intoxicasi pestisida di perkebunan
TRANSCRIPT
0
INTOKSIKASI PESTISIDA
Oleh:
Andromeda Pahlevi, S. Ked (0818011049)
Chyntia Giska A, S. Ked (08180112)
Heru Sigit Pramono, S. Ked (0818011064)
Novitha Adityani, S. Ked (0818011078)
Pembimbing
dr. Evi Maiselma
dr. Pahlawan Nasution
dr. Nano Sutrisno
Disusun Dalam Rangka
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Okupasi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
September 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad
hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia
untuk kesejahteraan hidupnnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti
membunuh. Penggunaan pestisida biasanya dilakukan dengan bahan lain misalnya
dicampur minyak dan air untuk melarutkannya, juga ada yang menggunakan bubuk
untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya,
bubuk yang dicampur sebagai pengencer umumnya dalam formulasi dust, atraktan
(misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, juga bahan yang bersifat sinergis
lainnya untuk penambah daya racun (Sudargo, 1997).
Pembangunan nasional yang meningkat sejalan dengan terjadinya peningkatan
industrialisasi, sehingga diperlukan saran-sarana yang mendukung lancarnya proses
industrialisasi tersebut, salah satunya yaitu dengan meningkatkan sektor pertanian.
Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana yang mendukung agar
dapat dicapai hasil yang memuaskan dan terutama dalam hal mencukupi kebutuhan
nasional dalam bidang pangan / sandang dan meningkatkan perekonomian nasional
dengan mengekspor hasilnya ke luar negeri. Sarana-sarana yang mendukung
peningkatan hasil di bidang pertanian ini adalah alat-alat pertanian, pupuk, bahan-
bahan kimia yang termasuk di dalamnya adalah pestisida. Kebiasaan petani dalam
2
menggunakan pestisida kadang-kadang menyalahi aturan, selain dosis yang
digunakan melebihi takaran, petani juga sering mencampur beberapa jenis pestisida,
dengan alasan untuk meningkatkan daya racunnya pada hama tanaman. Tindakan
yang demikian sebenarnya sangat merugikan, karena dapat menyebabkan semakin
tinggi tingkat pencemaran pada lingkungan oleh pestisida (Sugiartoto, 1999).
Pestisida yang banyak direkomendasikan untuk bidang pertanian adalah golongan
organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam. Golongan
organofosfat mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim
kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam mengantarkan impuls sepanjang
serabut syaraf. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim
kholinesterase dalam darah dengan menggunakan metode Tintometer Kit, tingkat
keracunan adalah sebagai berikut : 75% - 100 % kategori normal, 50% - 75%
kategori keracunan ringan, 25% - 50 kategori keracunan sedang dan 0% - 25%
kategori keracunan berat (DepKes RI, 1992).
Menurut laporan kegiatan pemeriksaan aktifitas kholinesterase darah petani Propinsi
Jawa Tengah Tahun 1999 dari 240 orang yang diperiksa menunjukkan bahwa
keracunan pestisida 67,5% dengan rincian keracunan berat 2,5%, keracunan sedang
8,75%, keracunan ringan 55,26% dan normal 32,5%, jenis pestisida yang digunakan
sebagian besar golongan organophospat (DepKes RI, 1992). Aktifitas kholinesterase
darah petani penyemprot pada tanaman sayuran di Kabupaten Temanggung Jawa
Tengah juga menunjukkan gejala keracunan pestisida. Pemeriksaan tersebut
dilaksanakan sebanyak 4 kali, yaitu pada tahun 1994 diperiksa 65 orang
menunjukkan 58,4 % keracunan, tahun 1997 diperiksa 85 orang menunjukkan 36,3
3
% keracunan, tahun 1999 diperiksa 80 orang menunjukkan 30,7 % keracunan dan
tahun 2000 diperiksa 80 orang menunjukkan 65,3% keracunan (Mualim, 2002).
Hasil studi pendahuluan di Kecamatan Bandungan di temukan pemakaian jenis
pestisida jenis organofosfat antara lain dijumpai merek: Curacron (Profenofos),
Dursban (Klorpirifos), Metamedofos (Os-dimetilfosfor-metamediot), Kresban
(Klorpirofos), Roundup (Mono Amonium Glisolfat), Banish (Sulfosat), Elsan
(Fentoat), Diazinon (Diazinon). Metamedofos merupakan salah satu jenis perstisida
organofosfat yang merupakan pestisida gas syaraf yang dilarang beredar di Indonesia
pada tahun 1998. Pestisida ini berbahaya karena menyerang cholinesterase dalam
darah (Oginawati, 2007). Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk
mengangkan referat tentang keracunan pestida organofsfat.
4
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
A. PESTISIDA
1. Defenisi
Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang
tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk
membunuh vektor penyak it, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh
hama yang merusak tanaman.
2. Jenis dan Penggunaan
a. Jenis Pestisida
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi menurut
jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka pestisida dapat
dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya dalam
lingkungan yang bersangkutan.
5
i. Berdasarkan jasad sasaran
Insektisida, racun serangga (insekta)
Fungisida, racun cendawan / jamur
Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu
Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)
Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)
Nematisida, racun nematoda, dst.
ii. Berdasarkan asal dan sifat kimia
Sintetik
Anorganik :
garam-garam beracun seperti arsenat, tembaga sulfat dan garam merkuri.
Organik :
- Organoklorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
- Organofosfat : malathion, biothion dll.
Karbamat : Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat : lethane dll.
- Sulfonat, sulfida, sulfon.
Lain-lain : methylbromida dll.
Alami :
Nikotinoida
Piretroida
Rotenoida dll
6
Tabel 1. Klasifikasi Pestisida
Klasifikasi Bentuk Kimia Bahan Aktif
1. Insektisida a. Botani
b. Carbamat
c. Organophosphat
d. Organochlorin
- Nikotine
- Pyrethrine
- Rotenon
- Carbaryl
- Carbofuran
- Methiocorb
- Thiocarb
- Dichlorovos
- Dimethoat
- Palathion
- Malathion
- Diazinon
- Chlorpyrifos
- DDT
- Lindane
- Dieldrin
- Eldrin
- Endosulfan
- gammaHCH
2. Herbisida a. Aset anilid
b. Amida
c. Diazinone
d. Carbamate
e. Triazine
f. Triazinone
- Atachlor
- Propachlor
- Bentazaone
- Chlorprophan
- Asulam
- Athrazin
- Metribuzine
- Metamitron
3.Fungisida a. Inorganik
b. Benzimidazole
c. Hydrocarbon-phenolik
- Bordeaux mixture
- Copper oxychlorid
- Mercurous chloride
- Sulfur
- Thiabendazole
- Tar oil
7
b. Penggunaan Pestisida
Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
Memberantas rerumputan;
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk;
Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan
dan ternak;
Memberantas atau mencegah hama-hama air;
Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit
tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk
memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya.
Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang.
Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena
kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh
diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha
8
mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas
pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga.
Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida banyak
digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan dinegara
yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang banyak menggunakan
pestisida adalah sebagai berikut :
Amerika Serikat 45%
Eropa Barat 25%
Jepang 12%
Negara berkembang lainnya 18%
Dari data tersebut terlihat bahwa negara berkembang seperti Indonesia, penggunaan
pestisida masih tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan
maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan
bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.
3. Regulasi Pestisida di Indonesia
Peraturan menteri pertanian nomor : 01/Permentan/OT. 140/1/2007 Tentang Daftar
Bahan Aktif Pestisida Yang Dilarang Dan Pestisida Terbatas
9
a. Jenis-jenis bahan aktif yang dilarang untuk semua bidang penggunaan
pestisida
Jenis-jenis bahan aktif yang dilarang untuk pestisida rumah tangga, hygiene dan
sanitasi yang digunakan untuk pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos
dan klorpirifos.
10
Peraturan lain yang mengatur mengenai pestisida di Indonesia diantaranya:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973 Tentang
Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida
Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 349 Tahun 1982
Tentang Larangan Mengimpor, Memperdagangkan Dan Mengedarkan
Pestisida Pentakhlorofenol Dan Garamnya
Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 944 Tahun 1984 Tentang Pembatasan
Pendaftaran Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 536 Tahun 1985 Tentang Pengawasan
Pestisida
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
258/MENKES/PER/III/1992 Tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan
Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 544 Tahun 1996 Tentang :
Pendaftaran Dan Pemberian Izin Bahan Teknis Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 546 Tahun 1996 Tentang Pemberian
Izin Dan Perluasan Penggunaan Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 763 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran
Dan Pemberian Izin Tetap Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 764 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran
Dan Pemberian Izin Sementara Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 949 Tahun 1998 Tentang Pestisida
Terbatas
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 342/Kpts/OT.160/9/2005 Tentang
Komisi Pestisida
11
Keputusan Menteri Pertanian Nomor:42/Permentan/SR.140/5/2007 Tentang
Pengawasan Pestisida
Keputusan Menteri Pertanian Nomor:81/Kpts/SR.140/2/2007 Tentang
Perubahan Nama Formulasi, Nama Bahan Aktif, Dosis Aplikasi, Dan Jenis
Pestisida
B. INTOKSIKASI PESTISIDA (Organofosfat)
1. Defenisi
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia
melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan
dampak negatif bagi tubuh.
2. Epidemiologi
Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, terutama di negara-negara
berkembang. Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan pestisida telah
didasarkan pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh
kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan
yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit
akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian
kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri
keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada
sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode
dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih
12
dari 6000 kasus keracunan pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk
memperkirakan jumlah keracunan pestisida kronis di seluruh dunia sangat sulit.
3. Klasifikasi
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu:
a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit
ringan, badan terasa sakit dan diare.
b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut,
sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi
meningkat, pingsan.
c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang
sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata
dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati,
ginjal dan pernafasan.
4. Etiologi
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah
keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui
kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
13
a. Kecelakaan dan Tindakan Bunuh diri
Tindakan bunuh diri dengan pestisida merupakan masalah kesehatan besar
yang tersembunyi masyarakat. Ini adalah salah satu bentuk keracunan
pestisida yang paling umum dan banyak terjadi. Organisasi Kesehatan
Dunia memperkirakan bahwa 300.000 orang meninggal dari menyakiti diri
setiap tahun di wilayah Asia-Pasifik (WHO, 2004). Sebagian besar kasus
keracunan pestisida yang disengaja adalah tindakan impulsif yang dilakukan
oleh seseorang pada kondisi tertekan atau stres, dan ketersediaan pestisida
yang sangat mudah diperoleh memiliki peran atas kejadian keracunan.
b. Okupasional
Keracunan pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada
lingkungan kerja karena pestisida digunakan pada sejumlah besar industri.
Hal ini menyebabkan kondisi kategori pekerja beresiko langsung terhadap
paparan pestisda. Namu pekerja di industri lain pun bahkan beresiko untuk
terkena juga. Sebagai contoh, ketersediaan pestisida secara komersial di
toko-toko menyebabkan pekerja ritel berada pada risiko pajanan dan
penyakit ketika mereka menangani produk-produk pestisida (Calvret, 2004).
Fungsi pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan.
Eksposur pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh penyerapan melalui
kulit yang terbuka seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan
ini kadang-kadang ditingkatkan dengan inhalasi pengaturan termasuk
penyemprotan operasi di rumah kaca dan lingkungan tertutup lain, taksi
traktor, dan penyemprotan pestisida menggunakan blower atau spray
(Ecobichon, 2001).
14
Ada 4 macam Tindakan dengan faktor resiko besar terkena intoksikasi
yakni :
Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida
(Produk pestisida yang belum di encerkan).
Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering
menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama
menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan
mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan konsentrat
(pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja
dengan pestisida yang sudah diencerkan.
5. Intoksikasi Organofosfat
Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan
oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat
(TEPP) dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh
baik dengan cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Struktur Komponen Organofosfat
Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai
insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl
pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai
insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian
15
berkembang terus dan ditemukan komponen yang poten terhadap insekta
tetapi kurang toksik terhadap orang (mis: malathion), tetapi masih sangat
toksik terhadap insekta.
Gambar 2. Struktur Organofosfat
Nama Structure
Tetraethylpyrophosphate
(TEPP)
Parathion
Malathion
Sarin
Patofisiologi Organofosfat
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan
hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi
diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada
orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya.
Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat
16
dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada
system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Gambar 2. Neuron
Gambar 3. Sinaps Neuron
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi
enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
17
Tabel 3. Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen LD50 (mg/Kg)
Akton
Coroxon
Diazinon
Dichlorovos
Ethion
Malathion
Mecarban
Methyl parathion
Parathion
Sevin
Systox
146
12
100
56
27
1375
36
10
3
274
2,5
Gejala Intoksikasi Organofosfat
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul
sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi
yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Tabel 4. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat
Efek Gejala
1. Muskarinik - Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
- Kejang perut
- Nausea dan vomitus
- Bradicardia
- Miosis
- Berkeringat
2. nikotinik - Pegal-pegal, lemah
- Tremor
- Paralysis
- Dyspnea
- Tachicardia
C. sistem saraf pusat - Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
- Sakit kepala
- Emosi tidak stabil
- Bicara terbata-bata
- Kelemahan umum
18
- Convulsi
- Depresi respirasi dan gangguan jantung
- Koma
Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara akut
karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil
kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
Gambar 7. Neuro Muscular Junction (NMJ)
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post
sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi
adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Kemudian akan terjadi terjadi
akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusat,
neomuscular junction dan sel darah merah. Akibatnya akan menimbulkan
hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
19
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan
fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Diagnosis
Sebagian penyakit terkait pestisida memiliki tanda dan gejala yang mirip
dengan kondisi medis umum (seperti pada gejala keracunan yang dijelaskan
sebelumnya), sehingga riwayat lingkungan dan pekerjaan yang lengkap dan
rinci sangat penting untuk mendiagnosis dengan benar sebuah keadaan
keracunan pestisida. Pertanyaan skrining tambahan tentang pekerjaan pasien
dan lingkungan rumah juga dapat menunjukkan apakah ada potensi
keracunan pestisida (Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999).
Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan
organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase
sebagai data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem
saraf. Dan terdapat kelompok-kelompok kimia yang mampu membunuh
hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat membunuh manusia
melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya adalah
golongan pestisida. Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian
tersangka keracunan, kita dapat mengidentifikasi tingkat masalah dengan
perbandingan tingkat cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada
data awal. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis keracunan pestisida
terkait kerja pada pekerja beresiko.
20
Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika
aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai
50% pada pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar
penderita menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida.
Diagnosis keracunan organofosfat adalah :
a. Gejala – gejala timbul cepat , bila > 6 jam jelas bukan keracunan
dengan insektisida golongan ini.
b. Gejala – gejala progresif , makin lama makin hebat , sehingga jika
tidak segera mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal , terjadi
depresi pernafasan dan blok jantung.
c. Gejala – gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma
penyakit apapun , gejala dapat seperti gastro – enteritis , ensephalitis ,
pneumonia, dll.
d. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
e. Anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.
f. Pemeriksaan toksikologi positif organofosfat
6. Pencegahan Keracunan Pestisida
a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida
seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda
keracunan pestisida.
21
Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya
pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang
membahayakan kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah
membuat dan mensosialisasikan sebuah pedoman bagi masyarakat yang
memanfaatkan Pestisida.
22
PEDOMAN PENCEGAHAN KERACUNAN PESTISIDA
MENGANGKUT PESTISIDA
Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat
Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian
bersih.
MENYIMPAN PESTISIDA
Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang
labelnya masih utuh dan jelas.
Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas
Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari
makanan, bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta
terkunci.
Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor
Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi
(pertukaran udara ).
Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung
Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.
Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu wadah
dan satu macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut
jenisnya dan menurut ukuran wadahnya.
MENYIAPKAN PESTISIDA
Sewaktu menyiapkan pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung
dan kepala harus tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang,
celana panjang, masker (penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung
tangan karet.
Gunakan alat khusus untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang
akan dipakai. Jangan gunakan tangan.
23
b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus
keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang
disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida
adalah sebagai berikut:
Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila
racun terlelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari
kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot:
Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu:
muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit.
Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali.
Pengobatan keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan
terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian.
Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan
sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat,
pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt cholinesterase harus diukur dan
bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala
segera timbul. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada
recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi
dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ
yang lain.
24
c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:
Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan,
lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban.
Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi
tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan
pestisida.
Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang
pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan
pertolongan pertama.
7. Penanganan Keracunan Pestisida
Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas
organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat
menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya
gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan
yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur
dan bila kandungannya jauh dibawah normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala
segera timbul.
Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka
kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi
pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Atrophin akan
memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-
PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat. Obat tersebut
dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.
25
BAB III
PENUTUP
Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan
oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP)
dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan
cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Senyawa Organofosfat ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
asetylcholin. menjadi asetat dan kholin.. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Pestisida adalah senyawa kimia yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia
terutama di bidang pertanian dan perkebunan. Keberadaan pestisida tidak hanya
memberikan efek Positif namun juga menimbulkan dampak yang negatif
Kedekatanya dengan kegiatan manusia memberikan ancaman tersendiri bagi
manusia yang kontak terhadap pestisida. Organofosfat merupakan salah satu jenis
yang paling banyak digunakan masyarakat dalam berbagai kegiatan.
26
Keracunan organofosfat merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan
oleh senyawa organofosfat seperti malathion, parathion, tetraetilpirofosfat (TEPP)
dan oktamil pirofosforamida (OMPA) yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan
cara tertelan, terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Senyawa Organofosfat ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis
asetylcholin. menjadi asetat dan kholin. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
27
DAFTAR PUSTAKA
Calvert, G. M.; Karnik, J.; Mehler, L.; Beckman, J.; Morrissey, B.; Sievert, J.;
Barrett, R.; Lackovic, M. et al. (2008). "Acute pesticide poisoning among
agricultural workers in the United States, 1998-2005". American Journal of
Industrial Medicine 51 (12): 883–898.
Departemen Kesehatan RI. Pemeriksaan Cholinesterase Darah Dengan Tintometer
Kit, Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta. 1992.
Ecobichon, D.J. (2001). "Toxic effects of pesticides". In Klaassen, C.D.. Casarett
and Doull's Toxicology: The Basic Science of Poisons, 6th edition. McGraw-
Hill Professional.
International Code of Conduct on the Distribution and Use of Pesticides. Food and
Agriculture Organization of the United Nations. Rome, 2003
J. Rout Reigart, et al. 1999. Recognition and Management of Pesticides Poisonings.
EPA (United States Environmental Protection Agency). Available on
www.epa.gov/pesticides
Jamal, GA; Hansen, S; Julu, PO (2002). "Low level exposures to organophosphorus
esters may cause neurotoxicity". Toxicology 181-182: 23–33.
Jeyaratnam, J (1990). "Acute pesticide poisoning: a major global health problem".
American Association of Poison Control Centers Toxic Exposure 43 (3): 139–
44.
28
Mualim, K. Analisis Faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Petani Penyemprot Ham Tnaaman Di
Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung. (Tesis) 2002.
Oginawati, K. Analisis Risiko Penggunaan Insektisida Organofosfat Terhadap
Kesehatan Petani Penyemprot, USU 2005 dalam
http://www:GDL4.0.Oginawati.pdf diakses tanggal 20 Nopember 2007
Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999). Recognition and Management of Pesticide
Poisonings. Washtington, DC: Environmental Protection Agency. Available on
www.davidsuzuki.org/publication
Sudargo, T. Perilaku dan Tingkat Keracunan Petani dalam Menggunakan Pestisida
di Kabupaten Brebes, Berita Kedokteran Masyarakat XII (e) UGM,
Yogyakarta, 1997.
Sugiartoto, A., Lolit, Warsono, Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan, Penerbit
Yayasan Duta Awam, Solo, 1999.
W.A.Watson, T.L. Litovitz, G.C. Rodgers, Jr. et al. 2005. Annual Report WHO
2004. The impact of pesticides on health: preventing intentional and
unintentional deaths from pesticide poisoning.