isi
TRANSCRIPT
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRISEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH
OPTIMALISASI KERJASAMA PENANGGULANGAN TERORISME
GUNA PENGUATAN KEMAMPUAN DENSUS 88/AT
DALAM RANGKA REVITALISASI POLRI
BABI
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah.
Polri melaksanakan program revitalisasi dengan maksud untuk
melanjutkan visi dan misi Poiri sebagaimana yang tertuang dalam Grand
Strategi Poiri tahun 2005-2025. Dalam pelaksanannya, program
revitalisasi di lingkungan organisasi Polri mengacu kepada suatu road
map yang terdiri dari 3 (tiga) komponen yang meliputi penguatan institusi
(institution strengthening), terobosan kreatif (creative breakthrough) dan
peningkatan integritas (integrity improvement). Hal ini diarahkan pada
upaya mewujudkan kemampuan Polri untuk menyajikan pelayanan prima
bagi masyarakat.
Dalam program revitalisasi Polri1 tersebut, telah dirumuskan 10
(sepuluh) program prioritas yang pentahapannya terbagi dalam 4 (empat)
periode waktu secara berkesinambungan yaitu : tahap kesatu (November
2010 s/d Januari 2011); tahap kedua (Februari s/d Desember 2011);
tahap ketiga (Januari s/d Desember 2012); dan tahap keempat (Januari
s/d Desember 2013).
1 Revitalisasi dalam tubuh Polri merupakani langkah untuk menghidupkan, membangun dan memperdayakan kembali nilai-nilai kemampuan yang dimiliki oleh Polri disegala bidang yang selama ini belum dapat diwujudkan secara maksimal dalam pelaksanaan tugas. (Arah Kebijakan Kapolri No : /Xl /2010/PENSAT).
1
2
Salah satu program revitalisasi yang dicanangkan adalah
penguatan kemampuan Densus 88/AT melalui peningkatan
kerjasama dengan satuan TNI dan Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT). Melalui program ini dlharapkan agar Densus 88/AT
Polri yang merupakan jawaban akan adanya unit khusus yang memiliki
kewenangan utama dalam pemberantasan tindak pidana terorisme dapat
memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mengatasi permasalahan
terorisme yang kini dalam perkembangannya sudah begitu meresahkan
masyarakat.2
Sebelum Densus 88/AT dibentuk, Polri telah memiliki organisasi
anti teror yang selama ini melakukan penindakan terhadap pelaku
terorisme membantu Densus 88/AT dan merupakan bagian dari Korps
Brimob Polri yaitu Datasemen C Gegana, akan tetapi keberadaan
Datasemen C tersebut secara kuantitas tidak memadai untuk memback up
penindakan diseluruh wilayah Indonesia. Keberadaan Densus 88/AT secara
struktural berada di bawah Kapolri sebagaimana yang diatur dalam
Perkap No. 21 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia, merupakan unsur pelaksana tugas pokok Polri di bidang
penanggulangan kejahatan terorisme, yang dalam hal ini memiliki tugas dan
kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana terorisme dalam rangka penegakan hukum. Densus 88/ AT
Polri secara nyata memiliki fungsi seperti mengumpulkan data dan
menghimpun informasi terkait keberadaan atau aktivitas setiap pihak /
jaringan yang melakukan terorisme.
Dalam penyelenggaraan tugas dan kewenangannya tersebut,
Densus 88/AT dituntut untuk dapat memiliki kemampuan yang optimal,
2 Realita yang berkembang saat ini menunjukan bahwa aksi terorisme yang terjadi di Indonesia telah menimbulkan kerusakan massal serta ketakutan yang tinggi pada masyarakat. Terorisme yang banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan terorisme komprehensif yang lebih unggul baik dari sisi organisasi, sumber daya manusia, prasarana, pendanaan maupun teknologi operasional yang dipergunakan (Petrus Reinhard Golose. Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput. Jakarta : YPKIK, 2009).
3
baik dalam melakukan investigasi, pencegahan maupun
penindakan. Namun demikian, kondisi saat ini menunjukan bahwa
kemampuan Densus 88/AT dirasakan masih kurang memadai,
sehingga dalam pelaksanaan tugas-tugas utamanya seperti dalam
penindakan pada saat ini cenderung lebih banyak dilakukan oleh
unit-unit Wanteror Gegana Korps Brimob Polri.
Disamping itu juga, fenomena yang berkembang di
masyarakat saat ini menunjukan bahwa personel Densus 88/AT
dianggap belum dapat melaksanakan tugasnya dengan profesional
karena dalam beberapa peristiwa penanganan aksi terorisme yang
dilakukan, ditengarai banyak diantaranya yang tidak sesuai
prosedural sehingga menimbulkan kontroversi di masyarakat.3
Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu adanya upaya
yang dilakukan guna meningkatkan kemampuan personel Densus
88/AT termasuk diantaranya melalui penggalangan kerjasama
dengan TNI dan BNPT yang dimaksudkan dalam rangka
mendorong semakin meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
personel Densus 88/AT baik dalam melakukan pencegahan
maupun penindakan terhadap tersangka tindak pidana terorisme
sehingga diharapkan akan benar-benar profesional dalam
menghadapi ancaman terorisme yang dinamis.
Selain dengan TNI dan BNPT, guna meningkatkan
kemampuan, Densus 88 /AT Polri telah melakukan serangkaian
kerjasama dengan lembaga asing yang concern dalam
pemberantasan terorisme seperti dengan Australian Federal Police
(AFP) dan Diplomatic Securíty Service, Anti Terrorism Assistance
Program (DS/ATA). Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah
melalui penyelenggaraan pelatihan pada unit-unit penindakan atau
unit perlawanan teror (Wanteror) yang mekanismenya telah diatur
dalam suatu akta kesepakatan (MOU) antara pemerintah
3 Setelah tujuhtahun berdiri, Densus 88 semakin cakap dalam membekuk gerombolan teroris. Namun keberhasilan itu menyisakan masalah yakni detasemen ini kian gampang main tembak, juga kian sering menerobos prosedur dan kewenangan pihak lain. (http://www.news.detik.com, diunggah pada tanggal 12 September2012).
4
Indonesia yang diwakili oleh Kapoiri dengan Duta Besar masing
-masing negara.
Dengan latar belakang tersebut, maka penulis dalam
penulisan Naskah ini mengambil judul : "OPTIMALISASI
KERJASAMA PENANGGULANGAN TERORISME GUNA
PENGUATAN KEMAMPUAN DENSUS 88/AT DALAM RANGKA
REVITALISASI POLRI."
2. Pokok Pemasalahan.
Diperlukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan kerjasama
penanggulangan terorisme. Oleh karena itu tulisan ini akan
mengangkat permasalahan : "bagaimana optimalisasi kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan Bidang
Penindakan dalam rangka mewujudkan revitalisasi Polri di
lingkup organisasi Densus 88/AT ?
3. Pokok-pokok Persoalan.
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas,
dapat diformulasikan beberapa pokok persoalan sebagai berikut:
a. Bagaimana aspek perencanaan kerjasama penanggulangan
terorisme ?
b. Bagaimana aspek pengorganísasian kerjasama penanggulangan
terorisme ?
c. Bagaimana aspek pelaksanaan kerjasama penanggulangan
terorisme ?
d. Bagaimana aspek pengawasan dan pengendalian kerjasama
penanggulangan terorisme ?
5
4. Ruang Lingkup Pembahasan.
Tulisan Naskap dengan judul optimalisasi kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan Densus
88/AT dalam rangka revitalisasi Polri akan dibatasi pembahasanya
pada penyelenggaraan kerjasama pelatihan antara Densus 88/AT
Polri dengan Diplomatic Security Service, Anti Terrorism Assistance
Program (DS/ATA) yang diarahkan guna meningkatkan
kemampuan personil Bidang Penindakan ditinjau dari aspek
perencanaan, aspek pengorganisasian, aspek pelaksanaan, dan
aspek pengawasan serta pengendalian.
5. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud.
Di samping sebagai salan satu syarat untuk
pendidikan Sespimmen Polri, penulisan Naskap ini memiliki
maksud sebagai bahan masukan kepada Lembaga
Pendidikan Sespimmen Polri maupun Pimpinan Polri
sekaligus sebagai sumbang saran penulis guna
mengoptimalkan kerjasama penanggulangan terorisme guna
penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam rangka
revitalisasi Poiri.
b. Tujuan.
1. Untuk menganalisis aspek perencanaan dalam
kerjasama penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi
Polri.
2. Untuk menganalisis aspek pengorganisasian dalam
kerjasama penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi
Polri.
3. Untuk menganalisis aspek pelaksanaan dalam
penyelenggaraan kerjasama penanggulangan
terorisme guna penguatan kemampuan Densus 88/AT
6
dalam rangka revitalisasi Polri.
4. Untuk menganalisis aspek pengawasan dan
pengendalian dalam penyelenggaraan kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi
Polri.
6. Metode dan Pendekatan.
a. Metode.
Metode yang digunakan dalam penulisan Naskap ini
adalah metode deskriptif análisis, yaitu dengan mengangkat
fenomena pelaksanaan kerjasama penanggulangan
terorisme, kemudian dianalisis dengan menggunakan teori
kerjasama, teori kompetensi, teori manajemen, konsep
manajemen strategis dan konsep análisis SWOT, sehingga
diperoleh suatu análisis yang komprehensif untuk
merumuskan suatu kesimpulan yang dapat mendukung
upaya optimalisasi kerjasama penanggulangan terorisme
guna penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam rangka
revitalisasi Polri.
Data yang akan dianalisis bersumber dari dua data
yaitu : pertama, data primer yang diperoleh secara langsung
melalui teknik observasi dan wawancara terhadap fakta dan
obyek di lapangan. Kedua, data sekunder yang diperoleh
dengan menggali litterature, dokumen, buku, kejadian dan
lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan
penanganan terorisme.
b. Pendekatan.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini
menggunakan pendekatan manajemen serta pengalaman
yang dimiliki oleh penulis dalam operasi-operasi penindakan
7
terorisme selama bertugas di Kepolisian.
7. Tata Urut (Sistematika).
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, pokok
masalah dan pokok persoalan, ruang lingkup
penulisan, maksud dan tujuan penulisan, metode dan
pendekatan yang digunakan tata urut serta pengertian-
pengertian.
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang landasan teori dan
konsep yaitu acuan teori dan konsep-konsep yang
relevan dan terkait dengan permasalahan yang ada,
antara lain : teori kerjasama, teori kompetensi, teori
manajemen, konsep manajemen strategis dan konsep
analisis SWOT.
BAB III KONDISI KERJASAMA PENANGGULANGAN
TERORISME SAAT INI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kondisi kerjasama
penanggulangan terorisme melalui penyelenggaraan
kerjasama pelatihan antara Densus 88/AT dengan
DS/ATA pada saat ini dilihat dari aspek perencanaan,
aspek pengorganisasian, aspek peíaksanaan, dan aspek
pengawasan serta pengendalian.
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai berbagai faktor
yang
mempengaruhi upaya optimalisasi kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan
Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri berupa
8
faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan
serta faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan
kendala.
BAB V KONDISI KERJASAMA PENANGGULANGAN
TERORISME YANG DIHARAPKAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kondisi kerjasama
penanggulangan terorisme melalui penyelenggaraan
kerjasama pelatihan antara Densus 88/AT dengan
DS/ATA yang diharapkan dilihat dari aspek perencanaan,
aspek pengorganisasian, aspek pelaksanaan, dan aspek
pengawasan serta pengendalian.
BAB VI UPAYA OPTIMALISASI KERJASAMA
PENANGGULANGAN TERORISME
Dalam bab ini diuraikan tentang berbagai upaya yang
dapat dilakukan oleh untuk mengoptimalkan kerjasama
penanggulangan terorisme melalui penyelenggaraan
kerjasama pelatihan antara Densus 88/AT dengan
DS/ATA yang meliputi visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan, strategi dan upaya optimalisasi (action plan).
BAB VIl PENUTUP
Dalam bab ini akan diuraikan hasil pembahasan dan
analisis berupa kesimpulan, dan selanjutnya
dikemukakan beberapa rekomendasi.
8. Pengertian-pengertian
a. Optimalisasi
Optimalisasi adalah suatu proses yang merubah
strategi dan kebijakan menjadi aksi melalui pengembangan
program, anggaran, dan prosedur yang ada.4 Adapun yang
dimaksud optimalisasi dalam penulisan ini adalah upaya
yang dilakukan Densus 88/AT Polri melalui perubahan
9
strategi untuk optimalisasi kerjasama penanggulangan
terorisme melalui pengembangan kemampuan yang ada,
diarahkan guna mendukung program revitalisasi Polri.
________________________4Thomas L. Wheelen. Strategic Management. (Printice: Hall Internasional, 2004).
b. Kerjasama
Menurut Arnie, pengertian kerjasama secara
umumnya ialah orang-orang yang bersatu dalam sesuatu
pekerjaan yang terdiri dari pada dua orang atau lebih untuk
tujuan tertentu.5 Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang
dimaksud kerjasama dalam penulisan ini adalah koordinasi
dan konsolidasi yang dilaksanakan Polri dengan berbagai
pihak guna mengoptimalkan penanggulangan terorisme.
c. Penanggulangan
Pengertian penanggulangan dapat diartikan sama
dengan kata menanggulangi, yang menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah "proses, perbuatan, cara
menanggulangi, penanggulangan bahaya."6 Dari
pengertian tersebut, yang dimaksud dengan
penanggulangan dalam penulisan ini adalah proses atau
cara-cara penanggulangan yang dilakukan oleh Densus
88/AT Polri dalam menghadapi aksi terorisme.
d. Terorisme
Dalam UU No. 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tidak Pidana Terorisme, disebutkan
bahwa terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara
sistematis dengan maksud untuk menghancurkan
10
kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan
bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan
orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana
teror atau menghancurkan objek-objek vital strategis,
kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral,
peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan,
perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum, atau
fasilitas internasional.
___________________________5http://www.geocities.com, diunggah pada tanggal 12 September 2012.6Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
e. Penguatan
Penguatan mengandung arti proses, cara, perbuat
menguati atau menguatkan.7 Dalam konteks penulisan ini,
penguatan adalah segala bentuk upaya dan cara yang
dilakukan oleh Densus 88/AT Polri untuk menguatkan
organisasi dengan meningkatkan kemampuannya dalam
menanggulangi terorisme yang diarahkan dalam rangka
revitalisasi Poiri.
f. Kemampuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003),
kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa,
sanggup atau bisa melakukan sesuatu. Kemampuan diartikan
sebagai kesanggupan, kekuatan sifat yang melekat pada
seseorang atau suatu organisasi yang dapat dijadikan daya
kekuatan untuk bekerja mencapai suatu program yang telah
disepakati bersama. Dalam konteks penulisan ini, kemampuan
diartikan sebagai keterampilan, pengetahuan dan nilai yang
dimiliki oleh personel Densus 88/AT Polri dalam
melaksanakan penanggulangan terorisme.
g. Densus 88/AT
11
Datasemen Khusus 88 Anti Teror Polri yang
selanjutnya disingkat Densus 88 AT Polri adalah unsur
pelaksana utama Polri yang berada di bawah Kapolri,
bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen,
pencegahan, investigasi, penindakan, dan bantuan
operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana terorisme.8
____________________________7 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003).8Peraturan Kadensus 88 Anti Teror Polri No. 1 tahun 2011 tentang HTCK di Lingkungan Densus 88 Polri.
h. Revitalisasi Polri
Revitalisasi mengandung arti menjadikan sesuatu
menjadi vital, bermanfaat atau penting kembali dengan
memberikan sentuhan-sentuhan baru. Adapun yang dimaksud
dengan revitalisasi Polri merupakan langkah untuk
menghidupkan, membangun dan memperdayakan kembali nilai-
nilai kemampuan yang dimiliki oleh Polri yang selama ini belum
dapat diwujudkan secara maksimal dalam menghadapi
tantangan tugas Polri.9
12
__________________________9Arah Kebijakan Kapolri tentang Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Dalam penulisan ilmiah dibutuhkan berbagai kepustakaan sebagai
alat analisis. Kepustakan yang digunakan dalam hal ini berupa teori dan
konsep harus disesuaikan dengan pokok masalah yang menjadi bahasan
dalam tulisan. Dengan kata lain kepustakaan yang digunakan harus relevan
dengan permasalahan yang akan dianalisis. Pemilihan teori dan konsep
yang tepat tentu akan menghasilkan suatu analisis yang akurat, sehingga
memudahkan dalam menarik kesimpulan. Pada naskah dengan judul
optimalisasi kerjasama penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri ini akan
menggunakan beberapa teori dan konsep dengan uraian penggunaannya,
sebagai berikut:
9. Teori Kerjasama (Charles H. Cooley).10
Kerjasama timbul karena- orientasi orang-perorangan
terhadap kelompoknya dan kelompok lainya. Kerjasama akan
bertambah kuat Jka ada hal-hal yang menyinggung
anggota/perorangan lainnya. Kerja sama menurut Charles H Cooley
(1994) terjadi karena orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang sama
mempunyai pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri
untuk memenuhi kepentingan tersebut. Tetapi ada juga motivasi lain
yang mendorong orang untuk bekerja sama yakni:
a. Adanya orientasi perorangan terhadap kelompoknya sendiri.
Orientasi ini merupakan arah, tujuan atau kepentingan yang
timbul dari sistem nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
kelompok.
10 Charles H. cooley. The Theory oí Transportation. (New York : American Economic Association, 1994).
13
14
Untuk mencapainya, setiap anggota kelompok mengharapkan
bantuan dari anggota kelompoknya.
b. Adanya ancaman dari luar (musuh bersama) yang mengancam
ikatan kesetiaan yang secara tradisional telah tertanam di dalam
kelompok.
c. Adanya rintangan dari luar yang menghalangi cita-cita kelompok
yang mengakibatkan kekecewaan para anggota.
d. Kelompok merasa tersinggung atau dirugikan dalam hal sistem
kepercayaan atau di dalam bidang sensitif kebudayaannya dan
faktor ini akan semakin mempertajam bentuk kerja sama dalam
suatu kelompok.
e. Hanya untuk mencari keuntungan pribadi.
f. Semata-mata untuk menolong orang lain. Kerjasama jenis ini
akan meringankan beban atau penderitaan orang lain tanpa
mengharapkan imbalan.
Lebih lanjut Charles H. Cooley mengemukakan bahwa
kerjasama tersebut dibedakan lagi dengan :
a. Kerjasama spontan (spontaneous cooperation), yaitu kerjasama
yang serta merta.
b. Kerjasama langsung (directed cooperation), yaitu kerjasama
yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa.
c. Kerjasama kontrak (contractual cooperation) , yaitu kerjasama
atas dasar tertentu.
d. Kerjasama tradisional (traditional cooperation), yaitu kerjasama
sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
Dalam impementasinya, ada 5 (lima) bentuk kerjasama yang
biasa dilaksanakan, antara lain :
a. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong.
b. Bargaining, yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran
15
barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
c. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-
unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam
suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari
terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.
d. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau
lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat
menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu
karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan
mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya.
Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya kooperatif.
e. Joint venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-
proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan
batubara, perfuman, perhotelan, dan sebagainya. Berdasarkan
pada hal tersebut, dalam penulisan ini teori
kerjasama digunakan sebagai pisau analisis untuk mengetahui
latar belakang jalinan kerjasama dan bentuk hubungan atau
keterpaduan antara pihak Densus 88/ AT Polri dengan DS/ATA
dalam upaya meningkatkan kemampuan personel Densus 88/ AT
Polri dalam menanggulangi aksi-aksi terorisme.
10. Teori Kompetensi (Sedarmayanti).11
Konsep kompetensi banyak dipergunakan sebagai aspek yang
dinilai berbagai organisasi baik perusahaan maupun organisasi non-profit
untuk merekrut personil. Menurut Sedarmayanti (2007) pengertian
kompetensi adalah :
a. Sebuah konsep umum yang memuat kemampuan mentransfer
keahlian dan kemampuan kepada situasi baru dalam wilayah
16
"Sedarmayanti. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung : Mandar Maju, 2007.
kerja. Menyangkut organisasi dan perencanaan pekerjaan,
inovasi dan mengatasi aktivitas rutin, kualitas efektivitas personil
yang dibutuhkan di tempat dalam berhubungan dengan rekan
kerja, manajer serta para pelanggan.
b. Kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
mengerjakan pekerjaan dengan baik.
c. Dimensi yang mempengaruhi kinerja.
d. Karakteristik personil yang dapat dihitung dan diukur secara
konsisten dapat dibuktikan untuk membedakan secara signifikan
antara kinerja efektif dengan yang tidak.
e. Bakat, sifat dan keahlian personil yang dapat dibuktikan dan
dihubungkan dengan kinerja yang efektif.
Adapun aspek-aspek kompetensi terdiri dari: Keterampilan yaitu
keahlian atau kecakapan karyawan dalam melakukan pekerjaan
dengan baik; pengetahuan yaitu kumpulan informasi yang dikuasai
secara sistematik oleh karyawan dalam bidang tertentu; dan nilai yaitu
kumpulan norma-norma yang menjadi dasar tindakan dan prilaku
personil dalam menjalani pekerjaannya. Keterampilan, pengetahuan dan
nilai lebih mudah dikenali, dua aspek kompetensi ini juga relatif mudah
dibentuk dan dikembangkan melalui proses belajar dan pelatihan.
Keterampilan dan pengetahuan memiliki penan penting yang secara
langsung dalam keberhasilan personil. Teori ini akan dioperasikan
untuk menjelaskan tentang keterampilan, pengetahuan dan sikap penlaku
yang harus dimiliki oleh personel Densus 88/AT Polri dalam
menanggulangi terorisme.
11. Teori Manajemen (George R. Terry).12
George R. Terry (2000) memberikan batasan bahwa manajemen
merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-
12George R. Terry. Pnnsip-Prinsip Manajemen. (Edisi bahasa Indonesia). (Bandung :
17
PT. Bumi Aksara, 2000).
tindakan perencanaan, pengorganisasian, mengerakkan dan
pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-
sasaran yang ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia
serta sumber-sumber lain. Manajemen dipahami sebagai suatu proses
yang sistematis dalam menjalankan kegiatan organisasi, yang meliputi
tindakan yang terdiri dari:
a. Perencanaan.
Untuk mencapai tujuan perlu direncanakan dengan tepat
siapa saja yang akan dilibatkan, kegiatan apa yang akan
dilaksanakan, fasilitas apa saja yang akan digunakan, ancaman-
ancaman apa yang mungkin akan dihadapi, peluang apa yang
akan dimanfaatkan, kapan kegiatan tersebut akan dimulai dan
kapan selesainya sehingga rangkaian kegiatan yang akan
dilaksanakan pada periode tertentu untuk mencapai kondisi
tertentu sudah jelas tersusun dengan baik
b. Pengorganisasian.
Setelah rencana tersusun dengan baik, maka disusunlah
pengorganisasian tugas dengan baik dan benar. Hal ini
dilakukan supaya dapat diketahui dengan jelas mengenai
pelaksana tugas, peran, wewenang dan tanggung jawab masing-
masing anggota sehingga tidak ada keraguan dalam bertindak.
c. Pelaksanaan.
Setelah tersusun organisasi yang benar dan tepat,
barulah dilaksanakan sesuai waktu yang tepat. Semua anggota
melaksanakan tugasnya sesuai perannya dengan berpedoman
pada rencana.
d. Pengendalian/pengawasan.
Pengendalian dilakukan untuk mengontrol anggota dalam
18
melaksanakan kegiatan. Apabila diantara mereka menyimpang dari
rencana, maka segera dikembalikan atau diarahkan sesuai
rencana, sehingga semua kegiatan akan mengarah pada tujuan
Dalam penulisan ini, teori manajemen di atas digunakan sebagai
pisau análisis untuk mengetahui sejauh mana fungsi manajerial
yang dilaksanakan dalam upaya mengoptimalkan kerjasama
penanggulangan terorisme terutama dalam hal kerjasama
pelatihan antara Densus 88/AT dengan DS/ATA yang diarahkan
guna penguatan kemampuan personel Densus 88/AT Polri.
12. Konsep manajemen strategik (Hadari Nawawi).13
Menurut Nawawi (2003), manajemen strategik merupakan
bagian kajian bidang ilmu manajemen yang memiliki dimensi waktu yang
jauh ke depan. Manajemen strategik diartikan sebagai suatu proses
kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan
menyeluruh, disertai cara melaksanakannya yang dibuat oleh
manajemen puncak dan di impelementasikan untuk mencapai tujuan.
Kegiatan-kegiatan dalam manajemen strategik meliputi : (1)
merumuskan misi, meliputi rumusan umum tentang makna keberdaan
(purpose) filosofi dan tujuan; (2) mengembangkan profil perusahaan atau
organisasi yang mencerminkan kondisi intemal dan kapabilitasnya; (3)
menilai lingkungan ekstemal, meliputi baik pesaing maupun faktor-faktor
kontekstual umum; (4) menganalísis opsi yang paling dikehendaki dengan
mengevaluasi setiap opsi yang ada; (5) memilíh seperangkat sasaran
jangka panjang dan starategi umum; (6) mengembangkan sasaran
tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka
panjang dan strategi umum yang dipilih; (7) mengimplementasikan pilihan
strategi dengan mengalokasikan sumber daya anggaran; dan (8)
mengevaluasi keberhasilan proses strategik sebagai masukan bagi
pengambilan keputusan yang akan datang.
19
Teori manajemen strategis dalam penulisan ini digunakan
sebagai pisau análisis dalam penyusunan visi, misi, tujuan, sasaran,
13 H. Hadan Nawawi. Manajemen Strategi. (Jakarta :SinarHarapan, 2003).
kebijakan, strategi dan upaya-upaya implementasi (action plan) dalam
mengoptimalkan kerjasama penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangaka revitalisasi Polri.
13. Konsep Analisa SWOT (Freddy Rangkuti).14
Menurut Freddy Rangkuti (2005), análisis SWOT merupakan
identifikasi berbagai faktor secara sistimatis untuk merumuskan strategi
perusahaan, analisis ini didasarkan logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan dan peluang, namun bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan dan ancaman.
Faktor kekuatan dan faktor kelemahan ini merupakan faktor
internal yang terdapat dalam suatu organisasi, sedangkan faktor
peluang dan ancaman merupakan faktor ekstemal yang dihadapi oleh
organisasi. Analisis SWOT merupakan instrumen yang ampuh dalam
melakukan analisis strategik, karena dengan menggunakan analisis ini
dapat memaksimalkan peranan faktor kekuatan dan memanfaatkan
peluang, dan sekaligus meminimalkan kelemahan yang terdapat
dalam internal organisasi, serta menekan dampak ancaman yang
mungkin timbul dan harus dihadapi. Jika para penentu strategi mampu
melakukan hal tersebut dengan tepat, maka upaya untuk menentukan
strategi yang efektif akan membuahkan hasil yang diharapkan.
Dalam penulisan Naskap ini, teori analisis SWOT sebagaimana
yang dikemukakan oleh Freddy Rangkuti, digunakan sebagai pisau
analisis untuk mengkaji dan menganalisa berbagai faktor yang
mempengaruhi baik faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan
20
maupun ekstemal berupa peluang dan kendala dalam penyusunan
upaya optimalisasi kerjasama penanggulangan terorisme guna
penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
14 Freddy Rangkuti. Análisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. (Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005).
BAB III
KONDISI KERJASAMA PENANGGULANGAN TERORISME SAAT INI
Apabila melihat perjalanan sejarah terorisme yang sebelumnya
muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap bentuk kepentingan yang :
dipaksakan,maka pasca tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat,
gerakan terorisme lebih menampilkan sosok gerakan radikalisme dengan
Kedok agama namun semuanya bermuara politik kekerasan. Sejumlah
kasus terorisme yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2000 sampai
dengan tahun 2012 ini merupakan peristiwa yang menjadi catatan kelam
bagi Indonesia.
Kasus-kasus terorisme yang terjadi di Indonesia antara lain
serangan Dom Atrium, bom Kedubes Filipina, rangkaian serangan bom
malam Natal 20O0, bom Bali 2002, bom Hotel Marriott 2003, bom Kuningan
2004, serangan bom yang kedua di Bali 2005, bom Hotel Ritz Charlton dan
Marriot pada tahun 2009, kasus penembakan anggota Polisi di Solo serta
yang terakhir kasus =0-1 di Beji Depok yang terjadi pada tanggal 8
September 2012.
Terjadinya peristiwa peledakan bom di beberapa wilayah di tanah
air tersebut merupakan salah satu modus pelaku terorisme yang telah
menjadi fenomena umum di berbagai negara. Berdasarkan data yang
ada, jumlah pelaku serangkaian pengeboman yang sudah diproses
secara hukum dapat digambarkan pada tabel berikut:
TABEL1
DATA PELAKU TERORISME DI INDONESIA (S/D NI El 2012)
NO PROSES HUKUM PELAKU JUMLAH KET1 TERSANGKA MD DI TKP (RAID) 712 PELAKU BUNUH DIRI 113 DIKEMBALIKAN KE KELUARGA 534 PROSES PENYIDIKAN 305 PROSES PERSIDANGAN 146 VONIS PENGADILAN 586
JUMLAH TOTAL 765Sumber data : Laporan Bulanan, Densus 88/AT Polri, Mei, 2012.
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa jumlah pelaku
terorisme
21
22
S a m p a i dengan Mei 2012 mencapai sekitar 765 pelaku. Jumlah ni
tentunya
terus akan bertambah mengingat masih ada indikasi terkait adanya
sindikat-sindikat jaringan pelaku teror yang masih belum dapat diungkap
yang akan terus menebar aksi teror dengan berbagai motif dan tujuan.
Adanya hal tersebut, merepresentasikan bahwa perkembangan terorisme
di Indonesia sudan semakin mengkhawatirkan sehingga perlu diwaspadai
dan diantisipasi seoptimal mungkin.
Dengan adanya perkembangan terorisme yang semakin menguat,
membuat Polri berpikir untuk membuat unit permanen yang berkualifikasi
dalam penanggulangan teror. Pada tahun 2003, Polri mulai membentuk
Detasemen Khusus (Densus) 88 untuk menjadi unit kontra teror utama milik
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Unit ini secara formal mulai
diaktifkan Dada bulan Maret 2004, Densus 88 pertama kali dibawah
pimpinan Brigjen Pranowo. Densus 88 sendiri memiliki akar mula dari
sebuah unit yang Desmama Anti Teror and Bomb (ATB), namun sejak
peristiwa bom Bali 2002, unit ini dikembangkan menjadi Densus 88 Anti
Teror. Densus 88/AT saat ini merupakan kesatuan yang berdiri sendiri dan
berada di bawah Kapolri. Sesuai dengan pasal 46 Perkap No. 21 tahun 2010
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada
Tingkat Mabes Poiri, Densus 88/AT Polri terdiri dari sub-sub detasemen,
antara lain :
1. Bidang Intelijen (Bidintelijen), yang terdiri dari : Subbidang Analisis
(Subbid Analis); Subbidang Surveillance (Subbid Surveillance);
Subbidang Direction Finder (Subbid DF); Subbidang Deteksi (Subbid
Detek); dan Subbidang Kontra Intel (Subbid Kontraintel);
2. Bidang Investigasi (Bidinvestigasi), yang terdiri dari : Subbidang
Pemeriksaan I (Subbid Riksa l);Subbidang Pemeriksaan II (Subbid
Riksa ll);Subbidang Pemeriksaan III (Subbid Riksa III); Subbidang
Pendanaan Teror (Subbid Danateror); dan Subbidang Nuklir, Biologi,
Kimia dan Radiologi (Subbid Nubikara);
23
3. Bidang Pencegahan (Bidcegah), yang terdiri dari : Subbidang
Pembinaan dan Penyuluhan (Subbid Binluh) dan Subbidang
Deradikalisasi (Subbid Deradikal);
4. Bidang Penindakan (Bidtindak), yang terdiri dari : Subbidang
Striking
Force I (Subbid SF I); Subbidang Striking Force II (Subbid SF II);
dan Subbidang Striking Force III (Subbid SF III);
5. Bidang Bantuan Operasi (Bidbanops), yang terdiri dari : Subbidang
Dukungan Teknis (Subbidduknis) dan Subbidang Pelatihan
(Subbidlat); dan
6. Satuan Tugas Wilayah (Satgaswil), yang terdiri dari : Unit Analisis
(Unitanalis) dan Unit Operasional (Unitopsnal).
Untuk mengetahui lebih jelas terkait struktur keorganisasian
Densus 88/AT Polri, maka dapat digambarkan sebagai berikut :
BAGAN 1
STRUKTUR ORGANISASI DENSUS 88/ AT POLRI
24
Berdasarkan pada bagan di atas, dalam masing-masing
subdetasemen srcapat unit-unit/subbidang yang menjadi fondasi
pendukung operasi Densus 88/ AT Polri. Dan untuk Bidtindak sendiri
adalah mencakup Subbid SF I; Subbid SF II; dan Subbid SF III, yang
mana pada saat ini diawaki oleh sekitar 3-5 personel dengan perincian
sebagai berikut:
TABEL 2
DATA PERSONIL BIDTINDAK DENSUS 88/AT POLRI
NO NAMA PANGKAT/NRP JABATAN KET1 Drs. AGUS PRANOTO, M.H KBP/67110289 KABID TINDAK2 DJOKO TRISNO WIDODO, S.IK AKBP/66050663 KASUBBID SF 23 CHRIST R. PUSUNG, S. IK KP/75120908 KASUBBID SF 1
25
4 PONCO ARDANI, SH KP/68060102 KAURMIN5 SAMIN PURWOKO AKP/62080992 PANIT 2 SF 16 SUDIHARTO, SH IPTU/76110314 PANIT 1 SF 17 NINO HERMANSYAH BRIPTU/86051165 BANIT 2 SF 18 MUH ARIEF ROHMANTO BRIPTU/86891134 BANIT 1 SF 19 ANDI SUDRAJAT BRIPDA/88080793 BANIT 2 SF 110 ANDIKA ELRASYA BRIPDA/89080418 BANIT 2 SF 111 SAYED IRHAM BRIPDA/89080471 BANIT 1 SF 112 DEKY FAUZAN SUGIARTO BRIPDA/91120122 BANIT 1 SF 213 FANDY SETYO, A.Md. BRIPDA/88120901 BANIT 1 SF 114 FARIZAL MAHRUF BRIPDA/91030201 BANIT 1 SF 115 MUHAMMAD NUR EKA SATRIA BRIPDA/91120103 BANIT 2 SF 116 ARIF DWI NUGROHO BRIPDA/91030196 BANIT 1 SF 217 TRI PUTRANTO ADI CAHYO BRIPDA/90120225 BANIT 1 SF 218 TRI SETYAWAN BRIPDA/91050245 BANIT 2 SF 119 NOVRYANSYAH S. BRIPDA/92060054 BANIT 1 SF 220 ANGGIT APRIYANTO BRIPDA/92040061 BANIT 2 SF 221 JULVITER BRIPDA/92090017 BANIT 1 SF 222 IMAN WAHYU P. BRIPDA/91050212 BANIT 1 SF 123 HENDRI SUGIYANTO BRIPDA/91010236 BANIT 1 SF 124 GATU OKTANDI BRIPDA/92100048 BANIT 1 SF 225 PRIYO SAPUTRO BRIPDA/91060288 BANIT 2 SF 126 IVAN FERLANDA HANYKA BRIPDA/92020055 BANIT 2 SF 227 EKO CIPTO P. BRIPDA/91090161 BANIT 2 SF 128 DIAN EFFENDI BRIPDA/91020196 BANIT 1 SF 229 REZKI RAHMADANI BRIPDA/91030228 BANIT 1 SF 230 ELIS ALOYSIUS BRIPDA/91050222 BANIT 2 SF 131 GHIFALDI MATRA WIBI BRIPDA/90040377 BANIT 1 SF 232 DEDET PESTA DESINDO BRIPDA/92060006 BANIT 2 SF 233 HADINATA KUSUMA BRIPDA/91030173 BANIT 1 SF 134 HERU PRASETYO L. BRIPDA/92120014 BANIT 1 SF 135 WAHID ASDIAN PUTRA BRIPDA/91120145 BANIT 2 SF 136 AGUS SUKARNO BRIPDA/92010070 BANIT 2 SF 1
Sumber data: Laporan Bulanan, Densus 88/AT Polri, Mei 2012.
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa baru ada 2 Subbid,
yang harusnya terdiri dari 3 Subbid dengan jumlah anggota secara
kuantitas pada saat ini adalah sekitar 36 orang yang terdiri dari 6 orang
perwira dan 30 orang Bintara. Adapun jika dilihat dari aspek kualitas,
kondisi saat ini menunjukan bahwa kemampuan dan keterampilan anggota
Bidtindak dalam menanggulangi aksi-aksi terorisme masih belum
sebagaimana yang diharapkan sehingga dalam pelaksanaan tugas
26
penindakan lebih banyak dilakukan oleh anggota dari Wanteror Gegana
Korps Brimob Polri
Berkenaan dengan kondisi tersebut, kini personel Bidtindak telah
secara intens dikutsertakan dalam berbagai pendidikan dan pelatihan
termasuk yang diselenggarakan atas kerjasama dan bantuan dari
pemerintah Amerika Serikat melalui DS/ATA. Sejak program ini dibentuk,
lebih dari 48.000 :ejabat keamanan dan penegak hukum yang berasal dari
lebih 141 negara telah memperoleh pelatihan antiterorisme. Bantuan yang
diberikan DS/ATA memiliki beberapa tujuan utama, antara lain : (1)
meningkatkan keterampilan antiterorisme dari negara-negara sahabat
dengan menyediakan pelatihan dan peralatan guna menghalangi dan
memerangi ancaman terorisme; (2) memperkuat hubungan bilateral
Amerika Serikat dengan pemerintah negara-negara sahabat lewat bantuan
konkret di bidang-bidang yang menjadi keprihatinan bersama; dan (3)
meningkatkan upaya melindungi HAM melalui pertukaran teknik-teknik
antiterorisme yang modern, manusiawi dan efektif.
Untuk di Indonesia sendiri, penyelenggaraan kerjasama dan bantuan
yang diberikan oleh DS/ATA telah dirumuskan dalam suatu MOU dengan
Kapolri. Dan kini DS/ATA secara intensif melatih anggota Polri khususnya
ang berasal dari Densus 88/AT dan Sat I Gegana Brimob terkait
kemampuan anti teror di Pusdik Reskrim Lemdiklat Polri di Megamendung,
Bogor, Jawa Barat serta dengan mengikuti program latihan NTOA (National
Tactical Officer Association) ke Amerika Serikat. Dengan adanya
kerjasama di bidang pelatihan ini diharapkan dapat semakin meningkatkan
kemampuan anggota Densus 88/AT Polri dalam menghadapi aksi-aksi
terorisme yang secara berulang terjadi di tanah air.
Namun demikian, kondisi yang ada saat ¡ni menunjukan bahwa
penyelenggaraan kerjasama dan pemberian bantuan dari DS/ATA ini
kurang dioptimalkan dan bahkan secara operasional hasil dari pelatihan-
pelatihan yang diberikan belum dapat diimplementasikan dengan baik. Hal
27
inilah yang kini terjadi di lapangan terutama pada pelaksanaan tugas
Bidtindak, dimana anggota yang sudah diikutsertakan dalam pelatihan
DS/ATA masih belum dapat bekerja secara maksimal sebagaimana
mestinya sehingga untuk saat ini lebih banyak dilibatkan sebatas untuk
melaksanakan tugas penjagaan dan pengawalan tersangka tindak pidana
terorisme.
Adanya kondisi ini diakibatkan masih adanya sejumlah kekurangan
dan permasalahan terutama yang menyangkut belum tepatnya fungsi
manajerial yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan kerjasama tersebut,
sebagaimana yang dapat digambarkan pada uraian berikut ini.
14. Aspek perencanaan kerjasama penanggulangan terorisme.
Perencanaan merupakan tahapan paling penting dari suatu
fungsi manajemen dan merupakan landasan yang dijadikan acuan
setiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan pada hal
tersebut, maka diperlukan adanya kemampuan yang optimal dalam
menyusun perencanaan sehingga dapat terukur dan tepat sasaran.
Perencanaaan bukan merupakan aktivitas individual, orientasi
masa kini, rutinitas, trial and error, dan terbatas pada pembuatan
rencana. Tapi, berorientasi masa depan, strategis, dan terhubung
pada tindakan. Kondisi yang terjadi saat ini menunjukan bahwa
perencanaan yang dirumuskan oleh Densus 88/AT Polri dalam
upaya menjalin kerjasama dengan. DS/ATA yang diarahkan guna
meningkatkan kemampuan dalam menanggulangi terorisme
dirasakan masih kurang optimal. Hal ini ditandai oleh kurangnya
kesiapan pihak Densus 88/AT dalam hal penyediaan personel yang
akan dilatih sehingga selama ini masih banyak personel yang
diajukan belum memenuhi kriteria yang telah ditetapkan DS/ATA.
Disamping itu, kondisi saat ini menggambarkan bahwa unit
28
Bidtindak belum memiliki konsep rencana aksi yang jelas dalam
mengoptimalkan hasil kerjasama pelatihan yang telah dilakukan
dengan pihak DS/ATA, dimana kecenderungan yang ada saat ini
bahwa personel yang telah dilatih belum sepenuhnya dapat
mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang
diperolehnya dalam pelaksanaan tugas penindakan pelaku terorisme
secara riil di lapangan.
15. Aspek pengorganisian kerjasama penanggulangan terorisme.
Pengorganisasian (organizing) merupakan suatu cara
pengaturan pekerjaan dan pengalokasian pekerjaan di antara para
anggota organisasi sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara
efisien. Pengorganisasian dilaksanakan guna mengetahui
pelaksanaan tugas, peran, wewenang dan tanggung jawab masing-
masing anggota.
Dalam penyelenggaraan suatu kerjasama, pengorganisasian
diperlukan dalam hal pembagian peranan masing-masing anggota
dalam pelaksanaan kerjasama yang dilaksanakan sehingga satu
sama lain dapat lebih memahami mekanisme dan sistem koordinasi
serta sistem pertanggung jawaban yang harus dilaksanakan.
Jika dikaitkan dengan pengorganisasian dalam hal kerjasama
penanggulangan terorisme antara Densus 88/AT Polri dengan
DS/ATA, kondisi yang terjadi saat ini menunjukan bahwa sudah ada
akta kesepakatan/MOU yang secara jelas mengatur peranan dan
kewajiban antara kedua belah pihak, antara lain :
a. Kewajiban Polri:
1) Polri hendaknya menyiapkan personel yang akan
dilatih menurut jumlah dan kriteria yang ditetapkan oleh
DS/ATA.
2) Polri hendaknya menyiapkan personel yang dapat
ditugaskan sebagai pengamat terhadap pelaksanaan
pelatihan dan bantuan.
3) Polri hendaknya menyiapkan lokasi yang akan dipakai
29
untuk pengembangan Program Pelatihan Lanjutan
DS/ATA.
b. Kewajiban DS/ATA :
1. DS/ATA telah membangun dan memelihara fasilitas pelatihan
anti teror di atas tanah Polri. Jika timbul suatu kebutuhan,
DS/ATA dapat membangun suatu fasilitas pendukung
pelatihan untuk pelatihan senjata khusus terseleksi di
suatu tempat yang ditentukan bersama.
2. DS/ATA menyediakan dana untuk pelatihan, termasuk
penginapan dan pengangkutan para Instruktur Amerika
Serikat, pengangkutan para siswa, pedoman pelatihan,
buku-buku, dan peralatan yang diperlukan.
3. DS/ATA bertanggung jawab atas biaya pengangkutan dan
pengawalan dan senjata-senjata, amunisi, bahan peledak dan
peralatan lainnya ke lokasi pelatihan dan sepanjang
berlangsungnya pelatihan. Poiri bertanggung jawab untuk
mengambil alih kepemilikan peralatan pelatihan secara
resmi pada akhir tiap kursus pelatihan dan hendaknya
bertanggung jawab atas pengangkutan peralatan tersebut ke
Polda-Polda yang akan menerima peralatan tersebut.
Berdasarkan butir-butir kesepakatan tersebut, telah disebutkan
secara jelas terkait peran dan kewajiban masing-masing pihak dalam
kerjasama yang dilaksanakan. Namun, dalam implementasinya di
lapangan masih ditemukan adanya sejumlah permasalahan yang
menyangkut pengorganisasian kerjasama tersebut, yang mana salah
satunya adalah sampai saat ini pihak Densus 88/AT Polri belum
menyiapkan personel yang ditunjuk untuk bertugas sebagai pengamat
terhadap pelaksanaan kerjasama antara kedua belah pihak sehingga
menjadikan kurangnya masukan-masukan yang dapat mendorong
maksimalnya kegiatan pelatihan yang sedang berjalan saat ini.
30
Disamping itu juga, kondisi yang ada saat ini menunjukan bahwa
Densus 88/AT Polri terkesan masih kurang memiliki inisiatif untuk
berkoordinasi dengan pihak DS/ATA terkait pemberian usulan akan jenis
dan materi-materi pelatihan yang harus diberikan kepada anggota Bidtindak
sesuai dengan yang dibutuhkan di lapangan dengan mengacu pada
perkembangan dinamika terorisme yang berlangsung saat ini.
16. Aspek pelaksanaan kerjasama penanggulangan terorisme.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa pelaksanaan kerjasama yang
dilakukan antara Polri dengan DS/ATA adalah dimaksudkan guna
meningkatkan kemampuan anti teror bagi personel Densus 88/AT Polri.
Berdasarkan pada hal tersebut, pihak Densus 88/AT telah menyiapkan dan
mengajukan personeinya yang akan dilatih. Dan untuk anggota Bidtindak
sendiri, pada saat ini sudah diikutsertakan dalam sejumlah pelatihan yang
dilaksanakan oleh DS/ATA. Adapun bentuk-bentuk pelatihan yang sudah
dilaksanakan serta jumlah peserta yang megikuti pelatihan dapat
digambarkan pada tabel di bawah ini:
TABEL 3
DATA PELATIHAN PERSONEL BIDTINDAK DENSUS 88/AT POLRI
NO WAKTU/TEMPAT JENIS PELATIHANJUMLAH
PESERTA KET
1 02 s.d. 14 Oktober 2011 di DS ATA Bogor
Forensic ExaminationCourse Gel 1
Amerika
17 personel
2 17s.d. 28 Oktober 2011 di DS ATA Bogor
Forensic ExaminationCourse Gel2
Amerika
17 personel
3 9 januari s.d. Pebruari 2012Di Pusdik Reskrim Megamendung
CRT Crisis Response Team 2
24 orang
3 27 Pebruari s.d. 9 Maret2012di Pusdik ReskrimMegamendung
Pelatihan Investigaron Terorist Activites Gel I
3 Personil
4 12 s.d. 22 Maret 2012 di Pusdik Reskrim Megamendung
Pelatihan Investigation Terorist Activites Gel II
1 Personil
Sumber data : Laporan Densus 88/AT Polri, 2012.
31
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa personel
Bidtindak Densus 88/AT Polri sudah diberikan pelatihan yang
jenisnya berupa Forensic Examination Course, CRT Crisis
Response dan Pelatihan Investigation Terorist Activites serta masih
banyak bentuk pelatihan lainnya dari DS/ATA yang belum diikuti oleh
anggota Bidtindak. Dengan adanya pelatihan yang diberikan, maka
kemampuan personel dalam melaksanakan tugas penindakan akan
lebih optimal. Namun demikian, dalam implementasinya di lapangan
menunjukan bahwa materi-materi yang diberikan dalam pelatihan
tersebut belum dapat diterapkan dengan baik, mengingat anggota
Bidtindak saat ini belum terjun secara langsung dalam melaksanakan
penindakan karena anggota hanya dilibatkan sebatas pelaksanaan
tugas penjagaan dan pengawalan, sementara dalam hal penindakan
lebih banyak dilakukan oleh Wanteror Gegana Korbrimob Polri.
Padahal, dalam Perkap No. 23 tahun 2011 tentang Prosedur
Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme disebutkan
secara jelas bahwa Bidtindak Densus 88/AT Polri adalah unsur
pelaksana utama di bawah Kadensus yang bertugas melakukan
penindakan terhadap pelaku terorisme sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal inilah yang menjadikan
kemampuan anggota Bidtindak selama ini belum terlatih dan terasah
dengan baik dalam menanggulangi kasus-kasus terorisme yang
terjadi, sehingga mengindikasikan bahwa adanya pemberian
bantuan pelatihan dari DS/ATA kurang dapat dimanfaatkan dan
belum memberi kontribusi secara nyata terhadap upaya
meningkatkan profesionalisme Densus 88/AT Polri dalam
memberantas aksi terorisme di Indonesia.
17. Aspek pengawasan dan pengendalian kerjasama
penanggulangan terorisme.
Agar pelaksanaan kerjasama dapat mencapai sasaran
sebagaimana tertuang dalam akta kesepakatan, maka wajib
dilakukan
32
pengawasan dan pengendalian secara berkala selama
pelaksanaan kegiatan kerjasama, dan menyampaikan laporan
secara berkala.
Kondisi yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa
pengawasan dan pengendalian terhadap kerjasama penanggulangan
terorisme yang dalam hal ini menyangkut kerjasama pelathan
dengan DS/ATA masih belum dijalankan sebagaimana mestinya. Hal
ini tergambar dari adanya indikator-indikator sebagai berikut:
a. Belum maksimalnya pengawasan secara langsung oleh
pimpinan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan dalam
rangka penyelenggaraan kerjasama sehingga belum dapat
dijadikan pedoman dalam proses analisa dan evaluasi guna
mengetahui keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan.
b. Belum adanya sistem pelaporan yang jelas dan terperinci
terkait hasil pelaksanaan kegiatan kerjasama dengan pihak
DS/ATA sehingga belum diketahui berbagai permasalahan
dan kendala yang dihadapi di lapangan.
c. Belum dilaksanakannya analisa dan evaluasi terhadap
pelaksanaan kerjasama dengan DS/ATA sebagai umpan
balik dan arahan untuk merumuskan rencana-rencana yang
akan dilakukan guna memaksimalkan kerjasama di antara
kedua belah pihak.
d. Belum adanya pengawasan terhadap kemampuan dan
peralatan yang diberikan dari DS/ATA dalam wujud
operasional di lapangan sehingga tidak bisa memberikan
masukan dan saran terhadap DS/ATA dalam peningkatan
bantuan pelatihan dan peralatan.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Berdasarkan análisis dan identifikasi penulis dengan menggunakan
analisis SWOT sebagaimana yang dikemukakan oleh Freddy Rangkuti
(2005), maka dapat diketahui situasi internal dan eksternal yang
mempengaruhi usaha-usaha Densus 88/AT Polri dalam mengoptimalkan
kerjasama guna penguatan kemampuan dalam rangka Revitalisasi Polri.
Dengan demikian dapat diketahui diagnosa mengenai kondisi lingkungan
internal yang diarahkan pada penilaian kekuatan dan kelemahan yang
ada serta yang akan terjadi, dan juga kondisi lingkungan eksternal yang
diarahkan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada dan yang
mungkin terjadi terhadap organisasi. Hal tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
18. Faktor Internal.
a. Kekuatan.
1) Adanya kebijakan pimpinan Polri melalui Grand
Strategi Polri dan Revitalisasi Polri untuk selalu
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan
pemberdayaan masyarakat dalam rangka turut serta
mencegah dan menanggulangi berbagai gangguan
keamanan yang terjadi.
2) Kuatnya komitmen dari pimpinan untuk meningkatkan
kualitas dan kompetensi anggota Densus 88/AT Polri
melalui pemberian kesempatan mengikuti pendidikan
dan pelatihan di bidang penanganan terorisme bagi
setiap anggota yang diselenggarakan secara internal
Polri maupun eksternal Polri di dalam dan luar negeri.
3) Adanya keinginan yang kuat dari setiap anggota
Densus 88/AT Polri termasuk anggota Bidtindak untuk
meningkatkan kemampuan dan kompetensinya dalam
rangka mewujudkan adanya pelaksanaan tugas-tugas
34
35
dalam penanganan terorisme yang handal dan
profesional.
4) Sudah adanya pusat pendidikan dan pelatihan anti teror
baik di Megamendung maupun di Semarang yang
dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga sudah
cukup representatif untuk dapat dijadikan sebagai tempat
pelatihan baik yang diselenggarakan secara internal oleh
Polri maupun melalui kerjasama dengan lembaga-
lembaga yang concern dalam penanggulangan terorisme.
b. Kelemahan.
1) Masih kurangnya perhatian yang diberikan oleh pimpinan
terhadap proses penyiapan kebutuhan sumber daya yang
diperlukan dalam penyelenggaraan kerjasama
penanggulangan terorisme.
2) Sebagian personil Bidtindak merupakan anggota baru
yang kurang berpengalaman dalam hal melaksanakan
tugas penindakan.
3) Masih kurangnya motivasi anggota untuk mengoptimalkan
bantuan kerjasama pelatihan yang telah diberikan
sehingga timbul kecenderungan bahwa sejauh ini anggota
masih kurang mampu mengaplikasikan materi-materi yang
diperoleh dari hasil pelatihan yang telah diikuti.
4) Masih rendahnya penguasaan anggota terhadap bahasa
asing terutama bahasa Inggris sehingga kurang mampu
menyerap dan memahami materi-materi pelatihan terkait
penanganan terorisme yang diberikan oleh pihak lembaga
asing termasuk DS/ATA yang notabene banyak
menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Inggris.
5) Masih kurangnya pengawasan terhadap proses dan
kegiatan-kegiatan kerjasama yang dilakukan sehingga
menjadikan masih adanya berbagai permasalahan-
permasalahan dan kendala-kendala di lapangan yang
36
belum ditindak lanjuti.
19. Faktor Eksternal.
a. Peluang.
1) Adanya perhatian yang besar dari berbagai elemen
masyarakat yang sangat antusias dalam mendukung
program-program dan upaya Polri dalam mencegah dan
menanggulangi berbagai aksi terorisme yang terjadi.
2) Adanya komitmen yang kuat dari pemerintah dalam
menangani masalah terorisme, yang mana hal ini terlihat
dari adanya berbagai regulasi yang diterbitkan oleh
pemeritah guna memberantas tindak pidana terorisme.
3) Adanya dukungan dan koordinasi yang baik dari lembaga-
lembaga yang juga memiliki peran dan kewajíban untuk
menangani aksi-aksi terorisme seperti unsur TNI dan
BNPT yang diarahkan dalam rangka mengusut tuntas
setiap tindak pidana terorisme yang terjadi.
4) Masih banyak dukungan dari negara luar yang
menawarkan bantuan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan anggota Densus 88/AT Polri dengan
membuka hubungan kerjasama di bidang pendidikan dan
latinan maupun memberikan bantuan dana, tenaga
pelatih, dan peralatan kepada Polri.
b. Ancaman.
1) Adanya kemajuan dibidang Teknologi Informasí yang
sangat pesat dimanfaatkan oleh para pelaku terorisme
untuk melakukan aksinya dengan menggunakan modus-
modus operandi yang rapi dan terorganisir sehingga sulit
untuk ditanggulangi karena belum sebanding dengan
kemampuan yang dimiliki Polri.
37
2) Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
keamanan yang kondusif dapat dirasakan masih
kurang, hal tersebut dapat terlihat dengan adanya
kelompok masyarakat tertentu yang terlibat dalam
aksi-aksi terorisme serta berupaya melindungi para
pelaku tindak pidana terorisme.
3) Masih adanya sikap antipati masyarakat terhadap
Densus 88/AT Polri yang dianggap sering melakukan
tindakan-tindakan yang melanggar HAM sehingga
kurang memberikan dukungan terhadap adanya
peningkatan kemampuan anggota Densu 88/AT Polri.
4) Adanya kekhawatiran dari sebagian anggota
masyarakat bahwa bantuan kerjasama yang diberikan
lembaga asing semata-mata karena ada tujuan dan
maksud tertentu yang dapat mengancam keselamatan
dan eksistensi kelompok masyarakat tertentu.
5) Adanya pemberitaan media dalam pelaksanaan
operasi penindakan yang menimbulkan opini negatif
di masyarakat dan juga dapat dimanfaatkan sebagi
pelajaran oleh para pelaku-pelaku terorisme dengan
melihat kegiatan operasi penindakan tersebut.
BABV
KONDISI KERJASAMA PENANGGULANGAN
TERORISME YANG DIHARAPKAN
Aktifitas teroris kini sudah semakin canggih dengan menggunakan
modus operandi yang beragam dan terorganisir sehingga sulit untuk
diungkap dan ditanggulangi. Untuk menyikapi hal tersebut, Polri sebagai
pihak yang memiliki peran sentral dalam penanggulangan terorisme kini
telah merumuskan berbagai upaya untuk menanggulangi aksi-aksi
terorisme yang terjadi termasuk melalui penyelenggaraan kerjasama di
bidang pendidikan dan pelatihan dengan DS/ATA yang diarahkan guna
meningkatkan kesiapan dan kemampuan Densus 88/AT sebagai satuan
khusus untuk penanggulangan terroris di Indonesia.
Untuk menjamin agar kerjasama di antara kedua belah pihak dapat
berjalan dengan optimal, maka diharapkan agar pihak Densus 88/AT dapat
melaksanakan suatu mekanisme kerjasama yang tepat, efektif dan eflsien
sebagaimana yang akan dijelaskan melalui pengkajian unsur-unsur
manajemen berikut ini.
20. Aspek perencanaan kerjasama penanggulangan terorisme.
Perencanaan merupakan proses dasar manajemen dalam
menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tertentu.
Langkah-langkah tersebut seperti menetapkan tujuan dan target,
merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target, menentukan
sumber-sumber daya yang diperlukan, serta menetapkan strandar
keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target yang telah
ditetapkan.
Adapun jika dikaitkan dengan penyelenggaraan kerjasama
antara Polri dengan DS/ATA dalam rangka meningkatkan
kemampuan Densus 88/AT tentunya diperlukan adanya suatu
perencanaan kerjasama yang matang baik dalam penyediaan
sumber daya maupun mekanisme kerjasama yang dilaksanakan.
Untuk itu, berdasarkan
38
39
kondisi yang ada saat ini, diharapkan agar kedepannya pihak
Densus 88/AT Polri dapat memiliki kesiapan yang lebih matang
dalam hal penyediaan personel yang akan diikutsertakan dalam
pelatihan sehingga setiap personel yang diajukan dapat memenuhi
kriteria/kualifikasi yang telah ditetapkan oleh DS/ATA.
Disamping itu, diharapkan agar unit Bidtindak dapat
merumuskan konsep rencana aksi yang jelas dalam mengoptimalkan
hasil kerjasama pelatihan yang telah dilakukan dengan pihak
DS/ATA, sehingga personel yang telah dilatih dapat diberikan
kesempatan untuk mengaplikasikan materi-materi yang diperolehnya
dalam pelaksanaan tugas-tugas di lapangan. Untuk itu maka
diharapkan agar dapat dirumuskan tujuan dan target-target kinerja
yang akan dicapai oleh Bidtindak dalam memberikan penindakan
terhadap para pelaku terorisme.
21. Aspek pengorganisasian kerjasama penangguiangan terorisme.
Sebagaimana diketahui bahwasannya adanya MOU
merupakan salah bentuk sistem pembagian peran dan kewenangan
masing-masing pihak yang menyelenggarakan kerjasama. Dengan
adanya MOU tersebut maka akan memberikan kejelasan aturan,
sistem koordinasi, dan sistem pertanggung jawaban yang harus
dijalankan oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan pada hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa
dengan adanya pembuatan MOU antara pihak Polri dengan
DS/ATA, menunjukan bahwa sudah adanya suatu sistem
pengorganisasian yang jelas dan terperinci. Namun demikian, tetap
diharapkan agar kedepannya baik pihak Polri maupun DS/ATA
dapat mengaktualisasikan isi kesepakatan yang tertuang dalam MOU
tersebut sehingga maksud dan tujuan dari kerjasama yang
dilakukan dapat tercapai dengan baik.
40
Untuk itu, díharapkan agar Densus 88/AT Polri dapat
memahami dan mengaplikasikan butir-butir kesepakatan dalam MOU
termasuk dengan menyiapkan personel yang ditunjuk untuk bertugas
sebagai pengamat terhadap penyelenggaraan kerjasama antara
kedua belah pihak, sehingga dapat berperan dalam memberikan
berbagai masukan yang dapat mendorong maksimalnya kegiatan
pelatihan dan bantuan yang sedang berjalan saat ini. Dengan adanya
pengamat yang ditugaskan maka dapat dengan mudah
mengidentifikasi berbagai hambatan dalam proses kerjasama yang
dílaksanakan untuk kemudian dilakukan upaya tindak lanjut berupa
perumusan solusi atas permasalahan dan hambatan-hambatan
tersebut.
Selain itu, díharapkan agar píhak Densus 88/AT Polri dapat
lebih proaktif dan memiliki inisíatif untuk senantiasa berkoordinasi
dengan pihak DS/ATA terkait pemberian usulan akan jenis-jenis dan
materi-materi pelatihan serta peralatan yang harus diberikan kepada
anggota Bidtindak sesuai dengan yang dibutuhkan di lapangan dengan
mengacu pada perkembangan dinamika terorisme yang terjadi.
Dengan demikian maka díharapkan pelatihan yang dílaksanakan akan
benar-benar efektíf dalam meningkatkan kemampuan dan
keterampilan anggota dalam mencegah dan menanggulangí aksi
terorisme.
22. Aspek pelaksanaan kerjasama penanggulangan terorisme.
Pemberian bantuan dan pelatihan yang dílaksanakan oleh
DS/ATA mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan anti
terorisme terhadap anggota Densus 88/AT Polri sebagai tulang
punggung penanggulangan terorisme di Indonesia. Pemberian
bantuan pengetahuan dan pelatihan juga dimaksudkan guna
41
meningkatkan keterampilan penegakan hukum, memberikan
dukungan peralatan, dan pemberian nasihat teknis dalam melakukan
penanganan terorisme. Adapun yang menjadi sasaran dari program
bantuan DS/ATA adalah untuk menyediakan pelatihan anti teror
yang profesional dengan
kurikulum yang komprehensif, informatif dan mudah dipahami.
Berdasarkan pada hal tersebut, penyelenggaraan kerjasama antara Poiri
dengan DS/ATA perlu untuk ditingkatkan sehingga dapat mencetak postur
personil Poiri yang memiliki standar performa kemampuan terbaik dalam
menangani kasus-kasus terorisme.
Salah satu indikator yang menunjukan berhasilnya kegiatan
pelatihan yang dilaksanakan oleh DS/ATA adalah umpan balik dari
peserta latihan berupa adanya kemampuan yang mumpuni dalam
mengaplikasikan berbagai materi yang diperoleh selama pelatihan. Adapun
kemampuan dasar yang diharapkan dapat dimiliki oleh anggota Bidtindak
Densus 88/AT Polri, antara lain :
a. Pertempuran Jarak Dekat (PJD)/Close Quarter battle.
b. Tembak Reaksi dan markmanships (keterampilan bersenjata).
c. Mobud (mobilitas udara).
d. Penetrasi gedung bertingkat
e. Penetrasi kendaraan roda dua.
f. penetrasi kendaraan roda empat.
g. Penetrasi Kereta Api.
h. Penetrasi Kapal Laut.
i. Penetrasi Pesawat Terbang.
j. VIP Protection.
k. Sharp Shooter (Penembak Tepat)
I. Breaching (pendobrakan mekanik, ballistik dan explosive).
m. Jibom (Penjinakan Bom).
n. WMD (Weapon Mass Destruction) I KBR (Kimia, Biologik, Radio
aktif)
42
o. Pertempuran Kota (Urban Walfare).
p. Pertempuran Hutan(Jungle Walfare).
q. Manajemen Komando Taktis.
r. Penanganan Pertama Kesehatan (Medical First Responder).
Agar setiap materi yang diperoleh dalam pelatihan yang telah
diikuti oleh anggota Bidtindak tersebut dapat diaplikasikan dengan
baik dan dapat secara efektif digunakan dalam menanggulangi aksi-
aksi terorisme yang terjadi, maka diharapkan agar setiap anggota
unit Bidtindak Densus 88/AT Polri yang telah dikutsertakan dalam
pelatihan dapat disiapkan sebagai Tim Penindak yang diberikan
tugas untuk melakukan serangkaian upaya penindakan terhadap
pelaku terorisme, yang dalam hal ini berupa kegiatan upaya paksa
yang meliputi penetrasi, pelumpuhan, penangkapan, penggeledahan
dan penyitaan barang bukti yang dilakukan berdasarkan bukti
permulaan yang cukup terhadap tersangka tindak pidana terorisme.
Dalam penyelenggaraan tugas-tugas tersebut juga diharapkan
agar dilakukanya evaluasi atau penilaian terahadap kinerja anggota
sehingga dapat diketahui sejauh mana anggota dapat menyerap dan
mengaplikasikan materi-materi pelatihan yang telah diperoleh. Hal
ini dimaksudkan guna mengetahui tingkat efektivitas dan
keberhasilan pelatihan yang telah dilaksanakan.
Dengan diterjunkannya anggota Bidtindak dalam pelaksanaan
tugas-tugas penindakan sebagaimana yang telah diatur dalam
ketentuan yang berlaku, maka diharapkan setiap anggota Bidtindak
Densus 88/AT Polri dapat memiliki talenta, berpendidikan, terlatih
serta berpengalaman di bidang penindakan terhadap pelaku
terorisme.
43
23. Aspek pengawasan dan pengendaiían kerjasama penanggulangan
terorisme.
Agar kerjasama yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan
sesuai dengan tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan,
maka diharapkan agar adanya suatu sistem pengawasan dan
pengendaiían yang menyeluruh terhadap seluruh proses kerjasama
yang dilaksanakan. Adapun pengawasan dan pengendalian
terhadap
penyelenggaraan kerjasama pelatihan dengan pihak DS/ATA
yang diharapkan, antara lain :
a. Maksimalnya pengawasan secara langsung oleh pimpinan
terhadap pelaksanaan program dan kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan kerjasama sehingga dapat dijadikan
pedoman dalam proses analisa dan evaluasi guna
mengetahui keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan.
b. Adanya sistem pelaporan yang jelas dan terperinci terkait
hasil pelaksanaan kegiatan kerjasama dengan pihak
DS/ATA agar dapat diketahui berbagai permasalahan dan
kendala yang dihadapi di lapangan.
c. Dilaksanakannya analisa dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kerjasama dengan DS/ATA sebagai umpan balik dan arahan
untuk merumuskan rencana-rencana yang akan dilakukan
guna memaksimalkan kerjasama di antara kedua belah pihak.
d. Unsur pimpinan dalam Bidtindak harus memahami ilmu-ilmu
bidang penindakan sehingga mampu mengawasi,
mengendalikan kegiatan anggota baik dalam latihan maupun
kegiatan operasi.
BAB VI
UPAYA OPTIMALISASI KERJASAMA
PENANGGULANGAN TERORISME
Dalam memformulasikan langkah-langkah upaya optimaliassi
kerjasama guna penanggulangan terorisme dapat dilakukan dengan
menerapkan langkah-langkah strategis, yang dimulai dengan
mendefinisikan visi, misi, menganalisis lingkungan intemal, menganalisis
lingkungan eksternal, memilih tujuan dan sasaran, mengembangkan
strategi, merinci dan mengimplementasikan rencana program,
mengumpulkan umpan balik dan menguji pengendalian. Semua langkah
ini dilakukan guna menjaga terhambatnya pelaksanaan kinerja dan
berjaga-jaga terhadap peluang dan permasalahan-peramasalahan yang
mungkin akan timbul di kemudian hari.
Dari penjelasan tersebut, untuk mengoptimalkan kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan Densus 88/AT
yang diarahkan dalam rangka revitalisasi Polri, maka dapat dirumuskan
langkah-langkah strategis sebagai berikut:
24. Visi dan Misi.
a. Visi.
“Terwujudnya sinergitas kerjasama penanggulangan
terorisme dengan berbagai pihak guna merujudkan
revitalisasi Polri dalam rangka penguatan kemampuan
Densus 88/AT Polri yang profesional."
b. Misi.
1) Merumuskan perencanaan yang matang dan terukur
sehingga dapat mendukung optimalnya kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi
Polri.
2) Mewujudkan sistem pengorganisasian yang efektif dan
efisien sehingga dapat mendukung optimalnya
45
46
kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan
Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
3) Merealisasikan dan mengimplementasikan kesepakatan
bersama yang telah dibuat guna mendukung optimalnya
kerjasama penanggulangan terorisme guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri
4) Meningkatkan kegiatan pengawasan dan pengendalian
sehingga dapat mendukung optimalnya kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan
Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
25. Tujuan.
a. Tersusunnya perencanaan yang matang dan terukur sehingga
dapat mengoptimalkan kerjasama penanggulangan terorisme guna
penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi
Polri.
b. Terwujudnya sistem pengorganisasian yang efektif sehingga
dapat mengoptimalkan kerjasama penanggulangan terorisme guna
penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi
Polri.
c. Teraktualisasikannya berbagai kesepakatan yang telah dibuat
sehingga dapat mengoptimalkan kerjasama penanggulangan
terorisme guna penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam
rangka revitalisasi Polri.
d. Terwujudnya pengawasan dan pengendalian yang objektif dan
menyeluruh sehingga dapat mengoptimalkan kerjasama
penanggulangan terorisme guna penguatan kemampuan Densus
88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
47
26. Sasaran.
a. Perencanaan kerjasama penanggulangan terorisme dapat
dirumuskan secara matang yang diarahkan guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
b. Pengorganisasian kerjasama penanggulangan terorisme
dapat dijalankan secara efektif yang diarahkan guna
penguatan kemampuan Densus 88/AT dalam rangka
revitalisasi Polri.
c. Pelaksanaan kerjasama penanggulangan terorisme dapat
berlangsung dengan baik yang diarahkan guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
d. Pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan
kerjasama penanggulangan terorisme dapat dilakukan secara
objektif dan menyeluruh yang diarahkan guna penguatan
kemampuan Densus 88/AT dalam rangka revitalisasi Polri.
27. Kebijakan.
a. Memenuhi kebutuhan sumber daya organisasi yang dapat
mendukung optimalnya penyelenggaran kerjasama dalam
penanggulangan terorisme.
b. Mengoptimalkan bantuan kerjasama yang teiah diberikan
guna semakin meningkatnya kualitas kinerja Densus 88/AT
Polri dalam menanggulangi terorisme.
c. Merumuskan dan mengaktualisasikan kesepakatan-
kesepakatan bersama antara para pihak yang terlibat dalam
kerjasama yang diarahkan guna mewujudkan adanya
keterpaduan dalam membentuk personel yang berkualítas
guna menanggulangi terorisme.
48
d. Meningkatkan kegiatan pengawasan dan evaluasi guna
meningkatkan efektivitas kerjasama penanggulangan
terorisme yang dilaksanakan.
28. Analisis dan perumusan strategi.
a. Analisa SWOT.
Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
sebagaimana yang telah diuraikan Bab IV dan kondisí yang
diharapkan Bab V, maka bentuk strategi dan upaya-upaya yang
akan dilakukan sebagai konsep-konsep pemecahan masalah
dianalisa dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kerjasama penanggulangan terorisme baík dari
aspek intemal berupa kekuatan (strength) dan kelemahan
(weakness) maupun dari aspek eksternal berupa peluang
(opportunities) dan ancaman (threat) dengan menggunakan
matrik SWOT15 sebagai berikut:
Faktor Intemal
Faktor Eksternal
Strength (S)
Identífikasí
KEKUATA
Weakness (W)
Identífikasí
KELEMAHAN
Opportunities (0)
Identífikasí
PELUANG
Strategi SO
Menggunakan
Kekuatan untuk
Menangkap
Peluang
Strategi WO
Mengatasi
kelemahan dengan
mengambil
peluang
Theart (T)
Identífikasí
ANCAMAN
Strategi ST
Menggunakan
kekuatan untuk
menghadapi
ancaman
Strategi WT
Meminimalkan
kelemahan dan
menghindarí
ancaman
Berdasarkan matrik di atas, dari kwadran bertemunya
49
bagian-bagian SWOT kemudian dijadikan sebagai acuan dalam
15 Matrik SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman (ekstemal) yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan (intemal) yang dimiliki. (Freddy Rangkuti. Análisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005).
merumuskan strategi yang sesuai dengan aspek-aspek SWOT
tersebut. Dengan mengacu pada matrik SWOT di atas, dapat
dirmuskan suatu strategi sebagai berikut:
1) Strategi SO : kekuatan - peluang (strength - opportunity).
Strategi ini menggunakan kekuatan yang ada pada
organisasi Densus 88/AT Polri untuk diberdayakan dalam
mengoptimalkan kerjasama penanggulangan terorisme
seperti kuatnya komitmen dari pimpinan Polri untuk
meningkatkan kualitas dan kompetensi anggota Densus
88/AT Polri melalui pemberian kesempatan mengikuti
pendidikan dan pelatihan di bidang penanganan terorisme
yang diselenggarakan secara internal Polri maupun
eksternal Polri di dalam dan luar negeri dengan
memanfaatkan peluang yang ada seperti adanya komitmen
yang kuat dari pemerintah dalam menangani masalah
terorisme dan masih banyak dukungan dari negara luar yang
menawarkan bantuan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan anggota Densus 88/AT Polri.
2) Strategi ST: kekuatan - ancaman (strength - threath).
Strategi ini digunakan untuk mengoptimalkan
kekuatan yang dimiliki oleh Densus 88/AT Polri dalam
menjalin kerjasama penanggulangan terorisme dengan pihak
DS/ATA yang diarahkan guna meminimalisir adanya berbagai
ancaman dari lingkungan eksternal. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa adanya kebijakan pimpinan Polri melalui
Grand Strategi Polri dan Revitalisasi Polri untuk selalu
50
meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan pemberdayaan
masyarakat dalam rangka turut serta mencegah dan
menanggulangi berbagai gangguan keamanan yang terjadi
serta adanya keinginan yang kuat dari setiap anggota
Densus 88/AT
Polri termasuk anggota Bidtindak untuk meningkatkan
kemampuan dan kompetensinya dalam rangka
mewujudkan adanya pelaksanaan tugas-tugas dalam
penanganan terorisme yang handal dan profesional
merupakan modal atau kekuatan yang dapat digunakan
untuk menghadapi atau menghindari ancaman-ancaman
yang ada melalui koordinasi dan komunikasi sehingga
adanya sikap antipati masyarakat terhadap Densus 88/AT
Polri serta pemberitaan media dalam pelaksanaan
operasi penindakan yang menimbulkan opini negatif di
masyarakat dapat diminimalisir.
3) Strategi WO : kelemahan - peluang (weakness -
opportunity).
Dengan mengenali dan memahami berbagai
kelemahan-kelemahan yang ada seperti masih kurangnya
perhatian yang diberikan oleh pimpinan terhadap proses
penyiapan kebutuhan sumber daya yang diperlukan dalam
penyelenggaraan kerjasama penanggulangan terorisme serta
adany sebagian personil Bidtindak yang merupakan anggota
baru yang kurang berpengalaman dalam hal melaksanakan
tugas penindakan, maka períu adanya peningkatan dengan
memberdayakan peluang-peluang yang ada seperti adanya
51
komitmen yang kuat dari pemerintah dalam menangani
masalah terorisme dan adanya dukungan dan koordinasi
yang baik dari lembaga-lembaga yang juga memiliki peran
dan kewajiban untuk menangani aksi-aksi terorisme seperti
unsur TNI dan BNPT serta dukungan dari negara luar yang
menawarkan bantuan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan anggota Densus 88/AT Polri.
4) Strategi WT :
Analisa starategi ini adalah mensiasati kelemahan yang
ada pada Densus 88 AT/Polri dengan cara menyiapkan
kebutuhan sumber daya yang dapat mendukung optimalnya
kerjasama penanggulangan terorisme di bidang pendidikan dan
pelatihan anti teror dengan DS/ATA dan mengatasi adanya
ancaman yang ada seperti dengan memaníapkan jalinan
kerjasama yang dilaksanakan sehingga dapat berkelanjutan
yang diarahkan agar Bidtindak Densus 88/AT dapat memiliki
kesiapan untuk melaksanakan penanggulangan terorisme dengan
profesional serta dengan meningkatkan dukungan instansi terkait
dan masyarakat guna ikut mewujudkan keberhasilan kerjasama
penanggulangan terorisme yang dilaksanakan antara Densus
88/AT Polri dengan DS/ATA.
b. Perumusan strategi.
Berdasarkan pada analisa SWOT di atas, diketahui bahwa kekuatan
internal yang dimiliki oleh Densus 88/AT Polri jauh lebih kecil apabila
dibandingkan dengan kelemahan yang ada, sedangkan peluang yang
tercipta cukup besar apabila dibandingkan dengan ancamanya.
Berkenaan dengan hal tersebut, strategi utama yang dapat dilakukan
52
adalah dengan konsolidasi ke dalam (internal), melalui penyiapan
kebutuhan sumber daya yang dapat mendukung penyelenggaraan
kerjasama penanggulangan terorisme baik sumber daya manusia
maupun sarana prasarana serta dengan mengoptimalkan kerjasama
(eksternal) yang dilakukan melalui sharing informasi, rapat koordinasi dan
analisa serta evaluasi.
Dengan demikian maka dapat dirumuskan beberapa strategi
sebagai cara dalam mengoptimalkan aspek perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan