isi mal

44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Gigi merupakan salah satu aksesoris dalam mulut dan memiliki struktur bervariasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan banyak fungsi. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan, sedangkan fungsi lain dari gigi adalah fungsi fonasi estatika, dan identifikasi (forensik). Adapun struktur gigi terdiri dari: 1. Insisivus Gigi Insisivus terletak dibagian anterior rahang, berfungsi sebagai alat potong, estetik, dan fonetik. Bentuk mahkota dari gigi insisivus berbentuk segitiga. 2. Caninus Akar gigi caninus adalah akar yang terpanjang dibandingkan dengan akar gigi yang lainnya. Fungsi dari gigi caninus adalah merobek makanan. mahkotanya berbentuk segitiga. 3. Premolar Gigi Premolar 1 dan Premolar 2 Rahang Atas memiliki 2 tonjolan. Tonjolan tersebut terletak di bagian bukal dan palatinal. Gigi Premolar 1 Rahang Bawah memiliki 1 tonjolan, sedangkan Premolar 2 Rahang bawah memiliki 3 tonjolan. Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi 1

Upload: new-shoppy

Post on 02-Feb-2016

251 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pencernaan

TRANSCRIPT

Page 1: isi mal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Gigi merupakan salah satu aksesoris dalam mulut dan memiliki struktur

bervariasi yang memungkinkan mereka untuk melakukan banyak fungsi. Fungsi utama

dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan, sedangkan fungsi lain dari

gigi adalah fungsi fonasi estatika, dan identifikasi (forensik).

Adapun struktur gigi terdiri dari:

1. Insisivus

Gigi Insisivus terletak dibagian anterior rahang, berfungsi sebagai alat

potong, estetik, dan fonetik. Bentuk mahkota dari gigi insisivus berbentuk

segitiga.

2. Caninus

Akar gigi caninus adalah akar yang terpanjang dibandingkan dengan akar

gigi yang lainnya. Fungsi dari gigi caninus adalah merobek makanan.

mahkotanya berbentuk segitiga.

3. Premolar

Gigi Premolar 1 dan Premolar 2 Rahang Atas memiliki 2 tonjolan. Tonjolan

tersebut terletak di bagian bukal dan palatinal.

Gigi Premolar 1 Rahang Bawah memiliki 1 tonjolan, sedangkan Premolar 2

Rahang bawah memiliki 3 tonjolan.

4. Molar

Gigi Molar merupakan gigi yang paling besar diantara gigi yang lainnya.

gigi. Gigi molar memiliki banyak tonjolan, dan terletak di dekat TMJ

(Temporo Mandibula Junction).

Fungsi dari gigi molar adalah untuk mengahancurkan makanan.

Gambar 1 Susunan gigi

Source: books.google.co.id

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

1

Page 2: isi mal

Gigi manusia memiliki tiga bagian, yaitu mahkota, leher, dan akar (Ten Cate,

1998)

a) Mahkota gigi atau corona (crown)

Mahkota merupakan bagian yang tampak di atas gusi dan secara struktur terdiri

atas bagian-bagian berikut:

Emai. Email merupakan jaringan keras yang mengalamu kalsifikasi yang

menutupi detin dari mahkota gigi. Email memiliki fungsi menahan daya kunyah/

abrasi. Struktur email terdiri atas zat anorganik kurang lebih 99% sebagai

prismata dan zat organik 1% sebagai substantia pelekat.

Dentin. Merupakan jaringan ikat yang mengalami kalsikal dan jaringan yang

terbesar dari gigi. Struktur dentin terdiri atas zat anorganik kurang lebih 70%

dan zat organic kurang lebih 30% pada canaliculi dentin.

Pulp. Pulp mempunyai fungsi utama adalah sebagai formatif (memberi bentuk),

nutrisi, sensoris, dan defensive. Pada rongga pulpa terdapat jaringan saraf dan

pembuluh darah.

b) Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi.

c) Akar gigi atau radiks (roots).

Akar gigi atau radiks (roots) merupakan bagian yang tertanam pada tulang

rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan semen gigi.

Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat

pada gusi. Akar terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut:

Lapisan semen merupakan pelindung akar gigi dalam gusi.

Gusi merupakan tempat tumbuh gigi.

Gambar 2 Irisan gigi

Source: books.google.com

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

2

Page 3: isi mal

Gigi juga dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu sebagai berikut:

a) Klasifikasi gigi berdasarkan masa pertumbuhan.

Gigi susu yaitu gigi yang tumbuh mulai usia 6 bulan.

Sebagian anak dilahirkan tanpa gigi yang dapat terlihat (gigi berada dalam

gusi). Duapuluh gigi susu tumbuh (erupsi) secara bertahapdimulai saat bayi

berusia 6 bulan sampai 1 tahun.

Gigi tetap/ permanen yaitu pengganti gigi susu yang berangsur-angsur

tanggal.

Semua gigi susu akan lepas dan akan di gantikan oleh 32 gigi tetap/

permanen. Proses ini terjadi secara bertahap pada anak berusia 6 tahun

sampai 14 tahun. Gigi terakhir (molar 3)akan bererupsi pada masa usia 17

sampai 21 tahun.

b) Klasifikasi gigi berdasarka bentuk.

Gigi seri (incivvus) berfungsi menggigit atau memotong makanan.

Gigi taring (caninus) berfungsi merobek atau mencabik makanan.

Geraham depan (premolar) dan geraham depan (molar) berfungsi

mengunyah atau melumatkan makanan.

Sedangkan 4 Pokok Fungsi gigi, yaitu:

Mastikasi

Fonetik

Estetik                

Pelindung jaringan penyangga

2.2 Definisi

Maloklusi terjadi ketika gigi rahang atas dan rahang bawah tidak dapat

berhubungan atau bertemu dengan tepat, fungsi fisiologis mengunyah menjadi kurang

efektif dan efek kosmetik kurang menyenangkan. Gigi tidak rata, padat atau bertumpuk

atau bahkan tidak dapat benar-benar kontak dengan gigi pada rahang yang lainnya

kemungkinan menjadi predisposisi penyakit pada tahun-tahun berikutnya. (Wong,

2002)

Oklusi sendiri merupakan kondisi saat oklusal gigi berkontak antara rahang

atas dan rahang bawah tanpa diperantarai makanan atau benda lain, sehingga maloklusi

dapat diartikan bahwa adanya sesuatu kelainan yang mengahalangi berkontaknya gigi

rahang posisi serta ukuran gigi (Thomson, 2007).Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

3

Page 4: isi mal

Maloklusi adalah kontak abnormal antara gigi-gigi rahang atas dan rahang

bawah. Maloklusi seringkali diakibatkan oleh perbedaan ukuran rahang dan gigi yaitu

rahang terlalu kecil atau gigi terlalu besar.

Maloklusi adalah setiap keadaan yang menyimpang dari oklusi normal,

maloklusi juga diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang

berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsi

Maloklusi dapat timbul karena faktor keturunan dimana ada ketidaksesuaian

besar rahang dengan besar gigi-gigi di dalam mulut. Misalnya, ukuran rahang

mengikuti garis keturunan Ibu, dimana rahang berukuran kecil, sedangkan ukuran gigi

mengikuti garis keturunan bapak yang giginya lebar-lebar. Gigi-gigi tersebut tidak

cukup letaknya di dalam lengkung gigi.

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang menyimpang

dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal, maloklusi dapat

disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini

tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi.

Berikut ini merupakan klasifikasi dari maloklusi menurut beberapa pendapat

Klasifikasi oklusi menurut Edward Angle (1899) :

1) Class I

Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap

lengkung maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila

menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp

M1 maksila menutupi fossa oklusal dari M1 permanen mandibula ketika

rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.

2) Class II

Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal

M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga

mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari

M1 permanen mandibula. Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi

dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ;

i. Class II – divisi I

Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila

labio version.

ii. Class II – divisi II

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

4

Page 5: isi mal

Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila

mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan dalam

linguoversion sedangkan I2 maksila tipped secara labial atau mesial.

iii. Class II – subdivisi

Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.

3) Class III

Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkungan maksila

dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang

interdental di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen

mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula. Class III

terbagi 2, yaitu :

i. Pseudo class III – maloklusi

Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini

mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid dengan/ kontak

prematur gigi atau beberapa alasan lainnya ketika rahang berada pada

oklusi sentrik.

ii. Kelas III – subdivisi

Maloklusi sesuai dengan unilaterally. Pada kondisi normal, relasi antar

molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di anteriornya

(depan-red).

Gambar 3 Klasifikasi molar berdasar Angle

Source: http://www.scribd.com/doc/44633505/Maloklusi

a. Klasifikasi menurut Dewey

Klasifikasi Dewey yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III,

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

5

Page 6: isi mal

Modifikasi angle’s kelas I:

1) Tipe 1 : Angle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.

2) Tipe 2 : Angle Class I dengan gigi I maksila labio version

3) Tipe 3 : Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I

mandibula. ( anterior cross bite ).

4) Tipe 4 : M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam

jajaran normal ( cross bite posterior ).

5) Tipe 5 : M ke arah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi

tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2).

Modifikasi angle’s kelas III:

1) Tipe 1 : Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang

normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.

2) Tipe 2 : I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang

terletak kea rah lingual ).

3) Tipe 3 : Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada

I maksila yang crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan

lurus.

b. Klasifikasi Lischers, modifikasi dengan Klasifikasi angel:

1) Neutroklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1

2) Distoklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2

3) Mesioklusi : Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3

Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi

menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan

penyimpangan dari posisi normal.

1) Mesioversi : Lebih ke mesial dari posisi normal

2) Distoversi : Lebih ke distal dari posisi normal

3) Lingouversi: Lebih ke lingual dari posisi normal

4) Labioversi : Lebih ke labial dari posisi normal

5) Infraversi : Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi

6) Supraversi : Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi

7) Axiversi : Inklinasi aksial yang salah, tipped.

8) Torsiversi : Rotasi pada sumbunya yang panjang

9) Transversi : Perubahan pada urutan posisi.Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

6

Page 7: isi mal

c. Klasifikasi Bennette

Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:

1) Kelas I

Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.

2) Kelas II

Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu

lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.

3) Kelas III

Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu

lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang.

d. Klasifikasi Simons

Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap

wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:

Frankfort Horizontal Plane (vertikal)

Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata-telinga ditentukan dengan

menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah pupil

mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat di atas tragus telinga).

Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam bidang vertikal.

1) Attraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal

menunjukkan suatu attraksi (mendekati).

2) Abstraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal

menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).

Bidang Orbital (antero-posterior)

Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan

jaraknya, adalah:

1) Rotraksi

Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

2) Retraksi

Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

Bidang Mid-Sagital (transversal)

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

7

Page 8: isi mal

Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis melintang

dari bidang midsagital.

1) Kontraksi

Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang midsagital

2) Distraksi (menjauhi)

Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari normal.

e. Klasifikasi Skeletal

Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal.

1) Kelas 1 Skeletal

Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan

rahang harmoni dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala.

Profilnya orthognatic. Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi

dental:

i. divisi I : Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.

ii. divisi II : Protrusi insisor maksila

iii. divisi III : Lingouversi insisor maksila

iv. divisi IV : Protrusi bimaksilari

2) Kelas II Skeletal

Ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular

subnormal dalam hubungannya terhadap maksila. Dibagi menjadi dua divisi:

i. divisi I

Lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio

caninus, crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi

anterior maksila protrusif dan profilnya retrognatic.

ii. divisi II

Merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang

tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

8

Page 9: isi mal

Gambar 4 Anomaly skeletal

source: http://www.scribd.com/doc/44633505/Maloklusi

f. Klasifikasi Caninus

Untuk menentukan oklusi, tidak hanya dilihat dari relasi molar pertama saja

namun dapat dilihat dari caninus juga. Berikut klasifikasi caninus :

1) Kelas 1 : Caninus rahang atas beroklusi pada ruang bukal antara caninus

rahang bawah dan premolar  satu rahang bawah

2) Kelas 2 : Caninus rahang atas oklusi di anterior sampai ruang bukal di antara

caninus rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

3) Kelas 3 : Caninus rahang atas oklusi di posterior sampai ruang bukal diantara caninus

rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.

Gambar 5 Klasifikasi Caninus

source: http://www.scribd.com/doc/44633505/Maloklusi

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

9

Page 10: isi mal

2.3 Etiologi

Kondisi maloklusi lebih banyak diakibatkan oleh faktor genetik yang

mengakibatkan ketidakseimbangan antara ukuran rahang dengan ukuran gigi secara

keselurahan.Namun dalam hal ini faktor lokal juga mempengaruhi etiologi dari

maloklusi.

1. Faktor herediter (Foster, 1997)

Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa

disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukan relasi

yang sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada

populasi primitif sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan

peningkatan prevalensi maloklusi. Cara yang lebih baik untuk mempelajari pengaruh

herediter adalah dengan mempelajari anak kembar monozigot yang hidup pada

lingkungan yang sama. Suatu penelitian menyimpulkan bahwa 40 persen variasi

dental dan fasial dipengaruhi faktor heriditer sedangkan penelitian yang lain

menyimpulkan bahwa karakter skeletal kraniofacial sangat dipengaruhi oleh faktor

heriditer sedangkan pengaruh heriditer terhadap gigi rendah. Pengaruh heriditer

dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu

a. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa

gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multipel meskipun yang terakhir

ini jarang dijumpai

b. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang

menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis. Dimensi kraniofacial, ukuran

dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor genetik sedangkan ukuran dan jumlah

gigi sangat dioengaruhi faktor genetik sedangkan dimensi lengkung geligi

dipengaruhi oleh faktor lokal. Urutan pengaruh genetik pada skelet yang paling

tinggi adalah mandibula yang prognatik, muka yang panjang serta adanya

deformitas muka. Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan

terjadinya oklusi normal ialah :

Ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus

Faktor yang ikut mempengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis

kranial dan lingkungan

Jumlah, ukuran dan morfologi gigi

Morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir,lidah,dan pipi). Kelainan pada

komponen tersebut serta interaksinya dapat menyebabkan maloklusi.Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

10

Page 11: isi mal

Etiologi maloklusi kelas 1 Angle :

Pola skelet maloklusi kelas 1 biasanya kelas 1 tetapi dapat juga kelas II atau

kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas 1 umumnya

menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai proklinasi bimaksiler (insisivi

atas dan bawah proklinasi) yang mungkin merupakan ciri khas ras tertentu.

Kebanyakan maloklusi kelas 1 disebabkan faktor lokal yang dapat berupa

diskrepansi ukuran gigi dan lengkung geligi. Faktor lokal yang dapat menyebabkan

kelainan pada maloklusi kelas II dan kelas III.

Etiologi maloklusi kelas II :

1. Kelas II divisi 1 Angle

Pada maloklusi kelas II divisi I sering didapatkan letak mandibula yang lebih

posterior daripada maloklusi kelas 1 atau maksila yang lebih anterior sedangkan

madibula normal. Kadang-kadang didapatkan ramus mandibula yang lebih sempit

dan panjang total mandibula juga berkurang. Terdapat korelasi yang tinggi antara

pasien dengan keluarga langsungnya sehingga beberapa peneliti menyimpulkan

bahwa pewarisan maloklusi kelas II divisi I dari faktor poligenik. Selain faktor

genetik maloklusi kelas II divisi I juga disebabkan faktor lingkungan. Jaringan

lunak, misalnya bibir yang tidak kompeten dapat mempengaruhi posisi insisivus

atas karena hilagnya keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga

insisivus atas protrusi. Kebiasaan menghisap jari dapat menghasilkan maloklusi

kelas II divisi I meskipun relasi rahang atas dan bawah kelas I sehingga ada yag

menyebut maloklusi ini sebagai maloklusi kelas II divis I tipe dental. Pada

maloklusi kelas II divisi I insisivus atas dalam keadaan proklinasi sehingga jarak

gigit menjadi besar. Adanya diskrepansi skeletal dalam jurusan sagital juga dapat

menyebabkan jarak gigit yang besar. Dengan adanya jarak gigit yang besar

biasanya tidak terdapat stop bagi insisivus bawah sehingga terjadi supra erupsi

insisivus bawah dengan akibat terjadi gigitan dalam dan kurva spee menjadi

positif. Posisi bibir iku berperan pada maloklusi kelas II divisi I. Pada bibir yang

tidak kompeten pasien berusaha mendapatkan anterior oral seal dengan cara

muskulus sirkum oral berkontraksi dengan mengajukan mandibula sehingga bibir

atas dan bawah dapat berkontak pada saat isitrahat, lidah berkontak dengan bibir

bawah atau kombinasi keadaan-keadaan ini. Bila mandibula diajukan kelainan Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

11

Page 12: isi mal

relasi skeletal nampak tidak terlalu parah tetapi bila bibir bawah terletak dipalatal

inisisivus atas dapat berakibat retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi

insisivus atas sehingga jarak gigit menjadi lebih besar.

2. Kelas II divisi 2 Angle

Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-fakto yang mempengaruhi skelet

dan jaringan lunak. Penelitian pada anak kembar monozigot menunjukan bahwa

maloklusi kelas II divisi 2 dipengaruhi oleh faktor herediter autosomal yang

dominan tetapi yang bersifat poligenik. Pola skelet pada maloklusi kelas II divisi

2 biasanya kelas II ringan atau kelas 1 dan meskipun sangat jarang bisa juga pola

skelet kelas III ringan. Tinggi muka yang berkurang disertai relasi skelet kelas II

sering menyebabkan tidak adanya stop antara insisivus bawah dengan insisivus

atas sehingga insisivus bawah bererupsi melebihi normal sehingga terjadi gigitan

dalam. Pengaruh bibir bawah sagat besar terutama bila didapatkan high lower lip

line (bibir bawah menutupi lebih dari sepertiga panjang mahkota insisivus) yang

menyebabkan posisi insisivus atas retroklinasi (lapatki dkk, Mitchell, 2007) bila

panjang mahkota insisivus laterla pendek maka gigi ini dapat terletak normal

sedangkan insisivus sentral retroklinasi dan bila panjang inisisivus lateral normal

gigi ini bisa juga terletak retroklinasi. Bisa juga didapatkan retroklinasi insisivus

atas maupun bawah bila bibir sangat aktif. Kadang – kadang didapatkan letak gigi

berdesakan dan insisivus lateral yang rotasi mesiolabial disebabkan tekanan bibir

pada insisivus sentral.

Etiologi maloklus Kelas III Angle :

Contoh paling jelas dan terkenal adanya pengaruh faktor genetik adalah prognati

mandibula yang didapatkan pada dinasti Hasburg dikerajaan Austria yang diturunkan

dari generasi ke generasi dengan cara autosomal dominan. Maloklusi kelas III dapat

terjadi karena faktor skelet, yaitu maksila yang kurang tumbuh sedangkan mandibula

normal atau maksila normal dan mandibula yang tumbuh berlebihan atau kombinasi

kedua keadaan tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh panjang basis kranial serta

sudut yang terbentuk antara basis kranial posterior dan anterior. Kadang-kadang

fossa glenoidal yang terletak anterior menyebabkan mandibula terletak lebih

anterior. Jaringan lunak tidak begitu memainkan peranan dalam terjadinya maloklusi

kelas III kecuali adanya tendens tekanan dari bibir dan lidah yang mengompensasi

relasi skelet kelas III sehingga terjadi retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

12

Page 13: isi mal

insisivus atas. Faktor genetik lebih mempengaruhi skelet ( misalnya, pada sindrom

muka panjang yang menyebabkan adanya gigitan terbuka ) sedangkan faktor

lingkungan lebih mempengaruhi letak gigi dalam lengkung geligi. Lengkung geligi

atas yang sempit menyebabkan terjadinya gigi berdesakan dan lengkung geligi

bawah yang lebar menyebabkan letak gigi yang normal atau bahkan kadang-kadang

terdapat diastema.

2. Faktor lokal (Foster, 1997)

a. Gigi sulung tanggal prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen.

Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung

semakin besar akibatnya pada gigi permanen. Insisivus sentral dan lateral sulung

yang taggal prematur tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan

menyebabkan adanya pergeseran garis median. Perlu diusahakan agar kaninus

sulung tidak tidak tanggal prematur. Sebagian peneliti mengatakan bahwa bila

terjadi tanggal prematur kaninus sulung karena resobsi insisivus lateral atau

karena karies disarankan dilakukan balancing ekstraction, yaitu pencabutan

kaninus sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan

kemudian dipasang space mentainer. Molar pertama sulung yang tanggal

prematur juga dapat menyebabkan pergeseran garis median. Perlu tidaknya

dilakukan balancing ekstraction harus dilakukan terlebih dahulu. Molar kedua

sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal

prematur karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kearah diastema

sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh

sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal prematur juga dapat

menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi

supra erupsi gigi antagonis. Bila kolar kedua sulung tanggal prematur banyaknya

pergeseran molar pertama permanen ke mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjil gigi

(bila tonjol gigi tinggi pergeseran makin sedikit) dan waktu tanggal gigi tersebut

(pergeseran paling banyak bila molar kedua sulung tanggal sebelum molar

permanen erupsi).

b. Persistensi gigi

Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained decidous teeth berarti gigi

sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu diingat

bahwa waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

13

Page 14: isi mal

menunjukan persistensi gigi sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah

erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi

sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada dirongga mulut, perlu diketahui anamnesis

pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang tua pasien apakah

dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk diregio tersebut.

c. Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila

terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi

gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi gigi permanen telah

terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk

(biasanya bengkok). Gigi yang mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat

mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodontik

dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut. Kalau ada dugaan terjadi trauma pada

saat pembentukan gigi permanen perlu diketahui anamnesis apakah pernah terjadi

trauma disekitar mulut untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma. Trauma

pada salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri

muka.

d. Pengaruh jaringan lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar terhadap

letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada tekanan

otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian tekanan yang

berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat

dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah yang menempel terus pada gigi hampir

selama 24 jam dapat sangat mempengaruhi letak gigi. Tekanan dari lidah,

misalnya karena letak lidah pada posisi istrahat tidak benar atau karena adanya

makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi

sehingga insisivus bergerak ke labial. Dengan demikian patut dipertanyakan

apakah tekanan lidah dapat mempengaruhi letak insisivus karena meskipun

tekanannya cukup besar yang dapat menggerakkan gigi tetapi berlagsung dalam

waktu yang singkat. Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-

langit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang selain tekanannya yang

besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberi

tekanan yang lebih besar dengan akibat insisivus tertekan ke palatal.

e. Kebiasaan burukFaculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

14

Page 15: isi mal

Suatu kebasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi

dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap

jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan

maloklusi. Dari ketiga faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama

kebiasaan berlangsung. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak

mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaa tersebut telah berhenti

sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi

permanenn erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa insisivus

atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta

retroklinasi inisisvus bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana

yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.

Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisivus atas

disertai jarak gigit yang bertambah da retroklinasi insisivus bawah. Kebiasaan

mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi lebih berupa

adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari.

Dorongan lidah pada saat menelan tidak lebih beda daripada yang tidak

mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa gigitan

terbuka anterior terjadi karena adanya dorongan lidah pada saat menelan.

Kebiasaan menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi tetapi biasanya

dampaknya hanya pada satu gigi.

f. Faktor iatrogenik

Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan profesional.

Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenik.

Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi

karena kesalahan desain atau dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar

sehingga yag terjadi gerakan gigi kedistal dan palatal. Contoh lain adalah

pemakaian kekuatan yang besar untuk menggerakkan gigi dapat menyebabkan

resobsi akar gigi yang digerakkan, resobsi yang berlebihan pada tulang alveolar

selain kematian pulpa gigi. Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan

adanya perawatan ortodontik, misalnya gerakkan bibir kearah labial/bukal yang

berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.

2.4 Patofisiologi

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

15

Page 16: isi mal

Etiologi maloklusi secara umum banyak sekali ada yang mengkategorikan

menjadi faktor luar dan lokal, seperti pertumbuhan dan organ kepala sekitar mulut yang

tidak harmonis, adanya penyakit sistemik, faktor genetik, kebiasaan buruk yang sering

dilakukan sehingga menyebabkan maloklusi, muskulus sekitar mulut yang abnormal

atau tidak seimbang dalam memberikan tekanan, malfungsi dari lidah, gigi, dan tulang

rahang, metabolisme tidak normal, kelainan hormonal dan lain-lain.

Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara

serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman

saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan nyeri kepala

dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan.

Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan

pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit

pada TMJ.

Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri

maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p dan b.

Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan

huruf s, z, t, dan n.

Gangguan pada proses oklusi umumnya dapat diakibatkan faktor herediter yang

mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan dari komponen-komponen penyusun

oklusi seperti dental, skletal dan neuromuskular terganggu Namun, gangguan oklusi

atau maloklusi juga bisa ditimbulkan oleh kebiasaan buruk atau faktor lain, seperti

kebiasaan menghisap jari tangan sejak kecil, kebiasaan menjulurkan lidah, atau kondisi

pasca kecelakaan yang melibatkan bagian muka, kehilangan gigi terlalu dini, dan

banyak faktor lainnya.

2.5 WOC (Web Of Caution)

(terlampir)

2.6 Manifestasi Klinik

Yang biasa terlihat pada malposisi gigi antara lain:

a. Distal inclination : mahkota gigi bergeser ke distal

b. Mesial inclination : mahkota dari gigi bergeser ke mesial

c. Lingual inclination : pergeseran abnormal dari gigi ke arah lingual atau palatal

d. Buccal inclination : pergeseran gigi ke arah bukal atau labial (proclination)

e. Mesial displacement : pergerakan gigi ke arah mesial, mendekati midline.

f. Distal displacement : pergerakan gigi ke arah distal, menjauhi midlineFaculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

16

Page 17: isi mal

g. Lingual displacement : kondisi dimana seluruh gigi bergerak ke arah lingual

h. Buccal displacement : kondisi dimana gigi bergerak ke arah labial/buccal

i. Infraversion/infra-occlusion : mengacu pada gigi yang erupsi tidak

sempurna jika dibandingkan dengan gigi lain di dalam lengkung rahang

j. Supraversion/supra-occlusion : mengacu pada kondisi dimana gigi

mengalami over erupsi jikadibandingkan dengan gigi-giugi lainnya

k. Rotations : pergerakan gigi mengelilingi sumbunya

l. Disto- lingual atau mesial- buccal rotation : menggambarkan gigi yang

berpindah mengelilingisumbu gigi, sehingga jika dilihat dari aspek distal gigi

akan terlihat lebih ke lingual

m. Mesio- lingual atau mesial- buccal rotation : menggambarkan gigi yang

berpindah mengelilingisumbu gigi, sehingga jika dilihat dari aspek mesial gigi

akan terlihat lebih ke lingual

n. Transposition : menggambarkan kondisi dimana 2 gigi mengalami pertukaran

tempa

2.7 Penatalaksanaan

1. Ekstraksi.

Pencabutan (ekstraksi) dilakukan pada gigi sulung, yaitu gigi kaninus rahang atas.

Hal ini disebabkan karena gigi kaninus permanen rahang atas erupsi paling terakhir.

Sehingga apabila setelah gigi permanen telah erupsi semua sedangkan gigi kaninus

permanen tidak mendapat tempat untuk erupsi, dapat dilakukan kembali pencabutan

pada gigi permanen. Pencabutan gigi permanen tersebut perlu dilakukan apabila

diskrepansi total menunjukkan kekurangan tempat lebih dari 8 mm. Gigi permanen

yang sering dicabut adalah gigi premolar pertama. Hal ini bertujuan untuk

mengoreksi gigi berdesakan baik di anterior maupun posterior. Bila premolar

pertama dicabut pada saat kaninus sedang bererupsi biasanya kaninus secara spontan

menempati bekas pencabutan premolar pertama. Sebagian besar ruangan bekas

pencabutan premolar pertama dipakai untuk koreksi berdesakan di anterior.

2. Ekspansi.

Apabila gigi kaninus permanen rahang atas akan erupsi dan tidak mendapat tempat,

maka dilakukan pencabutan pada gigi premolar pertama permanen rahang atas.

Tempat yang tadinya adalah tempat dari premolar pertama permanen akan digunakan

sebgai tempat dari kaninus permanen rahang atas. Dari ekspansi ke arah transversal Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

17

Page 18: isi mal

tersebut di regio anterior didapatkan tempat agar gigi-gigi anterior yang sedikit

berdesakan dapat dikoreksi. Ekspansi ke arah sagital dapat memperpanjang lengkung

geligi. Untuk melakukan ekspansi sagital regio anterior perlu diperhatikan posisi gigi

yang lebih ke anterior tidak mengganggu profil pasien.

3. Koreksi

Selain itu juga perlu dilakukan koreksi garis median. Garis median yang bergeser

apa lagi di rahang atas dan pergeserannya jauh sangat mempengaruhi estetik. Bila

garis median bergeser ke sisi kanan maka untuk mengoreksi kelainan itu gigi-gigi

insisif harus digerakkan ke kiri sampai sisi mesial insisif kanan terletak di garis

median. Untuk itu diperlukan ruangan di sisi kontra lateral pergeseran garis median.

Apakah pergeseran garis median perlu dikoreksi tergantung pada piranti yang

dipakai. Piranti lepasan yang digunakan untuk menggerakkan gigi ke arah proksimal

menghasilkan gerakan gigi tipping sehingga gigi terletak miring. Letak insisif yang

miring (mesioklinasi atau distoklinasi) tidak baik secara estetik dan juga tidak stabil.

Piranti cekat mampu mengoreksi pergeseran garis median.

4. Evaluasi.

5. Masa retensi

Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus yang dirawat

ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik membutuhkan masa retensi

untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk kembali ke posisi sebelum

dilakukan perawatan. Macam piranti retensi dan lama pemakaian piranti tersebut

perlu dijelaskan kepada pasien sebelum dilakukan perawatan ortodontik. Untuk

piranti retensi lepasan dibutuhkan kepatuhan pasien untuk memakai piranti

retensinya.

Dalam merencanakan perawatan ortodontik berdasar problema yang ada pada

pasien beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah: (Rahardjo, Pambudi. 2009.)

a. Keinginan pasien

b. Wajah pasien

c. Susunan dan simetri gigi dalam rahang

d. Relasi gigi dan rahang dalam jurusan sagital

e. Relasi gigi dan rahang dalam jurusan transversal

f. Relasi gigi dan rahang dalam jurusan horizontal

Prinsip dasar perencanaan perawatan ortodontik meliputi kesehatan mulut,

perencanaan perawatan rahang bawah, perencanaan perawatan rahang atas, relasi gigi Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

18

Page 19: isi mal

posterior, penjangkaran dan masa retensi. Berikut merupakan penjelasan dari masing-

masingnya:

1. Kesehatan mulut. Sebelum memulai perawatan ortodontik harus diupayakan

kesehatan mulut yang baik. Gigi-gigi yang karies perlu dirawat demikian juga

adanya kalkulus dan penyakit periodontal harus dirawat. Bila didapatkan

penyakit sistemik, misalnya diabetes mellitus kadar gula darah harus terkontrol

2. Perencanaan perawatan rahang bawah. Perencanaan perawatan di rahang

bawah terutama di region insisivi dilakukan lebih dahulu kemudian rencana

perawatan rahang atas disesuaikan. Insisivi bawah diletakkan dalam posisi yang

stabil, yaitu terletak pada daerah keseimbangan di antara lidah, bibir dan pipi.

Perubahan letak insisivi yang berlebihan cenderung terjadi relaps

3. Perencanaan perawatan rahang atas. Penyesuaian perawatan rahang atas

terhadap rahang bawah dilakukan terutama untuk mendapatkan relasi kaninus

klas I, hal ini mempengaruhi pertimbangan seberapa banyak tempat yang

dibutuhkan dan banyaknya kaninus diretraksi

4. Relasi gigi posterior. Hendaknya diupayakan mendapatkan relasi molar

pertama permanen kelas I tetapi bila tidak memungkinkan relasi molar bisa juga

kelas II atau kelas III

5. Penjangkaran. Mavam penjangkaran yang digunakan perlu dipikirkan untuk

mencegah terjadinya kehilangan penjangkaran (gigi penjangkar bergeser ke

mesial) yang berlebihan, apakah penjangkaran cukup dari gigi-gigi yang ada

ataukah perlu mendapat penjangkaran dari tempat yang lain misalnya dari

penjangkaran ekstra oral

6. Masa retensi. Perlu perencanaan masa retensi pada akhir perawatan untuk kasus

yang dirawat ortodontik. Hampir semua kasus yang dirawat ortodontik

membutuhkan masa retensi untuk mencegah relaps, yaitu kecenderungan untuk

kembali ke posisi sebelum dilakukan perawatan. Macam piranti retensi dan lama

pemakaian piranti tersebut perlu dijelaskan kepada pasien sebelum dilakukan

perawatan ortodontik. Untuk piranti retensi lepasan dibutuhkan kepatuhan

pasien untuk memakai piranti retensinya

2.8 Komplikasi

1. Masalah pada temporomandibular (TMJ)

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

19

Page 20: isi mal

Sendi temporomandibular (TMJ) adalah sendi engsel yang menghubungkan rahang

bawah (mandibula) dengan tulang temporal dari tengkorak di depan telinga pada

setiap sisi kepala. Sendi yang fleksibel, yang memungkinkan rahang untuk bergerak

dengan lancar atas dan ke bawah dan sisi ke sisi dan memungkinkan Anda untuk

berbicara, mengunyah, dan menguap. Otot melekat pada dan sekitar sendi rahang

kontrol posisi dan pergerakan rahang.

2. Bruxism

Bruxism adalah kegiatan yang umum yang dapat terjadi baik siang hari dan pada

malam hari. Mengepalkan atau grinding saat terjaga sangat umum selama periode

konsentrasi, marah, atau stres, dan sering terjadi tanpa orang menyadarinya.

Beberapa pendapat menyatakan bahwa anomalisasi struktur gigi akan menjadi salah

satu pendorong untuk melakukan aktivitas ini, tetapi penjelasan mengenai hal

tersebut masih diteliti lebih lanjut.

2.9 Prognosis

Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor heriditer

adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik,

namun sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor heriditer

pada maloklusi tersebut.

BAB III

ASUHAK KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Anamnesa

Berdasarkan Dongeos et all (2000), selain pengkajian umum seperti data pasien,

anamnesa serta pemerikasaan fisik, pengkajian khusus pada pasien dengan

maloklusi meliputi:

1) Identitas Klien

Kaji identitas klien, nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, tanggal masuk

rumah sakit, diagnosa medis tentang penyakit yang diderita serta alamat klien. Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

20

Page 21: isi mal

2) Keluhan utama

Penderita maloklusi umumnya mengalami nyeri pada TMJ. Terkadang menjalar ke

kepala dan leher.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Ada tidaknya kondisi penyakit penyerta pada pasien. Kebiasaan hidup sehari-hari

mencakup aktivitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahan dan tidur.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Memberikan pertanyaan kepada pasien seperti: Apakah pernah mengalami karies

gigi atau trauma pada gigi?

5) Riwayat penyakit keluarga

Salah satu penyebab maloklusi adalah faktor genetik. Pasien diberi pertanyaan

tentang penyakit keluarga selama tiga generasi ke atas, apakah ada anggota keluarga

lain yang pernah memiliki penyakit yang sama seperti yang diderita pasien.

6) Pengkajian Psikososial

Respon emosi pasien pada maloklusi pada umumnya labil.

Pemeriksaan fisik

Review of System (RoS):

1) B1 (breathing)

a) frekuensi pernafasan meningkat

b) takipnea

c) dipsneu

2) B2 (blood)

a) takikardi

3) B3 (brain)

a) emosi labil, depresi

b) bicaranya tidak jelas

c) ganguan status mental dan perilaku

4) B4 (bladder)

-

5) B5 (bowel)

a) nafsu makan menurun

b) berat badan menurun

c) mual dan muntahFaculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem

Pencernaan Maloklusi

21

Page 22: isi mal

6) B6 (bone)

a) kelelahan berat

b) nyeri

3.2 Analisis Data

DATA ETIOLOGIMASALAH

KEPERAWATAN

DS: klien mengatakan

mengunyah pada satu

sisi dan nyeri saat

mengunyah

DO: gangguan pola

pengunyahan/

matrikulasi

Pola pengunyahan/

matrikulasi terganggu

Pengunyahan pada satu

sisi

Nyeri pada TMJ

MK: Nyeri Akut

Nyeri akut

DS: klien mengatakan

tidak nafsu makan,

mual

DO: berat badan

menurun, klien

tampak lemas dan

pucat

Anoreksia

Asupan makanan

Berat badan

MK: Gangguan

pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan

tubuh

Gangguan

pemenuhan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

DS: klien mengatakan

tidur tidak nyenyak,

lelah dan mengantuk

DO: klien tampak

letih, gigi berjejal, dan

bruxism

Gigi berjejal

Bruxism

MK: Gangguan pola

tidur

Gangguan pola tidur

DS: klien mengatakan

giginya terasa

Bruxism

Trigger clenching and

Kerusakan membran

mukosa oral

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

22

Page 23: isi mal

bergeser-bergeser

DO: bruxism, abrasi

gigi

grinding

Abrasi gigi

MK: Kerusakan

membran mukosa oral

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan

mencerna makanan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk

menghindari pemajanan pathogen

4. Hambatan komunikais verbal berhubungan dengan defek anatomis

5. Kerusakan membrane mukosa mulut berhubungan dengan abrasi gigi

6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

3.4 Intervensi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury

Intervensi Rasional

1)Berikan informasi tentang nyeri.

2)Lakukan pengkajian nyeri yang

komprehensif, meliputi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi

dan kulitas nyeri

3)Minta pasien untuk menilai

nyeri pada skala 0 sampai 10

(0=tidak ada nyeri, 10= nyeri

yang sangat)

4)Bantu pasien untuk lebih

berfokus pada aktivitas daripada

nyeri.

5)Kendalikan faktor lingkungan

yang dapat mempengaruhi

respon pasien terhadap

1) Klien mengerti tentang penyebab nyeri

2) Tindakan intervensi dapat dilakukan

secara tepat dan maksimal pada

sumber nyeri

3) Megetahui skala nyeri yang dialami

klien

4) Mengalihkan perhatian klien untuk

mengurangi rasa nyeri yang rasakan

pasien

5) Lingkungan yang kondusif dapat

memberikan dampak positif kepada

pasien

6) Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri

yang dialami pasien

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

23

Page 24: isi mal

ketidaknyamanan

6)Berikan analgesik sesuai

indikasi

b. Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mencerna

makanan

IntervensI Rasional

1) Kaji dan dokumentasikan

derajat kesuliatan mengunyah

/ menelan

2) Konsultasikan dengan ahli

terapi okupasi

3) Yakinkan pasien dan berikan

lingkungan yang tenang

selama makan

4) Siapkan kateter pengisap

disamping tempat tidur dan

alat pengisap selama makan ,

bila diperlukan

5) Tempatkan pasien dengan

posisi semi-fowler atau

fowler tinggi untuk

memudahkan menelan

6) Ketika memberi makan

pasien , gunakan spuit jika

perlu, untuk memudahkan

menelan

7) Anjurkan pasien untuk

menggunakan gigi palsu atau

perawatan gigi.

1) Mengidentifikasi kemampuan

pasien dalam mengunyah

2) Menentukan jenis terapi dengan

pasien

3) Lingkungan yang nyaman dapat

meningkatkan nafsu makan pasien

4) Mengantisipasi jika pasien tidak

mampu makan secara oral

5) Posisi semi fowler atau fowler

dapat mempermudah klien untuk

menelan

6) Posisi semi fowler atau fowler

dapat mempermudah klien untuk

menelan

7) Gigi palsu memudahkan klien

dalam mengunyah makanan

c. Resiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk

menghindari pemajanan patogen

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

24

Page 25: isi mal

Intervensi Rasional

1) Pantau tanda/ gejala infeksi

(misalnya, suhu tubuh, denyut

jantung, penampilan luka,suhu

kulit dan keletihan)

2) Kaji faktor yang meningkatkan

serangan infeksi

3) Amati penampilan praktik

higiene pribadi untuk

perlindungan terhadap infeksi

4) Instruksikan untuk menjaga

higiene pribadi untuk

melindungi tubuh terhadap

infeksi

5) Ajarkan kepada pasien dan

keluarganya tanda/gejala

infeksi

6) Bersihkan lingkungan dengan

benar setelah dipergunakan

pasien.

1) Mengetahui gejala awl dari infeksi

pada pasien

2) Mengurangi faktor resiko dari

infeksi

3) Mengidentifikasi resiko terjadi

infeksi selama terkait higiene yang

dilakukan pasien

4) Mencegah terjadi infeksinya

5) Pasien dan Keluarga dapat

mengidentifikasi bila terjadi tanda-

tanda awal infeksi secara mandiri

6) Mencipkatan lingkungan yang

bersih dan mencegah terjadinya

infeksi

d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis

Intervensi Rasional

1) Kaji dan dokumentasikan

tentang pasien menyangkut

kemampuan untuk berbicara

dan melakukan komunikasi

dengan staf dan keluarga

2) Bantu dalam menerima dan

belajar metode alternatif untuk

berkomunikasi

3) Intruksikan kepada pasien dan

1) Mengetahui kemampuan pasien

dalam berkomunikasi secara verbal

dan berinteraksi dengan orang lain

2) Memberikan alternatif kepada

pasien untuk berkomunikasi

3) Menggunakan alat bantu untuk

memudahkan pasien untuk

berkomunikasi dengan orang lain

4) Terapi yang tepat dapat membantu

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

25

Page 26: isi mal

keluarga tentang penggunaan

alat bantu bicara

4) Konsultasikan dengan dokter

tentang kebutuhan terapi

bicara

5) Anjurkan kebutuhan untuk

follow up dengan ahli patologi

bicara setelah pulang

6) Libatkan pasien dan keluarga

dalam mengembangkan

rencana komunikasi

mempercepat penyembuhan klien

5) Terapi tambahan dapat

meningkatkan ke efektivan Terapi

6) Keluarga dapat membantu pasien

untuk mengembangkan jenis terapi

bicara

e. Kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan abrasi gigi

Intervensi Rasional

1. Identifikasi zat yang

mengiritasi, seperti tembakau,

alkohol, makanan, obat-

obatan, suhu makanan yang

ekstrem

2. Kaji pemahaman dan

kemampuan pasien untuk

melakukan perawatan mulut

3. Pantau pasien setiap

pergantian tugas jaga dari

adanya kekeringan pada

mukosa mulut

4. Pantau efek terapeutik dari

anestesi topikal, pasta

perlidungan mulut, sesuai

dengan kebutuhan

5. Berikan anestesi topikal, pasta

perlindunagan mulut, dan

1. Mencegah iritasi yang terjadi

dengan mengetahui faktor resiko

2. Mengidentifikasi ke adekuatan

klien dalam melakukan oral

higiene

3. Mukoso mulut yang kering

meningkatkan resiko iritasi/ lesi

pada membran mukosa mulut

4. Mengetahui ke efektifan dalam

pemberian anastesi dan fakto

resiko yang terjadi

5. Mencegah terjadinya lesi atau

iritasi pada membran mukosa

mulut

6. Rokok dan alkohol meningkatkan

resiko terjadinya lesi atau

ganggauan pada membran

mukosa mulut

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

26

Page 27: isi mal

topikal

6. Cegah untuk merokokdan

mengkonsumsi alkohol

f. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan penampilan fisik

Intervensi Rasional

1) Kaji secara verbal dan

nonverbal respon klien

terhadap tubuhnya.

2) Monitor frekuensi mengkritik

dirinya.

3) Jelaskan tentang pengobatan,

perawatan, dan prognosis

penyakit.

4) Dorong klien

mengungkapkan perasaannya

5) Fasilitasi kontak dengan

individu lain dalam

kelompok kecil.

1) Mengetahui gambaran klien

tentang kondisi tubuhnya

2) Mengetahui tingkat derajat klien

dalam menerima kondisi dirinya.

3) Informasi pengobatan mengurangi

rasa takut klien

4) Pengurangi rasa kecemasan yang

dialami klien

5) Meningkatkan percaya klien

dalam berinteraksi dengan orang

lain

BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Maloklusi terjadi ketika gigi rahang atas dan rahang bawah tidak dapat

berhubungan atau bertemu dengan tepat, fungsi fisiologis mengunyah menjadi kurang

efektif dan efek kosmetik kurang menyenangkan. Gigi tidak rata, padat atau bertumpuk

atau bahkan tidak dapat benar-benar kontak dengan gigi pada rahang yang lainnya

kemungkinan menjadi predisposisi penyakit pada tahun-tahun berikutnya.

Dengan dampak yang ditimbulkan tersebut, dibutuhkan pengetahuan yang lebih

baik bagi masyarakat maupun tenaga kesehatan sehingga kelainan tersebut

mendapatkan prognosis yang baik dan komplikasi-komplikasinya tida terjadi.

1.2 Saran

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

27

Page 28: isi mal

Berdasarkan materi yang telah dijelaskan dalam makalah ini, maka perawat

harus mengetahui teori dan konsep serta asuhan keperawatan sebagai upaya untuk

memberikan asuhan kepeperawatan yang tepat pada klien dengan gganguan sistem

pencernaan pada organ rongga mulut dan gigi, khusunya pada kasus maloklusi.

Sehingga perawat dapat mengimplementasikannya dalam proses penanganan

terhadap pasien. Maka asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien akan berjalan

dengan baik dan maksimal. Karena jika perawat tidak paham mengenai medikasi

akan menghambat penanganan terhadap pasien dan penanganan menjadi kurang

maksimal bahkan dapat merugikan pihak pasien.

Faculty of Nursing Airlangga University | Gangguan Pada Sistem Pencernaan Maloklusi

28