infobpjs - bpjs kesehatan · pdf filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah...

12
Kenaikan Iuran Untuk Pemantapan Pelayanan MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 32 TAHUN 2016 INFOBPJS Kesehatan

Upload: tranminh

Post on 07-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

Kenaikan IuranUntuk Pemantapan Pelayanan

MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATANEDISI 32 TAHUN 2016

INFOBPJSKesehatan

Page 2: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

CEO

DAFTAR ISI

message

Persepsi - Percaya atau Tidak Dokter Layani JKN-KIS Dibayar Rendah

Manfaat - Iuran Naik, Manfaat Untuk Peserta Kian Meninggkat

Sehat - Penting Deteksi Dini Untuk Mencegah Komplikasi Diabetes Melitus

Fokus - Kenaikan Iuran untuk Pemantapan Pelayanan

Inspirasi - Pemegang Tiga Polis Merasa Tenang Punya KIS

Bincang - Kenaikan Iuran Belum Cukup Meredam Defisit Program JKN-KIS

3

5

6

89

10

CEO MESSAGE

11

SALAM REDAKSI

7TESTIMONIRS. Anna Medika Bekasi-Jadi Provider JKN bikin RS ini Lebih Untung

Ada sebuah lagu yang sangat hits di tahun 80-an yang bercerita tentang kekuatan uang. Lagu yang dinyanyikan penyanyi Nicky Astria ini diantaranya berisikan syair yang cukup menggelitik bahwa “Uang bisa bikin orang senang tiada kepalang, uang bisa bikin mabuk kepayang, lupa sahabat lupa kerabat lupa saudara mungkin juga lupa ingatan...“. Begitu besar kekuatan uang, sehingga dalam lagu ini juga dikatakan bahwa semua orang di dunia membahas tentang uang dan selalu mencari cara yang cepat untuk mendapatkan uang.

Dalam satu kisah lain bahkan diceritakan bagaimana seorang anak kecil menangis karena kehilangan uang 10 ribu-nya. Sang paman yang mendengar tangis si anak datang menghampiri dan bertanya, “Kenapa kamu menangis?”. “Uangku hilang Rp10.000,” jawab si anak tadi. Paman pun menjawab, “Sudah jangan menangis, ini Paman ganti Rp 10.000 untuk kamu.” Si anak pun menerima uang tersebut, Namun ternyata si anak tetap saja menangis. Bertanya lagi si paman, “Kenapa kamu masih menangis, kan sudah diganti uang Rp 10.000 yang hilang?". Si anak pun menjawab sambil masih terus menangis, “Kalo tadi tidak hilang, kan uangku sekarang jadi Rp 20.000”

Begitu tinggi persepsi orang tentang makna uang. Bahkan ada yang bilang “uang dapat membeli kebahagiaan”. Pernyataan ini memang ada benarnya. Jika ada uang, kita bisa dengan mudah membeli makanan, pakaian, tempat tinggal bahkan membeli kesenangan. Uang juga yang bisa mengantarkan kita ke seluruh pelosok dunia, merasakan barang mewah dan memiliki berbagai fasiltas dan pelayan pribadi yang siap membantu kapan saja. Bagitu juga dengan penjaja makanan atau pengasong koran di pinggir jalan. Karena untuk mendapatkan uang Rp 10.000 saja tidak mudah, maka makna memiliki uang akan memudahkan kehidupan sangat diyakini kebenarannya oleh mereka. Jika ada uang, penjaja makanan kemungkinan besar akan memilih membuat restoran saja dan pengasong koran boleh jadi lebih memilih memiliki percetakan besar.

Masalahnya adalah, berapa jumlah uang yang dianggap cukup sehingga seorang manusia dapat memiliki kebahagiaan karena uang. Jawabnya, tergantung kembali kepada persepsi manusia akan nilai uang itu sendiri. Banyak kita dengar bahwa uang Rp 100.000 terasa besar jika disedekahkan di dalam masjid, namun sangat kecil jika dibawa ke mall. Uang Rp 1.000 terasa kecil di kantong, tapi sangat berarti bagi Pak Ogah di perempatan jalan. Bagi seorang istri dengan 3 anak, uang Rp 1 juta terasa berat untuk bisa tuntas membiayai hidup satu bulan, sementara bagi anak SD yang hidup lengkap bersama ayah bundanya, uang sebesar itu ibarat harta karun yang bahkan sangat sulit untuk dihitung dan jika harus dihabiskan, sangat membingungkan akan digunakan untuk membeli barang apa saja.

Begitu pula kejadiannya dengan biaya kesehatan. Ketika sakit dan membayar sendiri seluruh biaya kesehatan, ongkos dokter sebanyak Rp 200.000 terasa sangat berat. Apalagi jika harus dirawat 3 hari dengan total biaya Rp 5 juta rupiah. Rasanya sesak sekali di dada. Namun ketika yang menanggung biaya rumah sakit adalah asuransi, maka makna tanggungan Rp 5 juta tadi terasa kecil, apalagi kalau dihitung-hitung setiap bulan sudah setor iuran Rp 80.000/orang atau Rp 320.000/keluarga. “Ah itu mah biasa, wajar, setiap bulan kan kita sudah bayar.”.

Padahal jika mau dihitung dan diperhitungkan 1 peserta dengan tindakan operasi jantung yang berbiaya minimal Rp 150 juta rupiah, dimana keluarga tadi meng-iur Rp 320.000/bulan, maka jika pembayaran operasi itu harus dicicil dengan sejumlah iuran yang sama per bulan, orang tersebut harus membayar selama 469 bulan atau 39 tahun lebih, dengan catatan setelah itu ia dan 3 anggota keluarga lainnya tidak boleh sakit selama periode 39 tahun itu.

Jadi kembali kepada persepsi uang tadi, manusia ternyata selalu memiliki ambivalensi (sikap mendua) terhadap makna uang. Jika uang itu datang kepadanya akan terasa kecil, sebaliknya jika uang itu pergi darinya akan terasa sangat besar. Bahkan seperti anak kecil tadi, kehilangan uang adalah aib kesedihan terbesar yang sangat menyakitkan, meski besaran uang yang hilang sudah digantikan.

Memang sudah menjadi kodrat manusia untuk cinta harta, sebagaimana dalam surah Ali Imran–14 disebutkan, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia...”. Namun sebagai manusia, adalah kewajiban kita juga untuk saling ingat mengingatkan. Ketika harta kita infak-kan atau sedekahkan untuk kebaikan, maka akan mengalir pula kebaikan lain bagi diri kita. Memang meng-iur biaya kesehatan bukanlah hal ringan di tengah himpitan ekonomi saat ini, sementara kita sendiri jarang atau bahkan tidak pernah memakai kartu sehat itu. Namun inilah sesungguhnya yang harus kita syukuri, bahwa Tuhan selalu menganugerahi kesehatan bagi kita dan keluarga. Dan jika saja kita niatkan iuran setap bulan sebagai ibadah, Insya Allah ini adalah salah satu cara bersedekah, yaitu membantu membiayai pengobatan orang lain yang lebih membutuhkan. Pikirkanlah saja pahala yang kembali, karena tadi manusia lebih senang menghitung yang ia dapatkan daripada yang ia keluarkan. Sebagaimana janji Allah SWT, setiap nafkah di jalan Allah adalah dengan serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, dimana pada tiap-tiap bulir berisi seratus biji karena Allah SWT melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki (Al-Baqoroh-261). Semoga kita semua menjadi orang-orang yang dikendaki-Nya, yang pandai bersyukur dan pandai memaknai uang yang kita miliki.

Direktur Utama Fachmi Idris

MEMAKNAI NILAI UANG

Pembaca Setia Media Info BPJS Kesehatan, Pada awal Maret 2016 lalu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.Dalam Perpres tersebut terdapat beberapa perubahan-perubahan penting yang patut diketahui oleh masyarakat khususnya terkait dengan penyesuaian jumlah iuran.

Bagaimana dinamika penyusunan Perpres, serta benefit atau manfaat tambahan apa yang akan diperoleh peserta JKN akan dibahas pada rubrik FOKUS.

Kehadiran Perpres 19/2016 ini memang menimbulkan polemik, pro-kontra di masyarakat. Namun apakah kehadiran Perpres ini sejatinya dapat meningkatkan mutu dan kualitas program JKN, dalam rubrik BINCANG secara khusus Info BPJS Kesehatan mewawancarai Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Prof Budi Hidayat. Beliau merupakan salah satu tim pemrakarsa kehadiran Perpres ini, bagaimana pandangannya mengenai pelaksanaan Program JKN saat ini, dan pengaruhnya dengan kehadiran Perpres 19/2016.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Kami pun terus berupaya dalam memberikan informasi yang baik, akurat dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat beraktivitas.

Penyesuaian Iuran untuk Keberlangsungan Program

Peningkatan pendapatan dan jumlah pasien RS Anna Medika merupakan hasil dari strategi yang digunakan RS sebelum menghadapi JKN

Kilas & Peristiwa - Buka Layanan Satu Pintu, Kini Badan Usaha Baru Bisa Urus Izin Dokumen Dan Daftar BPJS Kesehatan Sekaligus

INFOBPJSKesehatan

BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN :Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940

PENGARAHFachmi Idris

PENANGGUNG JAWABBayu Wahyudi

PIMPINAN UMUM Ikhsan

PIMPIMAN REDAKSIIrfan Humaidi

SEKRETARISRini Rahmitasari

SEKRETARIAT Ni Kadek M.Devi Eko Yulianto Paramita Suciani

REDAKTURElsa NoveliaAri Dwi AryaniAsyraf MursalinaBudi SetiawanDwi SuriniTati Haryati DenawatiAngga FirdauzieJuliana RamdhaniDiah Ismawardani

DISTRIBUSI & PERCETAKAN FauzirmanAnton Tri WibowoAkmad TasyrifanArsyad Ranggi Larrisa

Page 3: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

3

FOKUS

Harapan penundaan itu dikemukakan oleh Prayitno yang ditemui saat berobat di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, Jakarta Timur, awal

Mei lalu.

“Enggak tahu kalau iuran naik. Belum ada pemberitahuan. Sekarang saya masih bayar tarif lama, Rp25.500 untuk kelas III,” sebut pria 47 tahun itu, usai mendaftar berobat jalan di loket.

Sebagai pekerja kontrak di salah satu perusahaan swasta di Klender, kenaikan iuran itu dirasa berat bagi bapak tiga anak ini. Maklum, sebagai peserta dari jalur mandiri, pria tamatan SMA di Jawa Tengah ini harus membayar iuran lima kartu BPJS Kesehatan, sesuai dengan jumlah keluarganya.

Artinya, dengan tiga anak, Prayitno harus membayar sekitar Rp125 ribu lebih per bulan untuk iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan ini tentu menambah beban pengeluaran rumah tangga lelaki yang tinggal mengontrak di Pondok Bambu itu.

Bila Prayitno menuntut agar pemerintah menunda kenaikaniuran, Utami, peserta BPJS Kesehatan yang lain hanya bisa pasrah. Guru agama di sebuah SMP di Duren Sawit ini hanya berharap agar kenaikan iuran disertai pula dengan peningkatan kualitas pelayanan.

“Yah, yang penting pelayanan lebih baik. Antri jangan terlalu lama. Obat juga selalu tersedia,” ujar ibu satu anak ini.

Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 18Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jaminan Kesehatan, memang membuat polemik baru di masyarakat. Musababnya, dengan perpres tersebut iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja mengalami kenaikan.

Untuk peserta kelas III, iuran yang tadinya Rp25.500 per bulan/orang menjadi Rp30.000. Kenaikan lebih tinggi terdapat di kelas II dan I. Untuk kelas II, iuran yang sebelumnya Rp42.500 menjadi Rp51.000. Sedangkan di kelas I menjadi Rp80.000 dari sebelumnya Rp59.500.

Keresahan publik atas kenaikan iuranbulanan pun mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Bagi lembaga swadaya masyarakat itu, kenaikan iuran dari sektor PBPU/mandiri itu adalah bentuk lain dari eksploitasi.

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, kenaikan iuran pada peserta PBPU/mandiri adalah sebuah contoh dari blunder kebijakan. Jika ingin menaikan iuran untuk menambah pendapatan iuran, seyogianya dilakukan pada kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang secara konstitusional menjadi tanggung jawab negara.

Atau, lanjut Tulus, opsi lain seperti mengambil separuh dari penerimaan cukai rokok bisa menjadi alternatif ketimbang membebankan biaya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada peserta mandiri.

Kenaikan iuran juga dirasa tidak tepat jika kita berkaca dengan kondisi layanan di lapangan. Bagi YLKI, sampai

detik ini program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan belum memunyai standar pelayanan minimal yang jelas. Walhasil, hampir di semua lini pelayanan BPJS masih sangat mengecewakan masyarakat.

Masih banyak pasien yang ditolak opname di rumah sakit tanpa alasan yang jelas. Sekalipun diterima rumah sakit, tapi service RS terhadap peserta BPJS sangat timpang dibanding dengan peserta non-BPJS.

"Dan seabreg kekecewaan seperti obat tertentu yang tidak ditanggung, dan antrian panjang, hingga pasien menjemput ajal karena belum ada tindakan medis," kata Tulus.

Masih buruknya layanan juga menjadi dalih bagi DPR RI untuk mendesak pemerintah mengurungkan niat kenaikan. Ketua Komisi IX DPR Dede Macan Yusuf bahkan mengancam akan menginisiasi revisi Undang-Undang BPJS jika penguasa nekad tetap menaikan iuran.

"Kenaikkan premi merupakan opsi terakhir. Boleh naik premi bila pelayanannya sudah

diperbaiki,” ujar legislator dari Partai Demokrat itu.

Mayoritas publik ternyata belum tahu pemberlakuan

kenaikan iuranBadan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 April 2016. Begitu

mendapat info, kebanyakan masih berharap agar

kebijakan tersebut ditunda.

Kenaikan Iuranuntuk Pemantapan Pelayanan

KETUA KOMISI IX DPR RI Dede Macan Yusuf Widodo

Page 4: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

4

FOKUS

KompromiTekanan dari berbagai pihak akhirnya membuat pemerintah mengambil langkah kompromi. Lewat jumpa pers yang digelar Jumat, awal Mei lalu, Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengumumkan keputusan baru pemerintah.

Kenaikan sesuai amanah Perpres 19 Tahun 2016 tetap diberlakukan. Namunberdasarkan Perpres nomor 28 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2014, sambung Bayu, kenaikan hanya untuk kelas II dan I, lantaran peserta dianggap mampu. Khusus untuk kelas III, iurannya tetap, yaitu Rp25.500.

Perlu diketahui bersama, wacana kenaikan iuran itu tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. Terus terjadinya ketidakseimbangan rasio klaim antara pemasukan iuran dan pengeluaran yang terus terjadi setiap tahun, menjadi dasar utama diskusi kenaikan iuran.

Di penghujung tahun lalu, Tono Rustiano, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan mengatakan dalam rapat dengan DPR RI bahwa rasio klaim yang tinggi masih akan terus terjadi.

Masalahnya adalah pendapatan iuran peserta lebih kecil dari biaya layanan kesehatan yang dikeluarkan. Hulu dari perkara ini, menurut Tono adalah tingkat iuran JKN yang masih belum menggambarkan risiko sakit peserta JKN.Tingkat iuran per orang per bulan di tahun 2015 sekira Rp28.081 dipandang masih belum cukup untuk menjaga program JKN ini terus berlangsung. Menurut beberapa ahli dan DJSN, tingkat ideal iuran per orang per bulan saat ini adalah Rp36.000.

Ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu, Direktur perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan periode tahun 2016 - 2021, Mundiharno, mengatakan, kenaikan iuran menjadikan potensi pendapatan premi naik menjadi sekitar Rp2,19 triliun di 2016. Namun, potensi defisit pada tahun ini akan tetap terjadi.

Pasalnya, ketimpangan rasio klaim pada tahun ini ditaksir akan meningkat mencapai Rp7,06 triliun, lantaran ada tambahan jumlah peserta. Tahun lalu, defisit mencapai Rp5,2 triliun, tetapi untunglah, lanjut dia, mendapat tambahan dana dari APBN-P.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tb. Rachmat Sentika mengakui berdasarkan hitungan aktuaria, iuran yang ditetapkan pada saat ini terlalu rendah.

“Idealnya hitungan harus berdasarkan aktuaria. Dalam hal ini, untuk kelas III, para ahli merekomendasikan Rp36 ribu per peserta. Itu saja baru bottom line atau minimal rasio bisa seimbang,” kata dia.

Dalam dunia asuransi, idealnya memang tarif dievaluasi setiap dua tahun. Berkenaan dengan JKN, lanjut Rachmat, kenaikan berkala ini juga diatur dalam undang-undang.

Selain bisa mengancam kelanggengan program JKN, tidak adanya kenaikan iuran juga tentu bisa bermuara pada penurunan kualitas layanan. Ditambahkan, sejatinya terdapat tiga pilihan berkenaan dengan penyesuian iuran. Pertama adalah pengurangan manfaat pada peserta (benefit). Opsi ini, lanjut dia, tentu tidak mungkin dilakukan. Pilihan kedua adalah kenaikan iuran, baik pada peserta PBPU, PBI atau pekerja penerima upah (PPU). Usulan ini,

DIREKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN BPJS KESEHATAN 2016-2021 Mundiharno Widodo

Desakan politis memang membuat sebagian iuran tertunda. Namun, yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, apakah kompromi ini sejatinya memang telah mengurai persoalan besar dari masalah JKN?

MANFAAT UNTUK MASYARAKAT PERPRES NO. 12/2013 JUNCTO NO. 111/2013 (PERPRES LAMA)

PERPRES NO. 19/2016(PERPRES BARU)

1. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

Tarif belum dapat ditingkatkan Dapat dilakukan peningkatan dan rasionalisasi tarif, sehingga akan berdampak secara langsung terhadap kualitas layanan untuk masyarakat.

2. Penyesuaian rasio distribusi peserta dengan FKTP (puskesmas, klinik pratama, dokter praktek perorangan)

Rasio dokter dan peserta = 1 : 5.000, namun masih ada penumpukan peserta pada FKTP tertentu.

Rasio dokter dan peserta = 1 : 5.000, dengan distribusi peserta yang lebih merata pada setiap FKTP, sehingga layanan kepada masyarakat lebih baik.

3. Peningkatan akses pelayan (jumlah fasilitas kesehatan yang bekerjasama).

- Jumlah FKTP (puskesmas, klinik pratama, dokter praktek perorangan): 30.707

- Jumlah FKRTL (rumah sakit dan klinik utama): 1.839

- Jumlah FKTP (puskesmas, klinik pratama, dokter praktek perorangan): 36.309

- Jumlah FKRTL (rumah sakit dan klinik utama): 2.068

4. Kinerja FKTP terhadap pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan melalui kontrak berbasis komitmen pelayanan.

Belum diterapkan sehingga upaya promotif dan preventif belum optimal (a.l. jumlah peserta yang kontak dengan tenaga kesehatan baik yang sakit maupun tidak sakit).

Dapat diterapkan sehingga upaya promotif dan preventif berjalan optimal (a.l. jumlah peserta yang kontak dengan tenaga kesehatan baik yang sakit maupun tidak sakit).

5. Penambahan manfaat pelayanan kesehatan yang dirasakan masyarakat.

Belum mencakup:- Pelayanan KB (tubektomi interval).- Pemeriksaan medis dasar di rumah

sakit (UGD).

Sudah mencakup:- Pelayanan KB (tubektomi interval).- Pemeriksaan medis dasar di rumah sakit

(UGD).

sambung Rachmat telah ditolak berbagai kalangan.

Akhirnya pemerintah cenderung memilih opsi terakhir, yaitu memberikan dana tambahan dari APBN-P pada setiap tahunnya. Bagi Rachmat, pilihan ini idealnya jangan diberlakukan setiap tahun lantaran membebani keuangan negara.Idealnya, JKN yang dikelola BPJS Kesehatan harus bisa berjalan mandiri.

LayananSementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menambahkan, sejatinya terdapat sejumlah jalan keluar bagi peserta yang merasa keberatan dengan naiknya iuran. Bagi peserta kelas II dan I yang merasa berat denganiuran yang ada, bisa mengajukan untuk pindah ke kelas III yang tidak mengalami kenaikan.

Sedangkan bagi yang tidak mampu untuk menjadi peserta kelas III sekalipun, yang bersangkutan bisa mengajukan permohonan tidak mampu, sehingga bisa masuk Jamkesda atau masuk ke dalam kelompok PBI yang iuran bulannnya ditanggung pemerintah.

Menurut Irfan, kenaikan iuranpada tahun ini sejatinya sudah dikaji oleh para pakar dan pemerintah secara mendalam. Dia memberi contoh, kalau iuran kelas III menjadi Rp30 ribu/bulan, artinya sehari seorang peserta hanya harus menyisihkan dana seribu rupiah per hari. Bagi orang yang memiliki penghasilan tetap, jumlah ini tentunya sangat terjangkau.

Lalu, sambung dia, coba bandingkan dengan seorang perokok. Kalau sehari biasa mengonsumsi satu bungkus, praktis para pecandu itu harus menyisihkan Rp20 ribuan per hari atau sekitar Rp600 ribuan per bulan. Jumlah itu bahkan lebih mahal dari iuran kelas I sekalipun yang hanya dipatok Rp80 ribu/bulan.

Menanggapi kritikan belum baiknya layanan, sehingga kenaikan dianggap tidak mendasar, juga mendapatkan respons dari Irfan. Menurut dia, kenaikan iuran tentu akan menambah manfaat bagi peserta.

Dia mencontohkan, dengan adanya kenaikan premi, peserta mendapatkan manfaat tambahan baru, seperti pelayanan tubektomi KB dan pemeriksaan medis dasar di UGD rumah sakit kini ditanggung BPJS Kesehatan. Peningkatan premi juga akan dipergunakan untuk menggenjot kegiatan promotif dan preventif yang selama ini dirasa masih kurang.

Selain itu, penambahan iuran juga bisa meningkatkan akses ke fasilitas kesehatan, penambahan dokter, pembelian alat kesehatan, ketersediaan obat dan sebagainya (lihat tabel).

Senada dengan Irfan, Direktur Operasional AXA Financial Indonesia Faustinus Wirasadi mengatakan, kendati terasa berat, kenaikan iurandi bidang kesehatan berkala sejatinya merupakan suatu keniscayaan.

Berdasarkan survei tren kesehatan yang dirilis Towers-Watson Global Medical pada 2014, biaya pengobatan di Indonesia melonjak sekitar 11%-15% per tahun. Jauh di atas angka inflasi yang berada di kisaran 4%-5%. Dengan kata lain, pengobatan penyakit kritis dapat menelan biaya hingga ratusan juta rupiah.

Page 5: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

Kenaikan Iuran untuk PenyesuaianManfaat Program JKN-KIS

5

BINCANG

Pemerintah telah menetapkan kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang tertuang di dalam

Peraturan Presiden (Perpres) 28/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikkan iuran adalah salah satu cara yang ditempuh Pemerintah untuk mengatasi mismatch atau defisit yang dialami BPJS Kesehatan, yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp5 triliun selama dua tahun berjalan. Namun, banyak kalangan menilai besaran iuran yang baru direvisi Pemerintah ini terlalu rendah, dan tidak akan signifikan memperbaiki mismatch BPJS Kesehatan. Seperti apakah implikasi kenaikkan iuran terhadap program maupun semua stakeholder di dalamnya? Berikut kutipan hasil wawancara reporter Info BPJS Kesehatan dengan Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Budi Hidayat, di ruang kerjanya, Jakarta, baru-baru ini.

Bagaimana pendapat Prof Budi mengenai kenaikan iuran ini ?

Program JKN melibatkan banyak pelaku, mulai dari Pemerintah, provider, peserta dan BPJS Kesehatan. Masing-masing memiliki motivasi yang berbeda, dan tidak mudah untuk menyamakannya. Kalau Pemerintah, apalagi peserta, inginnya iuran kecil tetapi cukup. Padahal kalau kita cermati Pemerintah sebetulnya sudah tahu kebutuhan pendanaan JKN. Hitung-hitungannya sudah jelas bahwa angka cukup ideal adalah Rp36.000 untuk kelas III PBPU maupun PBI. Tetapi Pemerintah hanya sanggup membiayai Rp23.000 untuk PBI karena alasan membebani APBN. Di sinilah DPR teriak karena merasa tidak adil bagi PBPU. Ini ada masalah komunikasi politik yang harusnya ditindaklanjuti dengan baik. Artinya Pemerintah sudah tahu kebutuhan pendanaan BPJS Kesehatan, tapi tidak secara langsung menyetujui angka Rp36.000. Pemerintah tahu bahwa BPJS Kesehatan masih akan mengalami defisit, dan mereka sudah siap dengan dana tambahan dari APBN. Pemerintah juga tahu bahwa dengan iuran PBPU dan PBI yang sekarang ini, tidak ada celah untuk memperbaiki tarif layanan. Padahal, kenaikkan iuran dan tarif manfaat sangat diharapkan provider, sehingga kualitas layanan semakin bagus. Sementara untuk layanan kesehatan yang bagus, sumber pendanaan adalah dari iuran.

Secara keseluruhan, apa dampak kenaikkan iuran terhadap program JKN ?

Tentu saja dengan besaran iuran yang sudah direvisi, pendanaan JKN masih dalam posisi tidak aman. Ancaman program JKN ini defisit masih besar. Defisit layak disandang sebagai penyakit kronis JKN. Angka rasio klaim tahun 2014 dan 2015 selalu berada diatas 100%. Defisit akan terus bergulir jika terapi sistemik nihil. Indikasi defisit JKN terungkap dari angka rasio klaim, yang dihitung dengan cara membagi jumlah biaya klaim dengan jumlah pendapatan iuran. Namun angka ini baru menggambarkan penyerapan dana iuran untuk biaya kesehatan saja,

sementara JKN juga butuh biaya operasional. Untuk 2016 dan seterusnya, perhitungan saya menemukan angka rasio klaim 98.9%. Jadi hanya ada sisa 1.1% untuk biaya operasional. Dengan iuran kecil, maka kemampuan program untuk mendanai layanan kesehatan terbatas. Tidak akan ada celah untuk perbaikan tarif layanan, yang sebenarnya sangat diharapkan oleh pemberi layanan kesehatan sejak awal JKN mulai dilaksanakan. Rendahnya tarif layanan bisa berdampak pada kualitas layanan yang diperoleh pasien. Pasien dengan penyakit parah langsung dirujuk, tetapi belum tentu diterima oleh faskes lainnya. Terjadilah lempar-lemparan pasien. Itulah fenomena yang sudah terjadi selama ini. Memang harus ada kebijakan yang mampu mengakomodasi kemampuan program dan keinginan semua pihak di dalamnya.

Jadi, dengan kenaikan iuran yang cukup signifikan berdampak pada perbaikan kualitas layanan ? Iuran yang cukup juga tidak secara otomatis memperbaiki kualitas layanan. Layanan kesehatan itu sangat asimetrik, dan kenaikkan iuran tidak berbanding lurus dengan perbaikan kualitas layanan. Sementara itu, dalam praktik layanan kesehatan, dokter memiliki peran sebagai penasehat dan penyedia jasa, yang keduanya melekat secara alamiah dan tidak bisa dipisahkan. Ketika kontrol lemah, kombinasi dari ciri khas asimetrik informasi produk kesehatan dengan peran provider melahirkan Supplier Induced Demand (SID) yang berujung pada kejadian utilisasi abnormal. Jadi utilisasi ini tidak murni disebabkan oleh kebutuhan medis pasien, tetapi motif lain dari provider. Fenomena ini sudah meng-global, terbukti empiris di banyak negara dan umumnya menimpa pasien jaminan kesehatan. . Bentuk SID sangat bervariasi, dan tergantung pola bayar apa yang digunakan. Ketika metode borongan ala DRGs (INA-CBGs) digunakan pada jenis pelayanan rawat inap, maka bentuk SID dapat berupa pemulangan dini pasien yang masih butuh perawatan (bloody discharge) dengan harapan pasien berobat kembali (readmission). Bloody discharge juga dapat terjadi akibat alokasi dana perawatan pasien pada kasus INA-CBGs tertentu sudah habis. Pada jenis pelayanan rawat jalan, konsekuensinya berupa pemecahan terapi yang mendorong pasien kembali (revisit) berobat untuk penyakit serupa. Karenanya, kecuali di Indonesia, metode DRGs tidak lazim digunakan pada jenis pelayanan rawat jalan. Alternatifnya adalah Ambulatory Payment Classifications (APCs), yang digunakan oleh program Medicare di Amerika, atau Discount on Charge yang digunakan luas di banyak negara.

Apakah readmisi juga menyebabkan rasio klaim tinggi?

Re-admisi biasanya dimaknai sebagai perilaku faskes memulangkan pasien, lalu memintanya kembali ke rumah sakit di hari-hari berikutnya. Biasanya untuk menagihkan beberapa prosedur secara terpisah yang seharusnya dapat ditagihkan bersama dalam satu bentuk paket pelayanan. Tujuannya untuk mendapatkan nilai klaim dan keuntungan yang lebih besar pada satu episode perawatan pasien. Perilaku readmisi biasanya terjadi karena klaim yang kurang atau tidak mencukupi untuk pelayanan, dan sistem monitoring yang kurang memadai. Praktik ini justru menimbulkan inefisiensi, dan yang dirugikan bukan hanya BPJS Kesehatan, tetapi juga pasien. Ada perubahan perilaku provider dengan adanya skema pembayaran borongan melalui paket INA CBGs. Dulu dengan skema fee for service, ada kecenderungan semua pelayanan kesehatan diberikan kepada pasien. Semakin banyak pelayanan, makin besar pula pembayarannya. Setelah direformasi menjadi INA CBGs pun tidak menyelesaikan masalah. Memang terjadi efisiensi pelayanan oleh dokter, tetapi bahaya buat status kesehatan pasien bila layanannya di bawah standar. Jadi, berapa pun kenaikkan iuran peserta bila pola layanan medisnya tidak dikontrol, klaim rasio tetap akan tinggi. Readmisi hanya salah satu contoh perilaku negatif yang mempengaruhi rasio klaim.

Berapa dana JKN yang bisa dihemat dari fenomena ini?

Nihilnya pengendalian membuka peluang subur kejadian utilisasi abnormal yang berujung pemborosan. Jerman yang menerapkan audit medis untuk menelisik minimal 10% klaim DRGs yang diambil acak per tahun. Di Indonesia, celah untuk meraih efisiensi terbuka lebar. Analisis data klaim mendeteksi 76% kasus klaim INA-CBGs rawat jalan adalah jenis revisit, dan 15% diantaranya jenis re-visit karena indikasi SID dengan nilai klaim triliunan rupiah. Jika ini terdeteksi oleh radar audit medis ala Jerman, BPJS Kesehatan dapat meraih efisiensi sekitar 18% dari dana klaim rawat jalan. Selain itu, rata-rata kunjungan berulang rawat jalan per pasien 4.7 kali. Ini jelas menggrogoti saku pasien karena setiap berkunjung tentu butuh biaya transportasi. Biaya kesempatan (opportunity costs) pasien dan keluarga yang mendampinginya juga pasti lenyap. Penderitaan pasien semakin parah karena dalam setiap kunjungannya mereka menemui antrian panjang mulai dari pendaftaran, pemanfaatan layanan sampai pengambilan obat.

Utilisasi abnormal juga terjadi pada pemanfaatan layanan rawat inap. Angka bloody discharge yang mendorong kejadian readmission menyedot dana JKN signifikan (sekitar 4% dari dana klaim rawat inap). Terdeteksi pula kasus klaim yang diduga upcoding yang jika dihitung efisiensinya fantastis. Pembuktian empiris apakah dari dugaan ternyata memang betul upcoding harus dilacak melalui audit medis. Disini JKN butuh regulasi untuk memuluskan audit medis khususnya ketika auditor mencermati rekam medis pasien. Lalu, apa resepnya untuk meredam biaya klaim?

Besar kecilnya biaya klaim dipengaruhi oleh harga dan angka utilisasi layanan kesehatan. Ada dua resep utama untuk meredam biaya klaim. Pertama, menurunkan harga layanan. Cara ini mudah dilakukan, cukup merombak harga yang diatur Permenkes 59/2014. Namun menurunkan harga akan berimbas pada penurunan kualitas, badai protes dari fasilitas kesehatan, dan menjadikan JKN sebagai produk inferior. Resep kedua adalah pengendalian utilisasi layanan kesehatan yang abnormal. Pencetus kejadian utilisasi abnormal adalah ketidakseimbangan informasi dan peran ganda provider. Ketika berobat, umumnya pasien tidak tahu jenis pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkannya. Pasien menggantungkan semua terapi kepada saran dokter yang memang lebih mengetahui kebutuhan layanan kesehatan pasiennya. Sebagai pihak pembayar, BPJS Kesehatan harus mengembangkan program pemantauan utilisasi. Upaya lain untuk meredam defisit JKN dapat dilakukan dengan menggenjot pendapatan yang nilainya dipengaruhi oleh iuran dan peserta. Pertama adalah menaikkan iuran. Sayangnya revisi iuran yang dituangkan dalam Peraturan Presiden 28/2016 masih berada jauh dibawah nilai ideal. Di sini tampak jelas pemerintah ragu untuk menjadikan JKN sebagai produk superior. Cara kedua, adalah membenahi tata kelola kepesertaan JKN. Selain itu, BPJS Kesehatan juga tidak hanya fokus mendorong jumlah peserta, tetapi pada kelompok mana prioritas peserta harus dibidik dan memastikan mereka konsisten dalam membayar iuran. Sistem inilah yang harus dibangun sedini mungkin.

Bagaimana dengan kenaikkan jumlah peserta? Upaya menaikkan peserta JKN tidak serta merta mampu meredam defisit. Kenaikan peserta secara proporsinal tidak sebanding dengan kebutuhan biaya. Kenaikan peserta harus dibarengi dengan pengendalian, rasionalisasi harga dan perbaikan iuran. Inovasi metode pembayaran provider juga harus dibangun untuk menanggalkan kelemahan dari metode bayar yang kini digunakan dalam JKN. Ini termasuk bagaimana mengkombinasikan metode pembayaran kapitasi dan INA-CBGs dengan skema Pay for performance. Defisit JKN butuh intervensi sistemik yang mampu menembak sumber masalahnya. Intervensi ini harus dilakukan simultan dan melibatkan semua pelaku. Kongkretnya adalah rasionalisasi harga, pelembagaan pengendalian, perbaikan iuran dan manajemen kepesertaan.

GURU BESAR FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Prof. Budi Hidayat Widodo

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

Page 6: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

6

MANFAAT

Kenaikan iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta Mandiri program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi

salah satu regulasi baru di tahun 2016 yang paling banyak mendapatkan sorotan masyarakat. Banyak yang memberikan dukungan, namun tidak sedikit pula yang tak sependapat dan meminta agar regulasi ini ditunda.

Sesuai dengan peraturan perundangan, maksimal dalam kurun waktu dua tahun, iuran program JKN memang perlu dievaluasi. Bayu Wahyudi selaku Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan mengatakan, penyesuaian iuran ini dilakukan guna menjaga keberlanjutan program JKN.

Selain menyesuakan iuran, memang ada opsi lain yang bisa diambil untuk menjaga sustainability program, antara lain mengalokasikan dana tambahan dari APBN, atau mengurangi manfaat. Untuk opsi yang disebutkan terakhir, hal ini tidak dilakukan pemerintah karena manfaat yang sudah ada, misalnya cuci darah untuk pasien gagal ginjal, tidak mungkin dikurangi.

Dalam Perpres Nomor 19 Tahun 2016, telah ditetapkan perubahan iuran bagi peserta PBPU atau peserta Mandiri, di mana untuk kelas II dari Rp42.500 menjadi Rp51.000, kemudian untuk kelas I dari Rp59.500 menjadi Rp80.000. Adapun besaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga telah ditingkatkan menjadi Rp23.000 dari sebelumnya Rp19.225. Besaran iuran PBI tersebut sudah berlaku lebih dahulu sejak 1 Januari 2016.

Khusus untuk besaran iuran peserta kelas III, Presiden telah menetapkan kebijakan terbaru melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2016, di mana iuran peserta mandiri kelas III tidak berubah, yaitu tetap Rp25.500. Angka ini memang jauh di bawah bottom line yang direkomendasikan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), yaitu sebesar Rp36.000 untuk kelas III. Karenanya, jika penyesuaian iuran ini tidak cukup kuat membantu menjaga keberlangsungan program JKN, sudah ada opsi ketiga yang disiapkan, yaitu mengalokasikan dana tambahan dari APBN sebagai wujud keberpihakan pemerintah untuk melanjutkan keberlangsungan program.

Terhitung mulai 1 April 2016 berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, telah ditetapkan perubahan iuran

peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta Mandiri program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penyesuaian iuran tersebut merupakan

salah satu opsi yang dilakukan untuk menjaga keberlangsungan program JKN. Tidak sekedar naik, penyesuaian iuran ini juga dapat meningkatkan manfaat yang diterima peserta program JKN. Apa saja manfaat tersebut?

IURAN NAIK

Manfaat Untuk Peserta JKN Meningkat

Dengan adanya penyesuaian iuran peserta Pekerja Bukan Penerima

Upah atau peserta Mandiri seperti yang tertuang dalam Perpres Nomor 19 Tahun 2016, terdapat peningkatan manfaat pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta JKN. Manfaat tersebut sebelumnya tidak bisa didapatkan, atau belum berjalan secara optimal.

Berikut ini peningkatan manfaat pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta program JKN :

1. Kualitas pelayanan kesehatan meningkat

Adanya penyesuaian besaran iuran peserta PBPU atau Mandiri dapat memungkinkan dilakukannya peningkatan dan rasionalisasi tarif pelayanan kesehatan yang dibayar BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan melalui sistem Kapitasi dan INA-CBG's (Indonesian - Case Based Groups). Hal tersebut sebelumnya juga sudah banyak disuarakan oleh para tenaga kesehatan, namun belum bisa direalisasikan.

Dengan adanya peningkatan dan rasonalisasi tarif pelayanan kesehatan yang dibayar BPJS Kesehatan, pada akhirnya hal ini akan berdampak secara langsung pada kualitas pelayanan kesehatan yang kian meningkat.

2. Penyesuaian rasio distribusi peserta dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik pratama, hingga dokter praktek perorangan.

Salah satu permasalah yang dihadapi peserta program JKN bukan hanya tentang antrean panjang di rumah sakit, tetapi juga adanya penumpukan peserta pada FKTP tertentu. Adanya Perpres baru tersebut memungkinkana dilakukannya penyesuaian rasio distribusi peserta di FKTP.

Adapun rasio dokter dibandingkan peserta adalah 1:5.000 dengan distribusi peserta yang lebih merata. Penyesuaian rasio distribusi peserta dengan FKTP ini akan membuat layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN menjadi lebih baik. Tidak terjadi lagi penumpukan peserta pada FKTP tertentu.

3. Akses ke pelayan kesehatan meningkat

Melalui penyesuaian besaran iuran peserta PBPU

Manfaat Untuk Peserta Kian Meningkat

atau peserta Mandiri, jumlah fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan juga dapat ditingkatkan.

Untuk FKTP seperti puskesmas, klinik pratama, atau dokter praktek perorangan, jumlahnya dari 30.707 dapat ditingkatkan menjadi 36.309 FKTP. Sementara untuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) seperti rumah sakit dan klinik utama, jumlahnya juga meningkat dari 1.839 menjadi 2.068 FKRTL.

4. Kinerja FKTP terhadap pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan melalui kontrak berbasis komitmen pelayanan

Dalam Perpres sebelumnya, hal ini belum bisa diterapkan, sehingga upaya promotif dan preventif yang menjadi fungsi utama FKTP belum berjalan dengan optimal, baik itu kepada peserta JKN yang sakit maupun yang tidak sakit. Dengan diterbitkannya Perpres Nomor 19 Tahun 2016, upaya promotif dan preventif dapat berjalan lebih optimal.

Adapun manfaat pelayanan promotif dan preventif yang didapatkan peserta JKN meliputi pemberian pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi rutin, keluarga berencana, dan juga skrining kesehatan yang diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Contohnya pemeriksaan pap smear untuk mendeteksi ancaman kanker serviks.

5. Manfaat pelayanan kesehatan ditambah

Adanya penyesuaian iuran juga memungkinkan dilakukannya penambahan manfaat pelayanan kesehatan untuk peserta JKN. Dengan adanya Perpres baru tersebut, manfaat pelayanan kesehatan yang kini diterima sudah mencakup pelayanan Keluarga Berencana seperti tubektomi interval.

Tubektomi adalah memotong atau menutup saluran indung telur (tuba falopi), sehingga sel telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi. Kontrasepsi jangka panjang ini dianggap paling efektif untuk menghindari kehamilan.

Selain pelayanan tubektomi interval, tambahan manfaat pelayanan kesehatan lainnya yang diterima peserta JKN adalah pemeriksaan medis dasar di UGD rumah sakit. Dua layanan tersebut sebelumnya belum tercakup dalam skema pembiayaan program JKN.

Page 7: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

7

TESTIMONI

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sudah berjalan hampir tiga tahun. Selain jumlah peserta yang

meningkat, fasilitas kesehatan (faskes) yang jadi provider JKN juga bertambah. Artinya, program JKN sangat dibutuhkan masyarakat. Namun, ada pihak yang masih melihat JKN dengan cara pandang berbeda. Misalnya, menilai tarif JKN sangat rendah sehingga merugikan faskes. Mungkin saja pandangan itu benar, atau bisa jadi salah. Nyatanya, saat ini semakin banyak faskes yang berminat jadi provider JKN.

JKN punya daya tarik bagi faskes yang mampu melihat peluang. Salah satunya RS Anna Medika di Bekasi. Sebelum menjadi provider JKN, RS tipe C itu melayani masyarakat umum dan peserta program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang diselenggarakan PT Jamsostek. Ketika JPK beralih jadi JKN, RS Anna Medika ikut menjadi provider JKN.

Direktur RS Anna Medika, Slamet Effendy, mengakui tarif yang tercantum dalam paket INA-CBGs lebih rendah dari tarif rata-rata RS swasta. Misalnya, tarif perawatan di ICU di RS swasta Rp80 jt, tapi paket INA-CBGs hanya membayar Rp 20 juta. Tapi tidak seluruhnya begitu, ada juga paket INA-CBGs yang lebih tinggi dari tarif RS. Oleh karenanya ia menyarankan kepada semua pihak agar melihat tarif tidak secara parsial tapi keseluruhan. Paling penting itu hasil akhirnya, berapa yang diterima RS apakah menguntungkan atau merugikan.

Walau sepintas tarif INA-CBGs terlihat rendah, tapi keuntungan yang diterima RS Anna Medika setelah

Jadi Provider JKN Bikin RS

Ini Lebih Untung

RS Anna Medika Bekasi

menjadi provider JKN terus bertambah. Slamet ingat besaran klaim yang ditagih RS kepada BPJS Kesehatan pada Januari 2014 hanya Rp 300 juta, tapi di bulan-bulan berikutnya terus meningkat. Alhasil, rata-rata jumlah tagihan yang diajukan RS Anna Medika Bekasi ke BPJS Kesehatan tahun 2014 di luar bulan Januari sekitar Rp 2,5 milyar sebulan. Tahun 2015 jumlah klaim yang ditagih ke BPJS Kesehatan meningkat jadi Rp 4,5 milyar sebulan dan tahun 2016 menjadi sekitar Rp 5,5 milyar.

“Menjadi provider JKN tidak membuat RS Anna Medika merugi. Sekali lagi kami menyatakan tidak rugi, bahkan pendapatan yang kami peroleh meningkat signifikan,” kata Slamet beberapa waktu

lalu kepada Info BPJS Kesehatan di Bekasi.

Soal pembayaran tagihan klaim oleh BPJS Kesehatan kepada RS, Slamet mengatakan selalu tepat waktu. Setelah dokumen diverifikasi dan dinyatakan lengkap, beberapa hari kemudian BPJS Kesehatan langsungmembayar sesuai tagihan. Namun, salah satu kendalanya di soal jangka waktu verifikasi berkas. Ia berharap ke depan ada batas waktu yang jelas terkait proses verifikasi, namun tentu saja perbaikan ini tidak saja dari BPJS Kesehatan namun ada proses di internal RS juga yang perlu di tingkatkan.

Jumlah Pasien dan Pegawai Meningkat

Sejak menjadi provider JKN, jumlah pasien yang berkunjung ke RS Anna Medika Bekasi meningkat. Sebelumnya, pasien umum paling banyak ditangani, sebagian lagi peserta JPK dari perusahaan. Setelah beralih jadi provider JKN pada tahun 2014, jumlah pasien umum yang berkunjung tidak berkurang dan jumlah peserta JKN yang dilayani meningkat signifikan.

Peningkatan jumlah pasien itu terlihat dari pelayanan yang dilakukan. Misalnya, sebelum jadi provider JKN jumlah pasien yang dilayani di UGD sekitar 500 orang per bulan, terdiri dari 450 pasien umum dan 50 pasien peserta JPK. Setelah bermitra dengan BPJS Kesehatan jumlah pasien yang mendapat pelayanan di UGD naik jadi 3 ribu pasien per bulan.

Jumlah pasien rawat jalan juga meningkat dari 3.800 pasien menjadi 14.000 pasien sebulan. Tindakan operasi tadinya hanya 70 pasien sekarang lebih dari 400 pasien sebulan. “Jumlah pasien kami naik sampai 500 persen atau 5 kali lipat, itulah yang ikut mendongkrak pendapatan kami sehingga menjadi besar,” imbuh Slamet.

Kenaikan jumlah peserta itu perlu diimbangi dengan pegawai yang bekerja di RS seperti administrasi, dokter dan perawat. Sebelum melayani peserta JKN, jumlah seluruh tenaga kerja yang bekerja di RS Anna Medika

Bekasi hanya 200 orang. Saat ini jumlahnya naik jadi 500 orang atau meningkat 70 persen. Jumlah kapasitas tempat tidur juga meningkat dari 106 menjadi 141.

Strategi Menghadapi JKN

Peningkatan pendapatan dan jumlah pasien RS Anna Medika merupakan hasil dari strategi yang digunakan RS sebelum menghadapi JKN. Menurut Slamet JKN adalah program yang diamanatkan UU dan harus diikuti oleh seluruh pemangku kepentingan. Setiap pihak punya peran masing-masing dalam sistem JKN. Awalnya sebagai RS swasta, Slamet melihat tarif INA-CBGs relatif rendah di bawah rata-rata tarif RS swasta. Apalagi tarif itu tidak dibedakan antara RS pemerintah dan swasta. Oleh karenanya RS swasta cukup kesulitan.

Setelah dipahami, dalam sistem asuransi berlaku apa yang disebut dengan jumlah bilangan besar. Sehingga tarif itu tidak bisa dilihat secara parsial tapi keseluruhan. Slamet mencatat ada beberapa paket tarif INA-CBGs yang kurang menguntungkan bagi RS swasta, tapi ada sebagian yang bisa memberi keuntungan positif.

Untuk itu sebelum melayani peserta JKN, hal pertama yang dilakukan Slamet yakni menyamakan cara pandang seluruh pegawai yang ada di RS Anna Medika Bekasi. Misalnya, mengingat sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur standar jasa pelayanan di RS, maka Slamet memutuskan semua tindakan terhadap peserta JKN dengan kelas perawatan apapun, besaran jasa pelayanan yang akan diberikan dipatok kelas 3. Dengan begitu semua berkorban bukan hanya dokter yang menangani pasien JKN tapi juga RS.

“Lewat strategi itu maka hal positif atau negatif dalam melayani peserta JKN kami menanggungnya secara bersama (tanggung renteng). Ini amanat UU, kita harus saling bekerjasama untuk menjalankannya,” tukas Slamet.

Selain menyamakan semua jasa pelayanan jadi kelas 3, strategi lain yang digunakan yaitu sharing benefit resiko. Misalnya, tarif RS terhadap suatu tindakan biayanya Rp 5 juta, tapi paket INA-CBGs hanya membayar Rp 4jt. Maka semua jasa pelayanan dibayar 80 persen baik jasa dokter, sewa kamar RS dan obat. Sebaliknya, jika tarif yang dibayar paket INA-CBGs lebih besar dari tarif RS maka jasa

pelayanan yang diberikan juga lebih besar.

Strategi yang digunakan itu cukup berhasil. Terbukti selain keuntungan dan jumlah pasien yang meningkat, para pegawai di RS Anna Medika Bekasi tidak ada yang mengeluh. Sebab, dengan jam kerja yang sama sebelum menjadi provider JKN, tapi pendapatan yang diperoleh saat ini meningkat signifikan. “Hasil akhirnya kan berapa banyak nominal yang kita bawa pulang. Kalau dulu untungnya bisa Rp1 juta tapi yang ditangani hanya 5 pasien, sekarang untungnya Rp 500 ribu tapi bisa menangani 20 pasien,” papar Slamet.

Slamet menekankan agar tidak perlu khawatir dengan jasa pelayanan yang diperoleh dari tarif INA-CBGs. Sebab, tidak semua paket yang tercantum dalam INA-CBGs negatif. Faskes bisa mengelola agar paket INA-CBGs yang memberi keuntungan bisa menutup paket lain yang negatif. Itu terbukti dari jumlah dokter spesialis penyakit

dalam yang ada di RS Anna Medika Bekasi tadinya hanya 2 orang sekarang bertambah jadi 6 orang.

Tak kalah penting, dikatakan Slamet, RS harus mendapat kepercayaan dari pasien. Agar bisa dipercaya pasien, RS harus memberi pelayanan yang terbaik bagi semua pasien tanpa membeda-bedakan (diskriminatif). Transparansi antara RS dan pasien wajib dilakukan, sehingga pasien bisa mengerti upaya yang dilakukan RS dalam memberikan pelayanan terbaik. Jika cara itu dilakukan ia yakin dapat meminimalkan keluhan pasien. “Selama pasien dilayani dengan baik saya yakin tidak akan ada complain (keluhan),” tukasnya.

Sekarang Era JKN

Sesuai peraturan perundang-undangan, semua orang wajib menjadi peserta JKN. Roadmap yang disusun pemerintah menargetkan paling lambat hal itu tercapai 2019. Melihat amanat itu Slamet mengatakan saat ini faskes, terutama RS tidak bisa lagi membeda-bedakan pelayanan terhadap pasien karena semua orang akan menjadi peserta JKN.Slamet berpendapat untuk menghadapi tantangan ke depan, tidak ada yang bisa dilakukan RS Anna Medika Bekasi sebagai RS swasta kecuali beradaptasi agar mampu menghadapi JKN. Sebab, peraturan yang ada sudah jelas menuju cakupan semesta (Universal Health Coverage) lewat JKN.

“Kita tidak ada pilihan lain untuk menghadapi amanat UU ini selain beradaptasi. Sebuah organisasi akan survive bila dia bisa adaptasi. Sekarang era JKN, tidak ada pilihan lain kecuali beradaptasi. Itu kuncinya,” pungkasnya.

DIREKTUR RUMAH SAKIT ANNA MEDIKA - BEKASI Slamet Effendy Widodo

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

Page 8: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

PRESEPSI

Selama program JKN bergulir, berbagai kalangan lebih memperhatikan soal pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN serta meminta dokter dan tenaga medis lainnya memberikan pelayanan yang terbaik. Sementara dokter dan tenaga kesehatan

lainnya merasa kurang diperhatikan soal tarif jasa yang kurang memadai. Bahkan ada yang mengatakan “Kok dokter dibayar Rp2.000 per-pasien, sama atau bahkan lebih rendah dari ongkos parkir”. Benarkan demikian?

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 59 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, mekanisme pembayaran terhadap fasilitas kesehatan seperti klinik pratama, dokter praktik perorangan, Puskesmas adalah dengan sistem kapitasi. Sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dalam program JKN-KIS kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasaran jumlah peserta yang terdaftar di FKTP tersebut.

Angka kapitasi adalah angka kapitasi perjiwa perbulan yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Untuk Puskesmas kapitasinya antara Rp3.000 hingga Rp6.000, besarannya tergantung jumlah sumber daya manusia (SDM), kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan. Sedangkan kapitasi untuk klinik pratama atau dokter praktik perorangan kapitasinya antara Rp8.000 hingga Rp10.000

Salah satu contoh yang pernah terekspos di mediamassa, Puskesmas di Cengkareng setiap bulan kapitasinya mencapai sekitar Rp734juta. Jumlah yang cukup banyak ini harus dipertangungjawabkan pemanfaatannya sesuai efektivitas dan kualitas pelayanan. Selain untuk obat dan operasional, juga untuk jasa dokter dan tenaga kesehatan lainnya, termasuk SDM lainnya. Dengan menerapkan sistem kapitasi ini, FKTP diharapkan bukan hanya mengobati peserta saja, tetapi memberikan pelayanan promotif dan preventif. Jika semakin banyak peserta yang sehat maka FKTP semakin untung.

Soal keluhan rendahnya jasa dokter, ditanggapi santai oleh dokter di Klinik Griya Melati Diagnostik (GMD) Malang, Jawa Timur. Dr Shinta Dr Shinta Dwi Puspitasari mengaku enjoy menjadi dokter yang melayani peserta JKN-KIS. Sebagai penanggungjawab Klinik GMD, dr Shinta bersama General Manager GMD, Asri Anggun, terus mengambangkan inovasi pelayanan. Dengan sentuhan manusiawi, peserta yang terdaftar di Klinik GMD mencapai 27.000 peserta.

Jumlah itu dianggap sudah maksimal, namun masih saja ada peserta yang ingin menjadi peserta di Klinik GMD. Tetapi BPJS Kesehatan sudah membatasi hanya 27.000 peserta saja. Bisa dibayangkan, jika kapitasinya Rp10.000 perjiwa maka setiap bulan mendapat kapitasi sekitar Rp270.000.000. Dana ini dimanfaatkan untuk membayar jasa dokter, dokter gigi, perawat, bidan, cleaning service, dan operasional klinik.

Klnik ini disenangani masyarakat karena tidak pernah menolak pasien yang datang meskipun tidak masuk dalam daftar kapitasinya. Namun, hanya hari itu saja dilayani, selanjutnya disarankan agar berobat di klinik sesuai yang tertera di Kartu BPJS Kesehatan atau sekarang KIS (Kartu Indonesia Sehat)

Klinik pratama yang berlokasi di depan Rumah Sakit Saeful Anwar ini melayani pasien sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB. Untuk memenuhi persyaratan kinerja dari BPJS Kesehatan yang mewajibkan pelayanan 24 jam, pihaknya menggantinya dengan , membuka pelayanan pada hari Minggu. Alasannya, uji coba buka 24 jam selama enam bulan tidak efektif karena tidak ada pasien. Sedangkan pada hari Minggu ternyata banyak yang membutuhkan.

Di fasilitas kesehatan tingkat lanjut, sebagian dokter sangat mendukung program JKN-KIS, seperti dr Nirwan Satria, SpAn. Ahli anastesi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sarolangun, Jambi ini mengatakan, adanya program JKN justru mengubah yang tak pasti menjadi pasti.

Artinya, dulu sebelum ada JKN banyak pasien tidak mampu harus ditangani oleh rumah sakit, tetapi siapa yang akan membiayai perawatannya tidak pasti dan sering rumah sakit yang menanggung. Ketika ada JKN, peserta JKN memberi kepastian soal biaya, karena BPJS Kesehatan akan membayar biaya pesertanya. Sehingga bagi dokter dan rumah sakit tidak perlu khawatir soal pembiayaan.

Menurut Nirwan, tak ada asuransi mana pun yang bisa menyaingi BPJS Kesehatan. Dengan premi murah dan terjangkau semua jenis penyakit dijamin pembiyaannya, dan saat mendaftar BPJS Kesehatan tidak mempertimbangkan apakah calon peserta itu sehat atau sakit, dan berapa

usianya. Soal kepuasan materi yang diperoleh dari jasa medik, Nirwan selalu mensyukurinya. Sebagai dokter bisa menerima berapa pun bagian yang diatur oleh pihak rumah sakit, karena untuk menetapkan jasa tenaga kesehatan pihak menajamen rumah sakit tidak melakukannya sendiri, tetapi melalui rapat bersama antara lain dengan komite medik dan kepala ruangan. Jadi, pola pembagiannya sudah diatur secara adil dan arahan besarannya sudah ada dari pusat (Kementerian Kesehatan – red) RSUD Sarolangun sebagai rumah sakit tipe C dan sudah berbentuk BLUD (Badan Layanan Umum Daerah), jasa pelayanan rumah sakit tidak boleh lebih dari 44 persen. Jasa itu dibagi oleh pihak rumah sakit untuk bagian manajemen dan komponen yang mendukung pelayanan, termasuk satpam (tenaga security) dan cleaning service.

Menurut Nirwan, pendapatan jasa medis sejak adanya program JKN justru meningkat 3 hingga 5 kali lipat jika dibandingkan sebelumnya. mungkin ini terlalu bombastis. Kunci dari semua ini adalah komitmen dari manajemen dan kepedulian terhadap teman sejawat kaitannya dengan pengisian status pasien karena hal ini akan berpengaruh terhadap klaim pelayanan kesehatan yang diajukan oleh RS

Dokter Layani JKN-KIS Dibayar Murah?PERCAYA ATAU TIDAK

Ibarat pepatah tiada gading yang tak retak, tak ada yang sempurna. Pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN) masih menuai kritik dan protes karena masih ada beberapa pihak yang merasa tidak diuntungkan. Keluhan soal JKN bukan hanya dari kalangan masyarakat, khususnya peserta JKN-KIS (Kartu

Indonesia Sehat), tetapi sebagian dokter dan tenaga medis lainnya, serta provider seperti rumah sakit juga mempunyai keluhan.

Agar semua berjalan lancar, pemberi jasa bahagia, pelayanan menjadi bagus, dan peserta atau pasien merasa senang, maka semua pihak harus terlibat di dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada Peserta BPJS Kesehatan. Transparansi manajemen RS di dalam mengelola keuangan terkait pembagian jasa medis juga merupakan kunci sukses di dalam mengimplementasikan program JKN di RS. Kalau ada kekurangan itulah yang harus kita selesaikan bersama, sehingga program ini bisa berjalan dengan baik.

Pihak rumah sakit juga tidak merugi karena sudah ada standar pelayanan yang disyaratkan oleh BPJS Kesehatan. Pendapatan rumah sakit juga bisa diperkirakan bahkan dibayar sebagian di depan oleh BPJS Kesehatan. Dulu, kata dia, pihak rumah sakit sering menunggu anggaran untuk beli obat, dan kadang-kadang anggaran tidak cukup karena dana Pemda terbatas.

Oleh karenanya, adanya program JKN-KIS yang bertujuan menyehatkan rakyat Indonesia ini, seharusnya terus dikawal bersama agar semua pihak merasakan manfaatnya dan sejahtera. Sejumlah kalangan dokter menyatakan memberi dukungan dan akan mengawal program JKN-KIS. Kritik membangun tentu diharapkan untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional.IN

FO B

PJS

KES

EHA

TAN

Edisi 32 2016

8

Page 9: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

INSPIRASI9

Hadirnya program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memang

membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat di Indonesia. Sebelum program ini digulirkan, sebagian besar rakyat Indonesia belum memiliki jaminan kesehatan. Baru segelintir saja masyarakat Indonesia yang mampu dan sadar untuk memiliki asuransi kesehatan. Setelah program JKN ini berjalan selama dua tahun, masih banyak orang yang belum memahami manfaat menjadi peserta JKN. Sehingga sebagian masyarakat masih enggan untuk mendaftarkan diri agar mendapatkan perlindungan kesehatan. Berbeda dengan kondisi di atas, Vony Veronika, 33, warga Jakarta, adalah salah satu diantara masyarakat yang sangat paham tentang asuransi dan percaya akan manfaatnya. Vony adalah seorang insurance minded. Hal itu terbukti dari kepemilikan Vony atas tiga polis dari tiga asuransi yang berbeda. Ketiga polis asuransinya siap menjamin dirinya saat sakit. Meski demikian, Vony tidak mau ketinggalan langsung mendaftarkan diri sebagai peserta JKN sejak pertama kali program ini diluncurkan pada 1 Januari 2014 yang lalu. Keputusannya menjadi peserta JKN karena dia sudah memahami manfaatnya. “JKN ini program pemerintah yang sangat bagus untuk seluruh rakyat Indonesia. Iurannya murah tetapi manfaatnya luar biasa. Karena tidak ada plafondnya,” ujarnya. Menurut Vony, asuransi kesehatan swasta yang dimilikinya mempunyai keterbatasan pembiayaan kesehatan dan tidak bisa mengkover penyakit tertentu hingga tuntas, padahal preminya jauh lebih mahal dibandingkan iur JKN. “Bayangkan, saya setiap bulan cukup membayar Rp59.500. Kalau sekarang Rp80.000 untuk kelas I, tetapi bisa menjamin perawatan untuk semua jenis penyakit,” ungkapnya. Dia mengaku merasa tenang memegang kartu JKN atau kini disebut dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat). Namun,

dirinya belum pernah menggunakannya. Selama ini dia hanya menggunakan asuransi kesehatan swastanya untuk pengobatan penyakit-penyakit ringan yang bisa disembuhkan dalam waktu tiga hari hingga seminggu. Lulusan Universitas Tarumanegara Jurusan Ekonomi ini sering memotivasi teman-teman dan kerabat dekatnya agar segera mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan. Dia menyakinkan bahwa tidak tahu nasib kesehatan seseorang dan banyak yang tiba-tiba sakit dan membutuhkan pengobatan seumur hidupnya. Ketika ada temannya yang sakit, dia selalu bertanya apakah sudah punya kartu JKN. Ada juga temannya yang divonis kanker, tetapi belum menjadi peserta JKN. Dia pun menyarankan agar segera mendaftarkan diri pada program JKN melalui BPJS Kesehatan. Seiring perbaikan sistem, BPJS Kesehatan memberlakukan masa aktivasi KIS selama 14 hari kerja. Dia pun menyarankan teman-teman dan kerabat dekatnya agar segera mendaftarkan diri sebelum jatuh sakit. “Saya sangat setuju, seharusnya memang begitu, ketika sehat kita sudah mempersiapkan diri, melindungi diri. Jika penyakit datang kita sudah tidak bingung lagi soal biaya,” paparnya. Sebagai pengusaha muda, dia juga mengikutsertakan dan membayar iur JKN untuk pegawainya. Namun, untuk proses pembayaran iuran JKN ini, pegawai melakukannya masing-masing karena hampir semua pegawainya itu masih dalam satu kartu keluarga bersama orangtua mereka. Memang, untuk kepesertaan program JKN, BPJS Kesehatan menetapkan kebijakan, satu keluarga harus didaftarkan bersama. “Nah, ini masalah baru , banyak yang keberatan bayar iuran satu keluarga sering dirasa berat. Kalau anaknya banyak kan lumayan juga. Tetapi dengan edukasi terus menerus nanti kan akhirnya mereka bisa mengatur bagaimana caranya saving untuk kesehatannya. Akhirnya nanti, semua rakyat Indonesia terkover JKN,” kata Vony.

Secara hitung-hitungan, meskipun membayar kelas satu sebesar Rp80.000, peserta JKN tidak ada ruginya. Dengan membayar setahun Rp960.000 tetapi kalau sakit berat seperti yang dialami ayah Vony saat dirawat di ICU. Satu hari saja kamarnya Rp900.000, sewa alat di ICU sekitar Rp2 juta, visit dokter tiga kali sehari Rp1.500.000. Vony tidak memungkiri adanya keluhan dari sejumlah teman soal antrean yang panjang saat berobat dan harus menunggu antrean jadwal operasi jantung hingga tiga bulan. Tetapi, menurutnya, hal itu dapat diperbaiki. Misalnya semakin banyak rumah sakit yang mau bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan peraturan yang menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan.

“Daripada tidak ada JKN tentu lebih parah lagi. Bisa saja begini, dulu sebelum ada JKN orang yang sakit ditahan

tidak berobat karena takut tidak mampu membayar biayanya. Sekarang dengan menunjukkan kartu JKN bisa dilayani tidak perlu bingung lagi soal biaya berobat. Nah, sekarang rumah sakit atau fasilitas kesehatannya belum

sebanding dengan banyaknya peserta JKN,” paparnya. Vony sangat yakin, suatu saat sistem jaminan sosial ini bisa berjalan baik di Indonesia. Untuk itu, sebaiknya warga yang belum menjadi peserta JKN segera mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan. Jangan menunggu sakit, karena dana dari orang yang sehat akan menolong orang yang sakit.

Kepedulian terhadap sesama memang sudah tertanam pada diri Deby Surya Setiawan. Rasa empati selalu muncul ketika melihat orang sakit

apalagi orang tersebut adalah “orang susah” alias miskin atau dari kalangan tidak mampu. Namun apa daya Deby tidak bisa membantu secara finansial karena dia pun hidupnya pas-pasan. Deby yang kini berusia 24 tahun hanya lulusan sekolah kejuruan (SMK) jurusan otomotif. Kini bekerja sebagai asisten teknisi di sebuah perusahaan AC (pendingin ruangan) di daerah Jawa Tengah. Ayahnya, Suryadi, bekerja sebagai pengemudi mobil pengangkut ayam potong dan ibunya, Nurpiani menjadi pedagang ayam keliling kampung.

“Tetapi membantu kan tidak selalu dengan uang. Bisa dengan tenaga atau yang lainnya, seperti doa misalnya, atau meringankan beban pikirannya dengan menjenguk dan memberi semangat kepada teman yang sakit atau

keluarganya,” kata Deby. Deby mengikuti perkembangan hadirnya BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui televisi. Dia tertarik karena ada kesan gratis berobat untuk warga yang tidak mampu. Dengan pengetahuan yang terbatas, Deby mulai menyarankan kepada tetangga yang sakit agar ikut program JKN. Padahal Deby sendiri belum mendaftar ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Orangtuanya pun awalnya bingung bagaimana cara mendaftar dan bagaimana membayar iurannya setiap bulan. Saat ingin mendaftar, ada peraturan baru bahwa untuk menjadi peserta JKN di BPJS Kesehatan harus satu keluarga.

Dihitung-hitung, satu keluarga ada empat orang yaitu, ayah dan ibu Deby, Deby, dan adiknya Fandy Prasetyo yang kini duduk di kelas 2 SMK. Awalnya orangtua Deby masih mikir-mikir. Tetapi Deby terus menyarankan agar orangnya mandaftarkan keluarganya. Soalnya Deby tidak ingin melihat kejadian yang sering dilihatnya. Saat sakit bingung masalah biaya.

Akhirnya kini Deby mempuyai KIS (Kartu Indonesia Sehat) sebagai tanda dia adalah peserta program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Deby dan keluarganya membayar iuran secara mandiri. Setiap bulan dia

memberikan sejumlah uang kepada orangtuanya, termasuk untuk membayar iuran BPJS Kesehatan. “Yang membayar iuran ibu saya sekalian empat, jadi semuanya Rp102.000 untuk kelas 3,” kata pemuda berkacamata mata ini. Meskipun masih muda tetapi pengalaman kerjanya sudah cukup. Dia pernah bekerja di beberapa daerah. Setelah lulus SMK dia bekerja di bengkel bubut di Palembang, setelah itu bekerja sebagai karyawan bagian adminstrasi di Bandara Sepinggan, Kalimantan. Dia juga pernah bekerja di Batam sebagai montir sepeda motor, bahkan pernah menjadi kuli bangunan dan teknisi Indovision di Jakarta. Kini dia menjadi asisten teknisi AC (pendingin ruangan) yang mempunyai area kerja cukup luas dari Purworejo, Kebumen, hingga Purwokerto. Sebagai pemegang KIS, Deby dan keluarganya belum pernah memanfaatkannya. “Kalau saya pernah ke dokter keluarga karena jari tangan saya luka karena terjepit pintu. Tapi saya tidak ingin sakit, semoga keluarga saya juga sehat wal afiat. Biar saja, kalau saya tidak pakai kan peserta lain yang sakit yang menggunakan dananya, ya biarin aja. Saya kan tidak bisa membantu secara langsung,” kata Deby. Saat ngobrol-ngobrol dengan temannya, apalagi jika ada yang sakit. Deby selalu menanyakan apakah sudah mempuyai Kartu JKN atau Kartu Indonesia Sehat. “Soalnya penting sekali. Saya sering lihat, orang yang sakit tetapi tidak mampu bayar rumah sakit. Tapi saya selalu mengingatkan sama teman-teman yang masih sehat agar segera mendaftar ikut JKN melalui BPJS Kesehatan sebelum sakit. Pokoknya repot deh kalau sakit,” ujarnya.

Pemegang Tiga Polis Merasa Tenang Punya KIS

Tak Tega Lihat “Orang Susah” Sakit

Dokter Layani JKN-KIS Dibayar Murah?PERCAYA ATAU TIDAK

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

Vony Veronika

Deby Surya Setiawan

Page 10: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

SEHA

T & G

AYA

HIDU

P10

Tipe DiabetesDiabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi akibat adanya gangguan pada sekresi insulin atau gangguan kerja insulin, atau keduanya. Ini terjadi lantaran tubuh tidak dapat memproduksi atau tidak dapat merespon hormon insulin yang dihasilkan oleh organ pankreas, sehingga kadar gula darah jadi meningkat.

Ada dua tipe diabetes yang selama ini dikenal, pertama diabetes tipe 1 yang biasanya diderita sejak kanak-kanak, tidak diketahui penyebab tepatnya, dan tidak dapat dicegah. Kedua adalah diabetes tipe 2 yang merupakan bentuk umum dan diidap oleh sekitar 90% penderita diabetes di seluruh dunia, namun sebagian besar dapat dicegah. Tidak hanya mengincar orang usia lanjut, diabetes tipe 2 kini juga mulai banyak ditemukan pada usia muda, bahkan remaja.

Dua tipe diabetes ini merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan mungkin akan disandang seumur hidup. Namun, jika kadar glukosa darah dapat dikendalikan, komplikasi dan progresivitas diabetes tentunya dapat dicegah.

Selain dua tipe tersebut, ada juga Diabetes Gestasional yang bersifat sementara, hanya terjadi selama kehamilan dan akan sembuh dengan sendirinya setelah melahirkan. Meski begitu, kondisi ini memerlukan pengawasan medis yang ketat karena bisa membahayakan kondisi janin yang dikandung.

Faktor Risiko DiabetesDiabetes Melitus, khususnya tipe 2, seringkali dikaitkan dengan gaya hidup yang tidak sehat. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Sidartawan Soegondo mengatakan, berat badan berlebih dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit ini. Bahkan tidak hanya diabetes, obesitas atau kegemukan juga merupakan “pintu gerbang” hampir seluruh penyakit degeneratif. Selain itu, kurang aktifitas fisik juga dapat memperbesar kemungkinan seseorang menderita diabetes.

“Sebagian besar kasus diabetes muncul karena gaya hidup yang tidak sehat, seperti kegemukan dan kurang aktivitas

fisik. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak sehat bisa menyebabkan peningkatan berat badan berlebih, sehingga dapat meningkatkan risiko diabetes,” kata pakar diabetes tersebut.

Karena erat kaitannya dengan gaya hidup, kunci utama penanganan Diabetes Melitus tentunya adalah dengan perubahan pola hidup atau lifestyle menjadi lebih sehat. Ia mengingatkan untuk mengendalikan pola makan dan rutin melakukan aktivitas fisik, minimal berjalan kaki selama 30 menit, lima kali dalam seminggu.

Pentingnya Deteksi DiniDiabetes Melitus memang pantas disebut “silent killer” atau pembunuh diam-diam. Sebab, pada awal kemunculannya penyakit ini tidak menimbulkan gejala berarti. Apalagi masyarakat kita biasanya juga malas melakukan pemeriksaan kesehatan bila tidak mengalami keluhan fisik yang berat.

“Karena pada tahap awalnya tidak menimbulkan gejala, pasien biasanya tidak sadar sudah terkena diabetes. Mereka baru datang ke dokter saat kondisi diabetesnya sudah berat. Ini berbahaya sekali karena bisa menyebabkan berbagai komplikasi,” ujarnya.

Karena itu, Prof Sidartawan selalu mengingatkan pentingnya melakukan deteksi dini secara berkala dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Sebab apabila ditemukan lebih dini, komplikasi dari penyakit diabetes dapat dicegah, sehingga penyandang diabetes dapat tetap produktif dan tidak mengalami kecacatan. Deteksi dini tersebut juga penting sekali dilakukan oleh mereka yang memiliki keturunan mengidap diabetes.

Bila dalam pemeriksaan tersebut diketahui seseorang sudah berada pada fase prediabetes, tentunya langkah-langkah pencegahan agar tidak sampai menjadi diabetes dapat lebih mudah dilakukan. Prediabetes sendiri merupakan fase sebelum seseorang terkena diabetes. Dalam kondisi ini, kadar gula darah sudah berada di atas batas zona aman (> 140 mg/dl).

Meski pun baru tahap awal, prediabetes memang tak bisa

dianggap sepele. Bila tidak segera mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, prediabetes bisa berkembang menjadi diabetes. Kalau masih kurang peka juga dengan sinyal yang diberikan tubuh, tinggal tunggu komplikasi itu muncul.

“Kalau tidak melakukan cek gula darah, kita tidak akan pernah tahu apakah sudah berada di fase prediabetes, atau bahkan sudah diabetes. Jadi harus dilakukan sebelum muncul gejalanya. Karena bila sudah ada gejala, biasanya penyakit yang diderita sudah berat,” ujar Prof Sidartawan.

Tingginya gula darah yang diderita penyandang diabetes dapat menyerang seluruh organ tubuh, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi, mulai dari otak yang menyebabkan stroke, gangguan pada organ hati, gangguan fungsi ginjal, hingga komplikasi pada kaki yang membuat penderitanya mudah mengalami luka. Komplikasi inilah yang paling sering menyebabkan kecatatan dan kematian pada penderita diabetes. Jadi, jangan ditunda lagi, ayo lakukan cek gula darah, sekarang!

Sebagian besar penyakit muncul akibat pola hidup yang tidak sehat, contohnya Diabetes Melitus (DM) yang seringkali menyebabkan berbagai komplikasi serius. Selain dapat menurunkan kualitas kesehatan secara drastis, komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini juga bisa menyebabkan kecatatan hingga kematian. Agar tak mengalaminya, sangat dianjurkan untuk menerapkan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini dengan memeriksa kadar gula darah secara berkala. Jangan tunggu sampai gejala diabetes muncul, karena itu tandanya penyakit tersebut sudah mulai menyerang organ tubuh lain.

Untuk Cegah Komplikasi Diabetes Melitus

Penting, Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus masih merupakan

ancaman serius di Indonesia, bahkan jadi penyebab kematian terbesar selain stroke dan penyakit jantung koroner. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, terjadi peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Sementara itu dari data International Diabetes Federation tahun 2015, jumlah estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebanyak 10 juta.

Selain mengancam nyawa, Diabetes Melitus juga bisa membawa kerugian ekonomi yang besar bagi penyandang diabetes, keluarga mereka, dan juga negara. Bahkan diabetes dan komplikasinya merupakan salah satu kelompok klaim terbesar untuk biaya catastrophic program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu 33% dari total pengeluaran. Begitu pentingnya masalah tersebut, sehingga pada peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) 2016 yang diperingati setiap tanggal 7 April, gerakan mencegah, mengobati, dan melawan penyakit ini menjadi tema yang diangkat.

Meski pun jadi penyakit mematikan yang tidak bisa disembuhkan, Diabetes Melitus sebetulnya bisa dicegah dengan melakukan aksi “Cerdik”. Kata ini merupakan slogan kesehatan yang setiap hurufnya mempunyai makna.

• Cek kesehatan secara teratur mulai dari kadar gula darah, tekanan darah, dan kolesterol.

• Enyahkan asap rokok dan jangan merokok. • Rajin melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari,

seperti berolahraga, berjalan kaki, atau membersihkan rumah. Upayakan dilakukan dengan baik, benar, teratur dan terukur.

• Diet yang seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, konsumsi buah sayur minimal 5 porsi per hari, sedapat mungkin menekan konsumsi gula hingga maksimal 4 sendok makan atau 50 gram per hari, serta menghindari makanan atau minuman yang manis atau yang berkarbonasi

• Istirahat yang cukup. • Kelola stress dengan baik dan benar.

Lawan Diabetes Dengan Perilaku “CERDIK”

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

Page 11: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

KILAS & PERISTIWA

JAKARTA23 Februari 2016

11

KONSULTASI

Dalam rangka mempermudah akses pendaftaran peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), mulai 1 Maret 2016, Badan Usaha baru dapat langsung

terdaftar dalam program jaminan kesehatan melalui sistem yang terintegrasi dengan pelayanan publik, seperti Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) di Jakarta, Badan Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal (BKPPM) di Surabaya, kantor pelayanan pajak dan lainnya. Mekanisme layanan satu pintu tersebut bertujuan untuk memangkas prosedur registrasi Badan Usaha baru, baik dalam hal pengurusan izin usaha maupun pendaftaran program jaminan kesehatan, agar lebih praktis dan lebih cepat. Hal ini diharapkan dapat mendukung program pemerintah Ease of Doing Business (EODB) atau kemudahan berusaha di Indonesia. Melalui layanan satu pintu, Badan Usaha baru yang mengurus permohonan perizinan dokumen Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan/atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP) pada BPTSP/BKPPM, secara otomatis akan terdaftar dalam program jaminan kesehatan serta memperoleh nomor Virtual Account (VA) dan hak akses (username dan password) ke aplikasi online pendaftaran peserta BPJS Kesehatan. Badan Usaha baru yang dimaksud adalah Badan Usaha yang sedang memproses pengurusan perizinan Badan Usaha, atau Badan Usaha yang telah memiliki perizinan Badan Usaha namun belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Untuk mengurus dokumen perizinan, Badan Usaha baru dapat

menggunakan aplikasi online pelayanan publik atau datang langsung ke titik pelayanan publik setempat. “Jika permohonan perizinan tersebut telah disetujui BPTSP, sistem terintegrasi secara otomatis akan mengeluarkan nomor VA dan hak akses aplikasi pendaftaran peserta online BPJS Kesehatan (E-DABU). Nantinya, nomor VA, hak akses aplikasi peserta, dan formulir registrasi dapat diterima langsung oleh Badan Usaha pada saat proses permohonan perizinan. Kemudian, Badan Usaha akan dihubungi oleh BPJS Kesehatan terkait proses pendaftaran,” Ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam konferensi pers di BPJS Kesehatan Kantor Pusat,

Rabu(23//2). Sesuai dengan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penagihan, Pembayaran dan Pelaporan Iuran secara Online bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dari Badan Usaha Baru dalam Rangka Kemudahan Berusaha, setelah memperoleh hak akses aplikasi peserta, Badan Usaha baru dapat melakukan entry data peserta. Jika Badan Usaha baru belum meng-entry data peserta lebih dari 3 bulan setelah menerima hak akses aplikasi peserta, maka Badan Usaha baru tersebut harus melakukan pendaftaran kembali. BPJS Kesehatan akan memverifikasi data kepesertaan yang telah di-entry Badan Usaha baru tersebut paling lama 1x24 jam. Setelah memasukkan data peserta dan anggota keluarganya, tahapan selanjutnya adalah proses approval oleh Badan Usaha baru. Tagihan iuran pertama akan diterima Badan Usaha baru tersebut dalam waktu 1x24 jamJika sudah melakukan pembayaran iuran pertama, selanjutnya Badan Usaha baru dapat mencetak e-ID untuk masing-masing karyawan Badan Usaha baru beserta anggota keluarganya. “Melalui layanan satu pintu ini, BPJS Kesehatan berupaya menawarkan kemudahan pendaftaran, penagihan, pembayaran serta pelaporan iuran, khususnya bagi

peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Ada sejumlah perbedaan yang signifikan dari sistem sebelumnya. Dari segi pendaftaran, sebelumnya harus dilakukan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan dan memakan waktu sekitar satu hari, kini bisa dilakukan via online dan terintegrasi dengan perizinan publik dengan estimasi waktu maksimal 3 jam. Dari segi penagihan iuran, dulu tagihan iuran pertama terbentuk tanggal 1 bulan berikutnya, sekarang dapat terbentuk dalam 1x24 jam,” kata Fachmi. Selain itu, Fachmi menambahkan, dari segi pembayaran, jika sebelumnya bagi Badan Usaha yang tidak melakukan pembayaran iuran pertama selama 3 bulan, maka iurannya akan terakumulasi. Kini tagihan iuran pertamanya tetap diberlakukan 1 bulan. Kemudian dari segi pelaporan iuran, dulu akses informasi tagihan dan pembayaran hanya dapat dilakukan secara manual dan melalui email, kini dapat diperoleh melalui email dan aplikasi online. Pemda DKI Jakarta Langsung Teken MoU Integrasi Pelayanan Satu PintuSejalan dengan peraturan BPJS Kesehatan tersebut, di hari yang sama BPJS Kesehatan Divisi Regional IV bersama Pemerintah Daerah DKI Jakarta menandatangani Nota Kesepahaman tentang Optimalisasi Pelayanan Jaminan Kesehatan melalui Integrasi Sistem Pelayanan Satu Pintu di DKI Jakarta, di Balaikota Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (23/02). Hadir dalam penandatanganan tersebut Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dan Guburnur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama. Dalam sambutannya Gubernur DKI Jakarta yang akrab dipanggil Ahok, mengungkapkan apresiasinya atas kinerja yang dilakukan BPJS Kesehatan sejauh ini. Menurutnya, dengan pengintegrasian pelayanan satu pintu akan semakin mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik, sehingga keluhan masyarakat akan menurun. “Saya sangat apresiasi dan saat ini keluhan mengenai BPJS Kesehatan sudah menurun, ini merupakan langkah yang sangat baik. Sudah banyak yang merasakan manfaat dari mengikuti program Jaminan Kesehatan. Prinsip gotong royong merupakan kunci dari keberhasilan program ini, dan saya harap bukan hanya DKI Jakarta yang support namun seluruh daerah di Indonesia,” papar Ahok dalam sambutan.

Buka Layanan Satu Pintu, Kini Badan Usaha Baru Bisa Urus Izin Dokumen Dan Daftar BPJS Kesehatan Sekaligus

1. Adakah program terbaru dari BPJS Kesehatan? Dan untuk program jaminan pensiun itu berasal dari BPJS Kesehatan atau BPJS Ketenagakerjaan?

Jawab:

• BPJS Kesehatan merupakan lembaga yang berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan fokus mengelola program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Sementara BPJS Ketenagakerjaan mengelola program jaminan pensiun, kematian, kecelakaan kerja, dan hari tua.

2. Assalamualaikum. Saya mau tanya bagaimana caranya untuk menonaktifkan Kartu Indonesia Sehat karena saya mau beralih ke BPJS Kesehatan yang berbayar. Waktu saya mau daftar ternyata tidak bisa karena saya sudah terdaftar di KIS. Bagaimana caranya mendaftar BPJS Kesehatan di perusahaan saya?

Jawab:

• Bagi peserta KIS APBD, dapat melapor Pemerintah Daerah setempat untuk dilakukan penonaktifan statusnya sebagaipeserta KIS. Sementara bagi peserta KIS APBN, dapat melapor ke Dinas Sosial setempat. Selanjutnya Dinas Sosial tersebut akan mengusulkan kepada Kementerian Sosial agar peserta yang bersangkutan dinonaktifkan statusnya sebagai peserta KIS, sebab hal tersebut merupakan kewenangan Kementerian Sosial. Jika sudah non-aktif, maka peserta dapat menyerahkan fotocopy KIS-nya kepada HRD perusahaan tempatnya bekerja, untuk kemudian didaftarkan sebagai peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang iurannya dibayarkan oleh perusahaan dan dipotong dari penghasilan tetap peserta.

3. Saya dapat kartu KIS, cuma nama dan NIK nya beda dengan KK. Saya tanya ke desa malah diberi surat keterangan salah nama di kartu. Pertanyaannya, apakah kartu KIS saya bisa di gunakan dengan surat keterangan dari desa tersebut?

Jawab:

• Pertama kami akan melakukan pengecekan data untuk memastikan kebenaran data, dengan melakukan penelusuran data keluarga peserta dalam KK. Bila peserta diyakini adalah benar peserta PBI berdasarkan kecocokan data pada KK, kami dapat melakukan perubahan data dan melakukan pencetakan KIS atas data yang telah diperbarui dengan syarat peserta atau anggota keluarga sesuai KK yang bersangkutan membawa dan memperlihatkan dokumen pendukung yang sah. Bila data peserta tidak diyakini kebenarannya, maka kami menyarankan peserta untuk melaporkan ketidaksesuaian data pada Dinas Sosial setempat.

4. Saya ingin bertanya, apakah untuk kartu BPJS Kesehatan kelas III hanya dicetak di kertas HVS biasa lalu dilaminating sendiri?

Jawab:

• Kartu yang dicetak di HVS dan dilaminating yang dimaksud tersebut adalah E-ID BPJS Kesehatan. E-ID merupakan kartu yang bisa dicetak sendiri oleh peserta dan sama sahnya/sama validnya untuk digunakan memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan. Untuk menggunakan E-ID di fasilitas kesehatan, peserta dapat menyertakan identitas diri seperti KTP.

INFO

BP

JS K

ESEH

ATA

N

Edisi 32 2016

Page 12: INFOBPJS - BPJS Kesehatan · PDF filesatu pihak yang lantang menolak kebijakan baru itu adalah ... tentu tidak begitu saja jatuh dari langit. ... dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan

www.bpjs-kesehatan.go.id

MANFAAT UNTUK MASYARAKATPERPRES N0.12/2013 JUCNTO NO.111/2013

(PERPRES LAMA)

PERPRES NO.19/2016

(PERPRESS BARU)

1. Peningkatan Kualitas Pelayanan Tarif Belum dapat ditinggkatkan Dapat dilakukan peninggkatan dan rasionalisasi

tarif, sehingga akan berdampak secara langsung

terhadap kualitas layanan terhadap masyarakat

2. Penyesuaian rasio distribusi peserta

dengan FKTP (puskesmas, klinik pratama,

dokter praktek perorangan)

Rasio dokter dan peserta = 1 : 5.000, namun

masih ada penumpukan peserta pada FKTP

tertentu

Rasio dokter dan peserta = 1 : 5.000, dengan

distribusi peserta yang lebih merata pada setiap

FKTP, sehingga layanan kepada masyarakat lebih

baik.

3. Peningkatan akses pelayan (jumlah

fasilitas kesehatan yang bekerjasama).Jumlah FKTP (puskesmas, klinik pratama, dokter

praktek perorangan): 30.707

Jumlah FKRTL (rumah sakit dan klinik utama):

1.839

Jumlah FKTP (puskesmas, klinik pratama, dokter

praktek perorangan): 36.309

Jumlah FKRTL (rumah sakit dan klinik utama):

2.068

4. Kinerja FKTP terhadap pelayanan kepada

masyarakat dapat dilakukan melalui kontrak

berbasis komitmen pelayanan.

Belum diterapkan sehingga upaya promotif dan

preventif belum optimal (a.l. jumlah peserta yang

kontak dengan tenaga kesehatan baik yang sakit

maupun tidak sakit).

Dapat diterapkan sehingga upaya promotif dan

preventif berjalan optimal (a.l. jumlah peserta

yang kontak dengan tenaga kesehatan baik yang

sakit maupun tidak sakit).

5. Penambahan manfaat pelayanan

kesehatan yang dirasakan masyarakat.Belum mencakup:Pelayanan KB (tubektomi interval).

Pemeriksaan medis dasar di rumah sakit (UGD).

Sudah mencakup:Pelayanan KB (tubektomi interval).

Pemeriksaan medis dasar di rumah sakit (UGD).

MANFAAT YANG DITERIMA

MASYARAKAT TERKAIT

PENYESUAIAN

BESARAN IURAN

PESERTA PEKERJA

BUKAN PENERIMA

UPAH (PBPU)

PERUBAHAN IURAN

ITEM PERPRES No.12&111/2013 (Lama) PERPRESS No.19/2016 JO. 28/2016 KETERANGANIuran PBI Rp. 19.225Rp. 23.000

Berlaku 1 Januari 2016Iuran PBPU/BP/MandiriKelas IRp. 59.500

Rp. 80.000

Berlaku 1 April 2016

Kelas IIRp. 42.500

Rp. 51.000Kelas IIIRp. 25.500

Rp. 25.500Proporsi Iuran PPU

PNS/TNI/POLRI/PPNPN

2 % Pekerja

Tetap3 % Pemberi Kerja

PPU Swasta1 % Pekerja

Tetap

4 % Pemberi Kerja

Klasifikasi Kelas PPU

PNS/TNI/POLRIKelas I : Setara Gol. III dan IV

TetapKelas II : Setara Gol. I dan II

PPU Swasta/PPNPNKelas I : Gaji/Upah 1,5 s/d 2x PTKP K1 Kelas I: Gaji/Upah Rp. 4.000.000,- s/d Rp. 8.000.000

Berlaku 1 April 2016

Kelas I : Gaji/Upah UMK s/d 1,5x PTKP 1 Kelas I: Gaji/Upah s/d Rp. 4.000.000