iufd

24
BAB I LATAR BELAKANG Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu (Petersson, 2002). WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Petersson, 2003; Winknjosastro, 2008). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram. Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih 1

Upload: nadiya-janata

Post on 22-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

intra uterine fetal death

TRANSCRIPT

Page 1: IUFD

BAB I

LATAR BELAKANG

Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical

Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada

usia gestasional ≥ 22 minggu (Petersson, 2002). WHO dan American College of

Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam

rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20

minggu atau lebih (Petersson, 2003; Winknjosastro, 2008). Kematian janin terjadi kira-kira

pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah

berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut

abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin adalah

kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.

Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko

kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan meningkatkan risiko IUFD.

Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD

dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih

berat pada pasien primipara dibanding multipara. Selain itu, kebiasaan buruk (merokok),

berat maternal, kunjungan antenatal care, faktor sosioekonomi juga mempengaruhi resiko

terjadinya IUFD (Sarah and Mcdonald, 2007).

Sebagian besar informasi yang mendasari terjadinya penyebab IUFD diperoleh dari

audit perinatal. Beberapa studi melaporkan penyebab spesifik IUFD, yaitu : Intrauterine

Growth Restriction (IUGR), penyakit medis maternal, kelainan kromosom dan kelainan

kongenital janin, komplikasi plasenta dan tali pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak

dapat dijelaskan (Petersson, 2003).

1

Page 2: IUFD

Insidensi menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Klaten tahun

2009 cenderung meningkat dari tahun 2008 yaitu 17,5 per 1000 kelahiran hidup menjadi 20,1

per 1000 kelahiran hidup. Hasil audit kematian bayi disebabkan oleh 28,9% karena IUFD

(Intra Uteri Fetal Death), asfiksia 12,2%, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) 20,4%, cacat

bawaan 4,8%, sepsis 8,9% dan lain-lain 24,5%.5 Dari beberapa penyebab tersebut yang bisa

dilakukan pemantauan dengan menggunakan partograf adalah kejadian dari asfiksia bayi baru

lahir dan IUFD sehingga bisa menurunkan angka kematian bayi.

2

Page 3: IUFD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kematian Janin Dalam Kandungan

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing berada

dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat,

2004). Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan

dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan

fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan

tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot

(Monintja, 2005) Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada

waktu lahir dengan berat badan <1000 gram. Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku Ilmu

Kebidanan, kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :

1. Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.

2. Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.

3. Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late foetal death)

4. Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

2.2. Etiologi

Menurut Mochtar (2004), lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin dalam

kandungan tidak ditemukan atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa

penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain.

a. Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.

b. Preeklampsi dan eklampsia

c. Penyakit-penyakit kelainan darah.

3

Page 4: IUFD

d. Penyakit infeksi dan penyakit menular

e. Penyakit saluran kencing

f. Penyakit endokrin: diabetes melitus

g. Malnutrisi

2.3. Diagnosis

2.3.1. Anamnesis

a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat

berkurang.

b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan

tidak seperti biasa.

c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa sakit-sakit seperti

mau melahirkan.

2.3.2. Inspeksi

Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu

yang kurus.

2.3.3. Palpasi

a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakan-gerakan

janin.

b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.

2.3.4. Auskultasi

4

Page 5: IUFD

Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar denyut

jantung janin (DJJ).

2.3.5. Reaksi kehamilan

Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan

2.4.1. Faktor Ibu

1. Umur

Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari organ-organ

tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini

dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan

janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30

tahun (Wiknjosastro, 2005).

Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum cukup

matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum

(Wiknjosastro, 2005).

2. Paritas

Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap ancaman

mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan

lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti

hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin

(Saifuddin, 2002).

5

Page 6: IUFD

3. Pemeriksaan Antenatal

Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa, oleh

karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode

antenatal.

a. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)

b. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).

c. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin pada seorang wanita hamil

penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu hamil dapat

diobati dan ditangani dengan segera. Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama

kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna untuk

mengetahui pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi

fungus uteri dan terdengar atau tidaknya denyut jantung janin (Saifuddin, 2002).

4. Penyulit / Penyakit

a. Anemia

Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam jumlah

besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi.

Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam

kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan sumsum tulang.

Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan turun dan bila persediaan

ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam kehamilan, pada

waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil

konsepsi salah satunyaadalah kematian janin dalam kandungan (Mochtar, 2004).

6

Page 7: IUFD

Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan

menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :

- Normal : 11 gr%

- Anemia ringan : 9-10 gr%

- Anemia sedang : 7-8 gr%

- Anemia berat : <7 gr%.

b. Pre-eklampsi dan eklampsi

Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan

air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik,

sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat

dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan

janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).

c. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas

dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat terjadi akibat turunnya darah

secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka terjadilah

anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis, spasme hilang darah

kembali mengalir ke dalam intervilli, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian

rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim.

Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin

(Wiknjosastro, 2005).

7

Page 8: IUFD

d. Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri kekurangan

atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dan

mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Umumnya wanita penderita diabetes melarikan bayi yang besar

(makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran darahnya, pancreas

yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk menanggulangi kadar gula yang tinggi.

Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia

menimbulkan masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje,

2000).

e. Rhesus Iso-Imunisasi

Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen rhesus

akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus. Jika transfusi darah rhesus

positif yang kedua diberikan, maka antibodi mencari dan menempel pada sel darah rhesus

negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut rhesus iso-imunisasi. Hal ini

dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi perlahan-lahan sesuai perkembangan

kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus

positif normal dan menyelimuti sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang

menumpuk dalam darah, dan sebagian dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi.

Jika banyak sel darah merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati

(Llewelyn, 2005).

8

Page 9: IUFD

f. Infeksi dalam kehamilan

Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi, namun

keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai

efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul karena mengurangi

oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada kemampuan organisme penyebab

menembus plasenta dan menginfeksi janin, sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in

utero (Llewellyn, 2001).

g. Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dan kematian

janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Kejadian ketuban

pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 mninggu,

kejadiannya sekitar 4%.

Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan

dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban

adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga

mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan

infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian

kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2003).

h. Letak lintang

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan

kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada letak lintang

9

Page 10: IUFD

dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila

persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin. Bahu masuk

ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh

lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha

untuk mengeluarkan janin, segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas

antara dua bagian ini makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik

sehingga dapat mengakibatkan kematian janin (Wiknjosastro, 2005).

2.4.2. Faktor Janin

1. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang

timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab

penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan kelainan

kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi beratlahir rendah bahkan sering pula

sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.

Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu deformitas

atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk deformitas secara

anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal.

Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab mekanik atau pada

kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital malformitas, susunan

anatomik maupun bentuknya akan berubah. Kelainan kongenital dapat dikenali melalui

pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri, 2005).

10

Page 11: IUFD

2. Infeksi intranatal

Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman dari

vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini

mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula

terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan

pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena menginhalasi likuor yang septik, sehingga

terjadi pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman yang memasuki peredaran darahnya

dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak

langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush

(Monintja, 2006).

2.4.3. Kelainan Tali Pusat

Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan amnion,

sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat

mempunyai panjang sekitar 55 cm. Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan

pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai

kematian janin dalam kandungan.

1. Kelainan insersi tali pusat

Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan tertentu

terjadi insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya insersi

velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis servikalis,

sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin ikut pecah. Kematian

janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70% terutama bila pembukaan masih kecil

karena kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).

11

Page 12: IUFD

2. Simpul tali pusat

Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran pembuluh

darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut

menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam rahim. Gerakan

janin yang begitu aktif dapat menimbulkan simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba,

2002).

3. Lilitan tali pusat

Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar

kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya,

apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat

menyebabkan tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa

makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan makin terganggu

aliran darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam

kandungan (Wiknjosastro, 2005).

2.5. Pemeriksaan Penunjang

2.5.1. Ultrasonografi

Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin, seringkali

tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang tengkorak sering dijumpai overlapping

cairan ketuban berkurang.

2.5.2. Rontgen foto abdomen

1. Tanda Spalding

12

Page 13: IUFD

Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling tumpang tindih

(overlapping) karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal

beberapa hari dalam kandungan.

2. Tanda Nojosk

Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling melenting (hiperpleksi).

3. Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.

4. Tampak udema di sekitar tulang kepala

2.5.3. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kadar fibrinogen

(Achadiat 2004).

2.6. Penanganan Kematian Janin Dalam Kandungan

2.6.1. Penanganan Pasif

1. Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu

2. Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu

2.6.2. Penanganan Aktif

1. Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan dilatasi atau kuretase.

2. Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi persalinan dengan

oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan serviks dengan pemasangan kateter foley

intra uterus selama 24 jam (Achdiat, 2004)

13

Page 14: IUFD

BAB III

RESUME

IUFD (Intrauterine fetal death ) adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat 500

gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika

terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah

usia 20 minggu disebut abortus. Studi melaporkan beberapa penyebab yang bisa

mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain perdarahan (plasenta previa dan

solusio plasenta), preeklampsi dan eklampsia, penyakit-penyakit kelainan darah, penyakit

infeksi dan penyakit menular, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin: diabetes melitus,

malnutrisi, dan penyebab lain yang tidak dapat diketahui.

Gejala dan tanda yang dikeluhkan yaitu Ibu tidak merasakan gerakan janin selama

beberapa hari, pemeriksaan fisik dari inspeksi, palpasi tidak ditemukan gerakan janin,

auskultasi denyut jantung janin tidak terdengar. Faktor risiko yang bisa mempengaruhi

kematian janin dalam kandungan yaitu dari faktor ibu (umur, paritas, pemeriksaan antenatal,

penyulit/penyakit, infeksi dalam kehamilan, ketuban pecah dini) dan janin (kelainan

kongenital, infeksi intranatal, kelainan tali pusat). Pemeriksaan penunjang untuk menunjang

diagnostik yaitu ultrasonografi dan rontgen foto abdomen. Penatalaksaan kematian janin

dalam kandungan adalah penanganan pasif dan aktif.

14

Page 15: IUFD

DAFTAR PUSTAKA

1. Universitas Sumatera Utara. 2015. IUFD (Intrauterine fetal death). Diunduh tanggal:

22 Januari 2015.

2. Esti B.R. 2008. Kematian Janin. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. UI,

Jakarta.

3. Institute Of Obstreticians & Gynecologists Royal College Of Physicians Of Ireland.

2013. Investigation and Managenment Of Late Fetal Intrauterine Death and

Stillbirth. Health Service Executive, Ireland.

4. Ardy CA. 2013. G3P2A0 38 tahun, Gravid 28 Minggu, janin tunggal mati intrauterin

presentasi bokong letak sungsang belum inpartu dengan Intrauterine Fetal Death

(IUFD). Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 1 (2): hal.11-8.

5. Yogesh RR, Latika RM, Priyangi P, Dinesh RN, Sanjay PM, Rina VP. 2013.

Intrauterine Fetal Death: An Observational Study. International Journal Of Scientific

Research (IJSR), 2(11): hal. 388-90.

6. Richard T, Stephanie S. 2014. IntrauterineFetal Demise: Care in the Aftermath, and

Beyond. The Journal Of Family Practice, 63 (6): 9-13.

7. Anjali C, Vineeta G. 2014. Epidemiology Of Intrauterine Fetal Deaths: A Study In

Tertiary Referral Centre In Uttarakhand. IQSR Journal Of Dental and Medical

Sciences (ISQR-JDMS), 13(3): 3-6.

15