sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

24

Upload: rajautomo

Post on 16-Jun-2015

342 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

(sumber artikel online www.dpr.go.id )

Page 2: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

KASUS BLBI BUKTI KELAM KEBIJAKAN EKONOMI

INDONESIA

Anggota DPR dari PAN Drajad Wibowo mengatakan kasus KLBI/ BLBI merupakan sejarah

kelam dari kebijakan ekonomi dan juga dokumentasi di Indonesia. "Dokumen itu sudah jelas

karena ada flow of documentation bisa ditelusuri mulai dari Kejaksaan, BI tetapi kenapa

semuanya yang dipegang hanya fotocopy,"kata Drajad seusai menghadiri Raker Tim Pengawas

Penyelesaian KLB/BLBI dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji di Gedung Nusantara, Rabu,

(13/5).

Kejaksaan, papar Drajad, mengaku kesulitan dan agak berat melakukan pencarian dokumentasi

karena sebagian pejabatnya ada yang sudah wafat dan pensiun. "Seharusnya secara teori ini bisa

ditelusuri data aslinya,"paparnya.

Menurut Drajad, tindakan penghilangan barang bukti bisa dikategorikan Pidana dan bisa

ditelusuri siapa saja pejabat yang memegang dokumen, dan memberikan alasan kenapa bisa

hilang datanya. "Rasanya kasus ini akan menguap begitu saja,"terangnya dengan nada pesimis.

Dia menambahkan, apabila di Amerika Serikat data bisa dihapus setelah 30 tahun sementara di

Indonesia baru 10 tahun datanya sudah hilang. "Seharusnya perlu disusun semacam UU yang

memberikan sanksi tegas terhadap pejabat negara yang menghilangkan barang bukti

penting,"katanya, dirinya mengkhawatirkan akan dijadikan modus operandi oknum-oknum untuk

menghilangkan barang bukti otentik dari kasus-kasus besar lainnya. Drajad mengataan, dana

BLBI termasuk Obligasi rekap dan jaminan totalnya mencapai 700 Triliun Rupiah dan negara

telah mengeluarkan uang membayar bunganya sebesar 300 Triliun Rupiah.

Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, terdapat 8 Obligor yang belum membayar yaitu,

Bank Deka, Bank Central Dagang, Bank Centris, Bank Orien, Bank Dewa Rutji, Bank Arya

Panduarta, Bank Pelita, Bank Aken.

8 Bank tersebut diserahkan kepada Menteri Keuangan dan kemudian ditindaklanjuti dengan

penyerahan dokumen pada tanggal 11 Agustus 2008, untuk dilakukan penyelesaian diluar

pengadilan (out of court settlement). "Ini lebih menguntungkan dari pada pidana karena wasting

Page 3: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

time,"paparnya.Dia menambahkan, Kejaksaan akan terus mengejarnya sampai kepada ahli waris

dari para tersangka. (si)

***(Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Apabila anda mengalami kesulitan dalam mengakses website www.dpr.go.id, Silahkan Email :

[email protected] )

Page 4: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

Analisis Kasus

Kasus tunggakan BLBI hingga kini tak pernah beres sejak dibentuknya BPPN menjelang

kejatuhan Soeharto. Berulang kali upaya menangani kasus ini selalu terhadang dan macet.

Sejumlah oknum pejabat BPPN malah disangka korupsi atau suap. Kini dialami Urip Tri

Gunawan. Secara resmi, para obligor BLBI dinilai telah merugikan negara sebesar Rp144,5

triliun.Tetapi mereka yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Adili Koruptor BLBI menyebut

perkiraan kerugian negara mencapai sekitar Rp760 triliun, kurang dari Rp 3 triliun dari APBN

2007 yang besarnya Rp 763 triliun. BCA, sebelum di-take over, menikmati pinjaman sebesar

Rp52,7 triliun, sementara BDNI menikmati Rp 27 triliun. Dengan dua pihak saja, tumpukan dana

negara yang diduga diselewengkan telah mencapai Rp 79,7 triliun. Belum lagi dana yang

dinikmati oleh kroni-kroni rezim Soeharto yang lain. Tampak jelas bagaimana bank-bank negara

telah diubah begitu rupa oleh rezim Orde Baru sebagai sapi perah yang luar biasa.

Dapat dicatat bahwa kasus BLBI adalah kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah RI. Upaya

menangani kasus itu pun selalu saja terhadang. Lebih dari sekadar penegakan hukum, kasus

BLBI ini telah menjadi isu politik yang terus-menerus diusung oleh para elite politik.

Pemerintahan satu ke pemerintahan berikutnya tetap didorong untuk menyelesaikannya, selalu

saja tak pernah beres. Sebelum Urip Tri Gunawan ditangkap bersama Artalyta Suryani, DPR

juga telah membawa kasus BLBI ke tingkat sidang interpelasi pada 12 Februari 2008.

DPR membagi kasus dalam beberapa kategori,yaitu BLBI telah merugikan negara Rp 144,5

triliun, obligasi rekap merugikan negara Rp 425,5 triliun, Surat Utang Negara Rp 73,8 triliun dan

dana talangan Rp 49,5 triliun. Jalannya sidang interpelasi diwarnai hujan interupsi. Sebagian

anggota DPR merasa tidak puas dengan ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Presiden mewakilkannya kepada para menterinya, yaitu Menko Perekonomian Boediono, Menko

Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo AS untuk menanggapi DPR yang kecewa karena

jawaban pemerintah tidak ditandatangani Presiden. Padahal, presiden yang diwakili oleh Menko

Perekonomian Boediono, Menko Polhukkam Widodo AS, Menko Kesra Aburizal Bakrie,

Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Mensesneg Hatta Radjasa, Menkumham Andi Matalatta, Kapolri

Jenderal Sutanto dan Jaksa Agung Hendarman Supandji, mampu menyingkap obligor yang

masuk dalam kategori non-kooperatif. Sayangnya, fakta ini tak direspon DPR secara cerdas

untuk mengelaborasi lebih jauh alasan-alasan fundamental mengapa sepuluh tahun berjalan

Page 5: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

masih ada obligor dalam kategori non-kooperatif. Sidang interpelasi DPR malah ricuh oleh

persoalan tidak hadirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tak cukup hanya menciptakan

hujan interupsi, banyak anggota DPR yang mengembalikan lembar jawaban tertulis Presiden ke

meja pimpinan sidang. Anggota DPR dari F-PKS, Suryama M. Sastra, malah mempelopori walk

out sebagai tanda protes terhadap ketidakhadiran Presiden RI. Presiden terkesan dengan sengaja

mengabaikan kesejajaran kedudukan konstitusional antara pemerintah dan DPR.

Kericuhan sidang BLBI dipahami sebagai pukulan balik bagi parlemen. Parlemen

memperlihatkan diri sebagai pihak yang tercederai eksistesinya oleh ketidakhadiran presiden.

DPR tampak lebih mementingkan teknikalitas ketimbang substansi. Penuntasan skandal BLBI,

sampai kapan pun, dideterminasi oleh sikap pemerintah. Pemerintah mengedepankan prinsip out

of court settlement menurut skema PKPS, MSAA, MRNIA dan APU. Skema inilah yang lantas

mengondisikan skandal BLBI bermetamorfosis menjadi tawar-menawar. Apa yang ditengarai

sebagai politik penuntasan BLBI merupakan situasi yang memungkinkan rezim-rezim kekuasaan

mendapatkan keuntungan dari bekerjanya prinsip out of court settlement. Penyelesaian skandal

BLBI, pada akhirnya jauh dari kewajaran. Lima obligor dalam skema MSAA, misalnya, hanya

membayar 17,3% hingga 55,7% dari total kewajiban yang harus ditunaikan. Obligor yang

berutang Rp 52 triliun, ternyata hanya mengembalikan Rp 19 triliun.

Obligor lain yang berutang Rp 28 triliun, hanya mengembalikan Rp 4,9 triliun. DPR yang

diliputi aura korupsi menangkap semua kenyataan ini sebagai persoalan yang berpeluang untuk

dipelintir. Maka, actual BLBI 12 Februari 2008 benar-benar dramatis. Editorial Harian Media

Indonesia 13 Februari 2008, menyimpulkan semua ini sebagai malapetaka interpelasi.

Berdasarkan angka yang terungkap diatas, kasus BLBI memang telah menyebabkan keuangan

actual sangat menderita. Kasus ini pula yang mengakibatkan krisis moneter yang berefek serius

pada penderitaan rakyat seperti harga barang melambung, PHK marak, banyak perusahaan

bangkrut, juga pengangguran dan kemiskinan yang meningkat actual. BLBI memang tumpukan

uang yang dinikmati para konglomerat yang dapat memengaruhi siapa saja yang berada dalam

posisi lebih lemah. Godaan inilah yang meruntuhkan etik para jaksa pemeriksa kasus tersebut.

Page 6: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

Urip Tri Gunawan adalah salah seorang jaksa yang tersandung godaan besarnya uang suap yang

bisa dinikmatinya di hari tua. Penangkapan dan penahanan Urip Tri Gunawan saat ini membawa

efek pada runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan. Apalagi Jampidsus

Kemas Yahya Rahman yang telah mengumumkan penghentian penyidikan mendapat sorotan

luas dari berbagai pihak. Dia mulai dituntut untuk mengajukan surat pengunduran diri. Bahkan,

perintah pemeriksaan telah ditempuh Jaksa Agung Hendarman Supandji. Hendarman

memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan MS Rahardjo untuk memeriksa Kemas Yahya

Rahman dan Direktur Penyidikan Jampidsus Muhammad Salim sehubungan tertangkap

tangannya jaksa Urip Tri Gunawan.

Selain atas institusi kejaksaan, sorotan juga mengarah ke pemerintah. Salah seorang pengaju

interpelasi kasus BLBI di DPR, Ade Daud Nasution, menilai pemerintah tak serius menuntaskan

masalah yang sudah bergulir selama 10 tahun. Anggota Komisi III DPR Aulia Rahman

menyatakan penangkapan Urip Tri Gunawan mencoreng muka pemerintah. Memang menjadi

persoalan ketika kejaksaan mengumumkan tidak ada indikasi korupsi dan perbuatan melawan

6ctua, tapi Urip Tri Gunawan justru menerima suap dari pihak yang disidik. Apakah surat

perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus BLBI ini tidak diketahui oleh Jaksa Agung

Hendarman Supandji?

Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan menyatakan, ada tiga pertanyaan actual yang akan diajukan

kepada Kejaksaan Agung terkait penanganan kasus BLBI dalam rapat kerja yang digelar, yaitu

perihal penghentian penyelidikan, penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan, dan peraturan disiplin

kejaksaan. Pemerintah memang dihadapkan pada kritik sehubungan dengan pemberantasan

korupsi sekaligus menggugat kemampuannya. Sementara Kejaksaan Agung dipersoalkan

kemampuannya untuk membersihkan kejaksaan.

***( TI-Indonesia DIV Komunikasi dalamTransparency International Indonesia 2008)

Page 7: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

PEMBERANTASAN TINDAKPIDANA KORUPSI

Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tanggal 29 Maret 1971

BAB I

KETENTUANUMUM

Pasal 1

Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah:

(1)a. barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atau

orang lain, atau suatu Badan,yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan

negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa

perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

b. barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Badan,

menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara;

c. barang siapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416,417,

418, 419, 420, 423, dan 435 K.U.H.P.;

d. barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal

2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada

jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada

jabatan atau kedudukan itu;

e. barang siapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah

menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang tersebut dalam

Pasalpasal 418, 419 dan 420 K.U.H.P. tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada

yang berwajib.

(2) barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana-tindak

pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e pasal ini.

Page 8: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

Pasal 2

Pegawai negeri yang dimaksud oleh Undang-undang ini, meliputi juga orang-orang yang menerima

gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau yang menerima gaji atau upah dari suatu

badan/badan hokum yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau badan hukum

lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat.

BAB IITENTANG PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

Pasal 8

Kewajiban memberikan kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 7 Undang-undang ini, berlaku juga

bagi mereka yang menurut ketentuan ketentuan hukum yang berlaku harus merahasiakan

pengetahuannya berhubung dengan martabat jabatan atau pekerjaannya, kecuali petugas agama.

Pasal 9

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai rahasia

Bankseperti yang dimaksud Pasal 37 ayat (2) Undang-undang tentang Pokok-pokok Perbankan,

maka dalam perkara korupsi atas permintaan Jaksa Agung, Menteri Keuangan dapat memberi ijin

kepada Jaksa untuk minta keterangan kepada Bank tentang keadaan keuangan dari tersangka.

(2) Dengan ijin Menteri Keuangan seperti tersebut dalam ayat (1), Bank wajib memperlihatkan surat-

surat Bank, dan memberikan keterangan tentang keadaan keuangan dari tersangka

.

(3) Ketentuan mengenai perincian tersebut dalam kedua ayat (1) dan(2) diatas, harus diberikan dalam

jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan permintaan ijin itu oleh Menteri

Keuangan.

Pasal 10

Dalam pemeriksaan pendahuluan saksi dilarang menyebut nama/alamat atau hal-hal lain yang

memberi kemungkinan dapat diketahuinya pelapor.

Page 9: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

Pasal 11

(1) Untuk kelancaran serta keseksamaan pemeriksaan perkara yang bersangkutan, penyidik dapat

setiap waktu meminta kepada tersangka dan setiap orang yang ada hubungannya denganperkara itu

untuk memperlihatkan kepadanya segala surat dan barang-barang lain yang dipandang perlu untuk

diperiksa dan penyidik dapat menyitanya.

(2) Mereka yang menurut ketentuan-ketentuan hukum harus merahasiakan pengetahuannya

berhubung dengan martabat, jabatan atau pekerjaannya tidak dapat menolak untuk memperlihatkan

surat-surat atau bagian surat-surat atau bagian surat-surat yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

kecuali petugas agama.

Pasal 12

Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat-surat dan kiriman-kiriman melalui Badan

Pos, Telekomunikasi dan lain-lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara pidana

korupsi yang sedang diperiksa.

Page 10: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANGNo. 3 TAHUN 1971

tentang

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

BAB I

KETENTUANUMUM

Pasal 1

Tindak pidana korupsi pada umumnya memuat aktivitas yang merupakan manifestasi dari

perbuatankorupsi dalam arti yang luas mempergunakan kekuasaan atau pengaruh yang melekat pada

seorang pegawai negeri atau kedudukan istimewa yang dipunyai seseorang di dalam jabatan umum

yang secara tidak patut atau menguntungkan diri sendiri maupun orang yang menyuap sehingga

dikwalifiseer sebagai tindak pidana korupsi dengan segala akibat hukumnya yang berhubungan

dengan Hukum Pidananya dan Acaranya.

Ayat (1)

Sub.a.

Ayat ini tidak menjadikan perbuatan melawan hukum sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum,

melainkan melawan hukum ini adalah sarana untuk melakukan perbuatan yang dapat dihukum yaitu

"memperkaya diri sendiri" atau "orang lain" atau "suatu badan." Perkataan "memperkaya diri sendiri"

atau "orang lain" atau "suatu badan" dalam ayat ini dapat dihubungkan dengan Pasal 18 ayat(2), yang

memberi kewajiban kepada terdakwa untuk memberikan keterangan tentang sumber kekayaannya

sedemikian rupa, sehingga kekayaan yang tak seimbang dengan penghasilannya atau penambahan

kekayaan tersebut, dapat digunakan untuk memperkuat keterangan saksi lain bahwa terdakwa telah

melakukan tindak pidana korupsi. Keuangan negara seperti yang dimaksud oleh Undang-undang ini

meliputi juga keuangan daerah atau suatu badan/badan hukum yang menggunakan modal atau

kelonggarankelonggaran dari negara atau masyarakat dengan dana-dana yang diperoleh dari

masyarakat tersebut untuk kepentingan sosial, kemanusiaan dan lainlain. Tidak termasuk "keuangan

negara" dalam undang-undang ini ialah keuangan dari badan/badan hukum yang seluruhnya modal

Page 11: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

diperoleh dari swasta misalnya P.T., Firma, C.V. dan lain-lain. Yang dimaksud dengan perbuatan-

perbuatan yang dapat merugikan perekonomian negara ialah pelanggaran-pelanggaran pidana

terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam bidang kewenangannya

seperti dimaksud dalam Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.

Sub. b.

Tindakpidana korupsi ini memuat sebagai perbuatan pidana unsur "menyalah-gunakan kewenangan"

yang ia peroleh karena jabatannya, yang semuanya itu menyerupai unsur dalam Pasal 52 K.U.H.P.

yang selain dari itu memuat pula unsur yang "secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan

keuangan negara" serta dengan "tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan."

Ketentuan dalam sub b. ini adalah luas dalam rumusannya karena mempergunakan istilah umum

"menyalah-gunakan" dan tidak mengadakan perincian seperti halnya dengan Pasal 52 K.U.H.P.

dengan kata "...oleh karena melakukan tindakpidana..........yang ia peroleh karena jabatannya."

Sub. c.

Dengan perumusan Pasal 1 ayat (1) a dan b, maka istilah korupsi dalam Undang-undang ini

dipergunakan dalam arti yang luas, hingga adalah layak apabila Pasal-pasal K.U.H.P. seperti tersebut

dalam sub. c., dikwalifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

Sub. d.

DalamK.U.H.P. tidak diancam dengan hukuman orang-orang yang memberi hadiah kepada pegawai

yang dimaksud dalam Pasal 418 K.U.H.P., juga tidak diancam dengan hukuman orang-orang yang

memberi hadiah kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal-pasal Undang-undang ini.

Untuk mengisi kekosongan itu maka diadakan tindak pidana korupsi yang tercantum dalamPasal 1

ayat (1) d.

Sub. e.

Ketentuan dalam sub. c. ini dimaksudkan untuk memidanakan seseorang yang tidak melaporkan

pemberian atau janji yang diperolehya dengan melakukan tindak-pidana-tindak-pidana yang

dimaksud dalam Pasal 418, 419, 420 K.U.H.P. Apabila tidak semua unsur dari tindak pidana tersebut

dipenuhi dan pelaporan itu misalnya dilakukan dengan tujuan semata-mata agar supaya diketahui

tentang peristiwa penyuapan, maka ada kemungkinan bahwa si penerima itu dapat dilepaskan dari

Page 12: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

penuntutan berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas. Hal demikian tidak berarti bahwa tiap pelaporan

tentang penerimaan pemberian/janji itu membebaskan terdakwa dari kemungkinan penuntutan,

apabila semua unsur dari tindak pidana dalam Pasal 418, 419, 420 K.U.H.P. dipenuhi.

Ayat (2).

Karena tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan/perekonomian negara, maka percobaan

untuk melakukan tindak pidana tersebut dijadikan delik tersendiri dan diancam dengan hukuman

sama dengan ancaman bagi tindak pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan. Demikian pula

mengingat sifat dari tindak pidana korupsi itu, maka permufakatan jahat untuk melakukan tindak

pidana korupsi meskipun masih merupakan tindakan persiapan sudah dapat dipidana penuh sebagai

suatu tindak pidana tersendiri.

BAB II

TENTANG PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

Pasal 8

Pasal ini hanya menunjuk petugas agar khususnya petugas dalam agama Katolik (Imam) yang

dimintakan bantuan kejiwaan, yang dipercayakan untuk menyimpan rahasia.

Pada umumnya mereka yang harus menyimpan rahasia karena martabat, jabatan atau, pekerjaannya

ialah Dokter, Notaris, Advokat dan petugas agama mempunyai hak untuk membebaskan diri dari

kesaksian. Oleh karena itu di dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini

sebagai Undang-undang yang ekseptionil sifatnya hak untuk membebaskan diri dari kesaksian

tersebut diberikan terbatas kepada petugas agama dalam arti tersebut di atas. Tetapi justru karena

hak-hak dari pejabat yang termasuk ketiga kategori lainnya tersebut di atas dikurangi, maka

keterangan-keterangan kesaksian dari mereka ini hanya dimintakan sebagai upaya terakhir untuk

melengkapi pembuktian.

Pasal 9

Ayat (1) dan (2)

Pada azasnya rahasiaBank dari para nasabah dipegang teguh seperti apa yang diatur dalam Pasal 36

dari Undang-undang Pokok Perbankan. Sesuai Dengan Pasal 37ayat (2) Undang-undang Pokok

Page 13: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

Perbankan, ketentuan dalam Pasal 9 Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada Menteri

Keuangan untuk memberi izin kepada Jaksa atas permintaan Jaksa Agung untuk minta keterangan

tentang keadaan keuangan dari tersangka dan memperlihatkan surat-surat Bank tersangka.

Ayat (3).

Untuk mempercepat dan mempermudah terlaksananva penyelidikan dan penuntutan tindak pidana

korupsi maka ketentuan perijinan seperti tersebut di atas perlu dibatasi hingga jangka waktu selama-

lamanya 14 (empat belas) hari sejak penerimaan permintaan ijin itu oleh Menteri keuangan.

Pasal 10

Pasal ini dimaksud untuk memberikan perlindungan terhadap pelapor ialah mereka yang memberikan

keterangan maupun informasi mengenai suatu tindak pidana korupsi, agar supaya pelapor tidak takut-

takut akan diketahui nama/alamatnyayang mungkin akan membahayakan keselamatannya, apabila ia

dikenal oleh umum. Karena sangat diharapkan laporan-laporan tentang tindak pidana korupsi yang

telah dilakukan atau diduga telah dilakukan maka perlulah diberikan perlindungan terhadap para

pelapor tersebut yang sungguhsungguh akan membantu usaha pemberantasan korupsi. Supaya

perlindungan ini dapat dijamin maka saksi wajib merahasiakan nama/alamat atauhal-hal yang

memungkinkan dikenalnya pelapor baik dalam phase pemeriksaan pendahuluan maupun dalam

sidang pengadilan (Pasal 19). Untuk mencegah pelanggaran ketentuan ini maka ditentukan

sanksinya, yang dimuat dalam Pasal 31.

Pasal 11

Ayat (1).

Pasal ini menetapkan beberapa ketentuan apabila penyidik menentukan keterangan keterangan

tentang keuangan dan/atau harta benda tersangka.

Ayat (2).

Alasan-alasan pengadaan pasal ini adalah sesuai dengan penjelasan Pasal 8 dan dihubungkan dengan

Pasal 9 di atas.

Pasal 12

Denganditentukan bahwa surat-surat dan kiriman melalui Badan Pos, Telekomunikasi dan lain-

lainnya yang dapat dibuka dan diperiksa oleh penyidik itu diduga keras mempunyai hubungan

Page 14: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

dengan perkara pidana korupsi yang sedang diperiksa maka rahasia-rahasia surat kiriman yang oleh

si pengirim dipercayakan kepada Badan Pos. Telekomunikasi dan lain-lainnya tetap terjamin.

***(File dalam bentuk pdf Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tanggal 29 Maret 1971)

Kesimpulan

Kasus BLBI yang melibatkan tiga pilar demokrasi, yaitu parlemen (lembaga legislatif),

pemerintah (lembaga eksekutif) dan kejaksaan (lembaga yudikatif), memang merupakan

permasalahan yang tidak mudah diselesaikan. Permasalahan ini sudah berkait berkelindang antar

lembaga negara tersebut sehingga justru menjadi isu politik, alih-alih isu ekonomi dan korupsi

yang menyengsarakan rakyat.

Pertama, kebijakan BLBI ini sudah keliru sejak awal. Bank Indonesia tidak mampu mengelola

dan mengawasi implementasi penggunaan dana bantuan likuiditas untuk merestrukturisasi

perbankan. Hal ini, merupakan ekses dari ketiadaan kelembagaan (aturan main/rules of the

games) yang berakibat pula pada ketiadaan kontrol yang efektif dalam implementasinya, yang

juga memunculkan potensi tindakan curang (moral hazard) pada para pelakunya. Perilaku curang

ini bisa terjadi pada pihak perbankan maupun Bank Indonesia.

Kedua, parlemen (DPR) tidak merespon secara cerdas untuk mengelaborasi lebih jauh alasan-

alasan fundamental mengapa sepuluh tahun berjalan masih ada obligor dalam kategori non-

kooperatif. Sidang interpelasi DPR malah ricuh oleh persoalan tidak hadirnya Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono. Tak cukup hanya menciptakan hujan interupsi, banyak anggota DPR yang

mengembalikan lembar jawaban tertulis Presiden ke meja pimpinan sidang tanpa membahas

lebih lanjut dan hanya menjadikannya konsumsi politik belaka.

Ketiga, penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh KPK itu semakin membenarkan persepsi

masyarakat yang selalu menempatkan aparat penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian,

pada peringkat atas terkorup. Penggantian kepemimpinan kejaksaan pertengahan 2007 oleh

Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengganti Jaksa Agung, kinerja institusi yang dipimpinnya

tak menunjukkan perbaikan. Ada banyak indikasi yang menunjukkan masih buruknya kinerja

kejaksaan. Seberapa banyak dana yang berhasil diselamatkan untuk negara belum signifikan, tak

transparan, dan akuntabilitasnya rendah. Kasus-kasus besar tak tuntas seperti bebasnya terdakwa

korupsi dan pembalakan liar Adelin Lis dan tak jelasnya penyelesaian kasus mantan Presiden

Page 15: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

Soeharto. Penyelesaian hukum yang tak tuntas itu juga terlihat pada kasus aliran dana Bank

Indonesia (BI) ke anggota DPR dan dihentikannya penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank

Indonesia (BLBI).

ACUAN PUSTAKA

Yustika, Ahmad Erani., Ekonomi Politik, Kajian Teoritis dan Analisis Empris, Pustaka Pelajar,

Jogjakarta 2009.

Zulverdi, Doddy., Bank Portofolio Model and Monetary Policy in Indonesia, Journal of Asian

Economic, 2007

Surat Kabar dan Internet

Harian Kompas, 23 Juli 2007.

Harian Republika, 13 Februari 2008.

Mingguan Tempo 5-11 Maret 2007

www.seputarindonesia.com

Waspada Online

website www.dpr.go.id ,Email : [email protected] )

TI-Indonesia DIV Komunikasi dalamTransparency International Indonesia 2008 dengan email

Email : [email protected]

File dalam bentuk pdf Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tanggal 29 Maret 1971

Page 16: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

SISTEM HUKUM INDONESIA

TENTANG

ANALISIS HUKUM TERTULIS DALAM ARTIKEL

Disusun Untuk Memenuhi Nilai Tugas Dalam Mata Kuliah

Sistem Hukum Indonesia

Oleh:

Nama : DWI UTOMO

Nim : 080903071

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: sistem hukum indonesia ( mal-praktek)

MEDAN

2009