isi

26
BAB I PEN D AHULUAN 1.1 Latar Belakang Limfa disebut juga getah bening, merupakan cairan tubuh yang tak kalah penting dari darah. Ada beberapa perbedaan antara limfa dengan darah. Di antaranya dapat dijelaskan di bawah ini. Cairan limfa berwarna kuning keputih-putihan yang disebabkan karena adanya kandungan lemak dari usus. Jika darah tersusun dari banyak sel-sel darah, maka pada limfa hanya terdapat satu macam sel darah, yaitu limfosit, yang merupakan bagian dari sel darah putih. Limfosit inilah yang akan menyusun sistem imunitas pada tubuh, karena dapat menghasilkan antibodi. Cairan limfa juga memiliki kandungan protein seperti pada plasma darah, namun pada limfa ini kandungan proteinnya lebih sedikit dan mengandung lemak yang dihasilkan oleh usus. Perbedaan lain juga terlihat pada pembuluh limfa. Berbeda dengan pembuluh darah, pembuluh limfa ini memiliki katup yang lebih banyak dengan struktur seperti vena kecil dan bercabang- cabang halus dengan bagian ujung terbuka. Dari bagian yang terbuka inilah cairan jaringan tubuh dapat masuk ke dalam pembuluh limfa. Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai [Type text] Page 1

Upload: dwi-herli-widya-tarigan

Post on 31-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limfa disebut juga getah bening, merupakan cairan tubuh yang tak kalah penting dari

darah. Ada beberapa perbedaan antara limfa dengan darah. Di antaranya dapat dijelaskan di

bawah ini. Cairan limfa berwarna kuning keputih-putihan yang disebabkan karena adanya

kandungan lemak dari usus. Jika darah tersusun dari banyak sel-sel darah, maka pada limfa

hanya terdapat satu macam sel darah, yaitu limfosit, yang merupakan bagian dari sel darah

putih. Limfosit inilah yang akan menyusun sistem imunitas pada tubuh, karena dapat

menghasilkan antibodi. Cairan limfa juga memiliki kandungan protein seperti pada plasma

darah, namun pada limfa ini kandungan proteinnya lebih sedikit dan mengandung lemak yang

dihasilkan oleh usus. Perbedaan lain juga terlihat pada pembuluh limfa. Berbeda dengan

pembuluh darah, pembuluh limfa ini memiliki katup yang lebih banyak dengan struktur

seperti vena kecil dan bercabang-cabang halus dengan bagian ujung terbuka. Dari bagian

yang terbuka inilah cairan jaringan tubuh dapat masuk ke dalam pembuluh limfa.

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan

imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu

pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang.

Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara

lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi

dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH),

histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan

LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi

primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Kelenjar getah bening (kelenjar

limfe) termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar ini

mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-kuman / bakteri-bakteri

yang masuk kedalam tubuh dan barier pula untuk sel – sel tumor ganas (kanker).Limfadenitis

merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis

(TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh

basil tuberculosis.

Page 1

Page 2: Isi

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari limfoma dan limfadenitis ?

1.2.2 Apa klasifikasi dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.3 Bagaimana etiologi dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.5 Apa gejala dan tanda dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.6 Bagaimana pemeriksaan fisik dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.7 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.9 Apa komplikasi dari limfoma dan limfadenitis?

1.2.10 Apa prognosa dari limfoma dan limfadenitis?

1.3 Tujuan

Mengetahui definisi dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui etiologi dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui patofisiologi dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui gejala dan tanda dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui pemeriksaan fisik dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui pemeriksaan penunjang dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui penatalaksanaan dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui prognosa dari limfoma dan limfadenitis

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah :

Mahasiswa diharapkan mendapat ilmu baru mengenai limfoma dan limfadenitis

Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui etiologi ,patofisiologi, faktor resiko

dari limfoma dan limfadenitis

Mahasiswa diharapkan mengetahui komplikasi,penatalaksanaan dari limfoma dan

limfadenitis

Page 2

Page 3: Isi

BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO 3

BENJOLAN DI LEHER

Seorang laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan benjolan dileher sebelah kanan

yang telah dialami sejak 1 tahun ini dan semakin lama semakin besar. Benjolan tidak

disertai dengan nyeri. Penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan dialami selama

1 tahun ini, berat badan turun 15 kg dalam satu tahun ini. Suara serak, telinga berdengung

dan gangguan menelan tidak dijumpai. Status present : Sensorium Compos Mentis, TD

120/80 mmHg, Nadi 76 x/ 1 reguler, RR 20 x/ 1, T 37,0 C. Pada pemeriksaan fisik

dijumpai conjuntiva palpebra inferior pucat, masa di regio colli dextra, diameter ± 5 cm,

batas tidak tegas, immobal, nyeri tekan tidak ada (-). Oleh dokter, pasien dianjurkan untuk

dilakukan pemeriksaan biopsi aspirasi.

Learning Object

Mahasiswa Mampu , Mengetahui Limfoma dan Limfadenitis

Definisi

Klasifikasi

Etiologi

Patofisologi

Gejala dan tanda

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan

Prognosa

Komplikasi

Page 3

Page 4: Isi

2.1 Limfoma

2.1.1 Definisi Limfoma

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari

sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga

muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem

limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis

limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).

2.1.2 Klasifikasi Limfoma

Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH)

dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip.

Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH

ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.

A .  Limfoma Non-Hodgkin

Dapat bersifat indolen (low grade), hingga progresif (high grade). Pada LNH

indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening),

tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang.

Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,

menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan

keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di

perut. Stadium limfoma maligna. Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan

dalam 4 stadium. Stadium I dan II  sering dikelompokkan bersama sebagai

stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama

sebagai stadium lanjut.

B. Limfoma Hodgkin

Terbagi atas 4 jenis, yaitu: 

a. Nodular Sclerosing limfosit

b. Mixed cellularity

c. Rich limphocyte

d. Limphocyte depletio

Page 4

Page 5: Isi

LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di

mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi

metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak

lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering

metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan

NHL.

2.1.3 Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor

keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-

cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan

toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).

2.1.4 Patofisiologi

Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan

organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau

diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara fisik dapat

timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).

Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam,

keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua

benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma.

Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau

mungkin tuberkulosis limfa.Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana

suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di

bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul

berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.

Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain:

1.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC

2.Sering keringat malam

3.Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan

Page 5

Page 6: Isi

2.1.5 Gejala dan Tanda

Gejala klinis dan tanda dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut : 

1.      Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran

kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher,

ketiak atau pangkal paha)

2.      Demam 

3.      Sering keringat malam

4.      Penurunan nafsu makan 

5.      Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)

6.      Kelemahan, keletihan

7.      Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai

sumsum tulang secara difus 

2.1.6 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha. Pada Limfoma secara

fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada

leher, ketiak atau pangkal paha). Inspeksi , tampak warna kencing campur darah,

pembesaran suprapubic bila tumor sudah besar. Palpasi, teraba tumor masa suprapubic,

pemeriksaan bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general

anestesi baik waktu VT atau RT.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang

terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi

Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum

tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan

contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis

biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu : 

1.      Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang

membesar. 

2.      Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan

jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap

pengobatan.

Page 6

Page 7: Isi

3.      Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk

melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

2.1.8 Prognosa

Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan hidup

lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit limfoma

maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan dengan radioterapi. Dengan

khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas

mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan. 

2.1.9 Penatalaksanaan

Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit

dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor

penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan

radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan

sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan

radioterapi. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma maligna terutama

hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.

1. Radiasi

a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal

b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi

c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation

d. Untuk stadium IV secara total body irradiation

2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV

Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi.

Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.

COP (Untuk limfoma non Hodgkin)

C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I

O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I

P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off

MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)

Page 7

Page 8: Isi

M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8

O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII

P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV

P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV

Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan tumor

keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan

pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati

yang bukan merupakan ancaman. 

1.      Radioterapi

Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi

dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang

tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local

untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang

menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit

mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis. Pada pasien dengan limfoma

keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis

rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi. 

2.      Khemoterapi 

a.       Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau

intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma

maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit

tingkat lanjut. 

b.      Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan

prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau

sedang berdasakan stadiumnya. 

2.1.10 Komplikasi

Page 8

Page 9: Isi

Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan

penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan

dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,

stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang

paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari

kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.

Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan

pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.

Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi

adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.

2.2 Limfadenitis

2.2.1 Defenisi

Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi

primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Kelenjar getah bening

(kelenjar limfe) termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh

tubuh. Kelenjar ini mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-

kuman / bakteri-bakteri yang masuk kedalam tubuh dan barier pula untuk sel – sel

tumor ganas (kanker).

2.2.2 Klasifikasi

1.      Limfadenitis Nonspesifik Akut

Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang

mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terrjadi infeksi

bakteri atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar

yang memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan

oleh organisme piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan

infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami

nekrosis sehingga terbentuk abses. Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah

bening akan kembali tampak normal atau terjadi pembentukan jaringan parut

apabila dekstruktif.

2.      Limfadenitis Nonspesifik Kronik

Page 9

Page 10: Isi

Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel,

hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus. Hiperplasia folikel

berkaitan dengan infeksi atau proses proses peradangan yang mengaktifkan sel B.

Sel B dalam berbagai tahap diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum

besar yang bulat atau oblong (folikel sekunder). Hiperplasia limfoid parakorteks

ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar getah bening. Sel T

parafolikel mengalami proliferasi dan transformasi menjadi imunoblas yang

mungkin menyebabkan lenyapnya folikel germinativum.

2.2.3 Etiologi

Limfadenitis hampir selalu dihasilkan dari sebuah infeksi, yang kemungkinan

disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, ricketsia, atau jamur. Ciri khasnya, infeksi

tersebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung, atau

mata atau dari beberapa infeksi seperti infectious mononucleosis, infeksi

cytomegalovirus, infeksi streptococcal, tuberkulosis, atau sifilis. Infeksi tersebut bisa

mempengaruhi kelenjar getah bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh.

Streptococcus dan bakteri Staphylococcal adalah penyebab paling umum dari

limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat

menginfeksi kelenjar getah bening. Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di

seluruh tubuh termasuk mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan

brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan

oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon

tubuh terhadap infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan

kelemahan.

2.2.4 Patofisiologi

Suatu cairan disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik dan

mmebawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. limfosit ini merupakan sel-sel

dari system imun yang membantu tubuh melawan penyakit. Terdapat 2 tipe utama

limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B, karena cairan limfe tidak mengandung sel

darah merah maka ia berwarna putih.

Pembuluh limfatik melalui kelenjar getah bening, kelenjar getah bening berisi sejumlah

besar limfosit dan bertindak sebagai penyaring menangkap organisme yang

menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus. Kelenjar getah bening cenderung

Page 10

Page 11: Isi

bergerombol dalam suatu kelompok sebagai contoh tardapat sekelompok besar di

ketiak, dileher dan lipat.pangkal paha.

Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat

sering membesar dan nyeri. hal berikut ini terjadi sebagai contoh jika seseorang dengan

sakit leher mengalami “pembengkakan kelenjar” di leher. cairan limfatik dari

tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana organisme

penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh

lainnya.

2.2.5 Gejala dan Tanda

Tanda dan gejala Limfadenitis yang mungkin timbul:

Kelenjar getah bening bengkak

Kelenjar getah bening yang keras

Kulit yang merah di atas kelenjar getah bening

Nyeri tekan pada kelenjar getah bening

Demam

Keringat Malam, penurunan berat badan

Rasa lelah dan nyeri sendi

2.2.6 Pemeriksaan Fisik

Karakteristik dari kelenjar getah bening:

Kelenjar getah bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening

harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,

kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan,

Apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha

>1,5cm dikatakan abnormal).

Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.

Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti

karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;

fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.

Penempelan: beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan bergerak

bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis keganasan.

Page 11

Page 12: Isi

Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela

dan mononukleosis.

Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri

dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya

nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat

digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan

infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenitis

disebabkan keganasan, tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat

digerakkan (terikat dengan jaringan di bawahnya).

Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan mingguan-bulanan,

walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis,

dan dapat pecah

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran,

bentuk, dan gambaran mikronodular.

2. Biopsi

Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan

operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah

bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 %

dan spesifisitas 95 %. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi

indikasi untuk dilaksanakan biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat

tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.

3. Kultur

Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang

membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk

memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.

4. CT Scan

CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar

tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda.

Page 12

Page 13: Isi

Sebelum mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui IV di

pembuluh darah Anda agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat

mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda.

Dokter dapat menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis.

2.2.8 Penatalaksanaan

Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.

Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya

dan tidak membutuhkan pengobatan apa pun selain dari observasi. Kegagalan untuk

mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy

kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang

mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah

besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.

Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,

walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat berlangsung mingguan. Pengobatan

pada infeksi kelenjar getah bening oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10

hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali

sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat diberikan

cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15

mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.

Untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab limfadenitis tersebut maka perlu

dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti biopsi dan kultur.

Penetalaksanaan di sesuai dari penyabap tersebut adalah :

a.       Jika disebabkan oleh infeksi bakteri maka dengan pemberian atibiotik-biotic oral

10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin dosis : 25

Page 13

Page 14: Isi

mg/kgBB 4 kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan

penicillin dapat diberikan cephalexin dengan dosis : 25 mg/kgBB(dosis maksimal

500 mg) 3 kali sehari atau erythromycin 15 mg/kgBB (dosis maksimal : 500 mg)

3 kali sehari.

b.      Bila disebabkan oleh virus maka cukup dengan istirahat dan diberikan vitamin

untuk meningkatakan imunitas tubuh.

c.    Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka diberikan

obat anti tuberculosis selama 9-12 bulan. limfadenitis TB kedalam TB di luar paru

dengan paduan obat 2RHZE/10RH

2.2.9 Prognosa

Baik jika segera ditangani dengan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi yang

lebih lain, analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol rasa sakit, anti-inflamasi

obat untuk mengurangi peradangan, kompres untuk mengurangi peradangan dan nyeri.

Infeksi dapat dikendalikan dalam 3-4 hari.

Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan pengobatan yang

tepat. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.

Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan

untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab

infeksi. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia.

2.2.10 Komplikasi

1. Pembentukan abses

Page 14

Page 15: Isi

Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi

bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi

infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan

dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh

dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan

bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang

membentuk nanah,yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini,

maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di

sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses.

2. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)

Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa,

yang ditemukan berhubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai.

3. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)

Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening,

padat/keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah

terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses

tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh

karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan

penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap

individual.

BAB III

PENUTUP

Page 15

Page 16: Isi

3.1 Kesimpulan

Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam

kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau

akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).

Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin

(PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip.

Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH

ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.

Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari

lesi primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Peradangan  kelenjar terjadi

karena adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi

kronis, di kelenjar terjadi nekrosis.

Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari

limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat

menginfeksi kelenjar getah bening. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan

kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel

darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles

keringat, nadi cepat, dan kelemahan.

3.2 Saran

Mengetahui definisi dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui etiologi dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui patofisiologi dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui gejala dan tanda dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui pemeriksaan fisik dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui pemeriksaan penunjang dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui penatalaksanaan dari limfoma dan limfadenitis

Mengetahui prognosa dari limfoma dan limfadenitis

DAFTAR PUSTAKA

Page 16

Page 17: Isi

  Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (2007). Penerbit Erlangga,

Jakarta, Hal: 86

  Limfadenitis. Available at: PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia 2006. Indah Offset Citra Grafika, 2006. In site

http://www.scribd.com/doc/81071297/Limfadenitis-Tuberkulosis. Accessed on Mei 26th,

2013.

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius

Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa:

Erlangga

Sudoyono dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Tierney, Lawrence M., et al. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2.

Jakarta: Salemba Medika. 2003.

Page 17