institutional repository uin syarif hidayatullah jakarta:...
TRANSCRIPT
PENGARUH OPTIMISME DAN ADVERSITY
QUOTIENT TERHADAP PROBLEM FOCUSED
COPING STRESS MENYUSUN SKRIPSI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Umaya Sari
NIM: 108070000109
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2018 M
v
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) September 2018
C) Umaya Sari
D) Pengaruh Optimisme dan Adversity Quotient terhadap Problem Focused
Coping Stres menyusun Skripsi
E) xiv + 88 halaman + lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Optimisme dan
Adversity Quotient terhadap Problem Focused Coping Stres menyusun
Skripsi pada Mahasiswa/i di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sampel
dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i Fakultas Psikologi UIN Jakarta
yang sedang mengerjakan skripsi berjumlah 200 orang, terdiri dari
angkatan 2008 – 2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah proporsional sampling dan analisis data dalam
penelitian ini menggunakan uji regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa optimisme dan adversity quotient
mempengaruhi problem focused coping. Dari 8 independent variable yang
diujikan, terdapat 3 independent variable yang signifikan (permanent,
personalization, dan control). Hasil penelitian ini menunjukan proporsi
varians dari problem focused coping mahasiswa yang sedang mengerjakan
skripsi, yang dijelaskan semua independent variable sebesar 30,5% dan
69,5% sisanya dipengaruhi oleh variable lain diluar penelitian ini.
Kata kunci : optimisme, adversity quotient, problem focused coping, stres
G) Bahan bacaan: 15; 6 buku + 4 jurnal+ 5 skripsi
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) September 2015
C) Umaya Sari
D) Effect of Optimism and Adversity Quotient on Problem Focused Coping
Thesis Stress
E) xiv + 88 pages + Appendix
F) This study aims to determine the effect of Optimism and Adversity
Quotient on Problem Focused Coping Stress in writing a Thesis in
Students at the Faculty of Psychology UIN Jakarta. The sample in this
study were students of the Faculty of Psychology UIN Jakarta who were
working on the thesis amounting to 200 people, consisting of the class of
2008 - 2011. The sampling technique used in this study was proportional
sampling and data analysis in this study using multiple regression tests.
The results of this study indicate that optimism and adversity quotient
affect problem focused coping. Of the 8 independent variables tested, there
were 3 significant independent variables (permanent, personalization, and
control). The results of this study indicate the proportion of the variance of
problem focused coping students who are working on the thesis, which
explained all independent variables of 30.5% and the remaining 69.5% are
influenced by other variables outside this study.
Key word : optimism, adversity quotient, problem focused coping, stress
G) Source : 15; 6 books + 4 journals + 5 thesis
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkankehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan skripsi yang berjudul “PENGARUH OPTIMISME DAN
ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PROBLEM FOCUSED COPING
STRES MENYUSUN SKRIPSI”
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah melibatkan banyak pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi penulis.
Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Abdurrahman Shaleh, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
dalam kelancaran hal-hal yang berkaitan dengan skripsi.
3. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, saran, bimbingan, ilmu, dan waktunya sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan maksimal.
4. Bapak Abdurrahman Shaleh, M.Si., dan Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si
selaku penguji skripsi pada sidang munaqosah.
viii
5. Ibu Mulya Sari Dewi, M.Si. Psikolog selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan hingga selesai.
6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
selama ini telah memberikan ilmu, wawasan, dan pengetahuan, serta para staf
bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses
melengkapi persyaratan skripsi.
7. Ibuku tercinta yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan, semangat,
perhatian, dan doa yang tak pernah putus kepada penulis.
8. Sepupuku Rizka, Jazakillah Khiron Jaza atas dukungan dan pinjaman
printernya.
9. Teman-teman seperjuangan skripsi Christina, Rika, Runi, Niwah, Nani,
Atiqoh, Ika, Puranto, Sarah, Nani, Iyos, Triani, Dini, Desi, Ican, Idam dan
Wisnu.
10. Semua responden yang telah menyediakan waktunya untuk penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna pada penelitian
selanjutnya agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan
untuk mengeksplorasi lebih lanjut.
Jakarta, 4 September 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………. iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
ABSTRAC …………………………………………………………................ vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………... ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………...... xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………….
1.1 Latar Belakang Masalah………………………………….. 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………...
1.2.1 Pembatasan Masalah………………………………. 6
1.2.2 Perumusan Masalah……………………………….. 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………….
1.3.1 Tujuan Penelitian………………………………….. 8
1.3.2 Manfaat Penelitian………………………………… 8
1.4 Sistematika Penulisan……………………………………... 9
BAB 2 LANDASAN TEORI………………………………………...........
2.1 Problem Focused Coping Stres ………..............................
2.1.1 Definisi stres………………………………….............. 11
2.1.2 Definisi Skripsi...................................................... 12
2.1.3 Definisi Problem Focused Coping............................. 12
2.1.4 Pengukuran Problem Focused Coping...................... 15
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi PFC…................ 15
2.2 Optimisme…………………………………………...............
2.2.1 Definisi Optimisme………………………................ 17
2.2.2 Ciri-ciri Individu yang Optimime………………....... 18
2.2.3 Aspek-aspek Optimisme ……………………............ 20
2.2.4 Faktor yang mempengaruhi Optimisme.................. 21
2.2.5 Pengukuran Optimisme........................................... . 23
2.3 Adversity Quotient…………………………………………..
2.3.1 Definisi Adversity Quotient ………………………... 24
2.3.2 Dimensi Adversity Quotient ……………………...... 24
2.3.3 Pengukuran Adversity Quotient …………………….. 26
2.4 Kerangka Berpikir …………………………………………... 26
2.5 Hipotesis Penelitian ………………………………………..... 29
BAB 3 METODE PENELITIAN……………………………………......
1.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel……... .. 31
1.2 Variabel Penelitian..................................................……. 32
1.3 Definisi Opresional variabel……………………………...... 33
x
1.4 Instrumen pengumpulan data............................................ . 37
1.5 Uji Validitas Alat Ukur……………………………………..
1.5.1 Uji validitas alat ukur PFC...........………………… .. 41
1.5.2 Uji validitas alat ukur optimisme………….............. 42
1.5.3 Uji validitas alat ukur AQ……………..................... 46
1.6 Metode Analisis Data……………………………………….. 50
1.7 Prosedur Penelitian………………………………………..... 52
BAB 4 HASIL PENELITIAN…………………………………………....
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian……………………...... 54
4.2 Hasil Analisis Deskriptif…………………………………..... 56
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian…………………….... 57
4.4 Uji Hipotesis Penelitian……………………………………..
4.4.1. Analisis regresi variabel penelitian............................ 63
4.4.2. Uji proporsi varian masing-masing IV....................... 67
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN……………………..
5.1 Kesimpulan………………………………………………… 70
5.2 Diskusi……………………………………………………... 71
5.3 Saran………………………………………………………..
5.3.1 Saran metodologis………………………………..... 77
5.3.2 Saran praktis……………………………………….. 78
DAFTAR PUSTAKA……................................................................... 80
LAMPIRAN…................................................................................... 82
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala PFC............................................................
Tabel 3.2 Blue Print Skala Optimisme.................................................
Tabel 3.3 Blue Print Skala AQ..............................................................
Tabel 3.4 Bobot nilai pada tiap jawaban PFC, Optimisme dan AQ.........
Tabel 3.5 Muatan faktor Item PFC.......................................................
Tabel 3.6 Muatan faktor Item Permanen..............................................
Tabel 3.7 Muatan faktor Item Pervasive..............................................
Tabel 3.8 Muatan faktor Item Personalization....................................
Tabel 3.9 Muatan faktor Item Control.................................................
Tabel 3.10 Muatan faktor Origin&Ownership (O2)..............................
Tabel 3.11 Muatan faktor Item Reach&Endurance...............................
Tabel 4.1 Gambaran umum subjek penelitian.....................................
Tabel 4.2 Berdasarkan Usia.................................................................
Tabel 4.3 Berdasarkan tahun angkatan................................................
Tabel 4.4 Berdasarkan durasi (lama mengerjakan skripsi)....................
Tabel 4.5 Deskripsi statistik variabel penelitian..................................
Tabel 4.6 Tabel norma skor.................................................................
Tabel 4.7 Kategorisasi PFC.................................................................
Tabel 4.8 Kategorisasi Permanent......................................................
Tabel 4.9 Kategorisasi Pervasive........................................................
Tabel 4.10 Kategorisasi Personalization..............................................
Tabel 4.11 Kategorisasi Control............................................................
Tabel 4.12 Kategorisasi Origin&Ownership (O2).................................
Tabel 4.13 Kategorisasi Reach..............................................................
Tabel 4.14 Kategorisasi Endurance......................................................
Tabel 4.15 Tabel R square.....................................................................
Tabel 4.16 Tabel Anova.........................................................................
Tabel 4.17 Koefisien Regresi................................................................
Tabel 4.18 Proporsi Varians Untuk Masing-Masing IV..........................
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir.................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner……………………………………………..........
Lampiran 2 Hasil CFA.……………………………………….................
Lampiran 3 Hasil Uji Hipotesis..…………………………………..........
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diwajibkan untuk menulis skripsi yang bertujuan
sebagai salah satu syarat kelulusan. Dalam buku Panduan penulisan skripsi Fakultas
Psikologi UIN Jakarta disebutkan definisi skripsi adalah karya ilmiah yang disusun dalam
rangka menyelesaikan pendidikan tingkat Sarjana Strata Satu. Skripsi yang ditulis harus
didukung oleh teori, data dan fakta yang objektif serta memenuhi persyaratan metodologi
ilmiah. Skripsi yang dibuat oleh mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dapat berupa penelitian di laboratorium ataupun di lapangan yang dilakukan dengan
pendekatan kuantitatif, baik eksperimen maupun non eksperimen.
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan definisi dari skripsi adalah karangan
ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan
akademisnya. Lalu dalam Ningrum 2011, Djuharie mengemukakan definisi skripsi adalah
bukti kemampuan akademik mahasiswa yang bersangkutan dalam penelitian yang
berhubungan dengan masalah pendidikan sesuai dengan bidang studinya. Skripsi disusun dan
dipertahankan untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu.
Informasi yang peneliti dapatkan melalui wawancara singkat dengan beberapa
mahasiswa di UIN (tanggal 3-5 Maret 2013). Semua responden (mahasiswa) tingkat akhir
menjawab, bahwa menyusun skripsi merupakan tugas yang tidak ringan bahkan selalu
menjadi sumber stress utama. Dari wawancara tersebut didapatkan beberapa kendala yang
sering terjadi pada mahasiswa dalam proses menyusun skripsi, seperti kesulitan dalam
berhubungan dengan dosen pembimbing, kesulitan dalam mencari literatur, referensi maupun
data, kesulitan dalam menentukan judul, kemampuan dalam membuat tulisan, kurang
2
menguasai metodologi penelitian atau konsep, kemampuan dalam mengoperasikan komputer
untuk mengolah data hasil penelitian, dan pembagian waktu (bagi mahasiswa yang kuliah
sambil bekerja).
Bagi para mahasiswa, ternyata tugas skripsi tersebut merupakan tugas yang tidak
ringan. Pada dasarnya perjalanan studi mahasiswa menjadi tersendat-sendat atau terhambat
ketika menyusun skripsi. Mahasiswa pada awalnya memiliki semangat, motivasi dan minat
yang tinggi terhadap skripsi namun keadaan tersebut menurun seiring dengan kesulitan-
kesulitan yang dialami. Kesulitan tersebut membuat mahasiswa sering putus asa dan
menyebabkan mahasiswa tidak dapat menyelesaikan studinya tepat waktu.
Menurut asumsi peneliti, mahasiswa yang sedang menyusun skripsi seringkali
mengalami stress. mahasiswa dapat disebut mengalami stress ketika mahasiswa merasakan
adanya ketidakmampuan dalam menghadapi sumber stress yang ada dan menyebabkan
tekanan dalam diri. Kondisi yang membebani tersebut yang dinamakan stress (Ningrum,
2011). Seperti yang dijelaskan Vierck (2009), bahwa ketika stress terjadi, tubuh merasakan
bahaya dan merespon dengan cara melepaskan hormon ke dalam aliran darah, yang
mempercepat detak jantung, pernapasan, dan proses fisik lainnya sehingga tubuh dapat
bereaksi cepat untuk menghindari ancaman tersebut. Reaksi alami ini dikenal sebagai respons
stress. Definisi stress oleh Selye dalam McQuad & Aikman, (1987) adalah respons non
spesifik dari badan terhadap setiap tuntutan yang dibuat atasnya.
Dalam sebuah penelitian juga dijelaskan bahwa ketika mahasiswa mengalami
pengalaman yang dianggap negatif, hal itu memiliki efek buruk pada motivasi dan kinerja
mahasiswa (Ames, 1992). Apalagi, jika berkepanjangan dan dianggap tidak terkendali,
pengalaman ini telah terbukti menimbulkan ketidak berdayaan, depresi dan stress (Carver,
Scheir, Folkman, & Lazaruz dalam Struthers, Perry, & Menec, 2000). Berangkat dari
penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa setiap masalah yang terjadi pada mahasiswa
3
tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi memberi dampak negatif dalam proses
menyelesaikan skripsinya.
Laksanawati (2011), mengatakan bahwa kebanyakan mahasiswa menggunakan
emotion focused coping yaitu terdiri dari usaha yang diambil untuk mengatur dan mengurangi
emosi stres, penggunaan mekanisme yang dapat menghindarkan dirinya dari berhadapan
dengan stressor (Lazarus&Folkman, 1976), seperti bepergian dengan teman-teman,
mengakses internet, merenung, tidur, makan, berorganisasi, menonton film, bermain play
station, berjumpa dengan kekasih, bertemu dengan teman-teman, bekerja, bermain musik,
mendengarkan musik, menulis. Sedangkan beberapa mahasiswa menggunakan problem
focused coping yaitu coping yang memfokuskan pada masalah ini melibatkan usaha yang
dilakukan untuk mengubah beberapa hal yang menyebabkan stress (Lazarus&Folkman,
1976), seperti membuat time table, mengerjakan skripsi secara perlahan, dan menghadapi
dosen.
Studi yang dilakukan oleh Laksanawati (2011), menyebutkan bahwa situasi stres saat
menyusun skripsi merupakan situasi yang dapat diubah karena mahasiswa masih dapat
melakukan suatu tindakan yang konstruktif untuk mengatasi masalahnya. Idealnya
mahasiswa menggunakan problem focused coping sebagai usaha mengatasi stress menyusun
skripsi. Sebagaimana yang diungkapkan lazarus & Folkman (dalam zaidner & Endler, 1996)
bahwa problem focused coping lebih adaptif dalam situasi yang dapat diubah.
Problem focused coping bertujuan mengatasi masalah secara langsung dimana
individu melakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengubah sumber-sumber stres
sehingga dirinya benar-benar terbebas dari masalah, sekaligus juga menghindarkan
munculnya masalah lain (Carver, Scheier, Weintraub, 1989). Sumber-sumber stress tersebut
seperti membuat berbagai cara untuk mempermudah menyelesaikan masalah tersebut, dalam
hal ini memfokuskan pada membuat perencanaan terkait waktu penulisan skripsi.
4
Perencanaan tersebut meliputi membuat time table (jadwal bimbingan, mencari sumber
informasi, dan menulis skripsi itu sendiri).
Dalam penelitian Laksanawati (2011), dibuktikan bahwa optimisme mempengaruhi
problem focused coping stress menyusun skripsi. Scheier, Weintraub, dan Carver (1989),
pada sampel mahasiswa menunjukkan bahwa optimisme berhubungan dengan problem
focused coping, pencarian dukungan sosial, dan menekankan aspek positif dari situasi stres.
Sedangkan, pesimisme berhubungan dengan penolakan dan penghindaran diri, berfokus pada
perasaan tertekan, dan menghindari tujuan yang terdapat stresor. Optimisme membantu
dalam mengatasi peristiwa penuh tekanan dengan menggunakan kemampuan secara lebih
efektif.
Penelitian Sari & Rachmahana (2007) pada mahasiswa pengambil skripsi, dibuktikan
bahwa semakin tinggi optimisme seseorang maka semakin tinggi pula problem focused
coping yang akan dimunculkan dan sebaliknya, ini menunjukan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara optimisme dengan problem focused coping pada mahasiswa pengambil
skripsi. Penelitian laksanawati, (2011) pada mahasiswa penyusun skripsi menunjukan
pengaruh yang signifikan faktor optimisme terhadap problem focused coping stress.
Seligman (2006), menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh,
melihat hal baik, berpikir positif, dan mudah memberikan makna bagi diri. Individu yang
optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari yang telah lalu, tidak takut pada
kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit mencoba kembali bila gagal. Optimisme
mendorong individu untuk selalu berpikir bahwa sesuatu yang terjadi adalah hal yang terbaik
bagi dirinya. Hal ini membedakan dirinya dengan orang lain.
Seligman (2006) mendeskripsikan individu yang memiliki sifat optimis akan terlihat
pada aspek permanent yaitu individu sealalu menampilkan sikap hidup kearah kematangan
dan akan berubah sedikit saja dari biasanya dan ini tidak bersifat lama. Pervasive yaitu gaya
5
penjelasan yang berkaitan dengan dimensi ruang lingkup yang dibedakan menjadi spesifik
dan universal, Personalization yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan sumber
penyebab dan dibedakan menjadi internal dan eksternal.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap problem focused coping adalah adversity
quotient (AQ). Seperti dalam penelitian (Rahmah, 2008) bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara adversity quotient dengan problem focused coping hal ini berarti bahwa
wanita karier yang sudah menikah yang memiliki adversity quotient yang tinggi dia juga
memiliki problem focused coping yang tinggi pula, begitu pula sebaliknya jika wanita karier
yang sudah menikah memiliki adversity quotient yang rendah maka ia memiliki problem
focused coping yang rendah juga.
Pranandari (2008) memaparkan, sebagai salah satu sumber stres, kehidupan orang tua
tunggal wanita merupakan situasi yang dapat menimbulkan stres yang tinggi, sehingga selain
diperlukan strategi maupun usaha, diperlukan juga ketangguhan tersendiri bagi seorang ibu
agar dapat menampilkan perilaku yang adaptif dalam mengatasi situasi yang menimbulkan
stres tersebut. Ketangguhan ini dapat terlihat dari bagaimana seseorang merespon kesulitan
atau situasi yang menimbulkan stres, sehingga mampu mengatasinya.
Menurut Garmezy & Michael (dalam Pranandari, 2008) individu yang gagal dan tidak
mampu bertahan saat dihadapkan pada kesulitan hidup, akan mengembangkan pola-pola
perilaku yang bermasalah. Sebagian lainnya bisa bertahan dan mengembangkan perilaku
yang adaptif bahkan lebih baik lagi bila mereka bisa berhasil keluar dari kesulitan dan
menjalani kehidupan yang sehat. Kemampuan mengatasi kesulitan inilah yang dikemukakan
oleh Stoltz (1997) sebagai adversity quotient. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
adversity quotient memiliki pengaruh yang signifikan terhadap toleransi terhadap stres pada
mahasiswa (Sho’imah, 2010).
6
AQ memiliki aspek-aspek seperti control, origin dan ownership, reach, serta
endurance yang dapat memberikan gambaran mengenai ketangguhan individu dalam
menghadapi hambatan atau kegagalan dan dapat memprediksi apakah ia tetap terkendali
dalam menghadapi situasi atau keadaan yang sulit sehingga AQ dapat mengukur kemampuan
seseorang dalam menghadapi kesulitan (Garmezy & Michael dalam Pranandari, 2008).
Berdasarkan fenomena di atas, walaupun penelitian sejauh ini cukup banyak yang mengkaji
masalah problem focused coping namun belum ada penelitian yang mengaitkannya dengan
variabel optimisme dan juga adversity quotient serta menerapkannya pada mahasiswa yang
sedang menyusun skripsi. Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa yang sedang menyusun
skripsi dalam memberikan informasi bagaimana cara mengidentifikasi gejala-gejala stress
yang muncul agar dapat meng-copingnya dengan baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
meneliti apakah ada Pengaruh Optimisme dan Adversity Quotient terhadap Problem
Focused Coping Stress Menyusun Skripsi.
1.2 Pembatasan Masalah
Masalah utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh optimisme dan
adversity quotient terhadap problem focused coping stress menyusun skripsi pada mahasiswa
UIN Jakarta. Oleh karena itu peneliti memberikan batasan pada masalah yang akan dibahas.
Tujuan dari pembatasan masalah ini adalah untuk menghindari terjadinya perluasan materi
yang akan dibahas, sehingga penelitian ini akan menjadi fokus dalam membahas
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Optimisme adalah dalam penelitian ini dibatasi pada harapan positif seseorang tentang
masa depannya yang didasari oleh tiga aspek, yaitu permanent, pervasive, dan
personalization.
7
2. Adversity quotient adalah dalam penelitian ini dibatasi pada suatu pengukuran tentang
bagaimana seseorang berespon terhadap kesulitan yang didasari oleh empat aspek, yaitu
control, origin dan ownership, reach serta endurance.
3. Problem focused coping adalah stres menyusun skripsi adalah usaha melakukan tindakan
langsung pada sumber stres yaitu skripsi dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah
atau mengurangi sumber stres. Dalam penelitian ini hanya diteliti mengenai active
coping, planning, suppression of competing activities, restraint coping, dan seeking of
instrumental social support.
4. Subjek yang diteliti adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2008-
2011 yang sedang menyusun skripsi.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan atas uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan optimisme dan adversity quotient terhadap
problem focused coping stress mahasiswa menyusun skripsi?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan optimisme terhadap problem focused coping stres
menyusun skripsi?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi permanet terhadap problem focused
coping stres menyusun skripsi?
4. Apakah ada pengaruh pengaruh yang signifikan dimensi pervasive terhadap problem
focused coping stres menyusun skripsi?
5. Apakah ada pengaruh pengaruh yang signifikan dimensi personalization terhadap
problem focused coping stres menyusun skripsi?
8
6. Apakah ada pengaruh pengaruh yang signifikan adversity quotien terhadap problem
focused coping stres menyusun skripsi?
7. Apakah ada pengaruh pengaruh yang signifikan dimensi control terhadap problem
focused coping stres menyusun skripsi?
8. Apakah ada pengaruh Ada pengaruh yang signifikan dimensi origin dan ownership
terhadap problem focused coping stres menyusun skripsi?
9. Apakah ada pengaruh pengaruh yang signifikan dimensi reach terhadap problem focused
coping stres menyusun skripsi?
10. Apakah ada pengaruh pengaruh yang signifikan dimensi endurance terhadap problem
focused coping stres menyusun skripsi?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya pengaruh optimisme
dan adversity quotient terhadap problem focused coping stress mahasiswa menyusun skripsi.
Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui variabel mana yang paling
berpengaruh terhadap problem focused coping stress mahasiswa menyusun skripsi, yaitu
optimisme seperti permanent, pervasive, dan personalization serta adversity quotient seperti
aspek control, origin and ownership, reach dan endurance.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai sumbangan pengetahuan terhadap keilmuan di bidang psikologi.
2. Sebagai referensi tambahan bagi para peneliti berikutnya yang ingin meneliti lebih
jauh tentang problem focused coping.
9
1.4.2.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi pada mahasiswa, dosen pembimbing
maupun akademisi tentang pentingnya meningkatkan optimisme dan adversity
quotient untuk memunculkan problem focused coping guna penyelesaian masalah
yang lebih baik.
2. Diharapkan para peneliti selanjutnya memperoleh gambaran dan melihat hah-hal lain
yang dapat mempengaruhi problem focused coping dan melakukan penelitian lebih
lanjut.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti, penulis membagi dalam lima bab
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pembatasan masalah penelitian,
perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab 2: Landasan Teori
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang terkait dengan variabel penelitian,
yaitu teori optimisme, adversity quotient, dan problem focused coping, serta kerangka
berpikir dan hipotesis penelitian.
Bab 3: Metode Penelitian
Pada bab ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, prosedur
pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur, teknik analisis data dan prosedur penelitian.
Bab 4: Hasil Penelitian
10
Pada bab ini, peneliti menguraikan gambaran subjek penelitian, deskripsi data, analisis data, dan
hasilnya.
Bab 5: Kesimpulan, diskusi dan saran
Pada bab ini peneliti akan merangkum kesleruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil
penelitia. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
11
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Problem focused coping stres menyusun skripsi
2.1.1 Definisi stres
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidak sesuaian antara situasi yang
diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis, atau sistem sosial individu tersebut
(Sarafino, 2006). Maksudnya apabila dikaitkan dengan mahasiswa adalah ketidaksesuaian
yang dihadapi oleh mahasiswa berada pada tuntutan lingkungan dengan sumber daya yang
dimiliki mahasiswa. Mengelola perasaan dan cara prilaku mahasiswa ditentukan oleh
bagaimana mahasiswa tersebut mengkontruksi lingkungannya agar dapat berdamai dengan
berbagai macam kondisi yang dialami.
Menurut Lazarus & Folkman (1984) stres menekankan pada hubungan antara orang dengan
lingkungannya. Maksudnya ada usaha untk mengelola tuntutan yang dilakukan tanpa
meghiraukan sukses atau tidaknya hasil dari usaha. Sama halnya seperti yang di ajarkan
dalam agama bahwa tugas seorang hamba adalah berusaha semaksimal mungkin, jika sudah
maksimal usahanya serahkan hasilnya kepada Allah SWT.
Menurut Hans Selye dalam Quade dan Aikman (1987) menyebutkan bahwa stres adalah
respons non spesifik dari badan terhadap suatu tuntutan yang dibuat atasnya. Maksudnya
ketika stress terjadi, tubuh merasakan bahaya dan merespon dengan cara melepaskan hormon ke
dalam aliran darah, yang mempercepat detak jantung, pernapasan, dan proses fisik lainnya sehingga
tubuh dapat bereaksi cepat untuk menghindari ancaman tersebut. Reaksi alami ini dikenal sebagai
respons stress.
Dalam sebuah penelitian juga dijelaskan bahwa ketika mahasiswa mengalami
pengalaman yang dianggap negatif, hal itu memiliki efek buruk pada motivasi dan kinerja
12
mahasiswa (Ames, 1992). Apalagi, jika berkepanjangan dan dianggap tidak terkendali,
pengalaman ini telah terbukti menimbulkan stress (Carver, Scheier, Folkman&Lazarus,
dalam Struther, Perry&Menec, 2000). Sehingga masa depan akademis mereka terancam.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menggunakan teori dari Lazarus dan Folkam
(1984) bahwa stres merupakan keadaan yang dihasilkan dari interaksi individu dengan
lingkungannya yang menyangkut kondisi biologis, psikologis atau psikososial individu
tersebut.
2.1.2 Definisi Skripsi
Skripsi adalah karya ilmiah yang disusun dalam rangka menyelesaikan pendidikan tingkat
sarjana strata satu (S1). Skripsi yang ditulis harus di dukung oleh teori, data dan fakta yang
objektif serta memenuhi persyaratan metodologi ilmiah. Skripsi yang dibuat oleh mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat berupa penelitian di laboratorium
ataupun di lapangan yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, baik eksperimen maupun
non eksperimen. (Panduan penulisan skripsi dengan pendekatan kuantitatif).
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan definisi dari skripsi adalah karangan
ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan
akademisnya. Djuharie (dalam Ningrum, 2011) mengemukakan definisi skripsi adalah bukti
kemampuan akademik mahasiswa yang bersangkutan dalam penelitian yang berhubungan
dengan masalah pendidikan sesuai dengan bidang studinya. Skripsi disusun dan
dipertahankan untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu.
2.1.3 Defnisi Problem Focused Coping
Fungsi coping adalah sebagai suatu usaha yang dilakukan seorang individu untuk
menghadapi masalah yang muncul atau mengelola tanggapan emosionalnya dalam
menghadapi suatu masalah. Dua fungsi coping inilah yang akan megarahkan coping pada dua
13
macam karakteristik yang dimilikinya yaitu problem focused coping dan emotional focused
coping (Sarafino, 1990). Dalam penelitian ini, peneliti hanya memakai salah satu
karakteristik dari coping yaitu problem focused coping.
Problem focused coping bertujuan untuk mengubah dinamika fisik situasi yang
sedang dihadapi. PFC adalah sebuah strategi eksternal yang sangat efektif saat manipulasi
situasi dimungkinkan terjadi. Secara lebih jauh lagi problem focused coping dapat diartikan
sebagai suatu strategi untuk mengatasi masalah (problem coping) dengan cara melawan
sumber masalah yang muncul (Sari & Rachmahana, 2007).
Menurut Lazarus dalam buku Psychology, The Sciene of Mind and Behavior
(Santrock, 1991) problem focused coping adalah sebuah strategi kognitif yang digunakan
dalam mengatasi tekanan oleh seorang individu yang menghadapi masalah dan mencoba
untuk memecahkan masalah tersebut.
Folkman dkk, dalam Carver, Scheir & Weintraub (1989) mengemukakan bahwa
problem focused coping mempunya fungsi mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh
dengan stres atau menyelesaikan masalah yang dihadapi hingga tuntas sehingga menghambat
masalah lain. Carver, Scheir & Weintraub (1989) mendefinisikan problem focused coping
sebagai usaha untuk melakukan tindakan langsung pada sumber stres dengan tujuan untuk
meyelesaikan masalah atau mengurangi sumber stres.
Dapat disimpulkan bahwa problem focused coping adalah usaha untuk melakukan
sesuatu yang konstruktif dan tindakan langsung pada sumber stres untuk menyelesaikan
masalah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori dari Carver, Scheir & Weintraub
(1989), problem focused coping stres menyusun skripsi adalah usaha melakukan tindakan
langsung pada sumber stres yaitu skripsi, dengan tujuan untuk menyelesaikan atau
mengurangi sumber stres.
14
Carver, Shceir & Wientraub (1989) mengemukakan lima dimensi Problem focused
coping terdiri dari :
1. Active coping
Proses pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan stres atau untuk meringankan
dampaknya, memperbaiki efek yang diberikan oleh stresor tersebut meliputi, melakukan
suatu tindakan yang langsung sifatnya untuk menghilangkan stres, meningkatkan usaha-usaha
secara bertahap untuk menghilangkan stres.
2. Planning
Memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi stres. Termasuk didalamya adalah memikirkan
suatu strategi untuk bertindak, langkah-langkah apa yang harus diambil dan bagaimana cara
paling baik untuk mengatasi masalah.
3. Suppressing of competing activites.
Salah satu bentuk coping yang di fokuskan pada masalah adalah individu berusaha
membatasi ruang gerak/aktifitas dirinya yang tidak berhubungan dengan masalah. Dalam hal
ini individu mengurangi keterlibatannya dalam kegiatan lain yang juga membutuhkan
perhatian untuk dapat berkonsentrasi penuh pada tantangan maupun ancaman yang
dialaminya.
Mengesampingkan atau mengabaikan aktifitas lain, menghindari terjadinya gangguan
kejadian lain, membiarkan masalah muncul sehingga dapat berdamai dengan stresor.
4. Restraint coping
Menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan diri dan tidak
bertindak secara premature. Coping ini dapat dilihat sebagai strategi yang aktif dalam arti
tingkah lakunya dilakukan untuk mengatasi stresor, namun juga dapat dilihat secara pasif
karena dalam strategi ini individu tidak melakukan tindakan apapun.
15
5. Seeking social support for instrumental reasons
Yaitu usaha yang dilakukan individu berupa mencari nasihat, bantuan atau informasi dari
orang lain yang dapat membantu individu dalam mengatasi masalah.
Dari pemaparan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis
coping stress yang akan diteliti yaitu problem focused coping (active coping, planning,
restraint, coping, seeking social support for instrumental reasons dan suppressing of
competing activites).
2.1.4 Pengukuran problem focused coping
Peneliti menggunakan skala yang disusun berdasarkan teori Carver, Scheir & Weintraub
(1989) meliputi aspek problem focused coping yaitu; active coping, planning, suppression of
competing activities, reistraint coping dan seeking of instrumental social support. Secara
keseluruhan, item pada skala tersebut berjumlah 20 item.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi Problem focused coping
Menurut Lazarus & Folkman (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi problem- focused
coping adalah:
1. Kesehatan dan Energi (health and energy)
Kesehatan dan energi mempengaruhi berbagai macam bentuk strategi coping pada individu
dan juga stres. Apabila individu dalam keadaan rapuh, sakit, lelah, lemah, tidak mampu
melakukan coping dengan baik. Sehingga kesehatan fisik menjadi faktor penting dalam
menentukan strategi coping pada individu.
16
2. Keyakinan yang positif (positive beliefs)
Penilaian diri secara positif dianggap sebagai sumber psikologis yang mempengaruhi strategi
coping pada individu. Setiap individu memiliki keyakinan tertentu yang menjadi harapan dan
upaya dalam melakukan strategi coping pada kondisi apapun. Sehingga penilaian mengenai
keyakinan yang positif merupakan sumber strategi coping, hal ini dipertegaskan seorang
penulis Norman Vincent Peale yang mengatakan fungsi kekuatan berfikir positif dan
memiliki kemampuan menjadikan individu memiliki pengalaman yang baik.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah (problem solving skill)
Kemampuan pemecahan masalah pada individu meliputi kemampuan mencari informasi,
menganalisis situasi yang bertujuan mengidentifikasi masalah untuk menghasilkan alternatif
yang akan digunakan pada individu, mempertimbangkan alternatif yang akan digunakan,
mempertimbangkan alternatif dengan baik agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang
terburuk, memilih dan menerapkan sesuai dengan tujuan pada masing-masing individu, hal
ini merupakan faktor yang mempengaruhi strategi coping.
Penelitian Jahnke, dkk (1995) mengenai penyelesaian masalah dipengaruhi oleh keadaan
emosi setiap individu. Keadaan emosi individu dipengaruhi oleh usia, juga perbedaan usia
mempengaruhi strategi penyelesaian yang akan dilakukan individu. Individu yang
menyelesaikan masalah dengan cara menghindar cenderung memiliki keadaan emosi yang
tidak matang. Sedangkan individu yang menyelesaikan masalah secara langsung cenderung
memiliki kematangan emosi.
3. Keterampilan sosial (social skills)
Keterampilan sosial merupakan faktor yang penting dalam strategi coping karena pada
dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, sehingga individu membutuhkan untuk
bersosialisasi. Keterampilan sosial merupakan cara untuk menyelesaikan masalah dengan
orang lain, juga dengan keterampilan sosial yang baik memungkinkan individu tersebut
17
menjalin hubungan yang baik dan kerjasama dengan individu lainya, dan secara umum
memberikan kontrol perilaku kepada individu atas interaksi sosialnya dengan individu lain.
4. Dukungan sosial (social support)
Setiap individu memiliki teman yang dekat secara emosional, pengetahuan, dan dukungan
perhatian yang merupakan faktor yang mempengaruhi strategi coping pada individu dalam
mengatasi stres, terapi perilaku, epidemologi sosial.
5. Sumber material (material resources)
Sumber material salah satunya adalah keuangan, keadaan keuangan yang baik dapat menjadi
sumber strategi coping pada individu. Secara umum masalah keuangan dapat memicu stres
individu yang mengakibatkan meningkatnya pilihan dalam strategi coping untuk bertindak.
Salah satu manfaat material bagi individu mempermudah individu dalam kepentingan hukum,
medis, keuangan dan lain-lain. Hal ini menyebabkan individu yang memiliki materi dapat
mengurangi resiko stres.
2.1 Optimisme
2.1.5 Definisi optimisme
Lopez dan Synder (2003) berpendapat optimisme adalah suatu harapan yang ada pada
individu bahwa segala sesuatu akan berjalan menuju kearah kebaikan. Perasaan optimisme
membawa individu pada tujuan yang diinginkan, yakni pada diri dan kemampuan yang
dimiliki. Sikap optimisme menjadikan seseorang keluar dengan cepat dari permasalahan yang
dihadapi karena adanya pemikiran dan perasaan memiliki kemampuan, juga didukung dengan
anggavpan bahwa setiap orang memiliki keberuntungan sendiri-sendiri.
Seligman (2006) mendefinisikan sikap optimis sebagai suatu sikap yang
mengharapkan hasil yang positif dalam menghadapi masalah, dan berharap untuk mengatasi
stress dan tantangan sehari-hari secara efektif, Seligman (2006) menjelaskan terbentuknya
pola pikir optimis tergantung juga pada cara pandang seseorang pada perasaan dirnya bernilai
18
atau tidak. Perasaan bernilai dan berarti biasanya tumbuh dari pengakuan oleh lingkungan.
Optimisme yang tinggi yang berasal dari dalam diri individu dan dukungan yang berupa
penghargaan dari orang-orang tertentu membuat individu merasa dihargai dan berarti.
kebiasaan berpikir optimis itu bisa dipelajari siapa saja, sebab tidak ada seorangpun yang
ingin menjadi pesimis.
Berkaitan dengan pengertian optimisme, Shapiro (1997) mendefinisikan sebagai
kebiasaan berpikir positif, cara yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah.
Berpikir positif merupakan suatu bentuk berpikir yang berusaha untuk mencapai hasil terbaik
dari keadaan terburuk.
Optimisme adalah suatu rencana atau tindakan untuk menggali yang terbaik dari diri
sendiri, bertanggung jawab penuh atas hidup, membangun cinta kasih dalam hidup dan
menjaga agar antusisme tetap tinggi (Mc. Ginnis, 1995).
Bersikap optimis menurut Vaughan (2002) diartikan sebagai sikap percaya diri bahwa
individu mempunyai kemampuan menghasilkan sesuatu yang baik. optimisme sebenarnya
adalah kemampuan memperkirakan kebahagiaan yang mungkin terjadi berdasarkan reaksi
individu terhadap suatu situasi, dengan kata lain belajar memandang hidup ini sebagai akibat
dari tindakan individu sendiri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai
pengertian optimisme adalah berpikir secara positif dan mengharapkan hasil yang positif,
mempunyai kepercayaan diri, serta berusaha menggali yang terbaik dalam dirinya sendiri dan
mengharapkan hasil yang terbaik dari suatu situasi.
2.2.2 Ciri-ciri Individu yang Optimis
Orang yang optimis adalah orang yang mengharapkan hasil positifnya. Seorang yang optimis
berharap untuk mengatasi stres dan tantangan sehari-hari secara efektif, sebaliknya orang
19
yang pesimis adalah mereka yang mengharapkan hasil negatif dan tidak berharap untuk
mengatasi masalah dengan berhasil (Scheier dan Carver dalam Matthews dkk, 1999).
Ciri pokok yang membedakan pesimisme dan optimisme ialah orang yang pesimis
ketika menghadapi suatu masalah cenderung berkeyakinan bahwa masalah yang dihadapi
akan berlangsung lama dan mengacaukan sisi-sisi kehidupan lainnya. Orang pesimis berpikir
bahwa masalah timbul akibat kesalahannya sendiri" Sebaliknya, ketika menghadapi masalah
atau kegagalan, orang yang optimis akan berpikir bahwa hal itu akan berlangsung lama dan
tidak membuat seluruh kehidupannya menjadi bermasalah. Orang yang optimis juga percaya
bahwa lingkungan turut memberi andil atas peristiwa yang dialaminva. (Seligman, 2006).
Kebiasaan berpikir optimis itu bisa dipelajari oleh siapa saja, sebab tidak ada seorang pun
yang ingin menjadi pesimis.
Berbicara tentang ciri-ciri optimis, seorang yang optimis cenderung percaya bahwa
kegagalan hanvalah kemunduran sementara, yang penyebabnya terbatas pada satu hal.
Optimis juga percaya bahwa kegagalan bukanlah kesalahan individu. keadaan sekitar, nasib
buruk atau orang Iain yang mempengaruhinya dan jika dihadapkan pada nasib buruk, mereka
merasakannya sebagai tantangan dan akan berusaha keras (Seligman, 1991).
Mc. Ginnis (1995) berhasil merumuskan 12 ciri khas optimis yaitu, (a) optimis jarang
merasa terkejut oleh kesulitan ; (b) optimis mencari pemecahan sebagian ; (c) optimis merasa
yakin bahwa individu mempunyai pengendalian atas masa depannya ; (d) optimis
memungkinkan terjadinya pembaharuan secara teratur ; (e) optimis menghentikan alur
pemikiran individu yang negatif ; (f) optimis meningkatkan kekuatan apresiasi individu ; (g)
optimis menggunakan imajinasi individu untuk melatih sukses ; (h) optimis selalu gembira
bahkan ketika individu tidak bisa merasa bahagia ; (i) optimis merasa yakin bahwa individu
memiliki kemampuan yang hampir tidak terbatas untuk diulur ;(j) optimis membina banyak
20
cinta dalam kehidupan individu ; (k) optimis suka bertukar berita baik ; (1) optimis menerima
apa yang tidak bisa diubah.
Setelah merumuskan ciri-ciri optimis di atas Mc. Ginnis (1995) menambahkan bahwa
kaum optimis ini tidak harus dilahirkan dengan pembawaan periang, dan merekapun tidak
menjalani kehidupan yang menyenangkan. Jauh dari itu, banyak diantara mereka yang
dibesarkan dalam lingkungan yang sangat negatif, dan hampir semuanya menderita suatu
kemunduran yang menghancurkan bagian dari kehidupannya.
2.2.4 Aspek-aspek Optimisme
Untuk mengetahui optimis tidaknya seseorang, dapat diketahui cara berpikir dia terhadap
penyebab terjadinya suatu peristiwa. Ketika individu biasa melihat penyebab dari suatu
peristiwa buruk sebagai sesuatu yang menetap (Stabil), (global), dan internal. Misalnya "itu
merupakan salah saya", "saya mengira ini terjadi pada saya", "kejadian ini sering menimpa
saya", dapat dikatakan bahwa gaya penjelasan mereka pesimistik. Digunakannya istilah
pesimistik, karena gaya yang terus menerus menyoroti peristiwa buruk terjadi dan berlaku
pada seluruh usaha nampak ditangkap sebagai apa yang biasanya diartikan sebagai
pesimisme serta melihat hal-hal yang baik dalam cara yang berbeda dikatakan gaya
optimistik (Zullow dkk, 1988).
Seligman (2006) menamakan cara atau gaya yang menjadi kebiasaan individu dalam
menjelaskan kepada diri sendiri mengapa suatu peristiwa terjadi sebagai gaya penjelasan
(explanatory style). Gaya penjelasan yang dipakai merupakan indikator optimis atau
pesimisnya seseorang. Gaya penjelasan tersebut lebih dari sekedar apa yang dikatakan
seseorang ketika menemui kegagalan melainkan juga merupakan kebiasaan berpikir yang
dipelajari sejak masa kanak-kanak dan masa remaja (Darmaji, 1996). Dasar dari gaya
penjelasan tersebut terbentuk melalui cara pandang- terhadap diri dan lingkungannya apakah
dirinya merasa berharga dan layak atau tidak.
21
Menurut Seligman (2006), gaya penjelasan seseorang terdiri dari tiga aspek yaitu,
permanent, pervasive, personalization.
1. Permanent yaitu merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan waktu,
yaitu temporer dan permanen. Orang yang pesimis akan menjelaskan kegagalan atau kejadian
yang menekan dengan cara menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dengan kata-
kata "selalu", dan "tidak pernah", sebaliknya orang yang optimis akan melihat peristiwa yang
tidak menyenangkan sebagai sesuatu yang terjadi secara temporer, yang terjadi dengan kata-
kata "kadang-kadang", dan melihat sesuatu yang menyenangkan sebagai sesuatu yang
permanen atau tetap.
2. Pervasive yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan dimensi ruang lingkup,
dibedakan menjadi spesifik dan universal, orang yang pesimis akan mengungkap pola pikir
dalam menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara universal. Orang yang
pesimis akan mengungkap pola pikir dalam menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan
dengan cara universal, sedangkan orang yang optimis dengan cara spesifik. Dalam
menghadapi peristiwa yang menyenangkan, orang yang optimis melihatnya secara universal
atau keseluruhan, sedangkan orang yang pesimis memandang peristiwa menyenangkan
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.
3. Personalization yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan sumber penyebab,
intenal dan eksternal. Orang yang optimis memandang masalah-masalah yang menekan dari
sisi masalah lingkungan (eksternal) dan memandang peristiwa yang menyenangkan berasal
dari dalam dirinya (internal). Sebaliknya, orang yang pesimis memandang masalah-masalah
yang menekan bersumber dan dalam dirinya (internal) dan menganggap keberhasilan sebagai
akibat dari situasi diluar dirinya (eksternal).
22
Disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam optimisme adalah Permanent (berkaitan
dengan waktu), Pervasive (berkaitan dengan ruang lingkup), dan Personalization (berkaitan
dengan sumber penyebab).
2.2.5 Faktor yang mempengaruhi optimisme
Orang pesimis berpikir bahwa setiap masalah timbul akibat kesalahannya sendiri. sebaliknya,
ketika menghadapi masalah atau kegagalan, orang optimis akan berpikir bahwa hal itu tidak
akan berlangsung lama dan tidak membuat seluruh segi kehidupannya menjadi bermasalah.
Menurut Seligman (1991), cara berpikir yang digunakan individu akan mempengaruhi
hampir seluruh bidang kehidupannya antara lain dalam bidang berikut:
1. Pendidikan
Dalam bidang prestasi orang yang pesimis berada dibawah potensi mereka yang
sesungguhnya, sedangkan orang optimis dapat melebihi potensi yang mereka miliki. Orang
yang optimis lebih berhasil daripada orang yang pesimis meskipun orang yang pesimis itu
mempunyai minat dan bakat yang relatif sebanding.
2. Pekerjaan
Individu yang berpandangan optimis lebih ulet menghadapi berbagai tantangan, sehingga
akan lebih sukses dalam bidang pekeijaan dibandingkan individu yang berpandangan
pesimis. Eksperimen menunjukkan bahwa orang yang optimis mengerjakan tugas-tugas
dengan lebih baik di sekolah, kuliah dan pekerjaan (Seligman, 1991)
3. Lingkungan
Menurut Clark (dalam Mc. Ginnis, 1995) tumbuhnya optimisme dipengaruhi oleh
pengalaman bergaul dan orang-orang. Mendukung pendapat Clark, Seligman (1995)
menambahkan bahwa kritik pesimis dari orang-orang yang dihormati, seperti orangtua, guru,
dan pelatih akan membuat individu segera memulai kntik terhadap dirinya dengan gaya
penjelasan yang pesimis pula. Pengalaman bennteraksi antara anak dan orangtuanya juga
23
mempengaruhi pembentukan gaya penjelasan anak. Akibat interaksinya sehari-hari itu, gaya
penjelasan yang biasa diucapkan orangtua dalam menjelaskan penyebab terjadinya suatu
peristiwa yang akan ditiru oleh anak.
4. konsep diri
Individu dengan konsep diri yang tinggi selalu termotivasi untuk menjaga pandangan yang
positif tentang dirinya dan jika individu memandang hal-hal positif dalam dirinya maka
individu tersebut akan melakukan refleksi din dan akan merefleksi pengalamannya yang
bermacam-macam dan apa yang dia ketahui sehingga individu dapat mengetahui dirinya dan
dunia sekitarnya (Bandura, 1986).
Pengalaman individu tersebut terdiri atas pengalaman penguasaan dan ketidakberdayaan.
Kegagalan dan ketidakberdayaan yang melebihi batas, seperti kematian ibu sejak masa
kanak-kanak, penganiayaan fisik, percekcokan orangtua yang terus menerus dapat merusak
konsep diri seseorang dan dapat merusak pandangan optimistik. Namun sebaliknya,
tantangan tidak terduga yang menghasilkan penguasaan dapat menjadi titik awal perubahan
kedalam optimisme yang akan berlangsung sepanjang waktu (Seligman, 1995).
2.2.6 Pengukuran Optimisme
Data optimisme pada mahasiswa tingkat akhir diukur dengan menggunakan skala optimisme
yang disusun oleh peneliti dan mengacu pada teori Seligman (1991). Aspek yang diukur
mengacu pada tiga gaya penjelsan, yaitu permanent, pervasive dan personalization. Ketiga
gaya penjelasan tersebut dibuat dalam suatu pernyataan yang menggambarkan suatu peristiwa
favorable (mendukung atribut yang diukur) dan unfavorable (tidak mendukung atribut yang
diukur). Skala optimisme pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi terdiri dari 36 item.
24
2.2 Adversity Quotient (AQ)
2.2.5 Definisi Adversity Quotient (AQ)
Paul G. Stolz (2007) mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi tantangan atau
kesulitan bagi setiap individu yaitu dengan meningkatkan Adversity Quotient (AQ). Ia
menyatakan bahwa AQ adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang didalam
mengatasi kesanggupan untuk bertahan hidup.
Menurut Pepper (dalam Stoltz, 2007) AQ merupakan ukuran sekaligus falsafah
sebagai ukuran, AQ mempersatukan riset psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan
neurofisiologi untuk membentuk suatu gambaran lengkap tentang bagaimana cara seseorang
mendekati kesulitan dan mengapa. Sedangkan sebagai falsafah, AQ menyajikan sebuah cara
untuk membingkai kembali kehidupan.
Dari kedua definisi diatas, peneliti mengambil mengambil definisi dari teori Stoltz
(2007) yaitu, bahwa AQ adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang didalam
mengatasi kesulitan untuk bertahan hidup. Menurut Paul G. Stoltz (2007) terdapat empat
dimensi dalam AQ yang sering di singkat dengan CO2RE yaitu:
1. C = Control (Kendali)
Dimensi control (kendali) mempertanyakan seberapa banyak kendali yang dirasakan
terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Individu yang memiliki skor tinggi
pada dimensi control, cenderung lebih mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan dan
tetap konsisten pada tujuan yang ingin dicapainya. Ia pun lebih lihai dalam mencari
pemecahan dari masalah yang dihadapinya serta akan mengambil tindakan yang akan
menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Sedangkan individu yang memiliki skor control
rendah akan merasa bahwa kesulitan atau peristiwa buruk yang dialaminya berada di luar
kontrolnya dan hanya sedikit yang dapat ia lakukan untuk mencegah ataupun membatasi
25
akibat yang ditimbulkannya (menyerah pada nasib). Semakin rendah skor control yang
dimiliki individu, maka semakin besar kemungkinannya ia merasa kelelahan akibat
perubahan hidup sehari-hari, padahal tidak seharusnya demikian.
2. O2 = Origin dan Ownership (Asal Usul dan Pengakuan)
Origin dan Ownership mempertanyakan dua hal, yaitu apa atau siapa yang menjadi penyebab
kesulitan dan sejauh mana individu merasa turut bertanggung jawab atas suatu kesulitan yang
terjadi, apapun penyebabnya. Kondisi ideal pada saat dihadapkan pada situasi sulit atau
kemalangan adalah individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri sekaligus tetap merasa
bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang dialami. Individu dengan skor O2 yang
tinggi akan mencerminkan kemampuan untuk menghindari perilaku menyalahkan diri sendiri
yang tidak perlu sambil menempatkan tanggung jawab pada tempatnya yang tepat.
Sedangkan individu dengan skor O2 yang rendah merespon kesulitan sebagai sesuatu yang
terutama merupakan kesalahannya dan menganggap peristiwa yang baik sebagai
keberuntungan yang berasal dari luar. Menolak pengakuan dengan menghindarkan diri dari
tanggung jawab.
3. R = Reach (Jangkauan)
Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain
dalam kehidupan. Reach menentukan seberapa besar individu mempersepsikan masalah yang
ada akan berkembang atau tidak. Individu dengan skor reach yang tinggi akan merespon
kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Individu dengan skor reach yang rendah
akan memandang kesulitan sebagai sesuatu yang merasuki wilayah-wilayah lain dalam
kehidupannya.
26
4. E = Endurance (Daya Tahan)
Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu seberapa lama suatu kesulitan akan berlangsung
dan seberapa lama pula penyebab kesulitan itu akan terus ada. Semakin rendah skor
endurance, semakin besar pula individu mempersepsikan kesulitan dan/atau penyebabnya
akan berlangsung lama. Individu dengan skor endurance yang tinggi akan memandang
kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama dan permanen, sebaliknya kesulitan
sekaligus penyebabnya akan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat
berlalu, dan sangat kecil kemungkinannya untuk terulang lagi. Sedangkan individu dengan
skor endurance rendah cenderung mempersepsikan kesulitan dan penyebabnya sebagai
sesuatu yang bersifat permanen dan di sisi lain, kesuksesan ataupun keberhasilan yang ia
capai hanyalah sesuatu yang sifatnya sementara waktu saja.
Dari penjelasan tentang dimensi adversity quotient di atas maka dapat disimpulkan
AQ terdiri dari empat dimensi, yaitu control (kendali), origin dan ownership (asal usul dan
pengakuan), reach (jangkauan) dan endurance (daya tahan).
2.2.6 Pengukuran Adversity Quotient
Peneliti membuat sendiri alat ukur dengan mengacu pada teori dimensi AQ oleh Paul G.
Stoltz (2007). skala dibuat menjadi model likert dengan pilihan jawaban sangat setuju (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) serta memilih beberapa dari 30 item
tersebut menjadi 22 item dengan item yang sesuai dengan apa yang diteliti.
2.2.7 Kerangka berpikir
Dalam menjalankan perannya, mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan kuliahnya tepat
waktu. Masa ideal menempuh kuliah untuk strata satu adalah delapan semester dalam empat
tahun. Mahasiswa tingkat strata satu diwajibkan menusun skripsi sebagai syarat kelulusan.
Skripsi Dalam buku Panduan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Jakarta disebutkan
27
definisi skripsi adalah karya ilmiah yang disusun dalam rangka menyelesaikan pendidikan
tingkat Sarjana Strata Satu. Skripsi yang ditulis harus di dukung oleh teori, data dan fakta
yang objektif serta memenuhi persyaratan metodologi ilmiah. Skripsi yang dibuat oleh
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat berupa penelitian di
laboratorium ataupun di lapangan yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, baik
eksperimen maupun non eksperimen.
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan definisi dari skripsi adalah karangan
ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan
akademisnya. Lalu dalam Ningrum 2011, Djuharie mengemukakan definisi skripsi adalah
bukti kemampuan akademik mahasiswa yang bersangkutan dalam penelitian yang
berhubungan dengan masalah pendidikan sesuai dengan bidang studinya. Skripsi disusun dan
dipertahankan untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu.
Setiap mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi memiliki tingkat kesulitan
masing-masing seperti; kesulitan dalam berhubungan dengan dosen pembimbing, kesulitan
dalam mencari literatur, referensi maupun data, kesulitan dalam menentukan judul,
kemampuan dalam membuat tulisan, kurang menguasai metodologi penelitian atau konsep,
kemampuan dalam mengoperasikan komputer untuk mengolah data hasil penelitian, dan
pembagian waktu (bagi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja). Berbagai kesulitan tersebut
berdampak pada timbulnya kecemasan yang semakin intens sehingga mengakibatkan stres.
Untuk itu dibutuhkan strategi pemecahan masalah (coping stress) yang merupakan
segala usaha untuk mengurangi stres tersebut. Dalam peneltian ini digunakan strategi jenis
pfc (problem focused coping), karena strategi coping jenis ini memfokuskan pada masalah
serta melibatkan usaha yang dilakukan untuk mengubah beberapa hal yang menyebabkan
stres (stressor). Bertujuan untuk memgurangi tuntutan dari situasi dan meningkatan usaha
individu dalam menghadapi masalah tersebut.
28
Ada dua faktor yang mempegaruhi problem focused coping stres menyusun skripsi
yaitu optmisme dan adversity quotient. Situasi yang dapat menimbulkan stress tinggi
memerlukan strategi maupun usaha selain itu diperlukan juga keyakinan dan pandangan
positif serta ketangguhan tersendiri bagi seseorang agar dapat menampilkan perilaku yang
adaptif dalam mengatasi situasi yang menimbulkan stres tersebut. Keyakinan dan pandangan
positif pada masalah yang dihadapi disebut optimisme dan ketangguhan dalam mengatasi
kesulitan disebut adversity quotient.
Untuk membuktikan kedua faktor tersebut berpengaruh pada PFC, ada beberapa
penelitian yang menunjukan bahwa optimisme dan adversity quotient berpengaruh terhadap
PFC. Untuk mengatasi berbagai kesulitan atau kendala dalam proses penyusunan skripsi,
mahasiswa perlu memiliki optimisme yaitu suatu harapan yang ada pada indivisu bahwa
segala sesuatu akan berjalan kea rah yang baik (Snyder & Lopez, 2002). Mahasiswa yang
optimis memiliki gaya penjelasan seperti yang diterangkan oleh Seligman (2006), bahwa ada
tiga gaya penjelsan dalam optimisme yang berpengaruh terhadap problem focused coping
yakni; permanent, pervasive dan personalization.
Begitu juga dengan ketangguhan mahasiswa dalam menghadapi kesulitan dalam
proses menyusun skripsi. Ketangguhan menghadapi kesulitan tersebut berpengaruh terhadap
problem focused coping stres menyusun skripsi. Ketangguhan tersebut dinamakan dengan
adversity quotient, seperti yang dikatakan oleh Stoltz (2007), bahwa AQ dengan kelima
aspeknya yakni; CO2RE (control, origin&ownership, reach and endurance), yang juga
berpengaruh terhadap PFC adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mengatasi kesulitan dan kesanggupan untuk bertahan hidup, dalam penelitian ini kesulitan-
kesulitan tersebut ditemukan mahasiswa dalam proses menyusun skripsi.
29
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berfikir
Keterangan: Problem focused coping sebagai dependent variabel, sedangkan variabel
lainnya (optimisme dan adversity quotient) sebagai independent variabel.
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan kerangka berpikir yang
telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Optimisme
Permanent
Pervasive
Personalization
Problem Focused
Coping Stres
menyusun skripsi
Adversity Quotient
Control
Origin dan Ownership
Reach
Endurance
30
a. Hipotesis Mayor
Ha: “Ada pengaruh yang signifikan optimisme dan adversity quotient terhadap problem
focused coping stres menyusun skripsi.”
b. Hipotesis Minor
H1: “Ada pengaruh yang signifikan optimisme terhadap problem focused coping stres
menyusun skripsi.”
H2: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi permanet terhadap problem focused coping
stres menyusun skripsi.”
H3: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi pervasive terhadap problem focused coping
stres menyusun skripsi.”
H4: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi personalization terhadap problem focused
coping stres menyusun skripsi.”
H5: “Ada pengaruh yang signifikan adversity quotien terhadap problem focused coping
stres menyusun skripsi.”
H6: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi control terhadap problem focused coping
stres menyusun skripsi.”
H7: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi origin dan ownership terhadap problem
focused coping stres menyusun skripsi.”
H8: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi reach terhadap problem focused coping
stres menyusun skripsi.”
H9: “Ada pengaruh yang signifikan dimensi endurance terhadap problem focused
coping stres menyusun skripsi.”
31
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan tentang populasi dan sampel, teknik sampling, variabel
penelitian, definisi operasional variabel, uji validitas instrument, teknik analisis data, serta
prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian.
3.1 Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan 2008 – 2011 yang sedang menyusun skripsi. Data yang diperoleh peneliti
berjumlah 250 orang, dengan rincian tahun angkatan 2008 berjumlah 54 orang, 2009
berjumlah 56 orang, 2010 berjumlah 40 orang, dan 2011 berjumlah 100 orang.
Berdasarkan populasi tersebut, peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel
nonprobability sampling jenis Sampling Aksidental atau Accidental Sampling, yaitu teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dilihat orang yang kebetulan ditemui itu
memiliki kriteria yang sesuai sebagai sumber data. Peluang dari setiap individu dalam
populasi tidak diketahui berapa besarnya untuk menjadi sampel penelitian. Sehingga
didapatkan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 200 mahasiswa Fakultas Psikologi
UIN yang sedang menyusun skripsi dari angkatan 2008 – 2011 (Bungin, 2005).
32
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.2.1 Problem Focused Coping
Variabel PFC dalam penelitian ini sebagai dependen variabel (variable terikat) yang
terdiri dari lima dimensi, yaitu;
1) Active coping
2) Planning
3) Suppression of competing activities
4) Reistrain coping
5) Seeking of instrumental social support
3.2.2 Optimisme
Optimisme dalam penelitian ini sebagai independen variable (variable bebas) yang terdiri
dari tiga dimensi, yaitu:
1) Permanent
2) Pervasive
3) Personalization
3.2.3 Adversity Quotient
Adversity Quotient dalam penelitian ini sebagai independen variabel (variabel bebas)
yang terdiri dari empat dimensi, yaitu:
1) Control
2) Origin & ownership
3) Reach
4) Endurance
33
3.3 Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini, peneliti menentukan definisi operasional dari variabel-variabel
penelitian yang akan digunakan. Adapun penjelasan definisi operasional variabel adalah
sebagai berikut:
3.3.1 Problem Focused Coping (PFC)
Problem focused coping sebagai usaha untuk melakukan tindakan langsung pada
sumber stres dengan tujuan untuk meyelesaikan masalah atau mengurangi sumber stress
(Carver, Scheir & Weintraub, 1989) yang terdiri dari lima dimensi yakni; active coping,
planning, restraint, coping, seeking social support for instrumental reasons dan suppressing
of competing activites.
1. Active coping
Proses pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan stres atau untuk meringankan
dampaknya, memperbaiki efek yang diberikan oleh stresor tersebut. Meliputi, melakukan
suatu tindakan yang langsung sifatnya untuk menghilangkan stres, meningkatkan usaha-usaha
secara bertahap untuk menghilangkan stres.
2. Planning
Memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi stres. Termasuk didalamya adalah memikirkan
suatu strategi untuk bertindak, langkah-langkah apa yang harus diambil dan bagaimana cara
paling baik untuk mengatasi masalah.
3. Suppressing of competing activites.
Salah satu bentuk coping yang di fokuskan pada masalah adalah individu berusaha
membatasi ruang gerak/aktifitas dirinya yang tidak berhubungan dengan masalah. Dalam hal
ini individu mengurangi keterlibatannya dalam kegiatan lain yang juga membutuhkan
perhatian untuk dapat berkonsentrasi penuh pada tantangan maupun ancaman yang
34
dialaminya. Mengesamingkan atau mengabaikan aktifitas lain, menghindari terjadinya
gangguan kejadian lain, membiarkan masalah muncul sehingga dapat berdamai dengan
stresor.
4. Restraint coping
Menunggu sampai ada kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan diri dan tidak
bertindak secara premature. Coping ini dapat dilihat sebagai strategi yang aktif dalam arti
tingkah lakunya dilakukan untuk mengatasi stresor, namun juga dapat dilihat secara pasif
karena dalam strategi ini individu tidak melakukan tindakan apapun.
5. Seeking social support for instrumental reasons
Yaitu usaha yang dilakukan individu berupa mencari nasihat, bantuan atau informasi dari
orang lain yang dapat membantu individu dalam mengatasi masalah.
3.3.2 Optimisme
Seligman, (1991) mendefinisikan sikap optimis sebagai suatu sikap yang mengharapkan hasil
yang positif dalam menghadapi masalah, dan berharap untuk mengatasi stress dan tantangan
sehari-hari secara efektif. Variabel ini terdiri dari tiga dimensi;
1. Permanent
Merupakan gaya penjelasan masalah yang berkaitan dengan waktu, yaitu temporer dan
permanen. Orang yang pesimis akan menjelaskan kegagalan atau kejadian yang menekan
dengan cara menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dengan kata-kata "selalu", dan
"tidak pernah", sebaliknya orang yang optimis akan melihat peristiwa yang tidak
menyenangkan sebagai sesuatu yang terjadi secara temporer, yang terjadi dengan kata-kata
"kadang-kadang", dan melihat sesuatu yang menyenangkan sebagai sesuatu yang permanen
atau tetap.
35
2. Pervasive
Adalah gaya penjelasan yang berkaitan dengan dimensi ruang lingkup, dibedakan menjadi
spesifik dan universal, orang yang pesimis akan mengungkap pola pikir dalam menghadapi
peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara universal. Orang yang pesimis akan
mengungkap pola pikir dalam menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dengan cara
universal, sedangkan orang yang optimis dengan cara spesifik. Dalam menghadapi peristiwa
yang menyenangkan, orang yang optimis melihatnya secara universal atau keseluruhan,
sedangkan orang yang pesimis memandang peristiwa menyenangkan disebabkan oleh faktor-
faktor tertentu.
3. Personalization
Yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan sumber penyebab, intenal dan eksternal. Orang
yang optimis memandang masalah-masalah yang menekan dari sisi masalah lingkungan
(eksternal) dan memandang peristiwa yang menyenangkan berasal dari dalam dirinya
(internal). Sebaliknya, orang yang pesimis memandang masalah-masalah yang menekan
bersumber dan dalam dirinya (internal) dan menganggap keberhasilan sebagai akibat dari
situasi diluar dirinya (eksternal)
3.3.3 Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan dan kemampuan yang dimiliki seseorang didalam
mengatasi kesulitan untuk bertahan hidup (Stoltz, 2007), terdapat empat dimensi dalam AQ yang
sering di singkat dengan CO2RE yaitu:
1. C = Control (Kendali)
Dimensi control (kendali) mempertanyakan seberapa banyak kendali yang dirasakan
terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Individu yang memiliki skor tinggi
pada dimensi control, cenderung lebih mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan dan
36
tetap konsisten pada tujuan yang ingin dicapainya. Ia pun lebih lihai dalam mencari
pemecahan dari masalah yang dihadapinya serta akan mengambil tindakan yang akan
menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Sedangkan individu yang memiliki skor control
rendah akan merasa bahwa kesulitan atau peristiwa buruk yang dialaminya berada di luar
kontrolnya dan hanya sedikit yang dapat ia lakukan untuk mencegah ataupun membatasi
akibat yang ditimbulkannya (menyerah pada nasib). Semakin rendah skor control yang
dimiliki individu, maka semakin besar kemungkinannya ia merasa kelelahan akibat
perubahan hidup sehari-hari, padahal tidak seharusnya demikian.
2. O2 = Origin dan Ownership (Asal Usul dan Pengakuan)
Origin dan Ownership mempertanyakan dua hal, yaitu apa atau siapa yang menjadi penyebab
kesulitan dan sejauh mana individu merasa turut bertanggung jawab atas suatu kesulitan yang
terjadi, apapun penyebabnya. Kondisi ideal pada saat dihadapkan pada situasi sulit atau
kemalangan adalah individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri sekaligus tetap merasa
bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang dialami. Individu dengan skor O2 yang
tinggi akan mencerminkan kemampuan untuk menghindari perilaku menyalahkan diri sendiri
yang tidak perlu sambil menempatkan tanggung jawab pada tempatnya yang tepat.
Sedangkan individu dengan skor O2 yang rendah merespon kesulitan sebagai sesuatu yang
terutama merupakan kesalahannya dan menganggap peristiwa yang baik sebagai
keberuntungan yang berasal dari luar. Menolak pengakuan dengan menghindarkan diri dari
tanggung jawab.
3. R = Reach (Jangkauan)
Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain
dalam kehidupan. Reach menentukan seberapa besar individu mempersepsikan masalah yang
ada akan berkembang atau tidak. Individu dengan skor reach yang tinggi akan merespon
37
kesulitan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas. Individu dengan skor reach yang rendah
akan memandang kesulitan sebagai sesuatu yang merasuki wilayah-wilayah lain dalam
kehidupannya.
4. E = Endurance (Daya Tahan)
Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu seberapa lama suatu kesulitan akan berlangsung
dan seberapa lama pula penyebab kesulitan itu akan terus ada. Semakin rendah skor
endurance, semakin besar pula individu mempersepsikan kesulitan dan/atau penyebabnya
akan berlangsung lama. Individu dengan skor endurance yang tinggi akan memandang
kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama dan permanen, sebaliknya kesulitan
sekaligus penyebabnya akan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat
berlalu, dan sangat kecil kemungkinannya untuk terulang lagi. Sedangkan individu dengan
skor endurance rendah cenderung mempersepsikan kesulitan dan penyebabnya sebagai
sesuatu yang bersifat permanen dan di sisi lain, kesuksesan ataupun keberhasilan yang ia
capai hanyalah sesuatu yang sifatnya sementara waktu saja.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Peneleitian ini menggunakan instrument berupa skala dan kuesioner yang terdiri dari:
1. Isian biodata subjek penelitian. Angket ini berisikan pertanyaan mengenai biodata
responden, seperti inisial. Usia, jenis kelamin, semester dan sudah berapa lama
mengerjaan skripsi.
2. Skala Problem ocused coping dari alat ukur yang di buat sendiri oleh peneliti dengan
mangacu teori dari Carver, Scheir & Weintraub (1989). PFC yang diukur berdasarkan
dimensinya yakni active coping, planning, restraint, coping, seeking social support for
instrumental reasons dan suppressing of competing activites.
38
Tabel 3.1
Tabel Blue Print Skala Problem Focused Coping
Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah
Active coping 1, 3, 7, 13,
19
11 6
Planning 8, 17 9 3
Suppression
of competing activities
2, 12, 16,
18
- 4
Reistrain coping 15 6, 10 3
Seeking social support
for instrumental reason
4, 5, 14 20 4
Jumlah 15 5 20
3. Skala optimisme yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan gaya
penjelasan menurut Seligman, (2006). Table blue print optimisme dapat dilihat pada
table 3.2
Tabel 3.2
Tabel Blue Print Skala Problem Focused Coping
Dimensi Subdimensi Favorable Unfavorable Jumlah
Permanent Mempunyai
harapan masa
depan
5, 10, 11 - 3
Mempunyai
keyakinan
untuk maju
8, 9, 12, 2 4
Tidak mudah
menyerah
1, 3, 6, 25,
28
4, 7, 22 8
Mempunyai
semangat untuk
berjuang
29 - 1
Pervasive Mampu
berpikir
rasional
15, 18, 26, 32 27, 14 6
Mampu
mengolah
masalah
19, 21 16 3
Mempunyai
tujuan hidup
- 13, 24 2
Mampu
menerima
31, 35 30, 33 4
39
keadaan
Personalization Mempunyai
penghargaan
diri
17 - 1
Percaya kepada
kemampuan
diri sendiri
34 20, 23 3
Menyukai diri
sendiri
- 36 1
Jumlah 22 36
4. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan dimensi dari teori
Adversity Quotient oleh Paul G. Stoltz (2007). Table blue print AQ dapat dilihat pada
table 3.3
Tabel 3.3
Tabel Blue Print Skala Adversity Quotient
Dimensi Favorable Unfavorable Jumlah
Control 2, 4, 8, 14, 17,
19,22
5 8
Origin &
Ownership
1, ,3, 6, 9, 13, 18, 16 7
Reach 12, 20, 21 7 4
Endurance 10, 11, 15, - 3
Jumlah 19 3 22
Pilihan jawaban untuk skala problem focused coping, optimisme, dan adversity
quotient terdiri dari empat macam, yaitu;
1. SS, apabila subjek sangat setuju atas pernyataan yang diberikan
2. S, apabila subek setuju atas setiap pernyataan yang diberikan
3. TS, apabila subjek tidak setuju atas pernyataan yang diberikan
4. STS, apabila subjek sangat tidak setuju atas pernyataan yang diberikan
Pada setiap pernyataan, peneliti memberikan nilai atau bobot tertentu sebagaimana
yang ditunjukan pada table 3.4
40
Tabel 3.4
Tabel bobot nilai tiap jawaban pada skala problem focused coping,
optimisme dan adversity quotient
Skala Favorable Unfavorable
SS 4 1
S 3 2
TS 2 3
STS 1 4
3.5 Uji Validitas Alat Ukur
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas konstruk
alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan CFA (Confirmatory Factor
Aanalysis) dengan menggunakan software Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA menurut
Umar (2012) sebagai berikut:
1. Bahwa ada konsep atau trait yang didefinisikan secara oprasional sehingga dapat disusun
pertanyaan atau pernyataan yang mengukurnya. Trait ini disebut faktor, sedangkan
pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Diteorikan setiap item-itemnya hanya mengukur satu factor saja, begitu pun subskala
hanya mengukur satu faktor saja. Artinya baik item maupun subskala bersifat
unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks kerelasi antar
item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matrik korelasi ini disebut
sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut
matrik S. jika teori itu benar (unidimensional) maka tentunya tidak akan ada perbedaan
antara matrik ∑- dengan matrik S atau juga dinyatakan dengan ∑−S꞊0.
41
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi-square.
Jika hasil chi-square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis nihil tersebut “tidak
ditolak”, artinya teori unidimensional tersebut dapat diterima, bahwa item hanya
mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak
mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak
signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur,
bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya.
6. Selanjutnya, apabila dari CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif,
maka item tersebut harus didrop. Sebab hal tersebut tidak sesuai dengan sifat item, yang
bersifat positif (favorable).
7. Seluruh item dihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk menghindari estimasi
bias dari kesalahan pengukuran. Jadi pengukuran skor faktor ini tidak menjumlahkan
item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung pada true score pada tiap skala.
Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan.
Adapun rumus T score yaitu (Umar, 2011):
faktor skor
Keterangan: 10 adalah nilai standar deviasi dan 50 adalah nilai mean.
8. Langkah terakhir setelah didapatkan faktor skor yang telah berubah menjadi T skor,
nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.
3.5.1 Uji validitas konstruk problem focused coping
Peneliti menguji apakah 20 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur problem focused coping. Dari hasil analisis CFA yang telah dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square 1251,45, df = 170, P-value = 0,0000,
42
RMSEA = 0,179. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 989,74 163, P-value = 0,05871, RMSEA = 0,016. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima yang
berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu problem focused coping.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka
dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya
dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.5
Muatan faktor item problem focused coping
No.item Koefisien Standar
error Nilai t Signifikan
1 0,75 0,07 11,13 √
2 0,44 0,07 5,97 √
3 0,63 0,07 9,02 √
4 0,62 0,07 8,77 √
5 0,02 0,08 0,20 X
6 0,40 0,08 5,28 √
7 0,38 0,08 5,41 √
8 0,41 0,08 5,41 √
9 0,58 0,07 8,06 √
10 -0,52 0,07 -7,08 X
11 10,06 0,07 10,06 √
12 0,58 0,07 8,03 √
13 0,43 0,07 5,82 √
14 0,73 0,07 10,88 √
15 0,55 0,07 7,65 √
16 0,51 0,07 16,94 √
17 0,75 0,07 11,32 √
18 0,50 0,07 6,84 √
19 0,79 0,07 12,09 √
20 0,20 0,08 2,62 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan.
43
Berdasarkan table 3.5 dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item yang tidak signifikan.
Dengan demikian item tersebut harus didrop dan tidak dapat dihitung skor faktornya. Artinya
bobot nilai pada item tersebut tidak akan diikut sertakan dalam analisis statistic uji hipotesis.
Apabila skor faktor dari setiap item telah diperoleh maka skor tersebut yang akan dianalisis
dalam uji hipotesis korelasi dan regresi
3.5.2 Uji validitas konstruk optimisme
1. Permanent
Peneliti menguji apakah 16 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur dimensi permanent. Dari hasil analisis CFA yang telah dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square 717,39, df = 104, P-value = 0,0000, RMSEA
= 0,172. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 457,50, df = 96, P-value = 0,0516, RMSEA = 0,013.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima
yang berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu permanent.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan apakah perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6.
44
Tabel 3.6
Muatan faktor Permanent
Keterngan tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel 3.6, semua item pada dimensi permanent memiliki koefisien muatan faktor yang
signifikan. Selanjutan melihat muatan faktor, apakah ada yang bermuatan negatif, maka
diketahui tidak ada item yang bermuatan negatif.
2. Pervasive
Peneliti menguji apakah 15 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur dimensi pervasive. Dari hasil analisis CFA yang telah dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square 700,50, df = 90, P-value = 0,0000, RMSEA
= 0,185. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 444,10 df = 4, P-value = 0,005709, RMSEA = 0.014.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima
yang berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu pervasive.
No.item Koefisien
Standar
error Nilai t Signifikan
1 0,42 0,07 5,67 √
2 0,46 0,07 6,23 √
3 0,26 0,08 3,37 √
4 0,21 0,08 2,68 √
5 0,49 0,07 6,64 √
6 0,64 0,07 9,18 √
7 0,26 0,08 3,46 √
8 0,37 0,07 10,83 √
9 0,85 0,06 13,57 √
10 0,73 0,07 10,90 √
11 0,94 0,06 15,64 √
12 0,63 0,07 8,95 √
22 0,16 0,08 2,11 √
25 0,33 0,08 4,32 √
28 0,27 0,08 3,52 √
45
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan apakah perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan faktor pervasive
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan table 3.7 dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item yang tidak signifikan.
Dengan demikian item tersebut harus didrop dan tidak dapat dihitung skor faktornya. Artinya
bobot nilai pada item tersebut tidak akan diikut sertakan dalam analisis statistic uji hipotesis.
Apabila skor faktor dari setiap item telah diperoleh maka skor tersebut yang akan dianalisis
dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.
3. Personalization
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur dimensi pervasive. Dari hasil analisis CFA yang telah dilakukan dengan model
No.item Koefisien Standar
error Nilai t Signifikan
13 0,47 0,08 5,87 √
14 0,37 0,08 4,48 √
15 0,43 0,08 5,27 √
16 0,52 0,08 6,47 √
18 0,43 0,08 5,24 √
19 0,43 0,08 5,30 √
6 0,47 0,08 5,89 √
21 0,51 0,08 6,34 √
26 0,49 0,08 6,06 √
27 0,02 0,08 0,21 X
30 0,41 0,08 5,68 √
31 0,46 0,08 5,68 √
32 0,35 0,08 4,29 √
33 0,61 0,08 7,87 √
35 0,37 0,08 4,45 √
46
satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square 35,65, df = 5, P-value = 0,0000, RMSEA =
0,175. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 5,06 df = 2, P-value = 0,16779, RMSEA = 0.059. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima yang
berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu personalization.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan apakah perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8.
Tabel 3.8
Muatan faktor personalization
keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel 3.8, semua item pada dimensi personalization memiliki koefisien muatan faktor
yang signifikan. Selanjutan melihat muatan faktor, apakah ada yang bermuatan negatif, maka
diketahui tidak ada item yang bermuatan negatif.
3.5.3 Uji validitas konstruk adversity quotient
1. Control
Peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur dimensi control. Dari hasil analisis CFA yang telah dilakukan dengan model satu
No.item Koefisien Standar
error Nilai t Signifikan
17 0,92 0,11 8,68 √
20 0,52 0,08 6,13 √
23 0,21 0,08 2,74 √
34 0,28 0,08 3,60 √
36 0,40 0,08 5,03 √
47
faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square : 358,71, df = 20, P-value = 0,292, RMSEA =
0,0000. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 194,89 df = 16, P-value = 0,05104, RMSEA = 0,023.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima
yang berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu control.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan apakah perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan faktor control
keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel 3.9, semua item pada dimensi control memiliki koefisien muatan faktor yang
signifikan. Selanjutan melihat muatan faktor, apakah ada yang bermuatan negatif, maka
diketahui tidak ada item yang bermuatan negatif.
No.item Koefisien Standar
error Nilai t Signifikan
2 1,43 0,07 8,59 √
4 0,58 0,07 8,59 √
5 0,48 0,07 6,89 √
8 0,16 0,07 2,15 √
14 0,37 0,07 5,23 √
17 0,83 0,06 13,73 √
19 0,96 0,06 17,04 √
22 0,33 0.07 4,60 √
48
2. Origin & ownership
Peneliti menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur dimensi origin & ownership. Dari hasil analisis CFA yang telah dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square : 365,26, df = 44, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.175. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 90,70 df = 10, P-value = 0,05023, RMSEA = 0,021.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima
yang berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu control.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur, sekaligus menentukan apakah perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan faktor origin&ownership
keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel 3.10, semua item pada dimensi control memiliki koefisien muatan faktor yang
signifikan. Selanjutan melihat muatan faktor, apakah ada yang bermuatan negatif, maka
diketahui tidak ada item yang bermuatan negatif.
No.item Koefisien Standar
error Nilai t Signifikan
7 0,63 0,08 7,74 √
12 0,78 0,09 8,95 √
20 0,56 0,08 7,04 √
21 0,16 0,08 1,93 √
10 1,04 0,011 9,41 √
11 0,71 0,09 7,77 √
15 0,33 0,08 4,33 √
49
3. Reach &Endurance
Pada konstruk reach dan endurance peneliti menguji faktor dengan menggabungkan kedua
dimensi. Hal ini dikarenakan jumlah item yang hanya terdiri dari tujuh item. Sehingga untuk
keperluan analisis dengan menggunakan software lisrel, maka peneliti menggunakan seluruh
item untuk dianalisis secara bersamaan. dari hasil uji analisis faktor konfirmatori dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square 11,57, df = 2, P-value = 0,00307,
RMSEA = 0,155. Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan nilai Chi-Square = 0,00 df = 0, P-value = 1,00000, RMSEA = 0,000. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model satu faktor dapat diterima yang
berarti seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu reach dan endurance.
Tahapan selanjutnya melihat apakah item tersebut signifikan mengukur faktor yang
hendak diukur pada dimensi reach (item no. 7, 12, 20, 21), dan endurance (item no. 10, 11,
15). Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor item.
Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti
pada tabel 3.11.
Table 3.11
Muatan faktor item reach dan endurance
No.item Koefisien Standar
error Nilai t Signifikan
1 1,01 0,05 19,63 √
3 0,34 0,07 4,93 √
6 0,83 0,06 14,09 √
9 0,36 0,07 5,26 √
13 0,76 0,06 12,63 √
16 0,15 0,07 2,11 √
18 0,59 0,06 9,15 √
50
Pada tabel tersebut, kedua item memiliki nilai koefisien t > 1,96 sehingga semua item
dinyatakan valid.
3.6 Metode Analisis Data
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Metode
analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh lebih dari satu
variable bebas (IV) dalam penelitian ini optimisme (permanent, pervasive, personalization)
dan adversity quotient (control, origin&ownership, reach, dan endurance) terhadap variable
terikat (DV) yaitu problem focused coping. Pada penelitian ini, analisis statistic regresi
berganda dihitung dengan menggunakan SPSS versi 19.
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
=a b1X1 b2X2 b3X3 b4X4 b5X5 b6X6 b7X7 e
Keterangan:
Y : nilai prediksi Y (problem focused coping)
a : konstansta (intercept)
b : koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1 : permanent, , personalization
X2 : pervasive
X3 : personalization
X4 : control
X5 : origin&ownership
X6 : reach
X7 : endurance
e : residu
51
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling
sesuai (memilki error yang kecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis sebagai
berikut:
1. R2 (koefisien determinasi berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu regresi berganda antara optimisme
(permanent, pervasive, personalization) dan adversity quotient (control, origin&ownership,
reach, endurance). Tinggi problem focused coping yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
telah disebutkan tadi, ditunjukan oleh koefisien determinasi berganda atau R2. R
2
menunjukan variasi oleh perubahan variabel dependen (Y) yang disebabkan variabel
independen (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen
(X) terhadap variabel dependen (Y), atau merupakan proporsi varian dari intense yang
dijelaskan oleh optimisme (permanent, pervasive, personalization) dan adversity quotient
(control, origin&ownership, reach, endurance). Untuk dapat menilai R2 digunakan rumus
sebagai berikut:
2. Uji hipotesis tentang R2 (Uji F)
Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y dan X signifikan atau tidak maka
digunakanlah uji F. untuk membuktikan hal tersebut menggunakan rumus:
⁄
Di mana k adalah jumlah variabel bebas (IV) dan N adalah jumlah sampel. Dari uji F
yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah independen variabel yang diuji memilki
pengaruh terhadap variabel terikat (DV).
52
3. Uji hipotesis tentang koefisien regresi (Uji t)
Kemudian dilanjutkan dengan uji t di mana ini digunakan untuk melihat apakah pengaruh
yang diberikan IV (X) signifikan dengan DV (Y). oleh karena itu, sebelum didapat nilai t dari
setiap IV harus didapat dahulu nilai standar eror estimate dari b (koefisien regresi) yang
didapatkan melalui akar mean square dibagi SS. Setelah didapat niali Sb barulah bisa
dilakukan uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri.
Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Di mana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar eror dari b. Hasil uji t ini akan
diperoleh dan hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya.
3.6 Prosedur Penelitian
Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti, kemudian
menentukan variabel penelitian, yaitu problem focused coping, optimisme, dan adversity
quotient. Selanjutnya penulis melakukan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari
sudut pandang teoritis. Setelah mendapat teori-teori secara lengkap, kemudian peneliti
menyiapkan dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penlitian ini, yaitu skala
problem focused coping, optimisme, dan adversity quotient.
Langkah selanjutnya adalah menentukan sampel penelitian, yaitu Mahasiswa tingkat
akhir Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi
dengan rentan usia 21-27 tahun baik laki-laki maupun perempuan dari tahun angkatan 2008 -
2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling; teknik yang
tidak memberikan peluang/ kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel.
53
Peneliti selanjutnya membuat surat izin penelitian kepada pihak fakultas psikologi
dengan melampirkan surat persetujuan pembimbing dan alat ukur penelitian. Kemudian
melakukan pengambilan data dengan cara memberikan kuesioner kepada responden.
Kemudian data akan diskoring dan dibuat tabulasi terhadap hasil jawaban, serta melakukan
uji validitas item dan uji regresi dengan analisis Statistic Multiple Regression untuk menguji
hipotesis. Terakhir peneliti membuat kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.
54
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini, peneliti membahas hasil analisis gambaran umum subjek penelitian,
gambaran umum variabel penelitian, kategorisasi skor variabel, uji hipotesis penelitian, dan
proporsi varians masing-masing independen variabel.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa tingkat akhir Fakultas psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2008 - 2011 sebayak 200 orang. Subjek dikategorikan
berdasarkan jenis kelamin, usia, tahun angkatan, lama mengerjakan skripsi, Mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun gambaran umum subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1.
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Frequency Percent
LAKI-LAKI 50 25.0
PEREMPUAN 150 75.0
Total 200 100.0
Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa subjek penelitian laki-laki lebih sedikit
dibandingkan dengan perempuan. Dimana laki-laki berjumlah 50 orang (25 %), sedangkan
perempuan berjumlah 150 orang (75 %).
55
Tabel 4.2
Berdasarkan usia
Frequency Percent
21 thn 32 16.0
22 thn 39 19.5
23 thn 64 32.0
24 thn 48 24.0
25 thn 12 6.0
26 thn 2 1.0
27 thn 3 1.5
Total 200 100.0
Berdasarkan usia dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini didominasi oleh
kelompok usia 23 tahun yang berjumlah 64 orang (32 %), kemudian disusul oleh usia 24
tahun) yang berjumlah 48 orang (24 %), usia 22 tahun berjumlah 39 orang (19,5 %), usia 21
tahun berjumlah 32 orang (16 %), usia 25 tahun berjumlah 12 orang (6 %), usia 27 tahun
berjumlah 3 orang (1,5 %), dan terakhir usia 26 tahun berjumlah 2 orang (1 %).
Table 4.3
Berdasarkan tahun angkatan
Frequency Percent
Angkatan 2008 35 17.5
Angkatan 2009 48 24.0
Angkatan 2010 24 12.0
Angkatan 2011 93 46.5
Total 200 100.0
56
Berdasarkan durasi (lama mengerjakan skripsi) dapat diketahui bahwa subjek pada
tahun angkatan dalam penelitian ini didominasi oleh tahun angkatan 2011 yang berjumlah 93
orang (46,5 %), kemudian disusul oleh tahun angkatan 2009 berjumlah 48 orang (24 %),
tahun angkatan 2008 berjumlah 35 orang (17 %) dan terakhir tahun angkatan 2010 berjumlah
24 orang (12 %).
Table 4.4
Berdasarkan durasi (lama mengerjakan skripsi)
Frequency Percent
kurang dari 6
bulan 92 46.0
6 bulan - 1 tahun 26 13.0
lebih dari 1 tahun 29 14.5
1 – 3 tahun 53 26.5
Jumlah 200 100.0
Berdasarkan durasi (lama mengerjakan skripsi) dapat diketahui bahwa subjek pada
lamanya mengerjakan skripsi dalam penelitian ini didominasi oleh durasi kurang dari 6 bulan
yang berjumlah 92 orang (46 %), disusul oleh durasi 1 – 3 tahun berjumlah 53 orang (26 %),
kemudian pada durasi lebih dari satu tahun berjumlah 29 orang (14,5 %), dan terakhir pada
durasi 6 bulan – 1 tahun berjumlah 26 orang (13 %).
4.2. Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian. Dalam hasil
analisis deskriptif ini akan disajikan nilai minimum, maximum, mean, dan standar deviasi
dari masing-masing variabel. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel
4.5.
57
Table 4.5
Deskripsi statistik variabel penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PFC 200 14 63 49.29 9.933
Permanent 200 19 58 49.45 9.952
Pervasive 200 27 71 49.56 9.855
Personalization 200 23 60 49.63 9.677
Control 200 27 62 49.37 10.200
O2 200 25 65 49.65 9.843
Reach 200 15 67 49.50 10.062
Endurance 200 15 67 49.50 10.062
Valid N (listwise) 200
Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa skor terendah dari problem focused coping
adalah 14 dan skor tertinggi 63. Skor terendah pada dimensi permanent adalah 19 dan nilai
tertinggi adalah 58. Skor terendah pada dimensi pervasive adalah 27 dan skor tertinggi adalah
71. Skor terendah pada dimensi personalization adalah 23 dan skor tertinggi adalah 60. Skor
terendah pada dimensi control adalah 27 dan skor tertinggi adalah 62. Skor terendah pada
dimensi origin&ownership adalah 25 dan skor tertinggi adalah 65. Skor terendah pada
dimensi reach adalah 15 dan skor tertinggi adalah 67. Skor terendah pada dimensi endurance
adalah 15 dan skor tertinggi adalah 67.
4.3. Kategorisasi hasil penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok
yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur.
Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi yang akan peneliti gunakan
dalam kategori variabel penelitian.
58
Sebelum mengatagorikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat rendah
dan tinggi, penulis terlebih dahulu menetapkan norma dari skor dengan menggunakan nilai
mean dan standar deviasi pada tabel 4.5 dan berlaku pada semua variabel. Adapun norma
skor tersebut dapat digambarkan dalam tabel 4.6.
Tabel 4.6
Tabel Norma Skor
Kategori Rumus
Rendah X ≤ M
Tinggi X>M
X= skor M=mean
Setelah kategori pada tabel 4.6 didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentase kategori
untuk problem focused coping seluruh sampel. Sebagaimana yang terdapat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Kategorisasi problem focused coping
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 139 69.5 69.5 69.5
Tinggi 61 30.5 30.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Dari tabel 4.7 diperoleh hasil presentasi variabel problem focused coping sebanyak 139
subjek (69,5%) pada kategori rendah, dan 61 subjek (30,5 %) pada kategori tinggi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kategori skor problem focused coping paling banyak pada
kategori rendah, yaitu 69,5%.
Tabel selanjutnya akan menjelaskan sebaran dimensi optimisme (permanent,
pervasive, dan personalization) yang dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi.
Yang pertama akan menjelaskan dimensi permanent
59
Tabel 4.8
Kategorisasi permanent
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 80 40.0 40.0 40.0
Tinggi 120 60.0 60.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.8 menunjukan hasil presentase dimensi permanent sebanyak 80 subjek (40 %) berada
pada kategori rendah dan 120 subjek (60 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
dari hasil sebaran pada dimensi permanent pada remaja paling banyak pada kategori tinggi,
yaitu 60 %.
Tabel berikutnya akan menjelaskan dimensi pervasive yang dikategorikan menjadi
dua, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.9
Kategorisasi pervasive
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 92 46.0 46.0 46.0
Tinggi 108 54.0 54.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.9 menunjukan hasil presentase dimensi pervasive sebanyak 108 subjek (54 %) berada
pada kategori tinggi dan 92 subjek (46 %) berada pada kategori rendah. Dengan demikian,
dari hasil sebaran pada dimensi pervasive pada remaja paling banyak pada kategori tinggi,
yaitu 54 %.
60
Tabel berikutnya akan menjelaskan dimensi personalization yang dikategorikan
menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.10
Kategorisasi personalization
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 111 55.5 55.5 55.5
Tinggi 89 44.5 44.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.10 menunjukan hasil presentase dimensi personalization sebanyak 89 subjek (44,5
%) berada pada kategori tinggi dan 111 subjek (55,5 %) berada pada kategori rendah. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada dimensi personalization pada mahasiswa penyusun skripsi
paling banyak pada kategori rendahi, yaitu 55,5 %.
Tabel selanjutnya akan menjelaskan sebaran dimensi adversity quotient (control,
origin&ownership, reach, dan endurance) yang dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan
tinggi. Tabel berikut ini akan menjelaskan mengenai dimensi adversity quotient.
Tabel 4.11
Kategorisasi control
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 129 64.5 64.5 64.5
Tinggi 71 35.5 35.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.11 menunjukan hasil presentase dimensi control sebanyak 71 subjek (35,5 %) berada
pada kategori tinggi dan 129 subjek (64,5 %) berada pada kategori rendah.
61
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada dimensi control pada mahasiswa penyusun
skripsi di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta paling banyak pada kategori
rendah, yaitu 64,5 %.
Tabel berikutnya akan menjelaskan dimensi origin&ownership yang dikategorikan
menjadi dua, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.12
Kategorisasi origin&ownership
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 74 37.0 37.0 37.0
Tinggi 126 63.0 63.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.12 menunjukan hasil presentase dimensi origin&ownership sebanyak 126 subjek (63
%) berada pada kategori tinggi dan 74 subjek (37 %) berada pada kategori rendah. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada dimensi origin&ownership pada mahasiswa penyusun
skripsi di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta paling banyak pada kategori
tinggi, yaitu 63 %.
Tabel berikutnya akan menjelaskan dimensi reach yang dikategorikan menjadi dua,
yaitu rendah dan tinggi.
62
Tabel 4.13
Kategorisasi reach
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 128 64.0 64.0 64.0
Tinggi 72 36.0 36.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.13 menunjukan hasil presentase dimensi reach sebanyak 72 subjek (36 %) berada
pada kategori tinggi dan 128 subjek (64 %) berada pada kategori rendah. Dengan demikian,
dari hasil sebaran pada dimensi reach pada mahasiswa penyusun skripsi di fakultas UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta paling banyak pada kategori rendah, yaitu 64 %.
Tabel berikutnya akan menjelaskan dimensi endurance yang dikategorikan menjadi
dua, yaitu rendah dan tinggi.
Tabel 4.14
Kategorisasi endurance
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 128 64.0 64.0 64.0
Tinggi 72 36.0 36.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Tabel 4.14 menunjukan hasil presentase dimensi endurance sebanyak 72 subjek (36 %)
berada pada kategori tinggi dan 128 subjek (64 %) berada pada kategori rendah. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada dimensi reach pada mahasiswa penyusun skripsi di fakultas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta paling banyak pada kategori rendah, yaitu 64 %.
63
4.4. Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi
berganda, dengan menggunakan software SPSS 19. Seperti yang sudah disebutkan pada bab
3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat yaitu, melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians pada dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent
variable (IV), kedua apakah independent variable (IV) berpengaruh signifikan terhadap
dependent variable (DV), kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing independent variable (IV).
4.4.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian
Langkah pertama peneliti menganalisis besaran R square untuk mengetahui berapa persen
(%) varians pada dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh independent variable (IV).
Untuk tabel R square, dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.15
Tabel R square
Model
R
R Square
Adjusted
R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .186a .305 .005 9.909
a. Predictors: (Constant), Endurance, Pervasive, Permanent, ONO, Control,
Personalization
Dari tabel 4.15 dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0,305 atau 30,5 %.
Artinya proporsi varians dari problem focused coping yang dijelaskan oleh semua
independent variable (permanent, pervasive, personalization, control, origin&ownership,
64
reach, endurance) adalah sebesar 30,5 %. Sedangkan 69,5 % sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua, peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable
terhadap problem focused coping. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.16
Tabel Anova
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 682.795 6 113.799 1.159 .003a
Residual 18951.960 193 98.197
Total 19634.755 199
a. Predictors: (Constant), Endurance, Pervasive, Permanent, Control, O2,
Personalization.
b. Dependent Variable: PFC.
Dari table diatas, dapat dilihat (sig.) pada kolom paling kanan adalah 0,003 atau p=0,003
dengan nilai p<0,05, dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari beberapa dimensi variabel independen terhadap problem
focused coping di tolak. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan dari seluruh dimensi
variabel optimisme (permanent, pervasive, dan personalization) dan adversity quotient
(contro, O2, reach, dan endurance) terhadap problem focused coping stres menyusun skripsi
pada mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien regresi tiap independent variable. Jika
P < 0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa independent variable
tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap problem focused coping. Adapun
penyajiannya pada tabel berikut:
65
Tabel 4.17
Koefisien Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 39.513 7.083 5.579 .000
Permanent .054 .077 .054 .699 .048
Pervasive -.034 .073 -.034 -.469 .640
Personalization .109 .079 .106 1.369 .017
Control .130 .070 .133 1.839 .007
O2 -.004 .073 -.004 -.048 .961
Reach -.057 .073 -.058 -.782 .435
Endurance -.057 .073 -.058 -.782 .435
a. Dependent Variable: PFC
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.17 dapat diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut:
PFC= 39,513+0,054 permanent - 0,034 pervasive + 0,109 personalisation + 130 Control -
0,004 O2 - 0,057 Reach – 0,057 Endurance + e
Berdasarkan data pada tabel di atas, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi yang dihasilkan, yaitu dengan melihat nilai signifikansi pada kolom yang paling
kanan (kolom ke-6). Jika P < 0,05, maka koefisien regresi independent variable yang
dihasilkan pengaruhnya signifikan terhadap problem focused coping dan sebaliknya.
Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing independent
variable adalah sebagai berikut:
66
1. Variabel optimisme
a. Dimensi permanent
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,054 dengan signifikansi 0,48 (P< 0,05).
Secara uji statistik berarti dimensi permanent secara positif memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap problem focused coping. Jadi semakin tinggi permanent mahasiswa
penyusun skripsi maka semakin tinggi pula problem focused coping mahasiswa penyusun
skripsi.
a. Dimensi pervasive
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,034 dengan signifikansi 0,640 (P < 0,05).
Secara uji statistik berarti dimensi pervasive tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem focused coping.
b. Dimensi personalization
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,109 dengan signifikansi 0,017 (P > 0,05).
Secara uji statistik berarti dimensi personalization memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem focused coping. Jadi semakin tinggi personalization mahasiswa penyusun
skripsi berarti semakin tiggi pula PFC pada mahasiswa penyusun skripsi.
2. Variabel adversity quotient
a. Dimensi control
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,130 dengan signifikansi 0,007 (P < 0,05).
Secara uji statistik berarti dimensi control secara positif memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem focused coping. Jadi semakin tinggi control mahasiswa penyusun skripsi
maka semakin tinggi pula problem focused coping mahasiswa penyusun skripsi.
67
b. Dimensi O2
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,004 dengan signifikansi 0, 961 (P < 0,05).
Secara uji statistik berarti dimensi O2 secara positif tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap problem focused coping.
c. Dimensi reach
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,057 dengan signifikansi 0,435 (P < 0,05). Secara
uji statistik berarti dimensi reach tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PFC.
d. Dimensi endurance
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,057 dengan signifikansi 0,435 (P < 0,05).
Secara uji statistik berarti dimensi endurance tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap PFC.
Pada tabel 4.17 koefisien regresi di atas, dari ketiga yang berpengaruh signifikan
terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih besar. Untuk melihat
perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV terhadap DV dapat diketahui dengan
dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya (p) dan melihat standardize coefficients (beta).
Maka dari tabel di atas dapat diketahui bahwa independent variabel psikologi yang memiliki
pengaruh lebih besar terhadap PFC adalah dimensi control dengan beta = 0,130 (13 %),
dibandingkan dengan permanent dan personalization.
4.4.2. Uji proporsi varians masing-masing Independent Variabel
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-
masing independent variable terhadap PFC. Besarnya proporsi varian pada PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.18
Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variabel
68
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .094a .009 .004 9.914 .009 1.775 1 198 .184
2 .096b .009 .000 9.938 .000 .056 1 197 .814
3 .130c .017 .002 9.924 .008 1.524 1 196 .021
4 .178e .032 .007 9.900 .015 2.963 1 194 .007
5 .130d .017 -.003 9.949 .000 .023 1 195 .880
6 .186f .035 .005 9.909 .003 .612 1 193 .435
7 .017 .000 -.005 9.956 .000 .058 1 192 .810
a. Predictors: (Constant), Permanent
b. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive
c. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization
d. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization, Control
e. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization, Control, O2
f. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization, Control, O2, Reach,
endurance
Dari tabel 4.18 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel permanent memberikan sumbangan sebesar 0,9 % dalam varian PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change = 1,775, df1= 1, df2 = 198, dan sig. F Change = 0,184 (P > 0,05).
2. Variabel pervasive memberikan sumbangan sebesar 0,9 % dalam varian PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change = 0,056, df1= 1, df2 = 197, dan sig. F Change = 0,814 (P > 0,05).
69
3. Variabel personalization memberikan sumbangan sebesar 1,7 % dalam varian PFC
mahasiswa penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sumbangan tersebut
signifikan dengan F change = 1,524, df1= 1, df2 = 196, dan sig. F Change = 0,021 (P <
0,05).
4. Variabel control memberikan sumbangan sebesar 32 % dalam varian PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sumbangan tersebut signifikan
dengan F change = 2,963, df1= 1, df2 = 194, dan sig. F Change = 0,007 (P < 0,05).
5. Variabel O2 memberikan sumbangan sebesar 1,7 % dalam varian PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change = 0,23, df1= 1, df2 = 195, dan sig. F Change = 0,880 (P > 0,05).
6. Variabel reach memberikan sumbangan sebesar 35 % dalam varian PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change =0,612, df1= 1, df2 = 193, dan sig. F Change = 0,435 (P > 0,05).
7. Variabel endurance memberikan sumbangan sebesar 0 % dalam varian PFC mahasiswa
penyusun skripsi di Fakultas Psikologi UIN Jakarta.. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change = 0,058, df1= 1, df2 = 192, dan sig. F Change = 0,810 (P > 0,05).
Mengacu pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua independent
variable yang memberikan sumbangan yang signifikan terhadap PFC, yakni personalization
memberikan sumbangan sebesar 1,7 %, dan control memberikan sumbangan sebesar 0 %.
70
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Hasil uji hipotesis penelitian ini menunjukan adanya pengaruh yang signifikan
dari seluruh independent variable (permanent, pervasive, personalization, control,
O2, reach, endurance) terhadap dependent variable (problem focused coping)
pada mahasiswa penyusun skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
sumbangan R square sebesar 30,5 %. Artinya hipotesis mayor dalam penelitian
ini diterima.
Jika dilihat berdasarkan koefisien regresi pada setiap variabel yang
dihasilkan berdasarkan analisis statistik, maka variabel permanent,
personalization, dan control, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
problem focused coping. Dengan nilai signifikansi permanent (0,048),
personalization (0,017), dan control (0,007).
Selanjutnya berdasarkan uji dari hipotesis minor, dengan melihat dari
proporsi varians independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)
yang dihasilkan melalui analisis statistik maka variabel permanent
personalization, dan control, berpengaruh secara signifikan terhadap PFC
(problem focused coping). Maka untuk uji hipotesis minor ada tiga hipotesis
minor yang ditterima, yaitu, H2 (ada pengaruh dimensi permanent yang signifikan
71
terhadap problem focused coping stres menyusun skripsi), H4 (ada pengaruh yang
signifikan dimensi personalization terhadap problem focused coping stres
menyusun skripsi), dan H6 (ada pengaruh yang signifikan dimensi control
terhadap problem focused coping stres menyusun skripsi). Karena ketiga variabel
tersebut, terbukti signifikan berdasarkan hasil analisis statistic, sementara
hipotesis yang lainnya ditolak.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian dan uji hipotesis, didapatkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan dari optimisme dan adversity quotient terhadap problem focused
coping. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Laksanawati (2011), bahwa optimism mempengaruhi PFC (problem focused
coping) stres meyusun skripsi. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh
Scheir, Carver, And Weintraub (1989) pada sampel mahasiswa, menunjukan
adanya hubungan optimisme dengan PFC, dan menekankan pada aspek positif
pada situasi stres.
Lalu Seligman (2006), menyatakan optimisme adalah suatu pandangan
secara menyeluruh, melihat hal baik, berpikir positif, dan mudah memberikan
makna bagi diri. Individu yang optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih
baik dari yang telah lalu, tidak takut pada kegagalan, dan berusaha untuk tetap
bangkit mencoba kembali bila gagal.
Dapat dikatakan bahwa optimisme membantu dalam mengatasi peristiwa
penuh tekanan dengan menggunakan kemampuan secara lebih efektif. Seperti
pada penelitian Sari&Rachmana (2007), pada siswa pengambil skripsi dibuktikan
72
bahwa semakin tinggi optimisme seseorang maka semakin tinggi pula problem
focused coping yang akan dimunculkan dan sebaliknya, ini menunjukan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara optimisme dengan problem focused
coping pada mahasiswa pengambil skripsi.
Dalam penelitian ini selain aspek optimisme yang mempengaruhi PFC,
ada aspek yang dinamakan AQ (adversity quotient) juga mempengaruhi PFC,
yang sejalan dengan penelitian Rahmah (2008), bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara adversity quotient dengan problem focused coping hal ini berarti
bahwa wanita karier yang sudah menikah yang memiliki adversity quotient yang
tinggi dia juga memiliki problem focused coping yang tinggi pula, begitu pula
sebaliknya jika wanita karier yang sudah menikah memiliki adversity quotient
yang rendah maka ia memiliki problem focused coping yang rendah juga.
Pranandari (2008) memaparkan, sebagai salah satu sumber stres,
kehidupan orang tua tunggal wanita merupakan situasi yang dapat menimbulkan
stres yang tinggi, sehingga selain diperlukan strategi maupun usaha, diperlukan
juga ketangguhan tersendiri bagi seorang ibu agar dapat menampilkan perilaku
yang adaptif dalam mengatasi situasi yang menimbulkan stres tersebut.
Ketangguhan ini dapat terlihat dari bagaimana seseorang merespon kesulitan atau
situasi yang menimbulkan stres, sehingga mampu mengatasinya.
Menurut Garmezy & Michael (dalam Pranandari, 2008) individu yang
gagal dan tidak mampu bertahan saat dihadapkan pada kesulitan hidup, akan
mengembangkan pola-pola perilaku yang bermasalah. Sebagian lainnya bisa
bertahan dan mengembangkan perilaku yang adaptif bahkan lebih baik lagi bila
mereka bisa berhasil keluar dari kesulitan dan menjalani kehidupan yang sehat.
73
Kemampuan mengatasi kesulitan inilah yang dikemukakan oleh Stoltz (1997)
sebagai adversity quotient. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa adversity
quotient memiliki pengaruh yang signifikan terhadap toleransi terhadap stres pada
mahasiswa (Sho’imah, 2010).
Seperti halnya masalah yang diangkat dalam penelitian ini, dimana stres
dalam proses penyusunan skripsi dapat diatasi dengan PFC (mengatasi masalah
secara langsung ke sumber stres). Dalam hal ini sumber stress dalam penyusunan
skripsi mencakup beberapa hal yakni; kesulitan menghubungi dosen pembimbing,
kesulitan dalam mencari literature, referensi, maupun populasi data yang akan
dijadikan sampel penelitian, menetukan judul penelitian, kemampuan dalam
membuat tulisan, kurang menguasai metodologi menelitian atau konsep,
kemampuan dalam mengolah data hasil penelitian dan pembagian waktu (khusus
bagi mahasiswa yang kuliah sambil bekerja).
Dari pemaparan sumber stress diatas, dapat diatasi dengan strategi coping
yakni; problem focused coping yang artinya mengatasi masalah secara langsung
ke sumber stresnya. Bisa dengan membuat time table, membuat target waktu
deadline mnyelesaikan skripsi, mengerjakan skripsi secara perlahan tapi pasti, dan
serius pada setiap bimbingan menghadap dosen pembimbing.
Dalam hal tersebut, peneliti mengalami secara langsung bagaimana berada
dalam kondisi sulit selama proses penyusunan skripsi. Tidak hanya peneliti,
teman-teman mahasiswa tingkat akhir yang lain pun yang peneliti jadikan sebagai
sampel merasakan berbagai macam kesulitan dalam prosesnya. Namun dengan
optimisme yakni pandangan positif secara menyeluruh, berpikir positif, mudah
memberikan makna baik bagi diri sendiri, sebagaimana yang dikatakan Seligman
74
(2006) bahwa optimisme mampu menghasilkan hal baik dari sebelumnya, tidak
takut pada kegagalan, dan berusaha untuk tetap bangkit mencoba kembali bila
gagal. Begitu juga dengan AQ (adversity quotient) yakni kemampuan mengatasi
kesulitan, mampu bertahan dan mengembangkan perilaku yang adaptif bahkan
lebih baik lagi serta dapat berhasil keluar dari kesulitan dan menjalani kehidupan
yang lebih baik.
Menariknya pada hasil uji hipotesis minor dalam penelitian ini hanya
terdapat tiga variabel saja yang memiliki pengaruh signifikan terhadap problem
focused coping, yaitu variabel permanent dan personalization dari aspek
optimisme dan control dari aspek adversity quotient. Dan itu berari variabel-
variabel lainnya seperti pervasive, origin&ownership, reach, dan endurance
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap problem focused coping. Hal ini
menunjukkan bahwa pervasive, origin&ownership, reach, dan endurance
bukanlah penentu problem focused coping. Ini dapat disebabkan karena dalam
proses penyusunan skripsi seseorang memiliki tingkat kemampuan, keyakinan
terhadap suatu hal baik dan kemampuan untuk dapat keluar dari masa-masa sulit
yang berbeda-beda. Tergantung dari seberapa besar kemauan maupun keinginan
untuk dapat maju dan menuntaskan apa yang sudah dimulai yaitu skripsi.
Permanent, personalization dan control memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap problem focused coping stres menyusun skripsi. Hal ini
mungkin dikarenakan orang-orang yang permanent akan melihat peristiwa yang
tidak menyenangkan sebagai sesuatu yang terjadi secara temporer, dan sebaliknya
melihat suatu yang menyenangkan sebagai sesuatu yang permanen atau menentap.
75
Individu yang seperti ini dapat selalu berpikir positif dan selalu bahagia apapun
kondisi yang terjadi pada dirinya tentunya dengan selalu berusaha yang terbaik.
Kemudia personalization yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
PFC mungkin dikarenakan seseorang memandang setiap masalah dari luar dirinya
(factor eksternal), dan sebaliknya memandang peristiwa yang menyenangkan
berasal dari dalam dirinya, sehingga jika terjadi masalah atau menemukan
berbagai macam kesulitan dalam proses penyusunan skripsi bisa dengan mudah
berdamai dengan diri sendiri juga sumber stresnya yakni skripsi.
Begitu juga dengan aspek control memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap PFC mungkin dikarenakan individu yang memiliki skor tinggi pada
aspek control, cenderung lebih mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan dan
tetap konsisten pada tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut adalah
menuntaskan skripsi dan lulus strata satu. Ia pun lebih lihai dalam mencari
pemecahan dari masalah yang dihadapinya serta akan mengambil tindakan yang
akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi.
Selanjutnya membahas beberapa aspek yang tidak mempengaruhi PFC,
yaitu; pervasive (berkaitan dengan ruang lingkup; spesifik dan universal) yang
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PFC mungkin dikarenakan individu
optimis yang pervasive adalah individu yang memandang setiap masalah yang
muncul dalam proses menyusun skripsi secara spesifik dan bukan universal/
generalisasi. Sehingga tidak bergantung dengan aspek yang ada di PFC seperti
menghadapi masalah secara aktif, perencanaan, mengurangi aktifitas persaingan
dengan sumber stres, serta mencari dukungan sosial dengan alasan instrument;
76
yaitu mencari nasihat, bantuan ataupun informasi yang berkaitan dengan sumber
masalah (skripsi).
Selanjutnya aspek O2 (origin&ownership), aspek ini juga tidak
berpengaruh terhadap problem focused coping mungkin dikarenakan individu
dengan skor O2 yang tinggi akan mencerminkan kemampuan untuk menghindari
prilaku menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu menempatkan tanggung jawab
pada tempatnya yang tepat, sehingga dalam penelitian ini mungkin mahasiswa
penyusun skripsi ketika dihadapkan dengan kesulitan tidak menyalahkan diri
sendiri sehingga tidak mempengaruhi strategi problem focused coping untuk
mengatasi masalahnya yaitu skripsi serta tidak bergantung pada aspek yang
terdapat pada PFC.
Berikutnya askpek reach yang juga tidak berpengaruh terhadap PFC
mungkin dikarenakan seberapa besar individu/ mahasiswa mempersepsikan
masalah (kesulitan dalam proses menyusun skripsi) akan berkembang atau tidak.
Dan individu dengan skor reach yang tinggi akan merespon kesulitan sebagai
sesuatu yang spesifik, sehingga tidak mempengaruhi strategi problem focused
coping dalam memecahkan masalahnya serta tidak bergantung pada aspek yang
terdapat pada PFC.
Taerakhir aspek endurance yaitu daya tahan, aspek ini tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap problem focused coping mungkin dikarenakan
mahasiswa penyusun skripsi yang memiliki daya tahan yang tinggi ketika
dihadapkan pada suatu masalah/ kesulitan, ia akan dapat bertahan selama
kesulitan itu ada. Individu dengan skor endurance yang tinggi akan memandang
kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama, sebaliknya kesulitan sekaligus
77
penyebabnya akan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat sementara, akan cepat
berlalu, dan sangat kecil kemungkinannya untuk dapat terulang kembali. Sehingga
aspek ini tidak bergantung pada aspek-aspek yang berada di problem focused
coping.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penelitian ini sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi
kekurangan dan keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran
praktis. Saran tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang
akan meneliti varabel dependen yang sama.
5.3.1 Saran Metodologis
1. Pada penelitian ini ditemukan dari hasil uji hipotesis mayor bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari variabel optimisme dan adversity quotient terhadap
problem focused coping stres mahasiswa penyusun skripsi. Hal ini diketahui dari
hasil uji F yang menguji seluruh independent variable (IV) terhadap dependent
variable (DV) dimana optimisme dan adversity quotient memiliki pengaruh
terhadap problem focused coping stres mahasiswa penyusun skripsi sebesar 30,5%
dan sisanya 69,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diukur dalam
penelitian ini. Sedangkan berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji
signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable (DV),
diperoleh hanya ada tiga koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi
78
kepuasan hidup yaitu permanent, personalization, dan control. Oleh karena itu
perlu kiranya memperkaya variabel lain sebagai variabel independen yang
mempengaruhi problem focused coping, seperti religiusitas, dukungan sosial,
status sosial ekonomi dan lain sebagainya.
2. Pada penelitian ini sampel hanya pada mahasiswa tingkat akhir di Fakultas
Psikologi saja, untuk penelitian selanjutnya disarankan seluruh mahasiswa tingkat
akhir yang berada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, agar diperoleh hasil yang
lebih baik.
5.3.2 Saran Praktis
1. Kepada mahasiswa tingkat akhir yang sedang berjuang menyusun skripsi agar
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan skripsi pada setiap tahapnya. Dimulai
dari pencarian judul, teori yang berhubungan dengan penelitian, alat ukur, serta
data-data pelengkap penyusunan skripsi yang lainnya. Peneliti memahami sekali
bahwa tidak mudah dalam menyusun skripsi, dalam prosesnya pasti banyak
ditemukan kendala yang menghambat penulisan skripsi, namun dengan optimisme
yaitu selalu berpikir positif dan tidak mudah menyerah, serta adversity quotient
yaitu kecerdasan/ kemampuan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan,
diharapkan dapat menjadi problem focused coping pada stres dalam penyusunan
skripsi agar dapat dengan mudah menyelesaikan skripsi.
2. Kepada pihak Fakultas, sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan/ seminar
terkait psikologi positif yang memuat optimisme dan adversity quotient
didalamnya agar mahasiswa terlatih dan terbiasa menggunkan aspek dari
psikologi positif dan agar prilaku positif tersebut melekat erat pada mahasiswa
79
khususnya mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi sebagai coping
pada setiap masalah yang ada. Saran lainnya untuk pihak Fakultas, alangkah
baiknya jika memberikan surat peringatan kepada mahasiswa mulai dari semester
delapan, di awal mahasiswa tersebut memulai menyusun skripsinya agar tidak ada
lagi mahasiswa yang masih menyusun skripsi pada batas akhir semester (semester
empat belas).
DAFTAR PUSTAKA
Afifah. (2012). Uji Validitas Konstruk General Aptitude Test Battery. Jurnal
Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, Vol 1(1).
Bungin, M. B. (2006). Metodologi penelitian kuantitatif: Komunikasi, ekonomi,
dan kebijakan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Kencana.
Carver, C. S., Weintraub, J. K., & Scheier, M. F. (1989). Assesing Coping
Strategies: A teoritically based approach. Journal of Personality and Social
Psychology, Vol 56(2), 267-283.
Laksanawati, E. (2011). Pengaruh optimisme dan persepsi tentang skripsi
terhadap problem focused coping stres menyususn skripsi. Skripsi. Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Ningrum, D. W. (2012). Hubungan antara optimisme dan coping stres pada
mahasiswa UEU yang sedang menyusun skripsi. Skripsi. Jakarta:
Universitas Esa Unggul.
Pranandri, K., Puspitawati, I. (2008). Perbedaan adversity quotient ditinjau dari
problem focused coping pada orangtua tunggal wanita. Undergraduate
Program. Depok: Fakultas Psikologi Gunadarma.
Sarafino, E. P. (2006). Health psychology: Biopsychosocial Interaction (5th
edition). United States of America: John Wiley & Sonc, Inc.
Sari, V. Y., & Rachmana, R. S. (2007). Hubungan antara optimisme dengan
problem focused coping pada mahasiswa pengambil skripsi. Naskah
Publikasi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Seligman, E. P. (2006). Learned optimsm : How To Change Your Mind and Your
Live. New York: Knopf. Diunduh dari https://ppc.sas.upenn.edu/sites/default/files/positivepsychotherapyarticle.pdf
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo Indoneisa.
Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002). Hand Book of Positive Psychology.
Research Paper. Oxford University Press.
Sho’imah. D. W. (2008). Hubungan adversity quotient dan self eficasi dengan
toleransi terhadap stres pada mahasiswa. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Sebelas Maret.
Stoltz. P. (2003). Adversity quotient: Turning obstacles into oportunities.
Mengubah hambatan menjadi peluang. Hermaya, T. (Terj.2003). Jakarta:
Grasindo.
Struthers, P., & Menec. (2000). An examination of the relationship among
academi stres, coping, motivation, and performance in collage. Research In
Higher Education, Vol 41(5).
Panduan Penulisan Skripsi dengan Pendekatan Kuantitatif. (2012/2013). Jakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
HASIL UJI HIPOTESIS
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Frequency Percent
LAKI-LAKI 50 25.0
PEREMPUAN 150 75.0
Total 200 100.0
Berdasarkan usia
Frequency Percent
21 thn 32 16.0
22 thn 39 19.5
23 thn 64 32.0
24 thn 48 24.0
25 thn 12 6.0
26 thn 2 1.0
27 thn 3 1.5
Total 200 100.0
Berdasarkan tahun angkatan
Frequency Percent
Angkatan 2008 35 17.5
Angkatan 2009 48 24.0
Angkatan 2010 24 12.0
Angkatan 2011 93 46.5
Total 200 100.0
Berdasarkan durasi (lama mengerjakan skripsi)
Frequency Percent
kurang dari 6
bulan 92 46.0
6 bulan - 1 tahun 26 13.0
lebih dari 1 tahun 29 14.5
1 – 3 tahun 53 26.5
Jumlah 200 100.0
DESKRIPSI STATISTIK
Deskripsi statistik variabel penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PFC 200 14 63 49.29 9.933
Permanent 200 19 58 49.45 9.952
Pervasive 200 27 71 49.56 9.855
Personalization 200 23 60 49.63 9.677
Control 200 27 62 49.37 10.200
O2 200 25 65 49.65 9.843
Reach 200 15 67 49.50 10.062
Endurance 200 15 67 49.50 10.062
Valid N (listwise) 200
KATEGORISASI
Tabel Norma Skor
Kategori Rumus
Rendah X ≤ M
Tinggi X>M
X= skor M=mean
Kategorisasi problem focused coping
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 139 69.5 69.5 69.5
Tinggi 61 30.5 30.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi permanent
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 80 40.0 40.0 40.0
Tinggi 120 60.0 60.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi pervasive
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 92 46.0 46.0 46.0
Tinggi 108 54.0 54.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi personalization
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 111 55.5 55.5 55.5
Tinggi 89 44.5 44.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi control
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 129 64.5 64.5 64.5
Tinggi 71 35.5 35.5 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi origin&ownership
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 74 37.0 37.0 37.0
Tinggi 126 63.0 63.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi reach
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 128 64.0 64.0 64.0
Tinggi 72 36.0 36.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
Kategorisasi endurance
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Rendah 128 64.0 64.0 64.0
Tinggi 72 36.0 36.0 100.0
Total 200 100.0 100.0
ANALISIS REGRESI
Tabel R square
Model
R
R Square
Adjusted
R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .186a .305 .005 9.909
a. Predictors: (Constant), Endurance, Pervasive, Permanent, ONO, Control,
Personalization
Tabel Anova
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 682.795 6 113.799 1.159 .003a
Residual 18951.960 193 98.197
Total 19634.755 199
a. Predictors: (Constant), Endurance, Pervasive, Permanent, Control, O2,
Personalization.
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 682.795 6 113.799 1.159 .003a
Residual 18951.960 193 98.197
Total 19634.755 199
a. Predictors: (Constant), Endurance, Pervasive, Permanent, Control, O2,
Personalization.
b. Dependent Variable: PFC.
Koefisien Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 39.513 7.083 5.579 .000
Permanent .054 .077 .054 .699 .048
Pervasive -.034 .073 -.034 -.469 .640
Personalization .109 .079 .106 1.369 .017
Control .130 .070 .133 1.839 .007
O2 -.004 .073 -.004 -.048 .961
Reach -.057 .073 -.058 -.782 .435
Endurance -.057 .073 -.058 -.782 .435
a. Dependent Variable: PFC
UJI PROPORSI VARIANS
Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variabel
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .094a .009 .004 9.914 .009 1.775 1 198 .184
2 .096b .009 .000 9.938 .000 .056 1 197 .814
3 .130c .017 .002 9.924 .008 1.524 1 196 .021
4 .178e .032 .007 9.900 .015 2.963 1 194 .007
5 .130d .017 -.003 9.949 .000 .023 1 195 .880
6 .186f .035 .005 9.909 .003 .612 1 193 .435
7 .017 .000 -.005 9.956 .000 .058 1 192 .810
a. Predictors: (Constant), Permanent
b. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive
c. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization
d. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization, Control
e. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization, Control, O2
f. Predictors: (Constant), Permanent, Pervasive, Personalization, Control, O2, Reach,
endurance
92
Lampiran 1
Inform Concent
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Salam Hormat,
Saya Umaya Sari, Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hendak
mengadakan penelitian dalam menyusun skripsi mengenai Mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berkaitan dengan ini, saya memohon bantuan dari Anda untuk mengisi skala yang
tersedia, Jawaban yang jujur dan sesuai dengan apa yang benar terjadi pada Anda sangat
membantu dalam penelitian ini. Semua Jawaban yang Anda berikan akan dijaga
kerahasiaannya. Atas partisipasi dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin* : Laki-laki / Perempuan
Fakultas/Tahun Angkatan :
Sudah berapa lama - :
Anda mengerjakan skripsi
95
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami dengan baik-baik setiap
pernyataan. Setiap pernyataan memiliki empat pilihan jawaban. Saudara diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan diri Anda,
denngan cara memilih salah satu dari empat pilihan jawaban yang tersedia.
Jika jawaban Anda Sangat setuju beri tanda silang (X) pada kolom SS
Jika jawaban Anda Setuju beri tanda silang (X) pada kolom S
Jika jawaban Anda Tidak setuju beri tanda silang (X) pada kolom TS
Jika jawaban Anda Sangat tidak setuju beri tanda silang (X) pada kolom STS
Contoh:
No. Pemyataan SS S TS STS
1 Saya merasa bahagia saat mendapat hadiah X
Tidak ada jawaban benar atau salah untuk setiap pemyataan, seluruh jawaban Saudara
benar, selama itu sesuai dengan diri Saudara.
Skala I
No. Pemyataan SS S TS STS
1 Saya akan disiplin dengan table deadline progress skripsi yang telah saya
buat
2 Saya akan memilih mengerjakan skripsi dari pada menonton tv
3 Saya akan rajin untuk ke perpustakaan mengerjakan skripsi
4 Saya tidak segan untuk bertanya kepada teman terkait skripsi yang saya
buat
5 Saya selalu meminta bantuan kepada teman, terkait sumber referensi
yang saya butuhkan
6 Saya tidak sabar untuk dapat bersenang-senang bersama teman,
meskipun belum selesai skripsi
7 Saya akan rutin melakukan bimbingan skripsi kepada dosen pembimbing
8 saya membuat target dalam 3 bulan selesai mengerjakan skripsi
9 saya tidak mempunyai target kapan harus selesai skripsi
10 Selama skripsi belum selesai, saya merasa belum pantas untuk
bersenang-senang
11 Saya selalu menunda-nuda dalam mengerjakan revisi skripsi
12 Saya akan mengurangi intensitas bermain dengan teman-teman
selama mengerjakan skripsi
96
13 Setelah selesai mengerjakan revisi skripsi saya selalu meminta koreksi
oleh teman
14 saya selalu meminta saran kepada dosen pembimbing terkait penulisan
skripsi
15 Saya akan bersabar untuk pergi bersenang-senang dengan teman,
selama skripsi belum selesai
16 Saya dapat menyeimbangkan antara mengeriakan skripsi dengan
kegiatan lain
17 Saya akan mengatur jadwal kegiatan sehari-hari, agar dapat
fokus mengerjakan skripsi
18 Saya akan mengurangi aktifitas keorganisasian saya dan fokus
menyelesaikan skripsi
19 Setelah selesai bimbingan, saya segera mengerjakan revisi skripsi
20 Saya segan untuk bertanya tentang penulisan skripsi kepada teman
Skala II
No. Pemyataan SS S TS STS
1 Saya yakin dapat menyelesaikan skripsi dan lulus tepat waktu
2 Saya merasa sulit sekali mencari judul skripsi dan tidak mampu
untuk melanjutkannya
3 Lama mengerjakan skripsi bukan menjadi hambatan bagi saya untuk aktif
dalam organisasi
4 Terlalu lama menyusun skripsi, menghilangkan semua impian saya
5 Saya percaya bahwa keadaan saya akan lebih baik setelah saya
berhasil menyelesaikan skripsi
6 Meskipun skripsi saya selalu di revisi, saya tidak patah semangat untuk
selalu memperbaikinya
7 Saya merasa bosan, karena terlalu lama mengerj akan skripsi
8 Menulis skripsi membuat kemampuan menulis saya lebih baik
dari sebelumnya
9 Saya yakin setelah melalui situasi sulit mengerjakan skripsi, akhirnya
akan lulus
10 Saya berusaha untuk selalu menikmati masa-masa sulit mengerjakan
skripsi
11 Saya yakin akan memperoleh kesuksesan setelah bersusah payah mengerj
akan skripsi
14 Skripsi merapakan saat yang tepat untuk mengeluarkan kemampuan yang
saya miliki
16 Saya sudah tidak lagi memiliki cita-cita, karena terlalu lama
mengerjakan skripsi
17 Saya merasa selama mengerjakan skripsi selalu ditimpa banyak kesusahan
18 Meskipun sulit sekali mengerjakan skripsi, saya yakin akan lulus
19 Saya tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelesaikan masalah pada
skripsi
20 Saya senang jika saya bisa mencapai target deadline progress
menyelesaikan skripsi yang telah saya buat
21 Bagi saya tidak masalah jika banyak yang haras di revisi
22 Saya mampu menyelesaikan setiap masalah yang muncul dalam proses
skripsi
23 Saya merasa sudah tidak sanggup lagi untuk melanjutkan skripsi
24 Saya mampu menahan emosi, ketika ada masalah dalam proses skripsi
26 Saya putus asa apabila sumber-sumber referensi tidak dapat saya temukan
27 Saya tidak yakin dengan jadwal progres skripsi yang saya buat dapat
tercapai
28 Saya sudah tidak memiliki cita-cita yang ingin saya wujudkan
selain menyelesaikan skripsi
29 Saya yakin bisa melalui masa-masa sulit dalam mengerjakan skripsi
30 Dalam menyelesaikan skripsi saya berusaha untuk tenang
95
31 Emosi saya menjadi mudah berabah selama mengerjakan skripsi
32 Saya selalu melaksanakan feedback yang disarankan oleh dosen
pembimbing
33 Saya tidak akan patah semangat untuk terus mengerjakan revisi skripsi
34 Saya malu mengakui status saya yang masih menyusun skripsi
35 Saya tidak malu datang kekampus untuk bimbingan, meskipun teman-
teman satu angkatan sudah banyak yang lulus
36 Tidak masalah bagi saya jika terlalu lama mengerjakan skripsi, karna
saya yakin pada akhirnya pasti lulus
37 Saya tidak menyukai proses menyusun skripsi
38 Saya yakin dengan kemampuan diri saya sendiri, saya bisa
menyelesaikan skripsi
39 Saya dapat mengerjakan skripsi tanpa bantuan orang lain, meskipun itu
sulit
40 Saya merasa skripsi saya sudah tidak penting lagi
Skala III
No. Pernyataan SS S TS STS
1 Meskipun dosen pembimbing saya tidak menerima ide-ide saya
dalam penulisan skripsi, saya tidak menyerah
2 Saya mendapat banyak bantuan dari teman-teman saya, hal
tersebut menambah semangat saya dalam menyusun skripsi
3 Tidak menjadi hambatan bagi sayauntuk terus mengerjakan skripsi
meskipun hubungan saya dengan teman-teman satu angkatan semakin
tidak akrab
4 Saya mampu mengendalikan diri saya, ketika ada orang yang
mengejek karena terlalu lama menyelesaikan skripsi
5 Saya tidak dapat mengambil keputusan yang tepat, bila sedang ada
masalah terkait skripsi
6 Saya bisa menerima segala resiko yang akan menimpa saya, selama
proses menyusun skripsi
7 Saran yang diberikan teman-teman kurang bermanfaat bagi saya untuk
bisa tetap semangat menyusun skripsi
8 Bukan hambatan bagi sayajika tidak lagi mendapatkan perhatian
dari teman-teman selama menyusun skripsi
9 Usaha yang saya lakukan untuk menyelesaikan skripsi sudah optimal
10 Saya tetap berusaha menyelesaikan skripsi, walaupun saya berulang
kali gagal dalam mencapai target deadline yang saya buat
11 Saya tidak putus asa dan tetap semangat mengerjakan skripsi,
walaupun teman satu angkatan sudah banyak yang lulus
meninggalkan saya
12 Saya akan berusaha maksimal agar dapat lulus pada waktu yang
telah ditetapkan oleh universitas
13 Saya mendapat kemudahan yang tidak terduga selama proses
menyusun skripsi, hal tersebut yang menambah semangat saya
14 Bukan hambatan bagi saya, jika kendaraan yang saya pakai mogok,
dalam perjalanan ke sebuah janji pertemuan dengan dosen
pembimbing
15 Hal yang membuat saya selalu semangat mengerjakan skripsi,
ketika bimbingan selalu mendapat respon positif dari dosen
pembimbing
96
16 saya tidak perduli dengan tugas saya dirumah, karena saya sudah
terlalu lelah mengerjakan skripsi
17 Saya mampu bertahan dalam keadaan sulit selama proses menyusun
skripsi
18 Revisi skripsi membuat saya lebih giat lagi untuk memperbaikinya
19 Sumber referensi yang sulit dicari bukan hambatan bagi saya
dalam meyusun skripsi
20 Saya adalah orang yang memiliki semangat untuk menyelesaikan skripsi
22 Kegagalan dalam mencapai target adalah kesalahan saya yang
belum optimal dalam menyusun skripsi, sehingga saya akan
merubahnya
23 Saya berusaha keras untuk menyelesaikan skripsi dengan baik dan
tepat waktu