j anstar ketikan.docx 111111

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor, yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Menurut Blum yang paling besar pengaruhnya terhadap kesehatan adalah lingkungan, kemudian perilaku dan pelayanan kesehatan, dan yang terkecil faktor keturunan. 1,2 Lingkungan yang diharapkan dalam Visi Indonesia Sehat 2010 adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara nilai – nilai budaya bangsa. 3 Sanitasi yang tidak baik, kekurangan air, kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu, pembuangan sampah yang tidak sesuai syarat kesehatan dan infestasi lalat masih merupakan hal yang biasa dijumpai. Semua ini menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, berperan langsung dalam tingginya angka kesakitan yang disebabkan sanitasi yang buruk seperti diare. Angka kesakitan penyakit diare di Indonesia sekitar 200-400 kejadian diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian 1

Upload: aji-yasmin

Post on 14-Jul-2015

3.609 views

Category:

Business


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: J anstar ketikan.docx 111111

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa derajat kesehatan

dipengaruhi 4 faktor, yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor

keturunan. Menurut Blum yang paling besar pengaruhnya terhadap kesehatan adalah

lingkungan, kemudian perilaku dan pelayanan kesehatan, dan yang terkecil faktor

keturunan.1,2

Lingkungan yang diharapkan dalam Visi Indonesia Sehat 2010 adalah

lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang

bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan,

pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta

terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam memelihara

nilai – nilai budaya bangsa.3

Sanitasi yang tidak baik, kekurangan air, kualitas air yang tidak memenuhi baku

mutu, pembuangan sampah yang tidak sesuai syarat kesehatan dan infestasi lalat

masih merupakan hal yang biasa dijumpai. Semua ini menimbulkan dampak negatif

terhadap kesehatan, berperan langsung dalam tingginya angka kesakitan yang

disebabkan sanitasi yang buruk seperti diare. Angka kesakitan penyakit diare di

Indonesia sekitar 200-400 kejadian diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan

demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian

1

Page 2: J anstar ketikan.docx 111111

setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah

umur 5 tahun (± 40 juta kejadian). Sedangkan angka kejadian diare di propinsi

Kalimantan Selatan yaitu 19,5 per 1000 penduduk tahun 2006.1,4,5

Di wilayah kerja puskesmas Landasan Ulin angka kejadian diare masih cukup

tinggi, dari bulan januari sampai juni ditemukan rata-rata 58 kasus tiap bulannya dan

termasuk dalam 10 (sepuluh) besar penyakit terbanyak. Bahaya utama diare ialah

dehidrasi, yang tidak jarang dapat mengakibatkan kematian terutama pada bayi dan

balita. Hal ini sebenarnya mudah dicegah dan diobati. 6

Menurut WHO cara yang efektif untuk mengatasi diare adalah dengan

menggunakan oralit. Pemberian oralit berguna untuk mencegah dehidrasi pada

penderita diare akut yang belum mengalami dehidrasi, pemberian oralit juga berguna

untuk mengobati dehidrasi.7

Banyak masyarakat tidak sadar untuk menggunakan oralit, hal ini dapat

disebabkan karena oralit tidak langsung dirasakan manfaatnya untuk menghentikan

diare dan malah dapat menyebabkan muntah. Sehingga keadaan ini dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam penggunaaan oralit sebagai

penanganan awal diare.7

Banyak faktor yang menyebabkan ketidaktahuan penggunaan oralit di

masyarakat sebagai penanganan dehidrasi diare, sehingga perlu dilakukan penelitian

mengenai tingkat perilaku ibu bayi dan balita terhadap penggunaan oralit sebagai

penanganan awal diare. Di wilayah kerja Puskesmas Landasan Ulin penggunaan

oralit di masyarakat masih belum diketahui secara pasti, sehingga penulis merasa

2

Page 3: J anstar ketikan.docx 111111

tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai salah satu bahan pertimbangan dan perbandingan dalam upaya peningkatan

penanggulangan masalah diare pada bayi dan balita dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu bayi balita yang berkunjung

di poli anak puskesmas landasan ulin tentang pemakaian oralit/pengganti oralit

sebagai penanganan awal diare pada bulan agustus 2010.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan

tindakan ibu bayi balita yang berkunjung di poli anak puskesmas landasan ulin

tentang pemakaian oralit/pengganti oralit sebagai penanganan awal diare pada bulan

agustus 2010.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan didapatkan manfaaat sebagai berikut:

a. Bagi responden diharapkan mampu menambah pengetahuan dan dapat

menggunakan oralit/pengganti oralit sebagai penanganan awal terhadap diare.

b. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman serta dapat menjadi sarana untuk penerapan ilmu yang telah

didapatkan.

3

Page 4: J anstar ketikan.docx 111111

c. Bagi instansi terkait penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran

penggunaan oralit sebagai penanganan awal diare di masyarakat sehingga

dapat menjadi masukan bagi pelaksana program kesehatan selanjutnya

khususnya penangana diare.

4

Page 5: J anstar ketikan.docx 111111

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:

berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai

dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk

pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang

menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang

berhubungan dengan kesehatan.8

Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,

dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).

Sedangkan stimulus atau rangsangan terdiri dari tiga unsur pokok, yakni: sakit

dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian

secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:1

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia

berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi

5

Page 6: J anstar ketikan.docx 111111

penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun

aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit

tersebut.

Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan

tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:

a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion behavior)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),

2. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), yakni respons seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, adalah respons seseorang

terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini

antara lain mencakup :

a.Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen,

manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b.Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-

segi hygiene pemeliharaan teknik dan penggunaannya.

c.Perilaku sehubungan dengan limbah, balk limbah padat maupun limbah cair.

Termasuk di dalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang

sehat.

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk

6

Page 7: J anstar ketikan.docx 111111

kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga perilaku di atas ini diukur dari:8

a.pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(knowledge)

b.sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang

diberikan ( attitude)

c.praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan

mated pendidikan yang diberikan (practice)

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni:1

a) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini

sikap subjek sudah mulai terbentuk

c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

7

Page 8: J anstar ketikan.docx 111111

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responder sudah lebih baik lagi

d) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus

e) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan. kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namur demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. Apabila

penerimaan perilaku melalui proses seperti ini, dimana disadari oleh

pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting), dan sebaliknya.1

b. Sikap (Attitude)

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan

bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Dalam

penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang

peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit

diare (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan

ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak

terkena diare. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja

8

Page 9: J anstar ketikan.docx 111111

sehingga ibu tersebut berniat akan memberikan oralit kepada anaknya untuk

mencegah anaknya dehidrasi. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari

berbagai tingkatan, yakni:8

1) Menerima (Receiving)

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu

benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (Responsible)

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaiamana pendapat atau pernyataan

responder terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan

dengan pernyataan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan

pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak

setuju)

c. Praktek atau Tindakan (Practice)

Tingkat-tingkat praktek : 8

9

Page 10: J anstar ketikan.docx 111111

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka is sudah mencapai

praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu

sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya

tersebut.

Beberapa perilaku dapat menyebabkan meningkatkan resiko terjadinya

diare, perilaku tersebut antara, lain :9

a) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih

besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita

dehidrasi berat juga lebih besar.

a) Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan pencernaan

oleh kuman , karena botol susah dibersihkan.

10

Page 11: J anstar ketikan.docx 111111

b) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar clan kuman akan

berkembang biak.

b) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat

tedadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar

menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

c) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

d) Tidak membuang tinja (termasuk t inja bayi) dengan benar. Sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya

B. Diare

a. Definisi

Diare atau penyakit diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang

berarti mengalir terus, merupakan suatu pengeluaran tinja encer lebih dari 3 kali

sehari, dengan/atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. 10,11

Menurut WHO, diare adalah berak cair lebih dari 3 kali dalam 24 jam.

Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan

cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air

besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi buang air

11

Page 12: J anstar ketikan.docx 111111

besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan

anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali.12

b. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar,

tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan

oleh infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare dapat dilihat dari skema

berikut :10

Gambar 1. Skema etiologi penyakit diare 10

c. Epidemiologi

Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masalah masyarakat di

Indonesia. Di kota Banjarbaru, penyakit diare pun masih merupakan masalah

kesehatan yang utama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit

diare di Banjarbaru, diantaranya:5

12

Page 13: J anstar ketikan.docx 111111

1. Kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, keadaan gizi,

kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat

yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan

penyakit diare ini.

2. Secara geografis wilayah Banjarbaru berada dalam daerah tropis dengan

kelembaban udara tinggi sehingga cukup baik untuk berkembang biaknya

penyakit menular utamanya yang berbasis lingkungan. Pada musim kemarau

air sungai tercemar air laut sehingga berbagai jenis penyakit saluran

pencernaan semakin meningkat seperi diare, thypoid dan disentri.

3. Tidak sedikit warga yang masih menggunakan air sungai sebagai salah satu

bahan baku air bersih dan sebagai air minum utama yang dari segi kualitas

tentu sangat riskan untuk kesehatan.

4. Banyaknya pedagang kaki lima yang sering tidak kita ketahui bagaimana

hygiene sanitasinya.

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan

meningkatkan resiko terjadinya diare, perilaku tersebut antara lain:9

a) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama

kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih

besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi

berat juga lebih besar.

13

Page 14: J anstar ketikan.docx 111111

b) Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan pencernaan oleh

kuman , karena botol susah dibersihkan.

c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa

jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.

d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Perncemaran dirumah dapat terjadi

kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh

air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak

atau sebelum makan dan menyuapi anak.

f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan

bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus

atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan

infeksi pada manusia.

d. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:12

1. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang

berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga

timbullah diare.

14

Page 15: J anstar ketikan.docx 111111

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi

peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare

timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus

menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan selanjutnya dapat

menimbulkan diare pula.

Diare akut

Patogenesis diare akut oleh infeksi, terutama oleh virus dan bakteri, dapat

digambarkan sebagai berikut : 9,13

Patogenesis Diare Yang Disebabkan Oleh Virus

- Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus ini

menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.

- Virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman

- Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta

jonjot-jonjot (villi) usus halus.

- Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang

berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga

fungsinya masih belum baik.

15

Page 16: J anstar ketikan.docx 111111

- Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan

dengan baik.

- Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan

koloid osmotik usus.

- Terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak

terserap terdorong keluar usus melalui anus, sehingga terjadi diare.

Patogenesis Penyakit Diare Yang Disebabkan Oleh Bakteri

- Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui perantaraan makanan atau

minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut.

- Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila

jumlah bakteri cukup banyak ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam

duodenum.

- Didalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya

mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus.

- Dengan memproduksi enzim mucinase bakkteri berhasil mencairkan lapisan

lendir dengan menutupi permukaan sel epitel usus, sehingga bakteri dapat

masuk kedalam membran (dinding) sel epitel

- Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit

A dan sub unit B

- Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan bersentuhan

dengan membran sel, serta mengeluarkan CAMP (Cyclic Adenosine

Monophosphate)

16

Page 17: J anstar ketikan.docx 111111

- CAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi dan

menghambat cairan usus di bagian apikal villi, tanpa menimbulkan kerusakan

sel epitel usus.

- Sebagai akibat adanya ransangan sekresi cairan yang berlebihan tersebut,

volume cairan di dalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan

menyebabkan dinding usus akan mengakan kontraksi sehingga terjadi

hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan kebawah atau ke

usus besar.

Diare kronik

Patogenesis diare kronik lebih rumit karena terdapat beberapa faktor yang satu

sama lain saling mempengaruhi.

Faktor-faktor tersebut antara lain:4

- Infeksi bakteri, misalnya ETEC (Entero Toxigenic E. Coli) yang sudah

resisten terhadap obat. Juga diare kronik dapat terjadi kalau ada pertumbuhan

bakteri berlipat ganda (over growth) dari bakteri non patogen, seperti :

Pseudomonas, Klebsiella dsb.

- Infeksi parasit : terutama E. Histolytica, Giardia lamblia, Trichuris trichiura,

Candida, dsb

- KKP (Kekurangan Kalori Protein)

Pada penderita KKP terdapat atrofi semua organ termasuk atrofi mukosa usus

halus, mukosa lambung, hepar dan pankreas. Akibatnya terjadi defisiensi

enzim yang dikeluarkan oleh organ-organ tersebut (laktase, maltase, sukrase,

17

Page 18: J anstar ketikan.docx 111111

HCl, tripsin, pankreatin, lipase dsb) yang menyebabkan makanan tidak dapat

dicerna dan diabsorpsi dengan sempurna. Makanan yang tidak diabsorpsi

tersebut akan menyebabkan tekanan osmotik koloid di dalam lumen usus

meningkat yang menyebabkan terjadinya diare osmotik. Selain itu juga akan

menyebabkan over growth bakteri yang akan menambah beratnya malabsorpsi

dan infeksi.

- Gangguan imunologik

Usus merupakan organ utama dari daya pertahanana tubuh. Defisiensi dari

Secretory Immunoglobulin A (SIgA) dan Cell Mediated Immunity (CMI) akan

menyebabkan tubuh tidak mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit

dalam usus. Akibatnya bakteri, virus, parasit dan jamur akan masuk ke dalam

usus dan berkembang biak dengan leluasa sehingga terjadi over growth

dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan malabsorpsi makanan.

e. Penatalaksanaan

WHO menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut yaitu:5,14

- Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah

maupun mengobati dehidrasi.

- Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI, selama diare

dan dalam masa penyembuhan.

- Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun antimikroba

hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau

amubiasis.

18

Page 19: J anstar ketikan.docx 111111

- Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya tentang

upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan cara mencegah

diare di masa yang akan datang.

Tatalaksana penderita diare di sarana kesehatan adalah :

a. Rehidrasi oral dengan oralit.

b. Memberikan cairan intravena dengan Ringer Laktat untuk penderita diare dengan

dehidrasi berat dan tidak bisa minum.

c. Penggunaan obat secara rasional.

d. Nasihat tentang meneruskan pemberian makanan, minuman, rujukan dan

pencegahan.

Tatalaksana penderita diare di rumah adalah :

a. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga seperti : kuah sayur, air tajin, dan

larutan gula garam. Bila ada berikan oralit.

b. Meneruskan pemberian makanan lunak yang tidak merangsang selama diare serta

makanan ekstra sesudah diare.

c. Membawa penderita diare ke sarana kesehatan, bila :

Buang air besar makin sering dalam jumlah banyak

Muntah terus menerus

Rasa haus yang nyata

Tidak dapat minum/ makan

Demam yang tinggi

Ada darah dalam tinja

19

Page 20: J anstar ketikan.docx 111111

Kondisi tidak membaik dalam 48 jam

f. Pencegahan

Tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif yaitu:10

1. Pemberian ASI.

2. Memperbaiki makanan sapihan.

3. Menggunakan air bersih yang cukup banyak

4. Mencuci tangan.

5. Menggunakan jamban keluarga.

6. Cara membuang tinja yang baik dan benar.

7. Pemberian imunisasi campak.

C. Oralit

1. Definisi Oralit

Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi

dehidrasi. Oralit sudah dilengkapi denan elektrolit, sehingga dapat mengganti

elektrolit yang ikut hilang bersama cairan. Kandungan oralit yang utama adaah

campuran antara NaCl dengan gula (glukosa atau sukrosa). Fungsi oralit yang utama

adalah menjaga keseimbangan jumlah cairan dan mineral dalam tubuh. Oralit

merupakan satu-satunya obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare yang

menyebabkan banyak kehilangan cairan tubuh.4

20

Page 21: J anstar ketikan.docx 111111

Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang hilang

bersama tinja. Dengan mengganti cairan tubuh tersebut, terjadinya dehidrasi dapat

terhindarkan.15

2. Rehidrasi Oral Menggunakan Oralit

Sudah lama para ahli mendambakan adanya cairan oral yang dapat dipakai

dalam menghadapi diare akut. Saat ini tersedia cairan yang disebut oralit yang dapat

dipakai untuk “mengobati” penderita diare dengan dehidrasi ringan dan sedang, dan

mencegah terjadinya dehidrasi berat. Juga oralit ini bila diberikan bersama-sama

dengan cairan intravena ternyata dapat menurunkan mortalitas diare dengan dehidrasi

berat.

Selain khasiat tadi, rehidrasi oral yang diberikan sedini mungkin sewaktu

diare, mempunyai keuntungan lain, yaitu: penyediaan dan pemberian mudah, cepat

dapat diberikan, harganya murah, tidak perlu steril, dapat diberikan oleh tenaga

paramedic maupun ibu rumah tangga, dan dengan pemberian oralit per oral

kebutuhan cairan intravena dapat dikurangi sampai 50%. 16

3. Pemberian Oralit pada Prematuritas dan Neonatus

Secara teoritis memang pemberian oralit pada prematuritas dan neonates harus

berhati-hati, karena :16

1. Sampai umur 2-3 minggu, daya konsentrasi ginjal kurang baik jika

dibandingkan dengan fungsi ginjal pada anak besar.

2. Relative diperlukan lebih banyak air untuk mengeluarkan jumlah elektrolit

yang sama jika dibandingkan dengan faal ginjal pada anak besar. Juga ginjal

21

Page 22: J anstar ketikan.docx 111111

pada neonates terutama BBLR belum sanggup meninggikan konsentrasi urin

untuk menahan air jika diperlukan (pada keadaan dehidrasi)

3. Keseimbangan asam basa sukar dipertahankan karena produksi amoniak oleh

ginjal belum cukup

4. Bila ada kesukaran pernafasan, mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit dengan akibat mudah terjadi dehidrasi dan asidosis.

Walaupun pemberian oralit relatif aman, pemberian oralit pada prematuritas

dan neonates tetap harus hati-hati. Untuk prematuritas dan neonates, oralit

diberikan selang-seling dengan ASI.16

4. Patofisiologi Rehidrasi Oral

Dasar terapi rehidrasi oral adalah pada keadaan diare ternyata fungsi absorpsi

usus halus masih baik. Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2

cara:16

1. Transport aktif : Penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh

enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1

molekul glukosa dan Na+, bersama-sama dengan absorpsi glukosa dan Na+ ini

secara aktif juga terabsopsi air. Glukosa masuk kedalam ruang interseluler dan

subseluler, kemudian masuk ke dalam peredaran darah.Na+ masuk ke dalam

sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada

basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na

22

Page 23: J anstar ketikan.docx 111111

(sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah,

tekanan osmotic meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.

2. Transport pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic. Setelah

Na+ masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotic

plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.

5. Oralit : Terapi Utama Dehidrasi Pada Diare

Karena bahaya diare terletak pada dehidrasi maka penanggulangannya dengan

cara mencegah timbulnya dehidrasi dan rehidrasi intensif bila telah terjadi dehidrasi.

Rehidrasi adalah upaya menggantikan cairan tubuh yang keluar bersama tinja dengan

cairan yang memadai melalui oral atau parenteral.17

Cairan rehidrasi oral yang dipakai oleh masyarakat adalah air kelapa, air tajin,

air susu ibu, air the encer, sup wortel, air perasan buah dan larutan gula garam (LGG).

Kekurangan pada LGG ini adalah tidak memiliki sumber ion kalium dan buffer

seperti pada oralit. Pemakaian cairan ini lebih dititik beratkan pada pencegahan

timbulnya dehidrasi. Sedangkan bila terjadi dehidrasi sedang atau berat sebaiknya

diberi minum oralit.17

6. Cara Pembuatan dan Pemberian Oralit

23

Page 24: J anstar ketikan.docx 111111

Takaran umum oralit, 1 bungkus oralit 200 cc dimasukkan ke dalam 1 gelas

belimbing air diaduk sampai larut. Oralit diberikan ke penderita sedikit demi sedikit

dengan sendok, jangan sekaligus banyak. Jika penderita muntah, berikan 1 sendok

oralit, tunggu 5-10 menit, lanjutkan lagi sedikit demi sedikit. Usahakan jumlah yang

diberikan 10-15 cc/kgBB/jam. Jumlah ini sesuai dengan kecepatan pengosongan

lambung.15

Cara yang benar dalam pemberian larutan oralit, yaitu dengan diteguk sedikit

demi sedikit, 2-3 teguk lalu berhenti tiga menit. Dengan demikian kita memberikan

kesempatan oralit diserap oleh usus untuk menggantikan garam dan cairan yang

hilang dalam feses. Prosedur ini harus diulang terus menerus sampai satu gelas

habis.15

Bila diare hebat masih berlanjut, minum oralit harus diteuskan sampai

beberapa bungkus (3-5) sehari. Dengan cara minum yang benar, oralit biasanya akan

menghentikan diare dengan cepat dan efisien.15

7. Efek Samping

Efek samping hanya dapat terjadi pada takaran yang terlalu tinggi atau pekat

yang mengakibatkan rasa kantuk, lidah bengkak, denyut jantung cepat, kulit

memerah.4

24

Page 25: J anstar ketikan.docx 111111

Untuk menghindari terbukanya luka-luka usus atau perdarahan, hendaknya

penderita diare beristirahat total. Perlu juga melakukan diet makanan yang

merangsang (asam, pedas) serta makanan yang tidak mudah dicerna (berserat tinggi)

dan berlemak.4

8. Perilaku Ibu Bayi dan Balita Terhadap Oralit

Peranan ibu dalam pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi dan kematian

karena diare sangat mutlak dan menentukan. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap

dan perilaku masyarakat mengenai pemakaian oralit pada diare, dokter puskesmas

memegang peranan yang paling penting.17

BAB III

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Landasan Teori

Penyakit diare di Kalimantan Selatan masuk dalam golongan penyakit

terbesar yang angka kejadiannya cukup tinggi. Keadaan ini didukung oleh faktor

25

Page 26: J anstar ketikan.docx 111111

lingkungan yaitu banyaknya daerah pemukiman penduduk dan kurangnya

pengetahuan ibu dalam menjaga kesehatan anak. Berdasarkan data Dinas

Kesehatan Kalimantan Selatan, insidance rate diare tahun 2006 yaitu

19,5.per 1000 penduduk. Penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Landasan

Ulin bulan Januari sampai Juni 2010 masih cukup tinggi, rata-rata 58 kasus tiap

bulan dan termasuk dalam 10 (sepuluh) besar penyakit terbanyak.6

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:

berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai

dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk

pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang

menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang

berhubungan dengan kesehatan.8

Morbiditas dan mortalitas penyakit diare walaupun sudah banyak turun,

tetapi merupakan penyebab terbanyak kematian. Lima juta anak di dunia

meningkat tiap tahun, 125.000 di antaranya pada anak balita di Indonesia. Di

antara yang sembuh tidak sedikit yang menjadi diare persisten dan gizi kurang.

Penyebab utama kematian adalah tatalaksana yang, salah. Selama dua dasawarsa

26

Page 27: J anstar ketikan.docx 111111

terakhir (1971-1990), tatalaksana diare telah mengalami perubahan yang

radikal Sebagai tatalaksana awal penyakit diare rehidrasi oral lebih

diutamakan. tindakan tersebut ditujukan untuk mencegahh dehidrasi atau

kekurangan cairan, yang dapat berakibat fatal. Di Indonesia rehidrasi oral

menggunakan minimum yang mengandung elektrolit dan gula yang dikenal

sebagai oralit atau bubuk garam diare.13

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif terhadap tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan ibu bayi balita yang berkunjung di poli anak puskesmas landasan ulin

27

Page 28: J anstar ketikan.docx 111111

tentang pemakaian oralit/pengganti oralit sebagai penanganan awal diare pada bulan

agustus 2010 yang bersifat cross sectional.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah ibu bayi dan balita yang berkunjung di poli anak

puskesmas landasan ulin pada bulan Agustus 2010. Sampel penelitian ini adalah ibu

bayi dan balita yang datang ke Puskesmas Landasan Ulin periode 16 Agustus-21

Agustus 2010.

C. Instrumen Penelitian

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner.

D. Variabel Penelitian

Varibel yang diamati pada penelitian ini meliputi:

- Tingkat pengetahuan ibu bayi dan balita tentang penggunaan oralit/pengganti

oralit

- Tingkat sikap ibu bayi dan balita tentang penggunaan oralit/pengganti oralit

- Tingkat tindakan ibu bayi dan balita tentang penggunaan oralit/pengganti oralit

Selain itu disertakan profil responden yang meliputi:

- Umur

- Pendidikan

- Pekerjaan

28

Page 29: J anstar ketikan.docx 111111

E. Definisi Operasional

1. Perilaku adalah respons atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang

berasal dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan :

berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan Tindakan).

2. Ibu bayi dan balita adalah wanita yang memiliki bayi dan balita.

3. Oralit adalah cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap yang mengandung

Kalium Klorida 0,3 g, Natrium Clorida 0,7 g, Natrium Sitrat 0,58 g, Glukosa

anhidrat 4,0 g.

4. Pengganti oralit adalah cairan rehidrasi oral tidak lengkap, misalnya larutan

gula garam, air tajin, air kelapa dan lain-lain.

5. Pengetahuan ibu adalah pengetahuan tentang penggunaan :

a. Oralit sebagai penanganan awal pada anak diare

b. Kegunaan oralit

c. Oralit dapat diperoleh dimana saja selain di puskesmas

d. Cairan apa yang dapat menggantikan oralit

e. Cara pengolahan oralit yang benar

f. Cara pemberian oralit

Berikut adalah skoring untuk pengetahun:

No. Pengetahuan Skoring1. Baik 9-122. Cukup baik 5-83. Kurang baik 0-4

29

Page 30: J anstar ketikan.docx 111111

Sikap ibu adalah sikap terhadap pemberian oralit bila anak diare:

a. Bila anak diare diberikan oralit’

b. Oralit hanya berfungsi sebagai pengganti cairan

c. Selain di puskesmas, tempat lain seperti posyandu, took obat, balai

pengobatann sedia oralit.

d. Air gula garam, air the, air kelapa, air sop dapat digunakan sebagai

pengganti oralit.

e. 1 b ungkus oralit hanya boleh dilarutkan dalam satu gelas air matang (±

200cc).

f. Tiap BAB anak harus diberikan oralit sebanyak anak mau.

Berikut adalah skoring untuk sikap:

No. Sikap Skoring1. Baik 4-62. Kurang

baik

0-3

Tindakan ibu adalah tindakan terhadap pemberian orait bila anak diare:

a. Ibu memberikan oralit bila anak diare

b. Apakah pada awal diare memberikan obat selain oralit

30

Page 31: J anstar ketikan.docx 111111

c. Mendpatkan oralit darimana

d. Bila tidak ada oralit apakah diberikan air the, air gula garam, air kelapa,

air sop.

e. Pengolahan oralit apakah benar

f. Tiap BAB anak diberi oralit sebanyak anak mau

Berikut adalah skoring untuk tindakan:

No. Tindakan Skoring1. Baik 3-52. Kurang

baik

0-2

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Dibuat kuesioner yang berisi identitas, tingkat pengetahuan dan tingkat sikap

dan tingkat tindakan mengenai penggunaan oralit pada bayi dan balita diare.

2. Validitas kuesioner diuji.

3. Kuesioner yang telah valid ditanyakan kepada responden.

4. Hasil kuesioner ditabulasikan berdasarkan umur, tingkat pendidikan,

pekerjaan, tingkat pengetahuan, tingkat sikap, dan tingkat tindakan.

31

Page 32: J anstar ketikan.docx 111111

5. Diambil kesimpulan dari hasil tabulasi tersebut sebagai gambaran

pengetahuan, sikap dan tindakan ibu bayi dan balita terhadap pengguanaan

oralit sebagai penanganan awal diare.

G. Cara Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan pendidikan, umur

dan pengetahuan ibu bayi – balita mengenai oralit. Setelah itu data ditabulasi dan

dianalisis secara deskriptif.

H. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Landasan Ulin. Penelitian ini

dimulai pada tanggal 16 Agustus 2010 – 21 Agustus 2010.

KEGIATAN MINGGU KE1 2 3 4

1. Penyusunan Proposal2. Penyusunan Kuisioner3. Persiapan Lapangan4. Uji Coba Kuisioner

32

Page 33: J anstar ketikan.docx 111111

5. Pengumpulan Data6. Pengolahan Data7. Analisis Data8. Penyusunan Laporan

33