isi
DESCRIPTION
anestesiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrosefalus ialah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) sehingga terdapat pelebaran ruangan
tempat mengalirkan cairan serebrospinalis sehingga terjadi penimbunan cairan
didalam rongga-rongga ventrikel otak akibat ketidakseimbangan antara
pembentukan dan absorpsi caiaran serebrospinal (CSS) yang biasanya disertai
peninggian tekanan intrakranial.1,2
Hidrosefalus harus dibedakan dengan penimbunan cairan didalam rongga-
rongga otak yang terjadi sekunder akibat volume jaringan otak yang kurang pada
atrofi otak.Hidrosefalus bukan merupakan suatu penyakit atau sindrom,melainkan
suatu keadaan patologis otak dengan penyebab multipel.Saat ini terapi standar
adalah pemasangan pintas ventrikuloperitonealis (VP).1
Secara keseluruhan, insiden dari hidrosefalusdiperkirakan mendekati 1 :
1000. sedangkan insiden hidrosefaluskongenital bervariasi untuk tiap-tiap
populasi yang berbeda. HersheyBL mengatakan kebanyakan hidrosefalus pada
anak-anak adalahkongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi.
Jikahidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh
karenakongenital.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Sistem Ventrikular
Ventrikel-ventrikel otak adalah ventrikulus lateralis, ventrikulus tertius,
dan ventrikulus quartus. Kedua ventrikulus lateralis berhubungan dengan
ventrikulus tertius melalui foramen interventrikulare (monro). Ventrikulus tertius
dihubungkan dengan ventrikulus quartus oleh aqueductus cerebri (aqueductus
sylvii). Selanjutnya,ventrikulus quartus berlanjut menjadi canalis centralis medula
spinalis yang sempit dan dihubungkan dengan ruang subarakhnoid melalui tiga
buah foramina pada atapnya. Canalis centralis mempunyai pelebaran kecil pada
ujung inferiornya yang disebut sebagai ventrikulus terminalis. Ventrikel-ventrikel
tersebut berkembang dari rongga tubulus neuralis. Seluruh ventrikel dilapisi oleh
ependima dan berisi cairan serebrospinal.3
2
a. Ventrikulus lateralis
Ada dua buah ventrikulus lateralis dan masing-masing terdapat di dalam
setiap hemispherium cerebri. Ventrikulus secara kasar merupakan suatu rongga
berbentuk seperti huruf C dan dapat dibagi menjadi corpus yang menempati lobus
parietalis; dan dari corpus ini, cornu anterior membentang ke dalam lobus
occipitalis, dan cornu inferius ke dalam lobus temporalis. Ventrikulus lateralis
berhubungan dengan rongga ventrikulus tertius melalui foramen
interventriculare.3
b. Ventrikulus tertius
Ventrikulus tertius adalah celah sempit diantara kedua talamus. Di anterior
ventrikel ini berhubungan dengan ventrikulus lateralis melalui foramen
interventrikulare (monro), sedangkan di posterior berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aqueductus cerebri (sylvii).3
c. Ventrikulus quartus
Ventrikulus quartus merupakan rongga berbentuk tenda yang berisi cairan
serebrospinal. Ventrikel ini terletak di anterior cerebellum dan di posterior pons
serta setengah bagian atas medula oblongata. Rongga ini dilapisi oleh ependima
dan keatas berlanjut dengan aquadduktus serebri di mesencephalon serta kebawah
pada canalis centralis di dalam medula olongata dan medulla spinalis.3
2.2. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal terdapat di dalam ventrikel otak serta ruang
subaraknoid di sekeliling otak dan medulla spinalis. Cairan ini jernih dan tidak
berwarna; mengandung larutan garam-garam anorganik yang sama dengan yang
terdapat di dalam plasma darah. Kadar glukosa kira-kira setengah kadar glukosa
yang ada di dalam darah dan hanya terdapat sedikit protein sel limfosit (0-3
sel/m3).3
3
Fungsi Cairan Serebrospinal
1. Sebagai bantalan dan pelindung susunan saraf pusat dari trauma
2. Memberikan daya apung mekanik dan menyangga otak
3. Berfungsi sebagai tempat penampungan dan membantu regulasi isi kranium
4. Memberi nutrisi untuk susunan saraf pusat
5. Mengangkut zat-zat metabolit dari susunan saraf pusat
6. Berfungsi sebagai lintasan sekret glandula pinealis untuk mencapai kelenjar
hipofisis.3
a. Produksi CSS
CSS dibentuk terutama dalam sistem ventrikel melalui pleksus choroideus,
yang berada dalam ventrikulus lateralis, tertius dan quartus; sebagian kecil berasal
dari ependima yang melapisi ventrikel dan dari jaringan otak melalui ruang
perivaskuler.(3) Meskipun sebagian besar CSS diproduksi dalam ventrikel
lateralis, sekitar 25% berasal dari sumber di luar koroid, termasuk endotel dalam
parenkim otak. Ada pengendalian neurogenik aktif pembentukan CSS karena
pleksus koroid diinervasi oleh saraf-adrenergik dan kolenergik. Perangsangan
sistem adrenergik mengurangi produksi CSS, sedangkan pemacuan saraf
kolinergik dapat melipat-gandakan kecepatan produksi CSS normal. Pada anak
normal, produksi CSS 20 ml per jam. Volume total CSS pada bayi sekitar 50 ml,
dan pada ornag dewasa 150 ml. CSS dibentuk oleh pleksus koroidalis dengan
rangkaian langkah yang ruwet, ultrafiltrat plasma akhirnya diproses menjadi
sekresi , yaitu CSS. CSS dapat mengalir dikarenakan adanya perbedaan tekanan
antara sistem ventrikel dan vena. Tekanan dalam ventrikel dapat setinggi 180
mmHg pada keadaan normal sedangkan tekanan pada sinus sagitalis superior
berkisar 90 mmHg.4
b. Sirkulasi CSS
Sirkulasi dimulai dengan sekresi cairan serebrospinal dari plexsus
choroideus di dalam ventrikel dan produksinya dari permukaan otak. Cairan
mengalir dari ventrikulus lateralis ke ventrikulus tertius melalui foramen
4
interventrikulare. Selanjutnya, cairan mengalir ke dalam ventriculus quartus
melalui aqueductus cerebri lalu cairan berjalan melalui apertura mediana (foramen
Magendie) dan apertura lateralis (foramen Luschka) di recessus lateralis ventrikuli
quarti, kemudian masuk ke ruang subarakhnoid. Cairan perlahan-lahan bergerak
dan mengalir ke superior melalui incisura tentorii dari tentorium cerebelli untuk
mencapai permukaan inferior cerebri. Selanjutnya CSS berjalan ke atas melalui
aspek lateral masing-masing hemisperium serebri. Dari sini, cairan mengalir
kedalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosus sagitalis yang
besar dan sinus venosus lainnya di serebrum.Sebagian cairan serebrospinal
berjalan ke inferior di dalam ruang subarakhnoid di sekeliling medula spinalis dan
cauda equina. Hidrosefalus akibat dari obstruksi dalam sistem ventrikel disebut
hidrosefalus obstriktif atau tidak berkomunikasi.5,3
c. Absorbsi CSS
Absorbsi cairan serebrospinal melalui vili Arakhnoidalis, secara
mikroskopis merupakan penonjolam ke dalam seperti jari dari memberan
arakhnoid melalui dinding sinus venosus ke dalam sinus tersebut. Kumpulan vili
disebut granulasi arakhnoidalis yang terlihat menonjol kedalam sinus. Dengan
menggunakan mikroskop elektron, terlihat bahwa vili ditutupi oleh sel endotel
yang memiliki jalur vesikular yang langsung menembus badan sel. Jalur tersebut
cukup besar untuk memungkinkan aliran yang relatif bebas dari serebrospinal,
molekul protein terlarut dan bahkan pertikel-partikel sebesar eritrosit dan leukosit
ke dalam darah vena. Selain menyalurkan cairan dan protein, ruang perivaskular
juga mengangkut partikel asing keluar dari otak. Misalnya, ketika terjadi infeksi
di otak, sel darah putih dan debris infeksius lainya dibawa keluar melalui ruang
perivaskular. Hidrosefalus yang akibat dari obliterasi sisterna subaraknoid atau
salah satu viliaraknoid disebut hidrosefalus non-obstruktif atau berkomunikasi.3,5
2.3. Definisi
5
Hidrosefalus bukan merupakan suatu penyakit atau sindrom, melainkan
suatu keadaan patologis otak yang penyebabnya multipel. Hidrosefalus adalah
penimbunan cairan di rongga-rongga ventrikel otak akibat ketidakseimbangan
antara pembentukan dan absorbsi cairan serebro spinal (CSS) yang biasanya
disertai peninggian tekanan intrakranial.2
2.4. Etiologi
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aqueductus Sylvii
Penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-90%).
Aqueductus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir
atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama sejak lahir.1,2
b. Spina Bifida dan Kranium Bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom
arnold-chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata
dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum
sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.1,2
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen luschka dan magendie dengan
akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama
ventrikel quartus yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu
kista yang besar di daerah fosa posterior.1,2
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu hematoma.1,2
e. Anomali Pembuluh Darah
Terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai
arteri serebralis posterior dengan vena galeni atau sinus transversus dengan
akibat obstruksi aqueduktus.1,2
2. Infeksi
6
Infeksi dapat menimbulkan perlekatan meningen sehingga terjadi
obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut
meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi
mekanis eksudat purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis.
Hidrosefalus banyak terjadi pascameningitis. Pembesaran kepala dapat
terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari
meningitisnya.1,2
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel quartus atau aqueducrus sylvii bagian terakhir biasanya suatu
glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian
depan ventrikel tertius biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.1,2
4. Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari daerah itu sendiri.1,2
2.5. Patofisiologi
Hidrosefalus Obstruktif
Hidrosefalus obstruktif atau tidak berkomunikasi berkembang paling lazim
pada anak karena kelainan akuaduktus atau lesi pada ventrikel keempat. Stenosis
akueduktus akibat dari penyempitan akueduktus Sylvius secara abnormal yang
seringkali disertai dengan pencabangan. Akibat penyempitan akueduktus sylvii
kongenital,dimana cairan yang dibentuk oleh pleksus koroideus dari kedua
ventrikel lateral dan ventrikel tertius volume ketiga ventrikel tersebut sangat
membesar,hal ini menyebabkan penekanan otak terhadap tengkorak sehingga otak
menjadi tipis. Tekanan yang meningkat ini juga mengakibatkan kepala neonatus
membesar. Pada sebagian kecil kasus, stenosis akueduktus diwariskan sebagai ciri
resesif terkait seks. Penderita ini kadang- kadang mengalami defek penutupan
tuba neuralis minor, termasuk spina bifida okulta. Kadang- kadang stenosis
akuaduktus disertai dengan neurofiromatosis. Gliosis akueduktus mungkin juga
menimbulkan hidrosefalus. Sebagai akibat meningitis dan perdarahan subaraknoid
7
pada bayi prematur, lapisan aqueduktus ependima terganggu dan respons glia
yang cepat mengakibatkan obtruksi total. Infeksi virus intrauterin dapat juga
menimbulkan stenosis akueduktus yang kemudian diikuti dengan hidrosefalus dan
pada anak yang menderita meningoensefalitis, parotitis epidemika telah
dilaporkan juga sebagai penyebab hidrosefalus. Malformasi vena Galen dapat
berkembang hingga besar ukurannya dan karena posisinya di garis tengah,
menyumbat aliran CSS. Lesi atau malformasi fossa posterior merupakan
penyebab utama hidrosefalus, termasuk tumor fossa posterior otak, malformasi
Chiari, dan sindrom Dandy Walker.4
Hidrosefalus non-Obstruktif
Hidrosefalus non-Obstruktif atau komunikans dapat disebabkan oleh pleksus
koroideus neonatus yang berkembang berlebihan sehingga lebih banyak cairan
yang terbentuk daripada yang direabsorpsi oleh villi arakhnoidalis. Dengan
demikian,cairan terkumpul didalam ventrikel maupun diluar otak sehingga kepala
membesar sekali dan otak mengalami kerusakan berat. Akan tetapi hidrosefalus
non-obstruktif atau berkomunikans justru lebih banyak disebabkan oleh gangguan
reabsorbsi cairan cerebrospinal.4
Hidrosefalus non-obstruktif atau berkomunikasi paling lazim mengikuti peredaran
subaraknoid, yang biasanya merupakan akibat perdarahan intraventrikuler pada
bayi prematur. Darah dalam ruang subaraknoid dapat menyebabkan obliterasi
sisterna atau villi araknoid , dan obstruksi aliran CSS. Meningitis tuberkulosa dan
pneumokokus mempunyai kecendrungan menghasilkan eksudat yang tebal dan
lengket yang akan menymbat sisterna basalis, dan infeksi intrauterin dapat juga
menghancurkan jalur CSS. Akhirnya, infiltrat leukemia dapat menyebar ke ruang
subaraknoid dan menimbulkan hidrosefalus komunikasi.4
8
2.6.Gejala Klinis
Tanda klinis hidrosefalus adalah bervariasi dan tergantung pada banyak
faktor termasuk usia mulainya,sifat lesi yang menyebabkan obstruksi,dan lama
serta kecepatan munculnya tekanan intrakranium.4
a. Tekanan intrakranial yang meninggidapat menimbulkan gejala berupa
muntah,nyeri kepala dan pada anak yang agak besar mungkin terdapat
edema papil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi (choked disk).
b. Pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak sendiri,yaitu bila
tekanan yang meninggi ini terjadi sebelum sutura tengkorak menutup.
c. Kepala terlihat lebih besar dibandingkan dengan tubuh. Ini dipastikan
dengan mengukur lingkaran kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan
dengan lingkaran dada dan angka normal pada usia yang sama. Lebih
penting lagi ialah pengukuran berkala lingkaran kepala,yaitu untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal.
d. Ubun ubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya,teraba
tegang atau menonjol.
e. Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis,tegang dan
mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
f. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar. Didapatkan pula
‘cracked pot sign’ yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada
perkusi kepala.
g. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang
supraorbita.
h. Sklera tampak di atas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan
terbenam (sunset sign).
i. Pergerakan bola mata yang tidak teratur dan nistagmus tidak jarang
terdapat.
j. Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa:
gangguan kesadaran, motoris atau kejang,kadang-kadang gangguan pusat
vital,bergantung kepada kemampuan kepala untuk membesar dalam
mengatasi tekanan intrakranial yang meninggi.1,2
9
2.7. Diagnosis
Diagnosis biasanya mudah dibuat secara klinis dan pemeriksaan
penunjang.Pada anak yang besar kemungkinan hidrosefalus diduga bila terdapat
gejala dan tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Pemeriksaan penunjang
yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah transluminasi kepala,
ultrasonografi kepala bila ubun-ubun besar belum menutup, foto Rontgen kepala
dan tomografi CT-scan dan MRI. CT-scan dan MRI menentukan lokalisasi
penyumbatan. Pemeriksaan untuk menentukan lokasi penyumbatan ialah dengan
menyuntikkan zat warna PSP kedalam ventrikel lateralis dan menampung
pengeluarannya dari pungsi lumbal untuk mengetahui penyumbatan ruang
subarakhnoid. Sebelum melakuskan uji PSP ventrikel ini, dilakukan dahulu uji
PSP ginjal untuk menentukan fungsi ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk
melengkapi pemeriksaan. Namun dengan adanya pemeriksaan CT-scan kepala, uji
PSP tidak dikerjakan lagi.2
2.8. Penatalaksanaan
Pada sebagian pasien pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested
hidrosephalus ), mungkin rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi
pembentukan CSS yang berkurang. Tindakan bedah belum ada yang memuaskan
100%, kecuali bila penyebab tumor yang masih dapat diangkat.
Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus :
1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi
hasilanya tidak memuaskan. Obat asetozolamid (Diamox) dikatakan
mempunyai khasiat inhibisi pembentukan CSS.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi dengan tempat absorbsi
yakni menghubungkan ventrikel dengan subaraknoid misalnya
ventrikulosisternotomi Torkildsen pada stenosis akuaduktus. Pada anak
hasilnya kurang memuaskan, karenasudah ada insufisiensi fungsi absorbsi.
3. Pengeluaran CSS ke dalam organ ekstrakranial
a. Drainase ventrikulo-peritoneal
10
b. Drainase lumbo-peritoneal
c. Draenase ventrikulo-pleural
d. Drainase ventrikulo-ureterostomi
e. Drainase ke dalam antrum mastoid
f. Cara kini dianggap terbaik yakni mengalirkan CSS kedalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter valve),
yang memungkinkan pengaliran CSS kesatu arah. Keburukan cara ini
ialah bahwa kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak.
Hasilnya belum memuaskan, karena masih sering terjadi infeksi
sekunder dan sepsis.1
Terapi untuk hidrosefalus bergantung pada penyebabnya. Manajemen
medik, termasuk penggunaan asetazolamid dan furosemid, sementara dapat
melegakan dengan mengurangi kecepatan produksi CSS, tetapi hasil jangka
panjangnya mengecewakan. Sebagian besar kasus hidrosefalus memerlukan shunt
ekstrakranial terutama shunt ventrikuloperitoneum.4
2.9. Prognosis
Prognosis hidrosefalus tergantung pada penyebab dilatasi ventrikel dan
bukan pada ukuran mantel korteks pada saat dilakukan operasi. Anak dengan
hidrosefalus meningkat resikonya untuk berbagai ketidakmampuan
perkembangan. Rata-rata kemampuan intelegesia berkurang dibanding dengan
populasi umum, terutama kemampuan melakukan tugas dan verbal. Kebanyakan
anak menderita fungsi memori. Masalah visual adalah lazim, termasuk strabismus,
kelainan visuospasial, defek lapangan penglihatan, dan atrofi optik dengan
pengurangan ketajaman akibat kenaikan tekanan intrakranial.4
11
2.10. Definisi Anestesi
Anestesi adalah suatu keadaan depresi dari pusat-pusat saraf tertentu yang
bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi) yaitu6,9 :
a. Hipnotik, hilang kesadaran
b. Analgetik, hilang perasaan sakit
c. Relaksan, relaksasi otot-otot
2.11. ANASTESI UMUM
Yaitu suatu keadaan dimana hilangnya kesadaran disertai dengan
hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh akibat pemberian obat-obatan anestesi
dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat diberikan secara intravena, inhalasi
dan intramuskular.6,7,8,9
Stadium anestesi umum6,7,8 :
1. Stadium I (Stadium Analgesia/ Stadium Disorientasi)
Dimulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran
Ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata
2. Stadium II (Stadium Excitement/ Stadium Delirium)
Dimulai dari hilangnya kesadarab sampai permulaan bernafas
teratur
Ditandai dengan hilangnya refleks kelopak mata
Pada stadium ini bisa terjadi batuk, nafas panjang, melawan/
berontak dan muntah
3. Stadium III (Stadium Surgical Anestesia)
Dimulai dari pernafasan yang teratur sampai henti nafas (respiratory
arrest). Stadium ini terdiri atas :
Plane 1 : dari permulaan nafas teratur hingga berhentinya gerakan
bola mata
12
Plane 2 : dari berhentinya gerakan bola mata hingga permulaan
dari paralise otot interkostal
Plane 3 : dari permulaan hingga komplit paralise dari otot-otot
interkostal
Plane 4 : dari paralise otot interkostal yang komplit hingga paralise
diafragma
4. Stadium IV (Stadium Overdosis)
Dimulai dari permulaan paralise diafragma hingga henti jantung
(cardiac arrest)
Stadium ini sangat berbahaya apabila terjadi. Ini terjadi karena
overdosis obat-obatan anestesi
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi.
Tujuan premedikasi6,7,8 :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anestesi
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi rasa sakit
Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi
Menurunkan basal metabolisme tubuh
Obat-obat premedikasi yang sering digunakan6,8 :
1. Sulfas atropin
Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja
berkompetisi dengan asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang
mempersyarafi organ-organ post ganglion kolinergik
Keuntungan : mengurangi sekresi ludah dan menekan refleks vagal
13
Kerugian : menaikan temperatur, mengentalkan lendir dan
membesarkan pupil
2. Valium
Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
Memberikan efek sedativa, amnesia, tranquilizer, relaksasi otot,
hipnotik kuat, analgesi kurang
3. Pethidine
Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
Efek farmakologi yakni sebagai analgetik, bersifat sedativa,
mendepresi pusat pernafasan, menaikkan tekanan CSF,
menimbulkan vasodilatasi, pupil mengecil dan mulut kering
Induksi Anestesi
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.
Sebelum memulai induksi anestesia, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-
obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi
dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya
kita ingat kata STATICS7,8 :
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope,
pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
14
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
Induksi anestesi dapat diberikan secara intravena, intramuskular, inhalasi
dan per rektal. Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi
sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi bolus
disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesia,
pernafasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Tiopental diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan dosis
antara 3-7 mg/kgBB. Propofol intravena diberikan dengan kepekatan 1%
menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB. Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1-2
mg/kgBB. Paska anestesia dengan ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena
itu sebelumnya dianjurkan menggunakan sedativa seperti midazolam. Ketamin
tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah tinggi. Ketamin menyebabkan
pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.6,7,8
Induksi inhalassi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau
sevofluran. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang
jalur vena atau pada dewasa yang takut disuntik. Induksi halotan memerlukan gas
pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4
liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3:1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan
halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk
konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikkan lagi
sampai konsentrasi yang diperlukan. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi
karena pasien jarang batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi
tinggi sampai 8 vol%.6,7,8
Induksi intramuskular sampai saat ini hanya dapat menggunakan ketamin,
dengan dosis i.m 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur. Induksi per
15
rektal hanya digunakan untuk anak atau bayi dengan menggunakan tiopental atau
midazolam.6,8
2.12. Intubasi Endotrakeal
Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa
pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan
penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi.6,8
Indikasi intubasi endotrakeal6,7,8 :
1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan tenggorokan
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang
dan tak ada ketegangan
6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
7. Untuk mencegah kontaminasi trakea
8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan
pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
10. Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord
Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu6 :
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal6,7,8 :
a. Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa
16
trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan
dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di
bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka
untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan
dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat
dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung.
Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :
Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)
b. Laringoskop
17
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
dikenal dua macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
18
Kesulitan dalam teknik intubasi6,7:
Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
Kesulitan membuka mulut
Uvula tidak terlihat (malapati 3 dan 4)
Abnormalitas pada daerah servikal
Kontraktur jaringan leher
Komplikasi pada intubasi endotrakeal6,7,8 :
Memar & oedem laring
Strech injury
Non specific granuloma larynx
Stenosis trakea
Trauma gigi geligi
Laserasi bibir, gusi dan laring
Aspirasi
Spasme bronkus
19
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan
rasa sakit pada tubuh.Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel
Holmes Sr pada tahun 1846.
Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi
otonom. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang cepat, sederhana, aman
dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan dari tatalaksana jalan
napas yang diinginkan, misalnya menjaga jalan napas tetap paten, menjaga paru-
paru dari aspirasi, membuat ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi
mekanik, dan sebagainya.
Hidrosefalus ialah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) sehingga terdapat pelebaran ruangan
tempat mengalirkan cairan serebrospinalis sehingga terjadi penimbunan cairan
didalam rongga-rongga ventrikel otak akibat ketidakseimbangan antara
pembentukan dan absorpsi caiaran serebrospinal (CSS) yang biasanya disertai
peninggian tekanan intrakranial.
Terapi untuk hidrosefalus bergantung pada penyebabnya. Manajemen
medik, termasuk penggunaan asetazolamid dan furosemid, sementara dapat
melegakan dengan mengurangi kecepatan produksi CSS, tetapi hasil jangka
panjangnya mengecewakan. Sebagian besar kasus hidrosefalus memerlukan shunt
ekstrakranial terutama shunt ventrikulus peritoneum.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetomenggolo Taslim S & Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. Balai
Penerbit IDAI. Jakarta 1999. Hal 137-141.
2. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Balai Penerbit FK UI.Jakarta 1985.
Hal.474-478
3. Snell Richard S. Neurologi Anatomi Klinik. Jakarta EGC. Jakarta 2007.
Hal.505-511.
4. Nelson walab E, MD. Ilmu kesehatan Anak. Vol. III Eds. 15. EGC. Jakarta
2000. Hal.2050-2052
5. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Eds. 11. EGC. Jakarta
2007. Hal.804-806.
6. Siahaan O. 2014. Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. Dosen
Anestesiologi Fakultas Kedokteran UMI/ UNPRI Medan
7. Latif SA, Suryadi KA & Dachlan MR. 2007. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran UI
8. Aitkenhead AR, Rowbotham DJ & Smith G. 2002. Textbook of
Anaesthesia. Ed 4. United Kingdom : Elsevier Science
9. Longnecker DA, et al. 2008. Anesthesiology. United States of America :
McGraw Hill Company
21
22