institutional repository uin syarif hidayatullah jakarta:...

72

Upload: others

Post on 07-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

v

ABSTRAK

Fatkhul Mungin, NIM 11150480000082, PERLINDUNGAN HUKUM

PENGGUNAAN NAMA ORANG TERKENAL PADA MEREK STUDI

KASUS: PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NIAGA JAKARTA PUSAT

NOMOR 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst, Program Studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441H / 2019M.

Studi ini bertujuan untuk mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap

penggunaan nama atau singkatan nama milik orang terkenal pada merek tanpa

persetujuan pemilik nama yang mengakibatkan kerugian di salah satu pihak.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara yuridis normatif terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst

berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dasar hukum penggunaan nama

orang terkenal pada merek ada pada Pasal 21 Undang-Undang Merek dan Indikasi

Geografis. Jika dilihat berlandaskan pada Pasal 21 ayat (2) huruf a permohonan

pendaftaran yang menggunakan nama atau singkatan nama orang terkenal harus

ditolak serta dalam Pasal 76 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis

dijelaskan bahwa pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal berhak

melakukan pembatalan atas merek terdaftar. Dalam kasus ini hak pemilik nama

atau singkatan nama orang terkenal telah dilanggar sehingga pemilik nama tidak

bisa mendaftarkan namanya sebagai merek. Nama atau singkatan nama orang

terkenal penggugat harus dilindungi dalam penggunaan pada merek tanpa

persetujuan pemilik nama. Perlindungan hukum bagi pemilik nama orang terkenal

dalam Hukum Kekayaan Intelektual khususnya perkara penggunaan nama orang

terkenal pada merek belum tercapai.

Kata Kunci : Merek, Kekayaan Intelektual, Nama Orang Terkenal

Pembimbing Skripsi : Dr.Nahrowi, S.H., M.H. dan Fitriyani, S.Ag., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1962 sampai 2018.

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmatNya, penyusunan skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM

PENGGUNAAN NAMA ORANG TERKENAL PADA MEREK Studi Kasus:

Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat Nomor:

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst dapat diselesaikan dengan baik,

walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi

ini.

Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan

segala kerendahan hati, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

4. Dr. Nahrowi, S.H., M.H. dan Fitriyani,S.Ag., M.H. Pembimbing skripsi yang

telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya.

5. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terutama

orang tua.

Tidak ada yang Peneliti dapat berikan kecuali doa dan ucapan terima kasih. Akhir

kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang

membacanya. Terima kasih.

Jakarta, 30 Oktober 2019

Fatkhul Mungin

vii

DAFTAR ISI

COVER SKRIPSI…………………………….…………………………………..i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI……………………..iii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..iv

ABSTRAK……………………………………………………………………......v

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………..1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah…………5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………...6

D. Metode Penelitian……………………………………………7

E. Sistematika Penelitian……………………………………….9

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK SEBAGAI HAK

KEKAYAAN INTELEKTUAL

A. Kerangka Konseptual………………………………………11

1. Merek dalam Hukum Kekayaan Intelektual……………..11

2. Sejarah Perundang-undangan Merek di Indonesia……….12

3. Prosedur Pendaftaran Merek……………………………..14

4. Fungsi Merek……………………………..……………...18

5. Jenis Merek………………………………………………19

6. Hak-Hak Pemilik Merek Terdaftar………………………20

7. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Merek…………21

B. Kerangka Teori……………………………………………..27

1. Teori Perlindungan Hukum………………………………27

2. Teori Kepastian Hukum………………………………….28

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu………………………29

viii

BAB III TINJAUAN UMUM PADA NAMA ORANG TERKENAL

TERHADAP PENGGUNAAN SEBAGAI MEREK

A. Nama Orang Terkenal Dalam Hukum Kekayaan

Intelektual…………………………………………………..31

B. Upaya Pemilik Nama Orang Terkenal Terhadap Penggunaan

Nama Orang Terkenal Pada Merek Milik Pihak Lain……..32

C. Posisi Kasus………………………………………………..35

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNAAN NAMA

ORANG TERKENAL PADA MEREK

A. Dasar Hukum Nama Orang Terkenal pada Merek Dalam

Hukum Kekayaan Intelektual……….……………………...45

B. Pertimbangan Hukum Perkara Penggunaan Nama Orang

Terkenal pada Merek Dalam Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst………49

C. Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan Nama Orang

Terkenal Pada Merek………………………………………56

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………...59

B. Rekomendasi……………………………………………….60

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...62

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era Globalisasi terus berkembang, Indonesia sebagai Negara hukum

pun terus melakukan pembenahan dengan memperbaiki isi dari Undang-

Undang mengenai Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual

merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta intelektualitas

manusia yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan

manusia dan mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari hasil karya, karsa,

dan daya cipta intelektualitas manusia tersebut dapat berupa ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra.

Dengan inovasi yang telah mendapat perlindungan hukum, penemu

akan mendapatkan keuntungan apabila dimanfaatkan. Keuntungan tersebut

dapat berupa pembayaran royalti dan technical fee, dengan adanya imbalan

ataupun pengakuan atas kreasi, karya, karsa dan cipta menusia di dalam

peraturan HKI (Hak Kekayaan Intelektual), diharapkan mampu

membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan

atau inovasi baru yang berkelanjutan.1

Kegiatan usaha di Indonesia semakin berkembang, banyak usaha baru

yang diikuti dengan munculnya beragam merek dagang di Indonesia, merek

merupakan Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi serta bisa di

pertanggung jawabkan. Hak merek adalah bentuk perlindungan HKI (Hak

Kekayaan Intelektual) yang memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek

terdaftar untuk menggunakan merek tersebut dalam perdagangan barang atau

jasa. merek sebagai salah satu bentuk karya intelektual yang memiliki

peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau

jasa. Merek juga memiliki nilai yang strategis dan penting bagi produsen

1

Mastur, ”Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Paten” (Jurnal

Ilmiah Ilmu Hukum QISTI Vol.6 No. 1 Januari 2012), h.65.

2

maupun konsumen. Bagi produsen, merek selain untuk membedakan

produknya dengan produk perusahaan lain yang sejenis, juga dimaksudkan

untuk membangun citra perusahaan dalam pemasaran.2

Kondisi ini yang mendorong persaingan usaha tidak sehat dalam

menciptakan merek dagang. Banyak produsen yang membuat merek dagang

seolah serupa dengan merek dagang yang sudah lebih dulu dikenal oleh

Masyarakat atau bahkan menggunakan nama tokoh terkenal untuk

memanfatkan reputasi dari nama tersebut. Dalam KBBI (Kamus Besar

Bahasa Indonesia), merek diberi pengertian merek adalah tanda yang

dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen, dan sebagainya) pada barang

yang di hasilkan sebagai tanda pengenal cap (tanda) yang menjadi pengenal

untuk menyatakan nama dan sebagainya.

Merek sendiri mempunyai citra di dalamnya yang merupakan sebuah

hasil dari perkembangan sebuah merek, citra merek merupakan salah satu hal

yang diingat didalam benak konsumen pada saat membeli suatu produk

merek tertentu. Menurut Kotler dan Keller (2009:403) “Citra merek adalah

presepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang

dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan pelanggan, yang selalu

diingat pertama kali saat mendengar slogan dan tertanam di benak

konsumen.”3

Definisi merek menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis Merek adalah tanda yang

berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, dalam bentuk 2 (dua) dimensi

dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau

lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang di

produksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang

dan/atau jasa. Menurut Keller adalah “Sebuah merek merupakan lebih dari

2 Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektua (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), h.78.

3 Ikke Venessa, Zainul Arifin, Pengaruh Citra Merek(Brand Image) dan Harga Terhadap

Keputusan Pembelian Konsumen (Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.51 No.1, 2017), h.45.

3

sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang menjadi

diferensiasi dengan produk lain yang sejenis.”4

Dari penjelasan tersebut sudah jelas diketahui bahwa ketentuan-

ketentuan mengenai merek sangat diperhatikan karena merek merupakan

bagian dari Hak Kekayaan Intelektual seseorang yang perlu dilindungi secara

hukum. Suatu merek untuk mendapatkan citra yang baik tentu membutuhkan

waktu yang cukup lama banyak cara yang di lakukan produsen agar merek

miliknya di kenal Masyarakat, salah satunya menggunakan nama tokoh

terkenal menjadi jalan pintas untuk mendapatkan reputasi secara cepat.

Merek memiliki peranan dan fungsi penting dalam ekonomi. merek

yang terkenal mempertahankan barangnya dan merupakan suatu generasi bagi

masyarakat. Sebagai konsepsi dasar maka dapat dikemukakan 3 hal :

1. Merek yang dipakai harus mempunyai daya pembeda dari merek lainnya

2. Merek yang dipakai harus original yang berarti belum dipakai sebelumnya

oleh orang atau perusahaan lainnya

3. Pemilik dari merek adalah dianggap sebagai pemilik merek yang

bersangkutan.5

Hukum merek di Indonesia secara konstitutif menganut sistem first to

file, sehingga yang mendaftarkan merek pertama kali adalah yang berhak atas

kepemilikan merek tersebut. Agar merek dapat dilindungi oleh hukum,

khususnya hukum merek di Indonesia maka merek harus didaftarkan ke

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jendral Kekayaan

Intelektual sehingga terdaftar dalam DUM (Daftar Umum Merek) dan

pemilik merek yang sebenarnya akan mendapat sertifikat merek sebagai tanda

bukti hak/kepemilikan atas merek dagang/jasa. Jika tidak, maka pemilik

merek yang sebenarnya akan sulit membuktikan haknya apabila suatu ketika

ada perkara seperti merek tersebut digunakan pihak lain atau digugat oleh

4 Kotler, Philip & Keller, Manajemen Pemasaran (Edisi ke tiga belas. Jilid 1.Jakarta:

Erlangga,2005), h.5.

5Meli Hertati Gultom, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdaftar

Terhadap Pelanggaran Hak Merek (Jurnal Warta Edisi 56, April 2018), h.3.

4

pihak lain.6Penjelasan lebih lengkap, pada sistem konstitutif hak atas merek

diperoleh melalui pendaftaran, artinya hak eksklusif atas suatu merek

diberikan karena adanya pendaftaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pendaftaran merek adalah hak mutlak, karena merek yang tidak didaftar, tidak

akan mendapatkan perlindungan hukum.7Asas first to file tidak berlaku

mutlak karena bisa ditentang melalui gugatan pembatalan merek jika dapat

dibuktikan bahwa merek tersebut seharusnya tidak dapat didaftar atau ditolak

pendaftarannya, termasuk karena itikad tidak baik.8

Diketahui jika dilihat berdasarkan Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016, telah diatur bahwa permohonan merek

ditolak, jika merek tersebut merupakan atau menyerupai nama atau singkatan

nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain,

kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak. Pada dasarnya nama orang,

badan usaha, kota, benda, dapat dijadikan sebagai Merek namun tetap harus

memiliki daya pembeda yang kuat agar dapat menjadi identitas yang sangat

spesifik dari pemilik nama. Nama merupakan hal yang penting, karena nama

dijadikan bukti diri seseorang sebagai subjek hukum. Dalam hukum terdapat

dua subjek hukum yaitu orang dan badan hukum, diantara kedua subjek

hukum tersebut sangat diperlukan sebuah identitas untuk mempermudah

dalam menerapkan dan mengontrol subjek hukum.

Dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2016, seharusnya nama orang terkenal yang dapat dibuktikan harus

mendapatkan perlindungan hukum guna mempertahankan hak dari pemilik

nama tersebut. Namun dalam praktiknya masih adanya pelanggaran dalam

permohonan pendaftaran merek yang menggunakan nama orang terkenal dan

sayangnya disetujui oleh DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual)

6 Yayuk Sugiarti, “Perlindungan Merek Bagi Pemegang Hak Merek Ditinjau Dari

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek” (Jurnal Jendela Hukum, Fakultas Hukum

UNIJA Vol.3, 2016), h.36.

7 Cita Citrawindi Priapantja, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia (Bogor: Biro

Oktori Rooseno, 2000), h.1.

8 http://www.hki.co.id/merek.html,(diakses pada 20 Agustus 2019, pukul 09.00).

5

sehingga menimbulkan sengketa hak merek itu sendiri, seperti contoh kasus

hak merek yang menggunakan nama orang terkenal antara merek dagang

BENSU (Bengkel Susu) dengan pemilik nama orang terkenal Ruben Samuel

Onsu.

Dengan latar belakang yang telah dijelaskan peneliti tertarik untuk

menganalisis perkara hasil Putusan Pengadilan Negeri Niaga Nomor

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst perkara penggunaan nama orang

terkenal pada merek dagang antara Ruben Samuel Onsu pemilik nama orang

terkenal dengan Jessy Handalim pemilik hak merek dagang . Hal ini menarik

untuk diteliti maka peneliti membuat skripsi yang berjudul

PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNAAN NAMA ORANG

TERKENAL PADA MEREK studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Niaga

Jakarta Pusat Nomor 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa aspek persoalan

yang berkaitan dengan sengketa hak merek dagang BENSU antara Ruben

Samuel Onsu dengan Jessy Handalim. Sehingga dapat disimpulkan

beberapa masalah yang muncul sebagai berikut :

a. Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, telah mengatur bahwa nama

orang terkenal tidak dapat digunakan sebagai merek tanpa persetujuan

pemilik nama, sayangnya aparat pemeriksa permohonan pendaftaran

merek masih kurang memperhatikan hal tersebut

b. Nama orang terkenal menimbulkan konsekuensi hukum jika

digunakan sebagai merek dagang/jasa dalam perbuatan melawan

hukum

c. Penggunaan nama orang terkenal sebagai merek tanpa persetujuan

pemilik nama akan menyebabkan kerugian dan hilangnya hak pemilik

nama terkenal

6

d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 sudah secara jelas mengatur

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam permohonan pendaftaran suatu

merek namun masih banyak produsen yang kurang memperhatikan

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

dikemukakan agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, maka

peneliti membatasi pembahasan dengan membuat batasan hanya pada

perkara sengketa penggunaan nama orang terkenal sebagai merek dengan

objek yang diteliti adalah studi Putusan Pengadilan Negeri Niaga Nomor

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst perkara antara Ruben Samuel

Onsu pemilik nama orang terkenal BENSU dengan Jessy Handalim

pemilik merek dagang BENSU.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan

masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu, perlindungan

hukum terhadap nama orang terkenal dalam Hukum Kekayaan Intelektual.

Adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Apa dasar hukum mengenai nama orang terkenal dalam Hukum

Kekayaan Intelektual di Indonesia ?

b. Bagaimana pertimbangan hukum terhadap perkara penggunaan nama

orang terkenal sebagai merek dagang dalam Putusan

No.48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst ?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penggunaan nama orang

terkenal pada merek?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka peneliti

memiliki tujuan yang hendak dicapai, adapun tujuan itu mengenai :

a. Untuk mengetahui dasar hukum nama orang terkenal pada merek dalam

Hukum Kekayaan Intelektual

7

b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum dalam putusan

No.48/PDT.SUS.Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst pada perkara adanya

penggunaan nama orang terkenal pada merek

c. Untuk mengetahui perlindungan hukum dalam penggunaan nama orang

terkenal pada merek

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini terbagi atas dua manfaat sebagai

berikut :

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur kepustakaan sebagai bahan kajian tentang Hak Merek dan

dapat menjadi referensi untuk penelitian hukum berikutnya.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) agar lebih selektif lagi

dalam menyetujui permohonan pendaftaran merek.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif, penelitian kualitatif dibutuhkan pemahaman mengenai norma-

norma yang terkait dengan perkara yang sedang diteliti. Metode deskriptif

ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat

memberikan data seteliti mungkin mengenai obyek yang diteliti.9

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam menjawab

permasalahan pada penelitian ini adalah yuridis normatif, yang mengacu

pada hukum dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku,10

yaitu:

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), h.43.

10Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia

Indonesia,1998), h.20.

8

a. Perundang-undangan

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang

Merek dan Indikasi Geografis

3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek

b. Pendekatan kasus

Kasus antara Jessy Handalim dengan Ruben Samuel Onsu perkara

Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat Nomor:

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst.

3. Sumber Data

Data yang peneliti gunakan sebagai penunjang keakuratan penelitian

hukum ini menggunakan sumber data terdiri dari :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer berupa data yang diperoleh dari berbagai

dokumen tertulis, sifatnya mengikat dan telah ditetapkan oleh yang

berwenang. Dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer :

1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis

2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek

3) Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat Nomor

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa data yang erat kaitannya dengan

hukum primer dalam membantu menganalisis, serta memahami bahan

hukum primer. Bahan hukum sekunder ini dapat diambil data dari buku,

internet, hasil kaya ilmiah dan hasil penelitian terdahulu.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier berupa data tambahan untuk melengkapi data

dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berupa informasi

9

yang berasal dari kamus bahasa Indonesia, kamus-kamus istilah, kamus

bahasa asing dan kamus hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini

peneliti menggunakan teknik studi dokumentasi dengan melakukan

penelusuran data melalui studi kepustakaan yaitu Perpustakaan Umum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Daniel Lev Law Library Jakarta, Peraturan

Perundang-undangan, artikel serta Putusan Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, serta bahan non-hukum dihubungkan sedemikian rupa sehingga

penyajian penulisan menjadi sistematis dan mudah dipahami, untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan

hukum dilakukan dengan cara deduktif yakni menarik kesimpulan dari

suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret

yang dihadapi.11

Teknik dalam penelitian ini menggunakan metode

analisis kualitatif.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang menjadi pedoman peneliti disesuaikan

dengan kaidah penulisan berdasarkan “Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2017”

E. Sistematika Penelitian

Penulisan skripsi ini disusun dan dibagi kedalam lima Bab. Masing-

masing Bab terdiri atas beberapa Sub-Bab agar lebih konkret dalam

11 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang:Bayu

Media Publishing,2006), h.393.

10

pembahasannya. Adapun urutan dan pokok pembahasan masing-masing bab,

sebagai berikut :

BAB I : Dalam Bab ini berisi pengantar untuk memahami garis besar

dari seluruh pembahasan. Dalam Bab ini diuraikan tentang

latar belakang, identifikasi, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian

dan teknik penulisan

BAB II : Terdiri dari kajian yang berisi mengenai kerangka

konseptual, teori-teori berkaitan dan kajian terdahulu sebagai

pembanding guna menghindari plagiasi

BAB III : Dalam Bab ini menguraikan mengenai tinjauan umum

penggunaan nama orang terkenal pada merek, nama orang

terkenal dalam Hukum Kekayaan Intelektual, upaya pemilik

nama terkenal terhadap penggunaan nama terkenal pada

merek, tinjauan kasus hak merek BENSU dengan keterkaitan

nama orang terkenal

BAB IV : Dalam Bab ini menguraikan dasar hukum nama orang

terkenal pada merek dalam Hukum Kekayaan Intelektual,

dalam Bab ini juga akan menguraikan pertimbangan hukum

perkara penggunaan nama orang terkenal pada merek oleh

pihak lain dalam Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta

Pusat Nomor 48/Pdt.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst,

dan perlindungan hukum terhadap penggunaan nama orang

terkenal pada merek

BAB V : Bab terakhir dari sistematika penulisan skripsi, berisi

kesimpulan dan rekomendasi yang dapat membantu dan

memberikan masukan bagi yang berkepentingan dalam

penerapan perlindungan hukum bagi pemilik nama atau

singkatan nama orang terkenal dalam penggunaan nama atau

singkatan nama orang terkenal pada merek.

11

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL

A. Kerangka Konseptual

1. Merek dalam Hukum Kekayaan Intelektual

Dalam bahasa Indonesia, merek berarti tanda yang dipakai pada

barang yang diperdagangkan oleh suatu perusahaan.1

Sedangkan

pengertian secara yuridis, merek menurut ketentuan umum merek

menurut ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis “Merek adalah tanda

yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata,

huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3

(tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih

unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi

oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang

dan/atau jasa”

Selanjutnya, menurut MR.Tirtaamidjaja yang mensitir pendapat

prof vollmar, merumuskan bahwa :

“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang

dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya

membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.“2

Berdasarkan pengertian merek tersebut di atas, dapat diartikan

merek adalah sesuatu gambar atau nama yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Pengusaha

biasanya berusaha mencegah orang lain menggunakan merek mereka

karena dengan menggunakan merek, para pedagang memperoleh reputasi

baik dan kepercayaan dari para konsumen serta dapat membangun

1 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 166.

2 MR.Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Perniagaan (Jakarta: djambatan, 1962) h.80.

12

hubungan antara reputasi tersebut dengan merek yang telah digunakan

perusahaan secara regular. Semua hal di atas tentunya membutuhkan

pengorbanan.3

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang dagang

sejenis lainnya. Merek dagang dapat berupa tanda, kata atau logo

perusahaan yang digunakan untuk merujuk ke identitas dirinya sendiri,

merek, supaya tidak digunakan oleh pesaingnya.

2. Sejarah Perundang-undangan Merek di Indonesia

Undang-undang tertua di Indonesia ditetapkan oleh Pemerintah

jajahan melalui Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912

Peraturan Hak Milik Industri Kolonial 1912. Peraturan ini diberlakukan

untuk wilayah-wilayah Indonesia, Suriname, dan Curacao. Peraturan ini

disusun dan mengikuti sistem Undang-Undang merek Belanda dan

menerapkan prinsip konkordansi yaitu ketentuan perundang-undangan

yang dibuat, disahkan oleh dan berasal dari negara penjajah yang juga

diterapkan pada negara jajahannya. Perlindungan merek diberikan selama

20 tahun dan tidak mengenal penggolongan kelas barang seperti yang

diatur dalam Perjanjian Nice (Nice Agreement). Selain itu, dalam

Undang-Undang merek tersebut tidak terdapat sanksi pidana terhadap

pelanggar merek. Undang-Undang merek tersebut berjumlah 27 Pasal

dan proses pendaftaran merek dilakukan oleh suatu lembaga bernama

Hulpbureau.4

Ketentuan itu masih terus berlaku hinga pada akhir Tahun 1961

hingga akhirnya ketentuan tersebut diganti dengan Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan

3 Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual (Bandung: PT. Alumni, 2011), h. 131.

4 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa

(Bandung: Citra Aditya Bakti,1999), h.7-8.

13

yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961.5 Undang-Undang ini

telah diumumkan dalam Lembaran Negara Nomor 290 dari Tahun 1961

dan jelasnya tercantum dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2341.

Akan tetapi dapat dikatakan, bahwa banyak ketentuan yang terdapat

dalam Undang-Undang Merek Tahun 1961 ini adalah sejalan dan boleh

dikatan merupakan pengoperan dari ketentuan dalam Peraturan Hak

Milik Industri 1912. Undang-Undang ini menerapkan sistem deklaratif

atau first to use system.6 Setelah bertahan lama Undang-Undang Tahun

1961 dicabut dan digantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992

tentang Merek, Undang-Undang yang berisi 90 Pasal ini disahkan di

Jakarta pada tanggal 28 Agustus 1992 dan dinyatakan mulai berlaku

sejak 1 April 1993.

Sistem hukum yang digunakan pada Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992 adalah sistem konstitutif atau first to file principle yaitu

mendasarkan pada sistem pendaftaran dan adanya pendaftaran atas suatu

merek merupakan bukti adanya hak atas merek tersebut, tanpa perlu

pembuktian lebih lanjut apakah merek itu kemudian digunakan dalam

kancah perdagangan atau tidak. Dalam sistem ini, Undang-Undang

Merek mengakui adanya hak atas merek apabila merek itu telah didaftar

dan sistem ini dianut secara kaku.7

Dalam perkembangan selanjutnya Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992 diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 yang

disahkan dan berlaku pada tanggal 7 Mei 1997, Sistem konstitutif juga

digunakan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek

yang mulai disahkan pada tanggal 7 Mei 1997 setelah Indonesia

menandatangani perjanjian TRIP’S dan mengesahkan Undang-Undang

5

OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

2013), h.332.

6 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa

(Bandung: Citra Aditya Bakti,1999), h.106.

7 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa,

…, h.107.

14

Nomor 7 Tahun 1994 sebagai pengesahan persetujuan perjanjian TRIP’S,

yakni Trade Related Aspects of Intellectual Property Including Trade in

Counterfeit Goods yaitu Aspek-aspek Hak Milik Intelektual termasuk

perdagangan dalam barang palsu, yang mempunyai kaitan dengan

perdagangan.. Pertimbangan utama yang melandasi perubahan-perubahan

tersebut adalah penyesuaian peraturan perundang-undangan nasional di

bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk merek. Berdasarkan

pertimbangan diperlukannya sistem pengaturan merek yang lebih

memadai Pemerintah Indonesia menyempurnakan Undang-Undang

merek dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

tentang Merek. Seiring berjalannya era Globalisasi muatannya perlu

mengikuti perkembangan zaman sehingga Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, dalam Undang-Undang ini diatur

lebih rinci lagi mengenai perlindungan pemegang hak kekayaan

intelektual merek serta aturan dalam pembuatan merek.

3. Prosedur Pendaftaran Merek

Suatu merek akan mendapat perlindungan hukum apabila

didaftarkan, namun tidak semua hal dapat didaftarkan Warna kemasan,

tipe huruf dan tata letak cetakan pembungkusan suatu produk

memberikan andil untuk kesuksesan pemasaran suatu produk, tetapi hal-

hal tersebut tidak dapat didaftarkan.8

Menurut Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis,

Kementerian Hukum dan HAM akan menolak permohonan pendaftaran

merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya

dengan :

a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh

pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis

8

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektua Sejarah, Teori, dan

Prakteknya di Indonesia (Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,1997), h.236.

15

b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis

c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak

sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu atau

d. Indikasi Geografis terdaftar

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016,

prosedur pendaftaran merek yang sebelumnya didasarkan pada Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2001 juga mengalami perubahan. Tahap

pengumuman yang sebelumnya dilaksanakan pasca pemeriksaan

substantif, kini dilaksanakan sebelum pemeriksaan substantif. Perubahan

terhadap alur pendaftaran merek ini dimaksudkan untuk lebih

mempercepat penyelesaian proses pendaftaran merek. Pengumuman

permohonan pendaftaran merek dilakukan sebelum pemeriksaan

substantif secara ex officio dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan

keberatan. Secara umum, tahapan prosedur pendaftaran merek

berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 terdiri atas

pemeriksaan formalitas, pengumuman, pemeriksaan substantif, dan

sertifikasi.

a. Pemeriksaan formalitas

Pemeriksaan formalitas dilakukan untuk memastikan

permohonan pendaftaran merek memenuhi persyaratan administratif

yang meliputi formulir permohonan, label merek, bukti pembayaran

biaya permohonan, surat pernyataan kepemilikan merek, surat kuasa

jika permohonan diajukan melalui kuasa, dan bukti prioritas jika

permohonan diajukan dengan menggunakan hak prioritas.

Surat permohonan harus dibuat secara tertulis dalam Bahasa

Indonesia dan diajukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual Indonesia yang mencantumkan hal-hal sebagai berikut:

1) Tanggal, bulan, dan tahun Permohonan.

2) Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon.

3) Nama lengkap dan alamat Kuasa jika Permohonan diajukan

melalui Kuasa.

16

4) Warna jika merek yang dimohonkan pendaftarannya

menggunakan unsur warna.

5) Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali

dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

6) Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang

dan/atau jenis jasa.

7) Dalam hal merek berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label merek

yang dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari merek

tersebut.

8) Dalam hal merek berupa suara, label merek yang dilampirkan

berupa notasi dan rekaman suara.

Selain formulir standar dengan isian tersebut diatas, permohonan

pendaftaran merek harus dilampiri dan dilengkapi dengan dokumen

sebagai berikut:

1) Surat pernyataan kepemilikan merek dengan tanda tangan diatas

materai.

2) 24 helai etiket merek yang bersangkutan dengan ukuran

maksimal 7cm x 7cm.

3) Dalam hal etiket merek menggunakan bahasa asing atau

didalamnya terdapat huruf selain huruf latin atau angka yang

tidak lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia wajib disertai

terjemahannya dalam Bahasa Indonesia

4) Tambahan berita negara yang memuat akta pendirian badan

hukum atau salinan akta pendirian badan hukum yang

dilegalisasi oleh Notaris.

5) Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan

melalui kuasa.

6) Pembayaran seluruh biaya yang telah ditentukan.9

9

Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global dan Integrasi

Ekonomi (Jakarta:Pranedamedia Group,2015), h.147.

17

Jika ditemukan kekurang lengkapan persyaratan dalam permohonan

pendaftaran merek berupa surat pernyataan kepemilikan merek, atau

surat kuasa, pemohon diberi kesempatan dengan dapat memenuhi

kelengkapan persyaratan tersebut dalam jangka waktu paling lama

dua bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan

untuk memenuhi kelengkapan persyaratan.

b. Pengumuman

Dalam waktu paling lama lima belas hari terhitung sejak tanggal

penerimaan, permohonan pendaftaran merek yang telah memenuhi

persyaratan minimum diumumkan dalam BRM (Berita Resmi

Merek). Pengumuman tersebut berlangsung selama dua bulan.

Informasi yang diumumkan dalam Berita Resmi Merek tersebut

mencakup :

1) Nama dan alamat pemohon, termasuk kuasa jika permohonan

diajukan melalui kuasa

2) Kelas dan jenis barang dan/atau jasa

3) Tanggal penerimaan

4) Nama Negara dan tanggal penerimaan permohonan yang

pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan

menggunakan hak prioritas

5) Label merek, termasuk keterangan mengenai warna dan jika

label merek menggunakan Bahasa Asing dan/atau huruf selain

huruf latin dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam

bahasa Indonesia, disertai terjemahnya ke dalam bahasa

Indonesia.

c. Pemeriksaan Substantif

Pemeriksaan substantif dilakukan setelah permohonan

pendaftaran merek memenuhi seluruh persyaratan administratif.

Apabila tidak terdapat keberatan, maka dalam jangka waktu paling

lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal berakhirnya

pengumuman akan dilaksanakan pemeriksaan substantif terhadap

18

permohonan pendaftaran merek tersebut. Dalam hal terdapat

keberatan permohonan pendaftaran merek keberatan dan sanggahan

yang diterima menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan substantif.

Hasil pemeriksaan substantif akan diinformasikan kepada

pemohon atau kuasanya. Apabila terjadi pelanggaran maka

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menetapkan penolakan

permohonan, dalam hal ini pemohon memiliki hak untuk

mengajukan banding kepada komisi banding merek dalam jangka

waktu 90 hari terhitung sejak tanggal pengiriman surat

pemberitahuan penolakan.

d. Sertifikasi

Sertifikasi merek merupakan bukti hak atas merek yang

merupakan hak eksklusif Negara dalam hal ini DJKI dan diberikan

kepada pemilik merek selama jangka waktu tertentu untuk

dipergunakan sendiri atau pihak lain atas seizinnya untuk

menggunakan merek miliknya tersebut. Dengan terdaftarnya merek

tersebut, maka DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual)

akan menerbitkan sertifikat merek yang bersangkutan. Jika sertifikat

merek yang telah diterbitkan tidak diambil oleh pemilik merek atau

kuasanya dalam jangka waktu paling lama delapan belas bulan

terhitung sejak tanggal penerbitan sertifikat, maka merek yang telah

terdaftar tersebut dianggap ditarik kembali dan dihapusakan.10

4. Fungsi Merek

Menurut P.D.D Dermawan, terdapat tiga fungsi merek dalam

kegiatan perdagangan barang dan jasa yaitu:

a. Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk

menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu

unit usaha.

10 Agung Indriyanto dan Irnie Mela Yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek (Jakarta:

PT.Raja Grafindo, 2017), h.27.

19

b. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan

kualitas khususnya dalam kaitannya dengan produk-produk

bergengsi.

c. Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi

kolektor produk tersebut.11

5. Jenis Merek

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis telah diatur beberapa jenis merek terdiri dari :

a. Merek Dagang

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek dagang adalah sebuah

merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.

b. Merek Jasa

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek jasa adalah sebuah

merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh

seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan

hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.

c. Merek Kolektif

Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek kolektif adalah merek

yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang

sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta

pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau

badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan

barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

11 Adi Purwadi, Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen, Yuridika (Jurnal

Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Nomor 1 dan 2, Tahun VII, Jan-Mar), h.59.

20

6. Hak-hak Pemilik Merek Terdaftar

Hak merek merupakan benda bergerak yang tidak berwujud yang

mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi. Hak ini timbul karena

kemampuan intelektual manusia dengan pengorbanan waktu, tenaga, dan

biaya yang tidak sedikit. Baik sebagai objek kepemilikan (vermorgen

atau property), hak merek dapat dialihkan atau dilisensikan oleh

pemiliknya kepada pihak lainnya. Pada dasarnya pemilik merek terdaftar

dapat mengeksploitasi mereknya, baik melalui penggunaan yang

dilakukannya sendiri, atau dilisensikan atau bahkan dialihkan kepada

pihak lain

Hak eksklusif (exclusive right) diartikan sebagai : “one which only

the grantee there of can exercise and from which all other are prohibited

or shut out.” Jika suatu merek telah disetujui untuk didaftar, maka

pemilik merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk menggunakan

merek terdaftar tersebut, termasuk :12

a. Hak untuk menggunakan merek terkait dengan produk barang

dan/atau jasa dan menggunakan untuk bisnis yang relevan

b. Hak eksklusif tersebut membuat pemilik merek terdaftar yang

menikmati hak eksklusif, tidak ada satu pihak pun yang lain yang

berhak untuk menggunakan merek yang memiliki persamaan secara

keseluruhan (identic) atau persamaan pada pokoknya (similar) untuk

barang dan/atau jasa

c. Hak untuk mengizinkan atau memberikan kewenangan bagi pihak

lain untuk menggunakan merek terdaftarnya dengan cara

menandatangani kontrak lisensi yang sesuai dengan hukum

d. Kekuatan untuk menahan dan melarang pihak mana pun dari

penggunaan merek yang memiliki persamaan secara keseluruhan

(identic) atau persamaan pada pokoknya (similar) tanpa izin

12 Rahmi Jened, Hukum Merek dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi (Jakarta:

Pranedamedia Group, 2015), h.195.

21

e. Hak untuk menjaminkan merek terdaftar dalam bisnis

f. Hak untuk investasi mengingat merek terdaftar merupakan aset tidak

tidak berwujud (intangible asset)

g. Hak untuk mengalihkan merek terdaftar dengan atau tanpa bisnisnya

h. Hak untuk mengalihkan pada ahli warisnya

7. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Merek

a. Pemeriksaan Substantif

Sesuai ketentuan Pasal 23, 24, 25, dan 26 Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

mengatur tentang pemeriksaan substantif merek yang merupakan

bagian dari proses permintaan pendaftaran merek. Pemeriksaan

substantif bertujuan untuk menangkal itikad tidak baik dari

pemohon. Pemeriksaan substantif dilakukan oleh pemeriksa pada

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Dalam pemeriksaan substantif terdapat dua dasar penolakan

suatu merek yang diajukan permohonannya, yaitu :

1) Dasar penolakan absolut (absolut ground of refusal)

menggunakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang menjadi dasar

penolakan absolut diantaranya adalah :13

a) Bertentangan dengan ideologi Negara, peraturan

Perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau

ketertiban umum;

b) Sama dengan berkaitan dengan, atau hanya menyebut

barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;

c) Memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang

asal, kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan

barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau

13 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan

Curang (Bandung: PT.Alumni 2009), h.134.

22

merupakan varietas tanaman yang dilindungi untuk barang

dan/atau jasa yang sejenis;

d) Memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas,

manfaat, atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang

diproduksi;

e) Tidak memiliki daya pembeda; dan/atau

f) Merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.

2) Dasar penolakan relatif (relative ground of refusal)

menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis. Suatu permohonan

pendaftaran merek akan ditolak jika :

a) Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan :

b) Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih

dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

sejenis;

d) Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau

e) Indikasi Geografis terdaftar;

f) Merupakan atau menyerupai atau singkatan nama orang

terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang

lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

g) Merupakan tiruan atau menyerupai nama, bendera, lambang

atau simbol atau emblem suatu Negara, atau Lembaga

Nasional maupun Internasional, kecuali atas persetujuan

tertulis dari pihak yang berwenang; atau

h) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau

stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau Lembaga

Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang

berwenang

23

i) Diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.

Pasal 23 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis yang di

dalamnya mengatur pemeriksaan substantif yang dilaksanakan oleh

pemeriksa pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Dalam

Pasal 23 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis mengatur

tentang pemeriksa melaporkan hasil pemeriksan substantif, disetujui

untuk didaftar atau ditolak, jika ditolak pemohon atau kuasanya

paling lama 30 hari sejak penerimaannya dapat menyampaikan

keberatannya, jika tidak mengajukan keberatan Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual menetapkan keputusan tentang penolakan

tersebut. Jika permohonan keberatan diterima, diumumkan dalam

berita resmi merek. Hal yang paling akhir adalah pemeriksaan

kembali seperti yang tertuang dalam Pasal 23 Undang-Undang

Merek dan Indikasi Geografis yang dilakukan dalam jangka waktu

paling lama 150 hari.14

b. Penghapusan Merek

Penggunaan merek adalah untuk memelihara suatu pendaftaran

merek dan hak eksklusif yang timbul dari pendaftaran tersebut.

Dengan demikian, jika peggunaan merek tidak sesuai untuk mana

tujuan pemberian hak merek, oleh Negara, maka atas merek terdaftar

bisa diminta penghapusan. Demikian juga jika merek digunakan

secara improper tidak sesuai dengan tujuannya.15

1) Penghapusan Atas Permintaan Pemilik Merek

Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan penghapusan atas

merek miliknya kepada DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual). Penghapusan tersebut dapat diajukan untuk

sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa yang telah

14 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan

Curang (Bandung: PT Alumni,2009), h.264.

15

Rahmi Jened, Hukum Merek dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi (Jakarta:

Pranedamedia Group, 2015), h.303.

24

terdaftar. Dalam hal merek yang ingin dihapuskan masih terikat

perjanjian lisensi, maka penghapusan hanya dapat dilakukan jika

hal tersebut disetujui secara tertulis oleh penerima lisensi.

2) Penghapusan atas Prakarsa Menteri

Penghapusan merek terdaftar dapat juga dilakukan atas prakarsa

Menteri. Sebelum melakukan penghapusan, Menteri harus

meminta rekomendasi terkait penghapusan merek terdaftar

tersebut kepada Komisi Banding Merek.

3) Penghapusan Berdasarkan Putusan Pengadilan

Penghapusan merek terdaftar juga dapat diajukan oleh pihak

ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke

Pengadilan Negeri Niaga dengan alasan merek tersebut tidak

digunakan selama tiga tahun berturut-turut dalam perdagangan

barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian

terakhir. Setelah ada putusan dari Pengadilan Negeri, baru dapat

dilakukan penghapusan merek.16

c. Pembatalan Merek terdaftar

Hak atas merek merupakan “Hak eksklusif yang diberikan

Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum

Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek

tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa orang

secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya”.

Hak atas merek diperoleh sejak tanggal penerbitan sertifikat merek

oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Pemilik merek yang

telah terdaftar dapat mempertahankan haknya terhadap setiap

pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain. Perlindungan hak atas

merek terdaftar diberikan selama sepuluh tahun dihitung sejak

tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu

16 Agung Indriyanto dan Irnie Mela Yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek (Jakarta:

PT.Raja Grafindo, 2017), h.39.

25

tertentu. Namun demikian, berdasarkan Undang-Undang Merek dan

Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016, merek yang telah

terdaftar dapat diajukan permohonan pembatalan jika terdapat pihak

lain yang merasa berkepentingan atau dirugikan terhadap lahirnya

hak atas merek tersebut.

Pembatalan merek adalah suatu prosedur yang ditempuh oleh

salah satu pihak untuk mencari dan menghilangkan eksistensi

pendaftaran dari suatu merek dari DUM (Daftar Umum Merek) atau

membatalkan keabsahan hak berdasarkan sertifikat merek.

Umumnya suatu pihak percaya dirinya telah dirugikan oleh

pendaftaran tersebut, sehingga yang bersangkutan boleh mengajukan

petisi untuk pembatalan.17

Pembatalan merek terdaftar hanya dapat

diajukan oleh pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan merek

yang tidak dapat didaftar atau ditolak sebagaimana ketentuan Pasal

20 atau Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 ke

Pengadilan Niaga. Upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Niaga

atas gugatan pembatalan adalah kasasi.

Gugatan pembatalan merek hanya dapat diajukan dalam jangka

waktu lima tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran merek. Namun,

ketentuan jangka waktu pengajuan gugatan ini dikecualikan apabila

merek yang bersangkutan mengandung unsur itikad tidak baik atau

bertentangan dengan ideologi Negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan dan ketertiban umum.18

Dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang Merek dan Indikasi

Geografis Nomor 20 Tahun 2016 tertuang sebagai berikut,

“Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu jika

terdapat unsur itikad tidak baik dan/atau merek yang bersangkutan

17 Rahmi Jened, Hukum Merek dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi (Jakarta:

Pranedamedia Group, 2015), h.291.

18

Agung Indriyanto dan Irnie Mela Yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek (Jakarta:

PT.Raja Grafindo, 2017), h.41.

26

bertentangan dengan ideologi Negara, peraturan perundang-

undangan, moralitas, agama, kesusilaan dan ketertiban umum.”

Berdasarkan pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

subjek hukum atau yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan

pembatalan merek pihak lain yang terdaftar ke Pengadilan Negeri

tanpa batas waktu apabila merek tersebut didaftar atas adanya itikad

tidak baik. Hal ini merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum

terhadap orang tekenal yang ingin mendaftarkan namanya untuk

merek namun telah didaftarkan terlebih dulu oleh pihak lain,

sehingga mengakibatkan hak untuk menggunakan namanya hilang.

Dengan adanya pasal ini pemilik nama orang terkenal dapat

mengajukan gugatan pembatalan merek yang telah terdaftar lebih

dulu tanpa batas waktu.

Prinsip “Legitima persona stands in judicio” berarti bahwa

pihak yang berkeyakinan bahwa dia memiliki hak dan ingin

mempertahankan haknya memiliki kewenangan untuk bertindak

selaku pihak/para pihak dalam suatu perkara di Pengadilan. Prinsip

ini dapat dijadikan dasar bagi orang terkenal untuk menuntut haknya

agar namanya tidak digunakan oleh pihak lain yang tidak memiliki

hak atas nama tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa orang terkenal

memang memiliki hak atas namanya, serta memiliki hak untuk

menuntut hak atas nama tersebut dari pengguna yang beritikad tidak

baik.

Mengenai cara untuk melakukan pembatalan merek terdaftar,

pembatalan merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga dengan

mencoret merek tersebut dari Daftar Umum Merek dengan

memberikan alasan-alasan mengapa merek tersebut dibatalkan dan

tanggal pembatalannya. Sertifikat merek yang di pegang pemilik

merek atau yang berhak atas merek tersebut tidak berlaku lagi dan

mengakibatkan perlindungan hukum atas merek tersebut berakhir.

27

Selain pembatalan tersebut, terhadap merek kolektif terdaftar dapat

pula dimohonkan pembatalannya kepada Pengadilan Niaga apabila

penggunaan merek kolektif tersebut bertentangan dengan ketentuan

yang berlaku.

d. Pengajuan Gugatan atas Pelanggaran Merek

Gugatan pelanggaran merek adalah gugatan yang didasarkan

pada penggunaan merek terdaftar oleh pihak lain secara tanpa hak

atau tanpa izin. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 83 dan 84 Undang-

Undang Merek dan Indikasi Geografis. Gugatan terhadap

pelanggaran dapat dilakukan oleh setiap produsen yang berhak

menggunakan Indikasi Geografis dan Lembaga yang mewakili

Masyarakat di kawasan Geografis tertentu.

1) Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan melalui

Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak

menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang

sejenis. Gugatan dapat berupa: gugatan berupa ganti rugi,

dan/atau

2) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan

penggunaan merek tersebut. Gugatan dapat diajukan oleh

penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun

bersama sama dengan pemilik merek yang

bersangkutan.19

Dalam masa pemeriksaan hal ini untuk

mencegah kerugian yang lebih besar.

B. Kerangka Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Salah satu fungsi hukum, baik sebagai kaidah maupun sebagai

sikap atau perilaku adalah membimbing perilaku manusia. Perlindungan

19 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HKI yang Benar (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,

2010), h.114.

28

hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum

yakni orang atau badan hukum ke dalam bentuk perangkat baik bersfiat

prefentif maupun represif, baik yang lisan maupun yang tertulis.20

Terkait dengan teori perlindungan hukum, ada beberapa ahli yang

menjelaskan, antara lain :

Fitzgerald mengutip istilah teori perlindungan hukum dari Salmond

bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan

beberapa kepentingan dalam masyarakat, perlindungan terhadap

kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi beberapa

kepentingan di lain pihak. Perlindungan hukum harus melihat tahapan

yakni, perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala

peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya

merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan

perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan

dengan Pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.21

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum memberikan

pengayoman terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) yang dirugikan oleh

orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.22

2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian adalah perihal keadaan yang pasti atau ketetapan.

Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman

kelakukan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu

tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan

dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Kepastian hukum

merupaakan suatu pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif.23

20 http://tesishukum.com (Diakses pada 20 September 2019 Pukul 14.00)

21

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h.53.

22

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, …, h.69.

23

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum

(Yogyakarta:Laksbang Pressindo,2010), h.59.

29

Hukum menurut Kelsen adalah sebuah sistem norma. Norma

merupakan suatu pernyataan yang menekankan aspek seharusnya atau

das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang

harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang

deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat

umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam

bermasyarakat.24

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian,

yang pertama yaitu adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

yang kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

Pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan Negara.25

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Untuk menghindari adanya persamaan dengan penelitian terdahulu,

maka peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu, diantara

itu adalah :

1. Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Hak Merek Terkenal Terhadap

Peniruan Merek.

Skripsi ini ditulis oleh Moh.Rifki Alpiandi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016, peneliti hanya

menjelaskan bagaimana perlindungan hukum bagi pemilik hak merek

terkenal terhadap peniruan merek. Persamaan dengan skripsi ini sama

membahas mengenai pelanggaran merek. Perbedaan dengan skripsi ini

peneliti mencoba meneliti mengenai analisis yuridis terhadap

penggunaan nama orang terkenal sebagai merek dagang.26

24 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana,2008), h.158.

25

Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum (Bandung:PT.Citra Aditya

Bakti,1999), h.23.

26 Skripsi ditulis oleh Moh.Rifki Alpiandi, Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Hak Merek

Terkenal Terhadap Peniruan Merek, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2016

30

2. Tinjauan Yuridis Pendaftaran Tempe Mendoan Sebagai Merek

Dagang Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001 Tentang Merek.

Skripsi ini ditulis oleh Desy Natalia Fransiska Fakultas Hukum

Universitas Pasundan, 2016, peneliti melakukan tinjauan yuridis terhadap

pendaftaran tempe mendoan yang merupakan nama umum di masyarakat

sebagai merek berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001,

persamaan dengan skripsi ini sama meneliti mengenai pelanggaran merek

dagang. Sedangkan perbedaan dalam skripsi ini membahas mengenai

pelanggaran dengan penggunaan nama milik umum sebagai merek.27

3. Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan Terhadap Merek

Dagang TUPPERWARE versus TULIPWARE)

Jurnal yang ditulis oleh Sulastri, Satino, Yuliana, Yuli W Jurnal

Yuridis Vol. 5 No. 1, Tahun 2018, membahas bagaimana bentuk

perlindungan hukum terhadap bentuk passing off pada sebuah merek

dagang. Sedangkan perbedaan dalam skripsi ini meneliti mengenai

perlindungan hukum terhadap penggunaan nama orang terkenal pada

merek dagang tanpa seizin pemilik nama orang terkenal.28

4. Prinsip-Prinsip Hukum Terkait Perlindungan Nama Orang

Terkenal Sebagai Nama Domain di Indonesia

Jurnal yang ditulis oleh Muhammad Amirulloh yang diterbitkan

oleh Universitas Padjajaran Tahun 2016, membahas bentuk perlindungan

hukum terhadap nama orang terkenal yang digunakan sebagai nama

domain tanpa seizin pemilik nama orang terkenal. Sedangkan dalam

skripsi ini meneliti mengenai perlindungan hukum terhadap penggunaan

nama orang terkenal pada merek.29

27 Skripsi ditulis oleh Desy Natalia Fransiska, Tinjauan Yuridis Pendaftaran Tempe

Mendoan Sebagai Merek Dagang Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

Tentang Merek, Universitas Pasundan, 2016

28 https://medianeliti.com/media/publications/perlindungan-hukum-terhadap-merek-

tinjau-98bda279.pdf, diakses pada 20 Juli 2019

29

http://jurnal.unpad.ac.id/sosiohumaniora/article/view/9950, diakses pada 25 Juli 2019

31

BAB III

TINJAUAN UMUM PADA NAMA ORANG TERKENAL TERHADAP

PENGGUNAAN SEBAGAI MEREK

A. Nama Orang Terkenal Dalam Hukum Kekayaan Intelektual

Nama orang terkenal adalah nama diri dari orang yang popular di

berbagai kalangan seperti Artis, Olahragawan, Ilmuwan, Negarawan, dan

lain-lain. Penolakan berdasarkan pasal ini dapat didasarkan pada nama

lengkap, nama keluarga yang memiliki daya pembeda yang tinggi, maupun

singkatan nama. Nama atau singkatan nama orang terkenal dapat menolak

pendaftaran merek tanpa terikat jenis barang atau jasa.1

Nama orang terkenal mengandung makna tertentu tentang reputasi

pribadi orang terkenal nama orang terkenal mengandung makna tertentu

tentang reputasi pribadi orang terkenal tersebut. Nama orang terkenal juga

memiliki daya tarik yang kuat dan besar bagi pihak lain atau masyarakat

terhadap informasi yang berkaitan dengan orang terkenal tersebut. Dalam

hukum merek, orang terkenal juga mendapatkan perlindungan dari

penggunaan dan/atau pendaftaran namanya sebagai merek yang dilakukan

pihak lain secara tanpa ijin orang terkenal tersebut. Nama orang terkenal

yang semula termasuk dalam hak-hak perorangan, telah berkembang

menjadi hak kebendaan dengan praktik penggunaan nama orang terkenal

tersebut sebagai merek dagang. Hal ini menyebabkan penggunaan tersebut

mencakup pula aspek hukum bisnis, karena dalam perkembangannya nama

orang terkenal tersebut telah menjelma menjadi asset bisnis dalam

perdagangan.

Prinsip penggunaan dalam kegiatan perdagangan atau bisnis juga

dapat diterapkan dalam perlindungan nama orang terkenal sebagai merek

dagang. Penerapan prinsip ini bertitik tolak pada adanya penggunaan nama

1 Agung Indriyanto dan Irnie Mela Yusnita, Aspek Hukum Pendaftaran Merek (Jakarta:

PT.Raja Grafindo, 2017), h.146.

32

orang terkenal dalam kegiatan bisnis atau perdagangan sehingga nama

orang terkenal tersebut memiliki makna kedua sebagai suatu tanda

pembeda dalam kegiatan perdagangan atau bisnis tersebut. Berdasarkan

prinsip penggunaan ini, maka pendaftaran merek dengan menggunakan

nama orang terkenal tanpa persetujuan pemilik nama dapat diartikan

tindakan mengeksploitasi nama orang lain karena dapat menghilangkan

hak daya guna nama terkenal dari pemilik nama terkenal tersebut.

B. Upaya Pemilik Nama Terkenal Terhadap Penggunaan Nama

Terkenal Pada Merek Milik Orang Lain Tanpa Izin

Dengan diaturnya pemeriksaan substantif dalam permohonan

pendaftaran merek yang telah diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 merupakan sebuah upaya yang dapat

meminilamisir terjadinya sengketa hak merek dan juga melindungi hak-

hak eksklusif dari seorang individu maupun badan hukum atas hasil

kerjanya. Tetapi pada faktanya masih banyak merek yang seharusnya tidak

dapat didaftarkan dan ditolak namun lolos dalam pemeriksaan dan

disetujui untuk dijadikan sebagai merek, seperti pada kasus penggunaan

nama orang terkenal pada merek tanpa izin pemilik nama orang terkenal

yang peneliti ambil pada studi kasus sengketa hak merek BENSU antara

Jessy Handalim pemilik merek terdaftar BENSU dengan Ruben Samuel

Onsu pemilik nama orang terkenal BENSU.

Dalam hal ini adanya penegakan hukum dapat menjadi solusi

untuk mewujudkan keinginan hukum para pembuat Undang-Undang dan

juga sebagai bentuk perlindungan bagi korban yang merasa haknya telah

direbut oleh pihak lain. Untuk lebih memberi kepastian dan perlindungan

hukum kepada pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal

diperlukan adanya upaya-upaya hukum, sebagai berikut:

1. Upaya Hukum Preventif

Upaya preventif merupakan suatu tindakan pengendalian sosial

yang bertujuan untuk mencegah atau juga mengurangi kemungkinan

33

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang. Upaya

hukum preventif diperlukan pemilik nama atau singkatan nama orang

terkenal dengan tujuan untuk meminimalkan hilangnya hak untuk

menggunakan nama atau singkatan nama orang terkenal miliknya,

dalam upaya hukum ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,

diantaranya:

a. Faktor hukumnya itu sendiri

b. Faktor Globalisasi

Berkembangnya dunia perdagangan menjadi salah satu faktor yang

mendorong orang untuk menciptakan merek dagang supaya lebih

mudah dikenal Masyarakat dan tentu dalam waktu yang singkat

salah satunya dengan menggunakan nama orang terkenal, hal ini

terkadang menimbulkan permasalahan dalam pemilihan kata yang

digunakan sebagai merek, yaitu adanya pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan dalam permohonan pendaftaran merek.

c. Faktor Direktorat Merek

Direktorat Merek merupakan lembaga yang bertugas untuk

memeriksa permohonan pendaftaran merek. Adanya pendaftaran

merek yang menggunakan nama atau singkatan nama orang

terkenal tanpa persetujuan pemilik nama merupakan bentuk

kelemahan dari aparat Direktorat Merek. Untuk itu peningkatan

kualitas aparat disini sangat diharapkan supaya lebih diperhatikan

lagi dalam proses pemeriksaan permohonan pendaftaran merek.

Pengetahuan secara umum serta penggunaan data pembanding dan

pemanfaatan teknologi seperti menggunakan laman Google untuk

mengetahui informasi mengenai permohonan merek yang diajukan

penting untuk mencegah adanya pendaftaran merek yang

melanggar ketentuan Perundang-undangan.

Dengan ditetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemilik

nama atau singkatan nama orang terkenal. Perlindungan ini tanpa

34

perlu kewajiban untuk setiap pemilik nama atau singkatan nama orang

terkenal untuk mendaftarkan sebagai merek namun dengan adanya

aturan dalam pemeriksaan substantif permohonan pendaftaran merek

sudah menjadi bentuk upaya preventif yang diberikan bagi pemilik

nama atau singkatan nama orang terkenal.

Pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal juga

diharapkan membuat penetapan pengadilan yang sah dan mempunyai

kekuatan hukum terhadap namanya sebagai bukti nama miliknya

merupakan nama atau singkatan nama orang terkenal, seperti yang

sudah dilakukan oleh pihak Penggugat Ruben Samuel Onsu dengan

mengajukan penetapan kepada pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dengan putusan penetapan No.384/Pdt.P/2018/PN.Jkt.Sel guna upaya

mencegah adanya pemanfaatan nama atau singkatan nama orang

terkenal oleh pihak lain.

2. Upaya Hukum Represif

Upaya hukum represif merupakan suatu tindakan pengendalian

sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran atau perbuatan

yang dilarang. Upaya represif dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Dengan cara persuasif yaitu melakukan pendekatan secara baik ini

diharapkan pelanggar dapat mematuhi norma-norma juga peraturan

yang berlaku dengan suatu bentuk pengendalian sosial dengan cara

memberi pengarahan atau membujuk agar pelanggar dapat

mematuhi aturan yang sesuai. Dalam hal ini pemilik nama atau

singkatan nama orang terkenal dapat melakukan upaya untuk

berkomunikasi dengan pemilik merek terdaftar yang menggunakan

namanya sebagai merek untuk menyelesaikan sengketa merek ini

secara kekeluargaan.

b. Adapun dengan cara koersif yang merupakan suatu bentuk

pengendalian sosial yang bersifat keras serta tegas dengan

memberikan sanksi tegas yang akan menimbulkan akibat hukum.

Dalam hal ini pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal

35

dapat melakukan upaya hukum sesuai dengan Pasal 76 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang gugatan pembatalan, yang

menyatakan:

1) Gugatan pembatalan merek terdaftar dapat diajukan oleh pihak

yang berkepentingan berdasarkan alasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal 21

2) Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mengajukan

permohonan kepada Menteri

3) Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Negeri Niaga

terhadap pemilik merek terdaftar

Dalam hal ini pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal

dapat mengajukan gugatan pembatalan merek kepada Pengadilan

Niaga untuk mengembalikan hak daya guna nama atau singkatan

nama orang terkenal miliknya. Setelah mendapatkan putusan yang

berkekuatan hukum, pembatalan akan dilakukan oleh Direktorat

Merek berdasarkan putusan Pengadilan Niaga.

C. Posisi Kasus

1. Para Pihak

Ruben Samuel Onsu Alias BENSU, bertempat tinggal di jalan

Nouvelle Townhomes, Jalan Cempaka III No.22 Kav.21 Bintaro,

Pesanggrahan, Jakarta Selatan 1230, dalam hal ini memilih domisili

hukum di Law Firm MINOLA SEBAYANG & PARTNERS

(“MSP“), yang berkantor di Head OfficeI Palma One Building, 3rd

Floor 306, Jalan H.R.Rasuna Said Kav.X2 No.4 Jakarta Selatan 12950

dan Branch Office kompleks Ruko Embong Kemiri Square No.28

Jalan Embang Kemiri, Embong, Kaliasin, Genteng, Surabaya 60271,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.048/IX.6/SK/MSP/2018

tertanggal 6 September 2018, untuk selanjutnya mengajukan gugatan

pada tanggal 24 September 2018 yang telah didaftarkan di

36

Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dengan Register No.48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst,

mengajukan gugatan terhadap:

a. Jessy Handalim, beralamat di Jalan ANDIR Gg.Swadaya III

No.230/78 RT.003/RW.09, Kelurahan Ciroyom, Kecamatan Andir,

Bandung, yang selanjutnya disebut TERGUGAT

b. Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

cq. Direktorat Merek dan Indikasi Geografis beralamat jalan H.R.

Rasuna Said Kav.8-9 Karet, Kuningan, Setia Budi, Kota Jakarta

Selatan 12940, yang selanjutnya disebut sebagai, TURUT

TERGUGAT

2. Duduk Perkara

Penggugat sangat keberatan dengan terdaftarnya merek “BENSU“

milik tergugat dengan Nomor IDM000622427, yang mempunyai

persamaan dengan nama terkenal milik penggugat bahwa Penggugat

adalah artis atau seniman yang sering menjadi pembawa acara di

televisi dan juga aktor, dimana Penggugat telah memulai karirnya

sejak dekade Tahun 1990-an dan telah dikenal oleh Masyarakat luas

pada Tahun 2004 dalam perannya di film Tina Toon & Lenong Bocah

The Movie. Bahwa karir Penggugat di bidang seni dan hiburan terus

berkembang hingga pada saat ini menjadi pembawa acara RUMPI di

TRANS TV. Bahwa dengan seiring terus berkembangnya karir

Penggugat di bidang seni dan hiburan, Penggugat mendapatkan

ganjaran berupa penghargaan sebagai “Presenter Reality Show

Terfavorit“ oleh Panasonic Award di Tahun 2009 dan penghargaan

sebagai “Pembawa Acara Kuis/Game Show Terfavorit“ oleh

Panasonic Gobel Awards di Tahun 2012. Penggugat sebagai orang

terkenal yang berkiprah di industri hiburan sebagaimana dimaksud

telah memberikan karya-karyanya, antara lain sebagai berikut:

37

No Tahun Film Sinteron Diskografi Acara

Komedi

Pembaw

a Acara

1 1999 Lenong

Bocah

2 2004

Tina

Toon &

Lenong

Bocah

The

Movie

3 2006 Happy

Family

4 2007

‣ Mamam

ia Show

‣ Superm

ama

Selebco

ncert

5 2008

Anda

Puas,

Saya

Loyo

Opera Van

Java

‣ Superst

ar Show

‣ Supersl

eb

Show

‣ Superso

ulmate

Show

‣ Supertw

in

‣ On The

Spot

6 2009

Pijat Atas

Tekan

Bawah

‣ Belum

Cukup

Gede

‣ Ceriwis

38

No Tahun Film Sinteron Diskografi Acara

Komedi

Pembaw

a Acara

7 2010

‣ DuaRR

‣ Rankin

g 1

‣ Viva

Dangdut

Mania

8 2011 Supergirl Pesbukers

Boy &

Girl Band

Indonesia

9 2012 Ummi

Aminah

‣ Hip Hip

Hura

‣ Kok Jadi

Gini

Ngabuburit Sedap

Malam

10 2013

‣ Yuk

Keep

Smile

‣ Best

YKS

‣ Yuk

Kita

Sahur

‣ Ada

Ada Aja

11 2014

‣ Gatel

‣ Cuma

Kamu

Lenong

Rempong

‣ Insert

‣ Survivo

r

‣ Lawan

Tawa

‣ Canda

Lucu

Bikin

Ketawa

‣ Pesbuke

rs

39

No Tahun Film Sinteron Diskografi Acara

Komedi

Pembaw

a Acara

12 2015 Mahal

‣ Rumpi

‣ Kiss

Pagi

‣ Roamin

g

‣ KDI

2015

‣ Perang

Bintang

Idola

13 2016

‣ Gara-

Gara

Duyung

‣ Tuyul &

Mba Yul

Reborn

The

Movie

Obsesi

14 2017

‣ I-KTP

‣ Kecil-

Kecil

Mikir

Jadi

Manten

15 2018

‣ Browni

s

‣ Browni

s Jalan-

Jalan

‣ Browni

s

Tonight

‣ Kilau

DMD

Bahwa penggugat memiliki singkatan nama yang telah dikenal

oleh masyarakat pada umumnya, yaitu “BENSU“ yang merupakan

40

singkatan Ruben Onsu dan telah menjadi ikon yang melekat menjadi

satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan nama penggugat serta

telah mendapatkan penetapan pengadilan yang sah dan mempunyai

kekuatan hukum, sebagaimana penetapan Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan No.384/Pdt.P/2018/PN.Jkt.Sel.

Penggugat telah memanfaatkan keterkenalan namanya sebagai

peluang untuk membangun bisnis yang mulai dirintis sejak tahun 2017

sampai sekarang dengan Merek GEPREK BENSU yang

menggunakan nama atau singkatan nama yang mengidentikkan

kepada dirinya. Dimana merek tersebut telah diajukan permohonan

pendaftarannya kepada turut tergugat Direktorat Merek dan masih

dalam proses permohonan. Disamping itu penggugat juga telah

menerima Sertifikat Desain Industri untuk kotak kemasan makanan

dari Menteri Hukum dan HAM cq. Direktur Jenderal Kekayaan

Intelektual dengan Nomor pendaftaran IDD000049596 yang secara

langsung menjadi satu kesatuan serta telah dikenal dan dikonsumsi

masyarakat luas sebagai kemasan makanan atas merek GEPREK

BENSU milik Penggugat yang tertera di dalam designnya dengan

deskripsi gambar.

Menurut penggugat pendaftaran merek BENSU milik tergugat ada

persamaan pada pokoknya dalam hal unsur-unsur maupun bunyi

pengucapannya dengan singkatan nama milik Penggugat yang

merupakan nama orang terkenal dan dengan merek GEPREK BENSU

milik penggugat telah dimohonkan pendaftarannya, dimana merek

BENSU telah terdaftar atas nama Jessy Handalim sebagai tergugat

dalam kelas 43 yang merupakan usaha sejenis dengan merek

GEPREK BENSU atas nama Penggugat yang telah dimohonkan

pendaftarannya dengan nomor permohonan J002018016168. Dalam

hal ini permohonan merek BENSU milik tergugat seharusnya ditolak

oleh turut tergugat Direktorat Merek dan Indikasi Geografis.

41

Bahwa menurut hukum, sebagaimana diuraikan berdasarkan alasan

di atas dalam gugatan a quo, singkatan nama penggugat adalah

termasuk sebagai singkatan nama orang terkenal sesuai dengan

maksud dari Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan:

“Permohonan ditolak jika merek tersebut Merupakan atau

menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau

nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan

tertulis dari yang berhak.“

Berdasarkan Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Merek dan

Indikasi Geografis, nama Penggugat BENSU harus mendapat

perlindungan hukum dari peniruan pihak lain. Terhadap singkatan

nama orang terkenal seperti BENSU milik Penggugat, seharusnya

turut Tergugat menolak setiap permohonan pendaftaran merek yang

jelas-jelas sama menggunakan nama BENSU. Dimana ketentuan

tersebut juga telah diatur dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a Peraturan

Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran

Merek. Dengan demikian, setiap permohonan pendaftaran merek yang

diajukan oleh pihak-pihak dengan mencatutkan nama BENSU sudah

sepatutnya ditolak oleh turut tergugat Direktorat Merek dan Indikasi

Geografis, karena penggunaan nama BENSU telah melekat dengan

popularitas Penggugat sebagai Artis yang merupakan orang terkenal.

Penggugat telah mengajukan surat kepada turut tergugat dengan

Nomor: 0037/VII.03/MSP/2018 tertanggal 03 Agustus 2018 dengan

demikian, seharusnya pengajuan surat keberatan yang diajukan oleh

penggugat sepatutnya dapat dipertimbangkan oleh turut tergugat untuk

melakukan suatu penolakan atas pengajuan merek BENSU

(BENGKEL SUSU) yang diajukan oleh tergugat. Berdasarkan Pasal

77 ayat (1) Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis yang pada

pokoknya menyebutkan :

42

“Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan

dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal

pendaftaran merek.“ Dengan demikian, Penggugat dapat mengajukan

gugatan pembatalan pendaftaran merek yang telah diajukan tergugat

kepada turut tergugat Direktorat Merek dan Indikasi Geografis,

sebagaimana diketahui tanggal pendaftaran merek BENSU yang

diajukan tergugat adalah 07 Juni 2018, berarti masih ada rentan waktu

bagi penggugat untuk mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran

merek terhitung dari tanggal pendaftaran merek tersebut.

Dengan ditariknya Pemerintah Republik Indonesia cq.

Kementeriaan Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Jenderl

Kekayaan Intelektual cq. Direktorat merek dan Indikasi Geografis

sebagai Turut Tergugat dalam gugatan a quo adalah karena Turut

Tergugat sebagai pihak yang akan melaksanakan pembatalan merek

sebagaimana putusan Pengadilan Niaga sesuai dengan ketentuan Pasal

91 ayat (1) jo Pasal 92 Undang-Undang Merek dan Indikasi

Geografis, yang menyatakan:

”Pelaksanaan pembatalan berdasarkan putusan pengadilan dilakukan

setelah menteri menerima salinan resmi putusan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dan diumumkan dalam Berita

Acara Resmi Merek.“

Berdasarkan duduk perkara diatas, Penggugat mengajukan gugatan

pembatalan merek dengan Nomor Putusan Pengadilan Negeri:

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst yang dalam tuntutannya

meminta untuk menuntut pembatalan merek BENSU yang didaftarkan

oleh Tergugat dengan nomor IDM000622427 dalam kelas 43 yang

didasarkan permohonan pendaftarannya atas dasar itikad tidak baik

karena mereknya merupakan singkatan nama orang terkenal milik

Penggugat. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf

a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi

Geografis bahwa “Permohonan ditolak jika merek tersebut

43

merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang

terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain,

kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.“ Bahwa

pendaftaran merek BENSU (BENGKEL SUSU) milik Tergugat jelas

seharusnya ditolak karena menggunakan nama orang terkenal pada

merek tanpa seizin pemilik nama orang terkenal.

Seiring berjalannya waktu, kasus perkara hak merek antara Ruben

Samuel Onsu pemilik nama orang terkenal dengan Jessy Handalim

pemilik merek terdaftar BENSU dan turut tergugat Pemerintah

Republik Indonesia cq. Kementeriaan Hukum dan Hak Asasi Manusia

cq.Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual cq.Direktorat merek dan

Indikasi Geografis. Pengadilan Niaga mengabulkan eksepsi tergugat.

44

BAB IV

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNAAN NAMA ORANG

TERKENAL PADA MEREK

Perlindungan hukum merupakan hak setiap Warga Negara dan di lain sisi

perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi Negara itu sendiri, oleh karena

itu Negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada Warga Negara. Pada

prinsipnya perlindungan hukum terhadap masyarakat bertumpu dan bersumber

pada konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap harkat, dan martabat

sebagai manusia. Sehingga pengakuan dan perlindungan terhadap hak korban

sebagai bagian dari hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan. Satjipto Raharjo

mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman

terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) yang dirugikan orang lain dan perlindungan

itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum.1

Philipus M.Hadjon membedakan dua macam sarana perlindungan hukum,

yakni, Sarana Perlindungan hukum preventif tujuannya adalah mencegah

terjadinya sengketa. Sedangkan Sarana Perlindungan hukum represif bertujuan

untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan

Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan

hukum Represif. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap

tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan

dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan

dengan tujuan dari negara hukum.2

Dapat disimpulkan perlindungan hukum merupakan suatu perbuatan untuk

melindungi setiap orang terhadap perbuatan yang melanggar hukum atau

melanggar hak orang lain. Dalam hal ini dilakukan oleh Pemerintah melalui

1 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2000), h.53.

2 Phillipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia (Surabaya:PT. Bina

Ilmu,1987), h.20.

45

aparatur penegak hukumnya dengan menggunakan cara-cara tertentu berdasarkan

hukum atau peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagai upaya

pemenuhan hak setiap Warga Negara.

A. Dasar Hukum Nama Orang Terkenal Pada Merek Dalam Hukum

Kekayaan Intelektual

Pengaturan Merek dan Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang

sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Dalam Undang-Undang ini diatur lebih rinci lagi mengenai perlindungan hak

merek serta aturan dalam pembuatan merek. Definisi merek sendiri menurut

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 “Merek adalah tanda

yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, dalam bentuk 2 (dua) dimensi

dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau

lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang di

produksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang

dan/atau jasa“.

Merek memiliki peranan dan fungsi penting dalam ekonomi, pada

hakikatnya merek merupakan suatu tanda khusus dan agar suatu merek dapat

diterima maka merek harus memiliki daya pembeda yang merupakan identitas

atau ciri khas untuk menunjukan asal dari merek tersebut guna membedakan

hasil perusahaan satu dengan perusahaan yang lainnya. Merek juga memiliki

daya guna dalam melakukan promosi produk guna mencari dan memperluas

pasar penjualan, dari uraian ini dapat diketahui begitu besar pengaruh merek

terhadap suatu produk dan tentunya merek dibangun dengan usaha yang tidak

mudah.

Pemegang merek baru dikatakan pemilik merek setelah mendaftarkan

mereknya. Dalam pendaftaran merek harus memenuhi syarat substantif dan

administratif, setelah melalui proses pendaftaran dan memenuhi kedua

persyaratan tersebut maka pihak yang mengajukan permohonan merek akan

mendapat sertifikat merek sebagai bukti hak atas merek. Setelah hak merek

dipegang maka menurut sistem hukum merek di Indonesia pihak pemegang

46

merek berhak mendapatkan perlindungan hukum. Tak kala pentingnya dalam

permohonan pendaftaran merek harus melalui mekanisme pemeriksaan

substantif, pemeriksaan substantif bertujuan untuk menangkal itikad tidak

baik dari pemohon merek. Suatu merek tidak dapat didaftar dan harus ditolak

jika tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 20 dan Pasal 21

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Dalam pemeriksaan ini terdapat dua

dasar penolakan yaitu penolakan absolut dan penolakan relatif.

Berkaitan dengan perkara penggunaan nama orang terkenal sebagai

merek diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang

Merek dan Indikasi Geografis yaitu alasan penolakan relatif bahwa suatu

merek ditolak jika mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan salah satu unsur yaitu merupakan atau menyerupai

nama orang terkenal atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama

badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari

yang berhak. Dari penjelasan pasal tersebut persamaan pada pokoknya yang

dimaksud adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur dasar

penolakan yang dominan pada merek sehingga menimbulkan kesan adanya

persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau

kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat

dalam merek.

Dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memang tidak dijelaskan secara

rinci mengenai klasifikasi nama orang terkenal , namun dalam Bab

sebelumnya sudah ada penjelasan mengenai nama orang terkenal yaitu nama

diri dari orang yang popular di berbagai kalangan seperti Artis, Olahragawan,

Ilmuwan, negarawan. Pada dasarnya secara substansi persamaan kata

“BENSU“ disebut memiliki persamaan pada keseluruhannya dengan

singkatan nama orang terkenal yang merupakan seorang Artis yaitu Ruben

Samuel Onsu atau biasa dikenal dengan “Bensu“ terlebih merek BENSU

yang telah didaftarkan oleh tergugat memiliki kelas yang sama dengan merek

yang sedang dimohonkan oleh penggugat. Hal ini berdampak pada

47

tertahannya proses pendaftaran merek milik Ruben Samuel Onsu yang ingin

menggunakan singkatan namanya menjadi merek dagang, selain kerugian

karena tidak bisa mendaftarkan merek Bensu hal ini juga dapat berpotensi

pada kerugian nama baik dan materi dari pemilik nama orang terkenal itu

sendiri.

Apabila memperhatikan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang kriteria merek yang tidak dapat

didaftar dan yang ditolak pendaftarannya, secara sederhana dapat dikatakan

bahwa perbedaan utama antara kriteria merek yang tidak dapat didaftar dan

yang ditolak pendaftarannya adalah terletak pada pihak yang dirugikan. Jika

suatu merek kemungkinan menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum

maka merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Merek yang tidak dapat didaftar

yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek, sedangkan merek yang ditolak

yaitu merek yang merugikan pihak lain.

Sama halnya dalam Hukum Kekayaan Intelektual yang mengatur

mengenai segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan

intelektual yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi

yaitu hak asasi manusia (human right). Kepemilikan dan kekayaan apabila

dikaitkan dengan hak dan ditinjau dari segi hukum, dikenal dengan hak yang

menyangkut kepemilikan dan hak yang menyangkut kebendaan. Ditinjau dari

hukum perdata, hak milik intelektual senantiasa berhubungan dengan

kepemilikan yang terdapat pada Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang isinya :

“hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan

leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan

sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang atau peraturan

umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan, dan

tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya ittu dengan tak

mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum

berdasar atas ketentuan Undang-Undang dan dengan pembayaran ganti

rugi“

48

Hak milik intelektual baru terbentuk bila kemampuan intelektual manusia itu

telah membentuk sesuatu yang dapat dilihat, didengar, dibaca maupun

digunakan.

Merek sebagai salah satu bentuk Karya Intelektual yang memiliki

peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan

atau jasa dalam kegiatan perdagangan. Pada hakikatnya merek adalah suatu

tanda, akan tetapi agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek, harus

memiliki daya pembeda, yang dimaksud dengan memiliki daya pembeda

yaitu memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat

membedakan sumber dari merek satu dengan merek yang lain. Oleh karena

itu merek adalah aset ekonomi bagi pemiliknya, baik perorangan maupun

perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan besar. Dapat disimpulkan

secara umum bahwa merek adalah suatu tanda yang dibuat dan merupakan

sebuah identitas atau pembeda pada barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang dengan barang atau jasa

sejenis yang dihasilkan oleh orang lain agar dapat menunjukan asal atau

sumber dari produk itu sendiri serta dapat menjadi jaminan atas mutu barang

atau jasa tersebut. Mengenai permohonan pendaftaran merek sendiri telah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 bahwa tidak semua

merek dapat didaftarkan dan merek dapat ditolak pendaftarannya jika

melanggar substansi yang telah ditentukan.

Dilihat dari penjelasan Kekayaan Intelektual itu sendiri, dapat dikatakan

nama orang terkenal merupakan sebuah bentuk Kekayaan Intelektual,

Kekayaan Intelektual sendiri muncul dari kegiatan kreatif suatu kemampuan

daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam

berbagai bentuk yang memiliki daya guna dalam menunjang kehidupan

manusia juga memiliki nilai ekonomi. Dalam hal ini nama orang terkenal

merupakan suatu bentuk Kekayaan Intelektual karena muncul dari adanya

kegiatan kreatif seseorang dengan segala upaya sehingga dapat dikenal luas di

masyarakat, nama orang terkenal juga memiliki ciri khas tersendiri yang

mengidentifikasikan diri seseorang dan memiliki daya guna.

49

Hukum Kekayaan Intelektual sendiri tidak mengatur secara rinci

mengenai klasifikasi ketentuan nama orang terkenal terhadap dasar penolakan

permohonan pendaftaran merek. Jika dilihat dari kasus hak merek BENSU

yang sama pada keseluruhannya dengan nama singkatan seorang Artis

merupakan sebuah pelanggaran seperti yang telah dijelaskan diatas mengenai

Kekayaan Intelektual karena Artis bisa dikatakan sebagai orang terkenal yang

namanya atau singkatan namanya termasuk ke dalam kekayaan intelektual

karena dihasilkan dari sebuah bentuk kreatifitas yang dikenal oleh masyarakat

luas dan memiliki daya guna, sehingga nama orang terkenal sudah

sepantasnya mendapatkan perlindungan hukum. Menurut konsultan sekaligus

pengamat Hukum Kekayaan Intelektual, Gunawan Suryo Murcito menyebut

biasanya jika dalam permohonan pendaftaran merek terdapat indikasi nama

tau singkatan nama orang terkenal yang dapat dibuktikan maka pendaftaran

merek tersebut akan ditolak. Untuk mengetahui sejauh mana suatu nama atau

singkatan nama itu bisa dikatakan terkenal, pihak Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual biasanya menggunakan data pembanding seperti

menelusuri pada laman Google, atas pengetahuannya sendiri seperti nama itu

sering digunakan Artis di televisi. Untuk pembuktian nama orang terkenal

sendiri banyak cara misalnya dari dimuat pada media massa, sering dimuat

atau misalnya pemain sinetron terkenal atau dari pembuktian sinetronnya

banyak diputar dan berapa lama dia berkiprah di situ dari bukti-bukti yang

relevan.

B. Pertimbangan Hukum Perkara Penggunaan Nama Orang Terkenal Pada

Merek Dalam Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat Nomor

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst

Perkara hak merek BENSU antara Ruben Samuel Onsu yang

berkedudukan sebagai penggugat dengan Jessy Handalim sebagai tergugat

dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek sebagai

turut tergugat, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat

Nomor 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst perkara bermula saat

50

Ruben Samuel Onsu selaku Penggugat sekaligus pemilik nama atau singkatan

nama orang terkenal BENSU ingin mendaftarkan merek dengan

menggunakan nama terkenalnya namun tertahan dalam pemeriksaan merek di

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, karena singkatan nama terkenalnya

telah didaftarkan lebih dulu oleh orang lain yaitu Jessy Handalim selaku

Tergugat sekaligus pemilik hak merek terdaftar BENSU. Diketahui sebelum

mengajukan gugatan pembatalan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat bahwa penggugat telah mengajukan surat permohonan

keberatan dengan Nomor: 0037/VIII.03/MSP/2018 tertanggal 03 Agustus

2018 kepada turut tergugat yang menunjukan adanya itikad tidak baik dari

tergugat.

Sehubungan dengan tidak adanya pertimbangan dari pihak turut

tergugat maka penggugat mengajukan gugatan pembatalan merek terdaftar

milik tergugat kepada Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat. Dengan isi

gugatan menyatakan bahwa nama pengugat merupakan nama orang atau

singkatan nama orang terkenal yang seharusnya ditolak dalam permohonan

pendaftaran merek oleh pihak lain tanpa persetujuan penggugat serta

penggugat telah mengajukan gugatan pembatalan atas merek terdaftar milik

tergugat karena berdampak terhadap tertahannya permohonan pendaftaran

merek yang dimohonkan oleh penggugat. Pada hari sidang yang telah

ditentukan bahwa Majelis Hakim telah berusaha agar kedua belah pihak dapat

menyelesaikan sengketa ini secara damai akan tetapi tidak berhasil. Maka

pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan penggugat.

Selanjutnya tergugat mengajukan eksepsi atau jawaban yang pokoknya

melalui kuasanya yang menolak permohonan gugatan pengugat karena cacat

formil, dengan alasan gugatan penggugat terlalu premature untuk diajukan ke

Pengadilan Negeri Niaga. Amar putusan Majelis Hakim menyebutkan bahwa

mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan bahwa tergugat menang atas

alasan bahwa gugatan penggugat cacat formil sehingga pemeriksaan gugatan

tidak dapat dilanjutkan ke tahap pemeriksaan secara materil.

51

Dalam kasus penggunaan nama orang terkenal pada merek tanpa

persetujuan pemilik nama orang terkenal pada putusan Nomor:

48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst Hakim mengabulkan eksepsi

Tergugat seluruhnya. Dalam hal ini tergugat mengajukan eksepsi sebagai

berikut:

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disyaratkan bahwa

permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan

berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau Pasal

21. Berdasarkan alasan hukum tersebut seharusnya penggugat menempuh

terlebih dahulu mekanisme permohonan banding kepada Menteri, dan

menunggu putusan banding dari Komisi Banding Merek dan jika pada

akhirnya diputuskan menolak permohonan banding, maka barulah

Penggugat menempuh upaya gugatan ke Pengadilan Niaga

2. Gugatan Penggugat “Error in Subjecto“, bahwa Penggugat salah

menempatkan kualifikasi pihak, seharusnya Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual didudukan sebagai pihak tergugat, bukan sebagai

turut tergugat karena Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual tersebut

yang mengeluarkan produk sertifikat merek yang dimintakan

pembatalannya oleh penggugat.

Berdasarkan alasan eksepsi tersebut diatas Hakim mengabulkan eksepsi

tergugat dengan amar putusan, dalam pokok perkara :

Menimbang, bahwa terhadap eksepsi tergugat tersebut penggugat

menyatakan pada pokoknya menolak eksepsi tergugat seluruhnya

Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari dengan

seksama eksepsi dari tergugat yaitu eksepsi Dilatoir yang telah menguraikan

bahwa turut tergugat telah menolak permohonan penggugat dengan alasan

merek yang diajukan penggugat mempunyai persamaan dengan merek lain

Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan tersebut Majelis Hakim

berpendapat gugatan penggugat tidak dapat diterima oleh karena itu eksepsi

tergugat kesatu beralasan untuk dikabulkan

52

Menimbang, bahwa eksepsi kesatu telah dikabulkan maka eksepsi

selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi

Menimbang, bahwa eksepsi tergugat dikabulkan seluruhnya maka

dalam pokok perkara tidak perlu dipertimbangkan lagi sehingga gugatan

penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk verklard)

Menimbang, bahwa gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima

(Niet Ontvankelijk verklard) maka penggugat dinyatakan pihak yang

dikalahkan sehingga dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.2.516.000 (Dua juta lima ratus enam belas ribu rupiah)

Pertimbangan hukum Majelis Hakim mengenai alasan eksepsi tergugat

yang pertama dengan menarik Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2016 sebagai dasar eksepsi yang menjelaskan bahwa “Permohonan banding

dapat diajukan terhadap penolakan permohonan berdasarkan alasan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau 21“ dalam eksepsinya

tergugat keberatan dan merasa permohonan gugatan terlalu premature untuk

diajukan ke Pengadilan Negeri Niaga yang seharusnya penggugat

mengajukan permohonan banding terlebih dahulu ke Komisi Banding Merek.

Dalam hal ini Majelis Hakim seharusnya dapat mempertimbangkan alasan

eksepsi tersebut karena jika dipahami isi dari Pasal 28 yang menjelaskan

bahwa, gugatan seharusnya diajukan ke Komisi Banding Merek terlebih

dahulu jika permohonan pendaftaran merek yang diajukan tidak sesuai

dengan ketentuan pada Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Merek dan

Indikasi Geografis. Sedangkan jika dipahami bahwa gugatan diajukan berupa

permohonan pembatalan merek terdaftar milik tergugat, karena dengan

terdaftarnya merek milik tergugat yang pada keseluruhannya sama dengan

nama terkenal milik penggugat menyebabkan hilangnya hak daya guna nama

terkenal milik penggugat dalam melakukan permohonan pendaftaran nama

terkenal miliknya sebagai merek.

Hakim sepatutnya memperhatikan ketentuan Algemen Bepalingen van

Wetgeving voor Indonesie Pasal 20 dalam membuat pertimbangan yang

menyatakan bahwa Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-Undang dan

53

salah satu asas putusan berdasarkan Pasal 178 ayat (2) HIR/Pasal 189 ayat (2)

RBG dan Pasal 50 RV yaitu, putusan harus secara total dan menyeluruh

memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan, tidak boleh

hanya memeriksa dan memutus sebagian saja dan mengabaikan gugatan

selebihnya, cara yang demikian bertentangan dengan asas yang digariskan

oleh Undang-Undang. Dengan ketentuan tersebut Hakim seharusnya

mempertimbangkan eksepsi tergugat dengan memperhatikan isi gugatan yang

mengajukan permohonan pembatalan merek terdaftar milik tergugat, karena

merek milik tergugat tidak sesuai dengan ketentuan pendaftaran merek yang

telah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis,

dalam hal ini penggugat telah mengajukan gugatan pembatalan sesuai dengan

yang telah diatur pada Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yang

menjelaskan bahwa ”Gugatan pembatalan merek terdaftar dapat diajukan

oleh pihak berkepentingan berdasarkan alasan dalam Pasal 20 dan/atau

Pasal 21 dan gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga.“

Dengan alasan tersebut menurut peneliti sudah sepatutnya Hakim dapat

menerima gugatan dan melanjutkan alur gugatan ke tahap pemeriksaan

materil. Menurut Van Apeldorn, seorang Hakim dalam tugasnya harus

memperhatikan dan teguh-teguh mendasari pada asas menyesuaikan Undang-

Undang dengan fakta konkrit dan dalam pandangan klasik aliran Konservatif

yang di tenggarai oleh Montesquieu dan juga Immanuel Kant berpendapat

bahwa Hakim dalam menetapkan Undang-Undang terhadap peristiwa hukum

sesungguhnya tidak menjalankan perannya secara mandiri. Hakim hanyalah

penyambung lidah atau corong Undang-Undang sehingga tidak dapat

mengubah kekuatan hukum Undang-Undang.3

Dalam perkara ini

pertimbangan Majelis Hakim menganggap gugatan tidak dapat diterima

(NO/Niet Onvankelijk Veerklard) karena beranggapan bahwa gugatan cacat

formil.

3http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/umum/849-penemuan-hukum-oleh-hakim (diakses

pada 28 September 2019, pukul 15.00).

54

Lebih lanjut jika dihubungkan dengan Pasal 76 Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2016 dengan melihat bukti P-1 bahwa Penggugat sebagai pemilik

nama atau singkatan nama orang terkenal yang berhak menggunakan daya

guna nama miliknya dan bukti P-31 bahwa penggugat telah mengajukan surat

permohonan keberatan kepada turut tergugat yaitu Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual. Mengenai upaya pembatalan merek yang diajukan ke

Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat oleh penggugat sudah sesuai dengan

ketentuan bahwa yang berhak memberikan putusan pembatalan merek adalah

Pengadilan Niaga kemudian setelah ada putusan selanjutnya pencoretan

merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berdasarkan

hasil dari putusan Pengadilan.

Dilihat dari bukti P-1 dan P-2 yang merupakan bukti kepemilikan nama

orang terkenal yang telah dibahas pada Bab sebelumnya dapat diketahui

bahwa penggugat yang seharusnya memiliki hak daya guna dari nama orang

terkenal tersebut, tapi dalam kasus ini permohonan pendaftaran merek

penggugat dengan menggunakan nama orang terkenal miliknya terhambat

karena nama orang terkenal miliknya telah terdaftar sebagai merek dengan

atas nama pihak tergugat tanpa persetujuan pihak pengugat. Terkait prinsip

first to file yang dianut dalam Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis

menganut ajaran relatif bukan mutlak, apabila merujuk pada Pasal 76

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 maka pasal tersebut membuka

peluang untuk dibatalkannya merek yang telah terdaftar jika merek tidak

sesuai dengan ketentuan yang telah diatur.

Jika memperhatikan isi gugatan mengenai pembatalan merek tentu tidak

sesuai dengan dasar alasan eksepsi tergugat yaitu Pasal 28 Undang-Undang

Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan bahwa penggugat harus

menempuh permohonan banding terlebih dahulu melalui Komisi Banding

Merek. Sudah sepatutnya alasan eksepsi tergugat dapat ditolak Majelis Hakim

karena tidak sesuai substansinya dengan isi gugatan yang diajukan oleh

penggugat dan berdasarkan alasan tersebut seharusnya Majelis Hakim dapat

meneruskan gugatan ke tahap selanjutnya yaitu pemeriksaan materil gugatan.

55

Kemudian dengan pertimbangan hukum ke dua yang menyatakan

bahwa diterimanya alasan eksepsi pertama maka eksepsi selebihnya tidak

perlu dipertimbangkan lagi, diketahui alasan eksepsi yang ke dua

menyatakan bahwa gugatan error in subjecto menurut tergugat seharusnya

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual didudukan sebagai tergugat bukan

sebagai turut tergugat. Dari alasan eksepsi tersebut peneliti tidak setuju

karena diketahui Tergugat adalah pihak yang ditarik ke muka Pengadilan

karena dianggap melanggar hak seseorang, sedangkan turut tergugat adalah

pihak yang tidak menguasai barang sengketa dan hanya demi lengkapnya

suatu gugatan harus diikutsertakan yaitu orang atau lembaga yang menurut

penggugat tidak menjadikannya sebagai sasaran utama. turut tergugat

sekedar untuk turut serta mentaati terhadap putusan pengadilan, dalam hal ini

tentu sesuai seperti yang sudah dijelaskan pada Bab sebelumnya bahwa

pencoretan merek terdaftar dilakukan oleh Direktoran Jenderal Kekayaan

Intelektual setelah mendapat putusan dari Pengadilan Niaga sehingga

kedudukan tergugat dan turut tergugat dalam gugatan sudah sesuai.

Pada putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat terhadap perkara

hak merek BENSU di atas peneliti berpendapat terjadinya pertimbangan

hukum yang tidak sesuai dalam memahami isi gugatan yang diajukan oleh

penggugat dengan mengabulkan eksepsi tergugat yang menyatakan gugatan

tidak dapat diterima karena dianggap cacat formil. Berdasarkan ketentuan

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang kekuasaan Kehakiman pada hakikatnya

tugas Hakim seharusnya untuk mengadili perkara bedimensi menegakkan

keadilan dan menegakkan hukum. Hal ini sejalan dengan teori kepastian

hukum menurut Utrecht, yaitu berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan Pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan

oleh Negara kepada individual. Hal ini yang perlu di perhatikan mengingat

Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis tidak mensyaratkan likelihood

of confusion maka wajar adanya jika dalam ajudikasi kasus-kasus perkara

merek tersebut tidak di pertimbangkan Hakim, kalaupun Hakim menyatakan

56

bahwa penggunaan nama orang terkenal pada merek dapat menimbulkan

kebingungan, namun hal itu tanpa didukung dengan ratio decidenci atau legal

reasoning yang memadai.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Penggunaan Nama Orang Terkenal

Pada Merek

Suatu masyarakat yang hidup dalam tatanan sosial selalu memiliki

dinamika tersendiri. Hukum hadir dalam masyarakat dan mencoba untuk

menjawab beberapa dinamika yang terjadi di dalam masyarakat tersebut.

Pengertian hukum yang memadai, dengan demikian, akan mencakup juga

unsur lembaga dan unsur proses, selain unsur asas dan unsur kaedah atau

norma yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, yang justru

akan mampu mewujudkan berlakunya asas dan norma.

Terkait dengan perlindungan terhadap penggunaan nama orang terkenal

pada merek telah diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 yaitu, permohonan pendaftaran merek ditolak jika

merek tersebut merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang

terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas

persetujuan tertulis dari yang berhak. Dengan memahami pasal tersebut dapat

diketahui tergugat mendaftarkan hak merek dengan menggunakan nama atau

singkatan nama orang terkenal milik penggugat dengan itikad tidak baik yang

pada pokoknya atau keseluruhannya sama dengan cara penulisan dan cara

pengucapan seharusnya permohonan pendaftaran merek tergugat ditolak.

Dalam teori perlindungan hukum, menurut Satjipto Rahardjo perlindungan

hukum memberikan pengayoman terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) yang

dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat

agar dapat menikmati shak-hak yang diberikan oleh hukum. Sudah sepatutnya

aparat penerima permohonan pendaftaran merek menggunakan Undang-

Undang Merek dan Indikasi Geografis sebagai dasar perlindungan hukum.

Pendaftaran merek membutuhkan ketelitian dalam melakukan

pemeriksaan substantif, maka peran pemeriksa yaitu Direktorat Jenderal

57

Kekayaan Intelektual sangatlah penting agar terhindar dari terjadinya perkara

setelah perhomohonan pendaftaran merek disetujui. Terdapatnya persamaan

merek dengan nama atau singkatan nama orang terkenal tanpa persetujuan

pemilik nama tersebut rentan dengan pemboncengan reputasi yang

menimbulkan salah satu kondisi yaitu mengecoh atau menyesatkan

konsumen.

Berdasarkan fakta-fakta dan pembuktian penggugat sebagai pemilik

nama atau singkatan nama orang terkenal dengan upaya hukum yang telah

dilakukan oleh penggugat sudah sesuai dan seharusnya penggugat

mendapatkan perlindungan hukum yang sesuai dengan ketentuan Perundang-

undangan. Dapat diketahui pendaftaran merek milik tergugat menyalahi

ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016. Sesungguhnya tujuan dari pengaturan penggunaan

nama atau singkatan nama orang terkenal pada merek adalah untuk menjamin

keamanan hak daya guna pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal

dan menjaga reputasi dari nama itu sendiri. Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia sudah selayaknya memberikan perlindungan hukum kepada Warga

Negara, pada khususnya dalam perkara ini untuk memberikan perlindungan

hukum nama orang terkenal terhadap penggunaan pada merek. Karena pada

hakikatnya hukum bertujuan untuk memberikan rasa keadilan, kenyamanan

dan ketertiban.

Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis telah menjelaskan bahwa permohonan

pendaftaran merek ditolak jika merek tersebut “Merupakan atau menyerupai

nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum

yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.“

Pasal ini seharusnya dapat menjadi dasar perlindungan hukum yang diberikan

oleh aparat Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan penegak hukum

kepada pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal untuk menjamin

hak-hak pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal. Hal ini juga

sepatutnya sejalan dengan salah satu tujuan dari Undang-Undang Nomor 20

58

Tahun 2016 yaitu, bahwa untuk lebih lebih meningkatkan pelayanan dan

memberikan kepastian hukum bagi dunia industri, perdagangan, dan investasi

dalam menghadapi perkembangan perekonomian lokal, nasional, regional,

dan internasional serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,

perlu didukung oleh suatu peraturan Perundang-undangan di bidang Merek

dan Indikasi Geografis yang lebih memadai.

Hemat peneliti berpendapat dari keseluruhan penjelasan di atas bahwa

pertimbangan Hakim dalam perkara hak merek BENSU kurang tepat karena

kurang cermatnya Majelis Hakim dalam memperhatikan isi dari gugatan

milik penggugat dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 bahwa

upaya pembatalan merek terdaftar milik tergugat yang dilakukan penggugat

dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Niaga sudah tepat karena

yang berwenang mengeluarkan putusan dalam menyelesaikan gugatan

pembatalan merek adalah Pengadilan Negeri Niaga. Kurang cermatnya aparat

penerima permohonan pendaftaran merek Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual juga mengakibatkan perlindungan hukum dalam penggunaan

nama orang terkenal pada merek belum berjalan dengan baik sehingga tujuan

dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 belum tercapai dengan baik.

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pokok permasalahan dan pembahasan atas perlindungan

hukum penggunaan nama orang terkenal pada merek tanpa persetujuan

pemilik nama yang mengakibatkan pemilik nama atau singkatan nama orang

terkenal kehilangan hak daya guna dari nama tersebut, seperti yang telah

dibahas dalam Bab sebelumnya, maka peneliti akan menguraikan kesimpulan

sebagai berikut :

1. Secara yuridis merek telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, namun

ketentuan belum diatur lebih rinci mengenai ketentuannya, bila dilihat

pada Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016

tentang Merek dan Indikasi Geografis hanya menjelaskan, bahwa

permohonan pendaftaran merek ditolak jika, merupakan atau menyerupai

nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum

yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang

berhak. Ditinjau dari hukum perdata, hak milik intelektual senantiasa

berhubungan dengan kepemilikan yang terdapat pada Pasal 570 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang isinya : “hak milik adalah hak

untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk

berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya,

asal tidak bersalahan dengan Undang-Undang atau peraturan umum

yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan, dan

tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya ittu dengan tak

mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan

umum berdasar atas ketentuan Undang-Undang dan dengan

pembayaran ganti rugi“ hak milik intelektual baru terbentuk bila

kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu yang dapat

dilihat, didengar, dibaca maupun digunakan. Dari penjelasan tersebut,

60

nama atau singkatan nama orang terkenal merupakan sebuah bentuk

kekayaan intelektual yang dilindungi oleh Undang-Undang.

2. Dalam perkara penggunaan nama orang terkenal pada merek BENSU

gugatan yang diajukan oleh penggugat tidak dapat diterima, dengan tidak

dapat diterimanya gugatan penggugat mengakibatkan hilangnya hak

penggugat sebagai pemilik nama atau singkatan nama. Peneliti tidak

setuju dengan pertimbangan Hakim karena dapat diketahui bahwa

pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal di tolak permohonan

pendaftaran mereknya akibat dari hak daya guna nama miliknya telah

dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa persetujuan pemilik nama dan upaya

hukum yang dilakukan penggugat dengan mengajukan gugatan

pembatalan merek terdaftar ke Pengadilan Niaga sudah sesuai dengan

Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis.

3. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemilik nama atau singkatan

nama orang terkenal telah diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis,

namun belum berjalan optimal yang mengakibatkan masih adanya hak

pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal yang dilanggar haknya

oleh pihak lain yang tidak berhak. Ada dua upaya yang dapat dilakukan

pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal yaitu secara preventif

sebagai bentuk pencegahan dan represif sebagai upaya penyelesaian

sengketa yang terbagi lagi menjadi dua yaitu persuasif dan koersif.

B. Rekomendasi

Berdasarkan yang telah diuraikan dalam pembahasan yang telah

dibahas dan telah disimpulkan, rekomendasi yang diberikan oleh peneliti

diantaranya, sebagai berikut:

1. Diperlukan adanya dasar hukum yang lebih spesifik mengenai klausul

penggunaan nama atau singkatan nama orang terkenal dalam Undang-

Undang Merek dan Indikasi Geografis terutama mengenai batas

61

ketentuan dalam penggunaan nama atau singkatan nama orang terkenal

dan pengaturan yang lebih jelas mengenai upaya hukum yang dapat

dilakukan oleh pemilik nama atau singkatan nama orang terkenal untuk

lebih menjamin perlindungan hukum.

2. Perlu adanya peningkatan kualitas pada kinerja Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual (DJKI) khususnya aparat pemeriksa permohonan

pendaftaran merek agar lebih teliti dan profesional dalam melakukan

pemeriksaan substantif pada setiap permohonan pendaftaran merek,

mengingat masih banyak kasus pendaftaran merek yang tidak sesuai

dengan ketentuan Hukum Hak Kekayaan Intelektual khususnya Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

salah satunya penggunaan nama atau singkatan nama orang terkenal pada

merek tanpa persetujuan pemilik nama.

62

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Djumhana, Muhammad, dan R. Djubaedillah. 1997. Hak Milik Intelektual Sejarah,

Teori, dan Prakteknya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Djumhana, Muhammad. 2006. Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Hadjon, M.Phillipus. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya:

PT. Bina Ilmu

Hariyani Iswi. 2010. Prosedur Mengurus HKI yang Benar. Yogyakarta: Pustaka

Yustisia

Ibrahim Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayu Media Publishing

Indriyanto Agung, dan Irnie Mela Yusnita. 2017. Aspek Hukum Pendaftaran Merek.

Jakarta: PT. Raja Grafindo

Jened Rahmi. 2015. Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Global dan

Integrasi Ekonomi. Jakarta: Pranedamedia Group

Keller, Kotler dan Phillip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga

Lindsey, Tim dkk. 2011. Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Alumni

Marzuki, Peter, Mahmud. 2011. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana pranedaMedia

Group

Marzuki, Peter, Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana

Pranedamedia Group

Maulana, Insan Budi. 1999. Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke

Masa. Bandung: Citra Aditya Bakti

Priapantja, Cita, Citrawindi. 2000. Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia.

Bogor: Biro Oktori Rooseno

Rizaldi Julius. 2009. Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap

Persaingan Curang. Bandung: PT. Alumni

63

Raharjo Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Rato Dominikus. 2010. Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum.

Yogyakarta: Laksbang Pressindo

Syahrani Riduan. 1999. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti

Saidin, OK. 2013. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press

Soekanto Soerjono, dan Sri Mamudji. 2004. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Soemitro, Roni Hanitjo. 1998. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia

Syarifin Pipin, dan Daedah Jubaedah. 2004. Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di

Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Tirtaamidjaja MR. 1962. Pokok-Pokok Hukum Periagaan. Jakarta Djambatan

JURNAL

Gultom, Meli, Hertati. 2018. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek

Terdaftar Terhadap Pelanggaran Hak Merek. Jurnal Warta Edisi 56

Venessa Ikke, dan Zainul Arifin. 2017. Pengaruh Citra Merek (Brand Image) dan

Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen. Jurnal Administrasi Bisnis

Vol.51

Mastur. 2012. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Paten.

Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI Vol.6

Purwadi Adi. 1992. Aspek Hukum Perdata Pada Perlindungan Konsumen. Jurnal

Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nomor 1 dan 2

Sugiarti, Yayuk. 2016. “Perlindungan Merek Bagi Pemegang Hak Merek Ditinjau

Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Vol.3 Jurnal

Jendela Hukum, Fakultas Hukum UNIJA

64

INTERNET

https://www.hki.co.id/merek.html (diakses pada 20 Agustus).

http://tesishukum.com (diakses pada 20 September)

https://dgip.go.id/ (diakses pada 20 September)

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/umum/849-penemuan-hukum-oleh-hakim-

rechtvinding.html (diakses pada 28 September)