intubasi

31
LEMBAR PENGESAHAN Referat yang berjudul “ Intubasi Endotrakeal ” Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing Pada tanggal Oktober 2012 Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Anestesi RSUD Ciawi Pembimbing Dr. Rizqan Anugrah, Sp An

Upload: fidelia-yudi

Post on 03-Aug-2015

61 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: intubasi

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul

“ Intubasi Endotrakeal ”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

Pada tanggal Oktober 2012

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Anestesi RSUD Ciawi

Pembimbing

Dr. Rizqan Anugrah, Sp An

Page 2: intubasi

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena

atas berkat, rahmat, dan anugerah-Nya, maka Referat yang berjudul “Intubasi

Endotrakeal” ini dapat diselesaikan.

Adapun penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu

tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah RSUD Ciawi Periode 8 Oktober 2010 – 13

Oktober 2012.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Rizqan Anugrah, Sp An selaku pembimbing dalam pembuatan referat ini.

2. Para dokter, paramedik, dan seluruh staf di SMF Anastesi, serta semua pihak yang

turut serta membantu baik dalam penyusunan referat maupun membimbing serta

menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian tugas ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Seperti kata pepatah “ tak ada gading yang tak retak ”, maka penulis

menyadari dalam penyusunan referat ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan,

oleh sebab itu kritik serta saran sangat diharapkan untuk perbaikan dalam

penyusunan selanjutnya. Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi semua

pihak.

Ciawi, oktober 2012

Penulis

Page 3: intubasi

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan 1

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

Bab. I Pendahuluan 4

Bab. II Tinjauan Pustaka 10

Bab. III Kesimpulan 17

Daftar Pustaka 18

Page 4: intubasi

BAB I

PENDAHULUAN

Intubasi Endotrakeal

Sejak dilakukannya tindakan bedah, sebenarnya kalangan medis telah

berusaha untuk melakukan tindakan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi

dan menghilangkan rasa nyeri atau rasa sakit. Pada prinsipnya, seorang penderita

akan dibuat tidak sadarkan diri dengan melakukan tindakan

yang sering dilakukan secara fisik seperti memukul, mencekik dan lain

sebagainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan agar pasien tidak merasa kesakitan

dan akhirnya meloncat dari meja operasi yang mengakibatkan terganggunya

jalannya acara operasi.

Sejak diperkenalkannya penggunaan gas ether oleh William Thomas Greene

Morton pada tahun 1846 di Boston Amerika Serikat, maka berangsur-angsur cara

kekerasan fisik yang sering dilakukan untuk mencapai keadaan anestesi

mulai ditinggalkan. Penemuan tersebut merupakan titik balik dalam sejarah ilmu

bedah, karena membuka cakrawala kemungkinan dilakukannya tindakan bedah

yang lebih luas, mudah serta manusiawi.

Dalam suatu tindakan operasi, seorang dokter bedah tidak dapat bekerja

sendirian dalam membedah pasien sekaligus menciptakan keadaan anestesi.

Dibutuhkan keberadaan seorang dokter anestesi untuk mengusahakan,

menangani dan memelihara keadaan anestesi pasien.

Tugas seorang dokter anestesi dalam suatu acara operasi antara lain :

1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama dilakukannya proses

pembedahan atau prosedur medik lain.

2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi,

menjaga fungsi organ-organ tubuh berjalan dalam batas normal sehingga

keselamatan pasien tetap terjaga.

3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat

melakukan tugasnya dengan mudah dan efektif.

Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi

adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal,

Page 5: intubasi

tanpa pengaruh yang berarti akibat proses pembedahan tersebut.

Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu

tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam

anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.

Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan

melakukan tindakan intubasi endotrakheal yaitu dengan memasukkan suatu pipa ke

dalam saluran pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus diperhatikan

dalam anestesi umum adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat

berjalan dengan lancar serta teratur. Bahkan, menurut Halliday

(2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga direkomendasikan untuk neonatus

dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan napas. Tulisan ini akan

menguraikan tentang intubasi endotrakheal, dan hanya akan dibatasi pada

permasalahan tersebut.

Page 6: intubasi

BAB II

Anatomi dan Fisiologi

Anatomi - Fisiologi Saluran Napas Bagian Atas.

Dalam melakukan tindakan intubasi endotrakheal terlebih dahulu kita harus

memahami anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu

dipasang. Pada pembahasan tentang anatomi dan fisiologi ini, penyusun akan

menguraikan tentang beberapa hal yang menyangkut fisiologi rongga orofaring,

sebagian naso faring dan akan lebih ditekankan lagi pada bagian laring.

Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain umum yang dapat

dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Secara esensial tentunya sistem

ini terdiri dari permukaan respirasi dan bercabang menjadi pasase konduksi yang

membentuk pohon pernafasan. Permukaan respirasi ini sangat luas kurang lebih

200 m2, dan membentuk sesuatu yang sangat tipis, barier yang lembab untuk

udara dan kapiler darah mengelilingi berjuta-juta kantong yang disebut alveolus

yang akhirnya membentuk suatu massa paru-paru (William, 1995 : 1630).

Anatomi Saluran Nafas Bagian Atas

Respirasi Internal dan Eksternal

Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi dimana oksigen

dihisap dan karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Hal ini

Page 7: intubasi

merupakan proses pertukaran gas yang penting.

Respirasi dibagi dalam dua fase :

- Fase pertama ekspirasi eksternal dalam pengertian yang sama dengan bernafas.

Ini merupakan kombinasi dari pergerakan otot dan skelet, dimana udara untuk

pertama kali didorong ke dalam paru dan selanjutnya dikeluarkan. Peristiwa ini

termasuk inspirasi dan ekspirasi

- Fase yang lain adalah respirasi internal yang meliputi perpindahan / pergerakan

molekul-molekul dari gas-gas pernafasan (oksigen dan karbondioksida) melalui

membrana, perpindahan cairan, dan sel-sel dari dalam tubuh sesuai keperluan.

Organ-organ pernafasan

Traktus respiratorius ini meliputi: (a) rongga hidung (b) laring (c) trakea (d)

bronkhus (e) paru-paru dan (f) pleura. Faring mempunyai dua fungsi yaitu untuk

sistem pernafasan dan sistem pencernaan. Beberapa otot berperan dalam proses

pernafasan. Diafragma merupakan otot pernafasan yang paling penting disamping

muskulus intercostalis interna dan eksterna beberapa otot yang lainnya.

Sistem Respirasi

Faring dan Laring

Hubungan faring dengan proses respirasi. Faring yang sering disebut-sebut

adalah bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem pernafasan.

Hal ini merupakan jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam rongga

mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring terletak di

bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya melalui nares posterior.

Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring dan selanjutnya

memasuki laring.

Page 8: intubasi

Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan

membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring

dapat ditutup secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan

waktu makan, selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan

harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam

laring dan rongga hidung posterior.

Laring

Organ ini (kadang-kadang disebut sebagai Adam’s Apple) terletak di antara

akar lidah dan trakhea. Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan

ligamentum dan sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya. Kartilago yang

kaku pada dinding laring membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga

agar tidak mengalami kolaps. Dalam kaitan ini, maka laring membentuk trakea

dan berbeda dari bangunan berlubang lainnya. Laring masih terbuka kecuali bila

pada saat tertentu seperti adduksi pita suara saat berbicara atau menelan. Pita

suara terletak di dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran suara

yang merupakan jalannya udara antara faring dan laring.

Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk

silinder. Kartilago laring merupakan kartilago yang paling besar dan berbentuk V

yaitu kartilago tiroid. Kartilago ini terdiri dari dua kartilago yang cukup lebar,

dimana pada bagian depan membentuk suatu proyeksi subkutaneus yang dikenal

sebagai Adam’s Apple atau penonjolan laringeal. Kartilago ini menempel pada

tulang lidah melalui membrana hyotiroidea, suatu lembaran ligamentum yang luas

dan terhadap kartilago krikoid oleh suatu “elastic cone” suatu ligamentum yang

sebagian besar terdiri dari jaringan elastik berwarna kuning.

Kartilago krikoid lebih kecil tapi lebih tebal terdiri dari cincin depan, tetapi meluas

ke dalam suatu struktur menyerupai plat untuk membentuk bagian bawah dan

belakang laring.

Kartilago arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari

bagian yang luas sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk

piramid.Epiglotis, kartilago yang berbentuk daun terletak di pangkal lidah dan

kartilago tiroid pada linea mediana anterior. Kartilago ini melebar secara oblik ke

belakang dan atas.

Rongga laring, rongga ini dimulai pada pertemuan antara faring dan laring

serta ujung dari bagian bawah kartilago krikoid dimana ruangan ini akan berlanjut

Page 9: intubasi

dengan trakhea. Bagian ini dibagi ke dalam dua bagian oleh vokal fold dan

ventrikuler fold secara horizontal. Vokal fold atau pita suara merupakan dua

ligementum yang kuat dimana meluas dari sudut antara bagian depan terhadap

dua kartilago aritenoid pada bagian belakang. Ventrikuler fold sering disebut

sebagai pita suara palsu yang terdiri dari lipatan membrana mukosa dan terselip

suatu pita jaringan ikat.

Fungsi laring, yaitu mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang

selanjutnya mengatur suara. Laring juga menerima udara dari faring diteruskan ke

dalam trakhea dan mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea. Kedua

fungsi ini sebagian besar dikontrol oleh muskulus instrinsik laring.

Pengaturan suara. Otot-otot laring baik yang memisahkan vokal fold atau yang

membawanya bersama, pada kenyataannya mereka dapat menutup glotis kedap

udara, seperti halnya pada saat seseorang mengangkat beban berat atau

terjadinya regangan pada waktu defekasi dan juga pada waktu seseorang

menahan nafas pada saat minum. Bila otot-otot ini relaksasi, udara yang tertahan

di dalam rongga dada akan dikeluarkan dengan suatu tekanan yang membukanya

dengan tiba-tiba yang menyebabkan timbulnya suara ngorok. Pengaliran udara pada

trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan demikian udara masuk dan keluar

melalui laring. Namun akan menutup pada saat menelan. Epiglotis yang berada di

atas glottis berfungsi sebagai penutup laring.

Ini akan dipaksa menutup glottis bila makanan melewatinya pada saat menelan.

Epiglotis juga sangat berperan pada waktu memasang intubasi, karena dapat

dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna putih yang mengelilingi

lubang.

Page 10: intubasi

BAB 3

Intubasi Endotrakeal

Pengertian

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang

atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian

atas atau trakhea.

Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan

memasukkan pipa endotrakhea ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas

hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan (Anonim, 2002).

Tujuan Intubasi Endotrakhea.

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk

membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap

paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan

oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak

sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Indikasi

bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen

arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen

melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan

karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau

Page 11: intubasi

pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Dalam sumber lain disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :

a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.

b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan,

karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face

mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.

c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang

dan tidak ada ketegangan.

d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan

mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan

tekanan intra pulmonal.

e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.

f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

g. Tracheostomi.

h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang bedah, ada

beberapa indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical,

antara lain:

a. Asfiksia neonatorum yang berat.

b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi

atau abcent dan sering menimbulkan aspirasi.

c. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir.

d. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru.

e. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk waktu yang lebih lama

dari 24 jam seharusnya diintubasi.

f. Pada post operative respiratory insufficiency.

Kontra Indikasi

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan

untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah

cricothyrotomy pada beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,

sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Page 12: intubasi

3.4 Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.

Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan,

sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air

position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

Posisi Untuk Intubasi

Alat-alat Untuk Intubasi

Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakheal antara lain :

a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis

laringoskop yaitu :

Blade lengkung (McIntosh). Biasa digunakan pada laringoskop dewasa.

Blade lurus. Laringoskop dengan blade lurus (misalnya blade Magill)

mempunyai teknik yang berbeda. Biasanya digunakan pada pasien bayi dan

anak-anak, karena mempunyai epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku.

Trauma pada epiglotis dengan blade lurus lebih sering terjadi.

Page 13: intubasi

b. Pipa endotrakheal

Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang

sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu

misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang

mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran jalan nafas,

kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujunga distalnya.

Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume besar dan kecil. Balon

volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi

aliran darah kapiler, sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar

melingkupi daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah

dibandingkan dengan volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada

anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid.

Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit

adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter

internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk

intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai

rumus :

Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut merupakan perkiraan dan

harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih

kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.

c. Pipa orofaring atau nasofaring.

Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah

dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

d. Plester untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.

e. Stilet atau forsep intubasi. Biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa

Page 14: intubasi

endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (McGill)

digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik

melalui orofaring.

f. Alat pengisap atau suction.

3.6 Tindakan Intubasi.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang

telah ditetapkan antara lain :

a. Persiapan.

Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal

dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras

atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea

dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi.

Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi

dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup

muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop.

Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang

dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan

pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.

Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.

Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga

tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal.

Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon

pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten

diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak

dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi

diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi.

Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa

difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa.

Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,

dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan

Page 15: intubasi

kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila

terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan

berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret

lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu

sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan

bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan

mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang

keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru.

Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan

oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi.

Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

3.7 Langkah-langkah pemasangan

1. Siapkan alat dan pasien

2. Cuci tangan

3. Pakai masker penutup hidung dan mulut dan sarung tangan

4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi

5. Tangan kanan memegang kedua bibir lalu buka mulut pasien

Tangan kiri memegang laringoscope,masukkan blade dari sebelah kanan

mulut sambil membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan

epiglottis.

6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya

epiglottis

7. Masukkan endotracheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah

masuk putar ke arah tengah

8. Isi balon endotracheal dengan spuit kosong

9. Sambungkan endotracheal dengan ventilator/bag

10.Dengarkan bunyi nafas dengan stetoskop masuk ke esophagus, terlalu

kanan atau terlalu kiri dari bronchus

11.Fiksasi menggunakan plester

Langkah-langkah intubasi

15

1 2

Page 16: intubasi

3 4

5 6

3.8 Obat-Obatan yang Dipakai.

16

Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi

endotrakheal (Anonim, 1986), antara lain :

a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat

yang paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila

dikombinasikan dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg, diberikan

setelah pasien dianestesi, bekerja kurang dari 1 menit dan efek berlangsung

dalam beberapa menit. Barbiturat Suxamethonium baik juga untuk blind nasal

intubation, Suxamethonium bisa diberikan I.M. bila I.V. sukar misalnya pada bayi.

b. Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct

vision intubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian

pemberian O2 dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat

dilakukan. Metode ini tidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana

mungkin dihadapkan dengan pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak

tampak.

c. Cyclopropane : mendepresi pernafasan dan membuat blind vision intubation

sukar.

d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi.

Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam

dosis besar dapat mendepresi pernafasan.

e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat

lain. penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak

memberikan relaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.

f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan

laring dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

g. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :

- Menghisap lozenges anagesik.

- Spray mulut, faring, cord.

- Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.

- Suntikan trans tracheal.

Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat

Page 17: intubasi

lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi. Intubasi

17

dapat dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa

anestesi.

3.9 Komplikasi Intubasi Endotrakheal.

A. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)

a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta

malposisi laringeal cuff.

b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau

mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi

retrofaringeal.

c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial

meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.

d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.

a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial

dan malposisi laringeal cuff.

b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta

ekskoriasi kulit hidung

c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi.

a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau

trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara),

malfungsi dan aspirasi laring.

b. Gangguan refleks berupa spasme laring.

Anonim, (1986), Kesimpulan Kuliah Anestesiologi, edisi pertama, Aksara

Medisina, Jakarta.

18

Anonim, (1989), Anestesiologi, edisi pertama, Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Anonim, (2002), Endotracheal Intubation,

http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?li=mni&articlekey=7035

Gail Hendrickson, RN, BS., (2002), Intubation,

http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html

Page 18: intubasi

Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation,

http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html

Halliday HL., (2002), Endotracheal Intubation at Birth for Preventing Morbidity and

Mortality in Vigorous, Meconium-stained Infants Bord at Term,

http://www.updatesoftware.

com/ceweb/cochrane/revabstr/ab000500.html

Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W., (ed)., (2002), Kapita

Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

Michael B. Dobson, (1994), Penuntun Praktis Anestesi, EGC-Penerbit Buku

Kedokteran, Jakarta.

Tjunt & Earley, (1995), Anatomy and Physiology, FA Davis Company,

Philadelphia.

William, R. Peter, (1995), Gray’s Anatomy, Churchil Livingstone, New York.

19