isi

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Taman Nasional Baluran terletak diujung timur provinsi Jawa Timur, Kabupaten Situbondo dengan letak geografis 7º 45’-7º 56’ LS dan 113º 59’-114º 28’BT. Kawasan Taman Nasional Baluran terbentang dari pantai sampai pegunungan dengan berbagai macam tipe ekosistem yaitu, Savana, evergreen, hutan musim, hutan pantai kering dan hutan pantai basah. Karakter habitat Taman Nasional Baluran yang sangat beragam menjadikan tipe vegetasi baik herba, semak, dan pohon yang ada juga sangat beragam. Taman Nasional Baluran merupakan suatu kawasan konservasi dan kawansan pelestarian alam yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi baik flora ataupun faunanya. Kekayaan keanekaragaman yang ada menjadikan kawasan ini sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan rekreasi yang sifatnya terbatas. Untuk menunjang kegiatan-kegiatan tersebut maka perlu adanya pengenalan, identifikasi serta monitoring vegetasi alami daratan di Taman Nasional Baluran. 1

Upload: syafiq-ubaidillah

Post on 28-Oct-2015

83 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Taman Nasional Baluran terletak diujung timur provinsi Jawa Timur,

Kabupaten Situbondo dengan letak geografis 7º 45’-7º 56’ LS dan 113º 59’-114º

28’BT. Kawasan Taman Nasional Baluran terbentang dari pantai sampai

pegunungan dengan berbagai macam tipe ekosistem yaitu, Savana, evergreen,

hutan musim, hutan pantai kering dan hutan pantai basah. Karakter habitat Taman

Nasional Baluran yang sangat beragam menjadikan tipe vegetasi baik herba,

semak, dan pohon yang ada juga sangat beragam.

Taman Nasional Baluran merupakan suatu kawasan konservasi dan kawansan

pelestarian alam yang mempunyai keanekaragaman yang tinggi baik flora ataupun

faunanya. Kekayaan keanekaragaman yang ada menjadikan kawasan ini sebagai

tempat pendidikan, penelitian, dan rekreasi yang sifatnya terbatas. Untuk

menunjang kegiatan-kegiatan tersebut maka perlu adanya pengenalan, identifikasi

serta monitoring vegetasi alami daratan di Taman Nasional Baluran.

Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi serta kesamaan dan perbedaan

karakter ekosistem, upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan kegiatan

pengamatan vegetasi pada masing-masing ekosistem dalam rangka mendapatkan

data dan informasi yang mungkin dapat dijadikan sebagai langkah pengambil

kebijakan kedepan.

1.2 TUJUAN

Pada pengamatan vegetasi di Taman Nasional Baluran terdapat beberapa

tujuan yaitu,

1. Mengetahui sistematis karakter masing-masing ekosistem

2. Mengetahui kesamaan atau perbedaan karakter vegetasi pada setiap ekosistem

1

Page 2: Isi

1.3 Rumusan Masalah

Pada pengamatan vegetasi di Taman Nasional Baluran terdapat beberapa

rumusan masalah yaitu,

1. Bagaimana karakteristik masing-masing ekosistem pada Taman Nasional

Baluran?

2. Bagaimana karakter vegetasi pada masing-masing ekosistem di Taman

Nasional Baluran?

2

Page 3: Isi

BAB II.

METODE KERJA

2.1. Alat dan Bahan

Cetok

Alat tulis menulis

Thermometer

Hygrometer

Kantung plastik

Tali raffia

Metelin

pH meter

2.2. Cara Kerja

- dibuat

3

Transek

Plot

Page 4: Isi

ket :

: plot pohon (10x10 m2), sebanyak 1 plot

: plot semak (5x5 m2), sebanyak 2 plot

: plot herba (1x1 m2), sebanyak 3 plot

-dianalisis

-diukur

-diidentifikasi

-dihitung

4

Karakteristik Ekosistem

Faktor abiotik (temperature udara/tanah, kelembaban udara/tanah, pH tanah)

Stratifikasi

Siklus Materi dan Aliran Energi

Jaring makanan yang terbentuk

Diameter Pohon

% penutupan herba dan semak

Jenis tumbuhan (herba dan semak)

INP

Page 5: Isi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi menurut Ernest Haeckel 1869 berasal dari kata yunani yaitu Oikos

yang berarti tempat tinggal, dan Logos yang berarti ilmu. Sehigga ekologi adalah

ilmu yang berhubungan dengan berbagai makhluk hidup dan lingkungannya.

Ekosistem merupakan satuan yang mencakup semua organisme didalam

suatu wilayah atau area yang saling mempengaruhi baik antar organisme maupun

dengan lingkungan fisiknya sehingga terjadi aliran energi dan siklus materi di dalam

sistem. Menurut Odum 1971 mendefinisikan suatu sistem adalah tersusun atas

bebagai komponen yang saling berinteraksi dan saling bergantung satu dengan yang

lainnya untuk menyusun suatu kesatuan. Suatu sistem terdiri atas sejumlah sub sistem

yang saling berkaitan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya, serta dibatasi

oleh batas-batas yang jelas (Smith, 1980). Suatu ekosistem tersusun atas

komponenbiotik dan komponen abiotik disuatu tempat dan saling berinteraksi

membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan ini terjadi karena adanya aliran

energi dan siklus materi yang dikendalikan oleh arus informasi antara komponen-

komponen yang terdapat dalam ekosistem tersebut (Soemarwoto, 1983).

Taman nasional baluran memiliki luas 25000 Ha wilayah daratan dan

3750 Ha wilayah perairan, terletak di antara 114o 18’ - 114o 27’ bujur timur dan 7o 45’ -

7o 57’ lintang selatan. Daerah ini terletak di ujung timur pulau jawa, sebelah utara

berbatasan dengan selat madura, sebelah timur berbatasan dengan selat bali, sebelah

selatan berbatasa dengan sungai bajulmati, sebelah barat berbatasan dengan sungai

kelokoran. Curah hujan berkisar antara 900 – 1600 mm/tahun, dengan bulan kering

per tahun rata-rata 9 bulan antara bulan agustus sampai dengan desember bertiup

angin cukup kencang dari arah selatan. Pada bagian tengah dari kawasan ini terdapat

gunung baluran yang sudah tidak aktif (Made sedhana, 1982)

5

Page 6: Isi

Taman nasional ini mempunyai aneka ragam pesona alam dan merupakan

kawasan konservasi yang penting di pulau jawa yang memiliki beberapa keunikan

yaitu adanya berbagai tipe komunitas, yaitu hutan pegunungan, hutan musim, savana,

hutan pantai, hutan hijau sepanjang tahun.

Pengertian hutan yang diberikan Dengler adalah suatu kumpulan atau

asosiasi pohon-pohon yang cukup rapat dan menutup areal yang cukup luas sehingga

akan dapat membentuk iklim mikro yang kondisi ekologis yang khas serta berbeda

dengan areal luarnya. Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,

mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan

lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan (Soerianegara,1978).

Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan tropika basah.

Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan tropika basah sebagai ekosistem spesifik,

yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya

sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini

memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu

pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis

yang memadai dan lain-lain. Secara de facto tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah

yang sangat rendah, tanah tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif

rendah seperti kaolinite dan illite.

Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di

samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan

ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu

fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient

cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai

kendala/keunikan tipe hutan ini (Soemarwoto,1997).

6

Page 7: Isi

Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan tersendiri. Aktivitas

biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Sanchez

memperkirakan bahwa 80% aktivitas biologis tersebut terdapat pada top soil saja.

Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan tropika basah merupakan

ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri

sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi

antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya

(Soemarwoto,1997).

Aapun ekosistem yang ada di Baluran meliputi : hutan pantai kering, hutan

pantai basah, savana, hutan musim, dan hutan hiaju sepanjang tahun ( evergreen).

a.Hutanpantaikering.

Hutan Pantai kering Baluran merupakan hutan pantai yang Terdapat didaerah

kering ditepi pantai. Hutan tersebut di tidak pengaruh oleh iklim pada daerahpantai

dengan kondisi tanah berpasir  dan berbatu-batu serta terletak diatas garis pasang

tertinggi.Hutan pantai biasanya tidak lebar dan terdapat dipantai yang agak tinggi dan

kering.

Hutan pantai (beach forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut:

Tidak terpengaruh iklim;

Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung);

Tanah rendah pantai;

Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit

Hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi

ekologis dan sosial ekonomi.Hutan pantai dapat memecah energi angin laut sehingga

berfungsi sebagai zona penyangga.Hutan pantai juga dimanfaatkan sebagai lahan

tanaman tahunan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap

pengurangan dampak pemanasan global.

7

Page 8: Isi

Hutan Pantai Baluran terdiri dari pasir hitam, putih, batu pantai yang hitam

kecil, atau lereng karang, tergantung daerahnya. Vegetasi pantai yang tumbuh adalah

formasi Baringtonia  yang berkembang baik (antara Pandean dan Tanjung Candibang,

di Labuan Merak), pandan (Pandanus tectorius) di Tanjung Bendi, Pemphis acidula

di Air Karang, Acrophora, Porites lutea, Serioptophora histerix dan Stylophora sp.

1. FORMASI HUTAN PANTAI

  Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan

kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di

daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi

atau terkena angin kencang dengan embusan garam.

Spesies-spesies pohon yang pada umumnya terdapat dalam ekosistem hutan pantai

antara lain Barringtonia asiatica, Terminalia catappa, Calophyllum inophyllum,

Hibiscus tiliaceus, Casuarina equisetifolia, dan Pisonia grandis. Selain spesies-

spesies pohon tersebut, temyata kadang-kadang terdapat juga spesies pohon

Hernandia peltata, Manilkara kauki, dan Sterculia foetida.

Apabila dilihat perkembangan vegetasi yang ada di daerah pantai (litoral), maka

sesungguhnya sering dijumpai dua formasi vegetasi, yaitu formasi Pescaprae dan

formasi Barringtonia.

2.  Formasi Pescaprae

Formasi ini terdapat pada tumpukan-tumpukan pasir yang mengalami proses

peninggian di sepanjang pantai, dan hampir terdapat di selumh pantai Indonesia.

Komposisi spesies tumbuhan pada formasi pescaprae di mana saja hampir sama

karena spesies tumbuhannya didominasi oleh Ipomoea pescaprae (katang-katang)

salah satu spesies tumbuhan menjalar, herba rendah yang akamya mampu mengikat

pasir. Sebetulnya nama fomlasi pescaprae diambil dari nama spesies tumbuhan yang

dominan itu. Akan tetapi, ada spesies-spesies tumbuhan lainnya yang umumnya

terdapat pada formasi pescaprae antara lain Cyperus penduculatus, Cyperus

stoloniferus, Thuarea linvoluta, Spinifex littoralis, Vitex trifolia, Ishaemum muticum,

8

Page 9: Isi

Euphorbia atoto, Launaca sarmontasa, Fimbristylis sericea, Canavalia abtusiofolia,

Triumfetta repens, Uigna marina, Ipomea carnosa, Ipomoea denticulata, dan

Ipomoea littoralis.  

3. Formasi Barringtonia

Disebut formasi Barringtonia karena spesies tumbuhan yang dominan di daerah ini

adalah spesies pohon Barringtonia asiatica. Sebenarnya yang dimaksud ekosistem

hutan pantai adalah formasi Barringtonia ini. Beberapa spesies pohon yang tumbuh

di pantai dan menyusun ekosistem hutan pantai antara lain Barringtonia asiatica,

Casuarina equisetifolia, Terminalia eatappa, Hibiscus tiliaceus, Calophyllum

inophyllum, Hernandia peltata, Sterculia foetida, Manilkara kauki, Cocos nucifera,

Crinum asiaticum, Cycas rumphii, Caesalpinia bonducella, Morinda citrifolia,

Oehrocarpus ovalifolius, Taeea leontopetaloides, Thespesia populnea, Tournefortia

argentea, Wedelia biflora, Ximenia americana, Pisonia grandis, Pluehea indica,

Pongamia pinnata, Premna Corymbosa, Premna obtusifolia, Pemphis acidula,

Planchonella obovata, Scaevola taccada, Scaevola frutescens, Desmodium

umbellatum, Dodonaea viscesa, Sophora tomentosa, Erythrina variegata, Guettarda

speciosa, Pandanus bidur, Pandanus tectorius, dan Nephrolepis biserrata.

  Secara ekologi kemampuan adaptasi dari tumbuhan dalam pantai kering sangat

beragam, ada pohon yang tersebar dalam kisaran range suhu yang luas tetapi ada

tumbuhan yang tersebar dalam kisaran range suhu yang sempit, Pertumbuhan

tanaman yang dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti temperatur akan pada

umumnya akan menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhannya.

 Pada Tanaman di hutan pantai kering umumnya pertumbuhan akan semakin

meningkat seiring dengan terjadinya peningkatan temperatur sampai batas 31ºC. Jika

tanaman tumbuh pada temperatur lebih dari 31ºC atau 35ºC, maka penurunan

aktivitas akan berkurang. Namun beberapa tumbuhan mampu terhadap toleransi suhu

yang tinggi. Sementara jika terjadi penurunan suhu, maka terjadi penurunan

9

Page 10: Isi

pertumbuhan dan metabolisme. Bahkan tanaman akan berhenti tumbuh ketika berada

pada temperatur beku.

b. Hutan pantai basah.

Hutan mangrove atau mangaladalah sejumlah komunitas tumbuhan pantai

tropis dan sub-tropis yang didominasi tumbuhan bunga terestrial kawasan pasang

surut dengan salinitas tinggi (MacNae, 1968; Chapman, 1976; Tomlinson, 1986).

Dalam bahasa Indonesia hutan mangrove disebut juga hutan pasang surut, hutan

payau, rawa-rawa payau atauhutan bakau. Istilah yang sering digunakan adalah hutan

mangrove atau hutan bakau (Kartawinata, 1979). Namun untuk menghindari

kesalahan literasi dianjurkan penggunaan istilah mangrove karena bakau adalah nama

generik anggota genus Rhizophora (Widodo, 1987).

Komunitas mangrove tersusun atas tumbuhan, hewan dan mikroba, namun

tanpa hadirnya tumbuhan mangrove komunitas ini tidak dapat disebut ekosistem

mangrove (Jayatissa et al., 2002). Vegetasi mangrove berperan besar dalam ekologi

ekosistem ini, dimana tumbuhan mangrove mayor merupakan penyusun utamanya

(Lugo dan Snedaker, 1974). Identifikasi komposisi vegetasi mangrove merupakan

prasyarat untuk memahami semua aspek struktur dan fungsi mangrove, sebagaimana

kondisi biogeografi, konservasi dan manajemennya (Jayatissa et al., 2002).

Ekosistem mangrove merupakan kawasan ekoton antara komunitas laut

dengan pantai dan daratan, sehingga memiliki ciri-ciri tersendiri (Dahuri et al., 1996).

Komunitas ini sangat berbeda dengan komunitas laut, namun tidak berbeda tajam

dengan komunitas daratan dengan terbentuknya rawa-rawa air tawar sebagai zona

antara. Tomlinson (1986) mengklasifikasikan vegetasi mangrove menjadi: mangrove

mayor, mangrove minor dan tumbuhan asosiasi. Tumbuhan mangrove mayor (true

mangrove) sepenuhnya berhabitat di kawasan pasang surut, dapat membentuk

tegakan murni, beradaptasi terhadap salinitas melalui peneumatofora, embryo vivi-

10

Page 11: Isi

par, mekanisme filtrasi dan ekskresi garam, serta secara taksonomi berbeda dengan

tumbuhan darat.

Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri

tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem

perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran

ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau

bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh

hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang. Mangrove tumbuh dan

berkembang pada pantai-pantai tepat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung

dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau di belakang terumbu karang di

pantai yang terlindung . Ciri umum antara lain sebagai berikut : (Nybakken, 1992)

- Tidak terpengaruh iklim,

- Terpengaruh pasang surut,

- Tanah tergenang air laut, tanah lumpur atau pasir, terutama tanah liat,

- Tanah rendah pantai,

- Hutan tidak mempunyai strata tajuk,

- Tinggi pohon dapat mencapai 30 m.

Mangrove minor dibedakan oleh ketidakmampuannya membentuk tegakan

murni, sedangkan tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas

dan dapat berinteraksi dengan mangrove mayor. Hutan mangrove terbentuk karena

adanya perlin-dungan dari ombak, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air pasang

surut, dan suhu yang hangat (Walsh, 1974). Proses internal pada komunitas ini seperti

fiksasi energi, produksi bahan organik dan daur hara sangat dipengaruhi proses

eksternal seperti suplai air tawar dan pasang surut, suplai hara dan stabilitas sedimen

(Blasco, 1992). Faktor utama yang mempengaruhi komunitas ini adalah salinitas, tipe

11

Page 12: Isi

tanah, dan resistensi terhadap arus air dan gelombang laut (Chapman, 1992). Faktor-

faktor ini bervariasi sepanjang transek dari tepi laut ke daratan, sehingga dalam

kondisi alami, dimana campur tangan manusia terbatas, dapat terbentuk zonasi

vegatasi (Giesen, 1991)

c. Savana.

Secara umum, sabana/savanna adalah padang rumput luas yang

diselingi beberapa pepohonan yang tumbuh tersebar dan sangat jarang. Jenis palem

dan akasia merupakan jenis pepohonan yang paling banyak tumbuh di daerah sabana.

Sabana terbentuk di antara daerah tropis dan subtropis dimana hujan turun secara

musiman. Tumbuh-tumbuhan yang ada di sabana lebih di dominasi oleh rerumputan.

Oleh karena itu, sabana merupakan salah satu jenis padang rumput (Kimball,1999).

Alasan mengapa sabana di dominasi oleh rumput adalah karena rumput

merupakan tumbuhan yang mampu beradaptasi pada daerah dengan porositas dan

drainase yang kurang baik. Sabana bisa menjadi semak belukar jika terbentuk di

daerah yang curah hujannya semakin rendah, namun, sabana juga dapat menjadi

hutan tropis jika terbentuk di daerah yang intensitas hujannya semakin tinggi. Iklim di

sabana tidak terlalu kering untuk menjadi gurun, dan tidak terlalu basah untuk

menjadi hutan. Oleh karena itu, intensitas hujan merupakan faktor yang sangat

penting bagi pertumbuhan sabana (Michael,1990).

Istilah savana pertama kali dipakai orang untuk menamakan suatu bentuk

lanskap yang digunakan sebagai padang penggembalaan secara kontinyu, penutupan

tanah yang rapat dengan atau tanpa kehadiran pohon yang jika ada akan membentuk

asosiasi yang menyebar. Savana adalah ekosistem yang pada strata rendah ditumbuhi

oleh tumbuhan herbaceous terutama rumput C4 dan secara nyata rumput-rumputan

ini membentuk asosiasi bersama dengan komponen pohon dan semak belukar.

Savana terbagi dua, yaitu sabana murni  dan sabana campuran

1. Savana murni: sabana yang pepohonan penyusunnya hanya terdiri dari satu jenis

12

Page 13: Isi

tumbuhan saja.

2. Savana campuran: sabana yang pepohonan penyusunnya terdiri dari berbagai

jenis tumbuhan (Michael,1990)

Sabana termasuk bioma terbesar di bumi yang wilayahnya meliputi Benua

Afrika, Amerika Selatan, dan Australia. Suhu di sabana tetap hangat sepanjang tahun.

Dua musim yang sangat berpengaruh di sabana adalah musim kering dan musim

panas. Pada musim kering, hanya ada kira-kira empat inci curah hujan. Di antara

bulan Desember dan Februari bahkan tidak ada hujan sama sekali. Pada musim panas,

sabana mendapat banyak air hujan. Di Afrika, musim hujan dimulai pada bulan Mei

dan curah hujan mencapai 15 hingga 25 inci sepanjang waktu. Cuaca menjadi panas

dan lembap selama musim hujan berlangsung. Setiap hari, udara yang panas dan

lembap menguap dan beradu dengan udara dingin sehingga berubah menjadi hujan

(Zoer’aini, 1992).

Wilayah sabana di Amerika Selatan, atau lebih tepatnya Brazil, kolombia dan

Venezuela luasnya mencapai 2,5 juta kilometer persegi. Beberapa jenis tanaman bisa

beradaptasi tumbuh di genangan air, dan hewan capybara serta rusa rawa pun

menyesuaikan diri untuk hidup di lingkungan semi-akuatik.

Daftar fauna yang hidup di sabana: Gasele, Antelop, Babun, Rubah, Bison, Zebra,

Unta, Citah, Buaya, Gajah Afrika, Jerapah, Rusa, Hyena, Kuda nil, Impala, Lemur,

Macan tutul, Singa, Burung unta, Badak, Anjing liar, Wildebeest (Ewusie,1990).

d. Hutan evergreen

Hutan musim sepanjag tahun (evergreen) di TN Baluran merupakan

hutan yang selalu tampak hijau dengan pohon pohon yang tampak seperti payung

raksasa yang menaungi. Sehingga selalu teduh disepanjang jalan. Evergreen memiliki

keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan yang paling tinggi. merupakan suatu

komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama adalah pepohonan dengan

13

Page 14: Isi

berbagai ukuran. Kanopi hutan menyebabkan iklim mikro yang berbeda dengan

keadaan di luarnya; cahaya kurang dan kelembaban yang lebih tinggi dengan suhu

yang rendah. Hutan evergreen di TN Baluran termasuk ke dalam hutan tropis jika

dilihat dari kondisi lingkungannya, namun hutan tropis wilayahnya lebih luas

(Whitmore, 1998).

Selanjutnya menurut Richard (1966) dinyatakan bahwa ciri hutan evergreen

yang mencolok yaitu penutupnya mayoritas terdiri dari tanaman berkayu berbentuk

pohon. Sebagian besar tanaman pemanjat dan beberapa jenis epifit yang berkayu

(woody). Tumbuhan bawah terdiri dari tumbuhan berkayu, semai (seedling) dan

pancang (sapling), belukar (shurb) dan pemanjat-pemanjat muda. Tumbuhan herba

yang terdapat ialah beberapa epifit sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam

proporsi yang relatif kecil.

Ciri-ciri:

1. Curah hajannya tinggi, merata sepanjang tahun, yaitu antara 200 - 225

cm/tahun.

2. Matahari bersinar sepanjang tahun.

3. Dari bulan satu ke bulan yang lain perubahan suhunya relatif kecil.

4. Di bawah kanopi atau tudung pohon, gelap sepanjang hari, sehingga tidak ada

perubahan suhu antara siang dan malam hari.

Flora: pada evergreen terdapat beratus-ratus spesies tumbuhan. Pohon-pohon

utama dapat mencapai ketinggian 20 - 40 m, dengan cabang-cabang berdaun

lebat sehingga membentuk suatu tudung atau kanopi.Tumbuhan khas yang

dijumpai adalah liana dan epifit. Liana adalah tumbuhan yang menjalar di

permukaanhutan,contoh:rotan.Epifit

adalah tumbuhan yang menempel pada batang-batang(Soerianegara, 2005).

14

Page 15: Isi

Fauna: di daerah tudung yang cukup sinar matahari, pada siang hari

hidup hewan-hewan yang bersifat diurnal yaitu hewan yang aktif pada siang

hari,daerah bawah kanopi dan daerah dasar hidup hewan-hewan yang bersifat

nokfurnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari, misalnya: burung hantu,

babi hutan,kucing hutan, macan tutul(Ewusie, 1980).

e. Hutan musim

Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan campuran yang berada di

daerah beriklim muson (monsoon), yaitu daerah dengan perbedaan antara musim

kering dan basah yang jelas. Ekosistem hutan musim terdapat pada daerah-daerah

dengan rata-rata curah hujan 1.000-2.000 mm per tahun dengan rata-rata suhu

bulanan sebesar 21°-32°C (Soerianegara et al, 1988).

Ekosistem hutan musim terdiri dari pohon yang tidak rapat dengan tumbuhan

bawah yang cukup rapat. Hutan musim di Taman Nasional Baluran merupakan salah

satu kawasan yang dapat dipergunakan untuk mengamati struktur dan komposisi

vegetasi serta hubungan faktor ekologi dengan vegetasi penyusunnya.

Menurut Arifin (1996), hutan musim berdasarkan ketinggian tempatnya dibagi

dalam 2 zona, yaitu:

1. Zona bawah atau hutan musim bawah dengan ketinggian tempat 0-1000m

dpl, memiliki jenis pohon yang khas antara lain, Tectona grandis, Acacia

leucoploea, Actinophora fragans, Albizia chinensis, Azadirachta indica,

Caesalpinia digyna. Di bagian Nusa Tenggara terdapat jenis-jenis khas antara

lain, Eucalyptus alba dan Santalum album serta di Maluku dan Irian Jaya yaitu

Melaleuca leucadendron dan Eucalyptus.

15

Page 16: Isi

2. Zona atas dengan ketinggian tempat 1000-4000m dpl. Kawasan hutan ini

umumnya terdapat dekat dengan gunung api. Hutan ini terbentuk akibat adanya

letusan gunung api atau kebakaran. Jenis pohon yang menjadi ciri khas hutan

ini adalah Casuarina junghuhniana untuk wilayah jawa dan Eucalyptus untuk

Indonesia bagian timur serta Pinus mercusii untuk kawasan Sumatera.

Hutan musim tropika terbentuk di daerah dengan musim kering yang panjang,

seringkali 6 bulan atau lebih. Hutan ini menempati daerah yang suhunya tidak pernah

di bawah 5ºC. Curah hujan terendah 1000mm dan tertinggi 4000mm per tahun, tetapi

selalu mengalami musim kering yang jelas batasnya dengan curah hujan 50mm

selama 8 bulan (Indriyanto, 2006).

Hutan musim merupakan habitat pokok dengan keadaan vegetasi yang agak

terbuka dengan semak-semak yang lebat. Hutan musim mengalami musim hujan dan

musim kering serta akan tampak hijau pada musim hujan saja. Sebaliknya pada

musim kemarau hanya terlihat ranting-ranting tanpa daun,karena sebagian besar

pohon-pohon meranggas. Tingkat pengguguran daun selama musim kering

tergantung lamanya musim kering, sedangkan untuk di daerah sepanjang aliran air

pohon-pohon cenderung dapat mempertahankan daunnya sepanjang tahun. Musim

hujan merupakan musing paling subur dalam setahun (Kusmana et al, 1995).

Vegetasi hutan musim cenderung lebih terbuka dengan pohon-pohon

penyusunnya lebih berjauhan dan tidak ada persaingan diantara semua tumbuhan

untuk mendapatkan cahaya. Batang pokok pohon cenderung bersifat masif, agak

pendek, tajuk biasanya bulat dan besar, seringkali memencar luas dari ketinggian

yang tidak jauh dari tanah. Cahaya dapat menembus hingga ke dasar sehingga lantai

hutan tertutup rapat oleh tumbuhan bawah (Kusmana et al, 1995).

Vegetasi yang berada dalam ekosistem hutan musim didominasi oleh spesies-

spesies pohon yang menggugurkan daun di musim kering, sehingga type ekosistem

16

Page 17: Isi

musim disebut juga hutan gugur daun atau deciduous forest. Pada ekosistem hutan ini

umumnya hanya memiliki satu lapisan tajuk atau satu stratum dengan tajuk-tajuk

pohon yang tidak saling tumpang-tindih, sehingga masih banyak sinar matahari yang

bisa masuk hutan sampai ke lantai hutan, terutama pada saat daun gugur. Hal ini

memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai spesies semak dan herba yang

menutup lantai hutan secara rapat, sehingga menyulitkan bagi orang untuk masuk ke

dalam hutan (Richard et al, 1988).

Komunitas hutan musim terdiri atas 3 tingkat yaitu, pohon-pohon dengan tajuk

terpisah, vegetasi tumbuhan bawah yang lebat serta berdaun kecil dan keras, lapisan

tanah/serasah yang terdiri atas terna kecil dan pendek. Pohon-pohonnya tidak terlalu

tinggi, jarang melebihi 30m sampai puncak tajuk utama. Tajuk lebih berkembang,

batang lebih pendek dan lebih kuat daripada pohon penyusun hutan hujan tropika dan

biasanya kurang rapat. Ciri khas biomassa hutan ini sebagian besar pohon-pohon

yang menempati kanopi atas meranggas pada musim kemarau dan sebagian besar

pohon kanopi bawah tetap berdaun (Sorieanegara et al, 1988).

Distribusi hutan musim ditemukan di India, Myanmar, Indo-Cina, Australia

Barat, juga di tepi hutan-hutan tropika basah di Afrika, Malagasi, Indonesia, Amerika

Tengah dan Selatan. Di Indonesia, hutan musim terdapat secara mozaik di antara

hutan hujan tropik seperti Karawang, Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah, Jawa

Timur dan Nusa Tenggara (Indriyanto, 2006).

17

Page 18: Isi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.    Hasil

1. Faktor Abiotik di hutan pantai kering

Fakto

r

yang

diama

ti

pH tanah kelembapantanah Suhu tanahKelembapanuda

ra

Intensitascah

aya

Kecepatanangin

m/s

Plot/

kelo

mpok

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 4,8 5,6 5,4 5,5 4 4 30 30 30 70 69 69 16 20 33 0,9 10,8

2 6,5 6,4 6,3 2 2 2,2 3135,6

731,67 92 78 85 10 10 10 0,18 0,5 0,3

3 6,9 6,9 6,7 7 7 5 30,5 30,5 30,8 92 78 70 20 32 0 0,25 0.3 0.67

4 6.8 6.9 6.8 10 5 10 28 28 31,5 71 78 71 20 30 30 0.13 0.4 0,3

5 6,8 6,8 6,8 15 15 15 31,7 31,7 31,7 71 71 71 35 42 27 0.83 0.83 0.83

Rata-

rata6.4 7,3 30.8 75,7 22,3

0,56

18

Page 19: Isi

2. Tabel hasil analis vegetasi pantai kering.

a. Herba.

19

Page 20: Isi

b. semak

20

Page 21: Isi

c. Pohon.

21

Page 22: Isi

4.2. Pembahasan

22

Page 23: Isi

4.2.1. Hutan Pantai Kering.

Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan

ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angina membawa pasir

dari pantai membentuk gundukan kearah barat.Gundukan pasir tersebut dinamakan

hutan pantai. Hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai

fungsi ekologis dan sosial ekonomi.Hutan pantai dapat memecah energi angin laut

sehingga berfungsi sebagai zona penyangga.Hutan pantai juga dimanfaatkan sebagai

lahan tanaman tahunan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata

terhadap pengurangan dampak pemanasan global.

Hutan pantai terdapat di sepanjang pantai laut berpasir dengan tanah kering,

dengan jenis tanah regosol kering tidak pernah tergenang air dan arahnya tidak lebar

melainkan memanjang. Keadaan hutan ini telah menyesuaikan diri dengan situasi

tempat tumbuh yang kering, tidak terdapat air tawar secara terus menerus dan air

hujan. Secara fisiografis kawasan ini didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai

hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan

lebar yang ditentukan oleh kelandaian (% lereng) pantai dan dasar laut, serta dibentuk

oleh endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang bercampur

kerikil. Gambar Hutan Pantai di baluran dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 4.1. hutan pantai kering (sumber. koleksi kelompok 1)

23

Page 24: Isi

Komponen vegetasi pada tipe hutan ini hampir sama dengan hutan dataran

rendah Vegetasi yang tumbuh kurang beragam dan rapat, hanya di dominasi

tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan tekstur tanah berpasir. Jenis yang dijumpai

di hutan pantai didominasi oleh Gebang Corypha utan, KesambiSchleichera oleosa

dan Popohan Buchanania arborescen .(Haryadi,2010). Tapi secara umum kompenen

semaknya mendominasi.

Pengamatan yang dilakukan meliputi dua bagian yaitu abiotik dan biotik.

faktor abiotik ( klimatik dan edafik ) serta struktur dan komposisi komunitas

tumbuhan dan hewan. Faktor klimatik yang diamati meliputi suhu udara dan suhu

tanah, kelembapan udara dan kelembapan tanah. Sedangkan untuk faktor edafik yang

diamati adalah pH tanah.Pada masing – masig plot besar di ekosistem hutan pantai

terlebih dahulu dilakukan pengamatan tentang faktor edafik dan klimatiknya secara

berseling. Suhu udara rata-rata ekosistem hutan pantai kering ini adalah 30,8oC..Suhu

sangat mempengaruhi komponen biotik yang tumbuh didaerah tersebut, karena

tumbuhan yang dapat hidup didaerah tersebut hanya tumbuhan yang memiliki

adaptasi yang sesuai. Kelembaban udara di ekosistem ini rata-rata 75,7%. Kondisi ini

dapat dikatakan cukup lembab.Pada dasarnya kelembaban berhubungan erat dengan

suhu udara dan curah hujan. Dengan suhu udara yang rendah mengakibatkan

kelembaban tinggi akibat adanya uap air hasil evapotranspirasi dari penyusun

ekosistem. Sedangkan untuk rata-rata kelembapan tanah dari semua data yang kami

dapatkan adalah 7,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanah pada ekosistem ini relatif

kering.Nilai kelembaban udara dan tanah disuatu tempat akan membentuk karakter

yang khas bagi formasi-formasi vegetasi. Hal ini mengakibatkan adanya hewan-

hewan yang khas pada lingkungan vegetasi tertentu karena tumbuh-tumbuhan

merupakan produsen yang menyediakan makanan bagi hewan (Triyono, 2009).

Selain itu rata-rata pH tanah dari semua data yang diperoleh adalah 6,4. Kondisi

keasaman di ekosistem ini dapat dikatakan hampir mendekati netral. Keasaman tanah

dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman, hal itu dikarenakan apabila pH

24

Page 25: Isi

tanah kurang dari 4,5 (terlalu asam) akan menyebabkan akar tanaman akan rusak. pH

asam dalam tanah merupakan pengaruh dari proses oksidasi ammonium menjadi nitrit

oleh mikroba tanah yaitu Nitrosomonas.

Untuk mengetahui vegetasi, metode yang digunakan adalah metode plot

dengan bentuk persegi. Digunakannya bentuk persegi bukan termasuk patokan dalam

pengambilan plot. Hanya saja teknik ini memudahkan dalam pengambilan sample

ketika di lapangan. Adapun pengambilan data pada vegetasi yang di amati meliputi

nama dan jenis tumbuhan, jumlah individu setiap jenis, diameter batang yang diukur

pada ketinggian kira – kira setinggi dada atau sekitar 1,15 meter, persen penutupan

setiap jenis yang terdapat di dalam. Selanjutnya dilakukan perhitungan dan analisis

data yang meliputi komposisi, kekayaan jenis, dominasi setiap jenis, densitas atau

kerapatan masing – masing jenis, frekuensi dan juga keanekaragaman jenis.

Untuk analisis vegetasi di hutan pantai dilakukan sampling data tumbuhan

pohon, semak dan herba.Plot yang digunakan untuk sampling pohon adalah 10x10 m²

yang diulang sebanyak tiga kali dengan posisi berselang – seling. Untuk vegetasi

semak, plot yang digunakan 5x5m² yang diletakkan di dalam plot besar ( 10x10 m² ),

dan diulang sebanyak tiga kali, sehingga luas area untuk vegetasi semak adalah

150m². untuk analisis herba, plot yang digunakan berukuran ( 1x1m²) yang diletakkan

di tiga tempat pada masing – masing plot besar (1x1m² ) sehingga luas area untuk

vegetasi herba adalah 9 m². Data yang diperoleh didapat dari hasil pengumpulan data

kelas pada jenis ekosistem yang sam namun berbeda lokasi penempatan plotnya.

sedangkan untuk pengamatan komunitas hewan, yang diamati adalah hewan infauna,

hewan epifauna, hewan di semak atau di pohon dilakukan secara beating trays,

burung, mamalia, reptilia atau amfibia.

Berdasarkan hasil pengamatan pada masing – masing plot diperoleh

komposisi dan keanekaragaman jenis tumbuhan.Untuk habitus pohon diperoleh 11

spesimen, 5 diantaranya masih belum diketahui jenisnya sedangkan 6 yang lainnya

25

Page 26: Isi

telah diketahui yang meliputi Kersen, Mimbo, Serut Kesambi, Ribandil dan

Asem.Spesimen 1 memiliki ciri-ciri daun licin, ovatus,daun majemuk ganjil,arah

tumbuh tegak. Breikut ini adalah gambar dari spesimen 1 pohon

Gambar4.2 spesimen 1 ( sumber data kelompok 1)

Spesimen 2 memiliki ciri daun lonjong dan bulat, batang berduri, akar

tunggang. Spesimen 3 memiliki ciri-ciri daun lonjong, batang berkayu, akar

tunggang, spesimen 8 memiliki ciri-ciri arah tumbuh tegak,batang berwarna putih

(brcak-brcak), daun hijau permukaan daun kasap, daun bentuk oval percabangan

dibawah.

Dari semua spesimen yang ditemukan pohon kersen (Muntingia calabura)

merupakan tumbuhan yang mendominasi vegetasi dengan Indeks Nilai Penting (INP)

tertinggi yaitu sebesar 72,638 %.. adapun klasifikasi dari pohon kersen adalah

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

     Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

26

Page 27: Isi

Sub Kelas: Dilleniidae

Ordo: Malvales

Famili: Elaeocarpaceae

Genus: Muntingia

Spesies: Muntingia calabura L.. http://www.plantamor.com

Pohon kersen berukuran relatif kecil, tinggi sampai 12 m, meskipun umumnya

hanya sekitar 3-6 m, selalu hijau dan terus menerus berbunga dan berbuah sepanjang

tahun. Cabang mendatar, menggantung di ujungnya; membentuk naungan yang

rindang. Ranting-ranting berambut halus, bercampur dengan rambut kelenjar;

demikian pula daunnya. Daun terletak mendatar, berseling; helaian daun tidak

simetris, bundar telur lanset, tepinya bergerigi dan berujung runcing, 1-4 × 4-14 cm,

sisi bawah berambut kelabu rapat; bertangkai pendek. Daun penumpu yang sebelah

meruncing bentuk benang, lk. 0,5 cm, agak lama lalu mengering dan rontok,

sementara sebelah lagi rudimenter. Bunga dalam berkas, berisi 1-3(-5) kuntum,

terletak di ketiak agak di sebelah atas tumbuhnya daun; bertangkai panjang;

berkelamin dua dan berbilangan 5; kelopak berbagi dalam, taju meruncing bentuk

benang, berambut halus; mahkota bertepi rata, bundar telur terbalik, putih tipis,

gundul, lk. 1 cm. Benang sari berjumlah banyak, 10 sampai lebih dari 100 helai.

Bunga yang mekar menonjol keluar, ke atas helai-helai daun;tetapi setelah menjadi

buah menggantung ke bawah, tersembunyi di bawah helai daun. Umumnya hanya

satu-dua bunga yang menjadi buah dalam tiap berkasnya. Buah buni bertangkai

panjang, bulat hampir sempurna, diameter 1-1,5 cm, hijau kuning dan akhirnya merah

apabila masak, bermahkota sisa tangkai putik yang tidak rontok serupa bintang hitam

bersudut lima. Berisi beberapa ribu biji yang kecil-kecil, halus, putih kekuningan;

terbenam dalam daging dan sari buah yang manis sekali..

Pada plot 10 x 10 juga ditemukan monyet (vertebtrata) dan fosil mandubula

dan gigi ruminansia (rusa). Berdasarkan pengukuran indeks Sharon wiener

27

Page 28: Isi

didapatkan hasil bahwa rata probabilitas dari masing-masing vegetasi yang ditemukan

adalah 0,163 sedangkan indeks Sharon wienernya (H) adalah 0, 316594. Menurut

Michel (1994) indeks H kurang dari 1 menunjukkan bahwa diversitas dari pohonnya

sangat minim dan komunitas ekosistem tidak stabil.

Pada plot semak,ditemukan 13 Spesimen, spesimen 1 memiliki ciri-ciri

daun oval, permukaan halus, ujung runcing, pertulangan daun menyirip. Daun

majemuk genap. Spesimen 2 memiliki daun lanset, tepi bergelombang, daun

majemuk genap, dan akar tunggang. Spesimen 3 daun tunggal, lanset, ujung

meruncing, pertulangan menyirip, permukaan berambut, tepi rata dan berseling.

Spesimen 4 daun bentuk lanset, permukaan tepi berlekuk, letak daun berseling, ujung

runcing, pangkal meruncing.Spesimen 5 memiliki ciri daun tunggal, tepi

bergelombang,akar tunggang. Spesimen 6 memiliki ciri-ciri permukaan atas dan

bawah berambut, batang berduri, dan berstipula, bentuk daun oval, akar tunggang.

Spesimen 8 memiliki ciri-ciri daun lonjong dan bulat, batang berduri, akar tunggang.

Spesimen 9 memiliki ciri-ciri daun oval, warna batang cokelat, berduri pada nodus.

Spesimen 10 memiliki ciri-ciri bunga bulir bewarna putih, arah tumbuh tegak, daun

kasap bentuk oval, batang beramdut halus. Spesimen 12 memiliki ciri-ciri bunga

berwarna kuning, batang berambut, arah tumbuh tegak, daun bentuk oval, permukaan

daun berambut. Spesimen 3 memiliki ciri-ciri bunga cawan, berwarna ungu, arah

tumbuh tegak, batang berambut, daun bentuk oval dan permukaan daun berambut.dari

13 spesimen yang ditemukan, spesimen 1 memiliki nilai INP tertinggi yaitu sekitar

70,09 %. Pada pengukuran indeks Sharon Wiener didapatkan bahwa rata-rata

probabilitasnya adalah 0,076. Sedangkan indeks Sharon Wienernya mencapai 0,10.

Indeks dengan kisaran demikian ini menunjukkan bahwa keanekaragaman yang ada

masih tergolong rendah karena menurut Michael (1994) H<1 berarti keanekaragaman

rendah.

Masih tidak dapat dilakukan penjabaran terhadap spesies tersebut

dikarenakan kurangnya informasi mengenai morfologinya.Padahal pengamatan

28

Page 29: Isi

morfologi sangat penting dalam menentukan taksonomi tumbuhan tersebut. Namun,

analisis sementara yang dapat diajukan untuk menjelaskan mengapa specimen

tersebut adalah bahwa karena specimen tersebut memiliki tingkat allelopati yang

tinggi dibandingkan tumbuhan semak lain sehingga tingkat invasinya kedalam

ekosistem juga tinggi. Selain itu juga mungkin disebabkan karena kemampuannya

untuk bertahan hidup lebih tinggi terkait dengan struktur morfologi dan anatomi serta

karakter fisiologinya yang permeable terhadap kondisi abiotic lingkungan.

Sedangkan pada plot herba ditemukan 7 spesimen. 2 diantaranya telah

diketahui yaitu Anting-anting dan Acalipha indica, sedangkan 4 sisanya masih belum

diketahui. Spesimen 1 memiliki ciri akar serabut, batang berambut,terdapat

ligula,daun lanset permukaan berambut, tepi daun bergelombang, buah bulir.

Spesimen 2 memiliki ciri-ciri akar serabut, batang herbaceous, permukaan daun dan

daun berambut, bunga cawan warna kuning. 2 spesimen belum diamati mengenai

morfologinya. Dari ketujuh spesimen yang ditemukan spesimen 1 memiliki niali INP

yang paling tinggi yaitu berkisar 77,5076 %. Nilai rata-rat probabilitas dari ketujuh

spesimen adalah 0,166, sedangkan nilai indeks Sharon wienernya adalah 0,2178.

Nilai ini juga mengindikasikan bahwa keanekaragaman spesimen yang ada di

lingkungan ekosistem pantai kering terggolong masih rendah.

Pada plot 1x1 juga dijumpai adanya hewan invertebra seperti semut hitam

(dominan), kupu-kupu dan nyamuk. Semut hitam merupakan contoh hewan epifauna

yang hidup dibalik serasah, pada semak dan pohon yang berfungsi sebagai detritivor

yang merombak serasa menjadi bagian – bagian yang lebih kecil sehingga dapat

membantu dalam proses detrifikasi. Siklus materi pada ekosistem hutan pantai dapat

diwakili oleh siklus karbon. Organisme hidup yang menempati ekosistem tersebut

misalnya hewan dan tumbuhan dapat menkontribusi karbon diudara. Karbon yang

terkandung dalam udara dapat. dihasilkan dari proses respirasi oleh hewan yang ada

di ekosistem hutan pantai tersebut.

29

Page 30: Isi

Stratifikasi tumbuhan dapat dikatakan lengkap. Terdiri dari beberapa

tingkatan, yakni lapisan paling atas terdiri dari pohon spesimen 1. Lapisan tengah

didominasi oleh beberapa jenis pohon pendek dan semak, Dan lapisan bawah adalah

kelompok herba, Acalypha dan lain-lain. Hewan Infauna yang berhasil ditemukan

adalah semut. Untuk hewan epifauna ada kupu-kupu dan serangga yang berperan

sebagai konsumen yang memanfaatkan daun daunan ataupun bunga untuk

menyediakan kebutuhan energinya. Beberapa hewan yang bertindak sebagai

komsumen juga muncul dari balik semak seperti semut hitam.. Secara sederhana

stratifikasi dari plot yang kami buat di hutan pantai kering TN Baluran adalah sebagai

berikut

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa yang paling mendominasi adalah

kelompok vegetasi semak, hal ini disebabkan karena tumbuhan semak hampir

sebagian besar kanopinya menutupi lantai dasar hutan.

30

Page 31: Isi

4.2.2 Hutan Pantai Basah

Hutan pantai basah yang diamati pada Taman Nasional Baluran yaitu Hutan

Mangrove. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah

pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang

tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas

tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Arief, 2003).

Pengamatan yang di lakukan pada ekosistem hutan musim meliputi 2 hal yaitu

faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik adalah faktor fisik atau unsur alami

yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna. Yang termasuk faktor

abiotik atau faktor fisik yang diamati adalah suhu, kelembapan udara, pH dan

kelembapan tanah, intensitas cahaya dan kecepatan angin.

Pengukuran suhu udara dilakukan dengan alat thermometer, Hasil dari

pengkuran suhu adalah 29 0C. Hal ini menunjukan bahwa suhu di daerah hutan

mangrove cukup panas, dikarenakan sinar matahari yang terus menerus memapar

daerah tersebut secara langsung sehingga panas yang dipantulkan dari bumi cukup

tinggi.

Untuk hasil pengamatan hasil pH tanah dengan menggunakan soil tester

diperoleh rata – rata pH 6,1. Sehingga dapat dikatakana bahwa pH pada hutan

mangrove adalah asam. Sedangkan pengukuran kelembapan udara dilakukan dengan

alat Hygrometer, dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda

namun tetap di dalam plot. Hasil yang diperoleh adalah 78,3 mmHg.

Pengukuran intensitas cahaya diperoleh prosentase daerah yang terpapar sinar

matahari. Data yang diperoleh adalah yaitu 25,6%. Kelembapan tanah 13,4 % ini

menunjukan bahwa dalam hutan mangrove air yang di kandung sangat banyak.

Pada pengamatan kecepatan angin data yang diperoleh yaitu 31,6. Sehingga

dapat dikatakan bahwa kecepatan angin di plot tersebut adalah rendah.

31

Page 32: Isi

Selain faktor abiotik, dalam praktikum kali ini juga mengamati faktor biotik

baik tumbuhan maupun hewan. Pada plot 10 x 10 m dilakukan pangamatan terhadap

pohon, pada plot 5 x 5 m dilakukan pengamatan terhadap semak dan pada plot 1x 1 m

dilakukan pengamatan herba.

Pada plot 10 x 10 m ditemukan 1 spesimen pohon yaitu Rhizophora sp. Yang

ciri mo\rfologi yaitu permukaan atas daun hijau tua, bawah hijau muda, permukaan

halus mengkilap, ujung runcing. Warna batang putih sampai dengan abu-abu. Batang

berkayu, dan berakar tunjang. Dengan rata-rata diameter sebesar 2,1 dan INP 300 %.

Pada ekosistem hutan mangrove hewan yang di temukan adalah monyet dan ikan

glodok.

Pada ekosistem hutan mangrove mayoritas ditumbuhi oleh pohon bakau, dan

tidak ditemui herba dan semak. Hal tersebut dikarenakan intensitas cahaya yang

tinggi, dan kandungan garam pada air yang tinggi.

4.2.3 Savana

Secara umum, sabana/savana adalah padang rumput luas yang diselingi

beberapa pepohonan yang tumbuh tersebar dan sangat jarang. Jenis palem dan akasia

merupakan jenis pepohonan yang paling banyak tumbuh di daerah savana. Savana

terbentuk di antara daerah tropis dan subtropis dimana hujan turun secara musiman.

Tumbuh-tumbuhan yang ada di sabana lebih di dominasi oleh rerumputan. Oleh

karena itu, savana merupakan salah satu jenis padang rumput (Kimball,1999).

Pengamatan yang di lakukan pada savana meliputi 2 hal yaitu faktor biotik

dan faktor abiotik. Faktor abiotik adalah faktor fisik atau unsur alami yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna. Yang termasuk faktor abiotik atau

faktor fisik yang diamati adalah suhu, kelembapan udara, pH dan kelembapan tanah,

intensitas cahaya dan kecepatan angin.

32

Page 33: Isi

Pengukuran suhu dilakukan dengan alat thermometer. Dilakukan pengulangan

sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda namun masih di dalam plot. Hasil dari

pengkuran suhu adalah 30,120C. Hal ini menunjukan bahwa suhu di daerah savana

cukup panas, dikarenakan sinar matahari yang terus menerus memapar daerah

tersebut secara langsung sehingga panas yang dipantulkan dari bumi cukup tinggi.

Untuk hasil pengamatan pengukuran pH tanah dengan menggunakan soil

tester di daerah savana dengan 3 kali pengulangan diperoleh rata – rata pH 6,4.

Sehingga dapat di katakana bahwa pH pada savana adalah asam.

    Pengukuran kelembapan udara dilakukan dengan alat Hygrometer. Dilakukan

pengulangan sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda namun tetap di dalam plot.

Hasil yang diperoleh adalah 81,32.

Data yang diperoleh pada pengukuran intensitas cahaya sebanyak tiga kali di

tempat berbeda adalah 100%. Hal ini membuktikan bahwa daerah savana merupakan

daerah yang intensitas cahayanya sangat tinggi, karena daerah tersebut jarang

pepohonan sehingga tidak ada yang menghalangi sinar matahari menuju ke

permukaan bumi.

Pada pengukuran kelembapan tanah menggunakan alat yang sama dengan

pengukuran pH tanah yaitu soil taster. Pengukuran kelembapan tanah dilakukan

sebanyak 3 kali dengan rata – rata 2,1. Kelembapan tanah kurang dari 50 menunjukan

air yang di kandung dalam tanah sedikit.

Untuk pengamatan kecepatan angin di lakukan 3 kali pengulangan. Data yang

diperoleh yaitu 0,65 dan arah anginnya adalah barat. Sehingga dapat dikatakan bahwa

kecepatan angin di plot tersebut adalah rendah. Hal ini disebabkan karena pada saat

pengukuran dilakukan pada sore hari di waktu cuaca sedang berawan, sehingga dapat

dilihat kecepatan angin di atmosfer juga rendah dengan tidak bergeraknya awan.

Selain faktor abiotik, dalam praktikum kali ini juga mengamati tentang faktor

biotik baik tumbuhan maupun hewan. Dari hasil pengamatan biotik tersebut diperoleh

beberapa spesimen yang hidup di plot 1 x 1 m tersebut yaitu specimen 8 dan

spesimen 9 dengan ciri - ciri morfologinya yaitu pada spesimen 8 memiliki daun

33

Page 34: Isi

sempurna, tipe perakaran serabut, permukaan daun kasap, pertulangan daun sejajar

dan bentuk daun pita. Spesimen 9 memiliki ciri - ciri daun bentuk bulat telur, batang

daun berambut, di nodus terdapat stipula, dan permukaan atas dan bawah daun halus.

Untuk specimen 8 memiliki INP 26.9 % sehingga spesimen ini tidak memberikan

pengaruh yang besar dalam komunitas di plot ini. Dan spesimen ini ditemukan plot 1

x 1 m ke-1dengan persen penutupanya 42 dan ke-2 dengan persen penutupan 32.

Untuk spesimen 9 memiliki INP 102,56% di temukan pada di plot ke-1 dengan

persen penutupannya 1 dan pada plot ke-3 dengan persen penutupan 81 sehingga

spesimen ini memberikan pengaruh yang besar pada komunitas di plot ini pada plot 1

x 1 m juga ditemukan spesies belalang dan semut. Berdasarkan pengamatan di dalam

plot 5 x 5 m tidak ditemukan semak, begitu juga di dalam plot 10 x 10 m tidak

ditemukan pohon.

Pada ekosistem savana mayoritas ditumbuhi oleh herba, dan sedikit sekali

ditumbuhi semak dan pohon. Hal tersebut dikarenakan intensitas cahaya yang tinggi ,

curah hujan yang rendah sehingga daerah tersebut menjadi kering dan menyebabkan

jarang ada pepohonan yang tumbuh dan hanya jenis tertentu saja yang tumbuh dan

sifatnya homogen. Pepohonan yang jarang tumbuh tersebut menyebabkan lapisan

permukaan tanah tidak tertutupi kanopi pohon sehingga herba dapat tumbuh akibat

cahaya yang tinggi dan pH yang rendah.

4.2.4 Evergreen

Pada hutan evergreen dilakukan pengeplotan dengan ukuran 1x1 m2, 5x5 m2,

10x10 m2. Adapun hasil-hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Plot 1x1m2

Pada plot 1x1(1) m2 terdapat berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Adapun

jenis tanaman, jumlah penutupannya dan ciri-cirinya serta hewan invertebrata yang

ada di dalamnya adalah pertama, spesimen 1 (1%): akar serabut, daun oval,

34

Page 35: Isi

permukaan daun berambut, batang berambut. Hewan: ditemukan cangkang bekecot,

semut 24 ekor, hewan berkaki banyak 92.

Pada plot 1x1(2) m2 tidak ada tumbuhan yang tumbuh, akan tetapi terdapat

hewan berkaki banyak sejumlah 62, hewan seperti kumbang 1ekor dan seekor semut.

Pada plot:1x1(3) m2 terdapat berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Adapun

jenis tanaman, jumlah penutupannya dan ciri-cirinya serta hewan invertebrata yang

ada di dalamnya. Pertama spesimen 2 (0,5%): akar serabut, daun lonjong, daun licin.

Spesimen 3 (0,5%): akar serabut, daun tepi bergelombang, bentuk lanset. Dan

terdapat hewan berkaki banyak 32 ekor dan semut 14.

2. Plot 5x5 m2

Plot 5x5 (1) terdapat berbagai jenis tumbuhan-tumbuhan dan beberapa ciri-

cirinya, yaitu: pertama, spesimen 14: daun lonjong, permukaan bawah kasap,

permukaan batang kasar, ujung daun runcing. Kedua, spesimen 15:daun lonjong, ada

2 duri di nodusnya, tepi daun bergelombang batang berkayu, permukaan halus.

Ketiga, spesimen 16: tiap nodus 2 daun,daun bentuk oval, tepi rata, daun halus.

Keempat, spesimen 17: punya nodus,daun tunggal, bentuk lonjong. Kelima, spesimen

18: daun tunggal, berstipula, daun berambut. Keenam, spesimen 19: daun lonjong,

terdapat stipula, permukaan atas dan bawah berambut halus, batang berkayu.

% Penutupan pada plot 5x5 m2 (ke-1) yaitu: spesimen 14: 7%, spesimen 15: 9.5%,

spesimen 16: 0.2%, spesimen 17: 4.8%, spesimen 18: 0.6%. Di dalam plot tersebut

terdapat juga hewan invertebrata, seperti: rayap, nyamuk, semut, lebah dan ulat.

Plot 5x5 m2 (ke-2) terdapat berbagai jenis tumbuhan-tumbuhan spesimen

dengan % penutupan spesimen 19: 0,4%, spesimen 17: 4,8%, spesimen 18: 0,6%,

spesimen 15: 9,5%. Terdapat juga hewan: lebah dan nyamuk.

3. 10x10 m2

Plot 10x10 m2 terdapat spesimen 1 dengan beberapa ukuran diameter batang

yang tingginya diatas dada, yaitu: 151 cm, 35 cm, 5 cm, 16 cm, 7 cm, 7 cm, 14 cm,

sehingga didapatkan rata-rata diameternya yaitu 33,6 cm2. Terdapat juga jenis

35

Page 36: Isi

tumbuhan lain yang memiliki ukuran diameter yang berbeda, yaitu spesimen 2: 80

cm, lamtoro: 6 cm, kersen :4 cm, spesimen 3: 8 cm, spesimen 4: 7 cm dan spesimen

5: 8 cm.

Faktor abiotik yang diukur adalah pertama, kelembapan udara: 92, 91, 92,

sehingga rata-rata kelembapan udaranya adalah 91,3. Intensitas cahaya 5%,

kelembapan rata-rata tanah 5.73, PH rata-rata: 5,1, kecepatan rata-rata: 18,21 dan

suhu rata-rata udara: 21,75.

Sehingga, tanaman yang hidup pada lingkungan Evergreen merupakan jenis

tanaman yang berpohon tinggi dan semak. Herbaceous tidak bisa tumbuh, karena

lingkungan hidupnya pada daerah yang banyak terkena sinar matahari, tidak terdapat

semak dan pohon yangberjumlah banyak.

4.2.5 Hutan musim

Hutan musim tropika terbentuk di daerah dengan musim kering yang panjang,

seringkali 6 bulan atau lebih. Hutan ini menempati daerah yang suhunya tidak pernah

di bawah 5ºC. Curah hujan terendah 1000mm dan tertinggi 4000mm per tahun, tetapi

selalu mengalami musim kering yang jelas batasnya dengan curah hujan 50mm

selama 8 bulan (Indriyanto, 2006).

Hutan musim merupakan habitat pokok dengan keadaan vegetasi yang agak

terbuka dengan semak-semak yang lebat. Hutan musim mengalami musim hujan dan

musim kering serta akan tampak hijau pada musim hujan saja. Sebaliknya pada

musim kemarau hanya terlihat ranting-ranting tanpa daun,karena sebagian besar

pohon-pohon meranggas. Tingkat pengguguran daun selama musim kering

tergantung lamanya musim kering, sedangkan untuk di daerah sepanjang aliran air

pohon-pohon cenderung dapat mempertahankan daunnya sepanjang tahun. Musim

hujan merupakan musing paling subur dalam setahun (Kusmana et al, 1995).

Pengamatan yang di lakukan pada ekosistem hutan musim meliputi 2 hal yaitu

faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor abiotik adalah faktor fisik atau unsur alami

36

Page 37: Isi

yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna. Yang termasuk faktor

abiotik atau faktor fisik yang diamati adalah suhu, kelembapan udara, pH dan

kelembapan tanah, intensitas cahaya dan kecepatan angin.

Pengukuran suhu udara dilakukan dengan alat thermometer, Hasil dari

pengkuran suhu adalah 29,6 0C. Hal ini menunjukan bahwa suhu di daerah hutan

musim cukup panas, dikarenakan sinar matahari yang terus menerus memapar daerah

tersebut secara langsung sehingga panas yang dipantulkan dari bumi cukup tinggi

sementara itu suhu tanah adalah 29,30.

Untuk hasil pengamatan hasil pH tanah dengan menggunakan soil tester

diperoleh rata – rata pH 6,26 Sehingga dapat di katakana bahwa pH pada hutan

musim adalah asam

Sedangkan pengukuran kelembapan udara dilakukan dengan alat Hygrometer,

dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda namun tetap di

dalam plot. Hasil yang diperoleh adalah 71,3 mmHg.

Pengukuran intensitas cahaya diperoleh prosentase daerah yang terpapar sinar

matahari. Data yang diperoleh adalah yaitu 75%. Hal ini membuktikan bahwa daerah

hutan musim merupakan daerah yang intensitas cahayanya tinggi, karena daerah

tersebut jarang pepohonan sehingga tidak ada yang menghalangi sinar matahari

menuju ke permukaan bumi.

Pada pengukuran kelembapan tanah menggunakan alat yang sama dengan

pengukuran pH tanah yaitu soil taster di dapatkan hasil rata – rata 2,3 Kelembapan

tanah kurang dari 50 menunjukan air yang di kandung dalam tanah sedikit.

Pada pengamatan kecepatan angin data yang diperoleh yaitu 0, 75 dan arah

anginnya adalah barat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan angin di plot

tersebut adalah rendah.

Selain faktor abiotik, dalam praktikum kali ini juga mengamati faktor biotik

baik tumbuhan maupun hewan. Pada plot 10 x 10 m dilakukan pangamatan terhadap

pohon, pada plot 5 x 5 m dilakukan pengamatan terhadap semak dan pada plot 1x 1 m

37

Page 38: Isi

dilakukan pengamatan herba. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh beberapa

specimen yang hidup di plot 1 x 1 m tersebut yaitu specimen 39 dengan ciri- ciri

morfologinya yaitu daun lanset, sejajar terdapat ligula dan memiliki bunga majemuk

serta batangnya berbentuk setengah lingkaran, specimen 39 memiliki INP 56.34921

% dan spesimen selanjutnya spesimen 40 dengan ciri morfologi arah tumbuh

menjalar, tepi daun bergerigi seta memiliki tendril dengan INP 16.90009 % ,

spesimen 41 dengan ciri- ciri morfologinya yaitu daun majemuk ganjil, ujung daun

membulat, tidak memiliki tendril dengan INP 8.667912 %, spesimen 42 dengan ciri-

ciri morfologinya seperti rumput dan memiliki bunga yang panjang dengan INP

25.86368 %.

Berdasarkan pengamatan di dalam plot 5 x 5 m ditemukan beberapa spesimen

semak yaitu, spesimen 39 (Mimosaceae) yang memiliki ciri morfologi batang

berambut, daun majemuk campuran, mempunyai stipula interptiolaris, akar tunggang

serta batang berkayu dengan INP 47.26957%, spesimen 40 memiliki ciri morfologi

yaitu batang berkayu, akar tunggang, dan daun majemuk dengan INP 11.69216 %.

Spesimen 41 dengan ciri- ciri morfologinya yaitu batang berduri, buah polong dan

bunga bongkol dengan INP 9.213583 %.

Pada plot 10 x 10 m ditemukan 2 spesimen pohon, spesimen pertama

memiliki ciri morfologi yaitu daun oval, pertulangan daun menyirip, permukaan

halus, daun tunggal,batang kasar dengan rata-rata diameter sebesar 5,61 dan INP

22.246 % , spesimen kedua memiliki ciri morfologi yaitu daunnya oval majemuk

beranak tiga, tepi bergerigi, permukaan batang berambut dengan rata-rata diameter

sebesar 4,63 dan INP 22.238 % pada ekosistem hutan musim hewan yang di temukan

adalah bekicot, walang sangit dan semut.

Pada ekosistem hutan musim mayoritas ditumbuhi oleh semak , dan sedikit

sekali ditumbuhi herba dan pohon. Hal tersebut dikarenakan intensitas cahaya yang

tinggi , curah hujan yang rendah sehingga daerah tersebut menjadi kering dan

menyebabkan jarang ada pepohonan, pada ekosistem hutan musim pepohonan akan

meranggas pada saat musim kering dan akan menghijau saat musim hujan. Ciri khas

38

Page 39: Isi

yang dimiliki hutan musim ini adalah tajuknya yang hanya selapis dan pepohonan

yang tidak rapat sehingga cahaya matahari dapat menembus permukaan tanah

menyebabkan semak dan herba dapat tumbuh dan menutupi permukaan tanah.

Siklus Materi

1. Siklus okigen

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh organisme yang ada di

ekosistem ini untuk respirasi.Oksigen merupakan hasil dari fotosintesis dari

tumbuhan. Fotosintesis sendiri menggunakan karbondioksida dan air sebagai bahan

dasar dengan bantuan sinar matahari sehingga terjadilah proses fotosintesis dimana

hasil dari fotosintesis tersebut adalah oksigen dan bahan organik seperti karbohidrat.

Dari respirasi tersebut memungkinkan hewan dan tumbuhan menghasilkan energi

melalui pembongkaran karbohidrat. Hasil dari respirasi hewan adalah karbondioksida

dan uap air melalui proses respirasi sel. Sedangkan tumbuhan mengeluarkan oksigen

yang sangat dibutuhkan oleh organisme untuk melakukan respirasi dan menghasilkan

energi.

2. Siklus karbon

Karbon merupakan unsur yang menyusun semua senyawa organik,

selamapemindahan energi dalam konsumsi makanan dapat berupa karbohidart dan

lemak pergerakan karbon menuju ekositsem bersam-sama dengan alairan energi.

Sumber karbon untuk oraganisme bik dalam keadaan bebas seperti karrbon dioksida,

tumbuhan menggunakan karbondioksiad nuntuk proses fotoosintesis tumbuhan yng

gunanya juga untuk mebentuk suatu karbohidrat yang ada didalamnya. Kemudian

akan di bentuk suatu lemak dan polisalarida yang mana nantinya akan dimanfaatkan

untuk herbivora. (Yusuf , 2002)

Daur karbon dan Oksigen

39

Page 40: Isi

Karbondioksida yang ada diudara maupun yang larut dalam air-------

fotosintesis------karbondioksida membentuk senyawa tertentu-------mater-materi

organisme-----energi menjadi satu pada saat fotosintesis -------tumbuhan-----

dimakan-----konsumen (hewan dan manusia).

Proses timbal balik fotosintesis dan respirasi seluler bertanggung jawab atas

perubahan dan pergerakan utama karbon. Naik turunnya CO2 dan O2 atsmosfer

secara musiman disebabkan oleh penurunan aktivitas Fotosintetik.Dalam skala global

kembalinya CO2 dan O2 ke atmosfer melalui respirasi hampir menyeimbangkan

pengeluarannya melalui fotosintesis.

Akan tetapi pembakaran kayu dan bahan bakar fosil menambahkan lebih

banyak lagi CO2 ke atmosfir.Sebagai akibatnya jumlah CO2 di atmosfer

meningkat.CO2 dan O2 atmosfer juga berpindah masuk ke dalam dan ke luar sistem

akuatik, dimana CO2 dan O2 terlibat dalam suatu keseimbangan dinamis dengan

bentuk bahan anorganik lainnya.

3. Daur Air

Air di atmosfer berada dalam bentuk uap air.Uap air berasal dari air di daratan

dan laut yang menguap karena panas cahaya matahari.Sebagian besar uap air di

atmosfer berasal dari laut karena laut mencapai tigaperempat luas permukaan

bumi.Uap air di atmosfer terkondensasi menjadi awan yang turun ke daratan dan laut

dalam bentuk hujan.Air hujan di daratan masuk ke dalam tanah membentuk air

permukaan tanah dan air tanah.

Tumbuhan darat menyerap air yang ada di dalam tanah.Dalam tubuh

tumbuhan air mengalir melalui suatu pembuluh.Kemudian melalui tranpirasi uap air

dilepaskan oleh tumbuhan ke atmosfer.Transpirasi oleh tumbuhan mencakup 90%

penguapan pada ekosistem darat.

40

Page 41: Isi

Hewan memperoleh air langsung dari air permukaan serta dari tumbuhan dan hewan

yang dimakan, sedangkan manusia menggunakan sekitar seperempat air

tanah.Sebagian air keluar dari tubuh hewan dan manusia sebagai urin dan keringat.

Air tanah dan air permukaan sebagian mengalir ke sungai, kemudian ke danau

dan ke laut.Siklus ini di sebut Siklus Panjang. Sedangkan siklus yang dimulai dengan

proses Transpirasi dan Evapotranspirasi dari air yang terdapat di permukaan bumi,

lalu diikuti oleh Presipitasi atau turunnya air ke permukaan bumi disebut Siklus

Pendek.

4. Daur Nitrogen

Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea,

protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia, nitrit,

dan nitrat.

Tahap pertama

Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah. Selain air

hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah terjadi

melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat dilakukan oleh

bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter

dan Clostridium.Selain itu ganggang hijau biru dalam air juga memiliki kemampuan

memfiksasi nitrogen.

Tahap kedua

Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen

(tumbuhan) diubah menjadi molekul protein.Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan

mati, mahluk pengurai merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan garam

ammonium yang larut dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan amonifikasi.

Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa ammonium menjadi nitrat

41

Page 42: Isi

oleh Nitrobacter. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat

ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang disebut

denitrifikasi.

5. Daur Sulfur

Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri

menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau

hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan

dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati.Tumbuhan

menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).

Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk

hidup mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis

bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang

akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S).

Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan

melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri

kemolitotrof seperti Thiobacillus.

6. Daur fosfor

Fosfor merupakan elemen penting dalam kehidupan karena semua makhluk

hidup membutuhkan posfor dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Fosfat), sebagai

sumber energi untuk metabolisme sel.

Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (PO43-).Ion Fosfat terdapat

dalam bebatuan.Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa

menuju sungai hingga laut membentuk sedimen.Adanya pergerakan dasar bumi

menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat

tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah

42

Page 43: Isi

Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya dan karnivora

mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya.Seluruh hewan mengeluarkan

fosfat melalui urin dan feses.Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di

dalam tanah lalu melepaskan pospor kemudian diambil oleh tumbuhan.

43

Page 44: Isi

BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum lapang yang telah dilakukan pada kawasan Taman Nasional

Baluran Kabupaten Situbondo, dapat diketahui bahwa terdapat 5 macam ekosistem

antara lain ekosistem hutan pantai kering, hutan musim, mangrove, evergreen, dan

savana. Hutan pantai kering memiliki tekstur tanah pasir dengan kelembapan tanah

juga relatif kering dan pH tanahnya hampi mendekti netral. Sedangkan suhu udara

yang relatif kering dengan kelembaban udara yang lembab.

Spesies yang mendominasi pada ekosistem hutan pantai kering yaitu, untuk

habitus pohon, Kersen merupakan tumbuhan yang mendominasi dengan Indeks Nilai

Penting (INP) sebesar 72,3 %. Pada plot semak, Spesimen 1 paling mendominasi

dengan INP sebesar 45.2%.spesimen ini memiliki ciri-ciri daun oval, permukaan

halus, ujung runcing, pertulangan daun menyirip. Daun majemuk genap. Sedangkan

pada plot herba, spesies yang paling mendominasi adalah spesimen 1 dengan

prosentase INP 77,506 %. Dari uji indeks Sharon Wienner dapat disimpulkn bahwa

secara umum keanekaragaman spesies didaerah hutan pantai kering tergolong masih

relatif rendah karena nilai indeks Sharon Wienner masih menunjukkan angka kurang

dari 1

Stratifikasi tumbuhan dapat dikatakan lengkap. Terdiri dari beberapa

tingkatan, yakni lapisan paling atas terdiri dari pohon seperti spesimen 1. Lapisan

tengah didominasi oleh beberapa jenis pohon pendek dan semak. Dan lapisan bawah

adalah kelompok herba, Acalypha dan lain-lain. Hewan Infauna yang berhasil

ditemukan adalah semut. Untuk hewan epifauna ada kupu-kupu dan serangga yang

berperan sebagai konsumen yang memanfaatkan rumput-rumputan untuk

menyediakan kebutuhan energinya

44

Page 45: Isi

DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 1996. Aneka Ragam Hayati. Malang: Institut Pertanian Malang Citra Press.

Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation. Liechtenstein J.Cramer Verlag

Ewusie J.Y.1990.Ekologi Tropika.Bandung: ITB.Bandung.

Ewusie JY. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Tanuwidjaya Usman, penerjemah.

Bandung : ITB Press. Terjemahan dari : Elements of Tropical Ecology.

Harjadi,Beny et al. 2010. Laporan Hasil Penelitian Analisis Kerentanan Tumbuhan

Hutan akibat Perubahan Iklim ( Variasi Musim dan cuaca Ekstrim). Solo : Balai

Penelitian Kehutanan Solo

http://www.plantamor.com

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Kartawinata, K. 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia.Prosiding

Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. Jakarta: MAP LON LIPI.

Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Kimball,J.W.1999.Biologi Umum Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Laboratorium. UI press, Jakarta.

MacNae, W. 1968. A general account ofthe fauna and flora of mangrove swamps and

forests in the Indo-West-Pacific region. Advances in Marine Biology6: 73-270.

45

Page 46: Isi

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan

Michael.P.1990.Ekologi Untuk Penyediaan Ladang dan Laboratorium.Jakarta:

Universitas Indonesia Press.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Richard & Steven, 1988. Forest Ecosystem. San Diego, California. : Academic Press.

Richard PW. 1966. The Tropical Rain Forest an Ecological Study. Cambridge an The

University Press. London.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:

Penerbit Djambatan.

Soemarwoto, Otto, 1997, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan Edisi

Revisi, Penerbit Djambatan, Jakarta.

Soerianegara I dan A. Indrawan. 2005. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor :

Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Soerianegara, I & A, Indrawan, 1978, Ekologi Hutan Indonesia, Lembaga

Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji. 2012. Pengenalan Ekologi. Jember: Yayasan Alam Lestari.

Tomlinson, C.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge

University Press

Whitmore TC. 1998. An Introduction to Tropical Rain Forests. Oxford Universty

Press. New York.

46

Page 47: Isi

Zoer’aini. 1992. Ekosistem Komunitas dan Lingkungan.Jakarta: Bumi Aksara.

Widodo, H. 1987. Mangrove hilang ekosistem terancam. Suara Alam49: 11-15

Jayatissa, L.P., F. Dahdouh-Guebas, and N. Koedam. 2002. A revi-ew of the floral

composition and distribution of mangroves in Sri Lanka. Botanical Journal of the

Linnean Society 138: 29-43

Dahuri R, J. Rais, S.P.Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: P.T. Saptodadi

Walsh, G.E. 1974. Mangroves: a review. In Reimold, R.J., and W.H. Queen (ed.).

Ecology of Halophytes. New York: Academic Press.

Blasco, F. 1992. Outlines of ecology, botany and forestry of the mangals of the Indian

subcontinent. In Chapman, V.J. (ed.). Ecosystems of the World 1: Wet Coastal

Ecosystems.Amsterdam: Elsevier.

47

Page 48: Isi

48