isi

19
BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satunya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktivitas penderitanya, sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian karena menyebabkan kehilangan banyak nutrisi, yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini. 1 Taeniasis merupakan penyakit akibat infeksi parasit (cacing) yang dapat ditemukan diseluruh dunia. Taeniasis adalah suatu penyakit zoonosis (menular dari hewan ke manusia) yang disebabkan oleh cacing Ta e nia . Taeniasis umumnya ditemukan pada masyarakat dengan sanitasi yang tidak baik. Salah satu penyebab Taeniasis yang umum ditemukan adalah T . saginata dan T. s olium . T . saginata merupakan cacing pita pada sapi sedangkan T. s olium merupakan cacing pita pada babi. Di Indonesia, kasus taeniasis banyak ditemukan di Provinsi Irian Jaya 1

Upload: andy-shariff

Post on 27-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

taeniasis

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

salah satunya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan dapat

mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan

produktivitas penderitanya, sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan

kerugian karena menyebabkan kehilangan banyak nutrisi, yang mengakibatkan

penurunan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi Cacingan di Indonesia pada

umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang

mampu mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit ini. 1

Taeniasis merupakan penyakit akibat infeksi parasit (cacing) yang dapat

ditemukan diseluruh dunia. Taeniasis adalah suatu penyakit zoonosis (menular

dari hewan ke manusia) yang disebabkan oleh cacing Taenia. Taeniasis umumnya

ditemukan pada masyarakat dengan sanitasi yang tidak baik. Salah satu penyebab

Taeniasis yang umum ditemukan adalah T. saginata dan T. solium. T. saginata

merupakan cacing pita pada sapi sedangkan T. solium merupakan cacing pita pada

babi. Di Indonesia, kasus taeniasis banyak ditemukan di Provinsi Irian Jaya

dimana konsumsi terhadap daging babi sangat tinggi. Menurut CFSPH (Center for

Food Security and Public Health) konsumsi daging babi atau sapi, mentah

ataupun setengah matang merupakan faktor resiko terbesar penyebab Taeniasis

pada manusia 2,3,4

Manifestasi dari T.saginata bersifat asimptomatik (tidak khas).

Masa inkubasi berlangsung selama 8-10 minggu. Segmen cacing yang

disebut sebagai proglotid dapat keluar dari anus secara  individual atau

bersama dengan feses. Pada beberapa kasus dapat dijumpai kolik,

nausea, kelelahan dan penurunan berat badan. Nafsu makan dapat turun

tapi dapat pula naik.5 Hal ini menuntut dokter untuk dapat mendiagnosis

dengan tepat sehingga dapat mentatalaksananya dengan baik. Hal inilah yang

membuat penyaji tertarik membuat referat tentang “Taeniasis”.

1

Page 2: Isi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Taeniasis adalah infestasi cacing pita Taenia sp. yang berasal dari sapi

atau babi pada manusia. Manusia merupakan induk semang definitif atau induk

semang akhir (final host) cacing pita sapi. Sedangkan pada cacing pita babi,

manusia bertindak sebagai induk semang antara (intermediate host) dan juga

induk semang definitif. 5

Taeniasis merupakan penyakit akibat infeksi parasit (cacing) yang dapat

ditemukan diseluruh dunia. Taeniasis adalah suatu penyakit zoonosis (menular

dari hewan ke manusia) yang disebabkan oleh cacing Teania. Taeniasis umumnya

ditemukan pada masyarakat dengan sanitasi yang tidak baik. 3

2.2. Etiologi

Taenia adalah nama latin dari cacing pita. Cacing pita masuk kedalam

Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa

Cyclophyllidea, Suku Taeniidae. Ada tiga jenis cacing pita di Indonesia yakni :

Cacing pita anjing (Taenia echinoccus), cacing pita sapi (Taenia saginata), dan

cacing pita babi (Taenia solium). Dikatakan cacing pita karena panjang dan

bentuknya menyerupai pita. Kepalanya kecil dan terdapat kait sebagai alat

meletakkan dirinya pada dinding usus. Penyakit yang disebabkan oleh

infeksi Taenia ini biasanya disebut dengan Taeniasis. Taenia saginata dan Taenia

solium adalah cacing yang menyebabkan Taeniasis.6

2.2.1. Taenia Saginata

Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Platyhelminthes

2

Page 3: Isi

Kelas : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Famili : Taenidae

Genus : Taenia

3

Page 4: Isi

4

Page 5: Isi

Spesies Taenia saginata disebut juga cestoda usus. Habitat cacing

ini dalam tubuh manusia terletak pada usus halus bagian atas. Cacing

dewasa dapat hidup di dalam usus manusia sampai 10 tahun lamanya.6

Morfologi cacing dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan panjangnya

dapat mencapai 4-25 meter, walaupun kebanyakan 5 meter atau kurang.

Mereka dapat hidup 5 sampai dengan 20 tahun, bahkan lebih.2,7 Taenia

saginata dewasa terdiri dari skoleks (kepala) berbentuk segiempat yang

berukuran 1-2 mm dan dilengkapi dengan empat buah alat penghisap

(sucker) menyerupai mangkuk, sebuah leher dan sebuah strobila yang

panjangnya berkisar dari 35 mm sampai 6 mm.8 Tidak ada rostelum

maupun kait pada skoleks. Leher Taenia saginata berbentuk segi empat

5

Gambar Cacing T. saginata dewasa

Gambar tubuh cacing T. saginata dewasa

Gambar Batil isap Cacing T. saginata dewasa

Page 6: Isi

menunjang dengan lebar sekitar 0,5 milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di

dalamnya tidak terlihat struktur.6

Segmen cacing ini dapat mencapai 2000 buah. Segmen matur

mempunyai ukuran panjang 3-4 kali ukuran lebar. Segmen gravid paling

ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm. Lubang genital terletak di dekat ujung

posterior segmen. Uterus pada segmen gravid uterus berbentuk batang

memanjang di pertengahan segmen, mempunyai 15-30 cabang di setiap

sisi segmen. Segmen gravid dilepaskan satu demi satu, dan tiap segmen

gravid dapat bergerak sendiri di luar anus. Segmen gravid Taenia saginata

lebih cenderung untuk bergerak dibandingkan dengan segmen gravid

cacing pita babi.2,7

Telur Taenia saginata memiliki morfologi yang tidak dapat

dibedakan dengan telur Taenia solium. Telur Taenia sp. berbentuk bulat

dengan diameter antara 31-43 mikron. Telur ini memilki embriopor yang

bergaris radier, dengan ukuran 30-40 x 20-30 m, mengelilingi embrio

heksasan.9

2.2.2. Taenia Solium

Taksonomi

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Kelas : Cestoda

Ordo : Cyclophyllidea

Family : Taeneidea

Genus  : Taenia

Species : Taenia solium

Cacing dewasa kemungkinan berukuran panjang 3-5 meter, namun

juga ada yang panjangnya mencapai 8 meter. Bagian kepala (skoleks)

Taenia solium memiliki rostelum dengan dua baris kait. Proglotid gravid

panjangnya 10-12mm dan lebarnya 5-6mm serta memiliki uterus dengan

jumlah cabang 7-16. Setiap proglotida gravid berisi kira-kira 30.000-

6

Page 7: Isi

50.000 telur. Setiap telur memiliki diameter 26-34μm dan berisi embrio

(onkosfer) yang memiliki 6 kait (embrio hexacanth). 

Cacing Taenia solium mendapat nutrisi dengan cara menyerap

nutrisi yang ada di usus halus. Bagian tubuh cacing ini yang digunakan

untuk mengambil nutrisi inang adalah tegumen. Tubuh cacing ini terdiri

atas tiga bagian yaitu skoleks, leher, dan strobila. Skoleks merupakan

organ tubuh cestoda yang berfungsi untuk melekat pada dinding usus.

Skoleks merupakan anggota tubuh yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi spesies dalam genus Taenia

Siklus Hidup Taenia sp.

7

Gambar Batil isap Cacing T. solium dewasa

Page 8: Isi

2.3. Epidemiologi

Prevalensi penyakit taeniasis ditemukan lebih tinggi pada laki-laki

daripada perempuan. Hal tersebut diduga karena laki-laki memiliki kebiasaan

pengonsumsian daging sebagai makanan lebih sering daripada perempuan.

Penelitian lain meyebutkan bahwa penderita sistiserkosis lebih banyak didapatkan

pada kelompok laki-laki di Irian Jaya. Taeniasis maupun sistiserkosis di daerah

pedesaan memiliki endemisitas yang tinggi. Infeksi cacing pita tidak memberikan

kekebalan pada penderita dan kedua jenis kelamin maupun semua golongan umur

memiliki kepekaan yang sama. 10

Dengan menemukan telur ini di dalam tinja hanya dapat membuat

diagnosis genus karena morfologi telur T. saginata sama dengan telur T. solium.

Sedangkan menemukan proglotid hidup yang keluar dari anus secara aktif dapat

dipakai untuk menegakkan diagnosis Taeniasis setelah terlebih dahulu

diidentifikasi di bawah mikroskop.9

2.4. Patofisiologi

8

Page 9: Isi

Cacing pita dewasa hidup dalam usus kecil manusia. Lalu manusia

menghasilkan telur yang terkubur dalam kotoran. Ketika manusia membuang

kotoran di tempat yang sembarangan misal padang rumput, ini mengkontaminasi

padang rumput di mana sapi dan babi menelan mereka. Setelah mencapai saluran

pencernaan hewan yang terinfeksi, embrio yang dirilis, menembus dinding usus,

dan memasuki sirkulasi. Embrio filter dari sirkulasi dan encyst dalam jaringan

otot. Larva (yaitu, cysticerci) menjadi menular dalam waktu 2-3 bulan. Manusia

terinfeksi cacing pita dengan cara memakan daging sapi atau babi mentah atau

setengah matang. Parasit masuk kedalam tubuh manusia dan menempel pada

dinding usus kecil dengan scolex, dan menjadi cacing pita dewasa. Proses

pematangan memakan waktu 10-12 minggu untuk T. saginata dan 5-12 minggu

untuk T. solium. Sebuah cacing pita tunggal menghasilkan rata-rata 50.000 telur

per hari dan dapat hidup 25 tahun. 2,11,12

2.5. Manifestasi Klinis

Kait-kait pada skoleks Taenia solium umunya tidak banyak menimbulkan

gangguan pada dinding usus tempatnya melekat hanya saja akan terjadi inflamasi

subakut pada mukosa usus. Penderita taeniasis umumnya asimptomatik atau

mempunyai keluhan yang umumnya ringan, berupa rasa tidak enak di perut,

gangguan pencernaan, diare, konstipasi, sakit kepala, anemia, nyeri abdomen,

kehilangan berat badan, malaise, anoreksia, peningkatan nafsu makan , rasa sakit

ketika lapar (hunger pain), indigesti kronik, dan hiperestesia. Sangat jarang terjadi

komplikasi peritonitis akibat kait yang menembus dinding usus. Sering dijumpai

kalsifikasi pada sistiserkus namun tidak menimbulkan gejala, akan tetapi sewaktu-

waktu terdapat pseudohipertrofi otot, disertai gejala miositis, demam tinggi, dan

eosinofilia 2,8

Gejala klinik yang berhubungan dengan abdomen lebih umum terjadi pada

anak-anak dan umumnya akan berkurang dengan mengkonsumsi sedikit makanan.

Pada anak-anak, juga dapat terjadi muntah, diare, demam, kehilangan berat badan,

dan mudah marah. Gejala lainnya yang pernah dilaporkan adalah insomnia,

9

Page 10: Isi

malaise, dan iritabilitas.2 Adapun gejala yang muncul disebabkan oleh karena

adanya iritasi pada tempat perlekatan skoleks serta sisa metabolisme cacing yang

terabsorpsi yang menyebabkan gejala sistemik dan intoksikasi ringan sampai berat

2.6. Diagnosis

2.6.1. Anamnesis

Pada anamnesis biasa tidak didapatkan gejala yang khas. Penderita

biasanya hanya mengalami gejala-gejala gastrointestinal ringan seperti mual,

muntah, diare, konstipasi dan nyeri perut. Keluhan lain seperti lemas, nafsu

makan menurun atau meningkat, pusing, serta demam dapat terjadi. Cacing yang

hidup dalam lumen usus manusia hidup dengan dari nutrisi yang manusia makan,

sehingga dapat terjadi kekurangan nutrisi pada penderita taeniasis.

Umumnya penderita berasal dari ekonomi rendah yang akan berpengaruh

terhadap tingkat sanitasi maupun higienis makanan yang rendah. Riwayat

konsumsi makanan-makanan yang kotor, setengah matang atau mentah perlu

ditanyakan untuk menegakkan diagnosis taeniasis.

Gejala-gejala lain yang dapat terjadi adalah riwayat keluarnya segmen

proglotid pada tinja dan pruritus di daerah anus. Pruritus anus disebabkan adanya

segmen proglotid yang keluar dari anus.

2.6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita taeniasis biasanya tidak menunjukkan

gejala yang khas. Pasien biasanya hanya terlihat lemas dan berat badan turun

karena banyak nutrisi yang diserap oleh cacing. Akumulasi cacing yang banyak

mungkin akan bermanifestasi pada regio abdomen, yakni adanya massa pada perut

penderita.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang 10

Page 11: Isi

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan

tinja dan perianal secara makroskopis maupun mikroskopis, akan didapatkan

proglotid atau telur cacing pita. Pemeriksaan perianal dilakukan dengan

penempelan pita adhesif (pita Graham) untuk mendeteksi adanya proglotid atau

telur cacing. Pemeriksaan diagnostik terbaik untuk taeniasis intestinal adalah

deteksi koproantigen ELISA yang dapat mendeteksi molukul spesifik dari taenia

pada sampel feses yang menunjukkan adanya cacing pita.

Pada pemeriksaan serologis dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin.

Pada pemeriksaan ini mungkin didapatkan eosonofilia.

2.7. Diagnosis Banding

a. Ankilostomiasis

b. Askariasis

c. Apendisitis

d. Sistiserkosis

2.8. Penatalaksanaan 2,12,13

a. Antihelmintik

1. Praziquantel 5-10 mg/kgBB peroral 1 kali. Namun obat ini tidak

tersedia di pasaran bebas di Indonesia.

2. Niclosamide (yomesan) 50 mg/kgBB peroral 1 kali untuk anak, 2 gram

untuk dewasa. Diberikan selama 5-7 hari.

3. Mebendazol atau albendazol 2x100 mg peroral 3 hari berturut.

b. Simptomatik

Mengatasi gejala-gejala simptomatik seperti nyeri perut, mual, gelisah,

demam dan lain-lain.

c. Konsultasi bedah bila terdapat komplikasi pada saluran cerna.

d. Edukasi

11

Page 12: Isi

Baik penderita maupun individu disekitarnya perlu diberikan edukasi

tentang penyakit taeniasis. Sebagai dokter perlu diberikan edukasi tentang

penularan taeniasis, sehingga penyebarannya dapat dihentikan.

Setelah ditatalaksana, penderita dianjurkan untuk kontrol 3 hari dan 3

bulan setelah minum obat. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan

terapi dan edukasi kepada penderita.

2.9. Komplikasi

a. Akut abdomen

b. Apendisitis akut

c. Obstruksi saluran empedu atau pankreas

d. Pertumbuhan cacing pita ektopik

2.10. Prognosis 13

Angka kesembuhan dengan praziquantel adalah lebih dari 95%.

12

Page 13: Isi

BAB III

RANGKUMAN DAN SARAN

3.1 Rangkuman

a. Taeniasis adalah suatu penyakit zoonosis (menular dari hewan ke manusia)

yang disebabkan oleh cacing Teania sp. yang berasal dari sapi atau babi.

b. Manusia terinfeksi cacing pita dengan cara memakan daging sapi atau babi

mentah atau setengah matang. Ataupun dari makanan yang terjangkit

taenia.

c. Manifestasi klinis Taeniasis biasanya asimptomatis, hanya gejala rigan

berupa gejala saluran cerna seperti mual,muntah, diari, kontipasi.

Penururnan berat badan, nafsu makan berkurang dan demam dapat terjadi.

d. Diagnosis Taeniasis dapat ditegakkan apabila dari anamnesis terdapat

riwayat keluar proglotid dari tinja atau anus serta pemeriksaan penunjang

berupa tes Graham atau pemeriksaan tinja langsung.

e. Pengobatan Taeniasis antara lain antihelmintik, simptomatik, konsul bedah

dan edukasi.

f. Prognosis Taeniasis adalah bonam.

3.2 Saran

Lakukan pencegahan taeniasis dengan cara :

a. Usaha untuk menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita

taenasis

b. Pemakaian jamban keluarga, sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh

babi dan tidak mencemari tanah atau rumput.

c. Pemelihara sapi atau babi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi

dikandangkan sehingga tidak dapat berkeliaran

d. Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di RPH (rumah

potong hewan), sehingga daging yang mengandung kista tidak sampai

dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sektor dengan dinas Peternakan)

e. Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan. Masyarakat diberi

gambaran tentang bentuk kista tersebut dalam daging, hal ini penting

13

Page 14: Isi

dalam daerah yang banyak memotong babi untuk upacara-upacara adat

seperti di Sumatera Utara, Bali dan Irian jaya.

f. Menghilanglkan kebiasaan maka makanan yang mengandung daging

setengah matang atau mentah.

g. Memasak daging sampai matang ( diatas 57 º C dalam waktu cukup lama )

atau membekukan dibawah 10º selama 5 hari . Pendekatan ini ada yang

dapat diterima, tetapi dapat pula tidak berjalan, karena perubahan yang

bertentangan dengan adat istiadat setempat akan mengalami hambatan.

Untuk itu kebijaksanaan yang diambil dapat disesuaikan dengan situasi

dan kondisi daerah tersebut.

14