pseudomonas aeruginosa

Upload: adhiena-rizky

Post on 20-Jul-2015

942 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS MIKROBIOLOGI PANGAN Pseudomonas aeruginosa

Disusun oleh: Tenia Rema Utami Alnur Aulia A Addina Rizky (22030111130053) (22030111130054) (22030111130055)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012

PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa adalah pathogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dermatitis, infeksi jaringan lunak, bakteremia, infeksi tylang dan sendi, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam infeksi sistemik, terutama pada penderita luka bakar berat, kanker, dan penderita AIDS yang mengalami penurunan sistem imun. Infeksi Pseudomonas aeruginosa menjadi problema serius pada pasien rumah sakit yang menderita kanker, fibrosis kistik dan luka bakar. Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan asal hewan perlu dilakukan apabila kita menginginkan bahan makanan tersebut tidak cepat rusak atau cepat menjadi busuk, melainkan menjadi tahan lama. Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme tersebut berkembangbiak dan bermetabolisme sedemikian rupa sehingga bahan makanan mengalami perubahan yang menyebabkan kegunaannya sebagai bahan pangan menjadi terganggu. Proses kerusakan ini dimungkinkan karena bahan makanan memiliki persyaratan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian, kerusakan bahan makanan dapat terjadi apabila tersedia substrat (yaitu bahan makanan tsb.) yang cocok, kemudian bahan makanan itu telah tercemar oleh mikroorganisme dan ada kesempatan bagi mikroroganisme untuk berkembangbiak. Usaha pengendalian mikroorganisme dapat dilaksanakan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktorfaktor yang mempengaruhi tersebut umumnya dibagi ke dalam lima bahasan yaitu a) waktu generasi; b) faktor intrinsik; c) faktor ekstrinsik; d) faktor proses dan e) faktor implisit.

II.

Tujuan II.I II.II II.III II.IV Untuk mengetahui klasifikasi ilmiah Pseudomonas aeruginosa Untuk mengetahui morfologi Pseudomonas aeruginosa Untuk mengetahui waktu generasi Pseudomonas aeruginosa Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa II.V II.VI Untuk mengetahui epidemiologi Pseudomonas aeruginosa Untuk mengetahui pathogenesis Pseudomonas aeruginosa

II.VII Untuk mengetahui uji laboratorium Pseudomonas aeruginosa II.VIII Untuk mengetahui cara untuk mengendalikan pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa

III.

Manfaat III.I III.II III.III Mahasiswa mengetahui klasifikasi ilmiah Pseudomonas aeruginosa Mahasiswa mengetahui morfologi Pseudomonas aeruginosa Mahasiswa mengetahui waktu generasi Pseudomonas aeruginosa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

III.IV Mahasiswa

pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa III.V Mahasiswa mengetahui epidemiologi Pseudomonas aeruginosa

III.VI Mahasiswa mengetahui pathogenesis Pseudomonas aeruginosa III.VII Mahasiswa mengetahui uji laboratorium Pseudomonas aeruginosa III.VIII Mahasiswa mengetahui cara untuk mengendalikan pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa

IV.

Rumusan Masalah IV.I IV.II Bagaimana klasifikasi ilmiah Pseudomonas aeruginosa? Bagaimana morfologi Pseudomonas aeruginosa?

IV.III Berapa lama waktu generasi Pseudomonas aeruginosa? IV.IV Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa? IV.V Bagaimana epidemiologi Pseudomonas aeruginosa?

IV.VI Bagaimana pathogenesis Pseudomonas aeruginosa? IV.VII Bagaimana uji laboratorium Pseudomonas aeruginosa? IV.VIII Bagaimana cara mengendalikan pertumbuhan Pseudomonas

aeruginosa?

PEMBAHASAN Pseudomonas aeruginosa I. Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama binominal : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Pseudomonadales : Pseudomonadaceae : Pseudomonas : Pseudomonas aeruginosa : Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif aerob obligat, berkapsul, mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-1,0 m. Pseudomonas aeruginosa tidak

menghasilkan spora dan tidak dapat menfermentasikan karbohidrat. Pada uji biokimia, bakteri ini menghasilkan hasil negatif pada uji Merah Metil, dan Voges-Proskauer. Bakteri ini secara luas dapat ditemukan di alam, contohnya di tanah, air, tanaman, Bakteri ini dan hewan. P. aeruginosa utama

adalah patogen oportunistik.

merupakan

penyebab

infeksi pneumonia nosokomial. Meskipun begitu, bakteri ini dapat berkolonisasi pada manusia normal tanpa menyebabkan penyakit. Ketika bakteri ini ditumbuhkan pada media yang sesuai, bakteri ini akan menghasilkan pigmen nonfluoresen berwarna kebiruan, piosianin. Beberapa strain Pseudomonas juga mampu menghasilkan pigmen fluoresen berwarna

hijau,

yaitu pioverdin.

Pseudomonas

aeruginosa

memproduksi katalase,oksidase, dan amonia dari arginin. Bakteri ini dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya. 1

II.

Morfologi Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 m. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak mampu memfermentasi tetapi dapat mengoksidasi glukosa/karbohidrat lain, tidak berspora, tidak mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak. Bakteri ini dapat tumbuh di air suling dan akan tumbuh dengan baik dengan adanya unsur N dan C.o

Suhu optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 42 C. P. aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk

pertumbuhannya digunakan asetat (untuk karbon) dan ammonium sulfat (untuk nitrogen). Pembiakan dari spesimen klinik biasanya menghasilkan satu atau dua tipe koloni yang halus : 1. Koloni besar dan halus dengan permukaan rata dan meninggi. 2. Koloni halus dan mukoid sebagai hasil produksi berbahan dari alignat. Tipe ini sering didapat dari sekresi saluran pernafasan dan saluran kemih. Alignat merupakan suatu eksopolisakarida yang merupakan polimer dari glucoronic acid dan mannuronic acid, berbentuk gel kental disekeliling bakteri. Alignat ini memungkinkan bakteri untuk membentuk biofilm, yaitu kumpulan koloni sel-sel mikroba yang menempel pada suatu permukaan misalnya kateter intravena atau jaringan paru. Alignat dapat melindungi bakteri dari pertahanan tubuh inang, seperti limfosit, fagosit, silia, di saluran pernafasan, antibodi, dan komplemen. P. aeruginosa membentuk biofilm untuk membantu kelangsungan hidupnya saat membentuk koloni pada paru-paru manusia. Terkadang menghasilkan bau yang manis dan menyerupai anggur. Koloni yang dibentuk halus bulat dengan warna fluoresensi yang kehijauhijauan. Bakteri ini menghasilkan pigmen yang tak berfluoresensi kehijauan (plosianin). Strain P. aeruginosa menghasilkan pigmen yang berfluoresensi antara lain : piooverdin (warna hijau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin (hitam). P. aeruginosa yang berasal dari koloni yang berbeda mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan kepekaan antimikroba yang berbeda pula.2 III. Waktu Generasi Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase

kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi. Beberapa contoh waktu generasi pada suhu pertumbuhan yang optimal antara lain 30 menit untuk Bacillus cereus, 20 menit untuk Escherichia coli dan Salmonella, dan 10 menit untuk Clostridium perfringens.

IV.

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan IV.I Faktor intrinsik Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba dan struktur bahan makanan. Ukuran keasaman atau pH adalah log10 konsentrasi ion hidrogen. Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 7,5) sedangkan kapang dan ragi pada pH 4,0-6,5. Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( a w = p/po ). Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (mis. gula, garam). Air murni mempunyai a w 1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki a w = 0. Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96, sedangkan Penicillium 0,81. Meskipun demikian aw minimum untuk Staphylococcus aureus adalah 0,85.

Kemampuan

mengoksidasi-reduksi

(redoxpotential,

Eh)

adalah

perbandingan total daya mengoksidasi (menerima elektron) dengan daya mereduksi (memberi elektron). Eh dalam pangan bergantung pada pH, kandungan substansi yang mereduksi, tekanan partial oksigen (pO2) dan kemampuan metabolisasi oksigen. Potensi Eh diukur dalam milivolts (mV). Dalam keadaan teroksidasi ukuran mV makin positif, sedangkan dalam keadaan tereduksi akan semakin negatif. Berdasarkan Eh, mikroorganisme dibagi menjadi aerob, anaerob, fakultatif anaerob dan mikroaerofilik.

Mikroorganisme aerob memerlukan keadaan Eh positif, mikroorganisme anaerob memerlukan Eh negatif, mikroorganisme fakultatif anaerob

memerlukan keadaan Eh positif atau negatif dan mikroorganisme mikroaerofilik memerlukan Eh sedikit tereduksi. Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi, mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin. Salmonella typhi memerlukan triptofan untuk pertumbuhannya, sedangkan Staphylococcus aureus

memerlukan arginin, sistein dan fenilalanin. Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat antimikroba. Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim, laktenin dan sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur adalah lisozim, konalbumin, ovomukoid, avidin. Sistem laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase, tiosianat dan peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek antimikroba. Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan susu sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap Fe dalam susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur. Lisozim yang

terdapat dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah 3,5 %.

Struktur

bahan

makanan

yang

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan

mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar 25-40 m dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur walau tidak dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dibandingkan dengan pada daging karkas.

IV.II

Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban, tekanan gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet. Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi psikrofil dengan suhu optimum kurang dari + 20 C, mesofil (+20 s/d + 40 C) dan termofil (lebih dari +40 C). Pada suhu minimum terjadi perubahan membran sel sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Sebaliknya pada suhu maksimum terjadi denaturasi enzim, kerusakan protein dan lipida pada membran sel yang menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya termasuk ke dalam kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil adalah inaktivasi dan perubahan struktur protein permease. Kapang

mempunyai kisaran pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan bakteri, sedangkan ragi mampu tubuh pada kisaran psikrofil dan mesofil.

Mikroorganisme juga dapat diklasifikasikan menurut resistensinya terhadap temperatur yang tidak menguntungkan yaitu psikrotrof (tumbuh pada suhu kurang dari + 7 C) dan termotrof (tumbuh pada suhu lebih dari + 55 C). Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi aw bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Penyimpanan bahan makanan di ruang terbuka meningkatkan kadar CO2 sampai 10 % yang dapat dicapai dengan menambahkan es kering (CO2) padat. Penghambatan oleh CO2 meningkat sejalan dengan menurunnya suhu karena solubilitas CO2 meningkat pada suhu rendah. Bakteri Gram negatif lebih rentan terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif. Pseudomonas paling rentan sedangkan bakteri asam laktat serta bakteri anaerob paling tahan. Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus.

IV.III

Faktor proses Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah

lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan imbuhan pangan.

IV.IV Faktor implisit Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam lingkungan bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme).5

V.

Epidemiologi Pseudomonas aeruginosa pertama kali diisolasi dari nanah hijau dengan Gessard tahun 1882. Hal ini kemudian terbukti terlibat dalam berbagai infeksi manusia dari sepsis neonatal dan membakar sepsis terhadap infeksi paru-paru akut dan kronis. P. aeruginosa dibedakan sebagai patogen oportunistik, menyebabkan infeksi pada pasien dengan cacat fisik, fagositosis, atau kekebalan pada mekanisme pertahanan tuan rumah. Membuktikan berbagai ekologis dan kemampuan bertahan hidup yang luas, P. aeruginosa juga merupakan patogen tanaman penting, mempengaruhi tembakau, tomat dan selada, bisa ditemukan di lingkungan air yang paling segar, termasuk daerah lembab di rumah sakit. Secara historis, P. aeruginosa telah menjadi patogen luka bakar utama, agen bakteremia pada pasien neutropenia, dan patogen yang paling penting dalam fibrosis (CF) pasien

fibrosis, sejak diperkenalkannya obat antistaphylococcal. Namun, asosiasi ini menarik telah mengalami perubahan yang cukup besar, dengan pergeseran spektrum dari host yang sekarang umum terinfeksi oleh P. aeruginosa.3 Pseudomonas aeruginosa pada dasarnya merupakan suatu patogen nosokomial. Menurut CDC, kejadian keseluruhan infeksi P. aeruginosa dalam rata-rata rumah sakit AS sekitar 0,4 persen (4 per 1000 discharge), dan bakteri adalah akuntansi yang paling sering terisolasi keempat patogen nosokomial untuk 10,1 persen dari seluruh infeksi didapat di rumah sakit. Dalam rumah sakit, P. aeruginosa menemukan waduk banyak: desinfektan, peralatan pernapasan, makanan, wastafel, keran, dan pel. Organisme ini sering diperkenalkan kembali ke dalam lingkungan rumah sakit pada buah-buahan, tanaman, sayuran, dan juga oleh pengunjung dan pasien dipindahkan dari fasilitas lainnya. Penyebaran terjadi dari pasien ke pasien di tangan petugas rumah sakit, melalui kontak langsung dengan pasien terkontaminasi, dan oleh konsumsi makanan dan air yang terkontaminasi. P. aeruginosa menyebabkan kontaminasi pada perlengkapan anestesi dan terapi pernafasan, cairan intravena, bahkan air hasil proses penyulingan. Endoskopi, termasuk bronkoskopi adalah alat-alat medik yang paling sering dihubungkan dengan berjangkitnya infeksi nosokomial. Suatu penelitian di AS membuktikan bahwa dari 414 pasien yang menjalani prosedur bronkoskopi didapati 9.4% infeksi saluran nafas atas dan bawah serta infeksi lewat aliran darah, dan pada 66.7% dari infeksi tersebut didapati P. aeruginosa sesudah dilakukan kultur. Karena merupakan patogen nosokomial, maka metode untuk

mengendalikan infeksi ini mirip dengan metode untuk patogen nosokomial lainnya. Kemampuannya untuk tumbuh subur dalam lingkungan yang basah menuntut perhatian khusus pada bak cuci, bak air, pancuran, bak air panas, dan daerah basah yang lain. Untuk mencegah terkontaminasinya kolam renang umum, dilakukan klorinasi terhadap air kolam renang, menghindari lantai kolam

renang

yang

kasar

untuk

mengurangi

gesekan pada kulit, dan

membersihkan lantai kolam renang beserta saluran air menggunakan senyawa ammonium quaternium diikuti penggunaan ozone untuk memecah biofilm Untuk tujuan epidemiologi, strain dapat ditentukan tipenya berdasarkan kepekaan terhadap piosin dan imunotipe lipopolisakarida-nya. Vaksin dari jenis yang tepat yang diberikan pada penderita dengan risiko tinggi akan memberikan perlindungan sebagian terhadap sepsis Pseudomonas. Terapi semacam itu telah digunakan secara eksperimental pada penderita leukemia, luka bakar, fibrosis kistik,dan imunosupresi.

VI.

Identifikasi Pseudomonas aeruginosa 1. Penanaman pada media Braint Hert Infision ( BHI )

Sampel yang telah dihomogenkan, diambil 1 mL dengan pipet voloume steril, kemudian dituang pada media BHI secara aseptis di inkubasi 37C selama 24 jam. 2. Pembiakan pada media Mac Conkey Agar

secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media BHI ke media Mac Conkey dengan cara diambil 1 ons mata lalu ditanam secara gores kuadran. Diinkubasi 37C selama 24 jam. Koloni Pseudomonas aeruginosa dilakukan purifikasi untuk masing masing koloni ke media Mac Conkey diinkubasi 37C selama 24 jam. Koloni Pseudononas aeruginosa pada media ini koloni berbentuk bulat, warna transparan, tepi tidak rata, konsistensi smooth, diameter 2 3 mm, elevasi cembung bersifat non laktosa ferneter. 3. Pengecatan Gram

Koloni tersangka dari media Mac Conkey 1 dilakukan pengecatan Gram dengan cara diambil koloni dengan ose mata secara aseptis, Diletakan pada obyek glass yang sebelumnya telah di bersihkan dengan alkohol 70%, diratakan dan dikeringkan lalu difiksasi, genangi cat gentian violet 2 3

menit, cuci dengan air mengalir, gengangi cap lugol 1 menit, cuci dengan air mengalir,gengangi alkohol absolut 45 detik, cuci dengan air mengalir, genangi safranin 3 4 menit, cuci dengan air mengalir, keringkan dan dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Pseudomonas

aeruginosa berbentuk batang, bersifat gram negatif. 4. Uji Biokimia a. Uji Produksi H2S pada media TSIA ( Triple Sugar Iron Agar ) Secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media Mac Conkey ke media TSIA, diambil 1 ons mata ditanam dengan cara digoreskan pada lereng media dan ditusuk pada dasar media, Inkubasikan selama 24 jam pada suhu 37C. Pseudomonas aeruginosa menghasilkan K/K H2S dan gas. b. Uji Indol

Secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media Mac Conkey ke media Trypthopan borth, inkubasikan 370 C kemudian ditambah 3 4 tetes reagen Kofac's melalui dinding tabung reaksi. Hasil positif ditandai terbentuknya cincin merah. Pseudomonas aeruginosa pada uji indol negative. c. Uji MR ( Metyl Red )

Secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media Mac Conkey ke media Metyl red, diinkubasikan 37C selama 24 jam, kemudian ditambah 3 4 tetes reagen Metyl Red. Hasil positif berwarna merah. Pseudomonas aeruginosa Uji Metyl Red hasil positif. d. Uji VP ( Voges Proskaeur )

Secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media Mac Conkey ke media Voges Proskaeur Broth, inkubasikan 37C selama 24 jam,

kemudian tambah3 4 tetes regen naftol 5% dan 3 tetes KOH 40%. Pseudomonas aeruginosa pada uji VP hasilnya negatif. e. Uji Citrat, motilitis dan Urea

Secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media Mac Conkey ke media Simon Citrat, Senisolit, Urea Agar, dengan cara digores kuadaran dan ditusuk untuk motilitas, inkubasikan 37C selama 24 jam. Pseudomonas aeruginosa uji Citrat dan Motil hasilnya positif sedangkan urea hasilnya negatif. 5. Uji Fermentasi Gula gula

Secara aseptis diinokulasikan biakan kuman dari media Mac Conkey ke media gula gula ( glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, manitol) inkubasikan 37C selama 24 jam. Pseudomonas aeruginosa pada uji gula gula semua hasil negatif. 6. Uji Katalase

Koloni dari media Nutrient Agar dilakukan uji katalase dengan cara mengambil koloni tersebut dengan ose mata secara aseptis, letakan pada obyek glass yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%, ratakan, kemudian tambah 1 tetes reagen H2O2 3% . Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gelembung gelembung udara, warna putih. Pseudomonas aeruginosa uji katalase hasilnya positif. 7. Uji Oksidase

Koloni Pseudomonas aeruginosa dari media Nutrient Agar dilakukan uji oksidase dengan cara mengambil koloni tersebut dengan ose mata secara aseptis, letakan pada kertas saring yang terletak pada obyek glass kemudian ditambah 1 tetes 1 1 Dimethyl Para-phenil Hidroklorida 1%.

Hasil positif dintandai dengan terbentuknya warna hitam pada koloni dikertas saring. Pseudomonas aeruginosa pada uji oksidase hasil positif.

VII.

Patogenesis Kemampuan Pseudomonas aeruginosa mengnyerang jaringan

bergantung pada produksi enzim-enzim dan toksin-toksin yang merusak barier tubuh dan sel-sel inang. Endotoksin Pseudomonas aeruginosa seperti yang dihasilkan bakteri gram negative lainnya, menyebabkan gejala sepsis dan syok septic. Eksotoksin A yang dihasilkan banyak strain menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat mematikan hewan bila disuntikan dalam bentuk murni. Eksotoksin A menghambat sintesis protein eukariotik dengan cara kerja yang sama dengan cara kerja toksin difteria (walaupun struktur kedua toksin ini tidak sama) yaitu mengkatalis pemindahan sebagian ADP-ribosil dari NAD (nicotinamide adenine dinucleotide) kepada EF-2 (elongation factor 2). Hasil dari kompleks ADP-ribosil-EF-2 adalah inaktivasi sintesis protein sehingga mengacaukan fungsi fisiologik sel normal. Enzim-enzim ekstraseluler, seperti elastase dan protease mempunyai efek histotoksik dan mempermudah invasi organism ini ke dalam pembuluh darah. Antitoksin terhadap eksotoksin A ditemukan dalam beberapa serum manusia, termasuk serum penderita yang telah sembuh dari infeksi yang berat. Piosianin merusak silia dan sel mukosa pada saluran pernafasan.

Lipopolisakarida mempunyai peranan penting sebagai penyebab timbulnya demam, syok, oliguria, leukositosis dan leucopenia, koagulasi intrevaskular desiminata, dan sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa. Bakteri yang baru diisolasi dari paru-paru penderita fibrosis kistik bersifat mukoid. Lapisan alginat yang mengelilingi bakteri dan mikrokoloni bakteri dalam paru-paru berfungsi sebagai adhesion dan kemungkinan mencegah fagositosis bakteri, bahkan dapat meningkatkan resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap antibiotika.

Strain Pseudomonas aeruginosa yang mempunyai sistem sekresi tipe III secara signifikan lebih virulen dibandingkan dengan yang tidak mempunyai sistem sekresi tersebut. Sitem sekresi tipe III adalah sistem yang dijumpai pada bakteri gram negative, teridir dari 30 rotein yang terbentang dari bagian dalam hingga luar membrane sel bakteri, berfungsi seperti jarum suntik yang menginjeksi toksin-toksin secara langsung ke dalam sel inang sehingga memungkinkan toksin mencegah netralisasi antibody. Pseudomonas aeruginosa bersifat pathogen hanya bila memasuki daerah dengan sistem pertahanan yang tidak normal, misalnya saat membrane mukosa dan kulit robek karena kerusakan jaringan langsung, sewaktu penggunaan kateter intravena atau kateter air kemih, atau bila terdapat nuetropenia, seperti pada kemoterapi kanker.

VIII.

Pengendalian Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar rntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian bahan pengawet.

Perlakuan termal Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira 15 s/d 90 C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan.

Suhu rendah Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat perkembangbiakannya. Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme

semakin berkurang seiring dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah suhu pertumbuhan minimum perkembangbiakannya akan berhenti. Pada beberapa mikroorganisme, suhu rendah dapat pula menyebabkan aktivitas enzimatik menjadi intensif. Pseudomonas lebih banyak menghasilkan lipase dan proteinase pada suhu di bawah suhu optimum pertumbuhannya. Hal ini dapat menjelaskan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa perubahan akibat kerja mikroorganisme dalam bahan makanan sering terjadi walau jumlah mikroorganisme tidak melebihi jumlah yang diperbolehkan. Pada fase eksponensial, mikroorganisme sangat peka terhadap suhu rendah, khususnya Enterobacter dan Pseudomonas, sedangkan bakteri Gram positif nampaknya lebih tahan. Pembekuan sedikit banyak membuat kerusakan mikroorganisme. Kerusakan ini dapat bersifat reversibel maupun menyebabkan kematian sel bakteri. Kerusakan ini bergantung pada jenis dan kecepatan proses pembekuan. Pembekuan cepat dengan suhu sangat rendah tidak atau hanya sedikit membuat kerusakan sel bakteri, sedangkan pembekuan lambat dengan suhu pembekuan relatif tinggi (s/d 10 C) dapat membuat kerusakan hebat

pada sel bakteri. Hal ini didukung pada kenyataan bahwa laju kematian bakteri meningkat dengan semakin meningkatnya suhu mendekati titik nol. Dalam suatu uji kultur diperoleh hasil bahwa setelah disimpan selama 220 hari dalam suhu 10 C hanya tinggal 2,5 % sel bakteri yang masih hidup, sedangkan yang disimpan pada suhu 20 C masih ada 50 % sel bakteri yang hidup. Pada suhu 4 s/d 10 C angka kematian sangat tinggi. Meskipun demikian hal ini dalam prakteknya tidak dapat digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme pada bahan makanan yang dibekukan karena pada suhu ini mikroorganisme psikrofil tertentu masih dapat berkembangbiak dan juga perombakan kimiawi masih berjalan sehingga mempengaruhi ini kualitas karena bahan alasan makanan. berikut:

Pengetahuan

mengenai

proses

penting

Mikroorganisme yang subletal rusak sulit ditemukan pada pemeriksaan kultur bakteriologik. Setelah bahan makanan beku ini dihangatkan dan pada kondisi yang menguntungkan, bakteri ini dapat kembali beraktivitas sehingga seperti halnya pada kasus Salmonella, dapat menjadi ancaman kesehatan konsumen. Oleh karena itu, pada pemeriksaan mikrobiologik bahan makanan yang dibekukan (demikian pula pada produk yang dikeringkan atau dipanaskan), hendaknya memakai metode dan media yang cocok untuk dapat

menghidupkan kembali mikroorganisme yang rusak tersebut.

Suhu tinggi Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 C dan tidak akan menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan demikian produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak disertai perlakuan pendinginan atau faktor proses lainnya seperti perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat tahan lama.

Perlakuan pengeringan Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada aw kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme berada dalam keadaan tidur atau dengan perkataan lain berada dalam fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air kembali) maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali beraktivitas. Secara umum pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah tekanan udara dan pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa vakum. Pengeringan dengan udara dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang pengeringan yang dipanaskan, dll.

Perlakuan penyinaran Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi, pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk.

Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi serta keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan menyebabkan pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat terhambat tanpa menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan dosis antara 0,3 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis . Perlakuan kimia Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam. Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain

adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan ini dapat menghambat pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan iradiasi. Pengasapan juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin, pengasapan hangat dan pengasapan panas. Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan dengan dosis yang tepat untuk tujuan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme.

PENUTUP

Kesimpulan Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram-negatif termasuk dalam family pseudbmonadaceae, merupakan pathogen opurtunistik pada manusia. Alginat dan lipopolisakarida melindungi organism ini dari pertahanan tubuh inang. Kemampuan Pseudomonas aeruginosa menyerang jaringan bergantung pada produksi enzim-enzim dan toksin-toksin, misalnya endotoksin menyebabkan gejala sepsis dan syok septic, eksotoksik A menyebabkan nekrosis jaringan, enzim-enzim ekstraseluler bersifat histotoksik dan mempermudah invasi ke dalam pembuluh darah. Pseudomonas aeruginosa dapat menginfeksi hampir setiap jaringan atau lokasi tubuh dan penyebab sepsis yang umum dijumpai pada pasien di unit perawatan intensif. Sering menginfeksi pasien luka bakar derajat II dan III. Menyebabkan meningitis, infeksi saluran kemih, pneumonia disertai nekrosis, otitis eksterna ringan pada perenang, otitis eksterna invasive pada penderita diabetes, infeksi mata setelah cedera atau pembedahan, dan lain-lain. Pada sebagian besar infeksi, gejala dan tanda-tandanya tidak spesifik Pseudomonas aeruginosa terdapat di tanah dan air, pada beberapa orang merupakan flora normal di kolon. Pseudomonas aeruginosa dijumpai di banyak tempat di rumah sakit, perlu perhatian khusus pada lingkungan yang basah. Biakan merupakan tes spesifik untuk diagnosis infeksi Pseudomonas aeruginosa. Isolasi primer menggunakan agar darah dan salah satu media diferensial; MacConkey atau eosin-methylene blue. Pseudomonas aeruginosa piosianogenik paling sering diisolasi dari specimen klinik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Pseudomonas aeruginosa. (internet) (cited2012 April 28). Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Pseudomonas_aeruginosa 2. Lia Natalia. Pseudomonas Aeruginosa, Penyebab Infeksi Nosokomial. (internet) (cited 2012 April 29). Available From URL:

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/lia-natalia078114123.pdf 3. Reuben Ramphal. epidemiology and pathogenesis of Pseudomonas aeruginosa infection. (internet) (cited 2012 April 29). Available From URL: http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-and-pathogenesis-ofpseudomonas-aeruginosa-infection 4. Evita Mayasari. Pseudomonas aeruginosa : Karakteristik, Infeksi dan Penanganan (Tesis). Universitas Sumatra Utara; 2005. 5. Y. Doddi. Pengendalian Mikroorganisme Dalam Bahan Makanan Asal Hewan: Pelatihan Pengawas Kesmavet yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Bogor; 2003 Agustus.