/masyarakat. Dalam kaitannya dengan perihal tersebut, maka bentuk

perencanaan yang dilakukan oleh sebuah LSM dapat dikategorikan ke dalam

bentuk perencanaan yang sifatnya menggunakan pendekatan dari bawah (bottom

up approach). Bidang kegiatan LSM umumnya sangat luas cakupannya, yakni

seperti bidang lingkungan hidup, bantuan hukum, pendidikan dan latihan,

koperasi, penerbitan, pengembangan pedesaan dan pertanian, dan berbagai bentuk

Page 43: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

42

lain-lainnya. Dalam konteks pengentasan masyarakat dari kemiskinan, tampaknya

perhatian LSM banyak ke kawasan pedesaan, mengingat jumlah penduduk miskin

di daerah pedesaan lebih banyak dibandingkan dengan di daerah perkotaan. LSM

dan Organisasi Masyarakat (Ormas) merupakan baris terdepan yang mampu be-

reaksi cepat dalam memperjuangkan hak-hak, terutama hak-hak kaum miskin.

Menurut Syahrullah, seorang tokoh aktivis mahasiswa Gunadarma

mengatakan, “Disaat sekarang ini, kalau kita melarat, kita tidak mungkin menjadi

pintar. Semua peralatan, baik ruang maupun waktu untuk menjadi pintar hari ini

harus dibeli dengan uang. Uang telah menguasai hidup kita.” Pernyataan tersebut

adakalanya benar, karena itu adalah fakta yang memang Ia rasakan setiap hari.

Tidak hanya aktivis mahasiswa tersebut yang merasakan, namun hari ini juga

setiap orang dipaksa untuk merasakan hal yang sama. Hampir tidak ada dalam

dunia ini yang tidak bisa dibeli dengan uang. Bahkan rasa kemanusiaan dan

moralitas pun pada saat-saat tertentu terkadang bisa dibeli dengan uang. Betapa

uang telah menguasai kehidupan. Demonstrasi yang menentang kedzaliman

politik tertentu, dengan dalih moral force, misalnya, seringkali dapat ditukar

dengan uang. Karenanya tidak heran jika demokrasi pun merupakan barang yang

dapat ditegakkan dengan kapital.42

Kemiskinan di Indonesia sampai saat ini menjadi permasalahan yang harus

segera diatasi. Salah satu upaya dalam menanggulangi kemiskinan adalah dengan

meningkatkan sumber daya manusia. Faktor manusia ini mengandung empat

elemen yang menentukan sumber daya manusia itu sendiri yakni:

42 Cornelis Leo Lamongi, Wawancara Pribadi, 5 November 2007, pukul 19.00–21.30

Page 44: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

43

1. Pendidikan umum. Tetapi pendidikan umum ini membutuhkan investasi

yang cukup besar. Sekarang ini UUD 1945 sudah menentukan besarnya

anggaran pendidikan, yaitu minimal 20 % dari APBN dan APBD. Jumlah

ini ternyata masih sulit dipenuhi oleh pemerintah. Pentingnya

pengembangan sumber daya manusia (human development) dan dampak

investasi dalam sumber daya manusia ini telah menjadi perhatian utama

The Odore W Schultz dalam bukunya yang relatif baru berjudul The

Economics of Being Poor (1993). Dalam bukunya itu Schultz membahas

beberapa hal. Pertama jenis pengetahuan yang diperlukan untuk

meningkatkan yaitu pengetahuan umum. Kedua, perempuan sebagai

potensi ekonomi sumber daya manusia. Ketiga, tingkat pendidikan akan

menambah nilai ekonomi faktor manusia, yang berarti pula menghemat

waktu yang memiliki nilai uang. Dengan kata lain, tingkat pendidikan

manusia meningkatkan efisiensi ekonomi. Keempat, mutu pendidikan

meningkatkan nilai tambah dari produksi, sehingga pendidikan atau

investasi dalam sumber daya manusia akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi walaupun meningkatnya mutu manusia berakibat pula

meningkatnya biaya. Kelima, investasi dalam pengembangan sumber daya

manusia memiliki hasil yang tinggi (high return). Investasi dalam

pengembangan sumber daya manusia itu dapat pula diterapkan pada orang

miskin. Schultz juga menghubungkan investasi dalam sumber daya

Page 45: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

44

manusia ini dengan membangun pertanian dan penduduk miskin di

pedesaan.43

2. Elemen kedua adalah sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan etos

kerja. Elemen ini berkaitan dengan apa yang sering disebut sebagai

“budaya kemiskinan”. Menurut teori ini, kemiskinan seringkali disebabkan

karena budaya kemiskinan dan kemiskinan budaya (the poverty of

culture). Contoh dari sikap dan perilaku yang menyebabkan kemiskinan

ini, antara lain malas kerja, boros dalam konsumsi, rasa rendah diri atau

tiada kepercayaan pada diri sendiri, cepat puas (nrimo), pasrah dengan

nasib, dan semacamnya. Arthur lewis menyebut juga kehendak

berekonomi (the will to economize) yang memperhitungkan untung rugi

dalam bekerja. Pentingnya pendekatan budaya dalam pemberantasan

kemiskinan ini juga dilontarkan oleh Oscar Lewis.

3. Elemen ketiga adalah keterampilan teknis yang berkaitan dengan

menggunakan alat-alat dan energi. Elemen ini berkaitan dengan

perkembangan teknologi yaitu sistem peralatan untuk mengolah alam dan

masyarakat.

4. Elemen keempat adalah kewiraswastaan. Kaum wiraswasta ini menjadi

penggerak ekonomi dengan inovasinya yang menghubungkan dunia teknik

dengan pasar.

43

M Dawam Rahardjo, Menuju Indonesia Sejahtera, (Jakarta: Khanata pustaka LP3ES, 2006),

hal. xiii

Page 46: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

45

Dunia pendidikan saat ini menjadi bahan perbincangan di kalangan

masyarakat umum. Hal ini bisa dilihat hampir di setiap media, baik media cetak

maupun media elektronik selalu ada muatan berita perihal pendidikan. Pendidikan

tidak hanya mencakup lembaga pendidikan formal ataupun non formal.

Memaparkan permasalahan pendidikan sangat luas sekali dan tidak ada habisnya,

tergantung dari perspektif mana permasalahan pendidikan tersebut dibicarakan.

Perspektif tersebut diantaranya: permasalahan biaya pendidikan di Indonesia,

sekolah negeri versus sekolah swasta, dan sebagainya. Ada pula yang melihat

pendidikan dari perspektif kebijakan pemerintah seperti: alokasi APBN tahun

2007 untuk pendidikan sebesar 20% yang masih belum terwujud, Program wajib

belajar 9 tahun, bantuan biaya pendidikan dari pemerintah, dan sebagainya.

Perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini sudah semakin cepat. Hal

ini bisa dilihat bukan saja dalam perkembangan lembaga pendidikan formal

seperti: akhir-akhir ini marak terjadi di Sekolah Dasar (SD) yang lebih banyak

membahas pelajaran umum dibawah koordinasi Depdiknas, kini mulai merubah

diri dengan menambahkan label Islam dibelakangnya menjadi Sekolah Dasar

Islam Terpadu (SDIT), begitu juga dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP)

kini banyak memakai label Islam menjadi Sekolah Menengah Pertama Islam

Terpadu (SMPIT). tetapi lembaga pendidikan non formalpun juga demikian.

Lembaga pendidikan non formal berkembang dengan pesatnya, mulai dari

lembaga privat sampai dengan pelatihan-pelatihan pendidikan, dan lain-lain. Dari

perkembangan pendidikan yang semakin bervariasi tersebut masyarakat dapat

menilai dan dapat memilih sesuai kehendaknya.

Page 47: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

46

Ketika proses menuju kemajuan pendidikan di Indonesia diterapkan

pemerintah, pendidikan juga mengalami permasalahan yang cukup serius. Seperti:

mahal/tingginya biaya pendidikan dibeberapa sekolah swasta dan perguruan

tinggi, kurangnya sarana dan prasarana penunjang yang berimplikasi menurunnya

kualitas pendidikan, dan sebagainya. Hal ini perlu segera ditindaklanjuti dan

jangan dibiarkan berlarut-larut. Karena tolak ukur kemajuan suatu bangsa dilihat

dari tingkat kemajuan pendidikannya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang

berpendidikan, pendidikan adalah parameter (ukuran) dari kemajuan suatu bangsa.

Pendidikan diupayakan agar dapat menciptakan Sumber Daya Manusia

(SDM) yang berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas tersebut diharapkan

nantinya percepatan kemajuan suatu bangsa, baik dalam hal pembangunan dan

lain sebagainya akan mudah dilaksanakan dan tentunya pula hal ini akan

mengurangi lajunya angka tingkat pengangguran di Indonesia. Untuk tujuan

tersebut tentunya dibutuhkan dana yang tidak sedikit dan perlu adanya kesadaran

dari semua pihak. Mengingat bahwa pendidikan adalah tolak ukur sebuah

kemajuan, maka peran serta masyarakat dalam mendukung kemajuan pendidikan

di Indonesia sangat dibutuhkan karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya

dibebankan pada pemerintah saja.44

Saat ini pemerintah pusat banyak memberikan bantuan biaya untuk

pendidikan seperti: Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan lainnya.

Tetapi kenyataannya masih banyak pungutan-pungutan biaya sekolah yang

dibebankan kepada orang tua murid atau masyarakat dan masih banyaknya terjadi

44 Cornelis Leo Lamongi, Op. Cit, 5 November 2007

Page 48: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

47

penyimpangan dana bantuan dari pemerintah sehingga lagi-lagi yang menjadi

korban adalah masyarakat (orang tua murid).

Pemerintah Kota Depok mencanangkan dirinya sebagai kota pendidikan.

Maka konsekuensinya segala infrastruktur penunjang harus turut dibangun pula

guna meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri seperti sarana dan prasarana

pendidikan, dan lain-lain.45 Tetapi fakta justru sebaliknya seperti belum

terwujudnya perpustakaan daerah, masih adanya siswa DO & rawan DO, dan

masih banyak permasalahan pendidikan yang perlu dibenahi di Kota Depok. Kota

Depok bila ditinjau dari permasalahan pendidikan berada dalam kondisi dilematis.

Disatu sisi Pemerintah Kota (Pemkot) menyatakan bahwa Depok sebagai Kota

Pendidikan, namun disisi lain biaya pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA/SMK

Negeri dinilai oleh masyarakat Depok khususnya terkait dengan biaya DSP (Dana

Sumbangan Pendidikan) yang terangkum dalam RAPBS disetiap sekolah dirasa

lebih mahal dibanding daerah-daerah lain di Jabotabek. Memang tidak ada data

yang mendukung argumen ini namun masyarakat luas merasakan akan beban

biaya pendidikan di Kota Depok yang tinggi.46

Menyadari kebutuhan adanya pembenahan pendidikan di Kota Depok

itulah yang melatar belakangi terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat Forum

Peduli Pendidikan (LSM Forppendik). Sebuah forum yang peduli akan dunia

pendidikan khususnya di Kota Depok dan terbentuknya forum ini diharapkan bisa

bersama-sama LSM lainnya menjadi mitra dalam pembinaan pendidikan kedepan

agar kualitas pendidikan di Kota Depok lebih baik.

45

Monitor Depok, “Perpustakaan daerah belum terwujud”, Jumat 31 Maret 2006, hal. 7 46 Cornelis Leo Lamongi, 5 November 2007

Page 49: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

48

B. Sejarah Singkat Terbentuknya LSM Forppendik

Pengurus Forppendik sebelum dideklarasikan menjadi lembaga yang

berbentuk LSM adalah para orang tua korban dari kebijakan kepala sekolah dan

komite sekolah SMAN 4 Cimanggis yang sewenang-wenang menetapkan Dana

Sumbangan Pendidikan (DSP) atau sebut saja uang bangunan yang tinggi/mahal.

Mereka tanpa terlebih dahulu me-musyawarahkan kepada orang tua murid telah

menetapkan besaran biaya yang harus dibayar dan dibebankan kepada orang tua

siswa.47

Padahal Pemkot Depok telah menganggarkan biaya bangunan fisik, dan

kepada sekolah-sekolah diharapkan jangan ada lagi yang memungut biaya

bangunan sekolah.

Namun faktanya, kepala sekolah melalui komite sekolah gencar

menaikkan DSP maupun Sumbangan Operasional Sekolah (SOP) yang dulu

dikenal dengan Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP). Hal ini bisa

dikatakan sebagai “konspirasi” dalam dunia pendidikan.48 Seperti yang terjadi di

SMAN 4 Cimanggis Kota Depok. Sekolah tersebut sama sekali tidak mendengar

aspirasi maupun keluhan orang tua siswa, musyawarah RAPBS/APBS di sekolah

tersebut hanya formalitas belaka, boleh dibilang hanya sosialisasi dari keputusan

yang telah dirancang sebelumnya tanpa mendengarkan keluhan dan aspirasi orang

tua siswa dengan menaikkan biaya pembangunan sekolah sebesar Rp.2,5 juta,49

untuk menutupi kebijakan tersebut, maka kepala sekolah maupun ketua Komite

Sekolah (KS) meng-cover dengan kebijakan bahwa bagi orang tua siswa yang

47

Anwar Yudiono (Humas LSM Forppendik), Wawancara Pribadi, 29 November 2007, pukul

19.30-21.30 48

Cornelis Leo Lamongi, “Menyoroti Dunia Pendidikan di Depok”, Monitor Depok:Jumat 11

Agustus 2006, hal. 7. 49 Cornelis Leo Lamongi, 5 November 2007

Page 50: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

49

tidak mampu boleh mencicilnya, apalagi, menurut Cornelis, tidak ada satupun

institusi yang mempunyai wewenang dalam mengontrol kinerja Komite Sekolah,

pengontrolan kinerja Komite Sekolah ini hanyalah mengandalkan kejelian/kritik

dari orang tua murid, yang dalam kenyataannya orang tua murid tidaklah

mempunyai waktu untuk itu.50

Seharusnya pada saat pembuatan dan pengajuan RAPBS pihak sekolah

dan komite sekolah memusyawarahkan terlebih dahulu bersama orang tua murid

kelas 1 baru, karena merekalah yang memikul dana pendidikan yang diminta

sekolah. Jangan ada lagi manipulasi informasi yang menyatakan seolah-olah

RAPBS ini sudah disetujui oleh pihak orang tua murid atau main ketok palu

bahwa RAPBS sudah final.51

Hal inilah yang membuat biaya pendidikan di Depok

menjadi mahal. Sedangkan banyak orang tua murid yang hanya pasrah dan

mengeluh terhadap RAPBS yang diajukan pihak sekolah karena mereka khawatir

bila mereka protes maka anak mereka akan ditekan di sekolah.

Pada saat itu, Cornelis Leo Lamongi selaku orang tua siswa SMAN 4

Cimanggis Depok bersama orang tua siswa lainnya yang tidak jauh tempat

tinggalnya merasa resah melihat kebijakan sekolah yang justru membebankan dan

tidak memihak kepada orang tua siswa, terutama masalah Dana Sumbangan

Pendidikan (DSP) atau biaya bangunan sekolah yang mahal. Bahkan setelah

Cornelis melakukan penyelidikan ke sekolah-sekolah lainnya di Kota Depok,

ternyata SMAN 4 Cimanggis Depok adalah sekolah tingkat SLTA Negeri

termahal di Kota Depok. Maka Cornelis dan enam orang temannya itu bertekad

50

Cornelis Leo Lamongi, “Quo Vadis Komite Sekolah?”, Monitor Depok, 18 Febuari 2005. 51

Cornelis Leo Lamongi, “Soal RAPBS di berbagai Sekolah di Depok: Bicarakan dengan

orangtua siswa baru kelas 1”, Monitor Depok: 22 September 2004.

Page 51: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

50

akan mengusut dan mengupayakan agar DSP atau biaya bangunan sekolah di

SMAN 4 Cimanggis bisa dikurangi.

Forum atau pertemuan yang dilakukan oleh Cornelis dan temannya itu

guna mengkritisi kebijakan sekolah khususnya di SMAN 4 Cimanggis Depok

ternyata membuahkan hasil. DSP di SMAN 4 Cimanggis turun menjadi Rp. 1,5

juta dan menjadi DSP termurah di tingkat SLTA Negeri Kota Depok.52 Tidak

sampai disana saja, forum itu terus berlanjut, karena banyak penyimpangan-

penyimpangan terjadi disekolah baik berkaitan dengan kebijakan pemerintah

seperti: penyimpangan dana BOS, maupun permasalahan pendidikan lainnya.

Berangkat dari pengalaman banyaknya orang tua siswa baru di Kota

Depok yang mengeluhkan besarnya biaya masuk sekolah negeri (sumbangan

pendidikan), diadakanlah pertemuan-pertemuan dari para pemerhati dan pengamat

pendidikan yang berdomisili di Kota Depok. Agenda diskusi dalam setiap

pertemuan hanya satu yaitu seputar permasalahan dan perkembangan kemajuan

pendidikan di Kota Depok. Dari hasil pertemuan dan pengkajian yang dilakukan

berulang-ulang, akhirnya disepakati perlu adanya sebuah lembaga non-pemerintah

guna memperkuat komitmen dan rasa kepedulian dalam bidang pendidikan. Maka

melalui Notaris Pria Takari Utama, SH, dengan Akta Pendirian No. 10 pada

tanggal 27 Januari 2005 berdirilah secara formal sebuah Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dengan nama Forum Peduli Pendidikan Kota Depok yang

disingkat dengan Forppendik.

52 Cornelis Leo Lamongi, 5 November 2007

Page 52: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

51

C. Sifat Kelembagaan:

Lembaga LSM Forppendik bersifat Nirlaba, Independen dan Objektif

dengan Strategi Operasional yaitu Transparan, Kritis, Faktual, Konseptual dan

Solutif dengan mengedepankan Semangat Kemitraan dan Kesetaraan.

D. Fungsi dan Tujuan LSM Forppendik:

a) LSM Forppendik sebagai wadah pengkajian ilmiah membahas sektor

pendidikan dengan melibatkan aspirasi potensi masyarakat untuk

menghasilkan sebuah gagasan berupa konsep alternatif guna disampaikan

kepada pihak terkait dengan masalah pendidikan.

b) LSM Forppendik sebagai wadah pemantau/pemerhati, melakukan

monitoring terhadap regulator, penyelenggara dan pengguna pendidikan

yang dilakukan secara Independen, Objektif, Faktual dan Konseptual.

c) LSM Forppendik sebagai wadah yang akan berperan aktif dalam

melakukan sosialisasi terhadap segala bentuk kebijakan dan program-

program regulator/penyelenggara pendidikan guna mendorong kepada

peningkatan kualitas sektor pendidikan yang berpihak kepada masyarakat

luas

E. Program Kerja LSM Forppendik:

1. Program Jangka Pendek:

� Membantu dan melayani konsultasi masyarakat atas permasalahan

pendidikan yang muncul khususnya pada masa Penerimaan Siswa Baru

(PSB) dalam bentuk konseling, mediasi dan advokasi yang bersifat solutif.

Page 53: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

52

� Melakukan kunjungan kelembagaan dalam rangka koordinasi dan

pendataan yang terkait dengan permasalahan dan perkembangan dunia

pendidikan Kota Depok.

� Melakukan pemetaan wilayah-wilayah miskin kota yang belum terjangkau

bantuan pendidikan (sarana, prasarana, instruktur/guru, pembiayaan, dan

lain-lain)

� Turut membantu pemerintah menyukseskan Program Wajib Belajar

(Wajar) 9 tahun dan 12 tahun.

� Merancang dan menggerakkan penggalangan dana dari berbagai sumber

potensi untuk disalurkan kepada masyarakat guna membantu anak sekolah

yang tidak mampu, anak putus sekolah dan lain sebagainya yang terkait

dengan masalah pendidikan di Kota Depok.

� Melakukan kritik konstruktif atas kebijakan-kebijakan Pemerintah Kota

Depok yang tidak memihak kepada masyarakat bawah serta menuangkan

konsep-konsep yang bersifat solutif.

2. Program Jangka Panjang:

Membangun citra Kota Depok sebagai Kota Pendidikan yang sungguhan.

F. Kondisi Geografis Kota Depok

Secara historis wilayah Depok pernah merupakan suatu bagian dari suatu

wilayah lain yang lebih luas, yaitu wilayah yang dulu disebut Kabupaten Bogor.

Dan sekarang pun masih ada dalam jaringan kawasan yang disebut Jabotabek.

Bahkan masih berada dalam suatu wilayah yang lebih luas lagi yaitu Jawa bagian

Page 54: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

53

Barat. Kota Depok berbatasan dengan Kota Bogor dan Kota Bekasi dari Propinsi

Jawa Barat, juga berbatasan dengan Kota Tanggerang dari Propinsi Banten dan

Kota Jakarta Timur serta Jakarta Selatan dari Propinsi Ibukota Jakarta. Jadi, Kota

Depok adalah kota penyanggah ke Ibukota Jakarta atau Kota Depok adalah

terasnya Ibukota Jakarta. Karena setiap orang yang hendak pergi ke Jakarta,

setidaknya akan melewati atau singgah dahulu di Kota Depok.

Kota Depok terbentuk pada tanggal 27 April 1999 berdasarkan Undang-

undang Nomor 15 Tahun 1999, dengan luas wilayah 20.029 Ha, terdiri atas 63

Kelurahan dan 6 Kecamatan, yakni: Kecamatan Pancoran Mas, Beji, Sukmajaya,

Sawangan, Limo dan Cimanggis. Adapun jumlah penduduknya yakni 1.369.457

jiwa (berdasarkan sensus 2004), dengan laju pertumbuhan 3,7 %. Kota Depok

mencanangkan visinya yakni: Depok sebagai kota pendidikan, permukiman,

perdagangan dan jasa yang religius dan berwawasan lingkungan. Adapun misi

Kota Depok itu sendiri adalah:

1. Meningkatkan pelayanan dalam bidang sarana dan prasarana dasar

perkotaan, terutama dibidang pendidikan, permukiman, perdagangan dan

jasa.

2. Meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat

3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan kota

4. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan

Page 55: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

54

5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa.53

Agar misi Kota Depok dapat terwujud, tentunya hal yang pertama harus

dilakukan adalah pembenahan terhadap pendidikan di Kota Depok. Hal ini yang

menjadi fokus perhatian dikalangan pemerhati Kota Depok dan LSM Forppendik

dalam upaya merealisasikan Kota Depok sebagai kota pendidikan yang

sungguhan. Adapun jumlah SD/MI baik negeri maupun swasta yang ada di Kota

Depok adalah:

• Kecamatan Cimanggis : 100 sekolah

• Kecamatan Sukmajaya : 88 sekolah

• Kecamatan Sawangan : 54 sekolah

• Kecamatan Pancoran Mas : 78 sekolah

• Kecamatan Beji : 34 sekolah

• Kecamatan Limo : 24 sekolah

Jumlah keseluruhan sekolah negeri maupun swasta tingkat SD/MI yang ada

di Kota Depok adalah 378 sekolah. Keberadaan kampus Universitas Indonesia

(UI) di Kota Depok, telah membuat Kota Depok dikenal kalangan masyarakat

luas, baik dari dalam negeri maupu dari luar negeri.

53

BAPPEDA , Master Plan Kota Depok, makalah disampaikan dalam seminar ‘Pembangunan

Kota Depok’ oleh Pemkot Depok di Balaikota Depok, 8 Maret 2005

Page 56: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

55

G. Profil SDN Tugu 8 Cimanggis-Depok

SDN Tugu 8 adalah pecahan dari SDN Tugu 6 yang beralamatkan di Jalan

Inpres Kelapa Dua Rt.001 Rw.011 Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis–

Depok. Karena pada waktu itu jumlah murid SDN Tugu 6 melebihi kapasitas

yang telah ditetapkan atau lebih dari 600 siswa yang belajar disekolah tersebut,

sedangkan aturan yang berlaku pada saat itu tidak boleh ada lembaga sekolah

setingkat SD yang jumlah siswanya melebihi 600 siswa. Atas inisiatif pengurus

sekolah SDN Tugu 6 yang memusyawarahkan kepada orang tua siswa/masyarakat

setempat, karena melihat pada waktu itu masih terdapat lahan tanah yang cukup

luas dibelakang gedung sekolah SDN Tugu 6 lalu disepakatilah dan dibangunlah

SDN Tugu 8 yang bersebelahan dengan SDN Tugu 6.54

Menurut Kepala Sekolah SDN Tugu 8, hal ini dikarenakan masyarakat

disekitar sekolah tersebut atau masih ruang lingkup kelurahan Tugu, rata-rata

masyarakat disana ketika menikah usia mempelai wanitanya dalam usia subur

sehingga cepat sekali melahirkan dan memiliki anak, ditambah dengan banyaknya

para pendatang yang menetap lalu menyekolahkan anaknya di SDN Tugu 6,

sehingga sekolah tersebut melebihi kapasitas jumlah murid yang telah ditetapkan

oleh pemerintah, dan setelah gedung sekolah SDN Tugu 8 yang berada tepat

dibelakang gedung sekolah SDN Tugu 6 rampung berdiri, maka dipindahkanlah

sebagian murid SDN Tugu 6 ke SDN Tugu 8, hingga sekarang SDN Tugu 6 dan

SDN Tugu 8 setiap hari Senin, dalam mengikuti upacara kenaikan bendera merah

putih selalu bersama-sama yakni seluruh murid dan gurunya digabung.

54 Sjariah SR (Kepsek SDN Tugu 8), Wawancara Pribadi, 29 November 2007, pukul 11.00-12.30

Page 57: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

56

Latar belakang orang tua murid di SDN Tugu 8, rata-rata perekonomian

mereka berasal dari kelas menengah kebawah, seperti: pedagang, buruh pabrik,

tukang ojeg, dan lain-lain. Menurut Kepala Sekolah SDN Tugu 8, hal ini dipicu

dengan rendahnya latar belakang pendidikan rata-rata orang tua siswa SDN Tugu

8 yakni hanya sampai jenjang SD, SMP atau paling tinggi pendidikan orang

tuanya sampai jenjang SMA/sederajat, mengingat Kota Depok itu bersebelahan

dengan Kota Jakarta, sedangkan mencari pekerjaan di Kota Depok tanpa memiliki

Ijazah dengan latar belakang pendidikan yang tinggi itu cukup sulit, dan untuk

tingkat SMA rata-rata hanya sebagai buruh pabrik atau setingkatnya, bagi mereka

yang memiliki keterampilan dengan dibantu koneksi dari dalam perusahaan akan

lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Dari latar belakang pendidikan orang tua

murid, sudah dapat disimpulkan, pendapatan rata-rata orang tua murid SDN Tugu

8 yang rendah.

Adapun bagi orang tua yang mampu, dalam artian penghasilannya lebih

besar, tentunya tidak akan memilih menyekolahkan anaknya ke SDN Tugu 8 atau

ke sekolah negeri lainnya. Bagi keluarga yang mampu, mereka lebih memilih

menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah swasta yang fasilitasnya lebih bagus

dari sekolah negeri. Karena disekitar wilayah SDN Tugu 8 banyak berdiri SD/MI

swasta yang sarana-prasarana penunjang pendidikan dan kualitasnya lebih bagus,

jadi bagi orang tua yang mampu mereka tidak memilih memasukkan anaknya

kesekolah negeri, dan hal ini masih terjadi sampai sekarang.

Sekolah SDN Tugu 8 yang beralamatkan di Jalan Inpres Kelapa Dua

Rt.001 Rw.011 Kelurahan Tugu Kecamatan Cinanggis Kota Depok berdiri sejak

Page 58: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

57

tahun 1983 dengan luas tanah 355 m² memiliki 2 unit bangunan dengan kondisi 1

unit baik dan 1unit lagi rusak, jumlah ruang kelas ada 6 yakni: 3 ruang kelas

kondisinya baik, 1 ruang kondisinya sedang dan 2 ruang kelas kondisinya rusak.

Ruang perpustakaan belum ada, ruang guru dan TU ada 1 ruang dengan kondisi

sedang, ruang Kepsek ada 1 dengan kondisi sedang, WC siswa ada 2 dengan

kondisi sedang, WC Guru ada 1 dengan kondisi sedang.

Jumlah murid di SDN Tugu 8 saat ini:

1. Kelas 1 : 89 murid (46 laki-laki, 43 perempuan)

2. Kelas 2 : 67 murid ( 31 laki-laki, 36 perempuan)

3. Kelas 3 : 62 murid ( 33 laki-laki, 29 perempuan)

4. Kelas 4 : 71 murid (33 laki-laki, 38 perempuan)

5. Kelas 5 : 72 murid (38 laki-laki, 34 perempuan)

6. Kelas 6 : 68 murid (31 laki-laki, 37 perempuan)

Total keseluruhan murid di SDN Tugu 8 adalah 429 siswa

Adapun, untuk staf tenaga pengajar atau guru di SDN Tugu 8 semuanya

sudah terisi, meskipun tidak semua staf pengajarnya dari PNS. Mengenai

perinciannya yaitu: guru PNS berjumlah 11 orang, guru honorer berjumlah 6

orang ditambah dengan 1 orang penjaga sekolah, masing-masing dengan latar

pendidikan yang berbeda-beda.

SDN Tugu 8 Cimanggis–Depok, juga menerapkan visi dan misinya dalam

menunjang proses belajar mengajar. Adapun visinya yakni: Membentuk manusia

berprestasi, agamis, berakhlak mulia, semangat kerja sama dan terampil.55

55 Widayati (Bendahara SDN Tugu 8), Wawancara Pribadi, 13 Desember 2007, pukul 9.30-11.15

Page 59: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

58

Sedangkan misinya adalah:

1. Mewujudkan peningkatan mutu pendidikan

2. Membiasakan siswa berakhlak mulia dan tidak dipengaruhi hal-hal yang

tidak baik

3. Pergaulan positif yang dilandasi oleh pengetahuan agama.

4. Mewujudkan kerja sama pihak sekolah, instansi terkait, komite sekolah

dan masyarakat.

5. Meningkatkan keterampilan guru dan siswa

Strategi pembelajaran di SDN Tugu 8 Cimanggis-Depok yaitu:

1. Meningkatkan KBM melalui sistem KBK /KTSP

2. Memasyarakatkan perpustakaan.

3. Mengoptimalkan sumber daya yang ada

4. Meningkatkan kedisiplinan dan pembinaan keagamaan

5. Menanamkan rasa tanggung jawab bersama

6. Menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman

7. Mengembangkan keterampilan melalui jalur ekstra kurikuler

8. Pembagian tugas secara merata untuk kedisiplinan.

Page 60: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

59

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Peran LSM Forppendik dalam Menyoroti Pendidikan di Kota Depok

Pendidikan merupakan faktor penentu bagi suatu negara dalam mencetak

generasi penerus ke arah kemajuan. Tidaklah suatu negara akan mengalami

kemajuan, tanpa diiringi dan ditopang oleh generasi bangsa yang berpendidikan.

Implikasi dari sinyalemen diatas menuntut negara untuk berperan andil dalam

menciptakan pendidikan yang layak serta dapat dinikmati oleh masyarakat luas

dan bukan malah sebaliknya masyarakat yang terbebani guna menjadikan generasi

bangsa yang cerdas dan akan membawa negara ke arah kemajuan.

Upaya pemerintah dalam merealisasikan wajib belajar 9 tahun yang telah

dicanangkan, yakni sejak tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjut

Tingkat Pertama (SLTP) sederajat, belum dapat sepenuhnya dirasakan oleh

masyarakat terutama berkaitan dengan biaya pendidikan. Dalam hal ini persepsi

masyarakat mengenai mahalnya biaya pendidikan terkhusus di Kota Depok tidak

bisa dipungkiri.56

LSM Forppendik memiliki bukti mengenai keluhan warga atau

orang tua siswa berkaitan mahalnya biaya pendidikan di Kota Depok. Pemerintah

Kota Depok memang telah mencanangkan biaya pembangunan fisik agar tidak

dikenakan dari orang tua siswa seperti tahun-tahun yang lalu. Implikasinya dalam

hal ini akan ada penurunan biaya pendidikan khususnya dalam penentuan besaran

56

Disdik Depok diminta menunjukkan kinerja yang memihak kepada masyarakat miskin atau

tidak mampu dalam hal biaya pendidikan yang mahal dan mencekek leher. Disdik Depok telah

menetapkan besaran biaya UAS untuk SD sampai SMA negeri, tapi pada kenyataannya banyak

kepala sekolah juga turut menetapkan biaya ikutan lainnya. (Monitor Depok, Selasa 12 April

2006)

Page 61: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

60

Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) yang bermuara pada besaran

Dana Sumbangan Pendidikan (DSP).57

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kepala sekolah melalui komite

sekolahnya tidak memperdulikan imbauan dari pemerintah. Penyelenggara

pendidikan justru menaikkan dana sumbangan pendidikan maupun sumbangan

operasional pendidikan yang dikenal dengan SPP. Hal ini bias dikatakan sebagai

‘konspirasi’ dalam dunia pendidikan. LSM Forppendik melihat ada beberapa

sekolah yang telah melakukan hal tersebut, antara lain SMAN 1 Depok, yang

notabene Ketua Komite Sekolahnya adalah Ketua Dewan Pendidikan Kota Depok

(DPKD).

Para penyelenggara pendidikan di SMAN 1 Depok tidak menghimbau dan

mendengarkan aspirasi maupun keluhan orang tua siswa. Hal ini bisa terlihat dari

penyelenggaraan musyawarah RAPBS/APBS di sekolah tersebut hanya

formalitas belaka, yakni hanya sosialisasi dari keputusan yang telah dirancang

sebelumnya, tanpa mendengarkan keluhan, aspirasi orang tua siswa. Untuk

menutupi kebijakannya tersebut, maka kepala sekolah maupun ketua komite

sekolah (KS) meng-cover dengan kebijakan bahwa bagi orang tua siswa yang

tidak mampu boleh mencicilnya. Sebenarnya akar permasalahan bukan boleh

mencicil atau tidak, tetapi terjadinya biaya tinggi yang tidak rasional tersebutlah

yang harus dicermati. Tidaklah masyarakat dapat menikmati pendidikan yang

layak, jika biaya pendidikannya sudah memberatkan rakyat. Bukankah pendidikan

itu untuk mencerdaskan bangsa yang berarti juga mencerdaskan masyarakatnya.

57

Cornelis Leo Lamongi (Ketua LSM Forppendik, “Menyoroti dunia pendidikan di Depok: Ada

Konspirasi naikkan biaya sekolah”, Monitor Depok, 11 Agustus 2006, hal. 7

Page 62: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

61

Menurut LSM Forppendik, dana yang telah dianggarkan Pemkot Depok

seperti biaya pembangunan fisik sekolah seolah tidak ada artinya, karena ada atau

tidak adanya biaya tersebut nyatanya dana sumbangan pendidikan (DSP) tetap

seperti tahun-tahun lalu, tidak ada perubahan sama sekali, bahkan dibeberapa

sekolah terjadi kenaikan DSP, hal demikian berarti para kepala sekolah dan

komite sekolah memanfaatkan peluang adanya bantuan dari Pemkot Depok untuk

kepentingannya sendiri. Kalau sekolah yang ketua komite sekolahnya adalah juga

ketua DPKD berbuat seperti itu, maka tidak mengherankan sekolah-sekolah lain

akan mengacu seperti yang telah ditunjukkan oleh ketua DPKDnya. Pada akhirnya

semua ini merupakan kegagalan DPKD dan Pemkot Depok dalam pembinaan dan

kordinasi dengan para komite sekolah dan kepala sekolah. Pemkot melalui edaran

pokok-pokok kebijakannya sangat lemah dan inkonsistensi, tidak ada sanksi atas

suatu pelanggaran, semua bersifat anjuran dan sangat ambivalen.

Kenaikan biaya pendidikan di Kota Depok menjadi sorotan LSM

Forppendik dalam setiap kajian pembahasan permasalahan pendidikan.58 LSM

Forppendik juga mengetahui langkah-langkah yang diambil Pemerintah Kota

Depok dalam menangani mahal/tingginya biaya pendidikan di Kota Depok,

diantaranya ialah: di tahun 2006 Pemkot Depok beserta jajaran Dinas Pendidikan

Kota Depok menyalurkan beasiswa rawan DO dan tidak mampu. Alokasi bantuan

biaya pendidikan bagi siswa rawan DO dan tidak mampu untuk jenjang SD, SMP

dan SMA sederajat dengan total anggaran Rp. 750 juta, bantuan tersebut diberikan

langsung kepada orang tua tidak mampu yang terjaring. Sedangkan bantuan

58

Cornelis Leo Lamongi (Ketua LSM Forppendik), Wawancara Pribadi, 29 November 2007

pukul 19.30-21.30 WIB

Page 63: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

62

lainnya- masih bagi siswa tidak mampu (rawan DO), senilai Rp. 879 juta

bersumber dari APBD 2006. Bantuan ini diberikan kepada siswa yang tidak

mampu melalui pihak sekolah.59

� Pemkot Depok mendistribusikan dana pendamping Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) Rp.10.000 untuk SD/MI.60 Padahal kita ketahui bersama

besar dana BOS yang diterima oleh sekolah dihitung berdasarkan jumlah

siswa dengan ketentuan:

1. SD/MI/SDLB/Salafiah/Sekolah keagamaan Non Islam setara SD sebesar

Rp.254.000/Siswa/Tahun.

2. SMP/MTs/SMPLB/Salafiah/Sekolah Agama Non Islam setara SMP

sebesar Rp.354.000/Siswa/Tahun.

3. BOS Pendamping Rp.120.000/Siswa/Tahun dari APBD Kota Depok.

4. Untuk jenjang SMA/SMK sederajat mendapat bantuan dari Pemerintah

Provinsi, dialokasikan bagi siswa yang tidak mampu sebesar

Rp.65.000/Siswa/Bulan. Juga ada Bantuan Khusus Murid (BKM) bagi

SMA/SMK sederajat.61

5. Bantuan dana pembangunan fisik yang disediakan Pemkot Depok sebesar

Rp. 81,6 miliar melalui program role sharing-nya (berdurasi 3 tahun) yang

dananya didistribusikan dari APBD tingkat I (Provinsi) dan APBD tingkat

II (Pemkot) serta APBN Pusat dengan rasio 30:20:50 %.62

Dan bantuan

59

Disdik Depok alokasikan bantuan dana DO dan rawan DO… (Monitor Depok, Sabtu, 4 Maret

2006) 60

Monitor Depok, Rabu, 3 Januari 2007 61

Cornelis, wawancara pribadi, 29 November 2007 62

Dana pembangunan fisik yang di sediakan Pemkot Depok sebesar Rp. 81,6 miliar melalui

program role sharing-nya …. (Monitor Depok, Selasa, 2 Januari 2007)

Page 64: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

63

Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan tahun anggaran 2006

yang besaran biaya untuk masing-masing sekolah sebesar Rp.220 juta.

Yakni Rp.200 juta dari DAK pemerintah pusat dan Rp.20 juta dana

pendamping APBD. Adapun sekolah yang mendapatkan pada waktu itu

(2006) adalah SD Muhammadiyah Meruyung, MI Nurul Huda Cimanggis,

MI Al-Hidayah Sukatani, SDN Krukut Limo, SDN Pondok Petir 03, SDN

Leuwinanggung 1, SDN Beji 8, SDN Mekarjaya 11, SDN Sukmajaya 5,

SDN Cilangkap 5, SDN Pasir Putih 1 Sawangan, SDN Pancoran mas 2,

SDN Utan Jaya.63

Langkah-langkah yang diambil Pemkot Depok untuk membantu biaya

pendidikan di Kota Depok, diharapkan tidak ada lagi pungutan kepada orang tua

siswa, dan program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun agar berjalan sukses, ujar

Sriyamto Kadisdik Depok 2006. Lain halnya dengan LSM Forppendik, disela

wawancaranya, mengatakan bahwa masih banyaknya terjadi penyimpangan-

penyimpangan terhadap bantuan pendidikan dari Pemkot Depok, temuan LSM

Forppendik dan keluhan-keluhan dari orang tua murid yang datang kesekretariat

LSM Forppendik menunjukkan bahwa biaya pendidikan di Kota Depok ini masih

mengalami kenaikan, Pemkot Depok belum mampu mengakomodasi seluruh

biaya pendidikan secara menyeluruh karena pemberian bantuan dana tersebut

terbatas hanya untuk orang tua siswa yang tidak mampu saja dengan kriteria dan

persyaratan yang sangat prosedural dan juga tidak semua murid yang tidak

mampu mendapatkannya, dalam artian dana bantuan tersebut terbatas. LSM

63 Ibid, Sabtu, 9 September 2006

Page 65: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

64

Forppendik dalam menindak lanjuti, kenaikan biaya pendidikan di Kota Depok,

mengajak kepada segenap pemerhati pendidikan untuk segera mencarikan

solusinya.

B. Peran LSM Forppendik dalam Menyoroti Kualitas Pendidikan di Kota

Depok Tahun 2006

Sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya ditopang oleh pendidikan

yang berkualitas pula. LSM Forppendik sangat menyayangkan prestasi yang telah

diraih pendidikan di Kota Depok yakni peringkat ke 24 nilai Ujian Nasional (UN)

dari 25 Kabupaten/ Kota se-Jawa Barat.64

Menurutnya, salah satu upaya perbaikan

kualitas pendidikan di Kota Depok adalah membenahi tes Uji Kompetensi Siswa

(UKS), apakah efektif jika diterapkan untuk pendidikan di Kota Depok atau tidak.

Uji Kompetensi Siswa yang selama ini selalu ganti kulit perlu dicermati juga oleh

masyarakat/elemen pendidikan, dimana awalnya bernama Tes Uji Mutu (TUM)

lalu berganti kulit dengan Standar Mutu Hasil Belajar Siswa (SMHBS) yang lebih

dikenal dengan SIM Habis lalu berganti lagi dengan Ujian Daerah (UD) pada saat

pemaparan di depan anggota DPRD Depok pada tahun 2005 dan berganti kembali

dengan nama Uji Kompetensi Siswa (UKS) pada saat realisasinya. Menurut

Cornelis, jika UKS dijadikan parameter untuk menilai dan mengukur kemampuan

siswa, sebenarnya sudah ada sarananya, yakni pada Ujian Akhir Sekolah (UAS)

bagi SD/MI dan Ujian Negara (UN) bagi SMP dan MTS.65

Di daerah lain di Jawa

Barat yang rangkingnya lebih tinggi dan diatas Kota Depok tidak ada yang

64

Ibid, 29 November 2007 65 Cornelis Leo Lamongi, “Uji Kompetensi dinilai tidak efektif“, Monitor Depok, 9 Mei 2006

Page 66: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

65

menggunakan sistem Ujian Daerah atau Tes Uji Mutu (TUM) atau sebutan

lainnya Uji Kompetensi Siswa (UKS). Tapi mengapa di Kota Depok tandas

Cornelis, ada? Percuma ada UAS dan UN, padahal yang terjadi justru sebaliknya.

Kota Depok menduduki peringkat 23 dari 25 Kabupaten/Kota di Jawa Barat

berdasarkan hasil ujian SD-SMP tahun 2005.

Dalam kaitan itu, LSM Forppendik mengusulkan agar anggaran UD/UKS

pada 2006 yang sudah disahkan dialihkan ke program yang lebih konkret yakni ke

program pembinaan sekolah swasta. Pelaksanaan UD/UKS menelan biaya Rp.

557 juta. Jumlah sekolah swasta di Kota Depok sangat tinggi dan potensial yakni

80 % berbanding 20 % dari sekolah negeri. Apalagi posisi Kota Depok yang

berada di urutan ke-dua dari bawah se-Jabar dipengaruhi pula hasil ujian pada

sekolah swasta.

Sementara itu. Kepala Disdik Depok Sriyamto, beranggapan bahwa UKS

masih dibutuhkan dan merupakan salah satu parameter penilaian siswa,

pelaksanaan UKS tidak bisa digagalkan karena secara yuridis telah ditetapkan

dalam Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK) dan telah diekspos dihadapan

Walikota Depok. Apalagi proses lelang untuk mencetak kertas ujian telah selesai

dilaksanakan yang pelaksanaan UKS-nya itu bagi SD/MI pada bulan Juni 2006

dan MTs pada akhir Mei 2006, jadi UKS masih sangat dibutuhkan dalam

peningkatan mutu siswa sekolah.

Dalam hal lain, LSM Forppendik juga mengkritisi belum terwujudnya

perpustakaan daerah, sedangkan perpustakaan daerah adalah kebutuhan

masyarakat untuk memperoleh akses ilmu pengetahuan, dokumentasi dan lainnya.

Page 67: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

66

Kualitas pendidikan di Kota Depok akan bagus, jika sarana dan prasaranya

terpenuhi. Pemkot Depok dalam hal ini, berkewajiban memenuhi sarana dan

prasarana yang menunjang guna terciptanya kualitas pendidikan.

C. Peran LSM Forppendik dalam Memonitoring Bantuan Dana Pendidikan di

Depok

Semangat Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7–15 tahun

wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari amanat undang-undang

tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh

peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta sistem

pendidikan yang sederajat).

Untuk mewujudkan amanat Undang-undang tersebut pemerintah telah

meng-anggarkan biaya pendidikan melalui APBN dan mengalokasikan anggaran

melalui pengurangan subsidi bahan bakar minyak, sebagai upaya penuntasan

program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Anggaran pembiayaan tersebut

salah satunya diwujudkan dalam bentuk pemberian Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) bagi SD/MI/SDLB dan SMP/MTs/SMPLB Negeri/Swasta juga pesantren

salafiah serta sekolah keagamaan non Islam serta SD dan SMP yang

menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, yang selanjutnya

disebut sekolah.

Dalam hal ini, LSM Forppendik menilai perlu adanya lembaga pengontrol

yang langsung bergerak dari bawah, dalam mengawasi penyaluran bantuan dana

Page 68: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

67

tersebut, apakah memang benar-benar sesuai dengan sasaran. Menurut LSM

Forppendik, terbongkarnya kasus-kasus korupsi atau KKN bukan berdasarkan

laporan pertanggung jawaban yang diajukan pengguna dana, tetapi lebih pada

hasil temuan-temuan di lapangan.66

1. Me-monitoring Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bertujuan untuk

membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan

bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang

lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun.

Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga

negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pasal

1, Ayat 18). Masalah kewajiban belajar ini dalam UU-Sisdiknas Nomor 20 Tahun

2003, selain terdapat pada pasal 1, ayat 18 tersebut di atas, juga terdapat pada

pasal 34, Ayat 1, 2 dan 3, Bab VIII, sebagai berikut:

Ayat 1: “Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti

program wajib belajar”. Ayat 2 menjelaskan bahwa “Pemerintah dan pemerintah

daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan

dasar tanpa memungut biaya”. Ayat 3 “Wajib belajar merupakan tanggung jawab

negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, ketentuan

mengenai wajib belajar sebagaimana yang dimaksud”.67

66

Cornelis Leo Lamongi, “Forppendik: Masih ada Penyimpangan dana Bos”, Monitor Depok, 18

November 2006, hal. 7 67 H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Penerbit UIN Jakarta Press, 2005), hal. 108

Page 69: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

68

LSM Forppendik dalam me-monitoring dana BOS, melakukan

kunjungan-kunjungan ke sekolah-sekolah yang ada di Kota Depok. Menurut

Cornelis, dana BOS itu terdiri dari 12 komponen yang bisa disalurkan kemana

saja dan diprioritaskan penggunaannya. Adapun kewajiban pihak sekolah adalah

membuat laporan pertanggung jawaban kemana dana itu disalurkan, apakah sesuai

dengan ke 12 komponen itu, jika sesuai maka dana berikutnya akan cair.

LSM Forppendik menilai bahwa dana BOS rentan terjadi

penyelewengan. Disatu sisi, anggaran dana BOS yang diberikan pada tiap-tiap

sekolah itu tidak sama, karena besaran dana disesuaikan dengan jumlah murid di

sekolah tersebut sehingga rentan terjadi manipulasi data siswa agar sekolah

memperoleh bantuan yang lebih besar, sedangkan disisi lain, kurang adanya

pengawasan dari Disdik Depok yang langsung terjun kelapangan dan mendatangi

sekolah-sekolah yang mendapatkan bantuan dana BOS. Cornelis sering datang

dan mengunjungi SDN Tugu 8 Cimanggis Depok, Ia menanyakan perihal dana

BOS, baik penyalurannya, jumlah siswa, fasilitas sekolah, dan sebagainya. Ia juga

sering berkordinasi dengan pihak sekolah SDN Tugu 8, bahkan diikutsertakan

dalam rapat-rapat tertentu dan LSM Forppendik menyarankan agar tidak

membebani orang tua siswa dengan iuran-iuran dari sekolah. Selain itu juga, LSM

Forppendik menerima pengaduan, konsultasi pendidikan dan kontribusi pemikiran

atau informasi seputar pendidikan dari orang tua siswa SDN Tugu 8 maupun

pihak sekolah SDN Tugu 8, berkaitan dengan hal ini, pengaduan atau informasi

seputar permasalahan pendidikan itu dapat disampaikan dengan mendatangi

sekretariat LSM Forppendik di Griya Lembah Asri Sukmajaya Depok.

Page 70: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

69

2. Memonitoring bantuan biaya pendidikan bagi siswa DO dan rawan DO.

Dinas Pendidikan Kota Depok mencatat sejumlah 3.900 siswa

dinyatakan DO dan 26.700 anak lainnya terancam DO (per-April 2005). Bahkan

LSM Forppendik mensinyalir pada tahun 2006 dari angka rawan DO tadi (26.700

siswa) sebanyak 20 % atau 5.340 siswa diantaranya putus sekolah. Jadi totalnya

9.240 siswa diperkirakan putus sekolah. Menurut Cornelis, alasannya jelas karena

faktor kemiskinan. Apalagi, dengan harga barang-barang kebutuhan hidup yang

kian tidak terjangkau dan rencana bakal naiknya sejumlah kebutuhan lainnya, hal

ini akan memicu bertambahnya jumlah kemiskinan yang ada di Indonesia, juga

tidak menutup kemungkinan faktor kriminalitaspun akan bertambah, seiring

dengan bertambahnya jumlah kemiskinan dan pengangguran.

LSM Forppendik melakukan pendataan siswa DO dan rawan DO (data

yang sudah terhimpun ada 168 anak tahun 2006) hal ini dalam upaya membantu

sebagian biaya pendidikan siswa tersebut untuk mengenyam pendidikan secara

baik dan layak. Setelah didata, selanjutnya LSM Forppendik akan melakukan

validasi data (door to door) untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh

sebelumnya. Setelah divalidasi, LSM Forppendik menyerahkan data tersebut ke

Dinas Pendidikan Kota Depok untuk ditindaklanjuti.

Pada tahun 2006, LSM Forppendik menghimpun data sekitar 168 anak

usia sekolah rawan DO dan tidak mampu di 6 Kecamatan di Kota Depok dan

meminta Disdik Depok mengalokasikan dana bantuan kepada siswa tersebut.68

Dalam APBD tahun 2006 menurut Cornelis. Disdik kembali mengalokasikan

68 Ibid, 29 November 2007

Page 71: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

70

bantuan biaya pendidikan bagi siswa DO dan rawan DO untuk jenjang SD, SMP

dan SMA sederajat di Kota Depok dengan total anggaran Rp.750 juta, bantuan

tersebut diberikan langsung kepada orang tua tidak mampu yang terjaring.

Sedangkan pada tahun 2007 ini dana tersebut sudah tidak ada lagi. Bantuan

lainnya- masih bagi siswa tidak mampu (rawan DO) senilai Rp.879 juta

bersumber dari APBD 2006. Bantuan ini diberikan kepada siswa tak mampu

melalui pihak sekolah, dengan melampirkan persyaratan yakni, menyerahkan foto

copi Kartu Keluarga, KTP dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).69

■ Bantuan siswa rawan DO dan tidak mampu di SDN Tugu 8 Cimanggis Depok

tahun 2006.

a) Latar belakang murid SDN Tugu 8 Cimanggis

Siswa-siswi SDN Tugu 8, rata-rata berlatar belakang dari keluarga atau

orang tua yang tidak mampu/kelas menengah ke bawah. Menurut Sjariah (Kepala

Sekolah SDN Tugu 8), disekitar wilayah Kelurahan Tugu banyak terdapat

sekolah-sekolah swasta tingkat SD/MI yang elit, fasilitasnya menunjang, gedung

sekolah yang bagus dan sarana-prasarananya sangat jauh berbeda bila

dibandingkan dengan Sekolah Dasar Negeri (SDN), tetapi banyak orang tua siswa

yang mampu dan rata–rata dari keluarga yang berpenghasilan tinggi akan

menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta tersebut, sebaliknya, mereka tidak

memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri. Bagi orang tua yang tidak

mampu, mereka akan menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri yang berada

69

Cornelis Leo Lamongi, “Komite Sekolah Boleh Pungut Biaya ke Masyarakat”, Monitor Depok,

12 Agustus 2006, hal. 6

Page 72: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

71

disekitar lingkungannya, menurutnya sekolah negeri adalah satu-satunya sekolah

alternatif yang murah setelah pesantren salafi, dan pola pikir masyarakat di

lingkungan Kelurahan Tugu, sampai saat ini masih seperti itu.

Adapun kondisi masyarakat di lingkungan Kelurahan Tugu atau sekitar

SDN Tugu 8, untuk masyarakat pribuminya rata-rata bermata pencarian sebagai

pedagang sebagian memiliki kontrakan, dan hanya mengandalkan dari

penghasilan kontrakan saja. Sebagian masyarakat juga ada yang bekerja sebagai

buruh pabrik, tetapi sedikit sekali bagi masyarakat pribumi yang bekerja dikantor.

Bagi para pendatang, sebagian besar meraup rejeki dari hasil berdagang, sebagai

buruh pabrik, kuli bangunan yang bertempat tinggal dikontrakan, dan bagi

pendatang yang sudah mapan dan berpenghasilan tinggi, mereka lebih memilih

tinggal di perumahan/komplek yang masih dalam ruang lingkup Kelurahan Tugu.

Masih menurut Kepala Sekolah SDN Tugu 8, dilain hal masalah prestasi

murid, tidak menutup kemungkinan bahwa murid–murid SDN Tugu 8 lebih

berprestasi bila dibandingkan dengan sekolah swasta. Murid–murid di SDN Tugu

8 memiliki semangat belajar yang tinggi, hal ini juga dipicu dari faktor keluarga

mereka yang menginginkan anak-anaknya kelak nanti kalau sudah besar menjadi

orang pintar. Sekalipun pihak sekolah menyayangkan latar belakang murid di

SDN Tugu 8 berasal dari keluarga kelas menengah kebawah, tetapi mereka sangat

bangga dengan semangat belajar yang tinggi dan rajin belajar yang dimiliki

muridnya.70

70 Sjariah SR, Wawancara Pribadi, 13 Desember 2007, pukul 9.30-11.15

Page 73: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

72

b) Prestasi yang diraih murid SDN Tugu 8 Cimanggis

Pada tahun 2006, murid SDN Tugu 8 meraih beberapa prestasi,

diantaranya:

� Menjadi peserta terbaik dalam uji coba UN di tingkat Kecamatan

Cimanggis

� Menjadi juara ke tiga lomba Matematika (MTK) se-Kecamatan

Cimanggis.

� Menjadi juara 1 dalam lomba Atletik tingkat Kota Depok

� Peringkat ke 7 dalam Ujian Nasional (UN) di tingkat Kecamatan

c) Tingkat kedisiplinan murid SDN Tugu 8 Cimanggis

Pihak sekolah SDN Tugu 8 telah membuat peraturan–peraturan yang harus

dilaksanakan oleh murid, diantaranya peraturan tersebut adalah: setiap hari senin

sampai hari kamis siswa-siswi wajib mengenakan pakaian merah putih dilengkapi

atribut (bet lokasi, topi, sabuk, kaos kaki, dasi) dan sepatu berwarna hitam, pada

hari jum’at mengenakan pakaian muslim merah putih yakni bagi laki-laki

memakai celana panjang dan baju koko dengan memakai peci, sedang bagi

perempuannya mengenakan rok panjang serta baju lengan panjang dengan

memakai jilbab, pada hari sabtu siswa-siswi mengenakan seragam pramuka.

Bagi siswa-siswi yang melanggar peraturan akan diberikan sanksi

diantaranya yakni membersihkan halaman sekolah, dan sebagainya. Murid-murid

SDN Tugu 8 sangat taat dan mematuhi dalam menjalankan peraturan yang ada

disekolah. Menurut Widayati (Bendahara SDN Tugu 8), pernah ada murid yang

Page 74: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

73

tidak memakai sepatu hitam, dasi, topi SD dan tidak mempunyai pakaian

pramuka, lalu setelah ditanyakan ternyata orang tuanya tidak mampu membelikan,

maka pihak sekolah berinisiatif membelikannya dan diberikan kepada murid

tersebut.71

Adapun kegiatan ekstra kulikuler di SDN Tugu 8 yakni: Paskibra setiap

hari minggu, pramuka setiap hari jum’at dan baca tulis Al-Quran setiap hari kamis

oleh guru agama. Bagi kelas 6 diadakan les seusai pulang sekolah selama 3 kali

dalam seminggu, mengenai bayaran les ini pihak sekolah memungut bayaran

seiklasnya dari orang tua murid karena tidak ditetapkan besaran biayanya.

d) Proses pencairan bantuan dana bagi murid SDN Tugu 8 Cimanggis

Menurut Kepala Sekolah SDN Tugu 8, sebelum dana BOS turun pada

tahun 2004 pihak sekolah mengajukan bantuan dana bagi siswa yang tidak

mampu ke Dinas Pendidikan Kota Depok. Pada waktu itu dana tersebut

dinamakan BKM (Bantuan Kompensasi Murid) yang besarannya Rp.60.000

semester/murid dan hanya bagi murid yang berprestasi serta tidak mampu saja jadi

tidak semua murid mendapatkannya. Pada tahun 2006, sekalipun sekolah sudah

mendapatkan bantuan dana BOS yakni Rp.254.000 /Siswa/Tahun, tetapi untuk

pembelian buku paket pelajaran dana tersebut masih belum mencukupi, dan pihak

sekolah kembali menyerahkan permasalahan itu kepada orang tua murid.

Ada sebagian orang tua murid yang mengeluhkan mengenai beban biaya

buku paket pelajaran ke LSM Forppendik dan salah satunya adalah orang tua

71 Widayati, Wawancara Pribadi, 13 Desember 2007, pukul 9.30-11.15

Page 75: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

74

murid dari Gema Rajabi. Cornelis mengatakan, pada tahun 2006 ada orang tua

murid yang datang kesekretariat LSM Forppendik meminta bantuan agar anaknya

yang bernama Gema Rajabi sekolah di SDN Tugu 8 dibantu memperoleh bantuan

dana untuk membeli buku paket pelajaran. Mungkin, ujar Cornelis, melihat

kedekatan saya dengan kepala sekolah SDN Tugu 8. Tidak percaya begitu saja,

LSM Forppendik mencari tahu tentang keberadaan dan latar belakang orang tua

Gema Rajabi itu. Setelah dipastikan bahwa ternyata memang benar berasal dari

keluarga yang tidak mampu, maka LSM Forppendik mendaftarkan murid Gema

Rajabi untuk mendapatkan bantuan dana siswa rawan DO dan tidak mampu ke

Dinas Pendidikan Kota Depok.

Pada bulan Agustus tahun 2006, Cornelis Leo Lamongi (Ketua LSM

Forppendik) melakukan validasi ke SDN Tugu 8 untuk mengecek kebenaran data

yang diperoleh dari orang tua siswa yang datang kesekretarit LSM Forppendik

dan membawa surat keterangan tidak mampu untuk dimintai pertolongan bantuan

dana. Nama siswa tersebut adalah Gema Rajabi kelas 3 SD, dan ternyata benar

bahwa Gema Rajabi adalah murid SDN Tugu 8 kelas 3. lalu Cornelis berkordinasi

dengan pihak sekolah agar membantu siswa yang tidak mampu agar orang tua

siswanya tidak terbebani, dan LSM Forppendik akan mengupayakan pencairan

dana tersebut.

Setelah dana bantuan siswa rawan DO dan tidak mampu cair dari Disdik

Depok. Cornelis mendatangi SDN Tugu 8 dan meminta agar dihadiri dan

disaksikan oleh orangtua Gema Rajabi. Besaran dana tersebut

Rp.118.000/Siswa/Tahun untuk jenjang SD sedang untuk SMP

Page 76: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

75

Rp.228.000/Siswa/Tahun dan untuk SMA Rp.342.000/Siswa/Tahun. Pihak

sekolah SDN Tugu 8 pada waktu itu mengajukan 20 nama siswa yang tidak

mampu agar juga dibantu oleh LSM Forppendik, tetapi yang dibantu hanya satu

orang yakni Gema Rajabi.72 Hal ini setelah dikonfirmasi Cornelis dikarenakan

keterbatasan dana, dan LSM Forppendik juga membantu pencairan dana sebanyak

168 murid yang tersebar di Kota Depok, Ia juga menghimbau agar pihak sekolah

juga membantu siswa yang tidak mampu tersebut, karena LSM Forppendik

hanyalah mediator/fasilitator antara Disdik Depok dengan orang tua siswa.

Adapun bantuan yang diberikan dari pemerintah melalui LSM

Forppendik yang diterima oleh pihak sekolah SDN Tugu 8, akan disalurkan untuk

pembelian buku paket pelajaran, walaupun pihak sekolah menyayangkan karena

dana tersebut dirasa masih kurang. Buku paket pelajaran pada waktu itu sebesar

Rp.180.000, jadi pihak sekolah mensubsidi melalui dana BOS untuk

mencukupinya. Menurut Kepala Sekolah SDN Tugu 8, Gema Rajabi memang

berhak mendapatkan bantuan itu. Latar belakang orang tuanya berasal dari

keluarga yang tidak mampu, tempat tinggalnya selalu berpindah-pindah

dikarenakan keluarganya masih mengontrak, pekerjaan ibunya adalah buruh cuci

pakaian sedang bapaknya sebagai tukang serabutan dan terkadang juga bekerja

sebagai tukang ojeg, dengan memberi setoran kepada pemiliknya.73

Secara umum pengertian siswa rawan DO menurut Kadisdik Depok,

Sriyamto, mengatakan yaitu siswa yang secara ekonomi orang tuanya tidak kuat

membiayai pendidikan anaknya. Terkait dengan biaya personal, seperti buku

72

Sjariah, Wawancara Pribadi, 29 November 2007, pukul 11.00–12.30 73 Sjariah, Ibid.

Page 77: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

76

pelajaran, seragam dan transport harian.74

Dilain hal, LSM Forppendik menilai

program Pemkot Depok seperti bantuan dana rawan DO dan biaya pendamping

BOS bagi SD negeri merupakan langkah yang baik dalam mengatasi jumlah siswa

rawan DO, namun masih belum cukup. Porsi bantuan anggaran bagi sekolah

swasta terutama madrasah yang jumlahnya mencapai 80 % masih timpang

dibanding sekolah negeri, padahal mereka juga berhak atas bantuan dari Pemkot

Depok, malah disekolah-sekolah inilah jumlah siswa rawan DO diketahui lebih

banyak, sementara itu pihak sekolah juga harus mencari dana untuk menghidupi

sekolahnya.

Selain itu, Cornelis juga menganggap mekanisme subsidi silang

ditingkat satuan pendidikan tidak benar-benar berjalan. Harusnya dana

pembangunan fisik disekolah tak perlu dihapuskan, tapi dikumpulkan dari orang

tua yang mampu. Sementara anggarannya yang mencapai Rp. 81 miliar,

digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan di Kota Depok, karena sangat

ironis sekali, bagi mereka yang berlatar belakang dari keluarga yang mampu juga

tidak dikenakan biaya, sedangkan disaat pihak sekolah memungut biaya untuk

pembelian buku paket pelajaran dan pungutan untuk ujian sekolah, pihak sekolah

sama sekali tidak menghiraukan apakah murid tersebut berlatar belakang dari

keluarga mampu atau tidak mampu, malahan yang terjadi, pihak sekolah terus

menekan agar pungutan biaya tersebut harus segera dilunasi. Ini membuktikan

indikasi mekanisme subsidi silang itu tidak berjalan.

74

Sriyamto, “Angka Rawan DO Memprihatinkan; Disdik: Bebaskan Biaya Pendidikan Siswa

Miskin”, Monitor Depok, 4 Oktober 2006, hal.7

Page 78: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

77

D. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menjalankan Kegiatan LSM

Forppendik.

Dalam melakukan monitoring/pengawasan terhadap bantuan dana

pendidikan, khususnya yang dilakukan LSM Forppendik di SDN Tugu 8, yang

menjadi pemicu faktor pendukungnya, yakni:

Pertama, adanya orang tua murid SDN Tugu 8 yang datang kesekretariat

LSM Forppendik, mengeluhkan tentang pemungutan dana untuk buku pelajaran

dan meminta bantuan kepada LSM Forppendik untuk mencarikan dana agar

anaknya dapat terus belajar/sekolah dan mendapatkan buku pelajaran. Orang tua

murid tersebut juga mengaku berasal dari keluarga yang tidak mampu. Hal ini,

menjadi perhatian tersendiri bagi LSM Forppendik untuk menyelidiki dan me-

monitoring bantuan dana BOS di SDN Tugu 8, kemana penyalurannya, dan LSM

Forppendik menyarankan agar bagi orang taua siswa yang tidak mampu

diprioritaskan untuk dibantu.

Kedua, adanya respon yang sangat baik dari pengurus sekolah SDN Tugu

8 dalam menyambut keberadaan LSM Forppendik yang selalu memberikan

masukan, ide/pemikiran guna membenahi pendidikan di Kota Depok. Tanpa

adanya kerjasama yang baik dengan penyelenggara pendidikan, LSM Forppendik

tidak dapat melakukan program kerjanya secara baik.

Ketiga, adanya kerjasama yang baik (sinergi) dari Pemkot Depok dalam

merespon masalah-masalah pendidikan, terutama masalah pendidikan yang

ditemukan oleh LSM Forppendik, semisal; temuan 168 anak usia sekolah rawan

Page 79: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

78

DO dan tidak mampu di enam Kecamatan Kota Depok yang harus segera

dicairkan dananya dan salah satunya terdapat di SDN Tugu 8 Cimanggis.

Dalam melakukan monitoring/pengawasan terhadap bantuan dana

pendidikan, khususnya yang dilakukan LSM Forppendik di SDN Tugu 8, juga tak

luput mengalami hambatan, diantaranya yakni: kurang/minimnya dana

operasional yang dimiliki LSM Forppendik, hal ini dipicu karena LSM

Forppendik belum memiliki donatur tetap, jadi menurut Cornelis, selama ini

operasional LSM Forppendik dari pengurus saja, sedangkan untuk pergi ke SDN

Tugu 8, pakai dana sendiri.

■ Respon pihak sekolah SDN Tugu 8 terkait keberadaan LSM Forppendik

Menurut Sjariah (kepala sekolah SDN Tugu 8), keberadaan LSM

Forppendik di Kota Depok merupakan suatu langkah kemajuan bagi

perkembangan pendidikan, karena LSM Forppendik ini turut membantu agar

anak-anak yang tidak mampu itu dapat pula mengenyam pendidikan sampai

jenjang minimal 9 tahun atau tamatan SLTP yang layak. LSM Forppendik dalam

kiprahnya itu turut pula membantu pemerintah dalam menuntaskan Wajib Belajar

(Wajar) 9 tahun dan memerangi buta huruf. Karena di Kota Depok ini, masih saja

banyak masyarakat yang tidak bisa membaca. Kepala sekolah SDN Tugu 8 juga

menghimbau agar LSM Forppendik jangan hanya mencari dan mengorek

kesalahan di sekolah-sekolah saja, karena pihak sekolah lebih mengetahui

permasalahan sekolahnya secara mendalam dan sekolah mempunyai cara

tersendiri dalam menyelesaikan masalahnya itu.

Page 80: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

79

Bagi Widayati (Bendahara SDN Tugu 8), LSM Forppendik diharapkan

menjadi mitra sejajar dengan pihak sekolah dalam menciptakan pendidikan yang

berkualitas. Selama LSM Forppendik tidak mensgatur sekolah apalagi meng-audit

keuangan sekolah dan membantu masyarakat agar dapat mengecam pendidikan

yang layak di Kota Depok, maka pihak sekolah akan tetap eksis membantu apa

saja yang dibutuhkan LSM Forppendik.

Page 81: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mencermati secara mendalam berbagai permasalahan dan isi

dalam skripsi yang berjudul “Peran LSM Forum Peduli Pendidikan (Forppendik)

dalam Memonitoring Pendidikan di Kota Depok; Studi Kasus SDN Tugu 8

Cimanggis”. Akhirnya sampai pada tahap kesimpulan, sebagai berikut:

1. Program wajib belajar 9 tahun yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah,

ternyata masih belum berhasil. Salah satu faktor ketidak berhasilan program

ini, dipicu oleh kenaikan biaya pendidikan, dan yang melatarbelakangi

kenaikan biaya pendidikan ini, dipicu oleh oknum penyelenggara pendidikan

yang menjadikan lembaga-lembaga pendidikan itu sebagai ajang bisnis. “Kota

Depok boleh dikondisikan sebagai Kota Perdagangan, tapi bukan pendidikan

yang diperdagangkan”.75 LSM Forppendik menilai, dalam hal ini, perlu

adanya monitoring yang dilakukan oleh lembaga independen diluar

penyelenggara pendidikan termasuk tidak terikat oleh pemerintah yang salah

satunya adalah LSM Forppendik, agar nantinya, pemerintah dalam

menentukan kebijakannya juga mempertimbangkan masukan dari lembaga

tersebut. Diharapkan, dengan adanya kerjasama antara pemerintah dengan

organisasi non pemerintah seperti LSM dapat terciptanya pendidikan yang

berkualitas dan terjangkau bagi masyarakat, atau lebih jauhnya lagi, dapat

terciptanya pendidikan gratis bagi rakyat.

75

Cornelis Leo Lamongi, “Imbauan Forppendik Kepada Disdik Depok; Tertibkan Pungutan di

Sekolah”, Monitor Depok, 12 April 2005, hal. 7

Page 82: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

81

2. Kualitas pendidikan di Kota Depok akan dapat terwujud bilamana sarana dan

prasarana yang menunjangnya tersedia, seperti perpustakaan, buku paket

pelajaran, komputer, laboratorium, dan sebagainya. LSM Forppendik

mengharapkan kepada Pemerintah Kota Depok agar menyiapkan anggaran

guna memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu juga, pembinaan terhadap

sekolah-sekolah swasta harus segera dilakukan oleh Pemkot Depok,

mengingat sekolah swasta lebih mendominasi dibandingkan sekolah negeri,

dan untuk mengejar ketertinggalan prestasi yang selama ini diraih Kota

Depok.

3. Bantuan dana yang telah dianggarkan pemerintah, dinilai oleh LSM

Forppendik masih terdapat penyimpangan-penyimpangan dan masih belum

transparan dalam meng-alokasikan pengeluarannya, seperti banyaknya kriteria

pengalokasian/penyaluran dana BOS (12 kriteria), tidak jelasnya

pengalokasian dana siswa DO dan rawan DO. Untuk mengantisipasi

terjadinya penyelewengan bantuan dana, LSM Forppendik melakukan

monitoring dengan mengunjungi sekolah-sekolah yang ada di Kota Depok,

seperti di SDN Tugu 8 Cimanggis–Depok yang dari salah satu muridnya

mendapatkan bantuan dana rawan DO dan tidak mampu.

B. Saran–Saran

1. LSM Forppendik selain berkoordinasi dengan pemerintah serta para

elemen pemerhati pendidikan Kota Depok, selayaknya juga mengajak para

pengusaha yang ada di Kota Depok untuk dilibatkan dalam memajukan

Page 83: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

82

pendidikan di Kota Depok, terutama dalam pemenuhan sarana dan

prasarana penunjang pendidikan.

2. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Depok diharapkan

kepada Pemerintah Kota Depok selain mengeluarkan kebijakan yang

bertujuan untuk peningkatan kualitas pendidikan, juga menghimbau

kepada seluruh masyarakat Kota Depok agar turut berpartisipasi dalam

meningkatkan kemajuan pendidikan di Kota Depok.

3. Kepada elemen pendidikan seperti: Komisi D DPRD Depok, Dewan

Pendidikan Kota Depok, BMPS Kota Depok dan PGRI Kota Depok.

Buktikan bahwa eksistensi kalian di Kota Depok itu ada, dan keberadaan

kalian itu diharapkan memihak kepada masyarakat, sehingga masyarakat

nantinya dapat menikmati pendidikan yang bermutu dan terjangkau.

Page 84: JAJANG HERIYANA-FDK.pdf

83