isi
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
SKENARIO
GANGGUAN FUNGSIONAL (GNA)
Seorang anak laki-laki 9 tahun, diantar periksa oleh ibunya dengan keluhan bengkak pada kelopak mata terutama saat bangun pagi hari. Menurut ibu, selain itu sang anak mengeluhkan merasa makin lemas, buang air kecil sedikit-sedikit dan berwarna agak kemerahan. Beberapa minggu sebelumnya sang anak mengalami batuk pilek namun tidak diobatkan. Dokter kemudian menggali riwayat penyakit lebih lanjut, melakukan pemeriksaan penunjang dan menjelaskan kemungkinan diagnosis terjadinya gangguan pada ginjal pasien dengan resiko komplikasi mengalami gagal ginjal.
1
STEP 1
Tidak didapatkan kata-kata sulit.
2
STEP 2
1. Mengapa terjadi bengkak mata pada pagi hari ?2. Mengapa anak merasa lemas dan buang air kecil sedikit dan berwarna kemerahan ?3. Diagnosis dan diagnosis banding ?4. Hubungan riwayat batuk pilek anak dengan penyakit yang dialami sekarang ?5. Etiologi dan pathogenesis ?6. Pemeriksaan yang dilakukan ?7. Tatalaksana ?8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi ?
3
STEP 3
1. Mengapa terjadi bengkak mata pada pagi hari ?Penurunan faal ginjal LFG menyebabkan penurunan ekskresi natrium (Na+).
2. Mengapa anak tampak lemas dan buang air kecil sedikit dan berwarna kemerahan ?Penderita tampak lemas kemungkinan disebabkan karena adanya anemia yang disebabkan akibat terjadinya hemodilusi. Sedangkan kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging.
3. Diagnosis pada skenario ?Kemungkinan penyebab pada skenario adalah :a. Glomerulonefritis Akut (GNA) yang merupakan penyakit yang disebabkan oleh respon
imunologik. b. Sindrom Nefritik Akut (SNA) lainnya.
4. Hubungan riwayat batuk pilek anak dengan penyakit yang dialami sekarang ?Pada glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen antibody. Sehingga riwayat infeksi sebelumnya dapat menjadi pemicu terjadinya proses tersebut.
5. Etiologi dan pathogenesis ?Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus beta hemolitikus grup A, penyebab lain diantaranya:a. Bakteri b. Virusc. Parasit
Penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan pada GNAPS yaitu :a. Nephritis associated plasmin receptor (NAPℓr) b. Streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB).
Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui :a. Soluble Antigen-Antibody Complex b. Insitu Formation :
6. Pemeriksaan yang dilakukan ?
4
a. Anamnesis yang baikb. Pemeriksan fisikc. Pemeriksaan penunjang
Urinalisis Darah Pencitraan
7. Tatalaksana ?a. Istirahat b. Diet c. Antibiotik d. Simptomatik
Bendungan sirkulasi Hipertensi Gangguan ginjal akut
e. PEMANTAUAN
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi ?Komplikasi yang sering dijumpai adalah :a. Ensefalopati hipertensi (EH). b. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) c. Edema paru d. Posterior leukoencephalopathy syndrome
5
STEP 4
1. Mengapa terjadi bengkak mata pada pagi hari ?Penurunan faal ginjal LFG menyebabkan penurunan ekskresi natrium (Na+). akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik.
2. Mengapa anak tampak lemas dan buang air kecil sedikit dan berwarna kemerahan ?Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria. dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis terhadap sel-sel eritrosit, maka terjadi hematuria.
Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
3. Diagnosis banding pada skenario ?a. Glomerulonefritis akut (GNA): suatu istilah yang lebih bersifat umum dan lebih
menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik.Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.1Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis. Istilah glomerulonefritis akut pasca infeksi termasuk grup yang besar dari dari glomerulonefritis akut sebagai akibat dari bermacam-macam agen infeksi. Pada glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ pada membran basalis glomerulus.
6
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu Glomerulonefritis Akut Pascainfeksi Streptokokus (GNAPS). Manifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau glomerulonefritis progresif cepat.
Gejala Klinis Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi.
Edema : Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik. Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. .
Hematuria Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola..
Hipertensi : Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg).
Oliguria Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
Gejala Kardiovaskular : Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat
7
hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.
Gejala-gejala lain Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.
b. Sindrom nefritik akut (SNA): suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut. Dalam kepustakaan istilah GNA dan SNA sering digunakan secara bergantian. GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik, sedangkan SNA lebih bersifat klinik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin (FK UNHAS) menerapkan diagnosis sementara (working diagnosis) SNA bagi pasien yang memperlihatkan gejala nefritik saja, misalnya proteinuria dan hematuria atau edema dan hematuria, mengingat gejala nefritik bukan hanya disebabkan oleh GNAPS, tetapi dapat pula disebabkan oleh penyakit lain. Bila pada pemantauan selanjutnya ditemukan gejala dan tanda yang menyokong diagnosis GNAPS (C3↓, ASO↑, dll), maka diagnosis menjadi GNAPS. Hal ini penting diperhatikan, oleh karena ada pasien yang didiagnosis sebagai GNAPS hanya berdasarkan gejala nefritik, ternyata merupakan penyakit sistemik yang juga memperlihatkan gejala nefritik. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa selain GNAPS, banyak penyakit yang juga memberikan gejala nefritik seperti hematuria, edema, proteinuria sampai azotemia, sehingga digolongkan ke dalam SNA. Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain :• Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut• Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
- Glomerulonefritis fokal- Nefritis herediter (sindrom Alport)- Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)- Benign recurrent hematuria
• Glomerulonefritis progresif cepat• Penyakit – penyakit sistemik
- Purpura Henoch-Schöenlein (HSP)- Lupus erythematosus sistemik (SLE)- Endokarditis bakterial subakut (SBE)
4. Hubungan riwayat batuk pilek anak dengan penyakit yang dialami sekarang ?
8
Pada glomerulonefritis pasca infeksi, proses inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ pada membrane basalis glomerulus. Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS).
5. Etiologi dan pathogenesis ?Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus beta hemolitikus grup A, penyebab lain diantaranya:a. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dllb. Virus: hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dlc. Parasit: malaria dan toksoplasma
Tabel 1Etiologi histopatologi patogenesis
Glomerulonefritisakut (post infeksi)
Streptokokus,bakteri lain
Glomerulonefritisproliferatifdifus
Kompleksimun
Nefropati IgA (penyakitBerger,HSP)
ISPA (viral), infeksitraktus GI,flu like syndrome
Glomerulonefritismesangioproliferatif
Tidak diketahui
Rapidly progres-sive glomerulo-nefritis
Lupus erythematosus,krioglobulinemiacampuran,infeksiendokarditissubakut, infeksipirai
Glomerulonefritiscresentic
Komplek imun
SindromaGoodpasture.s atau idiopatik
Glomerulonefritiscresentic
Antibodi antiGBM
GranulomatosisWegener, poliarteritis,Idiopatik
Glomerulonefritiscresentic
Tidak diketahui
Seperti beberapa penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk penyakit kompleks imun. Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa GNAPS termasuk penyakit imunologik adalah:a. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik .b. Kadar imunoglobulin G (IgG) menurun dalam darah.c. Kadar komplemen C3 menurun dalam darah.d. Adanya endapan IgG dan C3 pada glomerulus.e. Titer antistreptolisin O (ASO) meninggi dalam darah.
9
Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka organisme tersering yang berhubungan dengan GNAPS ialah Group A β-hemolytic streptococci . Penyebaran penyakit ini dapat melalui infeksi saluran napas atas (tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi), baik secara sporadik atau epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS menyebabkan penyakit ini, hanya 15% mengakibatkan GNAPS. Hal tersebut karena hanya serotipe tertentu dari GABHS yang bersifat nefritogenik, yaitu yang dindingnya mengandung protein M atau T (terbanyak protein tipe M).
Penelitian akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk antigen yang berperan pada GNAPS yaitu :a. Nephritis associated plasmin receptor (NAPℓr)
NAPℓr dapat diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan plasmin. Antigen nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil biopsi ginjal pada fase dini penderita GNAPS.Ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan proses inflamasi yang pada gilirannya dapat merusak membran basalis glomerulus.
b. Streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB). SPEB merupakan antigen nefritogenik yang dijumpai bersama – sama dengan IgG komplemen (C3) sebagai electron dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai HUMPS.
Proses Imunologik yang terjadi dapat melalui :a. Soluble Antigen-Antibody Complex
Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPℓr sebagai antigen dan antibodi anti NAPℓr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus.
b. Insitu Formation : Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation), karena antigen nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen. Teori insitu formation lebih berarti secara klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi makin lebih sering terjadi proteinuria masif dengan prognosis buruk.
Imunitas Selular :Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS, karena dijumpainya infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi ICAM – I dan LFA – I, yang pada gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak membran basalis glomerulus.
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis
10
meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh keadaan berikut ini;a. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di
glomerulus.b. Overexpression dari epithelial sodium channel.c. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
6. Pemeriksaan yang dilakukan ?a. Anamnesis yang baik
Identitas pasien Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat pribadi
b. Pemeriksan fisik Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
11
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
Makanan/cairan- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah- Tanda: penurunan keluaran urine
Pernafasan- Gejala: nafas pendek- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul) Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
c. Pemeriksaan penunjang Urinalisis
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ (100 mg/dL).Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS.3 Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
DarahKadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi karena
12
hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau sembabnya menghilang.Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
PencitraanGambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%), dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites. Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:Gejala-gejala klinik :UKK Nefrologi IDAI 2012 Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.
Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria.
Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.
13
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.
7. Tatalaksana ?a. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.
b. Diet Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).
c. Antibiotik Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
d. Simptomatik Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.
Hipertensi
14
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb)..
Gangguan ginjal akut Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.
PEMANTAUANPada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan hipokomplemenemia 60,4%.1 Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia) menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan hematuria dapat menetap selama 6 bln–1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun.Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal.
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi ?Komplikasi yang sering dijumpai adalah :a. Ensefalopati hipertensi (EH).
15
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.
b. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) Pengobatan konservatif : Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hariMengatur elektrolit :
i. Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.ii. Bila terjadi hipokalemia diberikan :
1. Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari2. NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari3. K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari4. Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb
c. Edema paru Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.
d. Posterior leukoencephalopathy syndrome Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.
16
STEP 5 Learning Objective :
1. Jelaskan mengenai gagal ginjal ?2. Apa yang dimaksud hemodialisa ?3. Komplikasi Glomerulonefritis akut ?4. Perbedaan antara sindrom nefritik dan sindrom nefrotik ?
STEP 6 -
17
STEP 7 1. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan fungsinya.Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkanpenurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yangakhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.
2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolikatau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yangmendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atautanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untukmempertahankan homeotasis tubuh.
Determinan GGAGGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang berbeda-beda.7a. Host
1. Umur dan jenis kelaminUsia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia dapat terkena penyakit ini.
2. PekerjaanOrang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau industri.
3. Perilaku minumAir merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan air tubuh yang mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan kesehatan.
Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses penyaringan zat-zat racun, ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini membutuhkan jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak cukup cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan sempurna maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah dan menyebabkan penyakit ginjal.
4. Riwayat penyakit sebelumnya.
18
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu :a. Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu :
1. Hipovolemia, disebabkan oleh : 5a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar.
b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan.
c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites.
2. Vasodilatasi sistemik :a. Sepsis.b. Sirosis hati.c. Anestesia/ blokade ganglion.d. Reaksi anafilaksis.e. Vasodilatasi oleh obat.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :a. Renjatan kardiogenik, infark jantung.b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung).c. Tamponade jantung.d. Disritmia.e. Emboli paru.
b. Penyebab penyakit GGA renal, yaitu :1. Kelainan glomerulus
a. Glomerulonefritis akutGlomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal, tonsilitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal.
b. Penyakit kompleks autoimunc. Hipertensi maligna
2. Kelainan tubulus
a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemiaTipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang tidak teratasi.7 Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari
19
nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal, selamatubulus masih baik
b. Pielonefritis akutPielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya mulai di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari kontaminasi traktus urinarius dengan feses.16
2. Kelainan vaskulara. Trombosis arteri atau vena renalisb. Vaskulitis.
c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu :
1. Obstruksi intra renal :
a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol.
b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma.
2. Obstruksi ekstra renal :
a. Intra ureter : batu, bekuan darah.
b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).
c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis.
d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat.
e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis
b. AgentAgent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadiakibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti :
a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B,sulfonamida, dan lain-lainnya.b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan kalsium natrium adetat.c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil alkohol.d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium.e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.
c. EnvironmentCuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit GGA. Jika seseorang bekerja di dalam
ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi
20
adalah berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan
penyediaan zat-zat yang diperlukan oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan
membahayakan
Perjalanan Klinis GGA
Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma
pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi
penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai
kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebuT dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai
memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-
metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit
kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu
penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa
peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari,
kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum
urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang
dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama
stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea
tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia
sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.
3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu,
produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap,
21
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada
beberapa pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang
permanen.
Gejala-Gejala GGA
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu :,4,14,33
Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,
diare, pucat (anemia), dan hipertensi.
Nokturia (buang air kecil di malam hari).
Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh
(karena terjadi penimbunan cairan).
Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
Tremor tangan.
Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya
pneumonia uremik.
Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,berat jenis
sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah
(LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi kreatinin meningkat pada
kerusakan glomerulus.
Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol
yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan
gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai
koma
Pencegahan Primer
Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA,
antara lain :
22
1. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan
dan olahraga teratur.
2. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan
setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.
3. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut.
4. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada trauma-
trauma kecelakaan atau luka bakar.
5. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan
dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik
6. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik.
7. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.
8. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui
nefrotoksik.
9. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.
10. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi
11. harus segera diperbaiki.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu
penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi
penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang
menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus
mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi.GGA prarenal jika tidak diatasi sampai
sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita
menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh,
untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena GGA
renal.
Pencegahan TersierPencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria
lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terjadinya
23
kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk
membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang
bertahan dalam jumlah berlebihan
Pengelolaan Terhadap GGA
a. Pengaturan Diet
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan
jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan.
Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100
gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekankatabolisme protein
endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme
jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan
pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi
(mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini
pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan
multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan
kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.
b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit
1. Air (H2O)
Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi (diare,
muntah). Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan
protein yang banyak kira-kira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah
400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.
2. Natrium (Na)
Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam.
Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti.
3. Dialisis
Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga
memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini
24
dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial
atau hemodialisis didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan indivual penderita.
4. Operasi
Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menghilangkan
obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan
tindakan dialisis terlebih dahulu.
Gagal Ginjal Kronis
Berdasarkan National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(K/000/) Guidelines Update tahun 2002, definisi Penyakit Ginjal Kronis (GGK) adalah:17
a. Kerusakan Ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau tanpa disertai
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditandai dengan: kelainan patologi,
dan adanya pertanda kerusakan ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium darah atau
urine, atau kelainan radiologi.
b. LFG <60 mL/menit/1,73 m2 selama >3 bulan, dapat disertai atau tanpa disertai
kerusakan ginjal.
Diagnosis dari gagal ginjal kronis terdiri dari: anamnesis yang ditandai seringnya berkemih pada
malam hari, pergelangan kaki bengkak, lemah, lesu, mual, muntah, nafsu makan turun, kram otot
terutama malam hari, sulit tidur, bengkak disekitar mata terutama pada bangun tidur, dan mata
merah serta berair (uremic red eye) karena deposit garam kalsiun fosfat yang dapat menyebabkan
iritasi hebat pada selaput lendir mata. Pemeriksaan fisik, seperti anemis, kulit gatal dan kering,
edema tungkai maupun palpebra, tanda bendungan paru, mata merah dan berair. Diagnosis juga
ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium terhadap gangguan
fungsi ginjal.
Gangguan fungsi ginjal kronis dapat dikelompokkan menjadi empat stadium
menurut tingkat keparahannya, yaitu:
1. Kondisi normal: Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal. Nilai GFR 60-89
ml/menit/1,73 m2.
25
2. Stadium 1: Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR, belum terasa gejala
yang mengganggu. Ginjal berfungsi 60-89%. Nilai GFR 60-89 ml/menit/1,73 m2.
3. Stadium 2: Kerusakan sedang, masih bisa dipertahankan. Ginjal berfungsi 30- 59%. Nilai
GFR 30-59 ml/menit/1,73 m2.
4. Stadium 3: kerusakan beratsudah tingkat membahayakan. Ginjal berfungsi 15- 29%. Nilai
GFR 15-29 ml/menit/1,73 m2.
5. Stadium 4: Kerusakan parah, harus cuci ginjal. Fungsi ginjal kurang dari 15%. Nilai GFR
kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2.
Pada kasus gagal ginjal akut kondisi ginjal dapat dipulihkan kembali, hal ini berbeda dengan
kasus pada gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal kronik penderita
hanya dapat berusaha menghambat laju tingkat kegagalan fungsi ginjal tersebut, agar tidak
menjadi gagal ginjal terminal, suatu kondisi dimana ginjal sudah hampir tidak dapat berfungsi
lagi. Kondisi ini berlangsung secara perlahan dan sifatnya menahun, dengan sedikit gejala pada
awalnya, bahkan lebih sering penderita tidak merasakan adanya gejala.
Penatalaksanaan Diet Gagal ginjal kronik
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium,yaitu stadium I, II, III, dan IV.
Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum menjalani terapi
pengganti dialisisbiasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien diberikan terapi konservatif
yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan mempertahankan sisa fungsi ginjal
yang secara perlahan akan masuk ke stadium V atau fase gagal ginjal. Status gizi kurang masih
banyak dialami pasien PGK. Penelitian keadaan gizi pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin
(TKK) ≤ 25 ml/mt yng diberikan terapi konservatif , dijumpai 50 % dari 14 pasien dengan status
gizi kurang. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang
sebagai akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah. Untuk mencegah penurunan dan
mempertahankan status gizi, perlu perhatian melalui monitoring dan evaluasi status kesehatan
serta asupanmakanan oleh tim kesehatan. Pada dasaranya pelayanan dari suatu timterpadu yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang
diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga
26
keseimbangn cairan dan elektrolit, yang pada akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup
baik.
2. Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini dapat
dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses
berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi hemodialisa
merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan
ultra filtrasi
Prosedur Hemodialisa
Menurut Rab (1998) hemodialisa bertujuan untuk mengoreksi kelainan metabolisme dan
elektrolit akibat dari kegagalan ginjal. Kelainan metabolisme yang utama yakni tingginya
ureumia di dalam darah dan hiperkalemi. Dengan terapi dialisa dimaksudkan sebagai usaha
untuk memisahkan hasil-hasil metabolisme dari darah dengan bantuan proses difusi lewat
membran yang semipermeabel (yang dapat menembus bahan-bahan sisa tapi tidak dapat
ditembus oleh darah dan plasma). Membran yang semipermeabel ini memisahkan dua
kompartemen dialisat yakni cairan yang menghisap hasil metabolisme (ureum). Oleh karena
proses ini adalah merupakan proses difusi maka selain dari pada hasil metabolik dapat pula
diatasi hiperkalemi asal saja cairan dialisatnya bebas kalium atau mengandung kalium yang
rendah. Pemindahan metabolik maupun cairan atas dasar perbedaan konsentrasi antara plasma
dan dialisat dengan cara filtrasi. Maka lamanya hemodialisa dapat pula diprediksi dari tekanan
yang diberikan oleh mesin dialisa disamping jumlah darah yang melalui membran dialisa
dalam waktu 1 menit. Dengan demikian hemodialisa dapat dibagi menjadi dua cara yaitu
konvensional hemodialisa dan difisiensi tinggi (high dificiency). Pada cara konvensional
hemodialisa dimana darah dan dialisa berdasarkan arus yang berlawanan (countercurent)
dengan kecepatan 300-500 cc/menit. Cairan dialisa hanya sekali melalui membran dialisa dan
27
dibuang sesudah sekali pakai. Efisiensi dari hemodialisa dapat diperbesar dengan membran
yang lebih porus terhadap air dan cairan. Dan cara difisiensi tinggi atau (high dificiency) serta
aliran tinggi (high flux). Konfisiensi ultrafiltrasi dapat dinaikkan menjadi lebih 10 kali dan
kurang dari 20 cc/mm/Hg/jam. Pada high flux hemodialisa maka membrana dialisat lebih
porus dan koefisiensi ultrafiltrasi dapat dinaikkan sampai 20 cc/mm/Hg/jam
Komplikasi hemodialisa
Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak
akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan
mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia,
hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan
masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan
udara dalam sikuit dialisa
Prinsip yang Mendasari Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebihan. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa
yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan
melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi lebih tinggi
ke cairan dialisat yang konsentrasinya rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan
gradien tekanan: dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapar ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin dialisis.
Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini
diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan ).
Penatalaksanaan Hemodialisa pada Pasien
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir),
proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses
28
tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia
penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien
tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya
efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir
metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan
bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara
kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet
rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala
3. KOMPLIKASI GLOMERULONEFRITIS AKUT
a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Walau oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang
di perlukan.
b. Hipertensi ensefalopati, didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah
dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
29
4. Perbedaan sindrom nefrotik dan nefritik adalah
Sindrom Nefritik
±Azotemia,±Hipertensi,±Edema,±Hematuria(RBC cast),±proteinuria (< 3 g/hr)±terkadang oliguria.
Sindrom Nefrotik±Proteinuria masif (> 3.5gram / 24 jam / 1,73 m2atau 40-50 mg/kg/hari /+ 3 + 4 )±Hipoalbuminemia,±Edema anasarka±Hiperlipidemia,±Lipiduria
30
DAFTAR PUSTAKA
Al-hilali, N. (2009). Complications During Hemodialysis. Diunduh dari http://www.dialysistips.com/complications.html pada tanggal 20 Juni 2014. Alison, J. C. (2001). Measuring Quality of Llife . Diunduh dari http://www.bmj. com/cgi/content/full/322/7298/1357 pada tanggal 20 juni 2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25916/3/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20 Juni 2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16621/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20 Juni 2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25016/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20 Juni 2014
Rachmadi, Dedi, 2010, Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut, Bagian Ilmu Kesehatan AnakFK. UNPAD, Bandung. Diunduh tanggal 20 juni 2014
Rauf, Syarifuddin dkk, 2012, Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus, Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. Diunduh tanggal 20 juni 2014
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
31