isi kasus pribadi

56
CATATAN MEDIK PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK Nama : Sanitya Dwiyuli Periode : 24 November 2014 – 31 Januari 2015 Pembimbing : dr. Ezy Barnita, Sp.A No. Catatan Medik : 02.14.45.11 Masuk Rumah Sakit : Tanggal : 08 Desember 2014 Jam : 19:12 WIB Dibawa : Orang tua ANAMNESA Berdasarkan alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 08 Desember 2014, pukul 23.30 Wib IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : An. A A M Tanggal Lahir : 07 November 2012 (2 tahun 1 bulan) Jenis Kelamin : Laki – laki Alamat : Jl. Pemuda 44 Rt 05 Rw 03 Kelurahan Rawamangun Kecamatan Pulo Gadung Kabupaten Kota Jakarta Timur IDENTITAS ORANG TUA Keterangan Ayah Ibu Nama Tn. A Ny.A Umur 39 tahun 37 tahun Alamat Jl. Pemuda 44 Rt Jl. Pemuda 44 Rt 1

Upload: regina-gaezani

Post on 07-Sep-2015

37 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kasus

TRANSCRIPT

CATATAN MEDIK PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

Nama

: Sanitya Dwiyuli

Periode

: 24 November 2014 31 Januari 2015

Pembimbing

: dr. Ezy Barnita, Sp.A

No. Catatan Medik: 02.14.45.11

Masuk Rumah Sakit: Tanggal: 08 Desember 2014

Jam

: 19:12 WIB

Dibawa: Orang tuaANAMNESA

Berdasarkan alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 08 Desember 2014, pukul 23.30 Wib

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien: An. A A M

Tanggal Lahir: 07 November 2012 (2 tahun 1 bulan)

Jenis Kelamin: Laki laki

Alamat

: Jl. Pemuda 44 Rt 05 Rw 03 Kelurahan Rawamangun Kecamatan

Pulo Gadung Kabupaten Kota Jakarta Timur

IDENTITAS ORANG TUA

KeteranganAyahIbu

NamaTn. ANy.A

Umur39 tahun37 tahun

AlamatJl. Pemuda 44 Rt 05 Rw 03Jl. Pemuda 44 Rt 05 Rw 03

PekerjaanTidak BekerjaKaryawan

Penghasilan-Rp. 3.000.000,-/bulan

Keadaan KesehatanSehatSehat

Riwayat PenyakitRiwayat AsmaRiwayat Alergi

Hubungan dengan pasien: Anak Kandung

Riwayat Penyakit

Keluhan Utama : Demam sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan: Batuk pilek sejak 1 minggu SMRS

Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Satu minggu SMRS, pasien mengalami batuk pilek. Batuk berdahak dengan konsistensi kental dan berwarna hijau. Pada saat tersebut ibu pasien hanya memberikan jamu tradisional (kencur) untuk menghilangkan batuk pilek. Pasien sering mengalami batuk pilek sejak kecil dan jika sedang batuk pilek disertai dengan telinga sakit dan keluar cairan dari telinga berwarna putih serta berbau busuk. Sebelum pasien batuk pilek biasanya dikarenakan minum es dan makan makanan jajanan warung serta susu dan turunannya.

Tiga hari SMRS, pasien mengalami demam. Demam dirasakan naik turun.Demam meningkat terutama pada sore menjelang malam hari. Pada saat itu , ibu pasien memberikan paracetamol satu sendok takar obat (120mg) untuk menurunkan demamnya. Obat tersebut diberikan per 6 jam. Setelah diberikan obat demam turun namun demam meningkat beberapa jam setelah minum obat. Dua hari SMRS, pasien mengalami demam tinggi dan ketika diukur oleh ibu pasien dengan termometer menunjukkan suhu 39.9 C , ibu pasien langsung memberikan paracetamol supp 125 mg. Ibu pasien memberikan inhalasi combivent tiga kali selama tiga hari setiap pagi.

Satu hari SMRS, pasien dibawa ke RS Rawamangun diberikan ibuprofen sirup dan pasien dipulangkan. 8 jam setelah pasien berobat, pasien mengalami demam tinggi kembali dengan suhu 40.4 C dan pasien langsung diberikan paracetamol supp 125 mg kemudian demam turun. Keluhan pasien disertai dengan muntah setiap makan, mual dan terdapat penurunan nafsu makan semenjak sakit. Keluhan seperti kejang, BAB dan BAK disangkal. Gusi berdarah, mimisan dan nyeri kepala disangkal. Dikarenakan belum mengalami perbaikan bermakna maka orang tua pasien membawa pasien ke IGD RSUP Persahabatan. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat rawat di RS Islam selama 11 hari pada usia 18 hari dengan Bronkopneumonia. Riwayat batuk pilek berulang. Riwayat sakit campak pada usia 8 bulan dan ketika ditanyakan menurut orang tua pasien timbul seperti ruam kemerahan di seluruh tubuh pasien. Pasien mempunyai riwayat alergi susu sapi dan turunannya.Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat asma (+) yaitu ibu pasien. Riwayat alergi baik alergi obat maupun alergi makanan (+) yaitu ayah pasien.

Riwayat Lingkungan dan Sosial :

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Pasien tinggal bersama ayah,ibu dan kakak pasien. Pasien tidak tinggal di dekat sungai atau tempat pembuangan sampah. Di lingkungan rumah pasien tidak ada yang mengalami demam berdarah dengue. Tempat penampungan air bersih dirumah pasien tertutup dan tidak ada tumpukan kaleng-kaleng bekas.Riwayat Antenatal :

Kontrol kehamilan teratur di bidan. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, demam, batuk-pilek dan infeksi lainnya selama kehamilan. Penggunaan obat obatan selama kehamilan disangkal.Riwayat Kelahiran :

Pasien merupakan anak kedua. Pasien lahir di Rumah Sakit, lahir sectio cesarea (SC) atas indikasi KPD denga usia kehamilan 39 minggu, berat lahir 3200 gram , panjang badan 48 cm, menangis kuat. Riwayat kuning atau kebiruan disangkal.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi dilakukan di Puskesmas, yaitu :

BCG: Tidak dilakukan

DPT (I/II/III) : dilakukan 3 kali namun ibu pasien lupa pada saat bulan keberapa

Polio (I/II/III/IV) : dilakukan 4 kali namun ibu pasien lupa pada saat usia bulan keberapa

Campak : Tidak dilakukan

Hepatitis B : 1 kali , namun ibu pasien lupa pada saat usia bulan keberapa

Tifoid

: Tidak dilakukan

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, campak dan BCG tidak dilakukan.

Riwayat Keluarga :

No.UmurJKHidupLahir/MatiAbortusMati/SebabKeterangan

1.6 tahun 9 bulanLaki lakiLahir---

2.2 tahun 1 bulanLaki lakiLahir--Pasien

Riwayat Perkembangan :

Gerakan Kasar: Berjalan, lari, melompat, menendang bola

Gerakan halus: Mencoret coret kertas ataupun tembok, menumpuk

mainan

Komunikasi/Berbicara : Berbicara beberapa kata, menunjuk gambar

Sosial dan Kemandirian : Makan dengan menggunakan sendok, memakai

dan melepaskan pakaian.

Kesan : sesuai dengan usia perkembangan 25 bulan.Riwayat Makan ;

0-5 bulan: ASI 6-12 bulan: Susu soya dan PASI (bubur tim + sayur+buah)

8 bulan : mulai diberikan air tajin

1 tahun saat ini: Susu soya+ air tajin+ PASI ( Nasi lembek+sayur

terutama santan+daging+ikan+buah) makan nasi 1 hari 2 kali dengan setiap makan 15 20 sendok makan bayi + Jajan makanan warung yaitu makanan dan minuman ringan.

Kesan : Kuantitas Cukup dan Kualitas Kurang

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan Umum: Tampak sakit sedang dam rewel

Kesadaran: Compos Mentis

Status Antropometri:

BB : 12 kg

BB/U : 12/12.8 x 100% = 93.7 %

TB : 95 cm

TB/U : 95/88 x 100% = 107.9 %

BB/TB : 12/14 x 100% = 85.7 %

Klinis :Kesan Gizi kurangTanda Tanda Vital :

Nadi

: 118x/m

Suhu: 37.9 %

Pernapasan: 24x/m

Kepala : Lingkar kepala 47 cm (-2 s/d 0 SD berdasarkan kurva nellhaus )

Normocephal Distribusi rambut merata , deformitas (-)

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),

gerakan bola mata baik, pupil bulat isokor dengan diameter

2mm/2mm

THT

:

Telinga : Otorhea (-/-)

Hidung : Deviasi septum (-), Napas cuping hidung (-), Discharge (-)

Tenggorokan: Faring hiperemis (+), Tonsil T1-T1 normal

Mulut

: Mukosa mulut lembab, stomatitis (-), caries (-)

Lidah kotor (coated tongue) (+) (lidah kotor: putih ditengah pinggir hiperemis),

Bibir sianosis (-)

Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks : Bentuk dada normal, Gerakan dinding dada simetris statis dan

dinamis Retraksi (-)

Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), bising (-),

gallop (-)

Paru: Inspeksi : Tidak tampak deformitas

Palpasi : Gerakan dinding dada simetris

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikular (+/+), wheezing (-), Rhonki (-)

Abdomen: Inspeksi : Datar, Cembung (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, Hepar dan Lien tidak teraba, Ballotemen ginjal (-)

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen

Genitalia : Laki laki , eritema (-), fimosis (-)

Ekstremitas : Akral teraba hangat (+/+/+/+)

CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANGKeterangan08-12-2014

Leukosit5.92 rb/mm3

Hitung Jenis

Netrofil31.4%

Limfosit60.0% ()

Monosit 8.1% ()

Eosinofil0.0 % ()

Basofil0.5%

Eritrosit5.16 jt/ul

Hemoglobin13.3 g/dl

Hematokrit40%

MCV76.9 fl

MCH25.8 pg

MCHC33.5%

RDW-CV13.2 %

Trombosit135 rb/mm3 ()

DIAGNOSIS KERJA

Infeksi virus

Gizi Kurang

DIAGNOSIS BANDING

Demam DengueDemam Tifoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Perifer lengkap ulang

Dengue IgG

Dengue IgM

IgM S.Typhi (tubex)PENATALAKSANAAN

Farmakologi :

O2 : -

IVFD KAEN 1BKebutuhan cairan dengan BB 12 kg : 12x100x20 = 16 tpm

24x60 Antipiretik :

Paracetamol sirup (10 mg 15 mg/kgBB/kali)

1 cth = 5ml = 120 mg ( BB : 12 kg : 120 -180 mg ( 4x180mg / 4 x 1 cth Ambroxol sirup (1.5 mg/kgBB/x)

BB : 12 ( 18 mg/x ( sedian : 15mg/5ml ( 3x1cth Non Farmakologi

Diet :

Kalori : 1000 kalori + 2x100 = 1200 kkal/hr

Makanan lunak

Istirahat cukup, Tirah baring

Jaga kebersihan dan kesehatan diri, keluarga dan lingkungan sekitar. Cuci tangan sebelum dan sesudahmakanBAB II

TINJAUAN PUSTAKADEMAM TIFOIDPendahuluan

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan dan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multilplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe dan Peyers Patch. (Sumarmo IDAI, 2010)

Epidemiologi

Sebuah penelitian berbasis populasi yang melibatkan 13 negara di berbagai benua, melaporkan bahwa selama tahun 2000 terdapat 21.650.974 kasus demam tifoid dengan angka kematian 10%.2 Insidens demam tifoid pada anak tertinggi ditemukan pada kelompok usia 5-15 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan insidens demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per 100,000 penduduk (Sondang Sidabutar, 2010)Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Salmonella typhi merupakan bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, dan fakultatif anaerob. Bakteri ini mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotika. (Sumarmo IDAI, 2010)

Patogenesis

Setelah tertelan, bakteri harus menembus beberapa mekanisme pertahanan tubuh pejamu sebelum menimbulkan infeksi. Biasanya Salmonella mati pada lingkungan yang bersifat asam, oleh karena itu terjadi pengurangan inokulum yang banyak setelah bersentuhan dengan isi lambung. Pengurangan selanjutnya terjadi di usus halus melalui efek antibakteri langsung dari pertarungan organisme dengan flora usus normal. Gangguan mekanisme pertahanan pejamu ini meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Ketika masuk ke dalam usus halus, bakteri melekat pada permukaan epitel, yang menimbulkan kerusakan sel padabrush border.Invasi mukosa sesungguhnya oleh salah satu dari dua mekanisme yang berbeda menimbulkan infeksi klinis. Proses pertama ialah masuknya segera bakteri secara langsung ke epitel, kedua terjadi proliferasi intraluminal organisme menjadi inokulum yang cukup menaklukkan pertahanan pejamu setempat. Kemudian salmonella memasuki sitoplasma epitel melalui invaginasi membran sel dan tinggal di dalam vakuola ini sampai dihantarkan ke lamina propria, tempat terjadinya reaksi peradangan yang hebat. Bercak Peyer di ileum distal adalah tempat primer penetrasi bakteri. Sistem retikuloendotelial slanjutnya akan dikolonisasi melalui aliran limfe. Limfe yang mengalir melalui duktus torasikus menghantarkan bakteri masuk ke aliran darah, dari sini terjadi diseminasi ke organ yang jauh. Sel retikuloendotelial di sumsum tulang, hati dan limpa memakan bakteri yang menyebar secara hematogen ini, yang kadang kadang menimbulkan fokus infeksi. Organisme yang menyebar melalui darahmencapai kandung empedu, memperbanyak diri, dan masuk empede serta usus halus secara sekunder.

Salmonella dapat hidup di dalam sel untuk waktu lama.S. typhidietemukan di dalam fagosit mononuklear di jaringan limfe pejamu, ketidakmampuan monosit menghancurkan S. typhi secara efektif setelah melakukan fagositosis mungkin berperan pada penyebaran luas organisme penyebab selama demam tifoid. S. typhi virulenjuga dapat menghalangi metabolisme oksidatif leukosit polimorfonuklear, yang mencegah penghancuran bakteri yang difagosit pada stadium dini infeksi. Selanjutnya, kemampuan menolak imunitas selular pejamu bisa berperan pada patofisiologi yang menyebabkan demam tifoid.

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu :

Penempelan dan invasi sel sel MPeyers patch Bakteri bertahan hidup dan bermultifikasi di makrofagPeyers patch,nodus limfatikus mesenterikus, dan organ organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial

Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.(Sumarmo IDAI, 2010)

Manifestasi Klinis

Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai berikut: (Sri Rejeki SH, 2011)

Demam Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya, demam hanya samarsamar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39-40 C. Intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Pada minggu ke-2 intensitas demam makintinggi, kadang terus-menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3. Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas pada demam tifoid. Tipe demam menjadi tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.

Gangguan saluran pencernaan Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor, pada penderita anak jarang ditemukan. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah. Penderita anak lebih sering mengalami diare, sementara dewasa cenderung mengalami konstipasi.

Gangguan kesadaraan Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.

Hepatosplenomegali Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.

Bradikardia relatif dan gejala lain Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 ?C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada kulit) yang biasanya ditemukan di perut bagian atas, serta gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot pada anak sangat jarang ditemukan.

Pemeriksaan Penunjang :

Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).Urinalisa

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.Kimia KlinikEnzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.

Imunologi WidalPemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kumanSamonella typhi / paratyphi(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagaiFebrile agglutinin.Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontrak sebelumnya. Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgMPemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/daerah endemik.Mikrobiologi Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalamspuitsehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/carrierdigunakan urin dan tinja.

Biologi molekular. PCR (Polymerase Chain Reaction)Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

Komplikasi (Penyulit)

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak dengan demam tifoid, antara lain perforasi usus halus yang dapat terjadi 0,5-3% dan Perdarahan usus terjadi pada 1-10% kasus demam tifoid. Penyulit ini biasanya terjadi pada minggu ketiga sakit. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai dengan nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah, muntah, defance muskular, dan terdapat tanda tanda peritonitis lainnya. Selain itu juga dapat terjadi penyulit berupa hepatitis tifosa asimptomatik yang ditandai dengan peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Penyulit lain yang dapat ditemukan ialah trombositopenia, koagulasi intravaskular diseminata, hemolytic uremic syndrome (HUS), fokal infeksi akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian.

Relaps yang didapat pada 5 10% kasus demam tifoid pada saat prebiotik seperti ini lebih jarang ditemukan. Jika terjadi relaps, demam timbul kembali dua minggu setelah penghentian antibiotik. (Sumarmo IDAI, 2010)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastroentestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasiS. typhidari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinana mengisolasiS. typhidari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.(Kurt, 2010)

Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di Indonesia, pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji Widalslide aglutinationmenunjukkan nilai ramal positif 96 %. Artinya apabila hasil tes positif, 96 % kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidk menyingkirkan. Banyak senter berpendapat apabila titer O aglutinin sekali diperiksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau.(Sumarmo, 2010)

Diagnosa demam tifoid ditegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinik dan laboratorium(jumlah lekosit menurun dan titer widal yang meningkat) . Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannyabakteripada salah satu biakan. Adapun beberapa kriteria diagnosis demam tifoid adalah sebagai berikut :

Tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:

Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari.

Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,hilang nafsu makan dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.

Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, kesadaran berkabut, bradikardia relatif.

Diagnosis Banding (Sumarmo IDAI, 2010)Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit dapat menjadi diagnosis banding yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis, dan bronkopneumonia. Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, shigelosis maupun malaria dapat dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, diagnosis banding dapat berupa sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit hodgkin.

Penatalaksanaan

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksiS. typhiberhubungan dengan keadaan bakterimia.

World Health Organization(WHO) merekomendasikan anak dengan demam tifoid diterapi denganfluoroquinolone ( Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Ofloxacin, and Perfloxacin)sebagai pengobatan linea pertama selama 7-10 har. Dosis ciprofloxacin oral adalah 2 X 15 mg/kgBB/hari. selama 710 hari. Jika respon terhadap pengobatan menunjukkan hasil yang jelek, maka diberikan antibiotik line kedua, seperti cephalosporin generasi ke-3 atau azithromycin. Dosiscetriaxone (IV) adalah 80 mg/kgB/hari selama 5 7 hari, atau Azithromycin: 20 mg/kgBB/hari selama 57 hari.Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menggunakan kloramfenikol sebagai pilihan pertama pada demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg / kgBB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10 14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4 6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.

Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/ hari diabagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi trimethoprim sulfametokzasol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone 100 mg / kg BB/ hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 g/ hari) selama 5 7 hari atau cefotaxime 150 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Akhir akhir ini cefixime oral 10 15 mg / kg BB/ hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/l atau dijumpai resistensi terhadapS. typhi.(Sumarmo IDAI, 2010)

Prognosis

Prognosis pasien dengan demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju dengan terapi antibiotik yang adekuat didapatkan angka mortalitas 10%, yang disebabkan karena keterlambatan diagnosis, perawatan maupun pengobatan. Adanya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis,endokarditis dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Pencegahan

Pencegahan secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi ialah setiap orang harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yan dikonsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila di panasi dengan suhu 57oC untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah tergantung dari kualitas pengadaan sarana air dan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran terhadap higiene pribadi.

Vaksin Tifoid

Terdapat 2 jenis vaksin tifoid , yaitu :

Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan (attenuated) diberikan dengan diminum (oral)

Vaksin mati (inactivated) diberikan dengan suntikan

Untuk vaksin tifoid oral tidak beredar lagi di Indonesia.

Vaksin tifoid harus diberikan pada :

Wisatawan yang akan pergi ke negara endemik tifoid (Catatan: vaksin ini tidak akan melindungi anda dari penyakit tifoid 100% jika anda tidak memperhatikan makanan dan minuman jajanan)

Mereka dengan kontak dekat carrier typhoid

Laboran yang bekerja dengan kuman Salmonella typhi Vaksin tifoid suntikan

Untuk wisatawan: satu kali suntikan sudah cukup, diberikan 2 minggu sebelum berangkat

Dosis booster (penguat) diperlukan untuk mereka yang mempunyai risiko setiap 3 tahun.DEMAM BERDARAH DENGUE

Pendahuluan

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile ilness), demam dengue, demam berdarah dengue(DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome = DSS).

Epidemiologi

Pada tahun 2004, di Indonesia dilaporkan terdapat 64.000 kasus (Incidence rate 29,7 per 100.000 penduduk) dengan angka kematian sebanyak 724 orang (Case fatality rate 1,1%). Berdasarkan data rekam medik RSCM dalam kurun waktu 2007-2009 tercatat 611 kasus dengue, yang terdiri atas DD 142 kasus, DBD tanpa syok 252 kasus, dan DSS 216 kasus. Data di Amerika Serikat menunjukkan insidens dengue yang dirawat di Rumah Sakit meningkat menjadi 3 kali lipat dalam dekade terakhir. (Hindra Irawan Satari, 2011)

Etiologi

Virus penyebab dan nyamuk sebagai vektor pembawa tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum. Penyakit DBD disebabkan oleh virus famili Flaviviridae, genus Flavivirus yang mempunyai 4 serotipe yaitu den 1, den 2, den 3, dan den 4. Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tersebar luas di seluruh Indonesia. (Edi Hartoyo,2008)Patogenesis (Aryu Candra,2010)

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya. Secara invitro, antibodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.

Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan antibody dependent enhancement (ADE). Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement) infeksi virus dengue. TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.

Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Pada teori ADE disebutkan, jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka dapat mencegah penyakit yang diakibatkan oleh virus tersebut, tetapi sebaliknya apabila antibodinya tidak dapat menetralisasi virus, justru akan menimbulkan penyakit yang berat.7 Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di dalam serum penderita DD, DBD dan DSS, didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.

Selain kedua teori tersebut, masih ada teori-teori lain tentang pathogenesis DBD, di antaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang kesemuanya dapat ditemukan pada kasus-kasus fatal tetapi berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Selanjutnya ada teori antigen-antibodi yang berdasarkan pada penderita atau kejadian DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen yang ditandai penurunan kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu, pada 48-72% penderita DBD, terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus dengue yang dapat menempel pada trombosit, sel B dan sel organ tubuh lainnya dan akan mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Selain itu ada teori moderator yang menyatakan bahwa makrofag yang terinfeksi virus dengue akan melepas berbagai mediator seperti interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang bersama endotoksin bertanggungjawab pada terjadinya sok septik, demam dan peningkatan

permeabilitas kapiler. Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menyebabkan kematian karena infeksi virus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolic.

Manifestasi Klinis (Sumarmo IDAI, 2010)Demam Dengue :

Masa tunas berkisar 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari)

Awal penyakit timbul mendadak, disertai dengan gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise.

Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbul ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari ke 3-5 dan berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada penekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh, serta abdomen, dan menyebar ke anggota gerak dan muka.

Pada demam dengue, dapat ditemukan leukopenia selama periode pra-demam dan demam, neutrofilia relatif dan lomfopenia, neutropenia relatifdan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens.

Untuk diagnosis banding dari demam dengue ialah infeksi virus (termasuk chikungunya), infeksi bakteri dan parasit.

Demam Berdarah Dengue :

Demam berdarah dengue ditandi dengan 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi, perdarahan terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure)

Pada DBD terdapat peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik.

Terdapat uji tourniquet positif (Positif jika,pada bagian volar lengan bawah terdapat petekie pada satu inci persegi (2,8x2,8cm) didapat lebih dari 20 petekie., memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena.

Petekia halus yang tersebar di seluruh anggota gerak, muka, aksilla, dan sering ditemukan pada masa dini demam.

Perdarahan lain seperti perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan saluran cerna (jarang ditemukan) dan perdarahan subkonjungtiva.

Pada masa konvalesens dapat ditemukan eritema pada telapak tangan/telapak kaki. Sindrom Dengue Syok

Pada DBD syok, biasanya terjadi setelah demam menurun pada hari ke 3-7 sakit.

Terdapat tanda kegagalan peredaran darah,kulit teraba lembab dan dingin, sianosis disekitar mulut,nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok.

Seringkali terdapat nyeri didaerah abdomen sesaat sebelum syok.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit 2 detik) dan pasien tampak gelisah.

Laboratorium Trombositopenia (100 000/l atau kurang)

Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit 20% dari nilai standar

Penurunan hematokrit 20%, setelah mendapat terapi cairan

Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.

Derajat PenyakitDerajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji bendung.Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan

nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di

sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukurPenatalaksanaan

Berdasarkan perjalanan penyakit tersebut maka tatalaksana kasus DBD secara umum dibagi atas 3 fase ,yaitu : (Hindra Irawan Satari, 2011)

Fase Demam : Pada fase ini yang diperlukan hanya pengobatan simtomatik dan suportif

Parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6 jam. Kompres hangat diberikan jika pasien masih tetap demam dan merasa nyaman dengan pemberian kompres. Pemberian antipiretik ini tidak mengurangi tingginya suhu namun dapat memperpendek berlangsungnya demam

Pengobatan suportif lainnya yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, larutan gula-garam, jus buah, susu dan lain lain.

Jika pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah hebat maka koreksi dehidrasi sesuai dengan kebutuhan cairan dan apabila intravena perlu diberikan sebaiknya jangan lebih dari 24 jam.

Selama fase demam ini sulit dibedakan antara DD atau DBD. Ruam makulopapular dan mialgia/atralgia lebih banyak ditemukan pada pasien DD. Semua pasien tersangka dengue harus diawasi dengan ketat sejak hari sakit ke-3. Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik,pasien demam dengue akan masuk dalam fase penyembuhan sedangkan pasien DBD masuk kedalam fase kritis.

Indikasi rawat :

Adanya tanda tanda syok

Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

Perdarahan

Hitung trombosit 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%

Perburukan ketika penurunan suhu

Nyeri abdominal akut hebat

Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit

Fase Kritis (berlangsung 24-48 jam) sekitar hari ke 3 sampai dengan hari ke 5 perjalanan penyakit.

Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau dan muntah,oleh karena itu pertimbangkan anak untuk di rawat.

Tatalaksana umum :

Rawat dibangsal khusus atau sudut tersendiri sehingga mudah mengawasi. Catat tanda vital, asupan dan cairan dalam lembar khusus.

Berikan oksigen pada kasus dengan syok

Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat

Hindari tindakan yang tidak perlu,seperti pemasangan pipa nasogastrik pada perdarahan saluran cerna.

Kewaspadaan perlu ditingkatkan dan pertimbangkan merujuk pada pasien dengan risiko tinggi, seperti :

Bayi

DBD derajat III dan IV

Obesitas

Perdarahan masif

Penurunan kesadaran

Mempunyai penyulit lain seperti talasemia dll

Rujukan dari Rumah Sakit lain.

Tatalaksana cairan :

Indikasi pemberian cairan intravena :

Cairan intravena diberikan apabila terlihat adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan Ht 10-20%, atau pasien yang tidak mau makan dan minum melalui oral.

Syok

Jenis cairan pilihan :

Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya : ringer laktat dan ringer asetat terutama pada fase syok)

Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan)

Jumlah cairan :

Selama fase kritis pasien harus menerima sejumalah cairan rumatan ditambah defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang

Pada pasien dengan berat badan lebih dari 40 kg maka total cairan intravena setara dengan 2 kali rumatan.

Pada pasien obesitas, perhitungan cairan intravena berdasar atas BB ideal.

Tetesan disesuaikan dengan BB dan umur.

Pada kasus non syok, jika :

Berat badan < 15 kg awali dengan 6-7 ml/kgBB/jam Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam Berat badan > 40 kg : 3-4ml/kgBB/jam Untuk kasus DBD derajat III,mulai dengan tetesan 10ml/kg/jam Kasus DBD derjat IV : 10 ml/kgBB atau tetesan lepas selama 10-15 menit sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur. Kemudia turunkan sampai 10ml/kgBB/jam selama 1-4 jam.Penyesuaian tetesan :

Tetesan IV harus disesuaikan dengan :

Kondisi klinis: penampilan umum,pengisian kapiler, nafsu makan.

Tanda vital : tekanan darah,suhu tubuh, frekuensi nafas,

Hematokrit

Keluaran urin

Pemantauan Syok :

Setelah resusitasi awal, pantau pasien sampai 1-4 jam apabila tetesan tidak dapat dikurangi menjadi 10% volume darah total. Berikan darah sesuai kebutuhan

Syok berkepanjangan meskipun telah diberikan cairan yang memadai disertai penurunan HT mengindikasikan adanya perdarahan bermakna dan memerlukan transfusi darah.

Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan HT dan tanda vital yang tidak stabil walaupun sudah diberikan terapi cairan pengganti dengan volume yang cukup banyak. Berikan PRC 5ml/kg/kali.

Indikasi transfusi trombosit :

Hanya diberikan hanya pada perdarahan masif. Dosis:0,2 U/kg/dosis

Tidak dianjurkan pemberian trombosit sebagai upaya pencegahan di lain pihak. Berikan trombosit berapapun jumlah trombositnya apabila terjadi perdarahan berat yang nyata.

Fase Penyembuhan

Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan:

Keadaan umum membaik

Meningkatnya nafsu makan

Tanda vital stabil

Ht stabil dan menurun sampai 35-40%

Diuresis cukup

Dapat ditemukan confluent petechial rush (30%)

Sinus bradikardia

Pada fase ini dapat ditemukan peningkatan suhu,sehingga pada kurva suhu terlihat seperti pelana kuda. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, terutama apabila anak terlihat segar, aktif, diuresis cukup dan nafsu makan kembali seperti sebelum sakit.

Indikasi Pulang :

Paling tidak 24 jam tidak demam tanpa antipiretik. Tidak perlu menunggu 3 hari bebas demam. Secara klinis tampak perbaikan Nafsu makan baik Nilai Ht stabil Tiga hari sesudah syok teratasi Tidak ada sesak nafas atau takipnea Trombosit 50.000/mm3, yang diperhatikan adalah kecenderungan menaiknya jumlah trombosit. Tidak perlu menunggu sampai jumalh trombosit di atas 100.000/mm3 atau normal

Bagan.1. Tatalaksana kasus tersangka DBD

Bagan.2. Tatalaksana DBD derajat I dan II

Bagan.3. Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan Ht 20%

Bagan.4. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV

BAB IIIPEMBAHASAN

Pasien laki laki berusia 2 tahun 1 bulan datang dengan keluhan utama Demam sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) disertai dengan keluhan tambahan batuk pilek sejak 1 minggu SMRS dan muntah. Pasien didiagnosis dengan : Demam Tifoid

Pasien ini didiagnosis demam tifoid atas dasar , yaitu dari anamnesa demam meningkat pada sore menjelang malam hari.Suhu demam pada pasien berkisar 39 40C. Demam pada pasien ini merupakan pola demam khas pada demam tifoid yang meningkat terutama sore hingga malam hari. Demam disertai dengan mual dan muntah. Adanya keluhan mual dan muntah ini merupakan tanda bahwa adanya gangguan gastrointestinal yang merupakan salah satu manifestasti klinis dari demam tifoid. Pada pemeriksaan fisik ditemukan coated tongue (+), Tidak ditemukan hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan fisik ini memperkuat diagnosis demam tifoid yaitu berupa coated tongue (+). Pada pemeriksaan laboratorim ditemukan Lekopenia, limfositosis, trombositopenia dan IgM S.Typhi (tube) 4 yang menunjukkan bahwa pada pasien ini menunjukkan demam tifoid aktif. Berdasarkan diagnosis tersebut maka pasien mendapatkan terapi antibiotik chloramphenicol (125mg/5ml) 3 x 2 cth. Mendapatkan terapi antibiotik ini karena merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid. Demam Denge DD/ DHF Derajat I

Pasien ini didiagnosis dengan demam dengue atas dasar, yaitu dari anamnesa demam