preeklamsia berat dengan edema paru + iufd

50
PREEKLAMSIA BERAT DENGAN EDEMA PARU DAN INTRAUTERINE FETAL DEATH Oleh: Aslamatul Hayati Karim Debi Yulia Sandra Jessieca Liusen Mellia Fitrina Sofi Sumarlin Sri Rahayu Wanly Syahrizal Pembimbing : dr. FRANSISKUS HAMIDO H, Sp.OG KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2012 1

Upload: jessieca-liusen

Post on 24-Jul-2015

1.224 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

PREEKLAMSIA BERAT DENGAN EDEMA PARU DAN INTRAUTERINE FETAL

DEATH

Oleh:

Aslamatul Hayati KarimDebi Yulia Sandra

Jessieca LiusenMellia FitrinaSofi Sumarlin

Sri RahayuWanly Syahrizal

Pembimbing :

dr. FRANSISKUS HAMIDO H, Sp.OG

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

2012

1

Page 2: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengalami

hipertensi.1 Biasanya sindroma ini muncul pada akhir trimester kedua sampai ketiga kehamilan.

Gejalanya berkurang atau menghilang setelah melahirkan sehingga terapi definitifnya

mengakhiri kehamilan.2

Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya.

Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low

Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu.

Komplikasi pada bayi dapat berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah

atau intra uterine fetal death (IUFD).2

Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 5 – 15% dari seluruh kehamilan di seluruh

dunia. Preeklampsia bersama dengan penyakit hipertensi kehamilan lainnya merupakan

merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian dan kesakitan terbanyak pada ibu hamil dan

melahirkan di samping infeksi dan perdarahan.2 Sampai saat ini etiologi preeklampsia belum

diketahui secara pasti. Terdapat beberapa hipotesis mengenai etiologi preeklampsia antara lain

iskemik plasenta, maladaptasi imun dan factor genetik. Akhir-akhir ini disfungsi endotel

dianggap berperan dalam patogenesis preeclampsia.3,5

Di Indonesia, preeklampsia dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama

mortalitas maternal dan perinatal. Sebagian besar mortalitas tersebut disebabkan oleh

keterlambatan diagnosis dan penanganan dini preeklampsia dan eklampsia, sehingga pasien tidak

sempat mendapat penanganan yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit rujukan, atau sampai

ke rumah sakit rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum semua rumah sakit rujukan

memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk menangani kasus eklampsia pada

khususnya, sehingga pengetahuan mengenai pengenalan faktor resiko untuk dapat mendeteksi

secara dini preeklampsia sangat diperlukan agar tidak terjadi keterlambatan penanganan pertama

dan rujukan.6

2

Page 3: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Preeklampsia Berat

3.1.1 Defenisi

Preeklamsia/eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh

kehamilan. Definisi preeklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat

timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.2 Preeklamsia merupakan suatu

sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan

aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda yang penting dari preeklamsia.3 Preeklamsia adalah

keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang terjadi akibat

kehamilan setelah minggu ke-20, atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan

hidatidiformis yang luas pada vili khorialis.4

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan

tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+.

Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia kemudian disertai kejang

dinamakan eklampsia.2 Penggolongan preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan

preeclampsia berat dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu yang relative

singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat.3

Preeklampsia berat dibagi menjadi:

a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa :

Muntah-muntah

Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak

Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau oedema, atau sakit

karena perubahan pada lambung.

3.1.2 Insidensi Preeklampsia

3

Page 4: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam

penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-

10% , Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak

5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi

preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida

muda. Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih

dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia.6

Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, mendapatkan

angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin. Bandung paling

banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak

terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. 4Wanita dengan

kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden

hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna

lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis

neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal.4

3.1.3 Etiologi Preeklampsia

Penyebab preeklamsia/eklamsia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Banyak

teori yang menerangkan namum belum dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang

dewasa ini banyak dikemukakan adalah iskemia plasenta. Namun teori ini tidak dapat

menerangkan semua hal yang berkaitan dengan kondisi ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya

faktor yang menyebabkan terjadinya preeklamsia/eklamsia.7

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,

sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory.8 Adapun teori-teori tersebut

antara lain:

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia/eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi

penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti dengan trombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit

4

Page 5: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan

kerusakan endotel.

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia/eklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan

blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada

kehamilan berikutnya. Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya

sistem imun pada penderita preeklamsia/eklamsia:

a) Beberapa wanita dengan preeklamsia/eklamsia mempunyai kompleks imun dalam

serum.

b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada

preeklamsia/eklamsia diikuti dengan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik/familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsia/eklamsia

antara lain:

a) Preeklamsia/eklamsia hanya terjadi pada manusia.

b) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak-

anak dari ibu yang menderita preeklamsia/eklamsia.

c) Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia/eklamsia pada anak dan cucu ibu

hamil dengan riwayat preeklamsia/eklamsia dan bukan pada ipar mereka.

d) Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS).

3.1.4 Faktor Risiko Preeklamsia/eklamsia

Faktor risiko preeklamsia meliputi kondisi medis yang berpotensi menyebabkan kelainan

mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi kronis dan kelainan vaskular serta jaringan

ikat, sindrom antibodi fosfolipid dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan

itu sendiri atau dapat spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin.9

Berbagai faktor risiko preeklamsia (American Family Physician, 2004)10 :

1) Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a) Kelainan kromosom

b) Mola hydatidosa

5

Page 6: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

c) Hydrops fetalis

d) Kehamilan multifetus

e) Inseminasi donor atau donor oosit

f) Kelainan struktur kongenital

2) Faktor spesifik maternal

a) Primigravida

b) Usia > 35 tahun

c) Usia < 20 tahun

d) Ras kulit hitam

e) Riwayat preeklamsia pada keluarga

f) Nullipara

g) Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

h) Kondisi medis khusus : diabetes gestational, diabetes tipe 1, obesitas, hipertensi kronis,

penyakit ginjal, trombofilia

i) Stress

3) Faktor spesifik paternal

a) Primipatemitas

b) Patner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklamsia

3.1.5.Patofisiologi Preeklamsia/eklamsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis

pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia.3

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap

berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi

sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis

ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan

hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi

hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular,

meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan

hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan

6

Page 7: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam

rahim.10

Perubahan pada organ-organ :

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan

eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload

jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya

secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan

onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang

ektravaskular terutama paru.3

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia

dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.

Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam

yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan

penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak

menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan

klorida dalam serum biasanya dalam batas normal.3,10-1

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio

retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk

melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat 9yang

mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri

atau didalam retina.3,10,1

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,

pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.3,10

5) Uterus

7

Page 8: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi

gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada

preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan, sehingga terjadi partus prematur. 3,10-1

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang

menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau

abses paru.3,10-1

3.1.6 Patogenesis Preeklampsia Berat

3.1.6.1 Vasospasme

Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan pengamatan langsung

tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari

perubahan histologis terlihat dalam berbagai organ yang terkena.

Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan hipertensi

berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran yang

interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada

subendothelial. 

Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel junctional.

Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi ultrastruktural di wilayah

subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan aliran darah yang berkurang

karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan,

dan lain organ akhir gangguan karakteristik sindrom tersebut.3

3.1.6.2 Aktivasi sel endotel

Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang dalam pemahaman

kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini, faktor yang tidak diketahui -

kemungkinan berasal dalam plasenta - juga dikeluarkan ke sirkulasi ibu dan memprovokasi

aktivasi dan disfungsi vaskular endotelium. Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan

merupakan hasil dari perubahan sel endotel yang luas.

8

Page 9: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan bahwa sirkulasi

sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam darah perifer wanita

preeklampsia.

Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respon

otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida nitrat. Sel endotel yang rusak

atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang

mempromosikan koagulasi dan meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors.3

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel

akan terjadi:

Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)

Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi

trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2), suatu vasokonstriktor kuat. Dalam

keadaan normal, kadar prostasklin lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada

preeclampsia, terjadi sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.

Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit (vasodilator).

Peningkatan faktor koagulasi.

Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik morfologi

endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan meningkatnya

konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi endotel. Penelitian

menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia merangsang sel endotel yang

dikultur untuk memproduksi prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan

serum wanita hamil normal.3

3.1.7 Gejala Preeklamsia/ eklamsia

Preeklamsia mempunyai gejala-gejala sebagai berikut:3,10-1

1) Gejala Preeklamsia

Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang

berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak

ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklamsia berat gejala-gejalanya adalah:

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

c) Peningkatan kadar enzim hati/ ikterus

9

Page 10: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

d) Trombosit < 100.000/mm³

e) Oligouria < 500 ml/24 jam

f) Proteinuria > 3 g/liter

g) Nyeri epigastrium

h) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

i) Perdarahan retina

j) Edema pulmonum

k) Koma

2) Gejala eklampsia

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsia dan terjadinya gejala-

gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium dan

hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenali dan tidak segera diobati, akan timbul kejang

terutama pada persalinan.

3.1.8 Klasifikasi Preeklamsia/eklamsia

Pembagian preeklamsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan

berat. Berikut ini adalah penggolongannya:12

1) Preeklamsia ringan

Dikatakan preeklamsia ringan bila :

a) Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-110 mmHg

b) Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)

c) Tidak disertai gangguan fungsi organ

2) Preeklamsia berat

Dikatakan preeklamsia berat bila :

a) Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg

b) Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif. Bisa disertai

dengan :

a) Oliguria (urine ≤ 500 mL/24jam)

b) Keluhan serebral, gangguan penglihatan

c) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium

d) Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia

10

Page 11: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

e) Edema pulmonum, sianosis

f) Gangguan perkembangan intrauterine

g) Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia

3) Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang,

maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia

3.1.9 Komplikasi Preeklamsia/eklamsia

Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk

kemungkinan:3,10-2

1) Perdarahan subkapsular

2) Perdarahan periportal sistem dan infark liver

3) Edema parenkim liver

4) Peningkatan pengeluaran enzim liver

Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari kemampuan sistem

otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan menimbulkan berbagai bentuk kelainan

patologis sebagai berikut:12

1) Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah

2) Iskemia yang menimbulkan infark serebal

3) Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis

4) Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina

5) Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula oblongata.

Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup

dari ibu yang menderita preeklamsia dan eklamsia. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi

pada preeklamsia berat dan eklamsia :

1) Solusio plasenta

Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada

preeklamsia.

2) Hipofibrinogenemia

Biasanya terjadi pada preeklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar

fibrinogen secara berkala.

11

Page 12: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

3) Hemolisis

Penderita dengan preeklamsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang

dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakkan sel hati

atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi

penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

4) Perdarahan otak

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.

5) Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi.

Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi

apopleksia serebri.

6) Edema paru-paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia

sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.

7) Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada preeklamsia/eklamsia merupakan akibat vasospasme arteriole

umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada

penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama

penentuan enzim-enzimnya.

8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoseluler

(peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri

epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam

lemakjenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding

vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

9) Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial

tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria

sampai gagal ginjal.

10) Komplikasi lain

12

Page 13: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan DIC

(disseminated intravascular cogulation).

11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

3.1.10 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat13

Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :

1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin

4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:

Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa dengan

pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang tergantung pada umur

kehamilannya dibagi 2, yaitu:

Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya: kehamilan

dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi medikamentosa

Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah

mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, secara prinsip pasien

dengan PEB dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas

yang lebih lengkap. Persiapan yang perlu dilakukan dalam merujuk pasien PEB atau

eklampsia adalah sebagai berikut :

1. Pada pasien PEB/Eklampsia sebelum berangkat, pasang infus RD 5, berikan SM 20 %

4 g iv pelan-pelan selama 5 menit, bila timbul kejang ulangan berikan SM 20 % 2 g iv

pelan-pelan. Bila tidak tersedia berikan injeksi diazepam 10 mg iv secara pelan-pelan

selama 2 menit, bila timbul kejang ulangan ulangi dosis yang sama.

13

Page 14: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

2. Untuk pasien dengan eklampsia diberikan dosis rumatan setelah initial dose di atas

dengan cara : injeksi SM 40 % masing-masing 5 g im pada glutea kiri dan kanan

bergantian, atau drip diazepam 40 mg dalam 500 c RD 5 28 tetes per menit.

3. Pasang Oksigen dengan kanul nasal atau sungkup.

4. Menyiapkan surat rujukan berisi riwayat penyakit dan obat-obat yang sudah diberikan.

5. Menyiapkan partus kit dan sudip lidah.

6. Menyiapkan obat-obatan : injeksi SM 20 %, injeksi diazepam, cairan infuse, dan

tabung oksigen.

7. Antasid untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang dapat

mencegah terjadinya aspirasi isi lambung yang sangat asam.

Penanganan di rumah sakit

Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan terhadap

penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.

Penanganan penyulit pada PEB meliputi (Prasetyorini, 2009):

a. Pencegahan Kejang

• Tirah baring, tidur miring kiri

• Infus RL atau RD5

• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap, yaitu :

- Loading / initial dose : dosis awal

- Maintenance dose : dosis rumatan

Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin

Tabel 1. Tatacara Pemberian SM pada PEB

Loading dose Maintenance dose

SM 20 % 4 g iv pelan-pelan

selama 5 menit

- SM 40 % 10 g im, terbagi pada

glutea kiri dan kanan

- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30

tts/m

1. SM rumatan diberikan sampai

24 jam pada perawatan

konservatif dan 24 jam setelah

14

Page 15: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

persalinan pada perawatan aktif

Syarat pemberian SM :

- Reflex patella harus positif

- Respiration rate > 16 /m

- Produksi urine dalam 4 jam 100cc

- Tersedia calcium glukonas 10 %

Antidotum :

Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium

gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit

Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :

1. Sodium thiopental 100 mg iv

2. Diazepam 10 mg iv

3. Sodium amobarbital 250 mg iv

4. Phenytoin dengan dosis :

- Dosis awal 100 mg iv

- 16,7 mg/menit/1 jam

500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam

b. Antihipertensi

• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30 menit, maksimum

120 mg dalam 24 jam

• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :

- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik

- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah < 160/105 mmHg atau

MAP < 125

c. Diuretikum

Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :

• Memperberat penurunan perfusi plasenta

• Memperberat hipovolemia

• Meningkatkan hemokonsentrasi

Indikasi pemberian diuretikum :

15

Page 16: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan

dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena

Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB dibedakan

menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.

a. Perawatan konservatif

1. Tujuan :

• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan yang memnuhi

syarat janin dapat hidup di luar rahim

• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu

2. Indikasi :

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia

3. Pemberian anti kejang :

Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose ( loading dose

tidak diberikan )

4. Antihipertensi

Diberikan sesuai protokol untuk PER.

5. Induksi Maturasi Paru

Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat deksametason 2 x 16

mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.

6. Cara perawatan :

• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia

• Menimbang berat badan tiap hari

• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari sesudahnya

• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur

• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase, Albumin serum

dan faktor koagulasi

16

Page 17: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk kriteria PER,

pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru diperbolehkan rawat jalan.

Kunjungan rawat jalan dilakukan 1 minggu sekali setelah KRS.

7. Terminasi kehamilan

• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm

• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan indikasi obstetrik

b. Perawatan aktif

1. Tujuan : Terminasi kehamilan

2. Indikasi :

(i). Indikasi Ibu :

• Kegagalan terapi medikamentosa :

- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa terjadi kenaikan

tekanan darah persisten

- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa terjadi kenaikan

tekanan darah yang progresif

• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia

• Didapatkan gangguan fungsi hepar

• Didapatkan gangguan fungsi ginjal

• Terjadi solusio plasenta

• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah

(ii). Indikasi Janin

• Usia kehamilan ≥ 37 minggu

• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial

• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8

• Terjadi oligohidramnion

(iii). Indikasi Laboratorium

• Timbulnya HELLP syndrome

3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel 1.

4. Terminasi kehamilan :

Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominam, mode of

delivery pilihan adalah pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut :

17

Page 18: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

(i) Pasien belum inpartu

• Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila skor pelvik < 8

bisa dilakukan ripening dengan menggunakan misoprostol 25 μg

intravaginal tiap 6 jam. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II

sejak dimulainya induksi, bila tidak maka dianggap induksi persalinan

gagal dan terminasi kehamilan dilakukan dengan operasi sesar.

• Indikasi operasi sesar :

- Indikasi obstetrik untuk operasi sesar

- Induksi persalinan gagal

- Terjadi maternal distress

- Terjadi fetal compromised

- Usia kehamilan < 33 minggu

(ii) Pasien sudah inpartu

• Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti partograf

• Kala II diperingan

• Bila terjadi maternal distress maupun fetal compromised, persalinan

dilakukan dengan operasi sesar

• Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan operasi sesar

3.1.11 Edema paru pada preeklampsia berat14

Pathogenesis edema paru pada preeclampsia berat

Disfungsi endotel ditandai peningkatan kadar sVCAM-1, vWF dan fibrin monomer

sebagai petanda aktivasi koagulasi

Peningkatan permeabilitas kapiler akibat timbulnya mediator inflamasi (tromboksan dan

endothelin)

Ketidakseimbangan “Starling Force” akibat hipertensi dan hemodilusi, menyebabkan :

- Peningkatan tekanan vena pulmonalis

- Penurunan tekanan onkotik plasma

- Peningkatan negativitas tekanan interstisial

Akibat hal tersebut menyebabkan tertumpuknya cairan pada ruang interstisial paru-paru

akibat ekstravasasi cairan ke jaringan ekstraseluler menyebabkan edema paru 7

18

Page 19: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Gejala dan tanda

Sesak nafas

Rasa tidak nyaman di dada

Takipnea

Takikardi

Batuk-batuk

Sianosis

Ronkhi basah basal

Gambaran edema paru pada foto toraks

3.2 IUFD ( Intra Uterine Fetal Death )

3.2.1 Definisi

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan adalah terjadinya

kematian janin ketika masih berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia

kehamilan 20 minggu atau lebih.1-3

Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian

janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu

ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas.4

3.2.2 Penyebab Kematian

19

Page 20: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%,

insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang

penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor

janin, maternal dan patologi dari plasenta.2-4

a. Faktor Ibu

1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif, sehingga

janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang berakibat antara ibu dan

janin akan mengalami ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi

kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu reaksi

imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa

pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut

(asites), pembengkakan kulit janin penumpukan cairan di rongga dada atau rongga

jantung, dan lain-lain. Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut,

tubuh janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air.

Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan tertolong lagi.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara golongan

darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini disebabkan

karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya,

sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga sangat berbahaya

pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat hipertensi maupun yang tidak

(hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang

disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh

spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.

4) Trauma saat hamil

20

Page 21: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta terlepas. Trauma

terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan.

Trauma bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menimbulkan

perdarahan pada plasenta atau plasenta terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah

ke janin pun terhambat.

5) Infeksi pada ibu hamil

Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun virus. Bahkan

demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat menyebabkan janin tidak tahan

dengan tubuh ibunya.

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan

mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan

nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau,

akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi

melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung

ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi.

Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui

7) Hamil pada usia lanjut

Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan ini rentan

dikarenakan beberapa hal, yaitu:

Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan mengalami penurunan

dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh ovarium.

Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan pengeluaran telur

lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan berlaku kehamilan kembar dua atau

lebih.

21

Page 22: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah diabetes. Ini

dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak sehat, terlalu banyak konsumsi

gula, dan jarang olah raga.

Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin secara normal.

Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena kelainan kromosom.

Resiko tinggi keguguran.

8) Ruptur uteri

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan

lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan

darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan

setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada

persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.

9) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian,

dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin, tidak lagi ada.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan

satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang

berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka

pembuluh darah yang mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin

yang sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.

2) Kelainan kromosom

Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat (trisomi).

Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian

sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan

kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya

banyak.

22

Page 23: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

3) Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi

cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa

menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari

banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau

terjadi kelainan pada paru-parunya.

4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak

berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan

janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan

menyebabkan kematian pada janin.

5) Kehamilan multiple

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat.

Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia

kehamilan yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa

disebabkan regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar.

Jika ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak

terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin.

6) Intra Uterine Growth Restriction

Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa kehamilan.

Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan kematian, yang tersering

disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan

hipoglikemi.

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka

akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning,

ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat

kesejahteraan janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.

8) Insufisiensi plasenta yang idiopatik

23

Page 24: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah

disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi pada kehamilan

yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan secara normal.

c. Faktor Palsenta

1) Perlukaan cord

2) Pecah secara mendadak (abruption)

3) Premature Rupture of Membrane

4) Vasa Previa

d. Faktor Resiko

Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri : 1,14

Ibu usia lanjut

Riwayat kematian janin intra uterine

Infertilitas Ibu

Hemokonsentrasi pada ibu

Usia Ayah

Obesitas

3.2.3 Patologi Anatomi16,18

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya

mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah.

Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan

dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang

ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam

waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat

terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:2,3,4

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian

menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.

24

Page 25: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48

jam janin mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan

antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

3.2.4 Tanda dan Gejala

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada

beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-tanda lain yang juga

dapat ditemukan adalah sebagai berikut:1,2,3,4, 15

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada usia

kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara). Gerakan janin

normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan atau

melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat kehamilan

normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak kunjung besar,

dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Pada foto roentgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)

Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin.

3.2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding 1,2,3,4 ,18

Tabel 1. Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda Selalu

Ada

Gejala dan Tanda

Kadang-Kadang AdaDiagnosa Kemungkinan

25

Page 26: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Gerakan janin

berkurang atau hilang

Nyeri perut hilang

timbul atau menetap

Perdarahan pervaginam

sesudah hamil 22

minggu

Syok

Uterus tegang/kaku

Gawat janin atau DJJ

tidak terdengar

Solusio plasenta

Gerakan janin dan DJJ

tidak ada

Perdarahan

Nyeri perut hebat

Syok

Perut kembung/ cairan

bebas intra abdominal

Kontur uterus abnormal

Abdomen nyeri

Bagian-bagian janin

teraba

Denyut nadi ibu cepat

Ruptura uteri

Gerakan janin

berkurang atau hilang

DJJ abnormal

(<100/menit atau

>180/menit)

Cairan ketuban

bercampur mekonium

Gawat janin

Gerakan janin/ DJJ

hilang

Tanda-tanda kehamilan

berhenti

Tinggi fundus uteri

berkurang

Pembesaran uteri

berkurang

Kematian janin

3.2.6 Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin 2,13,16

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan. Pada satu

penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis dihubungkan dengan

26

Page 27: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya diinduksi

dalam waktu 6 jam.

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa turun yang

dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada kehamilan tunggal karena

penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal. Pada beberapa kasus kehamilan

kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin mungkin dapat

menghambat perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa spesialis anak tidak

merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum, resiko berkembangnya

disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang.

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh dilatasi dan

ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang dari 28 minggu,

induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2 vaginal suppositoria (10-20 mg

tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin

(terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia

kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah. The American

College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk induksi kelahiran

prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan pada wanita denga riwayat sectio

caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri.

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus kematian janin

lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang masih hidup. Narkotik

dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan pemberian morfin biasanya cukup

efektif untuk pengendalian rasa nyeri.

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD:1,2,3,4

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan secara

berhati-hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda prosedur evakuasi janin untuk

membiarkan pasien menyesuaikan secara psikologis terhadap kematian janin tersebut.

Penundaan tersebut juga mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan

pada serviks untuk lebih siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin,

terutama pada kehamilan lanjut, koagulopati maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini

jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan

pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin,

27

Page 28: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

partial tromboplastin time (PTT), dan analisis produk degradasi fibrinogenserta lakukan

secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada semua gravida rhesus negatif kacuali

ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan dosis kecil (30μg) pada trimester I

dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin terjadi

pada gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya. Keadaan ini

biasanya asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina. Tidak diperlukan

intervensi, dan dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin yang mati.

Hipofibrinogenemia maternal adalah komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus

tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini

mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika kematian salah satu janin terjadi pada

kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya telah diyakini dengan pemeriksaan

unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam)

adalah efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester. Walaupun insidensi

keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat

menggunakan dosis 15-methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan

satu sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah. Sesuaikan

jadwal dosis untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan

pada anomali rahim. Persiapkan aminophylline dan terbualine untuk menghindari

bronkospasme jika prostaglandin diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin

secara bersamaan harus dihindari karena resiko rupture uterin.

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup

banyak untuk memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan dengan aman.

Pemeriksaan keadaan koagulasi, seperti yang telah disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan

tersebut ditemukan, atasilah koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan

memasuki persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat

dipakai untuk memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan

heparin pada keadaan tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak

pernah diindikasikan kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau

operasi miomektomi. Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga

28

Page 29: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

yang telah lanjut memerlukan keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari perforasi

dan perdarahan. Laminaria mungkin berguna dalam kasus tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika

diperkirakan terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan persalinan, berikan

dosis immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan pasca persalinan adalah bagian

yang penting dalam perawatan total pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan

ijin otopsi janin, karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan

Penanganan Umum

Berikan dukungan emosional pada ibu.

Nilai denyut jantung janin (DJJ) :

- bila ibu mendapat sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian nilai ulang;

- bila DJJ tak terdengar minta beberapa orang mendengarkan menggunakan

stetoskop Doppler.

Penanganan Khusus

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau kelainan

bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.

Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-

tandanya berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung

udara di dalam jantung dan edema scalp.

USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin

di mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan: tidak ada denyut jantung

janin, ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang.

Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu

didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir per

vaginam.

Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu

dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:

- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;

29

Page 30: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:

- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau

prosaglandin.

- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin

atau kateter foley.

Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.

- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan serviks

belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi sesudah 6 jam.

- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50

mcg setiap 6 jam.

Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebih 4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada

koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai

kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta

dan infeksi.

30

Page 31: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

3.2.7 Komplikasi yang mungkin Terjadi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila janin

yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu. Akan tetapi, kasus janin yang

meninggal dan tetap berada di rahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini

dikarenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga

timbullah proses persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:1-

4,13-7

1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan pada proses

pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding.

2) Infeksi

3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu

setelah kematian janin.

31

DUGAAN KEMATIAN JANIN

Hilangnya pergerakan janinTidak terdapat pertumbuhan janinTidak terdapat denyut jantung janin

Hitung trombositKadar fibrinogenWaktu protrombin (PT)

Partial Thromboplastin Time (PTT)Produk Degrdasi Fibrin (FDP)

Ultrasonografi

Tegaskan kematian janin dengan ultrasongrafi

Berikan penjelasan dan dukungan dalam keadaan duka cita

Page 32: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah meninggal harus

segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara normal, karena bila melalui

operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan

normal. Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu mengalami

preeklampsia.

32

Page 33: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

DAFTAR PUSTAKA

1. Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia. Pathophysiology

2000; 6: 261-270.

2. Wibowo B., Rachimhadi T., 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 281-99

3. Cunningham F. G., 2005. Chapter 34. Hypertensive Disorders In Pregnancy. In Williams

Obstetri. 22nd Ed. New York :Medical Publishing Division, pp. 762-74

4. Cunningham F.G., 1995. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam Obstetri Williams. Edisi

18. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp. 773-819

5. Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin

Antara Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan

Ginekologi Indonesia, 23, 23-26.

6. Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta

Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 – Review date),

Preeclamsia, Availablefrom:

http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf

7. Wibowo B., Rachimhadi T., 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 281-99

8. Sudhaberata K., 2001. Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan Kaltim.

9. Sunaryo R., 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Preeklampsia-Eklampsia, in : Holistic

and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK UNS, pp 14

10. Wibowo B., Rachimhadi T., 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu

Kebidanan. Edisi III. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 281-99

11. Manuaba I. B. G., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC, pp 401-31

12. Rachma N., 2008. Eklampsia : Preventif dan Rehabilitasi Medik Pre dan post Partum, in

Holistic and Comprehensive Management Eclampsia. Surakarta : FK UNS, pp. 99

13. Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI Cabang

Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang

33

Page 34: Preeklamsia berat dengan edema paru + IUFD

14. College Of Obstetricians And Gynaecologists, Singapore. 2006. Consensus Statement On

The Management Of Pre-eclampsia

15. Achadiat, C.M., 2004, Prosedur Tetap Obstetri & Ginekologi, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

16. Cuningham, F.G., Gant, N.F., Leveno K.J., Gilstrap III L.C., Hauth, J.C., Wenstrom,

K.D., 2001. Williams Obstetrics (21st edition). The McGraw-Hill Companies, Inc. United

States of America.

17. Mochtar, R., 1998, Sinopsis Obstetri Patologi, Edisi II, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta

18. Wiknjosastro, H., Saifuddin, B, A., Rachimhadhi, T. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan

Bina Pustaka. Jakarta.

34