isi
TRANSCRIPT
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang paling utama bagi makhluk hidup. Manusia
dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung dengan air, demi mempertahankan
hidupnya. Air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari harus memenuhi
standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi fisik, kimia,
mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak selamanya
tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara sederhana
maupun modern. Jika air yang digunakan belum memenuhi standar kualitas air
bersih, akibatnya akan menimbulkan masalah lain yang dapat menimbulkan
kerugian bagi penggunanya (Yayan, 2009).
Belakangan ini timbul masalah yang sangat krusial yaitu sulit untuk
mendapatkan air bersih. Banyak sumber air yang biasa dipakai tidak sebagus
dulu lagi. Penyebab susahnya mendapat air bersih adalah adanya pencemaran air
yang disebabkan oleh limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah
industri. Selain itu, adanya pembangunan dan penjarahan hutan merupakan
penyebab berkurangnya kualitas mata air dari pegunungan karena banyak
bercampur dengan lumpur yang terkikis terbawa aliran sungai. Akibatnya, air
bersih terkadang menjadi "barang langka" (Yayan, 2009).
1
Ada beragam cara untuk memecahkan masalah tersebut, salah satunya
dengan aplikasi teknologi yang tepat guna. Dalam percobaan ini salah satu upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas air secara mikrobiologi adalah
dengan desinfeksi.
Adapun desinfeksi ini dimaksudkan untuk membunuh bakteri pathogen
(penyebab penyakit) yang penyebarannya melalui air dengan cara kimia yakni
dengan penambahan bahan kimia, seperti kaporit dan ozone. Fisik yaitu dengan
pemanasan dan penggunaan sinar ultra violet. Bahan kimia yang paling banyak
digunakan untuk mendesinfeksi air adalah chlor dan senyawa chlor yang disebut
chlorinasi. Chlorinasi di Indonesia biasanya menggunakan kaporit (Ca(OCl)2),
karena murah, mudah didapat dan mudah penanganannya (Anonim, 2009).
B. Tujuan
Untuk mengetahui jumlah kaporit yang dibutuhkan untuk membunuh bakteri
pathogen yang ada pada Air Sumur Gali Pondok Primasari Jalan Sahabat II.
C. Prinsip Percobaan
1. Menyiapkan sampel air.
2. Lakukan pemeriksaan chlor segera dan chlor tetap.
3. Pencampuran antara sampel dengan media (DPD Total Chlorine Reagent,
Larutan kaporit) harus terjadi dengan sempurna dan homogen.
2
4. Sampel diambil sebanyak 10 ml untuk dipindahkan pada tabung cufet control
sebanyak 5 ml dan tabung cufet sampel 5 ml dan dicampur dengan chlor
kemudian dihomogenkan.
5. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan komparator.
6. Hitung daya sergap chlor dan kaporit yang dibutuhkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Air
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air
merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam
ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O :
satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada
satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar (Allafa, 2008 dalam Putra, 2010).
Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam,
gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik. Air sering
disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air
berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan
dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai
sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion
hidroksida (OH-) (Allafa, 2008 dalam Putra, 2010).
Selanjutnya yang dimaksud dengan air adalah air tawar yang tidak termasuk
salju dan es. Di Indonesia jumlah dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air
permukaan, dan air atmosfer, yang ketersediaannya sangat ditentukan oleh air
4
atmosfer atau sering dikenal dengan air hujan (Kusnoputranto, 2000 dalam Putra,
2010).
B. Tinjauan Umum Tentang Sumur Gali
Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah-
rumah perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari
permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah
yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena
kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat
buangan kotoran manusia kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu
sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air.
Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan
sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan
air dengan timba. Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang
baik, bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam
sumur (Depkes RI, 1985 dalam Putra, 2010).
Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila
cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya.
Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari
5
sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di
bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber
pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari
dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10
meter dan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding)
sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang,
2000 dalam Putra, 2010).
Sumur gali ada yang memakai pompa dan yang tidak memakai pompa.
Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur, bibir
sumur, lantai sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Sumur gali sehat harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut (Entjang, 2000 Dalam Putra, 2010).
Persyaratan Sumur Sehat
Sumur merupakan jenis sarana air bersih yang banyak dipergunakan
masyarakat, karena ± 45% masyarakat mempergunakan jenis sarana air bersih ini.
Sumur sanitasi adalah jenis sumur yang telah memenuhi persyaratan sanitasi dan
terlindung dari kontaminasi air kotor (Chandra, 2007). Sumur sehat minimal
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Entjang, 2000).
Syarat Lokasi atau Jarak
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage pit) dan
6
sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan serta
kemiringan tanah.
1. Lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir.
2. Jarak sumur minimal 15 meter dan lebih tinggi dari sumber pencemaran
seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah dan sebagainya (Chandra,
2007).
Syarat Konstruksi
Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa, meliputi dinding sumur,
bibir sumur, serta lantai sumur.
Dinding sumur gali :
1. Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur gali harus
terbuat dibuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi perembesan air / pencemaran oleh bakteri
dengan karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada
kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata tanpa
semen, sebagai bidang perembesan dan penguat dinding sumur (Entjang
2000).
2. Pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus dibuat
dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang telah
tercemar tidak terjadi. Kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada
umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut. Kira-kira 1,5 meter
7
berikutnya ke bawah, dinding ini tidak dibuat tembok yang tidak disemen,
tujuannya lebih untuk mencegah runtuhnya tanah (Azwar, 1995).
3. Dinding sumur bisa dibuat dari batu bata atau batu kali yang disemen. Akan
tetapi yang paling bagus adalah pipa beton. Pipa beton untuk sumur gali
bertujuan untuk menahan longsornya tanah dan mencegah pengotoran air
sumur dari perembesan permukaan tanah. Untuk sumur sehat, idealnya pipa
beton dibuat sampai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Dalam
keadaan seperti ini diharapkan permukaan air sudah mencapai di atas dasar
dari pipa beton. (Machfoedz, 2004).
4. Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun pada musim kemarau (Entjang,
2000).
Bibir sumur gali. Untuk keperluan bibir sumur ini terdapat beberapa
pendapat antara lain :
1. Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air, setinggi minimal 70 cm, untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan
(Entjang, 2000).
2. Dinding sumur di atas permukaan tanah kira-kira 70 cm, atau lebih tinggi dari
permukaan air banjir, apabila daerah tersebut adalah daerah banjir
(Machfoedz, 2004).
8
3. Dinding parapet merupakan dinding yang membatasi mulut sumur dan harus
dibuat setinggi 70-75 cm dari permukaan tanah. Dinding ini merupakan satu
kesatuan dengan dinding sumur (Chandra, 2007).
Lantai sumur gali. Beberapa pendapat konstruksi lantai sumur antra lain :
1. Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m lebarnya dari dinding
sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah,
bentuknya bulat atau segi empat (Entjang, 2000).
2. Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring
dengan tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira 1,5
meter, agar air permukaan tidak masuk (Azwar, 1995).
3. Lantai sumur kira-kira 20 cm dari permukaan tanah (Machfoedz, 2004).
Saluran pembuangan air limbah. Saluran Pembuangan Air Limbah dari sekitar
sumur menurut Entjang (2000), dibuat dari tembok yang kedap air dan
panjangnya sekurang-kurangnya 10 m.
C. Tinjauan Umum Tentang Desinfektan
Desinfektan bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang masih
terdapat dalam air yang sudah melalui tahap filter. Desinfektan yang digunakan
adalah substansi kimia yang merupakan oksidator kuat seperti chlor dan kaporit
(Reynolds, 1982).
9
Desinfeksi dapat dilakukan menggunakan dua macam agen desinfektan,
yaitu (Anonim, 2009) :
1. Agen kimia : Calcium Hyphochloride (CaOCl2), Chlorine Diokside
(ClO2), Bromine Chloride (BrCl), Ozon (O3), Cl2.
2. Agen fisik : Sinar ultra violet.
Proses pembunuhan mikroorganisme patogen oleh agen desinfektan terjadi
melalui beberapa fase, yakni (Anonim, 2009):
1. Perusakan dinding sel mikroorganisme;
2. Merubah permeabilitas sel;
3. Merubah sifat koloidal mikroorganisme;
4. Menghalangi aktivitas enzim.
Dalam instalasi pengolahan air bersih jenis desinfektan yang paling sering
digunakan adalah Calcium Hipochloride. Dosis chlor yang digunakan didasarkan
pada daya pengikat chlor (DPC) air baku dan kebutuhan waktu kontak.
Sisa chlor yang diinginkan pada saluran distribusi berkisar antara 0,3-0,5 ppm
(Anonim, 2009).
D. Tinjauan Umum Tentang Chlor
Chlorine adalah golongan halogen berwarna hijau kekuning–kuningan dan
memiliki bau yang sangat tajam. Senyawa ini dijumpai dalam bentuk gas, cair
10
dan padat dan banyak sekali kegunaanya terutama untuk desinfektant pada proses
pengolahan air walaupun hanya 3,6 % dari total produksi (Parajaja, 2008).
Senyawa ini merupakan salah satu disinfektan yang paling banyak
digunakan dalam pengolahan air minum dan air buangan karena mudah didapat
dan murah harganya, daya disinfeksinya tahan sampai beberapa jam setelah
pembubuhan dan dapat memecah molekul organik, sebagai oksidator,
mengurangi bau, rasa dan lain-lain (Parajaja, 2008).
Chlor cair dibuat dengan cara memadatkan gas chlor dan mengandung kira-
kira 99,5% chlor murni, mempunyai berat jenis sekitar 1,5 kali berat jenis air.
Chlor cair dapat berubah dengan mudah menjadi gas pada temperatur kamar.
Satu volume Chlor cair dapat menjadi 460 volume gas (Parajaja, 2008).
Chlor tidak akan menyala, tetapi akan membantu proses pembakaran. Chlor
juga tidak mudah meledak, tetapi akan bereaksi keras dengan terpentin,
ammonia, hidrokarbon dan bahan-bahan yang mudah terbakar. Pada keadaan
kering, gas chlor tidak korosif, tetapi sangat korosif terhadap metal bila chlor
dalam keadaan lembab (Parajaja, 2008).
E. Tinjauan Umum Tentang Kaporit
Nama lain dari kaporit yakni Perchloron / HTH (high-test-hypochlorite)
Formula Ca(OCl)2. Bentuk yang tersedia bubuk, butiran atau granulat dalam
barrel atau drum. Karakteristiknya yakni putih kekuningan, non-higroskopik,
11
korosif, nonbasa, stabil dengan konsentrasi 800 – 900 kg/m3, kadar chlor aktif
yaitu 60 – 70 % umumnya 60% ( Parajaja, 2008).
Kadar chlor sebesar 65% dalam perhitungan berat berarti bila 100 gram
kalsium hipokhlorit dibubuhkan kedalam air, berarti hanya 65 gram chlor yang
dibubuhkan. Senyawa ini memerlukan penyimpanan khusus untuk menghindari
kontak dengan materi organik, karena reaksi antara kalsium hipokhlorit dengan
organik dapat menghasilkan panas dan oksigen yang dapat menimbulkan api.
Pada waktu Ca(OCl)2 bercampur dengan air, panas akan dilepas. Oleh karena itu
bahan kimia kering harus dibubuhkan dalam dosis yang tepat ke dalam air dan
tidak membubuhkannya ke dalam bahan kimia (Parajaja, 2008).
12
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain :
a. Stirel 1 Unit
b. Komparator 1 Unit
c. Magnetik stirel 2 Buah
d. Bulp 1 Buah
e. Colour disk 1 Buah
f. Pipet steril 1 Buah
g. Gelas beker 1 Buah
h. Tabung cuffet 1 Buah
i. Gelas Ukur 1 Buah
2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain :
a. Sampel air sumur gali 1.000 ml
b. DPD total chlorine reagent 2 Bungkus
c. Larutan kaporit 2 ml
d. Aquades Secukupnya
13
e. Kapas Secukupnya
f. Tissue Secukupnya
B. Waktu, Tempat Pengambilan Sampel
1. Waktu
Sampel air sumur gali diambil pada hari Selasa tanggal 12 Maret 2011
pukul 10.55 WITA.
2. Lokasi
Sampel air sumur gali diambil di Pondok Primasari Jalan Sahabat II
Kelurahan Tamalanrea, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makasar.
C. Prosedur Kerja
1. Pengambilan sampel
a) Disediakan tempat untuk sampel berupa jergen.
b) Dibilas jergen minimal 3 kali dengan air sampel.
c) Dimasukan air sampel ke dalam jergen sampai penuh, diusahakan tidak
terjadi aerasi.
d) Kemudian sampel yang telah diambil dibawah ke laboratorium untuk
proses pemeriksaan.
2. Pemeriksaan Sampel
a) Diambil sampel air sumur sebanyak 1.000 ml.
14
b) Selanjutnya, sampel ditaruh di dalam tabung kimia.
c) Kemudian disediakan larutan kaporit sebanyak 2 ml dan dituang ke dalam
tabung yang berisi air sumur.
d) Sampel kemudian dihomogenkan dengan menggunakan stirel.
e) Selanjutnya, tabung cuffet diisi dengan sampel sebanyak 5 ml, terus
dituangkan DPD Total Chlorine Reagent. Kemudian digoyangkan.
f) Terus tabung cuffet diletakkan di komparator.
g) Kemudian tentukan warnanya yang sesuai agar warnanya sama antara
cuffet reagent dengan cuffet sampel.
h) Setelah hasilnya diketahui chlor segera pada pemeriksaan pertama maka
kita lanjutkan kemudian setelah 30 menit lagi untuk pemeriksaan kedua.
i) Setelah 30 menit tabung cuffet diisi dengan sampel sebanyak 5 ml, terus
dituangkan DPD Total Chlorine Reagent. Kemudian digoyangkan sampai
homogen.
j) Terus tabung cuffet diletakkan di komparator.
k) Kemudian tentukan warnanya yang sesuai agar warnanya sama antara
cuffet reagent dengan cuffet sampel dan lihat hasil dari chlor tetap dengan
colour disk.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, hasil penghitungan jumlah
chlor yang terdapat pada sampel air sumur gali Pondok Primasari Jalan Sahabat
II Kelurahan Tamalanrea diperoleh :
a. Pada pemeriksaan pertama (sisa chlor segra) = 3,5 mg/l.
b. Pada pemeriksaan kedua (sisa chlor tetap) = 3,0 mg/l.
B. Pembahasan
Proses pengujian yang kami lakukan saat mengambil sampel sudah sesuai
dengan prosedur yang ditentukan. Sampel yang kami teliti adalah air sumur gali
di Pondok Primasari sebanyak 1000 ml. Pada proses pemeriksaan dilakukan
sebanyak 2 kali pemeriksaan dengan tenggang waktu 30 menit, dimana pada
pemeriksaan pertama diperoleh sisa chlor segra 3,5 mg/l sedangkan pada
pemeriksaan kedua diperoleh sisa chlor tetap 3,0 mg/l.
Dari hasil pengamatan, dilihat ada perbedaan antara pemeriksaan pertama
dan pada pemeriksaan kedua. Hal ini terlihat jelas pada pemeriksaan pertama
didapat chlor sebanyak 3,5 mg/l sedangkan pada pemeriksaan kedua mengalami
penurunan chlor menjadi 3,0 mg/l.
16
Perhitungan Total Chlor :
Daya sergap chlor = Sisa chlor segera – Sisa chlor tetap
= 3,5 – 3,0 = 0,5 mg/l
Angka Keamanan = 0,3 mg/l +
Jadi, chlor yang dibutuhkan = 0,8 mg/l
Jika bahan kimia yang diperlukan chlorinisasi ialah kaporit 60% maka
banyaknya kaporit = 100
60x 0,8 = 1 , 33 mg / lt
Jadi jumlah kaporit yang dibutuhkan untuk membunuh kuman pathogen air
sumur gali adalah sebanyak 1,33 mg/l.
17
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sampel yang diteliti adalah air sumur gali di Pondok Primasari sebanyak
1.000 ml. Pada proses pemeriksaan dilakukan sebanyak 2 kali pemeriksaan
dengan tenggang waktu 30 menit, dimana pada pemeriksaan pertama
diperoleh total chlor 3,5 mg/l sedangkan pada pemeriksaan kedua diperoleh
total chlor 3,0 mg/l.
Berdasarkan hasil pengamatan, dilihat ada perbedaan antara pemeriksaan
pertama dan pada pemeriksaan kedua. Faktor utama yang mempengaruhi
sehingga timbul perbedaan hasil pemeriksaan yaitu adanya perbedaan waktu
pengujian yaitu 30 menit
Jadi, berdasarkan hasil pemeriksaan total chlor maka dapat disimpulkan
jumlah kaporit yang dibutuhkan untuk membunuh kuman pathogen air sumur
gali Pondok Primasari Jalan Sahabat II adalah sebanyak 1,33 mg/l.
B. Saran
1. Kepada pihak Pemerintah agar sesering mungkin melakukan pemantauan
terhadap Air Minum khususnya sumber airnya berasal dari sumur gali.
2. Kepada pihak konsumen agar lebih berhati-hati dalam memilih air minum
yang sumber airnya berasal dari sumur gali.
18
3. Kepada pihak produsen agar memperhatikan aspek sanitasi dan higiene
kebutuhan jumlah chlor pada sumur gali yang menjadi bahan baku
utama air minum.
19