isi

5
Metabolisme adalah proses penguraian atau penyusunan suatu senyawa tertentu. Mikroorganisme mampu mensintesis enzim yang melakukan proses metabolisme tersebut. Enzim yang dihasilkan dapat berupa enzim intrasel atau ekstrasel. Percobaan kali ini hanya menguji metabolism mikroba yang menghasilkan enzim ekstrasel. Media Starch Agar merupakan media yang mengandung unsur pati sehingga hanya organisme yang mampu mensintesis enzim Amilase yang dapat tumbuh dalam media tersebut. Mekanisme metabolism yang terjadi adalah pati yang merupakan polisakarida didegradasi menjadi maltose (disakarida) oleh enzim amylase. Maltosa didegradasi lebih lanjut menjadi glukosa (monosakarida) oleh enzim maltase (Swamy 2008). Berdasarkan percobaan, E. coli dan S aureus mampu tumbuh dalam media tersebut. Sedangkan B. subtilis tidak mampu tumbuh. Hal ini berbeda dengan tinjauan literature menurut Swamy (2008) yang menyatakan bahwa B. subtilis mampu mensintesis amylase sedangkan E. coli tidak mampu mensintesis amylase. Tetapi percobaan terhadap S aureus sesuai dengan tinjauan literature menurut Barton (2005) yang menyatakan bahwa S. aureus mampu mensintesis enzim α-amylase. Media Tributirin Agar merupakan media yang mengandung unsur trigliserida dan merupakan ester yang terdiri dari asam butirat dan gliserol sehingga hanya organisme yang mampu mensintesis enzim Lipase yang dapat tumbuh dalam media tersebut. Mekanisme metabolism yang terjadi adalah trigliserida didegradasi menjadi gliserol dan asam lemak oleh enzim lipase. Berdasarka percobaan, hanya B. subtilis yang mampu tumbuh dalam media tersebut. Hal ini berbeda dengan tinjauan literature menurut Barton (2005) yang menyatakan bahwa Lipase merupakan satu dari 4 enzim yang umum diproduksi oleh mikroba. B. subtilis, E. coli, dan S aureus mampu mensintesis Lipase. Media Skim Milk Agar merupakan media yang mengandung unsur Kasein sebagai komponen protein terbesar dalam susu sehingga organisme yang mampu mensintesis enzim Protease dapat tumbuh dalam media tersebut. Mekanisme metabolism yang terjadi adalah ikatan peptide pada kasein diputus oleh enzim protease sehingga terbentuk polipeptida atau asam amino. Berdasarkan percobaan, ketiga bakteri tidak mampu tumbuh dalam media tersebut. Hal ini berbeda dengan tinjauan literature menurut Satyanarayana dan Johri (2005) yang menyatakan bahwa B. subtilis, E. coli, dan S aureus mampu mensintesis enzim alkaline protease. Perbedaan ini mungkin disebabkan pH medium yang digunakan bukan pH basa sehingga enzim alkaline protease tidak mampu bekerja.

Upload: khoirul-umam

Post on 28-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hkk

TRANSCRIPT

Metabolisme adalah proses penguraian atau penyusunan suatu senyawa tertentu. Mikroorganisme mampu mensintesis enzim yang melakukan proses metabolisme tersebut. Enzim yang dihasilkan dapat berupa enzim intrasel atau ekstrasel. Percobaan kali ini hanya menguji metabolism mikroba yang menghasilkan enzim ekstrasel. Media Starch Agar merupakan media yang mengandung unsur pati sehingga hanya organisme yang mampu mensintesis enzim Amilase yang dapat tumbuh dalam media tersebut. Mekanisme metabolism yang terjadi adalah pati yang merupakan polisakarida didegradasi menjadi maltose (disakarida) oleh enzim amylase. Maltosa didegradasi lebih lanjut menjadi glukosa (monosakarida) oleh enzim maltase (Swamy 2008). Berdasarkan percobaan, E. coli dan S aureus mampu tumbuh dalam media tersebut. Sedangkan B. subtilis tidak mampu tumbuh. Hal ini berbeda dengan tinjauan literature menurut Swamy (2008) yang menyatakan bahwa B. subtilis mampu mensintesis amylase sedangkan E. coli tidak mampu mensintesis amylase. Tetapi percobaan terhadap S aureus sesuai dengan tinjauan literature menurut Barton (2005) yang menyatakan bahwa S. aureus mampu mensintesis enzim -amylase.Comment by Guritno: Tambah konten pertanyaanMedia Tributirin Agar merupakan media yang mengandung unsur trigliserida dan merupakan ester yang terdiri dari asam butirat dan gliserol sehingga hanya organisme yang mampu mensintesis enzim Lipase yang dapat tumbuh dalam media tersebut. Mekanisme metabolism yang terjadi adalah trigliserida didegradasi menjadi gliserol dan asam lemak oleh enzim lipase. Berdasarka percobaan, hanya B. subtilis yang mampu tumbuh dalam media tersebut. Hal ini berbeda dengan tinjauan literature menurut Barton (2005) yang menyatakan bahwa Lipase merupakan satu dari 4 enzim yang umum diproduksi oleh mikroba. B. subtilis, E. coli, dan S aureus mampu mensintesis Lipase.Media Skim Milk Agar merupakan media yang mengandung unsur Kasein sebagai komponen protein terbesar dalam susu sehingga organisme yang mampu mensintesis enzim Protease dapat tumbuh dalam media tersebut. Mekanisme metabolism yang terjadi adalah ikatan peptide pada kasein diputus oleh enzim protease sehingga terbentuk polipeptida atau asam amino. Berdasarkan percobaan, ketiga bakteri tidak mampu tumbuh dalam media tersebut. Hal ini berbeda dengan tinjauan literature menurut Satyanarayana dan Johri (2005) yang menyatakan bahwa B. subtilis, E. coli, dan S aureus mampu mensintesis enzim alkaline protease. Perbedaan ini mungkin disebabkan pH medium yang digunakan bukan pH basa sehingga enzim alkaline protease tidak mampu bekerja.Setiap mikroba memiliki temperature pertumbuhan optimum yang menyebabkannya mampu tumbuh pada titik terbaik. Setiap mikroba juga memiliki temperature pertumbuhan minimum, dibawah titik tersebut mikroba akan terhambat pertumbuhaannya. Selain itu, mikroba juga memiliki temperature pertumbuhan maksimum, diatas titik tersebut mikroba akan mati. Jangkauan temperature maksimum dan minimum tiap mikroba berbeda2 bergantung pada enzim yang dikandung oleh mikroba tersebut. Mikroba yang temperature pertumbuhan optimumnya berada pada suhu rendah disebut psikrofil (10-20 0C). Mikroba yang temperature pertumbuhan optimumnya berada pada suhu sedang (20-40 0C)disebut mesofil. Mikroba yang temperature pertumbuhan optimumnya berada pada suhu tinggi (50-80 0C) disebut termofil (Engelkirk dan Engelkirk 2010). Mikroba termofil terbagi menjadi dua, termofil fakultatif dengan temperature optimum 45-60 0C dan termofil obligat dengan temperature optimum diatas 60 0C. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, E coli mengalami pertumbuhan paling baik pada suhu kamar (300c) hingga suhu 370C. Hasil ini menunjukkan bahwa E. Coli tergolong sebagai bakteri mesofil. Hal ini sesuai dengan tinjauan literature menurut Aneja (2009) yang menyatakan bahwa E. coli dan Alternaria alternate tergolong sebagai bakteri mesofilik. Bakteri B subtilis mengalami pertumbuhan paling baik pada suhu 370C. Hal ini menunjukkan bahwa B subtilis juga tergolong sebagai bakteri mesofil. Menurut Kristjansson (1992) B. subtilis tergolong mesofil tetapi mampu membentuk spora jika suhu lingkungan berada di atas temperature pertumbuhan maksimumnya. Kecuali beberapa mutan B. subtilis seperti B. subtilis strain KD-N2 yang pertumbuhan optimumnya berada pada suhu 50-55 0C sehingga tergolong bakteri termofil (Cai et. al 2008).Enzim yang dikandung mikroba akan menjadi inaktif apabila berada di luar ambang batas temperatur maksimum dan minimumnya. Temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan protein terdenaturasi sehingga rusak dan mikroba mengalami kematian. Temperatur yang terlalu rendah hanya menyebabkan enzim yang dikandung mikroba menjadi inaktif sehingga dampak kerusakan tidak terlalu besar. Untuk menentukan efek kematian yang disebabkan oleh temperatur lingkungan pada mikroorganisme, dilakukan pengujian Thermal Death Point (TDP) dan Thermal Death Time (TDT). Praktikum kali ini hanya menguji TDP dari E. coli dan B. subtilis. TDP adalah temperature yang dibutuhkan untuk mematikan mikroorganisme dalam waktu tertentu (umumnya 10 menit) dan pada kondisi tertentu (Aneja 2009). Berdasarkan percobaan, E. coli tumbuh tidak terlalu baik pada suhu 55 0C dengan jumlah koloni yang tumbuh 55 cfu/ml. bakteri E coli masih dapat tumbuh hingga suhu 80 0C dengan jumlah koloni 2 cfu/ml. Menurut Yadav dan Tyagi (2005), TDP E. coli pada medium cream adalah 73 0C, medium skim milk 650C, dan medium Boulotin (broth) 610C. Hal ini berbeda dengan hasil percobaan. Perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan medium, temperature percobaan kurang tepat, atau terjadi kontaminasi. Bakteri B. subtilis tumbuh dengan baik pada suhu 75 & 80 0C dengan jumlah koloni TBUD. Hingga suhu 1000C B. subtilis masih dapat tumbuh dengan jumlah koloni 48 cfu/ml. Bakteri B. subtulis mampu membentuk spora dan saat lingkungan telah mendukung, bakteri tersebut mampu tumbuh kembali. Menurut Saxena dan Awasthi (2003) dibutuhkan suhu sekitar 1210C selama minimal 15 menit untuk membunuh spora dari bakteri Bacillus dan Clostridium. Hal ini yang menyebabkan B. subtilis masih dapat tumbuh walaupun telah terpapar suhu hingga 1000C.Tekanan osmotis adalah gaya yang menyebabkan partikel terlarut terdesak melewati membrane semipermeable. Tekanan osmotis mempengaruhi kelangsungan hidup mikroba. Jika tekanan osmotis dalam sel berada di bawah tekanan osmotis lingkungan, maka air akan meninggalkan sel dan volume sitoplasma berkurang. Akibatnya membrane sel akan rusak (plasmolysis). Jika tekanan osmotis dalam sel berada di atas tekanan osmotis lngkungan, maka air akan masuk ke dalam sel dan volume sitoplasma akan bertambah. Hal ini menyebabkan membrane sel pecah (plasmoptysis). Perbedaan Tekanan osmotis yang dapat ditoleramsi tiap mikroorganisme berbeda-beda (Aneja 2009). Berdasarkan percobaan, E. coli dapat tumbuh baik pada konsentrasi NaCl 0,3 % dan 3 % serta pada konsentrasi Sukrosa 0,4 % dan 4%. Pertumbuhan E. coli mulai jelek pada konsentrasi NaCl 30% dan sukrosa 40%. Bakteri B. subtilis dapat tumbuh baik pada konsentrasi NaCl 3 dan 30%. Pertumbuhan bakteri jelek pada konsentrasi NaCl 0,3%. Bakteri B. subtilis tumbuh dengan baik pada seluruh konsentrasi sukrosa (0,4%, 4%, dan 40%), tetapi menurun setelah satu jam pada konsentrasi 4 dan 0,4 % . Menurut Halliday (2004) E. coli mampu mentoleransi perbedaan tekanan osmotis dalam larutan NaCl 0-4% dan B. subtilis mampu mentoleransi perbedaan tekanan osmotis dalam larutan NaCl 2,5-20%.Dalam mikrobiologi, viabilitas adalah kemampuan mikroorganisme mempertahankan kelangsungan hidupnya serta memperbaiki kembali aktivitasnya jika mengalami penurunan. Pengujian viabilitas berfungsi untuk mengetahui jumlah mikroba dalam suatu biakan yang dapat digunakan untuk mengolah bahan baku sehingga dapat diperkirakan waktu dan jumlah bahan yang dapat diproses. Selain itu, pengujian viabilitas juga perlu diakukan jika akan menggunakan biakan yang diawetkan, misalnya biakan yang diawetkan menggunakan teknik liofilisasi (Aneja 2009). Berdasarkan percobaan, Viabilitas ragi roti yang diuji kel 3 adalah 77% dan yang diuji kelompok 4 adalah 42%. Ragi roti terbagi menjadi ragi roti basah dan kering. Ragi roti basah (compressed yeast) memiliki viabilitas yang lebih rendah dibandingkan ragi roti kering (dried yeast) tetapi biaya pemrosesannya lebih murah. Industri roti di negara dengan iklim subtropics umumnya menggunakan ragi roti basah sebab lebih murah dan iklim di Negara tersebut mendukung pengiriman ragi dalam wujud basah. Besarnya peluang kontaminasi dari kedua jenis ragi roti ini bergantung pada proses pengawetannya. Ragi roti basah diawetkan pada suhu dingin sehingga peluang kontaminasi kecil. Ragi roti kering diawetkan melalui proses dehidrasi dan dikemas dalam kemasan vakum sehingga peluang kontaminasinya juga kecil. Aktivitas kedua jenis ragi ini dinilai sama selama berasal dari strain yang sama (Lee 2015). Ragi roti yang baik adalah ragi yang memiliki viabilitas tinggi, tahan terhadap perubahan lingkungan, memiliki jangkauan pH 4,5-6, serta mampu menghasilkan gas CO2 dalam jumlah besar dan cepat (Cauvain 2015). Ragi roti berbeda dengan ragi anggur. Ragi anggur menghasilkan kadar alkohol lebih tinggi dan kadar CO2 yang leih rndah dibandingkan ragi roti. Selain itu, ragi alkohol tetap hidup dalam kadar alkohol 18% sedangkan ragi roti akan mengalami kematian dalam kadar alkohol 8%. Ragi anggur juga tahan terhadap sodium metabisulfit yang umum digunakan dalam pembuatan wine (Drapeau dan Vanasse 2005). Pengujian viabilitas sel khamir menunjukkan bahwa sel khamir yang mati berwarna biru. Menurut Aneja (2009) hal ini disebabkan membrane luar sel khamir yang telah mati itdak dapat menahan keluar masuknya cairan. Akibatnya, zat warna methylen blue dapat masuk ke dalam sel dan mewarnai sel tersebut. Sebaliknya, membrane luar sel khamir yamg masih hidup mampu menahan masuknya zat warna methylene blue sehingga saat diamati menggunkaan mikroskop sel yang masih hidup tersebut tidak berwarna.

Swamy PM. 2008. Laboratory Manual on Biotechnology. Meerut (IN): Rastogi Publications.Barton LL. 2005. Structural and Functional Relationships in Prokaryotes. London (UK): Springer.Satyanarayana T, Johri BN. 2005. Microbial Diversity: Current Perspectives and Potential Applications. New Delhi (IN): I.K. International Publishing.Engelkirk PG, Engelkirk JD. 2010. Burtons Microbiology for the Health Sciences. New York (US): Lippincott Williams & WilkinsCai CG, Chen JS, QI JJ, Yin Y, Zheng XD. 2008. Purification and characterization of keratinase froma new Bacillus subtilis strain. Journal of Zhejiang University SCIENCE B. 9(9): 713-720. doi: 10.1631/jzus.B0820128Aneja KR. 2009. Experiments in Microbiology, Plant Pathology and Biotechnolog, Fourth Edition. New Delhi (IN): New Age International Publishers.Kristjansson JK. 1992. Thermophilic Bacteria. Boca Raton (US): CRC Press.Saxena NP, Awasthi DK. 2003. Microbiology. Meerut (IN): Krishna Prakashan Media.Halliday MAK. 2004. The Language of Science. London (UK): ContinuumLee BH. 2015. Fundamentals of Food Biotechnology, Second Edition. Chicester (UK): John Wiley & Sons, Ltd.Drapeau P, Vanasse A. 2005. The Encyclopedia of Home Winemaking. Montreal (CA): XYZ Publishing.Cauvain S. 2015. Technology of Breadmaking, Third Edition. London (UK): Springer.