isi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limfa disebut juga getah bening, merupakan cairan tubuh yang tak kalah penting dari
darah. Ada beberapa perbedaan antara limfa dengan darah. Di antaranya dapat dijelaskan di
bawah ini. Cairan limfa berwarna kuning keputih-putihan yang disebabkan karena adanya
kandungan lemak dari usus. Jika darah tersusun dari banyak sel-sel darah, maka pada limfa
hanya terdapat satu macam sel darah, yaitu limfosit, yang merupakan bagian dari sel darah
putih. Limfosit inilah yang akan menyusun sistem imunitas pada tubuh, karena dapat
menghasilkan antibodi. Cairan limfa juga memiliki kandungan protein seperti pada plasma
darah, namun pada limfa ini kandungan proteinnya lebih sedikit dan mengandung lemak yang
dihasilkan oleh usus. Perbedaan lain juga terlihat pada pembuluh limfa. Berbeda dengan
pembuluh darah, pembuluh limfa ini memiliki katup yang lebih banyak dengan struktur
seperti vena kecil dan bercabang-cabang halus dengan bagian ujung terbuka. Dari bagian
yang terbuka inilah cairan jaringan tubuh dapat masuk ke dalam pembuluh limfa.
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu
pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang.
Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara
lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi
dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH),
histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan
LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Kelenjar getah bening (kelenjar
limfe) termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar ini
mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-kuman / bakteri-bakteri
yang masuk kedalam tubuh dan barier pula untuk sel – sel tumor ganas (kanker).Limfadenitis
merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis
(TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh
basil tuberculosis.
Page 1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari limfoma dan limfadenitis ?
1.2.2 Apa klasifikasi dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.3 Bagaimana etiologi dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.5 Apa gejala dan tanda dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan fisik dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.7 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.9 Apa komplikasi dari limfoma dan limfadenitis?
1.2.10 Apa prognosa dari limfoma dan limfadenitis?
1.3 Tujuan
Mengetahui definisi dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui etiologi dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui patofisiologi dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui gejala dan tanda dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui pemeriksaan fisik dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui pemeriksaan penunjang dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui penatalaksanaan dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui prognosa dari limfoma dan limfadenitis
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah :
Mahasiswa diharapkan mendapat ilmu baru mengenai limfoma dan limfadenitis
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui etiologi ,patofisiologi, faktor resiko
dari limfoma dan limfadenitis
Mahasiswa diharapkan mengetahui komplikasi,penatalaksanaan dari limfoma dan
limfadenitis
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO 3
BENJOLAN DI LEHER
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan benjolan dileher sebelah kanan
yang telah dialami sejak 1 tahun ini dan semakin lama semakin besar. Benjolan tidak
disertai dengan nyeri. Penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan dialami selama
1 tahun ini, berat badan turun 15 kg dalam satu tahun ini. Suara serak, telinga berdengung
dan gangguan menelan tidak dijumpai. Status present : Sensorium Compos Mentis, TD
120/80 mmHg, Nadi 76 x/ 1 reguler, RR 20 x/ 1, T 37,0 C. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai conjuntiva palpebra inferior pucat, masa di regio colli dextra, diameter ± 5 cm,
batas tidak tegas, immobal, nyeri tekan tidak ada (-). Oleh dokter, pasien dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan biopsi aspirasi.
Learning Object
Mahasiswa Mampu , Mengetahui Limfoma dan Limfadenitis
Definisi
Klasifikasi
Etiologi
Patofisologi
Gejala dan tanda
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan
Prognosa
Komplikasi
Page 3
2.1 Limfoma
2.1.1 Definisi Limfoma
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem
limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis
limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).
2.1.2 Klasifikasi Limfoma
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH)
dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip.
Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH
ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
A . Limfoma Non-Hodgkin
Dapat bersifat indolen (low grade), hingga progresif (high grade). Pada LNH
indolen, gejalanya dapat berupa: pembesaran KGB (Kelemjar Getah Bening),
tidak nyeri, dapat terlokalisir atau meluas, dan bisa melibatkan sum-sum tulang.
Pada LNH progresif, terdapat pembesaran KGB baik intra maupun extranodal,
menimbulkan gejala "konstitusional" berupa : penurunan berat badan, febris, dan
keringat malam, serta pada limfoma burkitt, dapat menyebabkan rasa penuh di
perut. Stadium limfoma maligna. Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan
dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering dikelompokkan bersama sebagai
stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV dikelompokkan bersama
sebagai stadium lanjut.
B. Limfoma Hodgkin
Terbagi atas 4 jenis, yaitu:
a. Nodular Sclerosing limfosit
b. Mixed cellularity
c. Rich limphocyte
d. Limphocyte depletio
Page 4
LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di
mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi
metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih bersifat tidak
lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen, dan sering
metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan, sama saja dengan
NHL.
2.1.3 Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor
keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-
cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan
toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
2.1.4 Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan
organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau
diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara fisik dapat
timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam,
keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua
benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma.
Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau
mungkin tuberkulosis limfa.Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana
suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di
bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul
berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.
Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain:
1.Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC
2.Sering keringat malam
3.Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan
Page 5
2.1.5 Gejala dan Tanda
Gejala klinis dan tanda dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher,
ketiak atau pangkal paha)
2. Demam
3. Sering keringat malam
4. Penurunan nafsu makan
5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
6. Kelemahan, keletihan
7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
2.1.6 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha. Pada Limfoma secara
fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha). Inspeksi , tampak warna kencing campur darah,
pembesaran suprapubic bila tumor sudah besar. Palpasi, teraba tumor masa suprapubic,
pemeriksaan bimanual teraba tumor pada dasar buli-buli dengan bantuan general
anestesi baik waktu VT atau RT.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang
terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi
Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum
tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan
contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis
biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
Page 6
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
2.1.8 Prognosa
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan hidup
lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit limfoma
maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan dengan radioterapi. Dengan
khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi yang tersebar luas
mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat disembuhkan.
2.1.9 Penatalaksanaan
Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyakit
dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor
penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan
radioterapi. Akhir-akhir ini angka harapan hidup 5 tahun meningkat dan bahkan
sembuh berkat manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan
radioterapi. Peranan pembedahan pada penatalaksanaan limfoma maligna terutama
hanya untuk diagnosis biopsi dan laparotomi splenektomi bila ada indikasi.
1. Radiasi
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation
2. Kemoterapi untuk stadium III dan IV
Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi.
Kemoterapi yang sering dipakai adalah kombinasi.
COP (Untuk limfoma non Hodgkin)
C : Cyilopkosphamide 800 mg/m2 hari I
O : Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d VII lalu tapering off
MOPP (untuk Limfoma Hodgkin)
Page 7
M : Nitrogen Mustrad 6 mg/m2 hari 1 dan 8
O : Oncovin 1,4 mg/m2 hari I dan VIII
P : Prednison 60 mg/m2 hari I s/d XIV
P : Procarbazin 100 mg/m2 hari I s/d XIV
Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan tumor
keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati
yang bukan merupakan ancaman.
1. Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi
dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang
tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local
untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang
menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit
mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis. Pada pasien dengan limfoma
keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis
rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi.
2. Khemoterapi
a. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau
intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma
maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit
tingkat lanjut.
b. Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau
sedang berdasakan stadiumnya.
2.1.10 Komplikasi
Page 8
Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan
penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan
dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum tulang,
stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang
paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan
pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.
Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi
adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia.
2.2 Limfadenitis
2.2.1 Defenisi
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Kelenjar getah bening
(kelenjar limfe) termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh
tubuh. Kelenjar ini mempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-
kuman / bakteri-bakteri yang masuk kedalam tubuh dan barier pula untuk sel – sel
tumor ganas (kanker).
2.2.2 Klasifikasi
1. Limfadenitis Nonspesifik Akut
Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang
mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terrjadi infeksi
bakteri atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar
yang memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan
oleh organisme piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan
infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami
nekrosis sehingga terbentuk abses. Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah
bening akan kembali tampak normal atau terjadi pembentukan jaringan parut
apabila dekstruktif.
2. Limfadenitis Nonspesifik Kronik
Page 9
Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel,
hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus. Hiperplasia folikel
berkaitan dengan infeksi atau proses proses peradangan yang mengaktifkan sel B.
Sel B dalam berbagai tahap diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum
besar yang bulat atau oblong (folikel sekunder). Hiperplasia limfoid parakorteks
ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar getah bening. Sel T
parafolikel mengalami proliferasi dan transformasi menjadi imunoblas yang
mungkin menyebabkan lenyapnya folikel germinativum.
2.2.3 Etiologi
Limfadenitis hampir selalu dihasilkan dari sebuah infeksi, yang kemungkinan
disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, ricketsia, atau jamur. Ciri khasnya, infeksi
tersebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung, atau
mata atau dari beberapa infeksi seperti infectious mononucleosis, infeksi
cytomegalovirus, infeksi streptococcal, tuberkulosis, atau sifilis. Infeksi tersebut bisa
mempengaruhi kelenjar getah bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh.
Streptococcus dan bakteri Staphylococcal adalah penyebab paling umum dari
limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat
menginfeksi kelenjar getah bening. Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di
seluruh tubuh termasuk mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan
brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan
oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon
tubuh terhadap infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan
kelemahan.
2.2.4 Patofisiologi
Suatu cairan disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik dan
mmebawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. limfosit ini merupakan sel-sel
dari system imun yang membantu tubuh melawan penyakit. Terdapat 2 tipe utama
limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B, karena cairan limfe tidak mengandung sel
darah merah maka ia berwarna putih.
Pembuluh limfatik melalui kelenjar getah bening, kelenjar getah bening berisi sejumlah
besar limfosit dan bertindak sebagai penyaring menangkap organisme yang
menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus. Kelenjar getah bening cenderung
Page 10
bergerombol dalam suatu kelompok sebagai contoh tardapat sekelompok besar di
ketiak, dileher dan lipat.pangkal paha.
Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat
sering membesar dan nyeri. hal berikut ini terjadi sebagai contoh jika seseorang dengan
sakit leher mengalami “pembengkakan kelenjar” di leher. cairan limfatik dari
tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana organisme
penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh
lainnya.
2.2.5 Gejala dan Tanda
Tanda dan gejala Limfadenitis yang mungkin timbul:
Kelenjar getah bening bengkak
Kelenjar getah bening yang keras
Kulit yang merah di atas kelenjar getah bening
Nyeri tekan pada kelenjar getah bening
Demam
Keringat Malam, penurunan berat badan
Rasa lelah dan nyeri sendi
2.2.6 Pemeriksaan Fisik
Karakteristik dari kelenjar getah bening:
Kelenjar getah bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,
kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan,
Apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear > 0,5cm dan lipat paha
>1,5cm dikatakan abnormal).
Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan: beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis keganasan.
Page 11
Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela
dan mononukleosis.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri
dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya
nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat
digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan
infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenitis
disebabkan keganasan, tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat
digerakkan (terikat dengan jaringan di bawahnya).
Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan mingguan-bulanan,
walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis,
dan dapat pecah
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran,
bentuk, dan gambaran mikronodular.
2. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan
operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah
bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 %
dan spesifisitas 95 %. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi
indikasi untuk dilaksanakan biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.
3. Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang
membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk
memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.
4. CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar
tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda.
Page 12
Sebelum mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui IV di
pembuluh darah Anda agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat
mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda.
Dokter dapat menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis.
2.2.8 Penatalaksanaan
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya
dan tidak membutuhkan pengobatan apa pun selain dari observasi. Kegagalan untuk
mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy
kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang
mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah
besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan.
Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,
walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat berlangsung mingguan. Pengobatan
pada infeksi kelenjar getah bening oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10
hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali
sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat diberikan
cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15
mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.
Untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab limfadenitis tersebut maka perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti biopsi dan kultur.
Penetalaksanaan di sesuai dari penyabap tersebut adalah :
a. Jika disebabkan oleh infeksi bakteri maka dengan pemberian atibiotik-biotic oral
10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin dosis : 25
Page 13
mg/kgBB 4 kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan
penicillin dapat diberikan cephalexin dengan dosis : 25 mg/kgBB(dosis maksimal
500 mg) 3 kali sehari atau erythromycin 15 mg/kgBB (dosis maksimal : 500 mg)
3 kali sehari.
b. Bila disebabkan oleh virus maka cukup dengan istirahat dan diberikan vitamin
untuk meningkatakan imunitas tubuh.
c. Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka diberikan
obat anti tuberculosis selama 9-12 bulan. limfadenitis TB kedalam TB di luar paru
dengan paduan obat 2RHZE/10RH
2.2.9 Prognosa
Baik jika segera ditangani dengan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi yang
lebih lain, analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol rasa sakit, anti-inflamasi
obat untuk mengurangi peradangan, kompres untuk mengurangi peradangan dan nyeri.
Infeksi dapat dikendalikan dalam 3-4 hari.
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan pengobatan yang
tepat. Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.
Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan
untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab
infeksi. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan septikemia.
2.2.10 Komplikasi
1. Pembentukan abses
Page 14
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah,yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini,
maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di
sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses.
2. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa,
yang ditemukan berhubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai.
3. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening,
padat/keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah
terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses
tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh
karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan
penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap
individual.
BAB III
PENUTUP
Page 15
3.1 Kesimpulan
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam
kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau
akumulasi sel-sel asli jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin
(PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang mirip.
Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH
ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih agresif.
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari
lesi primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Peradangan kelenjar terjadi
karena adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi
kronis, di kelenjar terjadi nekrosis.
Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari
limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat
menginfeksi kelenjar getah bening. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan
kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel
darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles
keringat, nadi cepat, dan kelemahan.
3.2 Saran
Mengetahui definisi dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui etiologi dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui patofisiologi dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui gejala dan tanda dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui pemeriksaan fisik dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui pemeriksaan penunjang dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui penatalaksanaan dari limfoma dan limfadenitis
Mengetahui prognosa dari limfoma dan limfadenitis
DAFTAR PUSTAKA
Page 16
Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (2007). Penerbit Erlangga,
Jakarta, Hal: 86
Limfadenitis. Available at: PDPI. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia 2006. Indah Offset Citra Grafika, 2006. In site
http://www.scribd.com/doc/81071297/Limfadenitis-Tuberkulosis. Accessed on Mei 26th,
2013.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius
Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi. Edisi kedua. Jakartaa:
Erlangga
Sudoyono dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Tierney, Lawrence M., et al. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika. 2003.
Page 17