integrasi tanaman (suistainable agriculture)

7
Integrasi Tanaman, Ikan, Itik, Azolla dan Sapi Pada umumya petani melakukan sistem pemeliharaan sapi dengan cara dilepas di daerah persawahan atau di padang rumput, hanya sebagian kecil yang mengandangkan ternaknya. Cara tersebut tentu kurang menguntungkan karena kesehatan sapi kurang terjamin, pertumbuhan sapi terhambat dan kotoran sapi tercecer dimana-mana padahal kotoran sapi ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk padi sawah. Berdasarkan luas lahan sawah yang diusahakan di Indonesia, potensi jerami padi di lahan sawah cukup tinggi. Selama ini jerami padi dimanfaatkan untuk pakan ternak tetapi dalam jumlah yang masih sedikit, sebagian besar jerami padi hasil panen hanya dibakar. Menurut penelitian, perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) umumnya berkisar antara 0,3 – 1,2 atau umumnya perbandingan 2:3. Dari setiap hektar sawah mampu menghasilkan jerami padi 5–8 ton/ha/panen, tergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah berupa jerami selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Walaupun karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi sehingga dapat mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas tetapi hal ini dapat dipecahkan jika jerami ingin dijadikan pakan bagi ternak sapi yang bermutu maka terlebih dahulu perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses) dimana proses ini biasa disebut amoniasi jerami. Urea dapat digunakan untuk memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya. Pada umumnya petani mengusahakan itik dan ikan hanya sebagai usaha sampingan, dan mereka umumnya tidak mengetahui peranan azolla yang terdapat

Upload: kartika-dhewii-m

Post on 01-Jan-2016

86 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Integrasi Tanaman, Ikan, Itik, Azolla dan SapiPada umumya petani melakukan sistem pemeliharaan sapi dengan cara dilepas di daerah persawahan atau di padang rumput, hanya sebagian kecil yang mengandangkan ternaknya. Cara tersebut tentu kurang menguntungkan karena kesehatan sapi kurang terjamin, pertumbuhan sapi terhambat dan kotoran sapi tercecer dimana-mana padahal kotoran sapi ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk padi sawah. Berdasarkan luas lahan sawah yang diusahakan di Indonesia, potensi jerami padi di lahan sawah cukup tinggi. Selama ini jerami padi dimanfaatkan untuk pakan ternak tetapi dalam jumlah yang masih sedikit, sebagian besar jerami padi hasil panen hanya dibakar. Menurut penelitian, perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) umumnya berkisar antara 0,3 – 1,2 atau umumnya perbandingan 2:3. Dari setiap hektar sawah mampu menghasilkan jerami padi 5–8 ton/ha/panen, tergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman.Limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah berupa jerami selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Walaupun karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi sehingga dapat mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas tetapi hal ini dapat dipecahkan jika jerami ingin dijadikan pakan bagi ternak sapi yang bermutu maka terlebih dahulu perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses) dimana proses ini biasa disebut amoniasi jerami. Urea dapat digunakan untuk memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya.

TRANSCRIPT

Page 1: Integrasi Tanaman (Suistainable Agriculture)

Integrasi Tanaman, Ikan, Itik, Azolla dan Sapi

Pada umumya petani melakukan sistem pemeliharaan sapi dengan cara dilepas di

daerah persawahan atau di padang rumput, hanya sebagian kecil yang mengandangkan

ternaknya. Cara tersebut tentu kurang menguntungkan karena kesehatan sapi kurang terjamin,

pertumbuhan sapi terhambat dan kotoran sapi tercecer dimana-mana padahal kotoran sapi ini

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk padi sawah. Berdasarkan luas lahan sawah

yang diusahakan di Indonesia, potensi jerami padi di lahan sawah cukup tinggi. Selama ini

jerami padi dimanfaatkan untuk pakan ternak tetapi dalam jumlah yang masih sedikit, sebagian

besar jerami padi hasil panen hanya dibakar. Menurut penelitian, perbandingan antara bobot

gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) umumnya berkisar antara 0,3 – 1,2 atau

umumnya perbandingan 2:3. Dari setiap hektar sawah mampu menghasilkan jerami padi 5–8

ton/ha/panen, tergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman.

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah berupa jerami

selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah juga dapat dimanfaatkan

sebagai pakan ternak sapi. Walaupun karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya

kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi

sehingga dapat mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas tetapi hal

ini dapat dipecahkan jika jerami ingin dijadikan pakan bagi ternak sapi yang bermutu maka

terlebih dahulu perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses) dimana proses ini biasa disebut

amoniasi jerami. Urea dapat digunakan untuk memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi

yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya.

Pada umumnya petani mengusahakan itik dan ikan hanya sebagai usaha sampingan, dan

mereka umumnya tidak mengetahui peranan azolla yang terdapat pada lahan sawah mereka

sebagai pakan ternak dan ikan. Sistem pengelolaan dengan mengintegrasikan tanaman padi,

itik, ikan, azolla dan sapi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi, meningkatkan

pendapatan petani dari hasil sampingan pemeliharaan sapi, itik, dan ikan, menekan penggunaan

pupuk anorganik dan pestisida anorganik, menyediakan pakan sapi dari limbah pertanian

(jerami padi), menyediakan pakan ikan dan itik dari azolla, menyediakan pupuk organik dari

limbah sapi dan biogas untuk energi alternatif bagi petani.

Pemeliharaan ternak, perikanan dan budidaya tanaman pertanian merupakan faktor

yang saling menunjang dan terkait dalam pengelolaannya. Berdasarkan kondisi aktual yang

Page 2: Integrasi Tanaman (Suistainable Agriculture)

terjadi saat ini, terlihat bahwa beberapa petani lahan sawah irigasi sebenarnya telah melakukan

usaha ternak sekaligus bersama dengan usaha tani tanaman padinya dan perikanan. Tetapi

sebagian petani belum memanfaatkan limbah yang dihasilkan pada kegiatan usaha taninya

untuk menunjang baik kegiatan pertanian, peternakan ataupun perikanan yang dilakukan.

Penggabungan beberapa jenis komoditas dalam ekosistem sawah irigasi yang memiliki

hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Ini tidak hanya memberikan

keuntungan pada ekosistem itu sendiri namun juga keuntungan bagi petani yang

mengusahakannya, yaitu dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan karbohidrat serta

protein hewani. Dengan mengusahakan padi, sekaligus ikan, azolla, sapi dan itik ini tentu saja

memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan bila kita hanya mengusahakan satu

komoditas saja.

Pengusahaan tanaman padi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan

semata namun juga untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan

adanya ikan dan itik ini secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi sumber protein

hewani. Adanya kotoran yang berasal dari itik dan sapi menjadi pupuk organik yang selain

dibutuhkan tanaman padi juga dapat memperbaiki sifat fisik maupun kimia tanahnya. Kotoran

yang dihasilkan oleh itik maupun sapi dapat dimanfaatkan sebagai media makanan untuk

menumbuhkan mikroorganisme yang menjadi makanan alami ikan. Sedangkan perilaku itik dan

ikan yang suka mengaduk-aduk tanah dalam mencari makanan dapat menyebabkan struktur

tanah sawah menjadi lebih baik.

Tidak semua lokasi bisa menerapkan usaha integrasi ini karena selain memerlukan

penanganan lebih intensif juga harus memenuhi beberapa kondisi tertentu. Karena dalam

penanaman padi ini juga mengikut sertakan ternak ikan, maka sistem penanamannya pun harus

memberikan keleluasan bagi ikan maupun pertumbuhan azolla itu sendiri. Jadi, dalam hal ini

budidaya minapadi-azolla sangat dianjurkan menggunakan cara tanam sistem legowo.

Teknologi legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar

rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan dan melebar

jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun padi berada dibarisan pinggir dari

pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai tanaman pinggir border effect). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rumpun padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5 – 2 kali lipat

lebih tinggi dibandingkan produksi rumpun padi yang berada di bagian dalam.

Page 3: Integrasi Tanaman (Suistainable Agriculture)

Cara tanam legowo ini tidak lain adalah merupakan upaya rekayasa ruang tumbuh

menjadi barisan tanaman pinggir yang diharapkan dapat meningkatkan produksi padi. Adanya

ruang antar baris tanaman yang lebih lebar tentu saja memberikan perkembangan ikan dan

tanaman azolla tumbuh secara baik. Selain untuk tujuan tersebut, penggunaan cara legowo akan

mempermudah bagi kita dalam pemeliharaan ikan, azolla serta tanaman padi itu sendiri.

Azolla adalah sejenis tumbuhan paku air biasa ditemukan di perairan tenang seperti

danau, kolam, sungai, dan pesawahan. Para petani biasanya menganggap azolla sebagai gulma

atau limbah pertanian. Azolla termasuk ordo Salviniales, famili Azollaceae, dan terdiri atas

enam spesies, yaitu : A. filiculoides, A. caroliana, A. mexicua, A. microphylla, A. pinnata, dan A.

nilotica. Spesies yang banyak di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah A. pinnata, dan biasa

tumbuh bersama-sama padi. Azolla dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein nabati

penyusun ransum ikan dan itik, karena mengandung protein yang cukup tinggi. Azolla

mengandung protein kasar 24-30%, kalsium 0,4-1%, fosfor 2-4,5%, lemak 3-3,3%, serat kasar

9,1-12,7%, pati 6,5%, dan tidak mengandung senyawa beracun.

Tanaman Azolla Sp. memang sudah tidak diragukan lagi konstribusinya dalam

mempengaruhi peningkatan tanaman padi. Azolla mampu menambatkan N2-udara karena

berasosiasi dengan sianobakteri (Anabaena azollae) yang hidup di dalam rongga daunnya.

Asosiasi Azolla-Anabaena memanfaatkan energi yang berasal dari fotosintesis untuk mengikat

N2-udara. Dimana kemampuan mengikat N berkisar antara 400 – 500 kg N/ha/th. Azolla relatif

tahan pada kondisi asam, sehingga untuk mengembangkannya tidak memerlukan perlakuan

tertentu.

Pemanfaatan azolla sebagai pupuk pengganti urea memang memungkinkan. Pasalnya,

bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (azolla kering) mengandung unsur

Nitrogen (N) 3 – 5 persen, Phosphor (P) 0,5 – 0,9 persen dan Kalium (K) 2 – 4,5 persen.

Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 – 1 persen, Magnesium (Mg) 0,5 – 0,6

persen, Ferum (Fe) 0,06 – 0,26 persen dan Mangaan (Mn) 0,11 – 0,16 persen. Berdasarkan

komposisi kimia tersebut, bila digunakan untuk pupuk mempertahankan kesuburan tanah, setiap

hektar areal memerlukan azolla sejumlah 20 ton dalam bentuk segar, atau 6-7 ton berupa kompos

(kadar air 15 persen) atau sekitar 1 ton dalam keadaan kering. Bila azolla diberikan secara rutin

setiap musim tanam, maka suatu saat tanah itu tidak memerlukan pupuk buatan lagi. Hal itu

dimungkinkan, karena pada penebaran pertama 1/4 bagian unsur yang dikandung azolla langsung

Page 4: Integrasi Tanaman (Suistainable Agriculture)

dimanfaatkan oleh tanah. Seperempat bagian ini, setara dengan 65 Kg pupuk Urea. Pada musim

tanam ke-2 dan ke-3, azolla mensubstitusikan 1/4 – 1/3 dosis pemupukan. Dibanding pupuk

buatan, azolla memang lebih ramah lingkungan. Cara kerjanya juga istimewa, karena azolla

mampu mengikat Nitrogen langsung dari udara (Anonim, 2008).

Keunggulan lain dari tanaman azolla ialah mampu menekan gulma air yang lain,

sehingga dapat menghemat biaya penyiangan dan penggunaan herbisida. Azolla yang ditanam

bersama-sama padi merupakan salah satu kelebihan, karena tidak diperlukan tambahan waktu

untuk memproduksi biomassa. Selain sebagai pupuk hayati dan pengendali gulma air

penggunaan, azolla ini kini lebih banyak dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. Dengan

adanya pengintegrasian padi, ikan, itik, azolla dan sapi selain menjadikannya sebagai pakan

perikanan juga konstribusi dapat digunakan untuk peningkatan produksi padi.

Terlibatnya itik dalam integrasi ini selain memberikan tambahan keuntungan juga

memberi keuntungan lain berupa adanya tambahan pupuk dari kotoran itik, meningkatkan kadar

oksigen dalam tanah, dan meminimalkan gangguan gulma dan hama (serangga, siput, keong

mas) karena dimakan oleh itik. Pakan untuk itik juga dapat dikurangi karena mendapat pakan

tambahan dari organisme pengganggu tumbuhan seperti gulma, serangga, siput, dan keong mas

dari sawah.

Limbah peternakan merupakan bahan andalan pemenuhan kebutuhan pupuk. Namun,

karena pengelolaannya yang belum memadai maka sebagian besar limbah peternakan justru

masih menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan. Pengelolaan limbah peternakan terpadu

merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi

dan produktivitas agribisnis disertai meningkatnya daya dukung lingkungan. Keberhasilan usaha

pertanian tanaman, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pupuk. Sampai saat ini, sebagian besar

masih menggunakan pupuk buatan, padahal selain ketersediaannya terus berkurang, penggunaan

yang tidak bijaksana juga berdampak terhadap keseimbangan ekologis sehingga daya dukung

lingkungan terus menurun dan produktivitas usaha pertanian rendah. Salah satu alternatif

penanggulangan adalah meningkatkan produksi pupuk organik melalui pengelolaan dan

pemanfaatan limbah peternakan secara optimal. Pengolahan limbah peternakan sebagai bahan

baku pupuk harus dilakukan sesuai dengan kaidah alamiah, yaitu melalui proses biokonversi.

Kehadiran ternak sapi dalam sistem usahatani padi merupakan komponen usaha yang

bersifat saling melengkapi dan memberikan manfaat yang cukup besar kepada petani, disamping

Page 5: Integrasi Tanaman (Suistainable Agriculture)

itu juga dapat mendorong petani untuk mengelola usahataninya secara optimal. Kotoran ternak

sapi merupakan pupuk organik yang baik bagi tanah, jika kualitas pakan baik maka kualitas

kotoran pun akan baik. Selain untuk pupuk organik kotoran ternak sapi juga dapat dimanfaatkan

untuk menghasilkan biogas.

Feses yang dihasilkan oleh ternak sapi dapat memberikan manfaat positif pada ekosistem

sawah. Kadar unsur hara yang terdapat dalam kotoran ternak berbeda-beda tergantung jenis

makanannya. Komposisi unsur hara dari kotoran sapi yang berupa kotoran padat mengandung :

0,4 % Nitrogen, 0,2 % Fosfor, 0,10% Kalium dan 85% air. Untuk kotoran cair (urine)

mengandung : 1% Nitrogen, 0,5% Fosfor, 1,5% Kalium dan 92% Air (Lingga & Marsono,

2007).

Pengaturan air pengairan pada budidaya tanaman padi sawah merupakan faktor penting sehingga

perlu mendapat perhatian yang serius. Teknik pengaturan air tersebut yaitu pengaturan air

macak-macak dilakukan pada saat tanam sampai 3-4 HST. Genangan air yang berlebihan pada

awal pertumbuhan akan menghambat pertubuhan tunas padi dan disarankan tinggi air cukup 3-5

cm dari permukaan tanah. Pengaturan air macak-macak juga dilakukan pada saat aplikasi pupuk

susulan pertama dan kedua, agar penyerapan pupuk oleh tanaman lebih efektif. Setelah 10-15

HST (sesudah penyiangan dan pemupukan susulan pertama) air dimasukkan mengikuti

pertumbuhan tanaman. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang saringan untuk

mencegah keluar ikan.