isi

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode CMD merupakan salah satu metode elektromagnetik (EM) yang bertujuan untuk mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat- sifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM sebuah gelombang EM bidang primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10 sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency). Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut. Gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah. Gelombang VLF menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer. Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (), sehingga dengan mengukur kuat medan 1

Upload: dedhy-aditya-pradana

Post on 25-Oct-2015

149 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Metode CMD merupakan salah satu metode elektromagnetik (EM) yang bertujuan untuk mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat-sifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM sebuah gelombang EM bidang primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10 sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency).

Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut. Gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah. Gelombang VLF menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer.

Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan ((), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya.1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari dilakukannya pengolahan data elektromagnetik adalah agar Praktikan lebih mengerti dan memahami tahapan dalam pengolahan data elektromagnetik khususnya CMD.

Tujuan dari dilakukannya praktikum elektromagnetik adalah mengolah data dengan menggunakan excel untuk mendapatkan kurva, berdasarkan data Conductivity, dan In-Phase.kemudian mendapatkan peta MA konduktivitas dan MA in-phase.BAB II

DASAR TEORI

II.1. Prinsip Dasar Metode VLFMetode Very Low Frequency (VLF-EM) merupakan salah satu metode dalam eksplorasi geofisika. Metode ini menggunakan prinsip induksi gelombang elektromagnetik akibat adanya suatu benda yang konduktif di bawah permukaan bumi. Dalam penelitian ini dibahas fenomena efek induksi elektromagnetik akibat adanya batuan yang mempunyai nilai konduktivitas yang cukup tinggi (batu candi). Metode VLF mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat-sifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM sebuah gelombang EM primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10 sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency).Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut. Gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah. Gelombang VLF menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer.Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan ((), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya.II.2 Pelemahan (Atenuasi)

Sesuai dengan pers (2), gelombang bidang yang merambat ke bawah pada sebuah medium dengan konduktivitas (, dimana medan E berosilasi pada sumbu x dan medan H pada sumbu y akan memberikan solusi;

(3)

dengan k adalah parameter/angka gelombang (k2 = - i((((+i(()). Parameter real ( menunjukkan faktor fase (rad/m) dan parameter imaginer ( menunjukkan faktor atenuasi/pelemahan (db/m) gelombang. Mengingat harga konduktivitas dibagi dengan permitivitas listrik dan frekuensi angulernya sangat lebih besar daripada satu untuk medium batuan, maka faktor fase dan faktor atenuasi bernilai sama (Kaikkonen, 1979).

Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dari amplitudo permukaan dikenal sebagai kedalaman kulit (skin depth / (). Kedalaman ini di dalam metode EM sering ditengarai sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu :

(4)

Implementasi praktis pers 4 dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Variasi skin depth dengan frekuensi gelombang bidang pada medium homogen dengan resistivitas (.Skin Depth (m)

F (Hz)Resistivitas (Ohmm)

0.011102104

0.0150050005(1045(105

1016160160016000

1031.6161601600

1040.5550500

1050.161.616160

II.3 Perambatan medan Elektromagnetik (EM)

Medan elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu; E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (Wb/m2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell (pers. 1).

(1)

Persamaan (1) dapat direduksi dengan menggunakan hubungan-hubungan tensor tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan H saja (Grant and West, 1965. p496). Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan diperoleh persamaan vektorial sebagai;

(2)

dengan ( permitivitas dielektrik (F/m), ( permeabilitas magnetik (H,m), dan ( kondukivitas listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan pers (2) menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya.

Di dalam VLF (pada frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih kecil daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil (sekitar 10(0 dengan (0 sebesar 9(10-12 F/m) dan konduktivitas target VLF biasanya ( 10-2 S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas medium (Sharma, 1997)

II.4 Fase dan polarisasi elipsPada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o. Gambar 3 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya.

Gambar II.1. Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder dan primer Andaikan Z(=R + i(L) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki fase tertinggal sebesar ( yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium. Besarnya ( ditentukan dari persamaan tan ( = (L/R. Total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 90o + tan-1 ((L/R).

Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif (R(0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat resistif (R(() maka beda fasenya mendekati 90o.

Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcos() disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsin() disebut komponen imajiner (out-of-phase, komponen kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan;

(5)

Pers (5) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor semakin buruk.

Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas ( (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya.

Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx ei( (gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;

(6)

dan eliptisitasnya diberikan sebagai;

(7)Gambar II. 2. Parameter polarisasi elipsII.5 Conductivity dan Inphase Berdasar konsep dasar electromagnet dan fase elips dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif (R(0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat resistif (R(() maka beda fasenya mendekati 90o.

Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcos() disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsin() disebut komponen imajiner (out-of-phase, komponen kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan;

(5)

Pers (5) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor semakin buruk.

II.6 Moving Average

Metode filter moving average digunakan untuk memisahkan data yang mengandung frekuensi tinggi dan rendah. Data yang mengandung frekuensi tinggi akan diasumsikan sebagai sinyal, sedangkan data yang berfrekuensi rendah diasumsikan sebagai gangguan (noise). Metode ini dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya dibagi dengan jumlah jendela yang digunakan.

Metode moving Average digunakan pada data inphase dan data konduktivitas. Dimana perhitungannya adalah sama yaitu:

II.7 Kedalaman skin (skin depth)

Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (sekitar 37%) dari amplitudo permukaan dikenal sebagai kedalaman kulit (skin depth (()). Kedalaman ini di dalam metode EM sering ditengarai sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu:

(8)

Implementasi praktis pers (8) dapat dilihat pada Tabel 1.

Skin Depth (m)

F (Hz)Resistivitas (Ohmm)

0.011102104

0.0150050005(1045(105

1016160160016000

1031.6161601600

1040.5550500

1050.161.616160

Tabel 1. Variasi skin depth dengan frekuensi gelombang bidang pada medium homogen dengan resistivitas (.

II.7 Elektromagnetik Conductivity Meter

Metode EM (Elektromagnet) merupakan salah satu metode geofisika yang bersifat pasif, dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu atau alami. Salah satu instrumen elektromagnetik adalah CMD (Electromagnetic Conductivity Meter).Proses kerja dari instrumen CDM (Electromagnetic Conductivity Meter) ini yaitu dengan mengirim sinyal berupa gelombang elektromagnetik baik yang dibuat sendiri maupun yang berasal dari alam melalui suatu transmitter (Tx), material bawah permukaan bumi merespon gelombang elektromagnetik tadi dan menginduksi arus eddy. Gelombang S (sekunder) yaitu induksi medan magnet terhadap arus eddy. Kemudian, di permukaan, gelombang S yang datang ini di terima oleh reciever (Rx) secara langsung dari pemancar. Arus Eddy berbanding lurus dengan konduktivitas batuan. Sehingga dalam pengukuran arus eddy, secara tidak langsung mendapatkan nilai konduktivitas batuan.

Instrumen CDM (Electromagnetic Conductivity Meter) mengukur sifat kondiktivitas material bawah permukaan bumi yang meliputi soil, air tanah, batuan, dan material lainnya yang terkubur bawah permukaan bumi.

Geo Model Inc. sudah memprakarsai sejumlah survei konduktivitas secara luas menggunakan instrumen elektromagnetik (CDM) untuk bermacam-macam keuntungan, antara lain:

Cepat dan akurat.

Bersifat portable (alatnya sangat mudah dibawa di sekitar lokasi dan digunakan untuk berbagai macam tujuan penelitian)

Cost effective (Biayasurveiterjangkau).

Instrument CMD ini sering digunakan untuk mencari material metal (drum dan tangki penyimpan fluida) yang terkubur, bidang arkeologi (pencarian situs - situs purbakala). Mengamati perkembangan lingkungan (mendeteksi limbah cair / pencemaran). Digunakan dalam bidang pertambangan (eksplorasi mineral-mineral logam)

Penjalaran gelombang elektromagnetik bias terjadi melalui dua cara yakni horizontal dipole dan vertical dipole. Pada penelitian metode EM - Conductivity menggunakan CMD (Elektromagnetic Conductivity Meter) ini menjalarkan gelombang secara vertical dipole, berikut ilustrasi penjalaran gelombangnya.

Gambar II. 3 Penjalaran Gelombang Elektromagnetik (Vertikal dipole)Sedangkan persamaan untuk harga konduktivitas dapat diperoleh dari:

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASANIII.1. Diagram Alir Pengolahan data CMD

Gambar .4. Diagram alir pengolahan data CMDIII.2. Tabel Pengolahan DataTabel.2. Pengolahan data CMD

III.3. Pembahasan dan Analisa

Gambar III.1 Grafik conductivity VS MA conductivityGrafik diatas merupakan hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil pengukururan menggunakan metode CMD yang menunjukan nilai konduktivitas yang diperoleh dilapangan (konduktivitas) dan yang telah dikalkulasi (Ma konduktivitas). Terlihat perbedaan yang relative sama antara kurva conductivity dan kurva Ma conductivity,akan tetapi setelah dilihat grafik ma konduktivitas itu merpakan hasil dari smooting dari konduktivitas. nilai maksimum konduktivitas =80,95% yang berada pada jarak 710 m, sedangkan nilai minimum=13% pada jarak 250 m, dan nilai maksimum Ma konduktivitas = 77,575% pada lintasan 710 m, sedangkan nilai minimum= 12,95% pada jarak 250 m.III.3.2 grafik inphase VS ma inphase

Gambar III.2 Grafik inphase VS MA inphaseGrafik diatas merupakan hasil pengolahan data in phase yang ditunjukan dengan warna biru dan Ma in phase yang ditunjukan dengan warna merah, diperoleh dari pengukuran CMD, terlihat fluktuasi antara in phase maupun ma in phase, ini dikarenakan ma inphase merupaka hasil dari smooting inphase. Pada titik pengukuran ini diperoleh nilai maksimum in phase = 4,28 % pada jarak 580 m, sedangkan nilai minimum= - 9.03% pada jarak 250 m, dan nilai maksimum ma in phase = 4.28 % pada jarak 580 m ,sedangkan nilai minimum=-6,8% pada jarak 250m. III.3.3 Grafik ma inphase VS ma konduktivitas

Gambar III.3 Grafik MA inphase VS MA ConductivityGrafik diatas merupakan hasil pengolahan data ma inphase dan ma konduktivitas yang diperoleh dari diperoleh dari pengukuran CMD dan telah dihitung sehingga didapat seperti grafik diatas, terlihat fluktuasi antara ma in phase dan ma konduktivitas pada grafik ini terlihat seperti didalam lingkaran tersebut bahwa disana diduga adanya anomali, karena konduktivitas itu berbanding terbalik dengan ma inphase namun pada lingkaran tersebut ma inphase dan ma conductivity berbanding lurus. Pada jarak 150 200 m dan pada jarak 680 800 m diduga terdapat indikasi anomali dikarena kan grafik ma inphase berbanding lurus dengan grafik ma conductivity.

III.3.4 Peta MA Inphase

Gambar III.1 Peta MA Inphase

Pada peta in phase didapatkan variasi nilai in phase pada darah penelitian, dimana nilai in phase minimal ditunjukan dengan warna ungu dengan nilai -80, sedangkan nilai in phase maksimal ditunjukan dengan warna merah dengan nilai 28. Pada peta in phase dapat dilihat didominasi oleh warna merah yang memiliki nilai 12 20. Pada peta ini didominasi dengan nilai inphase yang sedangyang di tunjukkan dengan warna kuning. Kemudian pada koordinat x : 463400 463600 dan Y : 9140600 memiliki nilai in phase yang rendah yang ditunjukkan dengan warna ungu. Kemudian yang pada lintasan yang ditandai tersebut bisa dikorelasikan terhadap fluktuasi nilainya pada grafik.

III.3.5 Peta MA Conductivity

Gambar III.2 Peta MA ConductivityPada peta Conductivity didapatkan variasi nilai conductivity pada darah penelitian dengan range 0 220 ppt, dimana nilai conductivity minimal ditunjukan dengan warna ungu dengan nilai 0, sedangkan nilai conductivity maksimal ditunjukan dengan warna merah dengan nilai 220. Pada peta conductivity dapat dilihat didominasi oleh warna biru yang memiliki nilai 0 hingga 50. Pada peta ini didominasi dengan nilai conductivity yang rendah yang di tunjukkan dengan warna ungu . kemudian pada koordinat x : 463400 danY : 9140200 memiliki nilai conductivity yang tinggi yang ditunjukkan dengan warna merah. Kemudian yang pada lintasan yang ditandai tersebut bisa dikorelasikan terhadap fluktuasi nilainya pada grafik.BAB IVPENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan maka dapat disimpilkan beberapa hal sebagai berikut :

Pada grafik inphase vs MA inphase ini diperoleh nilai maksimum in phase = 4,28 % pada jarak 580 m, sedangkan nilai minimum= - 9.03% pada jarak 250 m, dan nilai maksimum ma in phase = 4.28 % pada jarak 580 m ,sedangkan nilai minimum=-6,8% pada jarak 250m. Pada grafik conductivity vs MA conductivity diperoleh nilai maksimum konduktivitas =80,95% yang berada pada jarak 710 m, sedangkan nilai minimum=13% pada jarak 250 m, dan nilai maksimum Ma konduktivitas = 77,575% pada lintasan 710 m, sedangkan nilai minimum= 12,95% pada jarak 250 m. Kemudian pada grafik ma inphase vs ma conductivity lintasan terdapat . pada jarak 150 200 m dan pada jarak 680 800 m diduga terdapat indikasi anomali dikarena kan grafik ma inphase berbanding lurus dengan grafik ma conductivity. Pada Peta MA conductivity cenderung rendah dengan range 0 -220 Ppt sedangkan nilai tahanan jenis tinggi terdapat pada bagian barat daya dengan nilai sekitar 220 m. Pada Peta MA Inphase cenderung tinggi dengan range nilai -28 - 28 Ppt dapat kita lihat nilai tahanan jenis rendah terdapat pada bagian barat daya dengan nilai sekitar -28 mIV.2. Saran

pada pengolahan data ini sebaiknya mengolah dengan baik dan benar, ini dikarenakan jika pengolahan data salah maka hasilnya akan fatal.DAFTAR PUSTAKA

Santoso D, 2002; Pengantar Teknik Geofisika, Bandung, ITB.

Hartanto, Eddy, Modul Praktikum Elektromagnetik Metode Very Low Frekuensi (VLF).

P

R

S

es

R cos (

S sin (

S cos (

(

R sin (

0

(

x

z

a

b

(

Hz

Hx

m

U

Ppt

m

U

Ppt

18

_1381096857.unknown

_1381096859.unknown

_1381096860.unknown

_1381096861.unknown

_1381096858.unknown

_1323361299.unknown

_1381096856.unknown

_1323361298.unknown