islamsdc

9
PERKEMBANGAN IPTEKDOK (Sebuah Perspektif Keislaman) Oleh : Andi Eswoyo Disampaikan dalam Diskusi Panel pada Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED Purwokerto, 1 Nov. 2011

Upload: satria-malindo-setiawan

Post on 01-Feb-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SCDCew

TRANSCRIPT

Page 1: IslamSDC

PERKEMBANGAN IPTEKDOK(Sebuah Perspektif Keislaman)

Oleh : Andi EswoyoDisampaikan dalam Diskusi Panel pada

Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED Purwokerto, 1 Nov. 2011

Page 2: IslamSDC

Bagaimana Memahami Islam ?Islam adalah agama yang universal, tidak terbatas oleh ruang dan tempat tertentu. Ruang lingkup keberlakuan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah untuk seluruh umat manusia, dimana pun mereka berada. Oleh sebab itu Islam seyogyanya dapat diterima oleh setiap manusia di muka bumi ini tanpa harus ada konflik dengan keadaan di mana ia berada. Ciri ini mengharuskan Islam dapat berhadapan dengan masyarakat modern, sebagaimana ia dapat berhadapan dengan masyarakat tradisional. Ketika berhadapan dengan masyarakat modern, Islam dituntut untuk dapat menghadapinya

Page 3: IslamSDC

Pada dasarnya ajaran Islam dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, ajaran Islam yang bersifat absolut, universal dan permanen, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Termasuk kelompok ini adalah ajaran yang tercantum dalam Alquran dan hadis mutawatir yang penunjukannya jelas (qat’iy al-dalalat). Kedua, ajaran yang bersifat relatif, tidak universal dan tidak permanen, melainkan dapat berubah dan diubah. Ajaran yang masuk dalam kategori ini adalah ajaran-ajaran yang dihasilkan melalui proses ijtihad.

Page 4: IslamSDC

Berbagai bidang kehidupan kemasyarakatan telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Sebagai konsekuensinya beragam persoalan muncul ke permukaan dan secara otomtasis menuntut adanya penyelesaian dan jawaban. Contoh : dalam bidang kedokteran dan rekayasa manusia lahir beberapa temuan baru, yang dahulu bukan sekedar tidak ada tetapi dianggap tidak mungkin, misalnya pencangkokan jaringan atau organ tubuh manusia, bayi tabung, cloning, rekayasa geneatika, dll.

Page 5: IslamSDC

Dari segi teknik, ijtihad (metode penetapan hukum) dibedakan menjadi tiga macam :Pertama, ijtihad bayani (al-ijtihad al-bayani), yaitu ijtihad yang berhubungan dengan penjelasan yang terdpat di dlm Alquran dan As-Sunnah. Dalam kajian ini, ijtihad cenderung dipandang sama dengan tafsir, yaitu penjelasan terhadap maksud Allah dan Rasul. Kedua, ijtihad qiyasi (al-ijtihad al-qiyasi), yaitu ijtihad untuk menyelesaikan suatu sengketa atau persoalan yang dalam Alquran dan al-Sunnah tidak terdapat ketentuan hukumnya, dan ulama menyelesaikannya dengan cara qiyas/analogi. Ketiga, ijtihad istislahi (al-ijtihad al-istishlahi), yaitu ijtihad dengan menggunakan ra’yi /akal / ilmu pengetahuan yang tidak menggunakan ayat-ayat Alquran atau Hadis tertentu secara khusus, tetapi ijtihad itu berpegang kepada pada ruh syari’at yang ditetapkan dalam semua ayat Alquran dan Hadis secra umum.

Page 6: IslamSDC

Kaidah-kaidah ijtihad (metode penetapan hukum) yg relevan dg dunia Kedokteran /Kesehatan.

Kaidah Pertama : Hukum Asal Segala Sesuatu yang Bermanfaat adalah Diperbolehkan. Boleh menggunakan semua jenis obat-obatan yang ada di muka bumi ini asal bukan yang diharamkan oleh syari’at.Kaidah Kedua : Hukum Asal Sesuatu yang Membahayakan adalah Haram. Berobat dengan pergi kepada tukang sihir dan mendatangi tukang tenung, tukang ramal, dan tukang sulap. Berobat dengan cara ini adalah bencana yang bisa menghilangkan agama dan merusak aqidah.Kaidah Ketiga : Tidak boleh melakukan perbuatan yang berbahaya dan membahayakan. Dalam kaidah ini termasuk di dalamnya kaidah La Dharar wala dhirar

Page 7: IslamSDC

Kaidah Keempat : Kemadharatan sebisa mungkin dihilangkan. Boleh menggugurkan janin jika keberadaannya bisa mengancam keselamatan ibunya. Karena ibunya lebih berhak untuk tetap hidup dari pada bayi tersebut.Kaidah Kelima: Kemadharatan itu Tidak Boleh dihilangkan dengan kemadharatan yang sama. Tidak boleh menyumbangkan anggota badan yang masih diperlukan oleh tubuh karena akan mendatangkan kemadharatan bagi diri sendiri sebagai suatu penyakit, atau bahkan justru lebih dari itu. Kaidah Keenam : Kemadharatan yang lebih berat dihilangkan dengan kemadharatan yang lebih ringan. Dibolehkannya memutuskan rahim apabila keberadaan rahim tersebut membahayakan jika memang sesuai dengan rekomendasi para dokter, orang-orang yang memiliki kapabilitas dibidangnya dan yang terpercaya

Page 8: IslamSDC

Kaidah Ketujuh : Apabila Ada dua kerusakan, maka diambil kerusakan yang lebih ringan. Dibolehkannya wanita mengobati laki-laki dan sebaliknya jika tidak ada cara lain. Sebab tindakan tersebut untuk mencegah kerusakan yang lebih besar.Kaidah Kedelapan: Suatu Masalah Apabila sempit maka menjadi Luas. Dibolehkannya menjamak bagi seorang dokter operasi apabila ia tidak bisa shalat tepat waktu karena sedang mengoperasi pasien. Kaidah Kesembilan : Kebutuhan menempati posisi dharurat baik bersifat umum maupun bersifat khusus. Boleh melakukan operasi yang dibutuhkan meskipun tidak sampai kepada derajat keterpaksaan (darurat). Operasi yang diperlukan tersebut adalah operasi yang jika tidak dilakukan niscaya seseorang mendapatkan masalah atau beban. Tujuannya untuk mempercantik atau memperbagus, namun sebatas kepada menghilangkan masalah atau beban tersebut. Misalnya menghilangkan keburukan, misalnya disebabkan karena kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dan sejenisnya

Page 9: IslamSDC

Contoh Kasus : EuthanasiaPengertian euthanasia (qatl ar-rahmah atau taisir al-maut) ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit. Memudahkan proses kematian secara aktif (euthanasia positif) tidak diperkenankan oleh syari’ah. Sebab yang demikian itu berarti dokter melakukan tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya misalnya melalui pemberian obat secara overdosis. Adapun memudahkan proses kematian dengan cara pasif (euthanasia negatif), ini dibolehkan, spt menghentikan pengobatan atau tidak memberikan pengobatan. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.