interaksi

33
TUGAS INTERAKSI OBAT Nama : Joyce NIM :I1A008031 A. Definisi Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif (1). Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine Product (CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh penambahan obat lain dan menimbulkan pengaruh klinis. Biasanya, pengaruh ini terlihat sebagai efek samping, tetapi terkadang pula terjadi perubahan yang menguntungkan. Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa kasus, interaksi ini terkadang dapat menimbulkan perubahan efek padxa kedua obat, sehingga obat mana yang mempengaruhi dan obat yang

Upload: joyce

Post on 04-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

interaksi valasiklovir

TRANSCRIPT

Page 1: interaksi

TUGAS INTERAKSI OBAT

Nama : Joyce

NIM :I1A008031

A. Definisi

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain

(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.

Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang aktif (1).

Interaksi obat didefinisikan oleh Committee for Proprietary Medicine

Product (CPMP) sebagai suatu keadaan bilamana suatu obat dipengaruhi oleh

penambahan obat lain dan menimbulkan pengaruh klinis. Biasanya, pengaruh ini

terlihat sebagai efek samping, tetapi terkadang pula terjadi perubahan yang

menguntungkan. Obat yang mempengaruhi disebut dengan precipitant drug,

sedangkan obat yang dipengaruhi disebut sebagai object drug. Pada beberapa

kasus, interaksi ini terkadang dapat menimbulkan perubahan efek padxa kedua

obat, sehingga obat mana yang mempengaruhi dan obat yang dipengaruhi menjadi

tidak jelas. Diperkirakan insidensi terjadinya interaksi obat sekitar 7% dari semua

efek samping obat dan kematian akibat interaksi obat sekitar 4% (2).

B. Faktor- Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Interaksi Obat

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap interaksi obat:

1. Faktor penderita

a. Umur penderita.

Bayi dan balita : proses metabolik belum sempurna sehingga dapat

mempengaruhi efek obat

Page 2: interaksi

Banyak laporan interaksi obat dari orang lanjut usia karena orang lanjut

usia relatif lebih sering berobat, lebih sering menderita penyakit kronis

seperti hipertensi, kardiovaskuler, diabetes, arthritis. Orang lanjut usia

seringkali mengalami penurunan fungsi ginjal dan fungsi hepar sehingga

terganggunya metabolisme dan eksresi obat terganggu (3).

b. Faktor-faktor farmakogenetik penderita.

Perbedaan suku bangsa dapat memberikan perbedaan metabolisme obat

Orang Timur kebanyakan tergolong “fast acetylators” sedangkan orang

Barat kebanyakan tergolong “slow acetylators”.

Ada perbedaan respon obat dari bangsa yang berbeda terhadap beberapa

obat, seperti procainamid, phenilbutazone, dan nortriptyline (3).

c. Penyakit yang diderita penderita.

Pemberian obat yang merupakan untuk kontraindikasi penyakit tertentu,

misalnya obat flu yang mengandung coffein untuk penderita jantung (3).

d. Fungsi hati penderita.

Fungsi hati yang terganggu akan menyebabkan metabolism obat terganggu

karena sebagian besar biotransformasi obat terjadi di hati (3).

e. Fungsi ginjal penderita.

Fungsi ginjal yang terganggu akan mengakibatkan ekskresi obat terganggu

sehingga mempengaruhi kadar obat dalam peredaran darah dan dapat

memperpanjang waktu paruh biologic (t1/2) obat. Tiga cara yang dapat dilakukan :

Dosis obat dikurangi, atau

Interval pemberian antar obat diperpanjang, atau

Page 3: interaksi

Kombinasi kedua cara tersebut (3).

f. Kadar protein dalam darah/serum penderita.

Bila kadar protein dalam darah di bawah normal, maka akan berbahaya

terhadap pemberian obat yang ikatan proteinnya tinggi karena menyebabkan

semakin tinggi kadar obat bebas sehingga efek obat juga menjadi lebih intens (3).

g. pH urine penderita.

pH urine dapat mempengaruhi eksresi obat misalnya preparat sulfa (3).

h. Diet penderita ( interaksi dengan makanan/ minuman).

Diet dapat mempengaruhi absorpsi dan efek obat (3).

2. Faktor obat

a. Dosis obat interaktan.

Dosis obat interaktan akan mengubah intensitas dan lamanya kerja obat (3).

b. Pemberian obat berganda.

Jumlah obat yang diberikan secara bersamaan berbanding lurus dengan

kemungkinan terjadinya interaksi obat: 1/2n (n-1) (3).

c. Bentuk sediann obat.

Bentuk sediaan obat yang satu mempunyai kemungkinan interaksi lebih

besar daripada bentuk sediaan obat yang lain, contoh tablet sustained release lebih

lama berada di saluran cerna daripada tablet biasa sehingga kemungkinan terjadi

interaksi in vivo dengan obat lain juga lebih besar (3).

d. Jangka waktu pemberian obat.

Penyakit kronis memerlukan pengobatan yang lebih lama dari penyakit akut

sehingga kemungkinan interaksi obat menjadi lebih besar (3).

Page 4: interaksi

e. Cara meminum obat.

Cara meminum obat dapat mempengaruhi efektivitas obat, karena terjadi

interaksi misalnya dengan makanan atau minuman (3).

f. Urutan pemberian obat.

Pada penggunaan 2 obat yang saling berinteraksi, seringkali diberi selang

waktu tertentu untuk menghindari terjadinya interaksi (3).

C. Interaksi Obat

Interaksi Obat dapat dibagi dalam 3 kelompok:

1. Interaksi farmaseutik : interaksi yang terjadi in vitro (waktu obat

dicampurkan)

a. Interaksi fisik.

Interaksi fisik terjadi waktu pencampuran dan sangat tergantung pada sifat-

sifat fisik obat dan bentuk sediaan obat. Interaksi fisik dapat mengakibatkan

perubahan sifat-sifat fisik obat misalnya obat menjadi basah atau terjadinya

adsorpsi obat berkhasiat oleh obat lain (3).

b. Interaksi kimiawi.

Interaksi kimiawi yang terjadi pada pencampuran 2/lebih obat dapat

menyebabkan terbentuknya zat baru dengan efek yang berbeda dengan zat

asalnya. Contoh interaksi kimiawi adalah:

Terbentuk zat yang beracun: Asetosal dengan Chinine menjadi Chinotoxin

Terbentuk garam kompleks yang tidak larut dalam cairan saluran cerna :

Tetracyclin dan Calcii phospas

Terbentuk endapan : obat injeksi tetracycline dengan Phenobarbital (3).

Page 5: interaksi

2. Interaksi farmakokinetik : ditinjau dari mekanisme kerjanya (in vivo)

Interaksi farmakokinetik terjadi apabila salah satu obat mempengaruhi

absorpsi, distribusi, metabolism, atau ekskresi obat kedua, sehingga kadar plasma

obat kedua meningkat atau menurun yang mengakibatkan terjadinya peningkatan

toksisitas atau penurunan selektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak

dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang

berinteraksi walaupun struktur kimianya mirip , karena antar obat segolongan

terdapat variasi sifat-sifat fisokimianya sehingga terdapat variasi sifat-sifat

farmakokinetiknya (4).

a. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna.

Interaksi langsung

Interaksi secara fisik/ kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna

sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi. Interaksi ini dapat

dihindarkan/ sangat dikurangi dengan pemberian jarak waktu minimal 2

jam (4).

Perubahan pH cairan saluran cerna

Cairan lambung yang sangat alkalis misalnya karena pemberian antacid,

H2 bloker atau penghambat pompa proton, akan mengurangi pengrusakan

obat yang tidak tahan asam (misalnya penisilin G, eritromisin) dan akan

meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam (misalnya aspirin). Akan

tetapi suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa

obat yang bersifat basa sehingga absorpsinya berkurang (misalnya

ketokonazol) (4).

Page 6: interaksi

Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus

(motilitas saluran cerna)

Usus halus merupakan tempat absorpsi utama semua obat terutama yang

bersifat asam dimana absorpsi terjadi jauh kebih cepat daripada di

lambung. Semakin cepat obat sampai di usus halus maka makin cepat pula

absorpsinya sehingga obat yang mempercepat pengosongan lambung

(misalnya metoklopramid) akan mempercepat absorpsi obat lain dan

sebaliknya obat yang memperpanjang waktu pengosongan lambung

(misalnya antikolinergik, antidepresi trisiklik) akan memperlambat

absorpsi obat lain. Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya

mempengaruhi kecepatan absorpsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang

diabsorpsi artinya hanya mengubah tinggi kadar puncak dan waktu untuk

mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavabilitas obat (kecuali obat

yang mengalami metabolism lintas pertama oleh enzim lambung dan usus

halus seperti levodopa dan klorpromazin akan meningkat bioavabilitasnya)

(4).

Waktu transit dalam usus biasanya tidak mempengaruhi absorpsi obat

kecuali untuk obat yang sukar larut dalam cairan saluran cerna (digoksin

dan kortikosteroid), sukar diabsorpsi (dikumarol), dan obat yang hanya

diabsorpsi secara aktif di satu bagian segmen usus halus (Fe dan riboflavin

di usus halus bagian atas, vitamin B12 di ileum) sehingga obat yang

memperpendek waktu transit di usus akan mengurangi absorpsinya dan

Page 7: interaksi

obat yang memperpanjang waktu transit akan meningkatkan bioavabilitas

obat tersebut (4).

Kompetisi untuk transporter membran di saluran cerna

Obat yang merupakan analog zat makanan (misalnya levodopa yang

dihambat fenilalanin dari diet tinggi protein) diabsorpsi melalui

mekanisme transporter membran yang sama dengan makanan sehingga

akan terjadi kompetisi sehingga absorpsi obat akan terhambat (4).

Perubahan flora normal usus

Penggunaan antibakteri spektrum luas akan mensupresi flora normal usus

sehingga meningkatkan efektivitas antikoagulan oral, mengurangi

efektivitas sulfasalazin, meningkatkan bioavabilitas levodopa (4).

Efek toksik pada saluran cerna

Terapi asam mefenamat, kolkisin, dan neomisin mengakibatkan sindrom

malabsorpsi sehingga absorpsi obat lain terganggu (4).

b. Interaksi dalam metabolisme

Mekanisme dimana interaksi obat akan mengubah distribusi obat termasuk:

Kompetisi terhadap pengikatan protein plasma

Kompetisi pengikatan plasma protein dapat meningkatkan konsentrasi

obat bebas dan efek obat yang dipindahkan dalam plasma, tetapi

peningkatan ini hanya bersifat sementara akibat peningkatan penyusunan

obat sebagai pengganti (5).

Pemindahan dari tempat pengikatan jaringan

Page 8: interaksi

Pemindahan dari tempat pengikatan jaringan cenderung meningkatkan

konsentrasi obat yang dipindahkan dalam darah. Contoh peningkatan

konsentrasi digoksin jika diberikan bersama kuinolon (5).

c. Interaksi dalam distribusi

Metabolisme obat dapat dirangsang atau dihambat oleh terapi yang

bersamaan.

Induksi enzim-enzim mikrosom hati yang dapat memetabolisme obat

dapat ditimbulkan oleh obat seperti barbiturat, karbamazeoin, glutetimid,

fenitoin, pirimidon, rifampin, dan rifambutin. Induksi terjadi secara cepat,

efek maksimal biasanya timbul dalam 7-10 hari dan membutuhkan waktu

yang sama atau lebih panjang untuk hilang setelah enzim induser

dihilangkan (5).

Penghambatan metabolisme umumnya terjadi lebih cepat daripada induksi

enzim dan mungkin dimulai segera setelah konsentrasi penghambat hati

yang cukup telah dicapai. Obat-obat yang menghambat metabolisme obat

lain di mikrosomal hati adalah alopurinol, kloramfenikol, simetidin,

siprofloksasin, flukonazol, isoniazid, mikonazol, omeprazol, metronidazol,

dan verapamil (5).

d. Interaksi dalam eksresi di ginjal

Eksresi obat-obat tertentu di ginjal yang bersifat asam lemah atau basa

lemah dapat dipengaruhi oleh pH urine karena perubahan ionisasi obat sehingga

mengubah kelarutannya dalam lipid dan kemampuannya untuk diabsorpsi kembali

Page 9: interaksi

ke dalam darah oleh tubulus ginjal. Akibatnya terjadinya perubahan kadar obat

dalam serum dan respos farmakologi (5).

3. Interaksi farmakologik/ farmakodinamik : ditinjau dari efek

farmakologinya (in vivo)

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi obat yang bekerja pasa system

reseptor, tempat kerja atau system fisiologik yang sama, sehingga terjadi efek

aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam

plasma. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakologik dapat

diektrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi,

karena penggolongan obat memang berdasarkan persamaan farmakodinamiknya.

Oleh karena itu, sebagian besar interaksi farmakodinamik dapat diramalkan

sehingga dapat dihindarkan jika mengetahui mekanisme kerja obat tersebut (4).

a. Interaksi obat- reseptor

Interaksi pada sistem reseptor yang sama biasanya merupakan antagonisme

antara agonis dan antagonis/bloker dari reseptor yang bersangkutan. Persyaratan

interaksi obat- reseptor adalah pembentukkan kompleks obat-reseptor yang

ditentukan oleh afinitas obat terhadap reseptor. Agonis adalah obat yang memiliki

afinitas dan aktivitas intrinsic. Aktivitas intrinsic adalah kemampuan suatu obat

untuk suatu rangsang dan dengan demikian efek, setelah membentuk kompleks

dengan reseptor. Antagonis adalah senyawa yang menurunkan atau mencegah

sama sekali efek agonis, dibedakan menjadi antagonis kompetitif, antagonis tak

kompetitif, antagonis fungsional, dan antagonis kimia (6).

Page 10: interaksi

b. Interaksi fisiologik

Interaksi pada sistem fisiologik yang sama dapat menghasilkan peningkatan

atau penurunan respon (potensiasi atau antagonis) (4)

c. Perubahan dalam kesetimbangan cairan dan elektrolit

Perubahan ini dapat mengubah efek obat terutama yang bekerja pada

jantung, neuromuscular dan ginjal (4).

d. Gangguan mekanisme ambilan amin di ujung saraf adrenergik

Penghambat saraf adrenergik diambil oleh ujung saraf adrenergik dengan

mekanisme aktif untuk norepinefrin agar obat dapat bekerja sebagai

antihipertensi. Mekanisme dapat dihambat oleh amin simpatomimetik (efedrin,

pseudoefedrin,fenilefrin, amfetamin), antidepresi trisiklik, kokain, dan fenotiazin

(4).

e. Interaksi dengan penghambat monoamine oksidase (penghambat MAO)

Satu-satunya penghambat MAO yang masih digunakan adalah moklobemid

yang bersifat reversibel yang menyebabkan akumulasi norepinefrin di ujung saraf

adrenergik. Pemberian bersama amin simpatomimetik yang bekerja langsung

(fenilpropanolamin, efedrin, psuedoefedrin, amfetamin atau tiramin)

menyebabkan pelepasan norepinefrin dalam jumlah besar tersebut sehingga terjadi

krisi hipertensi, sakit kepala berdenyut hebat, dan kadang-kadang perdarahan

intraserebral (4).

D. Interaksi Obat- Makanan

Pada pemberian obat-obat tertentu bersamaan dengan makanan dapat terjadi

interaksi yang berakibat makanan dapat mengubah aktivitas obat sehingga respon

Page 11: interaksi

terhadap obat dapat meningkat atau berkurang; atau sebaliknya obat dapat pula

memberikan efek negatif terhadap makanan misalnya berkurangnya nutrisi

makanan tersebut(3).

1. Efek makanan terhadap absorpsi obat

Interaksi obat- makanan yang paling sering adalah terganggunya absorpsi

obat di saluran cerna baik mengakibatkan berkurangnya kecepatan absorpsi obat

atau berkurangnya bioavabilitas obat. Contoh kebanyakan preparat penisilin,

tetrasiklin, digoxin, aspirin, acetaminophen. Namun, obat seperti spironolakton

dan griseofulvin absorpsinya justru meningkat jika bersama makanan (3).

2. Interaksi farmakologik Monoamine Oxydase Inhibitor (MAO-I)

Bila seseorang diberi pengobatan MAO-I, maka ada kemungkinan tyramin

yang didapat dari makanan (seperti alpukat, anggur, keju, pisang, hati ayam,

kacang polong, coklat, kopi, kecap, sosis) akan masuk dalam jumlah besar ke

peredaran darah sehingga dapat terjadi krisis hipertensi (3).

3. Efek obat pada gizi

Obat dapat menyebabkan kekurangan gizi dan juga gangguan gizi misalnya

diuretik, laksans, dekongestan oral yang menyebabkan berkurangnya nafsu

makan, obat yang menyebabkan mual muntah, gangguan intestinal, diare dan

konstipasi (3).

4. Interaksi obat-tembakau/rokok

Mekanisme utama dari interaksi ini adalah biotransformasi obat dipercepat

karena terjadi induksi dari mikrosomal enzim di hepar yang disebabkan zat-zat

Page 12: interaksi

yang ada pada asap rokok yang menyebabkan penurunan kadar obat dalam plasma

(3).

5. Interaksi obat- alkohol

Bila obat pendepresi SSP diminum bersamaan dengan alkohol atau

minuman yang mengandung alkohol maka efek depresi SSP meningkat secara

aditif/sumatif bahkan lebih sering terjadi secara potensiasi/sinergistik (3).

Peminum alkohol kronik akan mengakibatkan peningkatan klirens obat

dengan cara induksi metabolism-oksidatif tetapi peminum alkohol jangka pendek

akan menyebabkan penurunan klirens obat (3).

E. Kasus

Pro :Tn Rahmat, 20 tahun

Keluhan :Sakit diderita 2 hari yang lalu dan muncul bintil kecil yang

sekarang jadi membesar dan berair. Ada sebagian bintil yang pecah. Sebelumnya

sakit kepala, badan demam, dan sakit-sakit di otak tetapi lebih enak setelah

minum parasetamol. Pada pemeriksaan thorax tampak vesikel-vesikel berisi cairan

di regio lateralis dextra, sebagian ada yang menyatu menjadi bula nampak

eritematosus.

Diagnosa : Herpes Zoster Thorakalis

Terapi Pilihan : Valasiklovir tablet, Parasetamol tablet, Bedak Asidum

salisilikum

Page 13: interaksi

F. Interaksi Obat-Obat

Pada kasus herpes zoster thorakalis di atas, obat yang dipilih ada 3 yaitu

valasiklovir per oral, parasetamol per oral, dan asidum salisikum topical. Dari

ketiga obat tersebut tidak ditemukan interaksi satu sama lain. Namun, masing-

masing obat memiliki interaksi dengan obat lain kecuali bedak asidum salisikum

topikal yang tidak ditemukan interaksi dengan obat lain, diantaranya:

1. Interaksi Valasiklovir-Simetidin

Interaksi valasiklovir dengan simetidin merupakan interaksi farmakokinetik

yaitu pada fase sekresi di ginjal. Hal ini terjadi karena terjadi kompetisi antara

valasiklovir dan simetidin untuk disekresi oleh tubulus ginjal sehingga terjadi

peningkatan Area Under Curva (AUC) valasiklovir. Ketika pobenesid

(kompetitor skresi tubulus ginjal) diberikan bersamaan dengan simetidin maka

efek pada valasiklovir lebih besar daripada diberikan satu per satu (7).

Walaupun interaksi antara valasiklovir dan simetidin telah ditetapkan, tetapi

para peneliti berpendapat bahwa interaksi ini tidak terlalu bermakna dalam klinis

karena valasiklovir mempunyai indeks terapi yang lebar. Namun bagaimanapun,

pemerintah Inggris memberikan peringatan agar berhati-hati dalam penggunaan

dosis besar valasiklovir bersamaan dengan simetidin (7).

2. Interaksi Valasiklovir-Mikofenolat Mofetil

Interaksi valasiklovir dengan mikofenolat mofetil adalah interaksi

farmakokinetik pada fase sekresi, tetapi interaksi ini tidak signifikan secara

statistik. Tidak signifikan karena penurunan klirens ginjal dan peningkatan AUC

valasiklovir maupun mikofenolat mofetil tidak bermakna. Tetapi negara pembuat

Page 14: interaksi

mikofenolat memberikan peringatan dalam penggunaan kedua obat ini secara

bersamaan pada penderita gagal ginjal karena akan terjadi kompetisi dalam

sekresi tubulus dan kemudian mungkin terjadi peningkatan konsentrasi kedua obat

(7).

Beberapa data mununjukkan terjadi potensiasi valasiklovir ketika diberikan

bersama mikofenolat yang mungkin berguna dalam terapi. Tetapi ada penelitian

yang menunjukkan terjadinya neutropenia pada penderita dengan transplantasi

ginjal ketika diberi kombinasi mikofenolat dengan valasiklovir. Hal ini mungkin

terjadi karena mikofenolat meningkatkan efek hematotoksik valasiklovir terutama

dosis tinggi yang jarang timbul dengan pemberian tunggal valasiklovir. Sehingga

dalam pemakaian kombinasi kedua obat ini harus dipertimbangkan faktor individu

penderita (7).

3. Interaksi Valasiklovir-Basitrasin

Penggunaan bersamaan valasiklovir dan basitrasin akan meningkatkan

kemungkinan terjadinya nefrotoksik dan/atau ototoksik yang sangat berbahaya.

Karena hal ini, gunakan obat alternative jika memungkinkan dan hindari

pemakaian basitrasin dengan obat nefrotoksik lainnya (7).

4. Interaksi Valasiklovir-Tenovir

Interaksi valasiklovir dengan tenovir merupakan interaksi farmakokinetik

pada fase sekresi di ginjal dimana valasiklovir menurunkan klirens ginjal dan

berkompetisi dalam sekresi aktif tubulus sehingga meningkatkan kadar tenovir.

Interaksi ini sangat mungkin terjadi sehingga monitor pasien secara ketat (7).

Page 15: interaksi

5. Interaksi Valasiklovir-Emtrisitabin

Interaksi valasiklovir dengan emitrisitabin merupakan interaksi

farmakokinetik pada fase sekresi di ginjal dimana valasiklovir akan menurunkan

klirens ginjal dan berkompetisi dalam sekresi aktif tubulus sehingga

meningkatkan kadar emitrisitabin. Interaksi ini sangat mungkin terjadi sehingga

monitor pasien secara ketat (7).

6. Interaksi Valasiklovir-Probenesid

Interaksi valasiklovir dengan probenesid merupakan interaksi

farmakokinetik yaitu pada fase sekresi di ginjal. Hal ini terjadi karena probenesid

menurunkan eksresi ginjal dan mungkin berkompetisi dalam sekresi oleh tubulus

ginjal sehingga terjadi peningkatan Area Under Curva (AUC) valasiklovir. Ketika

pobenesid (kompetitor skresi tubulus ginjal) diberikan bersamaan dengan

simetidin maka efek pada valasiklovir lebih besar daripada diberikan satu per satu

(7).

Walaupun interaksi antara valasiklovir dan probenosid telah diketahui, tetapi

para peneliti berpendapat bahwa interaksi ini tidak terlalu bermakna klinis karena

valasiklovir mempunyai indeks terapi yang lebar sehingga tidak perlu perubahan

dosis valasiklovir pada penderita dengan fungsi ginjal yang baik. Namun, di

Inggris merekomendasikan penggunaan obat alternatif probenesid dalam terapi

dosis besar valasiklovir (7).

7. Interaksi Valasiklovir-Sefaleksin

Interaksi valasiklovir dengan sefaleksin merupakan interaksi farmakokinetik

pada fase absorpsi dimana keduanya merupakan substrat untuk Human Peptide

Page 16: interaksi

Transperter 1 (hPEPT1). Berdasarkan penelitian in vitro dan pada hewan

menunjukkan sefaleksim mengurangi absorpsi valasiklovir sehingga terjadi

penurunan AUC valasiklovir. Namun, penelitian klinis menunjukkan interaksi

yang minimal sehingga tidak perlu perhatian khusus dalam penggunaan bersama

kedua obat ini (7).

8. Interaksi Valasiklovir-Zidovudin

Valasiklovir akan meningkatkan efek zidovudin dengam mekanisme yang

belum diketahui. Interaksi ini jarang atau tidak signifikan terjadi tetapi tetap

monitor efek samping lelah dan lesu yang mungkin muncul (7).

9. Interaksi Valasiklovir-Siklosporin

Valsiklovir jarang menyebabkan perubahan kadar siklosporin maupun

perburukan fungsi ginjal. Namun, pada kasus yang sangat jarang penggunaan

bersama dapat terjadi nefrotoksik dan peningkatan kadar siklosporin . sehingga

perlu pemantauan fungsi ginjal pada penggunaan bersama valasiklovir dosis

tinggi (>4 g per hari) dengan obat yang mengganggu fungsi ginjal seperti

siklosporin (7).

10. Interaksi Parasetamol-Antiemetik

Interaksi parasetamol dengan antiemetik merupakan interaksi

menguntungkan yang terjadi pada fase absorpsi obat. Domperidon,

metoklopramid oral dan intravena meningkatkan jumlah absorpsi parasetamol

karena efek metoklopramid yang meningkatkan pengosongan lambung. kombinasi

metoklopramid dan parasetamol dimanfaatkan dalam obat generik branded

Page 17: interaksi

Paramax untuk meningkatkan efektivitas dan onset analgesi untuk terapi migraine

(7).

11. Interaksi Parasetamol-Antiepilepsi

Interaksi parasetamol dengan obat antiepilepsi terjadi pada fase metabolisme

di hepar dimana enzim penginduksi antiepilepsi (karbamazepin, fenitoin,

fenobarbital, primidon) akan meningkatkan metabolisme parasetamol dan

dikeluarkan dari tubuh. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi

metabolit oksidatif hepatotoksik parasetamol (N-acetyl-p-benzoquinone imine)

yang apabila peningkatannya melebihi kapasitas pengikatan glutathione akan

menyebabkan kerusakan hepar (7).

Informasi mengenai interaksi ini masih sangat terbatas sehingga perlu

penelitian lebih lanjut. Bagaimanapun parasetamol kemungkinan akan kurang

efektif sebagai analgesic pada pasien pengguna enzim penginduksi antiepilepsi

karena kadar plasma parasetamol yang menurun dan kemungkinan hepatotoksik

semakin besar sehingga sebagian peneliti menganjurkan pengguna enzim

penginduksi antiepilepsi diterapi dengan antidotum pada saat kadar plasma

parasetamol rendah (7).

12. Interaksi Parasetamol-Kafein

Mekanisme interaksi antara parasetamol dan kafein belum jelas dan ada

banyak variasi mengenai hasil interaksi kedua obat ini yaitu meningkatkan,

menurunkan dan tidak ada efek dalam absorpsi parasetamol. Kafein sering

dicampurkan dalam preparat parasetamol sebagai adjuvan analgesik (7).

Page 18: interaksi

13. Interaksi Parasetamol-Kolestiramin

Interaksi parasetamol dan kolesteramin terjadi pada fase absorpsi dimana

kolesteramin mengikat parasetamol di usus sehingga absorpsi parasetamol

menurun. Untuk menghindari efek interaksi kedua obat parasetamol diberikan 1

jam sebelum makan atau 4 jam setelah kolesteramin (7).

14. Interaksi Parasetamol-Pompa Proton Inhibitor

Mekanisme interaksi parasetamol dan pompa proton inhibitor adalah

lansoprazole meningkatkan absorpsi parasetamol secara tidak langsung dengan

meningkatkan waktu pengosongan lambung. Omeprazol dipercaya dapat

menginduksi CYP1A yang akan mengubah phenacetin menjadi parasetamol dan

mungkin meningkatkan metabolit hepatotoksik parasetamol namun tidak terbukti

secara klinis sehingga tidak ada perhatian khusus dalam pemakaian bersama

kedua obat ini (7).

15. Interaksi Parasetamol-Isoniazid

Beberapa penelitian menunjukkan toksisitas parasetamol meningkat bila

diberikan bersama isoniazid sehingga dosis normal analgesi (4 gr sehari) menjadi

tidak aman. Penelitian farmakokinetik menunjukkan penghambatan metabolisme

parasetamol tetapi metabolisme menjadi metabolit toksik terjadi sesaat setelah

penghentian isoniazid. Hal ini terjadi mungkin karena isoniazid menginduksi

sitokrom P450 isoenzim CYP2E1 melalui stabilisasi sehingga selama masih ada

isoniazid maka metabolisme parasetamol dihambat dan akibatnya ketika terjadi

penurunan isoniazid maka akan terjadi perubahan besar-besaran parasetamol

menjadi metabolit toksik. Oleh karena itu harus diberikan batasan dosis

Page 19: interaksi

parasetamol yang lebih rendah daripada dosis normal pada pengguna isoniazid

(7).

16. Interaksi Parasetamol-Eritromisin

Eritromisin mempercepat waktu pengosongan lambung dan meningkatkan

absorpsi parasetamol tetapi tidak terbukti secara klinis sehingga tidak ada

perhatian khusus dalam pemakaian bersama kedua obat ini (7).

G. Interaksi Obat-Makanan, Obat-Alkohol, dan Obat-Tembakau

Pada kasus herpes zoster thorakalis di atas, obat yang dipilih ada 3 yaitu

valasiklovir per oral, parasetamol per oral, dan asidum salisikum topical. Dari

ketiga obat tersebut, hanya parasetamol per oral yang mempunyai interaksi baik

dengan makanan,alkohol maupun tembakau. Mekanisme interaksi parasetamol

dengan makanan, alkohol dan tembakau masing-masing akan diuraikan di bawah

ini:

1. Interaksi Parasetamol-Makanan

Makanan akan memperlambat kecepatan penyerapan parasetamol tetapi

secara keseluruhan bioavabilitas biasanya tidak terganggu. Absorpsi parasetamol

dipengaruhi oleh waktu pengosongan lambung dan kebanyakan makanan

menghambat pengosongan lambung. Makanan tinggi karbohidrat, lemak, protein

dan sebagian serat dapat menghambat absorpsi parasetamol akibatnya terjadi

penurunan kadar parasetamol dalam plasma. Walaupun secara keseluruhan

bioavabilitas biasanya tidak terganggu, tetapi mungkin terjadi perlambatan dalam

mencapai kadar terapeutik plasma parasetamol. Untuk menghindari efek dari

interaksi ini sebaiknya parasetamol diminum 1-2 jam sebelum makan (7).

Page 20: interaksi

2. Interaksi Parasetamol-Alkohol

Interaksi parasetamol dan alkohol sangat kompleks karena konsumsi akut

dan kronik alkohol mempunyai efek yang berlawanan. Parasetamol

dimetabolisme paling banyak di hati menjadi sulfat non toksik dan konjugat

glukoronida. Meminum alkohol persisten nampaknya secara normal akan memicu

jalur biokimia minor yang menyertakan sitokrom P450 isoenzim CYP2E1 yang

memungkinkan produksi metabolit hepatotoksik dalam jumlah banyak melalui

proses oksidasi dan hal ini tidak diimbangi dengan glutationin yang akan

menetralkan metabolit hepatotoksik sehingga terjadi kerusakan sel hepar.

Konsumsi alkohol akut oleh bukan peminum mungkin dapat melindungi hepar

dari kerusakan karena jalur biokimiapengrusak dihambat (7).

Untuk menghindari efek hepatotoksik pada peminum berat maka FDA

mewajibkan semua obat parasetamol mencantumkan peringatan agar peminum

alkohol ≥ 3 gelas dalam sehari agar menghubungi dokter untuk mengetahui dosis

parasetamol yang boleh dikonsumsi (7).

3. Interaksi Parasetamol-Tembakau

Interaksi parasetamol dan rokok terjadi pada perokok berat yang akan

meningkatkan metabolisme parasetamol. Mekanisme rokok meningkatkan

metabolisme parasetamol melalui menginduksi metabolisme fenacetin melalui

sitokrom P450 isoenzim CYP2E1 dan juga dengan memicu jalur minor oksidasi

CYP1A2. Penelitian retrospektif menunjukkan merokok berhubungan dengan

prognosis yang lebih buruk ketika overdosis parasetamol (7).

Page 21: interaksi

DAFTAR PUSTAKA

1.Harkness R. Interaksi Obat. Bandung: ITB, 1989.

2.Sinaga E. Interaksi Antara Beberapa Obat. Jakarta: Sumber Republika, 2005.

3.A

4.Setiawati A. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI, 2011.

5.Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Keenam. Jakarta: EGC, 1998.

6. S

7.Baxter K.Stockley’s Drug Interaction. London: Pharmaceutical Press, 2010.