iwan ekowisata ngadas

8

Upload: iwan-nugroho

Post on 12-Jun-2015

415 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Iwan Nugroho. 2006. Mengangkat Ekowisata Ngadas di Kawasan Bromo Tengger Semeru. TEROPONG, Balitbang Provinsi Jatim. 28 (Juni-Agustus 2006):21-23. ISSN 1412-8829

TRANSCRIPT

Page 1: Iwan ekowisata Ngadas
Page 2: Iwan ekowisata Ngadas

2

MENGANGKAT EKOWISATA NGADAS1

Desa Ngadas, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang terletak di pegunungan

Tengger dengan ketinggian 2450 m di atas permukaan laut, merupakan desa tertinggi di

pulau Jawa. Desa berpenduduk 1500 jiwa ini berada dalam wilayah Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) (Gambar 1), berjarak sekitar 45 km dari kota Malang

atau 90 menit dengan kendaraan bermotor. Pengunjung wisata Bromo atau pendaki

Semeru khususnya dari Malang, dipastikan memperoleh kesan mendalam sepanjang

perjalanan melewati Ngadas.

1 Naskah dipublikasi pada majalah TEROPONG, Balitbang Provinsi Jatim. 28 (Juni-Agustus 2006):21-23. ISSN 1412-8829

Gambar 1. Wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS)

Page 3: Iwan ekowisata Ngadas

3

Ngadas dan TN-BST sebagai satu kesatuan, menyimpan unsur-unsur ekowisata yang

layak untuk dikembangkan. Dalam aspek sosial, komunitas Tengger di desa Ngadas

memilki ragam kearifan lokal yang berfungsi sebagai cagar budaya dan alam. Ia

menjadi sumber pengalaman, inspirasi dan praktikum bagi pendidikan lingkungan.

Dalam aspek ekonomi, nilai tambah jasa wisata dan kenaikan kesejahteraan petani

masih dapat ditingkatkan. Petani Tengger Ngadas telah berorientasi pasar. Mereka

membudidayakan hortikultura secara intensif, dan sudah mengakses pasar (Sub

Terminal Agribisnis) Mantung-Pujon, Kabupaten Malang. Namun demikian, teknik

budidaya pertanian agaknya memerlukan perhatian serius karena berpeluang melanggar

kaidah-kaidah konservasi. Petani sudah terbiasa menggunakan bahan kimia untuk

perlindungan tanaman. Selain itu, mereka juga terbiasa menanam tanaman semusim

searah dengan kemiringan lahan (Gambar 2), karena secara teknis dirasakan lebih

mudah dan operasional dibanding teknologi teras atau guludan.

Beberapa penduduk Ngadas sudah berkemampuan beraktifitas ekonomi di luar

pertanian. Mereka memiliki sarana transportasi untuk mendukung aktifitas perdagangan,

pemasaran hasil bumi, maupun untuk kepentingan wisatawan. Yang populer adalah

moda angkutan jip. Sarana jasa ini akan mengantarkan pengunjung ke Bromo atau

Semeru dalam nuansa petualangan off-road yang menantang. Lebih jauh,

pengemudinya sangat trampil memandu dan menjelaskan sejarah, budaya, karakteristik

lingkungan dan tempat eksotis di sekitar wilayah TN-BTS.

Dalam aspek lingkungan, Ngadas dan TN-BTS menyimpan beragam jenis flora dan

fauna yang dilindungi. Yang populer adalah tanaman obat Adas (funicullum vulagare),

dengan biji rasa mint untuk mencegah masuk angin, atau untuk menghangatkan badan.

Penduduk menyebutnya adas pulowaras, nama cikal bakal Desa Ngadas. Tanaman ini

Page 4: Iwan ekowisata Ngadas

4

tumbuh liar di sepanjang jalan dari Ngadas menuju lautan pasir Bromo. Flora endemik

yang biasa dikonsumsi penduduk lokal adalah lombok terong (Gambar 2). Disebut

demikian karena bentuknya mirip terong kecil yang rasanya sangat pedas. Warna

buahnya menarik, saat muda berwarna ungu tua, kemudian berubah hijau, dan menjadi

merah saat masak. Sementara itu, fauna kera, ayam hutan dan burung seringkali

ditemukan di sepanjang jalan dalam TN-BTS.

Upaya pengembangan ekowisata Ngadas memerlukan kajian yang hati-hati. Hal ini

makin relevan karena Kecamatan Poncokusumo masuk prioritas pertama dalam arahan

pengembangan wisata kabupaten Malang. Hal ini wajar, karena potensinya diharapkan

dapat menggantikan kota Batu. Sinergi dan momentum pengembangan ekowisata

Ngadas dalam arahan wisata Poncokusumo perlu dipelihara. Karena itu,

pengembangannya perlu meletakkan kepada konsep pengelolaan ekowisata dan TN-BTS

secara benar.

Gambar 2. Pengolahan tanah (kiri) dan lombok terong (kanan) di desa Ngadas

Page 5: Iwan ekowisata Ngadas

5

Menurut World Conservation Union, karakteristik manajemen ekowisata adalah

jumlah pengunjung rendah (low volume), pelayanan berkualitas (high quality) dan

menghasilkan nilai tambah yang tinggi (high value added). Jumlah pengunjung yang

rendah memudahkan dalam pengendalian kualitas layanan, proses edukasi yang intensif

dan memberikan pengalaman yang nyata, serta melindungi ekosistem dari dampak yang

masif. TN-BTS berwenang menetapkan ambang batas jumlah pengunjung dan fasilitas

akomodasi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan kemampuan (atau

partisipasi) penduduk lokal pada setiap tempat wisata.

Skedul rutin di wilayah TN-BTS adalah upacara tradisi kasodo dan karo suku

Tengger, dimana jumlah pengunjung memuncak. Skedul kunjungan normal terjadi di

musim kemarau dengan momentum memanfaatkan peringatan hari kemerdekaan (17

Agustus) di sekitar puncak Semeru. Data kunjungan tersebut perlu ditelaah agar

senantiasa menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial tanpa mengganggu daya duikung

lingkungan.

Pengendalian dapat dilakukan dengan skedul yang rapi sepanjang tahun. Kelebihan

pengunjung akan masuk dalam antrian (waiting list) dalam masa kunjungan berikutnya.

Sebagai contoh, untuk mendaki pegunungan Himalaya seseorang perlu menunggu

antrian selama lima tahun. Manajemen demikian mencerminkan aspek perencanaan

dalam jangka panjang yang melibatkan karakteristik sosial, ekonomi dan lingkungan.

Partisipasi penduduk lokal dapat diperbaiki dengan meningkatkan kemampuan dalam

ketrampilan pemanduan. Perlu disusun prosedur tetap pemanduan agar pengunjung

memperoleh layanan yang baku, akurat dan tertulis. Informasi tertulis ditemui secara

terbatas dalam leaflet yang tersedia di pintu masuk TN-BTS, sementara sebagian besar

Page 6: Iwan ekowisata Ngadas

6

informasi tidak tertulis perihal aspek sosial hanya tersimpan di memori penduduk

Ngadas.

Infrastruktur jalan dari desa Gubuk Klakah menuju Ngadas adalah aspal kasar dan

makadam sepanjang kurang lebih 15 km, yang berada dalam wilayah TN-BTS. Ini tidak

hanya jalur wisata tetapi juga jalur ekonomi bagi penduduk Ngadas. Seyogyanya,

pembenahan hanya dibatasi untuk peningkatan kualitas dan bukan kepada pelebaran

jalan agar tidak mengganggu daya dukung lingkungan.

Pengembangan ekowisata Ngadas perlu diintegrasikan dengan peran Gubuk Klakah

sebagai pusat layanan agribisnis. Yang relevan adalah pengembangan agrowisata yang

berbasis apel, termasuk produk pengolahan hasil. Hal ini bertujuan untuk peningkatan

nilai tambah petani apel yang dalam lima tahun terakhir mengalami kelesuan. Layanan

lain yang perlu diakomodasi adalah pasar hortikultura wortel, buncis, kobis dan sayuran

sejenisnya, serta pengembangan akomodasi penginapan (home-stay). Sementara

pengembangan home-stay secara terbatas dapat dikembangkan di Ngadas dengan

memperhatikan kemampuan penduduk dan daya dukung lingkungan.

Potensi pengembangan wilayah Gubuk Klakah belum optimal dilaksanakan. Dalam

arah pengembangannya, wilayah ini perlu membentuk sistem ekonomi yang stabil,

produktif dan berkelanjutan. Aktifitas ekonomi tidak hanya bergantung pada aspek

budidaya pertanian saja, yang beresiko tinggi melanggar konservasi. Tenaga kerja

setempat perlu dioptimalkan pada sektor pengolahan hasil dan jasa-jasa pendukungnya.

Terbentuknya kaitan-kaitan (linkages) ekonomi akan menghasilkan nilai tambah dan

manfaat domestik. Tenaga kerja akan memiliki insentif yang tinggi bekerja di

wilayahnya. Investasi yang mengalir ke wilayah ini akan termanfaatkan menjadi

Page 7: Iwan ekowisata Ngadas

7

kesejahteraan dan peningkatan kualitas lingkungan. Hal ini akan dapat menjadikan

Gubuk Klakah sebagai penyangga wilayah ekowisata Ngadas.

Malang, 22 Desember 2005

Iwan Nugroho PSPW-LH (Pusat Studi Pembangunan Wilayah dan Lingkungan Hidup) Universitas Widyagama Malang Jl. Taman Borobudur 3 Malang Telp. 0341 492282 psw 314 Fax 0341 496919 HP. 081334221071

Page 8: Iwan ekowisata Ngadas

8

Puncak Semeru (kiri) dan pemandangan menuju lautan pasir Bromo dari desa Ngadas (kanan)