isi pseudomonas refrat octi

36
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pseudomonas adalah salah satu penyebab tersering infeksi manusia, tipe tersering yang menyebabkan infeksi pada manusia adalah pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas sering ditemukan pada tanah, air, tumbuhan, maupun hewan. habitat utama pseudomonas adalah daerah yang lembab. Penyebaran pseudomonas umumnya melalui air dan tanah. Infeksi yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung lokasi infeksi pseudomonas. Infeksi pseudomonas biasanya terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit atau orang dengan imun yang lemah, meskipun pada orang yang sehat juga dapat terinfeksi pseudomosan setelah kontak dengan air yang terinfeksi pseudomonas 1 . Infeksi pseudomonas dapat mengenai berbagai sistem organ. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pseudomonas antara lain pneumonia, endokarditis, meningitis, otitis, keratitis, osteokondritis, ektima gangrenosum, necrotizing enterocolitis, infeksi

Upload: octi-guchiani

Post on 24-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

infeksi pseudomonas

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGPseudomonas adalah salah satu penyebab tersering infeksi manusia, tipe tersering yang menyebabkan infeksi pada manusia adalah pseudomonas aeruginosa. Pseudomonas sering ditemukan pada tanah, air, tumbuhan, maupun hewan. habitat utama pseudomonas adalah daerah yang lembab. Penyebaran pseudomonas umumnya melalui air dan tanah. Infeksi yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung lokasi infeksi pseudomonas. Infeksi pseudomonas biasanya terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit atau orang dengan imun yang lemah, meskipun pada orang yang sehat juga dapat terinfeksi pseudomosan setelah kontak dengan air yang terinfeksi pseudomonas1. Infeksi pseudomonas dapat mengenai berbagai sistem organ. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pseudomonas antara lain pneumonia, endokarditis, meningitis, otitis, keratitis, osteokondritis, ektima gangrenosum, necrotizing enterocolitis, infeksi saluran kemih, dll. Manifsetasi berbagai penyakit akibat pseudomonas sering tidak spesifik dan menyerupai infeksi bakteri pada umumnya1,2,3,4,5. Adanya underlying disease yang disertai infeksi pseudomonas memiliki mortalitas yang tinggi. Infeksi pseduomonas di satu tempat dapat menyebab ke berbagai tempat di dalam tubuh sehingga komplikasi yang timbul dapat mengancam jiwa. Pseudomonas bersifat oportunistik patogen yang sering menyebabkan infeksi nosokomial. infeksi nosokomial yang menyertai penyakit utama sering menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa. Masalah lain yang timbul akibat infeksi pseudomonas adalah meningkatnya resistensi pseudomonas terhadap antibiotik2,4.

B. TUJUAN Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui infeksi pseudomonas, sehingga dapat menjadi referensi tambahan ilmu kesehatan anak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIInfeksi pseudomonas adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pseudomonas, tipe tersering yang menyebabkan infeksi pada manusia adalah pseudomonas aeruginosa. Kolonisasi pseudomonas aeruginosa terjadi pada lebih dari 50% manusia1.

B. ETIOLOGIPseudomonas spp adalah bakteri batang yang bersifat aerob gram negative yang bergerak dengan flagel polar yang bersifat oportunistik patogen pada manusia. Meskipun bersifat aerob, pseudomonas mampu beradaptasi pada lingkungan yang mengalami penurunan kadar oksigen sehingga sering disebut bersifat fakultative anaerob. Morfologi pseudomonas adalah berbentuk batang dengan ukuran 0,5-1,0 x 3,0-4,0 um. Pseudomonas tumbuh secara obligat aerob pada suhu 37-420 C. Apabila dibiakan pada media akan tumbuh sebagai koloni bulat, tepi tidak rata, transparan, berbau amis seperti anggur dan akan menghasilkan reakasi beta hemolisa pada media blood agar plate6. Pseudomonas sering ditemukan pada tanah, air, tumbuhan, maupun hewan. habitat utama pseudomonas adalah daerah yang lembab. Penyebaran pseudomonas umumnya melalui air dan tanah1.

C. FAKTOR RESIKOFaktor resiko yang menyebabkan infeksi pesudomonas adalah:1. Pasien yang dirawat di rumah sakit, terutama pasien yang menggunakan ventilator, kateter, pasca operasi, dan pasien luka bakar3. Pseudomonas sering menyebabkan infeksi nosokomial yang sering mengancam jiwa. Infeksi nosokomial akibat pseudomonas antara lain pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi pada luka operasi2. Kontak dengan air yang terkontaminasi pseudomonas misalnya berenang di air yang tidak cukup mengandung klorin. 3. Pasien imunokompromise4. Penggunaan lensa kontakFaktor resiko berdasarkan lokasi infeksi pseudomonas2:1. Bakteremia: kondisi yang berpotensi terjadinya bakteremia adalah keganasan hematologi, defisiensi imunoglobulin, neutropeniam diabetes melitus, luka bakar berat, dermatitis difus, AIDS, kemoterapi kanker, penggunaan steroid yang berlebihan, penggunaan kateter, pemasangan infus, tindakan operatif.2. Infeksi tulang: post operasi, trauma penetrasi, diabetes, penyakit vaskular perifer.3. Infeksi kulit: kondisi kulit yang lembab, air yang terkontaminasi pseudomonas, paronikia.4. Infeksi sistem saraf pusat: post operasi saraf, imunokompremise, infeksi maternal, ketuban pecah dini, trauma persalinan, prematuritas, berat badan lahir rendah, anomali kongenital, asfiksia, neonatus dengan ventilator atau infus dapat menyebabkan meningitis neonatus.5. Infeksi saluran pencernaan: kelompok utama yang beresiko adalah bayi, anak-anak, penderita keganasan hematologi, neutropenia. Manifestasi klinis dapat berupa necrotizing enterocolitis yang mempunyai mortalitas dan morbiditas tinggi.6. Infeksi saluran kemih: penggunaan kateter menyebabkan infeksi asenden yang dapat menyebabkan bakteremia. Kateter harus dilepas secepat mungkin bila sudah tidak diperlukan, apabila perlu menggunakan kateter dalam waktu yang lama maka kateter harus diganti sesuai protokol rumah sakit.7. Infeksi saluran pernafasan: bakteremia, penggunaan ventilasi dan endotracheal tube menyebabkan terjadinya pneumonia.

D. EPIDEMIOLOGIData Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengenai infeksi nosokomial menunjukkan infeksi pseudomonas aeruginosa merupakan 10% penyebab infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial dapat berupa pneumonia terkait intensive care unit, osteokondritis, nosokomial pneumonia, infeksi saluran kemih yang didapat di rumah sakit, infeksi pada lokasi operasi, sepsis, abses otak. Infeksi pseudomonas seperti sepsis, pneumonia bakteremia, meningitis, infeksi luka bakar mempunyai mortalitas yang tinggi. Pada bayi, penyebaran infeksi pseudomonas pada tulang dapat mencapai metafisis dan epifisis hingga sendi, sedangkan pada anak yang lebih besar sudah terdapat barrier di epifisis sehingga infeksi hanya melibatkan metafisis dan jarang disertai infeksi epifisis dan persendian1. Pseduomonas dapat ditemukan pada berbagai peralatan yang terdapat di rumah sakit sehingga menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial akibat pseudomonas dapat berupa pneumonia sebesar 20% dan infeksi saluran kemih sebesar 16%. Transmisi pseudomonas dapat berasal dari air yang terkontaminasi maupun kontak langsung dengan bagian tubuh yang mengalami luka. Pada infeksi nosokomial, transmisi pseudomonas dapat berasal dari penggunaan ventilator, kateter, maupun infus7.

E. PATOGENESISInfeksi pseudomonas memiliki mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh resistensi bakteri terhadap antibiotik, mekanisme imun host yang lemah dan kemampunan pseudomonas menghasilkan protease yang dapat merusak jaringan. Mekanisme pasti bagaimana pseudomonas menyebabkan infeksi pada manusia masih belum diketahui secara pasti. Sejumlah enzim, toksin dan lendir menyebabkan efek patologis pada hewan namun peranan pada manusia masih belum jelas. Beberapa faktor yang berperan dalam virulensi pseudomonas7,8,9:1. Polisakarida ekstraseluler yang menyebabkan gangguan difusi antibiotik dan menghambat fagositosis sehingga menyebabkan resistensi kuman terhadap antibiotik dan memfasilitasi kolonisasi bakteri. Polisakarida ekstraseluler merupakan pembatas antara dinding sel dengan lingkungan. Komponen pilin dan flagelin berperan saat selama proses adesi dan invasi bakteri.

Gambar 1. Struktur Pseudomonas2. Pigmen piosianin dan flurosein merupakan pigmen utama yang dihasilkan oleh pseudomonas. Piosianin menghambat pertumbuhan bakteri lain dan memfasilitasi kolonisasi pseudomonas.3. Protease ekstraseluler yang berperan dalam lesi hemoragik dan kerusakan jaringan di lokasi infeksi pseudomonas. 4. Pseudomonas menghasilkan exotoksin a yang menginaktivasi ADP ribosilat yang menghambat sintesis protein dan menyebabkan nekrosis sel host. Virulensi pseudomonas juga disebabkan oleh exoenzim yang mendegradasi membran plasma sel sehingga terjadi lisis sel host.Pseudomonas menghasilkan berbagai toksin yang meningkatkan virulensinya. Pada awal infeksi, setelah pseudomonas merusak integritas epitel kemudian toksin ExoU, ExoS, ExoT dan ExoY akan menbunuh makrofag sehingga makrofag tidak dapat mengleliminasi pseudomonas. Keempat toksin tersebut semakin lama akan merusak integritas epitel dan barier endotel yang dapat menyebabkan pseudomonas memasuki sirkulasi darah sehingga dapat terjadi bakteremia. ExoU akan menyebabkan pengeluaran eikosanoid yang berlebihan sehingga terjadi kerusakan jaringan host9.Infeksi pseudomonas dapat terjadi pada berbagai sistem tubuh. Secara umum ada 3 stadium infeksi yaitu2:1. Bakteri memasuki tubuh melalui port de entry (misalnya pada luka bakar, pemakaian lensa kontak) kemudian terjadi kolonisasi bakteri.2. Bakteri yang sudah membentuk koloni akan menyebabkan reaksi infeksi lokal.3. Bakteri dapat memasuki sirkulasi darah, kemudian terjadi penyebaran bakteri pseudomonas sehingga dapat terjadi penyakit sistemik dan komplikasi di sistem tubuh.

F. MANIFESTASI INFEKSI

Gambar 2. Manifestasi Infeksi Pseudomonas.Manifestasi infeksi pseudomonas sangat bervariasi, tergantung dari lokasi infeksi2:1. Infeksi pada tulang dan sendi umumnya merupakan infeksi hematogen dengan adanya sumber infeksi ditempat lain. Osteomielitis dapat terjadi pasca trauma penetrasi, post operasi, dan adanya infeksi primer di jaringan lunak. Pada anak-anak dapat terjadi osteokondritis yang ditandai dengan adnya nyeri dan edema 3-4 hari setelah luka tusuk, kadang-kadang tidak disertai gejala sistemik seperti demam. Osteokondritis biasanya disertai dengan selulitis di bagian superfisialnya2. 2. Infeksi pada kulit dan jaringan lunak seperti pada luka bakar, dermatitis, ektiema gangrenosum, pioderma, selulitis, dan kronik paronika dapat terjadi akibat infeksi pseudomonas. Luka bakar yang terinfeksi pseudomonas melibatkan respon sistemik dan dapat bermanifestasi sebagai bakteremia, demam, hipotermiam disorientasi, hipotensi, ileus, leukopenia. Lesi khas pseudomoas yang menginfeksi luka bakar adalah infeksi multifokal dengan perubahan warna eskar menjadi coklat kehitaman yang disertai edema dan nekrosis hemoragik. Paronikia kronik ditandai dengan kulit disekitar kuku mendjadi pucat atau kemerahan, nyeri, dan tampak bengkak. Pus biasanya terdapat di bawah kuku dan akan tampak berwarna kehijauan sehingga disebut green nail syndrom. Green nail syndrom adalah infeksi pada kuku yang khas pada infeksi pseudomonas, ciri khasnya terdapat eksudat kering berwana kehijauan akibat adanya pigmen pioverdin.

Gambar 3. Green Nail SyndromFolikulitis dapat terjadi apabila kontak dengan air yang mengandung pseudomonas, misalnya pada kolam renang dengan kadar klorin yang rendah. Folikulitis akan menumbulkan lesi 8 jam -5 hari setelah kontak, rerata masa inkubasi adalah 2 hari. Folikulitis akibat pseudomonas akan tampak sebagai plak urikaria berjumalah sedikit hingga mnecapai 50 dengan diameter 0,5-3 sentimeter dengan pus didalamnya. Lesi ini bersifat gatal dan akan menghilang dalam 7-10 hari kemudian meninggalkan bekas berupa hiperpigmentasi. Selulitis dapat terjadi akibat infeksi sekunder pada berbagai infeksi kulit maupun jaringan lunak, timbul nyeri hebat akibat erosi dan nekrosis jaringan. Selulitis mempunyai lesi berupa vesikel atau pustul umumnya mebentuk lesi satelit. Ektiema gangrenosum mempunyai lesi multipel yang awalnya hanya berupa makula eritem kemudian berubah menjadi bula. Bula hemoragik dapat berisi sedikit pus dan mempunyai diameter beberapa sentimeter. Bagian sentral lesi menunjukan adanya nekrosis dan akan membentuk ulkus gangren dengn eskar berwarna kehitaman yang dikelilingi eritema. Ektiema gangrenosum mempunyai predileksi terbanyak di gluteal (57%), ekstremitas (30%), badan (6%), wajah (6%)2,3,4.

Gambar 4. Ektiema Gangrenosum: Nekrosis dengan Eskar Kehitaman Dikelilingi Eritema.3. Infeksi pada sistem saraf pusat yang berupa meningitis, absen intra serebral umumnya terjadi pada pasien imunokompromise atau post operasi saraf. Gejala yang timbul seperti meningitis pada umumnya yaitu nyeri kepala, demam, muntah, kejang, ubun-ubun menonjol, disorientasi, dan kaku kuduk. Sumber infeksi dapat berasal dari infeksi tempat lain misalnya otitis eksterna. Meskipun komplikasi infeksi pseudomonas di sistem saraf pusat jarang terjadi namun bila terjadi memiliki mortalitas yang tinggi2.4. Infeksi pseudomonas pada telingga yang sering terjadi adalah swimmers ear yang bermanifestasi sebagai eritema, edema, dan akumulasi debris di meatus auditorius eksternus (MAE) serta disertai otalgia. Bila berlanjut, eritem akan menyebar hingga ke pina dan meteri purulen akan memenuhi MAE dan keluar dari telinga. 95% kejadian otitis eksterna maligna disebabkan oleh pseudomonas. Penyakit ini diawali oleh otitis eksterna yang bersifat kronis dan ditandai dengan otalgia dan otorea purulen. Pada anak-anak dengan otitis eksterna maligna mempunyai insidensi tinggi terjadinya palsi n. Facialis karena lokasi n. Facialis yang dekat dengan kanal telinga dibanding dewasa2,5.

Gambar 5. Otitis Eksterna Maligna: Otore Purulen, MAE Hiperemis dan Edem.5. Infeksi pseudomonas pada mata umumnya terjadi pada pengguna lensa kontak. Keratitis akibat pseudomonas berkembang dengan cepat, menimbulkan nekrosis, infiltrasi pada epitel kornea yang dikelilingi oleh edema. Setelah 48 jam dapat terjadi ulkus korena maupun perforasi kornea yang menyebabkan penurunan visus permanen. Endoftalmitis pada infeksi pseudomonas bermanifestasi sebagai nyeri, konjungtiva hiperemis, edema palpebram hipopion, uveitis anterior yang berat disertai keterlibatan vitreus2.

Gambar 6. Keratitis Pseudomonas: Infiltrat Kornea Dikelilingi Edema.6. Pada neonatus, infeksi pseudomonas menyebabkan terjadinya necrotizing enterocolitis (NEC). Pada NEC akan terjadi muntah, diare, dehidrasi, distensi abdomen, tanda-tanda peritonitis dan tampak iritable. Pada anak-anak dapat terjadi diare epidemik akibat infeksi pseudomonas. Diare yang timbul dapat ringan hingga berat sehingga menyebabkan dehidrasi. Infeksi pseudomnas dikaitkan dnegan demam shanghai yaitu sindrom yang berhubungan dengan diare atau konstipasi, ruamm dan demam persisten 1-2 minggu2. 7. Infeksi pseudomonas pada saluran kemih mempunyai manifestasi yang sama dengan infeksi bakteri lainnya. Tidak ada gejala spesifik pada infeksi pseudomonas2.8. Infeksi pseudomas pada saluran pernafasan yang bersifat nosokomial disebabkan oleh penggunaan ventilator sehingga menimbulkan pneumonia. Baktermia pseudomonas yang menyebabkan pneumonia biasanya terjadi pada penderita keganansan, neutropenia, dan imunokompromise. Pada bakteremia pnemonia perjalan penyakit cepat memburuk karena adanya edem kongesti pembuluh darah paru. Pada pemeriksaan dapat ditemukan retraksi, ronki, dan sianosis. Pneumonia non bakteremia pseudomonas terjadi akibat aspirasi pneumonia dari saluran nafas atas yang terdapat kolonisasi pseudomonas. Penyakit ini biasanya bersifat fatal yang ditandai dengan demam, menggigil, dispneu, batuk produktive purulen, sianosis, dan dapat terjadi penurunan kesadaran2.9. Infeksi pseudomonas pada sistem kardiovaskular dapat menyebabkan endokarditis yang mempengaruhi katup jantung. Destruksi katup jantung dapat menyebabkan gagal jantung, pada infeksi pseudomonas, katup yang terlibat biasanya bersifat multipel. Urmur yang muncul sesuai dengan katup jantung yang mengalami kerusakan2. 10. Bakteremia maupun sepsis dapat terjadi pada infeksi pseudomonas. Demam biasanya merupakan gejala yang muncul, kecuali pada bayi yang masih muda atau prematur. Distress pernafasan dan ikterik lebih sering dijumpai pada sepsis dibandingkan disseminated intravascular coagulation2. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan disesuaikan dengan lokasi infeksi. Seperti infeksi bakteri pada umumnya, terjadi leukositosis dengan dominasi segmen. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas diperlukan untuk memastikan bakteri penyebab dan mengetahui antibiotik yang sesuai. Pemeriksaan khusus disesuaikan dengan lokasi infeksi seperti rontgen thorax, sputum, feses, dan kultur urin2. Pseudomonas dapat diperiksa dengan melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengidentifikasi pseudomonas yaitu6:1. Pewarnaan gramPewarnaan gram pada apusan yang berasal dari lokasi infeksi untuk mengidentifikasi pseudomonas. Pada pewarnaan gram akan diperoleh suatu bakteri berbentuk batang berwarna merah. Warna merah menunjukan bakteri gram negative. Bakteri gram negative mempunyai 3 lapisan dinding sel dengan lapisan terluar berupa lipopolisakarida yang bersifat larut alkohol sehingga pada saat apusan diwarnai dengan pewarna sekunder(safranin) akan menghasilkan warna yang serupa dengan safranin yaitu merah.

Gambar 7. Prosedur Pewarnaan Gram.

Gambar 8. Pseudomonas Tampak Sebagai Bakteri Batang Berwarna Merah.

2. IsolasiPenumbuhan bakteri pseudomonas dapat dilakukan dengan medium agar MacConkey selama 16-48 jam pada suhun35-370C. Agar MacConkey adalah suatu media selektif yang digunakan untuk mengisolasi dan membedakan bakteri gram negative terutama dari kelompok Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adanya kristal ungu dan garam empedu pada medium ini menghambat pertumbuhan bakteri gram positif. Bakteri gram negatif yang dapat memfermentasikan laktosa akan menyebabkan penurunan PH medium agar sehingga akan tampak koloni berwarna merah. Sedangkan pada bakteri gram negatif yang tidak memfermentasikan laktosa akan tampak medium yang trasnparan disekeliling koloni. Pseudomonas bersifat tidak memfermentasikan laktosa sehingga akan tampak koloni pseudomonas dikelilingi medium yg transparan.

Gambar 9. Koloni Pseudomonas pada Medium Agar MacConckey yang Tidak Memfermentasikan Laktosa.

Gambar 10. Koloni Pseudomonas pada Medium Agar MacConckey Tampak Berwarna Kehijauan Akibat Produksi Pigmen Flouresen Pioverdin.

3. Tes oksidaseTes oksidase dilakukan dengan menggoreskan koloni bakteri pseudomonas pada stik oksidase. Setelah 1 menit akan tampak perubahan warna stik menjadi keunguan yang berarti tes oksidase positif.

Gambar 11. Tes Oksidase pada Pseudomonas.4. Tes katalaseTes katalase dilakukan dengan meneteskan 1 tetes H2O2 105 pada kaca obyek, kemudian ditambahkan koloni pseudomoas. Setelah koloni tercampur dengan reagen akan tampak gelembung udara. Hal ini disebut tes katalase positif.

Gambar 12. Tes Katalase pada Pseudomonas.

G. TATALAKSANAAntibiotik yang direkomendasikan digunakan pada infeksi pseudomonas adalah kombianasi antibiotik. Antibiotik awal yang digunakan adalah sesuai dengan pengobatan empiris. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan lokasi infeksi, komplikasi yang timbul dan resitensi antibiotik lokal. Antibiotik yang digunakan adalah sefalosporin generasi tiga (ceftazidime), carbapenem (meropenem dan imipenem), aminoglikosida (gentamisin dan tobramisin). Apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik kombinasi golongan beta laktam dan aminoglikosida, kemungkinan terjadi resistensi sehingga pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur. Pada meningitis pilihan terapi adalah ceftazidime karena mempunyai kemampuan menembus sawar otak. Infeksi saluran kemih dapat diterapi dengan golongan aminoglikosida. Selain antibiotik, tatalaksana simptomatik diberikan sesui keluhan yang ada. Luka bakar yang terinfeksi pseudomonas membutuhkan operasi debridement untuk menghilangkan jaringan nekrosis2,10. Dosis antibiotik:1. Ceftazidime : 50mg/kgbb/ dosis IV setiap 8 jam2. Ceftriaxone : 50mg/kgbb/ 24 jam IV3. Gentamicin: 2-2,5 mg/kgbb/ dosis IV setiap 8 jam4. Meropenem: 20mg/kgbb/ dosis IV setiap 8 jam 5. Tobramisin: 2-2,5 mg/kgbb/ dosis IV setiap 8 jam

Suspek infeksi pseudomonasKultur+uji sensitivitas darah dan sampel dari lokasi infeksi Terapi antibiotik secara empiris: kombinasi beta laktam dan aminoglikosidaSetelah 24-48 jam, evaluasi respon klinisAda perbaikan:Terapi dilanjutkan hingga 8 hari kemudian reevaluasiTidak ada perbaikan:Apakah terjadi resistensi?Ada infeksi patogen lain?Komplikasi?Penyebab lain?

Algoritma Penanganan Infeksi Pseudomonas11H. PENCEGAHANTingginya infeksi nosokomial akibat pseudomonas dapat dicegah dengan tindakan2,7:1. Prosedur-prosedur medis seperti pemasangan kateter dilakukan dengan aseptik.2. Isolasi pasien dengan luka bakar yang berat.3. Pembersihan dan sterilisasi peralatan medis dengan baik.4. Penerapan higine perorangan di lingkungan rumah sakit, terutama setiap orang yang akan kontak dengan pasien. 5. Meminimalisir penggunaan instrumen seperte ET, kateter, dan infus untuk mencegak infeksi pseudomonas iatrogenik.6. Antibiotik profilaksi tidak direkomendasikan karena meningkatkan resistensi bakteri.

I. KOMPLIKASIKomplikasi infeksi pseudomonas dapat terjadi secara hematogen maupun perkotinuitanum. Penyebaran hematogen pseudomonas dapat menyebabkan timbulnya sepsis, maupun infeksi di tempat selain tempat yang sudah terinfeksi misalnya terbentuk abses otak, cerebritis, dan osteomielitis. Penyebaran lokal pada infeksi pseudomonas di telinga dapat menyebabkan terjadinya mastoiditis, sinusitis, osteomielitis, palsi saraf cranialis, trombosis vena, abses otakm dan meningitis. Infeksi pesudomonas pada saluran pencernaan dapat menyebabkan perforasi usus, peritonitis, gangguan keseimbangan elektrolit. Infeksi pseudomonas di kulit maupun jaringan lunak dapat menyebabkan gangren, sindrom kompartemen, kehilangan ekstremitas. Infeksi pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial, kejang, SIADH. Infeksi pada mata dapat menyebabkan perforasi kornea, endoftalmitis, dan selulitis orbita. Endoftalmitis yang tidak ditangani dengan adekuat dapat menyebabkan penyakit jantung kongestive, emboli septik, aneurisma, dan abses otak1,2,3,4,5.

J. PROGNOSISPrognosis infeksi pseudomonas dipengaruhi oleh lokasi infeksi dan penyakit lain yang menyebabkan infeksi. Infeksi akut yang berat seperti bakteremia pneumonias, sepsis, meningitis memilki mortalitas yang tinggi. Beberapa kondisi yang memperburuk outcome sepsis akibat infeksi pseudomonas adalah2:1. neutropenia persisten2. syok septik3. terapi antibiotik yang tidak tepat4. infeksi paru, kulit, jaringan lunak persisten5. Sumber infeksi yang tidak dapat diketahui6. Gagal ginjal7. Underlying disease yang berkembang dengan progresif

III. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan:1. Infeksi pseudomonas adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pseudomonas, tipe tersering yang menyebabkan infeksi pada manusia adalah pseudomonas aeruginosa.2. Pseudomonas spp adalah bakteri batang yang bersifat aerob gram negative yang bergerak dengan flagel polar yang bersifat oportunistik patogen.3. Faktor resiko infeksi pseudomonas adalah pasien yang dirawat di rumah sakit, kontak dengan air yang terkontaminasi, imunokompromise, dan penggunaan lensa kontak.4. Virulensi pseudomonas disebabkan oleh polisakarida ekstraseluler, pigmen piosianin dan flurosein, protease ekstraseluler, exotoksin.5. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pseudomonas antara lain pneumonia, endokarditis, meningitis, otitis, keratitis, osteokondritis, ektima gangrenosum, necrotizing enterocolitis, infeksi saluran kemih.6. Tatalaksana utama infeksi pseudomonas adalah pemberian antibiotik yang disesuaikan dengan lokasi infeksi, komplikasi yang timbul dan resitensi antibiotik lokal.

DAFTAR PUSTAKA

1. CDC. Healthcre assosiated Infection (HAIs). 2 April 2013. [Online]. Avaible: http://www.cdc.gov/hai/organisms/pseudomonas.html. [Diakses 6 April 2014].2. Chen, S., Rudoy, R. Pseudomonas Infection. 31 January 2014. [Online]. Avaible: http://emedicine.medscape.com/article/970904-overview#showall. [Diakses 6 April 2014].3. Japoni, A., Farshad, S., Alborzi. Pseudomonas aeruginosa: Burn Infection, Treatment, and Antibacterial Resistance. Iranian Red Crescent Medical Journal. 2009. Vol 11. Pp 244-253.4. Stevens, D., Bisno, L., Chambers, H., Everett, E., Dellinger, P., et al. Practice Guidlines for the Diagnosis and Management of Skin and Soft-Tissue Infections. CID. 2005. Vol 15. Pp 1373-1406.5. Sander, R. Otitits Externa: a Practical Guide to Treatemnt and Prevention. American Family Physician. 2001. Vol 63. Pp. 927-936.6. Jawetz. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 1996.7. Public Health Agency of Canada. Pseudomonas Spp. 30 April 2012. . [Online]. Avaible: http://www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/pseudomonas-spp-eng.php [Diakses 6 April 2014].8. Cornelis, P. Pseudomonas: Genomic and Molecular Biology. Brusel: Caister Academy Press. 2008.9. Hauser, A. The type III Secretion System of Pseudomonas aeruginosa: Infection ny Injection. Nature Review of Microbiology. 2009. Vol. 7. Pp. 654-665.10. Bowlware, K., Stull, T. Antibacterial Agents in Pediatrics. Infects Dis Clin N Am. 2004. Vol 18. Pp. 513-533.11. Mesaros, N., Nordmann,P., Plesiat, P., Roussel-Delvallez, M., van Eldere, J., et al.Pseudomonas aeruginosa: Resistance and Therapeutic Option at the Turn of New Millenium. European Society of Clinical Microbiology and Infectious Disease. 2007. Vol. 13. Pp. 560-578.

24