integrasi tanaman (suistainable agriculture)
DESCRIPTION
Integrasi Tanaman, Ikan, Itik, Azolla dan SapiPada umumya petani melakukan sistem pemeliharaan sapi dengan cara dilepas di daerah persawahan atau di padang rumput, hanya sebagian kecil yang mengandangkan ternaknya. Cara tersebut tentu kurang menguntungkan karena kesehatan sapi kurang terjamin, pertumbuhan sapi terhambat dan kotoran sapi tercecer dimana-mana padahal kotoran sapi ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk padi sawah. Berdasarkan luas lahan sawah yang diusahakan di Indonesia, potensi jerami padi di lahan sawah cukup tinggi. Selama ini jerami padi dimanfaatkan untuk pakan ternak tetapi dalam jumlah yang masih sedikit, sebagian besar jerami padi hasil panen hanya dibakar. Menurut penelitian, perbandingan antara bobot gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) umumnya berkisar antara 0,3 – 1,2 atau umumnya perbandingan 2:3. Dari setiap hektar sawah mampu menghasilkan jerami padi 5–8 ton/ha/panen, tergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman.Limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah berupa jerami selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Walaupun karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi sehingga dapat mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas tetapi hal ini dapat dipecahkan jika jerami ingin dijadikan pakan bagi ternak sapi yang bermutu maka terlebih dahulu perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses) dimana proses ini biasa disebut amoniasi jerami. Urea dapat digunakan untuk memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya.TRANSCRIPT
Integrasi Tanaman, Ikan, Itik, Azolla dan Sapi
Pada umumya petani melakukan sistem pemeliharaan sapi dengan cara dilepas di
daerah persawahan atau di padang rumput, hanya sebagian kecil yang mengandangkan
ternaknya. Cara tersebut tentu kurang menguntungkan karena kesehatan sapi kurang terjamin,
pertumbuhan sapi terhambat dan kotoran sapi tercecer dimana-mana padahal kotoran sapi ini
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk padi sawah. Berdasarkan luas lahan sawah
yang diusahakan di Indonesia, potensi jerami padi di lahan sawah cukup tinggi. Selama ini
jerami padi dimanfaatkan untuk pakan ternak tetapi dalam jumlah yang masih sedikit, sebagian
besar jerami padi hasil panen hanya dibakar. Menurut penelitian, perbandingan antara bobot
gabah yang dipanen dengan jerami (grain straw ratio) umumnya berkisar antara 0,3 – 1,2 atau
umumnya perbandingan 2:3. Dari setiap hektar sawah mampu menghasilkan jerami padi 5–8
ton/ha/panen, tergantung pada varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanaman.
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya tanaman padi sawah berupa jerami
selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah juga dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak sapi. Walaupun karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya
kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi
sehingga dapat mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas tetapi hal
ini dapat dipecahkan jika jerami ingin dijadikan pakan bagi ternak sapi yang bermutu maka
terlebih dahulu perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses) dimana proses ini biasa disebut
amoniasi jerami. Urea dapat digunakan untuk memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi
yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya.
Pada umumnya petani mengusahakan itik dan ikan hanya sebagai usaha sampingan, dan
mereka umumnya tidak mengetahui peranan azolla yang terdapat pada lahan sawah mereka
sebagai pakan ternak dan ikan. Sistem pengelolaan dengan mengintegrasikan tanaman padi,
itik, ikan, azolla dan sapi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi, meningkatkan
pendapatan petani dari hasil sampingan pemeliharaan sapi, itik, dan ikan, menekan penggunaan
pupuk anorganik dan pestisida anorganik, menyediakan pakan sapi dari limbah pertanian
(jerami padi), menyediakan pakan ikan dan itik dari azolla, menyediakan pupuk organik dari
limbah sapi dan biogas untuk energi alternatif bagi petani.
Pemeliharaan ternak, perikanan dan budidaya tanaman pertanian merupakan faktor
yang saling menunjang dan terkait dalam pengelolaannya. Berdasarkan kondisi aktual yang
terjadi saat ini, terlihat bahwa beberapa petani lahan sawah irigasi sebenarnya telah melakukan
usaha ternak sekaligus bersama dengan usaha tani tanaman padinya dan perikanan. Tetapi
sebagian petani belum memanfaatkan limbah yang dihasilkan pada kegiatan usaha taninya
untuk menunjang baik kegiatan pertanian, peternakan ataupun perikanan yang dilakukan.
Penggabungan beberapa jenis komoditas dalam ekosistem sawah irigasi yang memiliki
hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Ini tidak hanya memberikan
keuntungan pada ekosistem itu sendiri namun juga keuntungan bagi petani yang
mengusahakannya, yaitu dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan karbohidrat serta
protein hewani. Dengan mengusahakan padi, sekaligus ikan, azolla, sapi dan itik ini tentu saja
memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan bila kita hanya mengusahakan satu
komoditas saja.
Pengusahaan tanaman padi tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
semata namun juga untuk memenuhi kebutuhan pangan sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan
adanya ikan dan itik ini secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi sumber protein
hewani. Adanya kotoran yang berasal dari itik dan sapi menjadi pupuk organik yang selain
dibutuhkan tanaman padi juga dapat memperbaiki sifat fisik maupun kimia tanahnya. Kotoran
yang dihasilkan oleh itik maupun sapi dapat dimanfaatkan sebagai media makanan untuk
menumbuhkan mikroorganisme yang menjadi makanan alami ikan. Sedangkan perilaku itik dan
ikan yang suka mengaduk-aduk tanah dalam mencari makanan dapat menyebabkan struktur
tanah sawah menjadi lebih baik.
Tidak semua lokasi bisa menerapkan usaha integrasi ini karena selain memerlukan
penanganan lebih intensif juga harus memenuhi beberapa kondisi tertentu. Karena dalam
penanaman padi ini juga mengikut sertakan ternak ikan, maka sistem penanamannya pun harus
memberikan keleluasan bagi ikan maupun pertumbuhan azolla itu sendiri. Jadi, dalam hal ini
budidaya minapadi-azolla sangat dianjurkan menggunakan cara tanam sistem legowo.
Teknologi legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar
rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan dan melebar
jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun padi berada dibarisan pinggir dari
pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai tanaman pinggir border effect). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rumpun padi yang berada di barisan pinggir hasilnya 1,5 – 2 kali lipat
lebih tinggi dibandingkan produksi rumpun padi yang berada di bagian dalam.
Cara tanam legowo ini tidak lain adalah merupakan upaya rekayasa ruang tumbuh
menjadi barisan tanaman pinggir yang diharapkan dapat meningkatkan produksi padi. Adanya
ruang antar baris tanaman yang lebih lebar tentu saja memberikan perkembangan ikan dan
tanaman azolla tumbuh secara baik. Selain untuk tujuan tersebut, penggunaan cara legowo akan
mempermudah bagi kita dalam pemeliharaan ikan, azolla serta tanaman padi itu sendiri.
Azolla adalah sejenis tumbuhan paku air biasa ditemukan di perairan tenang seperti
danau, kolam, sungai, dan pesawahan. Para petani biasanya menganggap azolla sebagai gulma
atau limbah pertanian. Azolla termasuk ordo Salviniales, famili Azollaceae, dan terdiri atas
enam spesies, yaitu : A. filiculoides, A. caroliana, A. mexicua, A. microphylla, A. pinnata, dan A.
nilotica. Spesies yang banyak di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah A. pinnata, dan biasa
tumbuh bersama-sama padi. Azolla dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein nabati
penyusun ransum ikan dan itik, karena mengandung protein yang cukup tinggi. Azolla
mengandung protein kasar 24-30%, kalsium 0,4-1%, fosfor 2-4,5%, lemak 3-3,3%, serat kasar
9,1-12,7%, pati 6,5%, dan tidak mengandung senyawa beracun.
Tanaman Azolla Sp. memang sudah tidak diragukan lagi konstribusinya dalam
mempengaruhi peningkatan tanaman padi. Azolla mampu menambatkan N2-udara karena
berasosiasi dengan sianobakteri (Anabaena azollae) yang hidup di dalam rongga daunnya.
Asosiasi Azolla-Anabaena memanfaatkan energi yang berasal dari fotosintesis untuk mengikat
N2-udara. Dimana kemampuan mengikat N berkisar antara 400 – 500 kg N/ha/th. Azolla relatif
tahan pada kondisi asam, sehingga untuk mengembangkannya tidak memerlukan perlakuan
tertentu.
Pemanfaatan azolla sebagai pupuk pengganti urea memang memungkinkan. Pasalnya,
bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (azolla kering) mengandung unsur
Nitrogen (N) 3 – 5 persen, Phosphor (P) 0,5 – 0,9 persen dan Kalium (K) 2 – 4,5 persen.
Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4 – 1 persen, Magnesium (Mg) 0,5 – 0,6
persen, Ferum (Fe) 0,06 – 0,26 persen dan Mangaan (Mn) 0,11 – 0,16 persen. Berdasarkan
komposisi kimia tersebut, bila digunakan untuk pupuk mempertahankan kesuburan tanah, setiap
hektar areal memerlukan azolla sejumlah 20 ton dalam bentuk segar, atau 6-7 ton berupa kompos
(kadar air 15 persen) atau sekitar 1 ton dalam keadaan kering. Bila azolla diberikan secara rutin
setiap musim tanam, maka suatu saat tanah itu tidak memerlukan pupuk buatan lagi. Hal itu
dimungkinkan, karena pada penebaran pertama 1/4 bagian unsur yang dikandung azolla langsung
dimanfaatkan oleh tanah. Seperempat bagian ini, setara dengan 65 Kg pupuk Urea. Pada musim
tanam ke-2 dan ke-3, azolla mensubstitusikan 1/4 – 1/3 dosis pemupukan. Dibanding pupuk
buatan, azolla memang lebih ramah lingkungan. Cara kerjanya juga istimewa, karena azolla
mampu mengikat Nitrogen langsung dari udara (Anonim, 2008).
Keunggulan lain dari tanaman azolla ialah mampu menekan gulma air yang lain,
sehingga dapat menghemat biaya penyiangan dan penggunaan herbisida. Azolla yang ditanam
bersama-sama padi merupakan salah satu kelebihan, karena tidak diperlukan tambahan waktu
untuk memproduksi biomassa. Selain sebagai pupuk hayati dan pengendali gulma air
penggunaan, azolla ini kini lebih banyak dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. Dengan
adanya pengintegrasian padi, ikan, itik, azolla dan sapi selain menjadikannya sebagai pakan
perikanan juga konstribusi dapat digunakan untuk peningkatan produksi padi.
Terlibatnya itik dalam integrasi ini selain memberikan tambahan keuntungan juga
memberi keuntungan lain berupa adanya tambahan pupuk dari kotoran itik, meningkatkan kadar
oksigen dalam tanah, dan meminimalkan gangguan gulma dan hama (serangga, siput, keong
mas) karena dimakan oleh itik. Pakan untuk itik juga dapat dikurangi karena mendapat pakan
tambahan dari organisme pengganggu tumbuhan seperti gulma, serangga, siput, dan keong mas
dari sawah.
Limbah peternakan merupakan bahan andalan pemenuhan kebutuhan pupuk. Namun,
karena pengelolaannya yang belum memadai maka sebagian besar limbah peternakan justru
masih menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan. Pengelolaan limbah peternakan terpadu
merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi
dan produktivitas agribisnis disertai meningkatnya daya dukung lingkungan. Keberhasilan usaha
pertanian tanaman, sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pupuk. Sampai saat ini, sebagian besar
masih menggunakan pupuk buatan, padahal selain ketersediaannya terus berkurang, penggunaan
yang tidak bijaksana juga berdampak terhadap keseimbangan ekologis sehingga daya dukung
lingkungan terus menurun dan produktivitas usaha pertanian rendah. Salah satu alternatif
penanggulangan adalah meningkatkan produksi pupuk organik melalui pengelolaan dan
pemanfaatan limbah peternakan secara optimal. Pengolahan limbah peternakan sebagai bahan
baku pupuk harus dilakukan sesuai dengan kaidah alamiah, yaitu melalui proses biokonversi.
Kehadiran ternak sapi dalam sistem usahatani padi merupakan komponen usaha yang
bersifat saling melengkapi dan memberikan manfaat yang cukup besar kepada petani, disamping
itu juga dapat mendorong petani untuk mengelola usahataninya secara optimal. Kotoran ternak
sapi merupakan pupuk organik yang baik bagi tanah, jika kualitas pakan baik maka kualitas
kotoran pun akan baik. Selain untuk pupuk organik kotoran ternak sapi juga dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan biogas.
Feses yang dihasilkan oleh ternak sapi dapat memberikan manfaat positif pada ekosistem
sawah. Kadar unsur hara yang terdapat dalam kotoran ternak berbeda-beda tergantung jenis
makanannya. Komposisi unsur hara dari kotoran sapi yang berupa kotoran padat mengandung :
0,4 % Nitrogen, 0,2 % Fosfor, 0,10% Kalium dan 85% air. Untuk kotoran cair (urine)
mengandung : 1% Nitrogen, 0,5% Fosfor, 1,5% Kalium dan 92% Air (Lingga & Marsono,
2007).
Pengaturan air pengairan pada budidaya tanaman padi sawah merupakan faktor penting sehingga
perlu mendapat perhatian yang serius. Teknik pengaturan air tersebut yaitu pengaturan air
macak-macak dilakukan pada saat tanam sampai 3-4 HST. Genangan air yang berlebihan pada
awal pertumbuhan akan menghambat pertubuhan tunas padi dan disarankan tinggi air cukup 3-5
cm dari permukaan tanah. Pengaturan air macak-macak juga dilakukan pada saat aplikasi pupuk
susulan pertama dan kedua, agar penyerapan pupuk oleh tanaman lebih efektif. Setelah 10-15
HST (sesudah penyiangan dan pemupukan susulan pertama) air dimasukkan mengikuti
pertumbuhan tanaman. Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang saringan untuk
mencegah keluar ikan.