intervensi neuro development treatment pada cp

Upload: utiya-akhlakul-karima-physio

Post on 18-Jul-2015

385 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

INTERVENSI NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY (CP)Neuro Development Treatment (NDT) adalah suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak (Sheperd, 1997). Agar lebih efektif, penanganan harus dimulai secepatnya (Bobath dan Kong, 1967, dikutip oleh Sheperd, 1997), sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan. Hal ini sebenarnya masih efektif untuk anak pada usia yang lebih tua. Namun, ketidaknormalan yang muncul akan semakin tampak seiring bertambahnya usia dan biasanya membawa terapi kedalam kehidupan sehari-hari sangat sulit (Sheperd, 1997).

A. KONSEP NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT)Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada hubungan antara normal postural reflex mechanism (mekanisme refleks postural normal), yang merupakan suatu mekanisme refleks untuk menjaga postural normal sebagai dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme refleks postural normal memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1)normal postural tone, (2)normal reciprocal innervations, dan (3)variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar mekanisme refleks postural normal dapat terjadi dengan baik: (1)righting reaction yang meliputi labyrinthine righting reaction, neck righting reaction, body on body righting reaction, body on head righting reaction, dan optical righting reaction, (2)equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas, (3)protective reaction, yang merupakan gabungan antara righting reaction dengan equilibrium reaction (The Bobath Centre of London, 1994).

B. PRINSIP TEKNIK NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT)Prinsip dasar teknik metode Neuro Development Treatment (NDT) meliputi 3 hal: 1. Patterns of movement Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah pada pola tertentu dan pola tersebut merupakan representasi dari kontrol level kortikal bukan kelompok otot tertentu. Pada anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pola gerak yang terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat lebih lanjut anak atau penderita akan menggunakan pola gerak yang abnormal dengan pergerakan yang minim.

2. Use of handling Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk normalisasi tonus, membangkitkan koordinasi gerak dan postur, pengembangan ketrampilan, dan adaptasi respon. Dengan demikian anak/penderita dibantu dan dituntun untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak dibiarkan bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya. 3. Prerequisites for movement Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor yang mendasari atau prerequisites yaitu (1)normal postural tone mutlak diperlukan agar dapat digunakan untuk melawan gravitasi, (2)normal reciprocal innervations pada kelompok otot memungkinkan terjadinya aksi kelompok agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan seimbang, dan (3)postural fixation mutlak diperlukan sehingga kelompok otot mampu menstabilkan badan atau anggota gerak saat terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari sisa anggota gerak.

C. TEKNIK-TEKNIK TREATMENT (NDT)

DALAM

NEURO

DEVELOPMENT

Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki teknik-teknik khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas tonus refleks (Wahyono, 2008). Teknik-teknik tersebut meliputi: 1. Inhibisi Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern (RIP) yang bertujuan untuk menurunkan dan menghambat aktivitas refleks yang abnormal dan reaksi asosiasi serta timbulnya tonus otot yang abnormal. Sekuensis dalam terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat affected terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal. 2. Fasilitasi Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural, memelihara dan

mengembalikan kualitas tonus normal, serta untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja (aktivitas sehari-hari). 3. Propioceptive Stimulation Merupakan upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui propioseptive dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara otomatis. 4. Key Points of Control (KPoC) Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh (biasanya terletak di proksimal) yang digunakan untuk handling normalisasi tonus maupun menuntun gerak aktif

yang normal. Letak Key Points of Control (KPoC) yang utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang panggul. 5. Movement Sequences and Functional Skill Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan untuk menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan keterampilan fungsional anak

D. TUJUAN

PELAKSANAAN

NEURO

DEVELOPMENT

TREATMENT (NDT)Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT) adalah menghambat pola gerak abnormal, normalisasi tonus dan fasilitasi gerakan yang normal, serta meningkatkan kemampuan aktivitas pasien.

E. PELAKSANAAN NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA PASIEN CEREBRAL PALSY(CP)Berikut ini adalah contoh pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT) pada Cerebral Palsy Quadriplegia tipe spastik. 1. Inhibisi Spastisitas Inhibisi spastisitas fleksor trunk Pada terapi ini dapat dilakukan dengan berbagai teknik: Inhibisi di atas bola Pada teknik inhibisi ini diperlukan dua orang terapis, tekniknya meliputi: (1)penderita terlentang di atas physio ball, (2)satu terapis memegang kedua lutut anak/penderita dalam keadaan abduksi dan eksternal rotasi, (3)terapis lainnya memegang kedua lengan dan kedua siku anak/penderita dalam keadaan eksternal rotasi dan fleksi sehingga tubuh menjadi ekstensi, (4)anak/penderita digerakkan ke depan dan ke belakang hingga kedua kaki penderita menyentuh lantai, gerakan ini dilakukan 8x gerakan dan tiap gerakan ditahan 8 hitungan. Mobilisasi trunk Mobilisasi trunk dilakukan dengan cara: (1)posisi anak/pasien long sitting dan kedua hip full abduksi, (2)terapis berada dibelakangnya dan punggung anak/pasien disangga oleh badan terapis sehingga trunk lurus, (3)Key Points of Control (KPoC) pada pelvik (sebagai stabilisasi) dan axilla dengan tangan melingkar didepan tubuh anak/pasien (sebagai pengarah gerakan), (4)gerakan yang dilakukan adalah mengekstensikan, side fleksi, dan rotasi trunk serta pada akhir gerakan diberikan elongasi, gerakan ini dilakukan 8x gerakan dan tiap gerakan ditahan 8 hitungan.

Mobilisasi shoulder girdle Tujuan dilakukan mobilisasi shoulder girdle adalah untuk membuat shoulder girdle leluasa bergerak sehingga terjadi reciprocal innervations. Prosedur mobilisasi shoulder girdle meliputi: (1) posisi anak/pasien tidur miring dan kepala menggunakan bantal, (2) Key Points of Control (KPoC) pada shoulder girdle (scapula dan clavicula) dan tidak mencengkeram, (3)lakukan gerakan retraksi/adduksi scapula/scapula ke medial (terjadi gerakan sternoclavicular joint, scapulothorakal, dan scapulocostalis) dan elevasi (terjadi gerakan sternoclavicular dan acromioclavicular), gerakan ini dilakukan 8x gerakan dan tiap gerakan ditahan 8 hitungan. Inhibisi spastisitas fleksor tungkai Pola hambat refleks yang digunakan untuk spastisitas fleksor pada tungkai adalah abduksi, eksternal rotasi, dan ekstensi pada hip serta ekstensi pada knee dan ankle. Oleh karena itu dilakukan gerakan: Inhibisi spastisitas fleksor hip dan fleksor knee Inhibisi dilakukan dengan cara: (1)pasien tidur terlentang, (2)posisi terapis duduk di depan anak/pasien, (3)Key Points of Control (KPoC) pada lutut anak/pasien, (4)terapis menggerakan tungkai anak/pasien dengan gerakan ekstensi hip dan knee secara pasif, gerakan ini dilakukan 8x gerakan dan tiap gerakan ditahan 8 hitungan. Inhibisi spastisitas adduksi dan endorotasi hip Inhibisi dilakukan dengan cara: (1)pasien tidur terlentang, (2)posisi terapis duduk di depan anak/pasien, (3)Key Points of Control (KPoC) pada lutut anak/pasien, (4)terapis menggerakan tungkai anak/pasien dengan gerakan abduksi dan eksternal rotasi hip, gerakan ini dilakukan 8x gerakan dan tiap gerakan ditahan 8 hitungan. Inhibisi plantar fleksor ankle Inhibisi dilakukan dengan cara: (1)pasien tidur terlentang, (2)posisi terapis duduk di depan anak/pasien, (3)Key Points of Control (KPoC) pada tumut dan jari-jari kaki anak/pasien, (4)terapis menggerakan kaki anak/pasien dengan gerakan dorsal fleksi ankle secara pasif, gerakan ini dilakukan 8x gerakan dan tiap gerakan ditahan 8 hitungan. 2. Fasilitasi Reaksi Sikap dan Gerakan Normal Setelah spastisitas menurun maka terapis mencoba mempermudah anak/pasien untuk bergerak dengan pola gerak yang benar menggunakan teknik fasilitasi. Fasilitasi yang dapat dilakukan antara lain: Fasilitasi duduk dari terlentang

Fasilitasi duduk dari terlentang dapat dilakukan dengan cara double knee to chest. Fasilitasi kepala tegak Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien duduk dan terapis berada dibelakangnya, (2)punggung anak/pasien disangga oleh badan terapis, satu tangan terapis di kepala anak/pasien dan tangan lainnya di bahu anak/pasien, (3)berikan aproksimasi pada kepala anak/pasien untuk fasilitasi kepala tegak. Fasilitasi badan tegak Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien duduk dan terapis berada dibelakangnya, (2)punggung anak/pasien disangga oleh badan terapis, kedua tangan terapis di bahu anak/pasien, (3)berikan aproksimasi pada kedua bahu anak/pasien untuk fasilitasi badan tegak. Fasilitasi keseimbangan duduk Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien duduk diatas guling atau bola besar dan terapis berada dibelakangnya menjaga stabilitas dan keseimbangan anak/pasien, (2)Key Points of Control (KPoC) pada pelvik anak/pasien, goyang bola ke depan dan ke belakang atau goyang kesamping kanan dan kiri, dan(3)latihan ini dilakukan selama 5 menit. Fasilitasi merangkak dari duduk Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien duduk dengan satu kaki lurus ke depan dan terapis duduk dibelakangnya, (2)Key Points of Control (KPoC) satu tangan terapis pada hip anak/pasien dan tangan lainnya pada dada anak/pasien, dan(3)gerakannya adalah perlahan-lahan terapis merotasikan trunk anak/pasien sehingga anak/pasien pada posisi merangkak, frekuensi gerakan 8 kali pengulangan tiap sesi latihan. Fasilitasi berlutut dari merangkak Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien posisinya merangkak dan terapis berada dibelakangnya, (2)Key Points of Control (KPoC) pada pelvik anak/pasien, dan(3)gerakannya adalah berikan tarikan pada pelvik dan bawa anak ke arah terapis pada posisi berlutut, frekuensi gerakan 8 kali pengulangan tiap sesi latihan. Fasilitasi keseimbangan berlutut Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien posisinya berlutut dan terapis berlutut dibelakangnya, (2)Key Points of Control (KPoC) pada pelvik anak/pasien, dan(3)gerakannya adalah terapis menggerakkan anak/pasien ke depan dan ke belakang secara perlahan, latihan ini dilakukan selama 3 menit. Fasilitasi berdiri dari berlutut

Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien posisinya berlutut dan terapis berlutut dibelakangnya, (2)Key Points of Control (KPoC) pada pelvik anak/pasien, dan (3)gerakannya adalah terapis menggerakkan salah satu pelvik anak/pasien ke bawah sementara pelvik sisi lain digerakkan ke depan sehingga anak/pasien pada posisi 1/2 berlutut kemudian tarik kedua pelvik ke arah atas sehingga posisi anak/pasien berdiri, latihan ini dilakukan 1 kali tiap sesi latihan. Fasilitasi keseimbangan berdiri Fasilitasi ini dilakukan dengan cara: (1)anak/pasien posisinya berdiri dan terapis dibelakangnya, (2)Key Points of Control (KPoC) pada bahu anak/pasien, dan (3)gerakannya adalah menggerakkan anak/pasien ke depan, belakang, dan samping secara perlahan-lahan, latihan ini dilakukan selama 3 menit. Fasilitasi berjalan Teknik fasilitasi berjalan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Fasilitasi yang dilakukan bisa menggunakan Key Points of Control (KPoC) pada kepala, bahu, pelvik, dan tangan 3. Propioceptive Stimulation Propioceptive Stimulation dapat menggunakan teknik tapping. Tapping dilakukan pada grup otot antagonis dari otot yang mengalami spatisitas. Teknik stimulasi ini dapat dipakai sebagai fasilitasi untuk supporting reaction pada tungkai bawah dan sesi ini dapat dilakukan pada saat fasilitasi penumpuan berat badan. Tujuan dari pelaksanaan metode Neuro Development Treatment (NDT) pada Cerebral Palsy Quadriplegia tipe spastik ini: (1)mengurangi spastisitas dari trunk, anggota gerak atas dan anggota gerak bawah, (2)mencegah terjadinya kontraktur otot, (3)melatih keseimbangan serta koordinasi, dan (4)memperbaiki kemampuan fungsional.