bab i pendahuluan - bpjs kesehatan dan bpjs ketenagakerjaan

123
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah sistem penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu. Secara universal, pengertian jaminan sosial dapat dijabarkan seperti beberapa definisi yang dikutip berikut ini. Menurut Guy Standing (2000) Social security,is a system for providing income security to deal with the contingency risks of life – “sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old age and death; the provision of medical care, and the provision of subsidies for families with children”. ILO Convention 102 Social security is the protection which society provides for its members through a series of public measures: to offset the absence or substantial reduction of income from work resulting from various contingencies (notably sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old age and death of the breadwinner)

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (national social security system) adalah sistem

penyelenggaraan program negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial,

agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju

terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan sosial

diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan

hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena memasuki usia lanjut

atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan, cacat, kehilangan pekerjaan dan lain

sebagainya.

Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan mengacu pada penyelenggaraan

jaminan sosial yang berlaku universal dan telah diselenggarakan oleh negara-negara

maju dan berkembang sejak lama. Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara

memang tidak seragam, ada yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan

ada yang hanya mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu. Secara universal,

pengertian jaminan sosial dapat dijabarkan seperti beberapa definisi yang dikutip berikut

ini.

Menurut Guy Standing (2000)

Social security,is a system for providing income security to deal with the

contingency risks of life – “sickness, maternity, employment injury,

unemployment, invalidity, old age and death; the provision of medical care, and

the provision of subsidies for families with children”.

ILO Convention 102

Social security is the protection which society provides for its members through

a series of public measures:

to offset the absence or substantial reduction of income from work

resulting from various contingencies (notably sickness, maternity,

employment injury, unemployment, invalidity, old age and death of the

breadwinner)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

2

to provide people with health care; and

to provide benefits for families with children."

Tanpa merinci jenis program jaminan sosial lainnya, UUD 1945 telah mengamanatkan

kepada Negara untuk mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Pasal 28 H

ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa jaminan sosial adalah hak setiap warga negara.

Lebih lanjut, perlunya segera dikembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

ditegaskan pada Pasal 34 ayat 2 Perubahan UUD 45 tahun 2002 yang menyatakan

bahwa ―Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan‖. Tanpa rincian program jaminan sosial yang akan dikembangkan, dapat

dipahami bahwa amanat tersebut menghendaki terselenggaranya berbagai program

jaminan sosial secara komprehensif/menyeluruh seperti yang telah diselenggarakan

negara lain, meskipun hal itu dilakukan secara bertahap.

Secara universal, Jaminan Sosial dijamin oleh Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia meratifikasi deklarasi tersebut yang di

dalamnya dinyatakan bahwa ― .... setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai

hak atas jaminan sosial ..... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu bekerja,

menjanda, hari tua .....‖. Konvensi ILO No. 102 tahun 1952 menganjurkan agar semua

negara di dunia memberi perlindungan dasar kepada setiap warga negaranya dalam

rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang Hak Jaminan Sosial.

Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa, selain dapat memberikan

perlindungan sosial bagi masyarakat, jaminan sosial juga menjadi penggerak

pembangunan ekonomi. Akhir-akhir ini bermunculan kenyataan baru yang membuktikan

bahwa jaminan sosial makin diperlukan mengingat bahwa kondisi perekonomian global

maupun nasional sedang mengalami berbagai krisis yang mengancam kesejahteraan

rakyat. Krisis telah mengakibatkan masyarakat kehilangan pekerjaan, berkurangnya

pendapatan, dan kehilangan kesejahteraan yang menjadi haknya. Disamping itu,

pendapatan masyarakat akan berkurang karena menderita penyakit atau memasuki usia

lanjut. Jaminan sosial dapat diandalkan sebagai upaya penyelamat dari berbagai risiko

tersebut.

Jaminan sosial dapat diwujudkan melalui mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial.

Adanya perlindungan terhadap risiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dapat

mengurangi beban negara (APBN) dalam penyediaan dana bantuan sosial yang memang

sangat terbatas. Melalui prinsip kegotong-royongan, meanisme asuransi sosial

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

3

merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dan digunakan di hampir seluruh negara

maju dalam menanggulangi risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi pada

setiap warga negaranya.

Dari aspek ekonomi makro, jaminan sosial nasional adalah suatu instrumen yang efektif

untuk memobilisasi dana masyarakat dalam jumlah besar, yang sangat bermanfaat untuk

membiayai program pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri. Selain

memberikan perlindungan melalui mekanisme asuransi sosial, dana jaminan sosial yang

terkumpul dapat menjadi sumber dana investasi yang memiliki daya ungkit besar bagi

pertumbuhan perekonomian nasional. Dilihat dari aspek dana, program ini merupakan

suatu gerakan tabungan nasional yang berlandaskan prinsip solidaritas sosial dan

kegotong-royongan.

Banyak negara memulai penyelenggaraan jaminan sosial setelah mengalami krisis

ekonomi yang berat dimana kebutuhan kegotong-royongan sangat terasa.

Amerika Serikat mengembangkan jaminan sosial pada masa pemerintahan Presiden

Roosevelt (1935) setelah negara tersebut mengalami depresi ekonomi yang sangat hebat

di tahun 1932. Jerman memperkenalkan asuransi sosial semasa pemerintah Otto Van

Bismarck (1883) dimana perlindungan tenaga kerja sangat dibutuhkan. Kedua negara

maju tersebut kini memperoleh manfaat besar dari penyelenggaraan jaminan sosial yang

dikembangkan pada waktu kedua negara tersebut sedang menghadapi resesi ekonomi.

Manfaat besar dari dana yang terhimpun juga dinikmati negara berkembang yang telah

menyelenggarakan jaminan sosial secara konsisten dan mencakup seluruh pekerja sektor

formal. Malaysia telah berhasil memupuk Tabungan Nasional atau Dana Jaminan Sosial

senilai US$ 90 Miliar melalui program jaminan hari tua pegawai (Employee Provident

Fund, EPF). Kekuatan dana asuransi sosial inilah, antara lain, yang menyelamatkan

Malaysia dari krisis mata uang pada tahun 1998 yang lalu.

B. Pilar Perlindungan Sosial

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk terdapat tiga-pilar pendekatan

yang saling melengkapi namun berbeda pola penyelenggaraannya, yaitu :

Pilar Pertama menggunakan meknisme bantuan sosial (social assistance) kepada

penduduk yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai maupun

pelayanan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan bantuan

sosial dapat bersumber dari Anggaran Negara dan atau dari Masyarakat. Mekanisme

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

4

bantuan sosial biasanya diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS) yaitu masyarakat yang benar-benar membutuhkan, umpamanya penduduk

miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika terpaksa menganggur.

Di Indonesia, bantuan sosial oleh Pemerintah kini lebih ditekankan pada pemberdayaan

dalam bentuk bimbingan, rehabilitasi dan pemberdayaan yang bermuara pada

kemandirian PMKS. Diharapkan setelah mandiri mereka mampu membayar iuran untuk

masuk mekanisme asuransi.

Kearifan lokal dalam masyarakat juga telah lama dikenal yaitu upaya-upaya kelompok

masyarakat, baik secara mandiri, swadaya, maupun gotong royong, untuk memenuhi

kesejahteraan anggotanya melalui berbagai upaya bantuan sosial, usaha bersama,

arisan, dan sebagainya. Kearifan lokal akan tetap tumbuh sebagai upaya tambahan

sistem jaminan sosial karena kearifan lokal tidak mampu menjadi sistem yang kuat,

mencakup rakyat banyak, dan tidak terjamin kesinambungannya.

Pemerintah mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat guna memenuhi

kesejahteraannya dengan menumbuhkan iklim yang baik dan berkembang, antara lain

dengan memberi insentif untuk dapat diintegrasikan dalam sistem jaminan sosial nasional.

Pilar Kedua menggunakan mekanisme asuransi sosial atau tabungan sosial yang bersifat

wajib atau compulsory insurance, yang dibiayai dari kontribusi atau iuran yang dibayarkan

oleh peserta. Dengan kewajiban menjadi peserta, sistem ini dapat terselenggara secara

luas bagi seluruh rakyat dan terjamin kesinambungannya dan profesionalisme

penyelenggaraannya.

Dalam hal peserta adalah tenaga kerja di sektor formal, iuran dibayarkan oleh setiap

tenaga kerja atau pemberi kerja atau secara bersama-sama sebesar prosentase tertentu

dari upah.

Mekanisme asuransi sosial merupakan tulang punggung pendanaan jaminan sosial di

hampir semua negara. Mekanisme ini merupakan upaya negara untuk memenuhi

kebutuhan dasar minimal penduduk dengan mengikut-sertakan mereka secara aktif

melalui pembayaran iuran. Besar iuran dikaitkan dengan tingkat pendapatan atau upah

masyarakat (biasanya prosentase tertentu yang tidak memberatkan peserta) untuk

menjamin bahwa semua peserta mampu mengiur.

Kepesertaan wajib merupakan solusi dari ketidak-mampuan penduduk melihat risiko masa

depan dan ketidak-disiplinan penduduk menabung untuk masa depan. Dengan demikian

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

5

sistem jaminan sosial juga mendidik masyarakat untuk merencanakan masa depan.

Karena sifat kepesertaan yang wajib, pengelolaan dana jaminan sosial dilakukan sebesar-

besarnya untuk meningkatkan perlindungan sosial ekonomi bagi peserta. Karena sifatnya

yang wajib, maka jaminan sosial ini harus diatur oleh UU tersendiri.

Di berbagai negara yang telah menerapkan sistem jaminan sosial dengan baik, perluasan

cakupan peserta dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat dan pemerintah serta kesiapan penyelenggaraannya. Tahapan biasanya

dimulai dari tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja yang mengikatkan diri dalam

hubungan kerja), selanjutnya diperluas kepada tenaga kerja di sektor informal, untuk

kemudian mencapai tahapan cakupan seluruh penduduk. Upaya penyelenggaraan

jaminan sosial sekaligus kepada seluruh penduduk akan berakhir pada kegagalan karena

kemampuan pendanaan dan manajemen memerlukan akumulasi kemampuan dan

pengalaman. Kelompok penduduk yang selama ini hanya menerima bantuan sosial,

umumnya penduduk miskin, dapat menjadi peserta program jaminan sosial, dimana

sebagian atau seluruh iuran bagi dirinya dibayarkan oleh pemerintah. Secara bertahap

bantuan ini dikurangi untuk menurunkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah.

Untuk itu pemerintah perlu memperhatikan perluasan kesempatan kerja dalam rangka

mengurangi bantuan pemerintah membiayai iuran bagi penduduk yang tidak mampu.

Pilar Ketiga menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary insurance) atau

mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya dibayar oleh peserta (atau

bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya dan keinginannya. Pilar ketiga ini

adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial, dan sebagai tambahan setelah yang

bersangkutan menjadi peserta asuransi sosial. Penyelenggaraan asuransi sukarela

dikelola secara komersial dan diatur dengan UU Asuransi.

Pendapatan & cakupan jaminan sosial dengan pertumbuhan ekonomi membaik dapat

dilihat dalam grafik berikut ini :

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

6

Kebutuhan Perlindungan

Ekonomi dan Sosial

* Data Statistik Indonesia 2002 (BPS) : - Jumlah Penduduk Indonesia 212.003.000 orang - Angkatan Kerja ; 100.779.270 orang Pekerja 91.647.166 orang Pencari Kerja 9.132.104 orang - Jumlah penduduk miskin ...………….. orang

Terjangkau Belum Terjangkau Mampu Miskin

Assos* Assos* * Assos; JAMSOSTEK, ASKES, TASPEN, ASABRI

Kurva Upah/Penghasilan

Pekerja Formal Pekerja Informal Pencari Kerja

(PNS, TNI/Polri, Swasta) (Nelayan, Petani, Pedagang, Buruh, dll.)

Bantuan Sosial (Tax System) * Need Test * APBN (yang tersedia)

Personal Investment (Saham, Deposito dll.)

Asuransi Sosial

Employee Benefits Plan Asuransi Jiwa Kelompok -

* Pension Plan -

Supplements Scheme

Asuransi Jiwa - Private Pension -

Plan (DPLK)

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

7

C. Penyelenggaraan Jaminan Sosial Di Indonesia

Di Indonesia sebenarnya telah ada beberapa program jaminan sosial yang

diselenggarakan dengan mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial, sesuai dengan

definisi yang tersebut terdahulu, namun kepesertaan program tersebut baru mencakup

sebagian dari masyarakat yang bekerja di sektor formal. Sebagian besar lainnya,

terutama yang bekerja di sektor informal, belum memperoleh perlindungan sosial. Selain

itu, program-program tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang

adil pada peserta dan manfaat yang diberikan kepada peserta masih belum memadai

untuk menjamin kesejahteraan mereka.

Pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa program jaminan sosial yang ada

mempunyai keterbatasan. Berdasarkan kesadaran akan keterbatasan tersebut dan

adanya mandat Ketetapan MPR RI nomor X/MPR/2001 kepada Presiden RI untuk

mengembangkan SJSN dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh

dan terpadu, Presiden mengambil inisiatif menyusun SJSN. SJSN disusun berlandaskan

prinsip-prinsip yang mampu memenuhi keadilan, keberpihakan pada masyarakat banyak

(equity egaliter), transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian (prudentiality) dan layak. Prinsip

equity egaliter merupakan suatu bentuk keadilan sosial yang dicita-citakan dimana setiap

penduduk harus dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (yang layak) tanpa

memperhatikan kemampuan ekonominya. Dalam bidang kesehatan, prinsip ini diwujudkan

dengan menjamin agar semua penduduk yang sakit mendapatkan pengobatan atau

pembedahan yang dibutuhkan meskipun ia miskin. SJSN ini terutama akan didasarkan

pada mekanisme asuransi sosial dan karenanya anggaran belanja negara yang

dialokasikan untuk kesejahteraan pada akhirnya akan semakin berkurang. Bagi penduduk

yang tidak mampu, sebagian atau seluruh iuran akan dibayarkan oleh pemerintah, sesuai

dengan tingkat ketidak-mampuan penduduk. Presiden, dalam Pidato di hadapan Sidang

Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002, telah

menyampaikan bahwa konsep SJSN tersebut sedang disusun oleh Tim SJSN yang

dibentuk oleh Pemerintah RI dengan Keppres No. 20 tahun 2002.

Astek, Jamsostek telah menyelenggarakan jaminan sosial sejak tahun 1978 – 1993,

mencakup sebagian tenaga kerja sektor formal dan hanya menyelenggarakan Jaminan

Kecelakaan Kerja. Sebagian besar tenaga kerja lainnya yang bekerja di sektor informal

(tenaga kerja di luar hubungan kerja, seperti nelayan, petani dan pedagang sayur, kios,

pedagang sate, baso, gado-gado, warteg, dll) belum memperoleh perlindungan sosial

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

8

formal sampai saat ini karena memang undang-undangnya belum menyediakan peluang

untuk itu.

Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial dan mencakup program

yang lebih lengkap adalah UU Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(Jamsostek) yang diselenggarakan oleh PT Jamsostek. Sampai saat ini penyelenggaraan

Jamsostek baru mencakup sekitar 12 juta peserta aktif dari sekitar 31 juta tenaga kerja di

sektor formal (Standing, 2000.). Selain PT Jamsostek, beberapa Badan Penyelenggara

telah melaksanakan program jaminan sosial secara parsial sesuai dengan misi khususnya

berupa program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri yang dikelola oleh PT

ASKES Indonesia, Jaminan Hari Tua dan Pensiun Pegawai Negeri dikelola PT TASPEN

dan jaminan sosial bagi TNI-Polri yang dikelola oleh PT ASABRI.

Pegawai Negeri, pensiunan pegawai negeri, pensiunan TNI-Polri, Veteran, dan anggota

keluarga mereka menerima jaminan kesehatan yang dikelola PT Askes berdasarkan PP

No. 69/91. Selain itu pegawai negeri yang memasuki masa pensiun mendapatkan jaminan

pensiun yang dikelola oleh program Tabungan Pensiun (TASPEN) berdasarkan PP No.

26 tahun 1981. Anggota TNI-Polri dan PNS Departemen Pertahanan mendapat jaminan

hari tua, cacat, dan pensiun melalui program ASABRI berdasarkan PP No. 67 tahun 1991.

Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri dan PNS Dephan memperoleh jaminan

pensiun melalui anggaran negara (pay as you go).1 Dengan demikian, sebagain besar

program pensiun pegawai negeri, TNI, dan Polri tidak didanai dari tabungan pegawai

sehingga sangat bergantung pada anggaran belanja negara. Kontribusi pemerintah, dari

APBN, untuk dana pensiun pegawai negeri, tentara, dan anggota polisi--yang merupakan

suatu bentuk tunjangan pegawai atau employment benefits-- akan terus membengkak dan

memberatkan APBN, jika tidak ditunjang dengan peningkatan iuran dari pegawai. Selain

itu, tidaklah adil jika dana APBN yang berasal dari pajak akan tersedot dalam jumlah

besar bagi pendanaan pensiun pegawai negeri, tentara dan anggota polisi saja.

Penyelenggaraan dana pensiun yang adil dan memadai yang didanai bersama (bipartit)

antara pekerja sendiri dan pemberi kerja, terlepas dari status pegawai negeri atau swasta

atau usaha sendiri (self-employed) merupakan sebuah sistem yang lebih berkeadilan dan

lebih terjamin kesinambungannya.

1 Sebenarnya dana Pensiun yang dikelola PT Taspen terdiri atas 14% dana dari iuran PNS dan 86% dari

APBN.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

9

Cakupan beberapa skema jaminan sosial yang ada (Askes, Taspen, Asabri, Jamsostek)

baru diperuntukan bagi 7,8 juta tenaga kerja formal dari 100,8 juta angkatan kerja (BPS,

2003). Baru 12 juta tenaga kerja formal kini aktif sebagai peserta PT Jamsostek.

Di negara-negara tetangga kepesertaan tenaga kerja yang memperoleh jaminan sosial

sudah mencakup seluruh tenaga kerja formal. Khusus dalam program asuransi kesehatan

sosial dengan pembiayaan dari publik, Indonesia jauh tertinggal karena baru menjamini 9

(sembilan) persen dari jumlah penduduknya, sebagaimana terlihat dalam gambar 1

berikut.

Gambar 1 :

Persentase Penduduk Yang Memiliki Asuransi Sosial Kesehatan / Pembiayaan

Publik di Beberapa Negara

Sedangkan dalam program jaminan hari tua/pensiun, jaminan sosial di Indonesia baru

mencapai maksimal 20 persen dari total pekerja sektor formal sebagaimana

digambarkan pada gambar 2 berikut.

Lu

kse

mb

erg

Kan

ad

a

Isla

nd

ia

Den

ma

rk

No

rweg

ia

Au

stra

lia

Jep

an

g

Itali

Fin

lan

dia

Sel

an

dia

Baru

Inggri

s

Po

rtu

ga

l

Yu

na

ni

Cek

o

Kore

a

Mu

an

gta

i

Sp

an

yol

Per

an

cis

Au

stri

a

Bel

gia

Jer

man

Tu

rki

Bel

an

da

Fil

ipin

a

Am

erik

a

Ind

on

esia

% p

dd

k d

g A

SK

100

80

60

40

20

0

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

10

Gambar 2: Persentase Pekerja Sektor Formal (> 1 orang pekerja)

Yang Memiliki Jaminan Hari Tua/Pensiun di Beberapa Negara

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya cakupan kepesertaan

program jaminan sosial sekarang ini terjadi karena program tersebut belum

sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil pada para peserta dan

manfaat yang diberikan kepada peserta belum memadai untuk menjamin

kesejahteraannya (Thabrany dkk, 2000).

Selain itu program jaminan sosial di Indonesia belum mampu meningkatkan

pertumbuhan dan menggerakan ekonomi makro karena porsi dana Jaminan Sosial

terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia masih sangat kecil (Purwoko, 2001).i

Sebagai contoh untuk Program Jaminan Kesehatan, berdasarkan data yang dikutip

dari Profile of Asian Country, 1997, memperlihatkan belanja kesehatan per kapita

Indonesia jauh tertinggal dan baru mencapai US$ 19,1 dan yang tertinggi adalah

Singapore dengan US$ 667,0 akibat belum meluasnya cakupan jaminan kesehatan di

Indonesia. Perbandingan belanja kesehatan di beberapa negara Asia dapat dilihat

pada tabel berikut.

Per

an

cis

Lu

kse

mb

erg

Kan

ad

a

Isla

nd

ia

Den

ma

rk

No

rweg

ia

Au

stra

lia

Jep

an

g

Itali

Fin

lan

dia

Sel

an

dia

Baru

Inggri

s

Po

rtu

ga

l

Yu

na

ni

Cek

o

Kore

a

Mu

an

gta

i

Sp

an

yol

Au

stri

a

Bel

gia

Jer

man

Tu

rki

Bel

an

da

Fil

ipin

a

Am

erik

a

Ind

on

esia

% p

dd

k d

g A

SK

100

80

60

40

20

0

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

11

Tabel 1:

Jaminan Kesehatan Berdasarkan Profile Of Asian Country

Dari berbagai permasalahan yang berkembang saat ini, kendala utama

pengembangan program jaminan sosial di Indonesia dapat di identifikasi sebagai

berikut :

1. Belum adanya konsep dan undang-undang tentang SJSN yang komprehensif,

terpadu, dan memberikan manfaat yang layak yang mampu menjangkau seluruh

penduduk.

2. Pelayanan dari lembaga jaminan sosial yang ada dirasakan perlu ditingkatkan,

baik dari segi besaran manfaat yang diterima maupun dari segi mekanisme

perolehan manfaat.

3. Pengelolaan administrasi dan pelayanan kurang efisien dan kurang baik yang

menyebabkan sering terjadinya keluhan peserta dan rendahnya tingkat kepuasan

peserta.

4. Selama ini program jaminan sosial tidak didukung oleh perangkat penegak hukum

yang konsisten, adil dan tegas, sehingga belum semua tenaga kerja memperoleh

perlindungan yang optimal.

5. Adanya intervensi pejabat pemerintah terhadap penggunaan dana program

jaminan sosial yang ada saat ini berdampak pada kurang optimalnya manfaat

program dan menimbulkan keresahan dan rasa tidak puas di kalangan para

peserta.

Source: Health Care Industry, Price Waterhouse, 1999 (termasuk JPS)

NEGARA PDB (US$

Milyar)

PDB Per

Kapita (US$)

TOTAL HE

(US$ Milyar)

HE Per

Kapita (US$)

HE / PDB (%)

CAKUPAN OPERASIONAL

(%)

INDONESIA 214 1.060 4.093 bil

HONGKONG 173 26.610 6,78 bil (HK) 161,3 4 % -

MALAYSIA 97,9 4.517 2,061 bil 97,3 2,4 % 18,2 %

96,3 31.035 3,3 bil (SIN) 667,0 3,6 % 35 %

TAIWAN 283,4 13.148 13,6 bil 623,8 4,8 % 96 %

THAILAND 154 2.540 66 bil 108,5 4,3 % 56 %

HONGKONG 173 bil 26.610 6,78 bil (HK) 161,3

MALAYSIA 97,9 bil 4.517 2,061 bil 97,3

SINGAPORE 96,3 bil 31.035 3,3 bil (SIN) 667,0 35 %

TAIWAN 283,4 bil 13.148 13,6 bil 623,8 96 %

THAILAND 154 bil 2.540 66 bil 108,5 56 %

19,1 1,7 % 15 % 19,1 15 %

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

12

6. Seluruh badan penyelenggara jaminan sosial yang ada merupakan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) berbentuk Persero yang harus mencari keuntungan dan

menyetorkan deviden ke Pemerintah dan bukan memaksimalkan manfaat

sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

7. Beberapa prinsip universal asuransi sosial, belum diterapkan secara konsisten.

D. Pendekatan Yang Akan Dilaksanakan

Sistem Jaminan Sosial Nasional akan dibangun terutama dengan mekanisme

asuransi sosial dan tabungan sosial, sehingga tidak akan membebani anggaran

pendapatan dan belanja negara. Namun sesuai amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat (1),

bagi penduduk yang tidak mampu harus mendapatkan bantuan sosial, maka sebagian

atau seluruh iuran bagi penduduk tidak mampu akan ditanggung oleh pemerintah sesuai

dengan kemampuan keuangan negara. Bantuan sosial bagi penduduk Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti korban bencana alam, kerusuhan sosial

dan bencana lainnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah yang

penyelenggaraannya dilaksanakan bersama pemerintah dan masyarakat, namun tidak

dikelola oleh SJSN.

E. Visi, Misi Dan Tujuan

Berlandaskan amanat UUD 1945 hasil amandemen Pasal 28 H ayat (3), Pasal 34

ayat (2) dan amanat Sidang Tahunan MPR Nomor X/MPR-RI Tahun 2001 serta kondisi

program jaminan sosial saat ini maka disusunlah visi, misi dan tujuan penyelenggaraan

SJSN sebagai berikut:

Visi SJSN

“Mewujudkan suatu sistem Jaminan Sosial Nasional yang dapat memenuhi hak

asasi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia‖.

Misi SJSN

a. Meningkatkan kepesertaan sehingga pada suatu ketika SJSN mampu

memberikan perlindungan kepada seluruh penduduk.

b. Meningkatkan kualitas pelayanan sehingga seluruh penduduk merasa perlu

menjadi peserta SJSN

c. Meningkatkan perlindungan sehingga manfaat yang diterima peserta dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup minimal yang layak.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

13

Tujuan SJSN

SJSN bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat

(2) Amandemen UUD 1945, yang dituangkan dalam UU SJSN yang mengatur

substansi berupa cakupan kepesertaan, besarnya iuran dan manfaat, mekanisme

penyelenggaraan jaminan sosial, dan kelembagaan sistem jaminan sosial yang

berlaku nasional guna terwujudnya perlindungan yang adil dan manfaat yang optimal

bagi para peserta. Undang-undang SJSN yang akan dilahirkan tersebut hendaknya

merupakan undang-undang tentang SJSN yang dapat meningkatkan efisiensi

program, meningkatkan kemampuan program untuk saling menopang, memudahkan

mekanisme pengumpulan iuran dan pembayaran manfaat, memperbaiki administrasi

dan manajemen pengelolaan, menetapkan struktur dan fungsi serta pengelolaan

organisasi atau kelembagaan SJSN secara lebih adil, terutama pada saat-saat

menurunnya tingkat kesejahteraan.

F. Dasar Hukum Penyusunan SJSN

Penyusunan UU SJSN didasarkan pada ketentuan UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3)

yang mengamanatkan ―Jaminan Sosial adalah hak setiap warga negara‖ dan Pasal 34

ayat (2) yang menyatakan : ―Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu‖ serta ayat

(4) nya menyatakan ―ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang‖. Penyusunan SJSN adalah sesuai dengan Ketetapan MPR-RI No

X/MPR-RI Tahun 2001 dalam Sidang Tahunan MPR RI tahun 2001, yang menugaskan

Presiden untuk membentuk SJSN guna memberikan perlindungan sosial yang

menyeluruh dan terpadu. Secara hukum, undang-undang SJSN akan mengatur lembaga

jaminan sosial nasional yang akan dibentuk dan penyelenggaraan program jaminan sosial

bagi seluruh penduduk.

Dalam rangka penyusunan konsep SJSN telah dibentuk Tim SJSN dengan Keppres

No. 20 tahun 2002, dan kemudian diperbaharui dengan Keppres Nomor 101 Tahun

2003. Keanggotaan Tim SJSN meliputi pejabat dari berbagai instansi terkait,

kalangan akademisi, tenaga ahli dan lembaga swadaya masyarakat yang bertugas

menyiapkan RUU SJSN. Untuk menampung aspirasi berbagai pihak terkait (stake

holders) telah dilaksanakan berbagai loka karya, seminar dan sosialisasi konsep yang

melibatkan pihak-pihak terkait baik di Jakarta maupun di berbagai daerah. Untuk

mendukung kegiatan kesekretariatan, Ketua Tim SJSN telah membentuk Sekretariat

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

14

Tim SJSN yang berfungsi membantu kelancaran kegiatan kesekretariatan. Legalitas

dan landasan filosofi SJSN ini diperlihatkan berikut.

Gambar 3: Landasan Legalitas dan Landasan Filosofi SJSN

Selain itu, Tim SJSN :

1. Mendapat bantuan tenaga ahli dari Masyarakat Uni Eropa (EU), Bank Pembangunan

Asia (ADB), dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) serta Australia;

2. Tim telah melakukan studi banding ke Australia, Filipina, Thailand, Korea Selatan,

Perancis, dan Jerman serta mengikuti seminar tentang Social Security di Cina;

3. Tim telah menyelesaikan konsep SJSN yang meliputi substansi, kelembagaan,

mekanisme dan program yang dituangkan dalam Naskah Akademik SJSN ini.

Penyusunan konsep tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai

pandangan dan masukan dari penyelenggara jaminan sosial, serikat pekerja, asosiasi

pengusaha, asosiasi profesi, akademisi, instansi pemerintah terkait, serta lembaga

swadaya masyarakat. Sudah barang tentu tidak setiap masukan yang diterima Tim

dapat diakomodir ke dalam naskah RUU karena masing-masing pihak umumnya

Naskah Akademik SJSN

dan RUU SJSN (Substansi, Mekanisme dan

Kelembagaan)

Kepseswapres No. 7/ 2001, 21 Maret 2001

(Pembentukan Kelompok Kerja SJSN)

TAP MPR No. X/2001 (Menugaskan Presiden membentuk SJSN)

UUD 1945 Ps 28H (3) Jaminan sosial adalah hak setiap warga

negara.

Ps 34 (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu.

Konvensi ILO 102 (1952)

Hak jaminan sosial: Menganggur,

sakit, cacat, janda, hari tua. Ratifikasi

Keppres No.20/2002 & 101/2003 (Presiden membentuk Tim SJSN)

Deklarasi HAM PBB (10 Des 1948)

Pasal 25 ayat 1 (Hak Kesehatan dan Kesejahteraan,

Jaminan Kesehatan, Cacat, Janda, Menganggur/PHK, Hari

Tua)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

15

memberikan masukan yang menyangkut kepentingannya. Tim menyusun konsep

seperti yang tertuang dalam naskah akademik ini dan naskah RUU SJSN dengan

meletakan keseimbangan dari berbagai kepentingan tersebut, serta tetap mengacu

kepada prinsip jaminan sosial yang bersifat universal.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

16

BAB II

JAMINAN SOSIAL DI BERBAGAI NEGARA

Penyelenggaraan Jaminan Sosial merupakan suatu mekanisme universal di dalam

memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat suatu negara. Meskipun prinsip-

prinsip universalitasnya sama, yaitu pada umumnya berbasis pada mekanisme asuransi

sosial dan tabungan sosial, namun dalam penyelenggaraanya terdapat variasi yang luas.

Variasi program, tingkat manfaat, dan tingkat iuran serta badan penyelenggara di

berbagai negara tidak dapat dihindari karena beragamnya tingkat sosial ekonomi dan

budaya penduduk di negara tersebut.

Badan penyelenggara yang bervariasi dari yang langsung dikelola oleh pemerintah

sampai yang liberal yang diserahkan kepada swasta. Variasi tersebut tidak lepas dari

sejarah berkembangnya sebuah sistem jaminan sosial di negara tersebut. Masing-

masing sistem memiliki kelebihan dan kelemahan, oleh karenanya berbagai contoh

tersebut perlu disajikan disini sebagai rujukan bagi penyusunan SJSN.

Dalam bab ini disajikan secara garis besar badan penyelenggara jaminan sosial di 8

(delapan) negara tetangga dan negara maju sebagai perbandingan dalam menyusun

sebuah SJSN.

A. Konsep Badan Penyelenggara

Bervariasinya badan penyelenggara jaminan sosial di beberapa negara baik yang

dikelola langsung oleh pemerintah sampai yang liberal yang diserahkan kepada swasta,

dapat dilihat pada tiga alternatif konsep jaminan kesehatan di bawah ini. Konsep jaminan

kesehatan disajikan karena menyangkut kerja sama dengan fasilitas kesehatan (health

care provider) yang lebih kompleks. Sedangkan untuk program jaminan sosial lain yang

kurang kompleks dapat digunakan model badan penyelenggara yang sama dengan lebih

mudah dengan membuang komponen fasilitas kesehatan. Ketiga alternatif badan

penyelenggara adalah sebagai berikut:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

17

1. Konsep alternatif pertama :

Gambar 4:

Alternatif 1 - Badan Penyelenggara

2. Konsep alternatif ke dua

Gambar 5:

Alternatif 2 - Badan Penyelenggara

Keterangan : Masing-masing Badan Penyelenggara JPK membayar langsung ke

Fasilitas Kesehatan

Administrasi Sentral

Verifikasi Proses Klaim

PESERTA

Fasilitas Kesehatan

Badan Penyelenggara (Masyarakat/Swasta)

Konfederasi Badan Penyelenggara,

Pemerintah, Wakil Fasilitas Kesehatan

Peserta

Fasilitas Kesehatan

6 5 4 3 2 1 Badan Penyelenggara

Kelompok Informal

Kelompok Formal

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

18

3. Konsep alternatif ke tiga

Gambar 6:

Altenatif 3 - Badan Penyelenggara

B. Sistem Jaminan Sosial Di Delapan Negara

Di bawah ini disajikan beberapa model sistem jaminan sosial di delapan negara

terpilih. Model-model di negara tersebut di bawah ini adalah wakil dari model-model yang

sama yang diselenggarakan di banyak negara lain. Penyajian model di delapan negara

merupakan ringkasan bagi pilihan model yang dapat diambil untuk menyusun RUU SJSN

di Indonesia.

Malaysia

Sebagai negara persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang

lebih awal dan lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan sistem jaminan

sosial di negara lain di Asia Tenggara. Pada tahun 1951 Malaysia sudah memulai

program tabungan wajib pegawai untuk menjamin hari tua (employee provident

fund, EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh pegawai swasta dan pegawai negeri

yang tidak berhak atas pensiun wajib mengikuti program EPF. Ordonansi EPF

kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada tahun 1991. Pegawai pemerintah

Pembayaran Iuran

PEMBERI KERJA

Fasilitas Kesehatan

PESERTA

Proses Klaim/Pembayaran

BADAN PENYELENGGARA JS

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

19

mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan karyawan pemerintah. Selain

itu, Malaysia juga memiliki sistem jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat

yang dikelola oleh Social Security Organization (SOCSO). Oleh karena

pemerintah federal Malaysia bertanggung jawab atas pembiayaan dan

penyediaan langsung pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk yang relatif

gratis, maka pelayanan kesehatan tidak masuk dalam program yang dicakup

sistem jaminan sosial di Malaysia. Dengan sistem pendanaan kesehatan oleh

negara, tidak ada risiko biaya kesehatan yang berarti bagi semua penduduk

Malaysia yang sakit ringan maupun berat.

Sektor informal merupakan sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Namun demikian,

dalam sistem jaminan sosial di Malaysia, sektor informal dapat menjadi peserta

EPF atau SOCSO secara sukarela. Termasuk sektor informal adalah mereka

yang bekerja secara mandiri dan pembantu rumah tangga. Karyawan asing dan

pegawai pemerintah yang sudah punya hak pensiun juga dapat ikut program EPF

secara sukarela.

Di dalam penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk

yang dilayani mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh

Central Provident Fund (CPF), sebuah badan hukum di bawah naungan

Kementrian Keuangan. Lembaga ini merupakan lembaga tripartit yang terdiri atas

wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah, dan profesional. Untuk tugas-tugas

khusus, seperti investasi, lembaga ini membentuk Panel Investasi.

Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah dikelola langsung oleh

kementrian keuangan karena program tersebut merupakan program tunjangan

pegawai (employment benefit) dimana pegawai tidak berkontribusi. Program

jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat dikelola oleh SOCSO yang dalam

bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO).

Manfaat (benefits) yang menjadi hak peserta terdiri atas: (1) Peserta dapat

menarik jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum)

untuk modal usaha, menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk

anuitas (sebagai pensiun bulanan), dan menarik hasil pengembangannya saja

tiap tahun sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF. (2) Peserta dapat

menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap, meninggal dunia (oleh ahli

warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk selamanya. (3) Peserta juga dapat

menarik dananya untuk membeli rumah, ketika mencapai usia 50 tahun, atau

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

20

memerlukan biaya perawatan di luar fasilitas publik yang ditanggung pemerintah.

(4) Ahli waris peserta berhak mendapatkan uang duka sebesar RM 1.000-30.000,

tergantung tingkat penghasilan, apabila seorang peserta meninggal dunia.

Tingkat iuran untuk program EPF, dalam prosentase upah, bertambah dari tahun

ke tahun seperti disajikan dalam tabel berikut. Jumlah iuran tersebut ditingkatkan

secara bertahap untuk menyesuaikan dengan tingkat upah dan tingkat

kemampuan penduduk menabung. Dalam program EPF di Malaysia, sekali

seseorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus menjadi peserta

sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun (Kertonegoro, 1998).

Tabel 2:

Perkembangan Tingkat Iuran Dana Provident Fund di Malaysia

Tahun Iuran Tenaga

Kerja Iuran Pemberi

Kerja Total

1952 – Juni 1975 5 % 5% 10%

Juli 75 – Nop 80 6% 7% 13%

Des 80 – Des 92 9% 11% 20%

Jan 93 – Des 95 10% 12% 22%

Jan 96 - 11% 12% 23%

Sumber: CPF, Malaysia, 1998

Filipina

Filipina memulai pengembangan program Jaminan Sosial (JS) sejak tahun 1948

akan tetapi UU Jaminan Sosialnya (Republic Act 1161) baru disahkan pada tahun

1954. Dibutuhkan enam tahun sejak ide awal pengembangan jaminan sosial

dicetuskan oleh Presiden Manuel A. Roxas di tahun 1948. Namun demikian, UU

tersebut ditolak oleh kalangan bisnis Filipina sehingga dilakukan amendemen UU

tersebut dan diundangkan kembali pada tahun 1957. Barulah UU JS tersebut mulai

diterapkan untuk pegawai swasta. Pada tahun 1980 beberapa kelompok pekerja

sektor informal atau pekerja mandiri mulai diwajibkan mengikuti program JS.

Kemudian pada tahun 1992 semua pekerja informal yang menerima penghasilan

lebih dari P1.000 (sekitar Rp 200.000) wajib ikut. Selanjutnya di tahun 1993

pembantu rumah tangga yang menerima upah lebih dari P1.000 sebulan kemudian

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

21

juga diwajibkan untuk mengikuti program JS. Program JS tersebut dikenal dengan

Social Security System (SSS). Pada saat ini, SSS mempunyai anggota sebanyak

23,5 juta tenaga kerja atau sekitar 50% dari angkatan kerja, termasuk diantaranya 4

juta tenaga kerja di sektor informal (Purwanto dan Wibisana, 2002). Khusu pegawai

negeri, pemerintah Filipina menyelenggarakan program tersendiri yang disebut

sebagai Government Service Insurance System (GSIS) yang dimulai lebih awal

yaitu di tahun 1936 dan kini memiliki anggota sebanyak 1,4 juta pegawai negeri.

Angkatan Bersenjata dan Polisi memiliki sistem jaminan sosial tersendiri yang

dibiayai dari anggaran pemerintah. Kedua program jaminan sosial pegawai

pemerintah, termasuk tentara, lebih tepat dikatakan sebagai program tunjangan

pegawai (employment benefit) dibandingkan sebagai program jaminan sosial

menurut defisini universal. Pada awalnya program jaminan sosial tersebut

menyelenggarakan program jaminan hari tua (old-age) kematian, cacat, maternitas,

kecelakaan kerja dan kesehatan. GSIS memberikan berbagai pelayanan ekstra,

selain pelayanan tersebut, seperti program pemberdayaan ekonomi dan asuransi

umum (Purwanto & Wibisana, 2002). Namun demikian, di tahun 1995 Pemerintah

Filipina mengeluarkan Undang-Undang Asuransi Kesehatan National (RA7875)

yang memisahkan program asuransi kesehatan dari kedua lembaga (SSS dan

GSIS) menjadi satu dibawah pengelolaan the Philippine Health Insurance

Corporation (PhilHealth), suatu badan publik yang bersifat nirlaba (SSS, 2001).

PhilHealth bukanlah suatu badan usaha yang di Indonesia kita kenal sebagai

BUMN.

Manfaat yang diberikan kepada peserta SSS dan GSIS adalah (1) uang tunai

selama peserta menderita sakit dan tidak bisa bekerja paling sedikit 4 (empat) hari,

baik dirawat di rumah sakit dan di rumah sendiri. (2) Untuk peserta wanita yang

hamil, keguguran, atau melahirkan diberikan uang tunai sebesar antara P24.000-

P31.200 (antara Rp 4,4 juta- Rp 6,2 juta). Manfaat lain (3) yang menjadi hak

peserta adalah uang tunai yang dibayarkan secara lump-sum atau bulanan bagi

peserta yang menderita cacat tetap, baik parsial maupun total yang bukan

disebabkan oleh kecelakaan kerja. Manfaat selanjutnya (4) adalah jaminan hari tua

(baik lump-sum maupun pensiun bulanan) ketika memasuki masa pensiun (60

tahun). Peserta juga berhak mendapatkan jaminan kematian (5) berupa uang tunai

atau bulanan yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

Dan yang terakhir (6) adalah jaminan kecelakaan kerja yang dibayarkan apabila

terjadi kecelakaan kerja. Manfaat jaminan kecelakaan kerja ini dapat diterima

bersamaan dengan manfaat program yang lain. Untuk setiap manfaat yang berhak

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

22

diterima, peserta harus memenuhi persyaratan kepesertaan tertentu (qualifying

conditions). Selain manfaat definitif, peserta juga dapat diberikan fasilitas kredit

(loan) untuk menutupi kebutuhan uang tunai yang mendesak dengan bunga 6%

setahun untuk pinjaman di bawah P15.000 dan 8% setahun untuk pinjaman lebih

dari P15.000.

Iuran jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah 8,4% sebulan (tidak termasuk

iuran untuk asuransi kesehatan dan kecelakaan kerja) yang dibayar bersama

antara majikan (5,04%) dan pegawai (3,36%). Batas maksimum upah untuk

perhitungan iuran adalah P12.000 (Rp 2,4 juta) sebulan. Iuran untuk jaminan

kecelakaan kerja adalah 1% dengan maksium iuran sebesar P1.000 per karyawan

yang hanya dibayar oleh pemberi kerja. Sedangkan besarnya iuran untuk tenaga

kerja informal diperhitungkan berdasarkan besarnya pendapatan yang dinyatakan

oleh calon peserta pada waktu pendaftaran dengan batas minimum sebesar

P1.000. Untuk pekerja Filipina di luar negeri, yang dikelompokan sebagai pekerja

membayar sendiri—tidak melalui pemberi kerja, batas minimum penghasilan adalah

P3.000 sebulan. Untuk memudahkan perhitungan iuran, SSS mengembangkan 24

kelompok upah dan besarnya iuran untuk masing-masing kelompok upah. Iuran

untuk asuransi kesehatan adalah 2,5% upah sebulan untuk menjamin biaya rawat

inap saja (rawat jalan tidak dijamin). Dengan demikian total iuran menjadi 10,9%

(tanpa kecelakaan kerja) dan 11,9% (dengan kecelakaan kerja). Sedangkan pada

GSIS, tingkat iuran lebih tinggi yaitu 12% dari pemberi kerja (pemerintah) dan 9%

dari pekerja (Purwanto & Wibisana, 2002).

Phil-Health merupakan program Asuransi Kesehatan Nasional yang kini memiliki

keanggotaan lebih dari 39 juta jiwa (lebih dari 50% penduduk Filipina). Anggota

Phil-Health terdiri atas 55% pegawai swasta, 24% pegawai pemerintah, 9%

penduduk tidak mampu, 11% peserta sukarela (informal), dan 2% adalah peserta

khusus yang tidak membayar iuran. Manfaat yang menjadi hak peserta adalah

jaminan rawat inap di rumah sakit pemerintah maupun swasta dengan standar

pembayaran yang sama. Pembayaran ke rumah sakit didasarkan pada sistem

biaya jasa per pelayanan (fee for service) mengingat cara inilah yang kini diterima

oleh rumah sakit. Pelayanan rawat jalan sementara ini belum dijamin, karena

diasumsikan penduduk mampu membayar sendiri biaya rawat jalan yang tidak

menjadi beban berat rumah tangga. Besarnya iuran adalah maksimum 3% dari gaji

yang diperhitungkan maksimum P10.000 (sekitar Rp 2 juta). Namun demikian, iuran

yang kini dikumpulkan adalah sebesar 2,5% yang ditanggung bersama antara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

23

pemberi kerja dan tenaga kerja, bagi sektor formal. Sedangkan bagi sektor

informal, iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta dan bagi penduduk miskin,

iuran ditanggung pemerintah pusat dan daerah (Purwanto & Wibisana, 2002). Pada

tahun 2003, PhilHealth menerima banyak sekali permintaan dari pemberi kerja

untuk memperluas jaminan dengan mencakup jaminan rawat jalan. Para pemberi

kerja akan menambahkan iuran guna memperluas jaminan tersebut (Dueckue,

2003). Iuran jaminan sosial di Filipina cukup beragam sebagaimana ditampilkan

dalam tabel berikut.

Tabel 3:

Kompilasi Iuran Sistem Jaminan Sosial di Filipina

Program Iuran Tenaga

Kerja Iuran Pemberi

Kerja Total

Jaminan sosial, SSS 5,04% 3,36% 8,4%

Kecelakaan kerja - 1% 1,0%

Jaminan sosial, GSIS 9% 12% 21,0%

Kesehatan, PhilHealth 1,25% 1,25% 2,5%

Total

Swasta 6,29% 5,61% 11,9%

Pemerintah 10,25% 12% 22,25%

Sumber: GSIS Filipina, 2002.

Thailand (Muangtai)

Program Jaminan Sosial di Thailand terdiri atas program jaminan bagi pegawai

pemerintah, pegawai swasta, dan program kesehatan. Program yang diatur oleh

UU Jaminan Sosial di Thailand dimulai pada tahun 1990 Pemerintah Thailand

mengeluarkan UU Jaminan Sosial, namun demikian implementasinya baru dimulai

enam bulan kemudian, yaitu pada bulan Maret 1991. Dana yang terkumpul dikelola

oleh suatu badan tripartit, Dewan Jaminan Sosial, yang terdiri dari 15 orang yang

mewakili pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja masing-masing 5 (lima) orang.

Kantor Jaminan Sosial (Social Security Office, SSO) berada di bawah Departemen

Tenaga Kerja dan Kesejahteraan. Mula-mula program tersebut wajib bagi pemberi

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

24

kerja dengan 20 karyawan atau lebih, yang kemudian secara bertahap diwajibkan

kepada pemberi kerja yang lebih kecil. Sejak 31 Mei 2002, seluruh tenaga kerja

dengan satu atau lebih karyawan wajib menjadi peserta. Kini jumlah peserta SSO

adalah 6,59 juta tenaga kerja di Thailand, seluruh tenaga kerja formal telah menjadi

peserta. Pegawai pemerintah mendapat jaminan yang dibiayai oleh anggaran

belanja negara tanpa ada iuran sama sekali dari pekerja. Jaminan yang ditanggung

meliputi jaminan kesehatan, pensiun dan dana lump-sum pada waktu memasuki

masa pensiun. Untuk pekerja sektor informal dan kelompok penduduk lain yang

belum termasuk peserta SSO atau CSMBS, Pemerintah Thailand mengembangkan

program National Health Security yang dikenal dengan kebijakan ‘30 Baht‘. Dalam

program ini, seluruh penduduk sektor informal dan anggota keluarga tenaga kerja

swasta diwajibkan mendaftar ke salah satu rumah sakit dimana mereka akan

berobat jika mereka sakit. Atas dasar penduduk yang terdaftar itu, pemerintah

kemudian membayar rumah sakit secara kapitasi sebesar 1.204 Baht per kepala

per tahun. Penduduk yang terdaftar akan membayar sebesar 30 Baht (kira-kira Rp

6.000) sekali berobat atau sekali perawatan di rumah sakit. Biaya yang dibayar itu

sudah termasuk segala pemeriksaan, obat, pembedahan, dan perawatan intensif

jika diperlukan.

Manfaat program jaminan sosial pekerja swasta dan pekerja informal meliputi

jaminan kesehatan, bantuan biaya persalinan, jaminan uang selama menderita

cacad, santunan kematian, dana untuk anak-anak, kecelakaan kerja, dan jaminan

hari tua. Jaminan kesehatan hanya diberikan kepada tenaga kerjanya, sedangkan

anggota keluarga tenaga kerja dijamin melalui program ‘30 Baht‘. Manfaat program

jaminan sosial pegawai swastapun dimulai dengan menjamin pelayanan kesehatan,

baru secara bertahap pelayanan lain seperti jaminan uang waktu cacad dan

jaminan hari tua diberikan kemudian. Sementara pegawai pemerintah memang

menikmati manfaat yang lebih baik, karena mereka sudah mendapat jaminan hari

tua terlebih dahulu dan jaminan kesehatan komprehensif. Untuk jaminan

kesehatan, dikenal dengan program CSMBS, yang dijamin bukan saja pegawai,

pasangan dan anaknya, orang tua pegawaipun dijamin. Jaminan yang diberikan

komprehensif sehingga peserta tidak perlu lagi membayar apabila mereka

memanfaatkan pelayanan pada fasilitas kesehatan yang sudah ditentukan. Tentu

saja, jika mereka mencari pelayanan dari fasilitas kesehatan dan di kelas perawatan

di luar ketentuan, masyarakat harus membayar sendiri.

Besarnya iuran untuk prgram jaminan sosial pegawai swasta ditanggung bersama

antara pekerja, pemberi kerja dan pemerintah. Disinilah keunikan sistem jaminan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

25

sosial Thailand, karena pemerintahpun ikut membayar iuran bagi pekerja swasta

dan sektor informal. Besarnya iuran dipisahkan untuk masing-masing program yang

total berjumlah 18,5% yang terdiri atas iuran pekerja dan pemberi kerja masing-

masing sebesar 7,5% dan iuran pemerintah sebesar 3,5%. Selain itu, pemberi kerja

masih memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang

besarnya bervariasi dari 0,2% - 1%; tergantung dari tingkat risiko masing-masing

usaha (SSO, 2003). Besarnya upah yang diperhitungkan untuk jaminan sosial ini

ditetapkan sampai jumlah maksimum Pegawai pemerintah dan pegawai sektor

informal tidak membayar iuran, seluruh biaya ditanggung anggaran belanja

pemerintah. Yang menarik dari pembayaran iuran jaminan sosial di Thailand adalah

bahwa besarnya iuran untuk kesehatan dan persalinan diturunkan dari tadinya

4,5% (masing-masing 1,5%) menjadi 3% (masing-masing pihak mengiur 1%)

karena telah terjadi akumulasi dana yang besar karena penyelenggaraan yang

bersifat nirlaba dan setiap dana yang tidak digunakan diakumulasi. Gambaran

lengkap iuran terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4 :

Iuran Jaminan Sosial Pegawai Swasta di Thailand (dalam % upah), 2003

Bentuk Jaminan Iuran Pekerja Iuran Pemberi

Kerja Iuran

Pemerintah

Kesehatan dan persalinan

1% 1% 1%

Cacad/invalid dan kematian

1,5% 1,5% 1,5%

Santunan anak 2% 2% 1%

Hari tua (sejak 2003)

3% 3% -

Total 7,5% 7,5% 3,5%

Total Iuran 18,5%

Sumber : SSO, Thailand, 2003

Korea Selatan

Seperti yang dilakukan Jepang, Jerman, dan banyak negara lain di dunia, Korea

Selatan memulai jaminan sosialnya dengan mengembangkan asuransi kesehatan

wajib di tahun 1976 setelah selama 13 tahun gagal mengembangkan asuransi

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

26

kesehatan sukarela. Asuransi kesehatan wajib dimulai dari pemberi kerja yang

memiliki jumlah pekerja banyak terus diturunkan. Pada tahun 1989 seluruh

penduduk sudah memiliki asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh lebih

dari 300 lembaga nirlaba. Kini seluruh badan penyelenggara dijadikan satu badan

penyelenggara yaitu National Health Insurance Corporation (NHIC) suatu

lembaga semi-pemerintah yang independen dengan cakupan praktis seluruh

penduduk (Park, 2002). Sedangkan jaminan pensiun atau hari tua baru

dilaksanakan 1988 dengan wewajibkan pemberi kerja dengan 10 karyawan atau

lebih mengiur untuk jaminan pensiun. Baru pada tahun 2003 ini, seluruh pemberi

kerja dengan satu atau lebih pegawai diwajibkan ikut program pensiun yang

dikelola oleh National Pension Corporation (NPC). Kedua lembaga NHIC dan

NPC berada di bawah pengawasan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan

dan bukan badan usaha yang di Indonesia kita kenal sebagai BUMN. Berbeda

dengan NHIC yang mengelola seluruh penduduk, kecuali militer aktif dan

penduduk miskin yang hanya berjumlah 3% dari seluruh penduduk, NPC hanya

mengelola pensiun bagi pegawai swasta dan sektor informal. Pensiun untuk

pegawai pemerintah, tentara, guru sekolah, pekerja tambang, dan petani dikelola

terpisah dari NPC (Ha-Young and Hun-Sang, 2003).

Manfaat yang diberikan oleh NHIC adalah jaminan kesehatan komprehensif

mencakup pelayanan kesehatan, medical check up, penggantian uang tunai pada

kondisi tertentu seperti dalam keadaan darurat, santunan penguburan, dan

penggantian biaya protese. Setiap peserta harus membayar co-payment yang

besarnya bervariasi antara jenis pelayanan, fasilitas kesehatan, dan kelompok

peserta. Rata-rata besarnya co-payment bisa mencapai 40-50% dari biaya

berobat, kecuali penduduk tertentu (tua, tidak mampu, atau di daerah terpencil).

Pelayanan kesehatan diberikan melalui fasilitas kesehatan pemerintah maupun

swasta (lebih dari 90%) dengan sistem klaim. Klaim harus diperiksa oleh suatu

lembaga independen lain, HIRA Health Insurance Review Agency, sebelum NHIC

membayar fasilitas kesehatan. Manfaat program pensiun bervariasi sesuai

dengan lamanya mengiur yang diatur dengan formula tertentu (defined benefits)

dengan maksimum pensiun sebesar 60% dari upah terkahir untuk yang sudah

mengiur selama 40 tahun. Selain pensiun karena mancapai usia pensiun, NPC

juga membayarkan pensiun cacad, pensiun ahli waris, dan pembayaran lump-

sum bagi peserta yang belum memilki masa kualifikasi pensiun (10 tahun).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

27

Iuran untuk program kesehatan bagi tenaga kerja di sektor formal ditetapkan

sebesar 3,63% yang ditanggung bersama antara pekerja dan pemberi kerja.

Sedangkan untuk sektor informal, UU mengatur tingkat-tingkat penghasilan untuk

masing-masing kelompok dan besarnya iuran ditetapkan tersendiri untuk tiap-tiap

kelompok penghasilan. Sedangkan iuran untuk program pensiun kini sebesar 9%

dari upah yang dibayar bersama-sama antara pemberi kerja dan pekerja masing-

masing sebesar 4,5%. Pada tahap awal iuran besarnya hanya 3%, kemudian

secara bertahap ditingkatkan sehingga kini mencapai 9%. Selain pekerja, NPC

juga melayani penduduk yang secara sukarela, secara perorangan atau pekerja

sektor informal, mendaftar diri dengan iuran saat ini sebesar 7%, akan tetapi juga

akan ditingkatkan sehingga tahun 2005 akan mengiur sebesar 9%.

Perancis

Jaminan sosial di Perancis telah diselenggarakan lebih dari satu abad dengan

diawali dengan jaminan kesehatan. Jaminan sosial pertama dilaksanakan pada

tahun 1898 tatkala Perancis masih didominasi oleh ekonomi pertanian. Pada saat

ini sistem jaminan sosial di Perancis masih diselenggarakan oleh berbagai badan

penyelenggara yang berbagai kelompok peserta seperti pegawai negeri, pekerja

swasta, petani, pekerja sektor informal dan tentara. Program jaminan sosial

mencakup program jaminan kesehatan (CNAM), jaminan pensiun atau hari tua

(CNAV), jaminan pembiyaaan keluarga (CNAF), dan jaminan perlindungan PHK

(ARE). Program tersebut merupakan program jaminan dasar. Pengumpulan iuran

dilakukan secara terpadu dan terpusat oleh semacam Badan Administrasi yang

disebut ACOSS. Selain program jaminan dasar, masih ada program jaminan

tambahan yang juga bersifat wajib untuk berbagai sektor.

Berbeda dengan program jaminan sosial di banyak negara lain, di Perancis

pembiyaan jaminan sosial lebih banyak bersumber dari pemberi kerja. Untuk

program kesehatan, kecelakaan, dan cacad; pekerja hanya mengiur sebesar 2,45%

dari upah sedangkan pemberi kerja mengiur sebesar 18,2%. Sementara untuk

program pensiun, pekerja mengiur 6,55% sedangkan pemberi kerja mengiur

sebesar 8,2%. Secara keseluruhan, pekerja mengiur sebesar 9% dan pemberi kerja

mengiur sebesar 26,4% sehingga seluruh iuran menjadi 35,4% dari upah sebulan.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

28

Jerman

Jerman dikenal sebagai pelopor dalam bidang asuransi sosial yang merupakan

tulang punggung dari sebuah jaminan sosial modern. Asuransi sosial pertama yang

diselenggarakan di Jerman pada tahun 1883 menanggung penghasilan yang hilang

apabila seorang pekerja menderita sakit. Sehingga dengan demikian, asuransi

sosial kesehatan menjadi pintu gerbang penyelenggaraan jaminan sosial. Undang-

undang mengatur tata cara penyelenggaraan asuransi kesehatan sedangkan

penyelenggaraan asuransi kesehatan diserahkan kepada masyarakat, yang

awalnya terkait dengan tempat kerja. Jumlah badan penyelenggara yang disebut

sickness funds tidak dibatasi sehingga pada awalnya mencapai ribuan, yang

semuanya bersifat nirlaba. Namun demikian, karena rumitnya masalah asuransi

kesehatan dan perlunya angka besar untuk menjamin kecukupan dana, maka

terjadi merjer atau perpindahan peserta karena badan penyelenggara bangkrut.

Kini jumlahnya tinggal 355 saja.

Sistem yang digunakan Jerman adalah dengan mewajibkan penduduk yang

memiliki upah di bawah 45.900 Euro per tahun untuk mengikuti program asuransi

sosial wajib. Sedangkan mereka yang berpenghasilan diatas itu, boleh membeli

asuransi kesehatan dari perusahaan swasta, akan tetapi sekali pilihan itu diambil,

ia harus seterusnya membeli asuransi kesehatan swasta. Akibatnya, banyak orang

yang berpenghasilan diatas batas tersebutpun, memiliki ikut asuransi sosial. Pada

saat ini 99,8% penduduk memiliki asuransi kesehatan dan hanya 8,9% yang

mengambil asuransi kesehatan swasta. Sebagian kecil penduduk (seperti militer

dan penduduk sangat miskin) mendapat jaminan kesehatan melalui program

khusus.

Jaminan kesehatan yang ditanggung sangat besar mencakup pengobatan dan

perawatan, perawatan jangka panjang, biaya transpor, obat-obatan bahkan

transplantasi. Peserta bebas berobat ke dokter yang disukai atau dipercaya namun

demikian pembayaran diatur melalu suatu mekanisme pembayaran kelompok ke

asosiasi dokter. Asosiasi dokterlah yang mengatur pembayaran ke masing-masing

anggota dokternya. Sedangkan untuk pembayaran rumah sakit dilakukan dengan

anggaran global dan mulai dilaksanakan sistem pembayaran per diagnosis (DRG).

Besarnya iuran untuk asuransi kesehatan kini dirasakan sangat tinggi karena

mencapai 14,5% dari upah yang dibayar bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

29

Pegawai negeri lebih banyak yang membeli asuransi kesehatan swasta karena

mendapat subsidi dari pemerintah sebesar 80% dari iuran (Grebe A, 2003).

Australia

Sistem jaminan sosial di Australia dimulai dengan sistem negara kesejahteraan

dimana negara menanggung segala beban sosial seperti bantuan sosial bagi lansia

(semacam uang pensiun). Sejak didirikannya Australia tahun 1901, Australia

menjalankan sistem jaminan sosialnya melalui program bantuan sosial (pilar

pertama dalam sistem Australia). Sampai dengan awal tahun 70-an, penduduk

yang memasuki usia pensiun dan memiliki penghasilan dan aset di bawah jumlah

tertentu mendapat uang pensiun otomatis dari pemerintah. Karena sifatnya bantuan

sosial, maka tidak semua penduduk berhak mendapatkan dana pemerintah yang

dikumpulkan dari pajak umum (general tax revenue). Oleh karenanya pemerintah

mengembangkan instrumen seleksi, means test untuk menentukan siapa-siapa

yang berhak mendapatkan bantuan sosial hari tua. Sedangkan jaminan kesehatan

sudah menjadi hak setiap penduduk yang pendanaanya dibiayai dari dana pajak.

Baru pada tahun 1973 dirasakan perlunya mengembangkan asuransi kesehatan

wajib dan pada tahun 1983 dirasakan perlunya asuransi hari tua wajib. Praktek

jaminan sosial dengan sistem asuransi wajib atau asuransi sosial baru diterapkan

sepenuhnya sejak tahun 1992 yang pada waktu itu, sekitar 40% pekerja memiliki

asuransi hari tua. Pada tahun 2001, dengan program asuransi sosial, maka sudah

97% pekerja tetap telah menjadi peserta. Pada tahun 2001, 65% penduduk lansia

menerima pensiun (Aged Pension) dari sistem asuransi wajib yang dikenal dengan

superannuation.

Pengelolaan jaminan sosial wajib berada di bawah Menteri Keuangan dan

Administrasi, kecuali untuk angkatan bersenjata yang berada di bawah koordinasi

Departemen Urusan Veteran. Penyelenggaraan sehari-hari jaminan sosial

tambahan (non kesehatan) dikelola oleh lembaga swasta pengelola dana yang

berada di bawah pengawasan Departemen Keuangan. Sedangkan untuk asuransi

kesehatan program jaminan sosial kesehatan (Medicare) dikelola oleh Health

Insurance Commissioner (HIC), suatu lembaga Negara yang bersifat independen

akan tetapi di bawah pengawasan Departemen Kesehatan dan Pelayanan Orang

Tua. Program asuransi kesehatan tidak membedakan kelompok pekerjaan karena

semua pegawai swasta atau pemerintah menjadi peserta Medicare yang dikelola

HIC. Pegawai swasta yang ingin mendapatkan pelayanan lebih baik dapat membeli

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

30

asuransi tambahan pada asuransi kesehatan swasta dibawah koordinasi Medibank

Private Insurance (MPI).

Besarnya iuran untuk proteksi pilar pertama yang berbentuk bantuan sosial tidak

diperhitungkan terpisah karena dibiayai oleh pajak umum. Sedangkan besarnya

iruan untuk asuransi hari tua wajib adalah sebesar 9% dari upah (sebelum tahun

2003, besarnya 8% dari upah) sedangkan untuk HIC besarnya iuran adalah 2,5%

dari upah. Namun perlu disadari bahwa iuran untuk Medicare tersebut sebenarnya

merupakan tambahan dari biaya kesehatan yang dibiayai dari anggaran pemerintah

federal dan negara bagian.

Amerika Serikat

Jaminan sosial di Amerika pertama kali diundangkan pada tanggal 14 Agustus

1935 yang pada awalnya dikenal dengan nama OASDI program (Old-Age,

Survivors, and Disability Insurance). Undang-undang jaminan sosial tersebut

disetujui setelah terjadinya depresi ekonomi di Amerika di awal tahun 1930an.

Awalnya, UU Jaminan Sosial Amerika tidak mencakup asuransi sosial kesehatan

(Medicare). Program Medicare dalam sistem jaminan sosial di Amerika baru masuk

30 tahun kemudian, yaitu di tahun 1965 sehingga nama lain kini dikenal dengan

OASDHI (H diantara D dan I sebagai singkatan dari Health). Program OASDI,

tanpa kesehatan, pada hakikatnya mirip dengan program pensiun kita dimana

peserta memperoleh manfaat uang tunai ketika mencapai usia pensiun, ahli waris

peserta yang memenuhi syarat menerima manfaat jika peserta meninggal, dan

apabila peserta menderita cacat. Menjelang UU Jaminan Sosial di Amerika

diberlakukan, usulan untuk membuat program ini sukarela juga sudah diajukan

dengan alasan pelanggaran atas hak kebebasan. Namun demikian, pilihan

tersebut tidak diadopsi dalam UU karena bukti-bukti menunjukkan bahwa program

sukarela tidak efektif. Sebenarnya Amerika termasuk terbelakang dalam

mengembangkan jaminan sosialnya dibandingkan dengan Jerman dan Inggris

(Rejda, 1988). Pada prinsipnya, sistem Jaminan Sosial di Amerika diselenggarakan

dengan satu undang-undang dan diselenggarakan olah satu badan pemerintah

(Social Security Administration). Dengan demikian, program Jaminan Sosial

Amerika bersifat monopolistik dan mencakup jaminan hari tua dan jaminan

kesehatan. Hanya saja, jaminan kesehatannya (Medicare) terbatas untuk penduduk

berusia 65 tahun keatas atau yang menderita cacat tetap atau penderita sakit ginjal

yang mematikan. Seluruh penduduk, apakah ia pegawai swasta maupun pegawai

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

31

pemerintah harus masuk program jaminan sosial sehingga perpindahan pekerja

dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain atau dari satu negara bagian ke negara

bagian lain tidak menjadi masalah. Untuk itu, setiap penduduk harus memiliki

nomor jaminan sosial (9 digit) yang berlaku untuk segala macam urusan seperti

sebagai nomor pajak, kartu SIM, bersekolah, menjadi nasabah bank, dan berbagai

urusan kehidupan lainnya.

Manfaat yang diberikan berupa jaminan pensiun yang dibayarkan menurut sistem

pay as you go dimana iuran dibayarkan oleh tenaga kerja yang aktif bekerja dan

pemberi kerja, sedangkan manfaat bagi pensiunan dibayarkan dari iuran tenaga

kerja pada tahun yang sama. Artinya, pensiun bagi penduduk Amerika dibayar oleh

tenaga kerja yang masih aktif, bukan dari tabungan pensiunan pada masa lalu.

Begitu juga untuk jaminan cacad, pensiun ahli waris, dan Medicare. Jaminan

pensiun diberikan berkaitan dengan tingkat penghasilan penduduk terakhir dan

lamanya seorang penduduk mengiur. Besarnya pensiun yang menjadi hak setiap

penduduk dapat dilihat dari Web yang setiap orang dapat menghitung atau melihat

haknya setiap saat. Program Medicare hanya diberikan kepada seluruh penduduk

yang mencapai usia 66 tahun atau lebih atau penduduk yang lebih muda akan

tetapi menderita cacad tetap atau menderita penyakit ginjal yang memerlukan

hemodialisa atau transplantasi. Jaminan kesehatan yang diberikan kepada

pensiunan terbatas pada jaminan rawat inap di rumah sakit dan jaminan perawatan

jangka panjang. Program ini disebut Medicare Part A yang menjadi hak semua

lansia. Sedangkan untuk jaminan rawat jalan, penduduk lansia harus membeli

asuransi kesehatan swasta dengan 75% premi disubsidi Medicare. Program rawat

jalan ini bersifat sukarela dengan insentif premi dari Medicare. Untuk mendapatkan

hak jaminan sosial, setiap orang harus memenuhi kualifikasi masa iuran dan

besarnya iuran yang dikonversi dalam sistem poin. Program Kecelakaan kerja

dikelola tersendiri oleh masing-masing negara bagian dengan peraturan negara

bagian.

Iuran untuk program jaminan sosial dikumpulkan bersamaan dengan pembayaran

pajak secara umum dan karenanya disebut social security tax. Hanya saja dana

dana jaminan sosial tidak masuk ke kas negara akan tetapi masuk kedalam tiga

jenis Dana (trust fund) yaitu Dana Jaminan Hari Tua dan Ahli Waris (old-age and

Survivors Insurance, OASI), Dana Asuransi Disabilitas (SSDI), dan Dana Medicare.

Besarnya iuran tenaga kerja adalah 7,65% dan pemberi kerja juga mengiur sebesar

7,65% untuk program OASI dan masing-masing 0,9% untuk program SSDI, serta

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

32

masing-masing 1,45% untuk program Medicare. Total iuran pekerja menjadi 15,3%

dari upah dengan maksimum upah sebesar US$ 62.500 setahun yang setiap tahun

dinaikan sesuai dengan indeks yang telah disusun oleh badan penyelenggara

(SSA) yang berada di bawah Departemen Pelayanan Sosial (Butler, 1999).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

33

BAB III

SUBSTANSI SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Pengertian

Jaminan Sosial Nasional (JSN) adalah salah satu bentuk program perlindungan

sosial yang diselenggarakan negara guna menjamin warga negaranya memenuhi

kebutuhan dasar hidup yang minimal layak. Program Jaminan Sosial

diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi sosial bantuan sosial,

dan atau tabungan wajib yang bertujuan untuk menyediakan jaminan sosial bagi

seluruh penduduk, guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Program ini adalah

milik bersama antara pemberi kerja (baik swasta maupun pemerintah) dan pekerja

(baik di sektor formal maupun di sektor informal). Sudah barang tentu tidak semua

penduduk mempunyai penghasilan rutin tetap yang memungkinkannya mengiur. Di

pihak lain, sebagai bangsa yang berbudaya, seluruh warga negara tidak boleh

membiarkan salah seorang diantaranya tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar

hidupnya. Bagi masyarakat yang kurang mampu Pemerintah wajib membayar

sebagian atau seluruh iuran, yang dimulai dari suatu program tertentu misalnya

jaminan kesehatan. Pemberian bantuan sosial berupa iuran kepada masyarakat

yang tidak mampu harus memperhatikan kemampuan keuangan pemerintah, urgensi

jaminan, besarnya kelompok penduduk yang memerlukan bantuan, dan risiko

ekonomis bagi penduduk jika jaminan tidak diberikan. Program bantuan sosial dalam

sebuah sistem jaminan sosial bersifat rutin dan berkesinambungan. Di negara maju,

bantuan sosial yang dipadukan dalam sebuah sistem jaminan sosial dapat

diwujudkan untuk program jaminan kesehatan, penduduk lansia, program keluarga

dan persalinan.

Bantuan sosial yang diberikan pada keadaan khusus yang sifatnya sementara

seperti masyarakat yang dilanda bencana alam, kerusuhan sosial, bencana lainnya,

serta masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial diberikan secara

terpisah dari SJSN. Bantuan sosial untuk kondisi khusus seperti itu diatur dengan UU

tersendiri dan selama ini sudah diselenggarakan oleh pemerintah yang dikoordinasi

oleh instansi terkait dan oleh masyarakat secara sukarela. Meskipun secara umum

bantuan sosial seperti itu merupakan suatu bentuk perlindungan sosial atau jaminan

sosial dalam arti luas. Lazimnya suatu sistem jaminan sosial (social security)

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

34

diselenggarakan berdasarkan kontribusi peserta, dan tidak mengatur program

bantuan sosial lainnya.

B. Prinsip-Prinsip Dasar

Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan disusun adalah suatu sistem yang

dibangun berdasarkan prinsip dibawah ini.

1. Kegotong-royongan. Prinsip kegotong-royongan atau solidaritas sosial ini

diwujudkan dengan mekanisme asuransi sosial dimana semua peserta mengiur

sebesar prosentase tertentu dari upah atau penghasilannya. Dengan demikian

terjadi suatu sistem subsidi silang. Peserta yang mampu membantu yang kurang

mampu, peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, peserta

yang sehat membantu yang sakit, dan yang muda membantu yang tua. Tidak

semua program jaminan sosial diwujudkan dengan mekanisme gotong royong

seperti itu. Program jaminan hari tua, provident fund, biasanya dibangun dengan

sistem tabungan wajib yang kurang menggambarkan kegotong-royongan seperti

di atas. Namun secara umum, SJSN akan dibangun berdasarkan prinsip

kegotong-royongan ini.

2. The law of the large numbers (hukum bilangan besar). Prinsip ini merupakan

suatu syarat terselenggaranya sebuah mekanisme asuransi yang efisien. Pada

intinya prinsip ini merupakan hukum alam dimana semakin besar jumlah peserta,

semakin kecil biaya pengelolaan per peserta yang harus dikeluarkan untuk

seluruh peserta. Dengan demikian, sistem akan berjalan dengan sinambung dan

mampu memelihara tingkat solvabilitas yang stabil. Selain itu, pemupukan dana

dalam satu ―lumbung‖ milik bersama tidak hanya memenuhi prinsip asuransi,

akan tetapi juga menjadi upaya pemersatu atau menjadi perekat bangsa sehingga

sebuah sistem nasional yang sama bagi seluruh rakyat akan memperkuat

nasionalisme Indonesia.

3. Kepesertaan bersifat wajib (compulsory). Prinsip ini perlu ditegakkan untuk

menjamin seluruh penduduk terlindungi dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya.

Terpenuhinya hukum bilangan besar karena hanya dengan mewajibkan seluruh

penduduk mengiur dan menyatukan risiko individual menjadi risiko bersama.

Dalam prakteknya, mewajibkan penduduk sektor informal untuk mengiur memiliki

banyak kendala dalam pengumpulan iuran secara reguler dan dalam penentuan

tingkat iuran karena penghasilan penduduk di sektor informal tidak selalu tetap

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

35

seperti penghasilan penduduk di sektor formal. Pengalaman negara-negara lain

yang telah memiliki sistem jaminan sosial yang mencakup seluruh penduduk

menunjukkan bahwa dari segi manajemen, kewajiban menjadi peserta dimulai

dengan penduduk di sektor formal, baru secara bertahap dilanjutkan kepada

penduduk di sektor informal. Selain itu, kecendrungan masyarakat modern secara

otomatis meningkatkan jumlah penduduk di sektor formal sejalan dengan

terjadinya urbanisasi dan kebutuhan persaingan di pasar global.

4. Manfaat yang layak. Jaminan sosial ditujukan untuk menjamin setiap warga

negara memenuhi kebutuhan dasar yang layak yang dapat memungkinkan rakyat

berproduksi. Apabila manfaat (benefits) jaminan sosial diberikan terlalu kecil,

maka rakyat tidak akan merasakan manfaat mengikuti program jaminan sosial

dan karenanya sulit mengharapkan tingkat kepatuhan kepesertaan yang tinggi.

Manfaat yang diberikan terlalu besar atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan dasar

akan membutuhkan iuran yang lebih besar, sementara sebagian besar penduduk

tidak memiliki kemampuan untuk mengiur yang mengambil porsi sebagian besar

upah atau penghasilannya. Oleh karenanya, manfaat yang diberikan oleh SJSN

harus memenuhi kebutuhan hidup yang layak yang secara bertahap ditingkatkan

sesuai dengan peningkatan standar hidup dan peningkatan upah atau

penghasilan penduduk. Sedangkan bagi penduduk yang mampu dapat menjadi

peserta asuransi komersiil.

5. Iuran ditetapkan secara proporsional dengan penghasilan. Kepesertaan yang

bersifat wajib harus didukung dengan penetapan iuran yang proporsional

terhadap upah atau penghasilan. Dengan iuran yang proporsional tersebut, maka

seluruh pekerja akan mampu mengiur, karena beban iuran relatif sama bagi

seluruh lapisan pekerja. Penetapan iuran yang proporsional terhadap penghasilan

tidak mudah dilaksakan bagi penduduk di sektor informal yang tidak memiliki

penghasilan yang tetap jumlahnya atau relatif sama untuk sekelompok pekerja

dengan pengalaman dan pendidikan yang sama. Bagi sektor informal iuran dapat

juga ditetapkan sejumlah tertentu seperti di Filipina. Oleh karenanya penetapan

iuran bagi sektor informal memerlukan studi yang memberikan informasi tentang

rata-rata penghasilan bagi berbagai kelompok usaha informal.

6. Pembiayaan bersama antara pekerja dan pemberi kerja. Pada dasarnya

jaminan sosial akan memberikan manfaat bagi para pekerja sehingga mereka

dapat bekerja dengan tentram tanpa harus memikirkan risiko masa depan.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

36

Dengan demikian produktivitasnya akan meningkat. Peningkatan produktivitas

pada akhirnya akan menguntungkan pemberi kerja karena hasil produksi yang

meningkat juga dapat memberikan keuntungan pengusaha yang lebih tinggi. Dari

sisi pekerja, keikutsertaan mengiur, sebagai bagian tanggung jawab terhadap diri

dan keluarganya. Kecuali jaminan yang yang seharusnya menjadi tanggung

jawab pekerja yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Oleh

karenanya sangatlah wajar jika pembiayaan SJSN ditanggung bersama antara

pemberi kerja dan pekerja. Prinsip ini juga diselenggarakan oleh sistem jaminan

sosial di negara-negara lain. Pemerintah juga merupakan pemberi kerja bagi

pegawai negeri. Pekerja di sektor informal, yang bekerja mandiri, dengan

sendirinya berfungsi ganda sebagai pekerja sekaligus pemberi kerja bagi dirinya.

Oleh karenanya pekerja sektor informal harus menanggung jumlah iuran yang

relatif lebih besar dibandingkan dengan pekerja di sektor formal. Dalam banyak

negara, dimana sektor informal telah membayar pajak dengan teratur, pemerintah

dapat memberikan subsidi iuran bagi pekerja di sektor informal.

7. Penyelenggaraan SJSN bersifat nirlaba (not for profit/solidaritas sosial). Hakikat

penyelenggaraan jaminan sosial adalah kegotong royongan dari dan oleh peserta.

Pada sistem yang telah matang dimana seluruh penduduk sudah menjadi

peserta, maka sistem ini akan menjadi suatu sistem gotong-royong nasional. Oleh

karenanya, sebenarnya SJSN dimiliki oleh seluruh peserta bukan oleh

sekelompok orang. Dengan demikian, segala usaha yang dikembangkan dalam

rangka meningkatkan nilai dana yang terkumpul harus dikembalikan kepada

peserta dalam bentuk peningkatan nilai manfaat atau penurunan jumlah iuran di

kemudian hari. Sisa hasil usaha di akhir tahun buku tidak dibagikan sebagai

dividen dan tidak perlu dikenakan pajak penghasilan. Semua sisa hasil usaha

akan menjadi hak seluruh peserta yang notabene adalah seluruh rakyat. Inilah

hakikat dari prinsip nirlaba dimana seluruh dana dan hasil pengembangan dana

dikembalikan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

8. Pengelolaan jaminan sosial menggunakan prinsip Dana Amanat (Trust

Fund). Dalam prinsip ini, iuran yang terkumpul bukanlah penerimaan badan

penyelenggara sebagai hasil jual beli dan karenanya bukan merupakan kekayaan

badan penyelenggara. Iuran yang terkumpul, dan hasil pengembangannya, tetap

merupakan titipan para peserta kepada badan penyelenggara yang

peruntukkanya telah ditetapkan. Badan penyelenggara diberikan amanat atau

kepercayaan untuk mengelola dana untuk sebesar-besarnya manfaat kepada

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

37

seluruh peserta. Dengan demikian, badan penyelenggara harus bisa dipercaya.

Badan Penyelenggara memperoleh upah atas jasanya dalam pengelolaan dana

amanat ini. Untuk memelihara tingkat ‗dipercaya‘ tersebut, penyelenggaraan

jaminan sosial harus dikendalikan oleh suatu dewan yang terdiri atas wakil-wakil

pihak yang mengiur. Dewan ini disebut lembaga tripartit yang terdiri atas wakil-

wakil pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah jumlahnya dapat antara 15 – 21

orang. Dalam sistem SJSN, yang dipilih masing-masing 5 (lima) – 7 (tujuh) orang

dari kelompok pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah.

9. Pengelolaan dana dilaksanakan dengan prinsip solvabilitas, likuiditas,

keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas:

9.1. Prinsip solvabilitas adalah prinsip dimana dana harus selalu mencukupi

untuk membiayai manfaat bagi seluruh peserta dalam jangka panjang.

Pengelola harus selalu menjaga agar setiap saat dana, baik yang berupa

uang tunai, dana di rekening, dana yang tersimpan dalam bentuk deposito,

obligasi, dan dalam bentuk investasi lain harus selalu cukup untuk

membiayai segala kewajiban SJSN kepada seluruh pesertanya.

9.2. Prinsip likuiditas adalah prinsip dimana dana harus selalu tersedia untuk

membiayai seluruh manfaat seperti jaminan kesehatan dan jaminan

kecelakaan kerja. Sumber dana untuk membiayai manfaat jangka pendek

adalah dana tunai, bank dan deposito yang jatuh tempo segera.

9.3. Prinsip keterbukaan merupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial

karena dana yang dikelola merupakan dana milik peserta. Oleh karenanya

manajemen harus sangat terbuka yang ditunjukan dengan penyampaian

akun perorangan yang menunjukkan jumlah iuran yang diterima dan

akumulasinya kepada seluruh peserta dan laporan keuangan berkala yang

harus dipublikasi secara terbuka dan diketahui oleh setiap peserta yang

ingin mengetahuinya, serta perubahan kebijakan minimal satu kali setahun.

9.4. Prinsip kehati-hatian (prudensial) adalah suatu bentuk tanggung jawab

pengelola dalam mengelola dana peserta. Penempatan dana dalam

investasi harus benar-benar diperhitungkan agar terhindar dari risiko

kehilangan dana akibat berbagai spekulasi atau tingkat risiko investasi yang

besar. Investasi spekulasi dalam mata uang asing misalnya mempunyai

risiko tinggi dan karenanya tidak dibenarkan. Begitu juga penempatan dana

dalam jumlah besar di suatu bank akan mempunyai risiko besar apabila

ternyata bank tersebut mengalami kebangkrutan.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

38

9.5. Prinsip akuntabilitas merupakan prinsip dimana pengelola harus

bertanggung jawab penuh atas segala tindakannya. Oleh karenanya segala

tindakan yang bertujuan untuk kepentingan dirinya harus dilarang.

Penempatan investasi pada suatu bank dimana pengelola memiliki saham

jelas merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab kepada peserta

dan karenanya harus dilarang.

9.6. Prinsip efisiensi diwujudkan dengan membatasi dana yang boleh digunakan

untuk biaya operasional. Untuk program jangka pendek, pengelola tidak

boleh menghabiskan lebih dari 5% (lima persen) iuran yang diterima dalam

satu tahun buku. Untuk program jangka panjang, iuran sama sekali tidak

boleh digunakan untuk membiayai opersasional SJSN. Operasional program

jangka panjang harus dibiayai dan dicukupi dari sebagian kecil (misalnya

5%) hasil pengembangan dana.

9.7. Prinsip efektivitas diwujudkan dengan memberikan jaminan yang benar-

benar efektif. Sebagai contoh dalam jaminan kesehatan, pengobatan yang

belum dibuktikan kebenarannya secara ilmiah tidak boleh dijamin oleh

SJSN.

10. Portabilitas. Artinya manfaat jaminan sosial dapat dibawa kemana saja dan

selalu tersedia dimanapun di seluruh tanah air. Manfaat yang diperoleh peserta

tidak boleh putus atau hilang karena peserta pindah tempat kerja atau pindah

tempat tinggal. Tentu saja, apabila peserta pindah tempat tinggal tetap ke luar

negeri maka jaminan atau manfaat jaminan sosial harus terputus, karena peserta

tidak lagi menjadi penduduk Indonesia sebagai suatu syarat kewajiban dan hak

jaminan sosial.

11. Tanggung jawab terakhir tetap pada Pemerintah. Pada hakikatnya program

jaminan sosial adalah amanat UUD45 yang harus diselenggarakan oleh Negara

yang diberi mandat kepada Pemerintah. Oleh karenanya Pemerintah harus

bertanggung-jawab atas keamanan keuangan bila terjadi force majeur, seperti

terjadinya krisis ekonomi dan perubahan nilai tukar yang tinggi yang terjadi secara

tiba-tiba. Akan tetapi apabila kesulitan dana terjadi karena kesalahan manajemen

maka pengelola harus bertanggung-jawab atas kesalahan tersebut. Pemerintah

wajib memantau secara terus menerus, secara langsung atau melalui pengaturan

dan pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi kesulitan pembiayaan yang parah.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

39

C. Manfaat

1. Manfaat adalah hak peserta yang dijamin UU-SJSN sesuai dengan jenis

program. Manfaat program yang dianjurkan dalam SJSN adalah jaminan

kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan jaminan

kematian serta jaminan pemutusan hubungan kerja. Tiap-tiap program jaminan

memberikan manfaat yang ditetapkan oleh peraturan perundangan SJSN.

2. Jenis manfaat adalah manfaat program SJSN yang diberikan dalam bentuk

jaminan dana tunai maupun berkala, dan pelayanan (kesehatan/ kedokteran).

3. Penerima manfaat terbagi dalam dua jenis penerima, sesuai dengan ketentuan

masing-masing program yaitu:

a. Peserta.

Manfaat yang diterimakan langsung kepada peserta adalah Jaminan Hari Tua,

Jaminan Pensiun dan Jaminan Kecelakaan Kerja.

b. Peserta dan seluruh anggota keluarganya.

Manfaat Jaminan Kesehatan diberikan kepada peserta dan seluruh anggota

keluarganya, namun jaminan kesehatan tidak diberikan dalam bentuk uang

atau penggantian uang tetapi dalam bentuk pelayanan yang diterima di

fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat kualitas tinggi yang dikontrak BPJS.

Sedangkan Jaminan Hari Tua, Pensiun, dan jaminan kematian diberikan

kepada ahli waris yang berhak apabila peserta meninggal dunia.

D. Iuran dan Dana SJSN

1. Iuran SJSN adalah sejumlah dana yang ditetapkan secara proporsional

terhadap gaji atau penghasilan peserta yang dibayarkan secara teratur oleh

peserta (dan pemberi kerja bagi peserta di sektor formal) untuk memenuhi

pembiayaan manfaat bagi peserta atau anggota keluarganya, sesuai dengan

jenis program. Untuk sektor informal, iuran dapat ditentukan dalam jumlah

tertentu.

2. Dana SJSN adalah himpunan iuran JSN beserta hasil pengembangannya yang

diamanatkan oleh peserta untuk disimpan, dikelola, dan dibayarkan sebagai

manfaat bagi peserta apabila syarat timbulnya hak peserta sudah terpenuhi.

Syarat timbulnya hak peserta adalah kejadian yang menyebabkan terjadinya

penurunan atau penghentian pendapatan atau kejadian sakit atau kecelakaan.

3. Sifat himpunan dana yaitu dana yang terkumpul dan hasil pengembangannya

merupakan Dana Amanat (trust fund) yang berarti bahwa dana tersebut tidak

dapat digunakan oleh pengelola sesuai peruntukan yang telah ditetapkan,

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

40

kecuali disetujui oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (board of trustees)

sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan SJSN.

E. Jenis dan Manfaat Program

Berdasarkan identifikasi kebutuhan dasar rakyat, SJSN akan mengembangkan dan

memperluas jaminan melalui 6 (enam) program, sebagai berikut:

1. Jaminan Kesehatan (JK)

Program Jaminan Kesehatan adalah program yang memberikan manfaat berupa

pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai dengan kebutuhan medik yang

diperlukan untuk memelihara, memulihkan dan meningkatkan kesehatan peserta

dan anggota keluarganya.

2. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Program Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan manfaat pelayanan pemulihan

kesehatan yang terjadi akibat dari suatu kecelakaan yang berhubungan dengan

pekerjaan seseorang. Selain itu, program ini juga memberikan manfaat dalam

bentuk santunan uang baik lump-sum ataupun secara berkala bagi peserta yang

mengalami cacat atau meninggal dunia yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja.

3. Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (JPHK)

Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja merupakan dana tunai yang

dibayarkan oleh badan penyelenggara kepada tenaga kerja yang minimal bekerja

telah 6 bulan, sesuai dengan perhitungan masa kerjanya. Pembayaran dilakukan

sekaligus atau dibagi selama maksimal 6 bulan untuk menjamin kebutuhan hidup

minimal sehari-hari setelah putus hubungan kerja. Dana ini beraasal dari iuran

peserta dan pemberi kerja yang dipungut selama peserta masih bekerja. Namun

program JPHK ini tidak dimasukkan kedalam RUU SJSN ini karena telah diatur

dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

4. Jaminan Hari Tua (JHT)

Program Jaminan Hari Tua merupakan program yang membayarkan uang tunai

secara sekaligus sebelum seorang peserta memasuki masa pensiun. Pemberian

uang tunai lump-sum ini dimaksudkan untuk membekali peserta dengan uang

tunai dalam memasuki usia pensiun yang dapat digunakan untuk membeli rumah

atau modal untuk berusaha. Apabila peserta meninggal dunia sebelum memasuki

masa pensiun, maka manfaat program dibayarkan kepada janda/duda, anak atau

ahli waris peserta yang sah.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

41

5. Jaminan Pensiun (JP)

Program Pensiun merupakan program yang membayaran uang secara berkala

untuk jangka waktu tertentu atau sampai peserta meninggal dunia sebagai

substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan setelah peserta memasuki usia

pensiun atau menderita cacat total tetap yang menyebabkan ia tidak mampu lagi

bekerja. Apabila peserta meninggal dunia sebelum ia memasuki usia pensiun,

maka manfaat dibayarkan kepada ahli warisnya.

6. Jaminan Kematian (JKm).

Program Jaminan Kematian membayarkan sejumlah uang tunai kepada ahli waris

yang sah setelah peserta meninggal dunia secara alamiah atau kecelakaan yang

tidak berhubungan dengan pekerjaan. Manfaat jaminan kematian ini diharapkan

dapat meringankan beban ahli waris peserta yang ditinggalkan yang dapat

digunakan untuk membiayai penguburan atau keperluan lain yang terkait dengan

kematian peserta.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

42

BAB IV

KELEMBAGAAN SISTEM JAMINAN SOSIAL

Kelembagaan JSN merupakan salah satu unsur dalam suatu SJSN yang

berfungsi menyelenggarakan terwujudnya tujuan jaminan sosial yang telah dirumuskan

dalam SJSN sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan sosial yang melandasinya seperti

telah diurakan pada Bab III. Dalam beroperasinya lembaga tersebut perlu diperlukan

aspek legal sehingga lembaga tersebut memerlukan suatu bentuk badan hokum.

Pembahasan kelembagaan selanjutnya dikelompokkan dalam (1) tinjauan kelembagaan

jaminan sosial di iselenggarakan berbagai Negara, (2) alternative kelembagaan jaminan

sosial untuk Indonesia, dan bentuk badan hokum penyelenggara.

A. Tinjauan Kelembagaan Jaminan Sosial di berbagai Negara.

Dalam Bab II, telah disajikan bahwa kelembagaan jaminan sosial di berbagai

negara yang lebih maju dari Indonesia bervariasi dari banyak lembaga/ badan

penyelenggara sampai badan penyelenggara tunggal di tingkat nasional. Jumlah badan

penyelenggara akan sangat mempengaruhi efektifitas dan efisiensi penyelenggaraaan

program jaminan sosial. Tidak ada suatu hukum khusus yang mengharuskan jumlah dan

bentuk badan penyelenggara. Selain itu, keputusan mengenai jumlah badan

penyelenggara pada umumnya merupakan keputusan politik yang harus diambil oleh

pemerintah suatu negara. Namun demikian, baik dari sistem jaminan sosial di berbagai

negara dan literatur pembiayaan publik tampak kecendrungan penyelenggaraan jaminan

sosial dimulai dengan jumlah BP yang banyak, baik menurut kelompok penduduk

maupun dari sektoral mengarah kepada semakin kecil jumlahnya, bahkan ada Negara

yang jamian sosialnya hanya dikelola oleh satu badan. Disamping itu, tampak adanya

suatu pola yang sama yaitu penyelenggaraan jaminan sosial dikelola secara nirlaba, baik

yang dikelola langsung oleh organisasi pemerintah atau dikelola oleh badan semi (kuasi)

pemerintah yang tidak dipengaruhi birokrasi pemerintahan dalam pengambilan keputusan

penting dan di dalam pengelolaan dana.

Badan penyelenggara Jaminan Sosial dapat bervariasi baik dari program, maupun

dari fokus kepada populasi yang dilayani. Fokus populasi yang dilayani dapat

dikelompokkan dalam jaminan sosial pegawai pemerintah,bahkan terpisah antara

pegawai pemerintah sipil dan militer (polisi), dan pegawai swasta. Ada juga

penyelenggaraan berdasarkan program seperti Asuransi Kesehatan Nasional yang

melayani berbagai kelompok penduduk. Ada juga pembagian menurut kelompok

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

43

penduduk dan kelompok program. Demikian juga dengan tanggung jawab

penyelenggaraan, ada yang melekat pada kementerian keuangan, kementrian tenaga

kerja, kementrian kesejahteraan, kementrian kesehatan dan sebagainya dan ada juga

yang berdiri sendiri dengan tanggung jawab langsung kepada Presiden.

Secara umum sebuah badan penyelenggara mempunyai tugas pokok dan fungsi

sebagai berikut:

1. Mengelola kepesertaan yang meliputi pendaftaran,pemberian nama identitas JS,

mutasi, penghentian (penghapusan) misalnya karena meninggal dunia atu pindah

permanen ke negara lain,

2. Melakukan pembayaran manfaat kepada peserta dan atau pembayaran kepada

pihak ketiga yang memberikan pelayanan kepada peserta,

3. Menghimpun iuran dari para pemberi kerja dan atau peserta,

4. Mengelola dana yang dititipkan oleh peserta guna memberikan manfaat sebesar-

besarnya kepada peserta (benefit maximizer),

5. Membuat laporan kegiatan dan keuangan secara transparan kepada seluruh

peserta dan pemerintah,

6. Melakukan penelitian dan pengembangan program-program jaminan sosial sesuai

dengan perubahan kebutuhan dasar peserta dan perubahan lingkungan sosial

ekonomi suatu negara,

7. Melakukan hal-hal lain yang dipandang perlu untuk meningkatkan kesejahteraan

peserta pada khususnya dan rakyat pada umumnya.

B. Alternatif Kelembagaan Jaminan Sosial Untuk Indonesia

Dari berbagai bahasan penyelenggaraan dan prinsip-prinsip dasar

penyelenggaraan jaminan social di berbagai Negara, disajikan disini berbagai alternatif

badan penyelenggara jaminan social untuk Indonesia. Hal ini sangat penting disampaikan

mengingat saat ini Indonesia sudah memiliki empat badan penyelenggara jaminan sosial.

Perubahan mendasar dan radikal dapat menimbulkan guncangan, namun demikian tanpa

perubahan badan penyelenggara sistem jaminan sosial nasional tidak akan menjadi kuat.

Oleh karenanya, berbagai alternatif badan penyelenggara yang disampaikan berikut ini

disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan dan risiko masing-masing

pilihan/alternatif. Untuk setiap alternatif diperlukan masa transisi tertentu sehingga

perubahan penyelenggaraan dari yang sedang berjalan menuju pola baru setelah adanya

perubahan undang-undang tidak menimbulkan guncangan besar. Yang pasti, perubahan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

44

harus selalu dijalankan guna memperbaiki manajemen maupun besarnya manfaat

program yang disediakan melalui sistem jaminan sosial.

Sebuah sistem jaminan sosial pada hakikatnya merupakan pelaksana program

pemerintah dalam memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Suatu badan penyelenggara dapat mengelola suatu sistem jaminan sosial bagi

sekelompok penduduk tertentu atau sebuah program tertentu. Oleh karena itu, sebuah

badan penyelenggara dapat berada di bawah koordinasi langsung sebuah kementrian,

misalnya Kementrian Tenaga Kerja atau Kementrian Keuangan apabila badan

penyelenggara mengurus kelompok penduduk. Sebuah badan penyelenggara juga dapat

berada di bawah koordinasi Kementrian Kesehatan apabila program yang dikelola adalah

program jaminan/asuransi kesehatan yang mencakup berbagai segmen populasi.

Dengan demikian koordinasi badan penyelenggara ini akan sangat tergantung dari

rancangan sebuah sistem jaminan sosial. Untuk Indonesia, alternatif koordinasi badan

penyelenggara dapat dilakukan melalui pilihan di bawah ini:

1. Langsung berada di bawah koordinasi Presiden/Kepala Negara

Salah satu pilihan adalah sebuah Badan Penyelenggara yang langsung

bertanggung-jawab kepada Presiden, tanpa melalui seorang Menteri. Sebuah

badan penyelenggara yang otonom yang tidak berada di bawah koordinasi suatu

kementrian atau departemen akan lebih cocok untuk program jaminan sosial yang

lintas sektoral. Bentuk badan seperti ini, sebagai suatu badan setingkat

Departemen atau Lembaga Non Departemen, cocok untuk rancangan sebuah

sistem jaminan sosial yang mengelola berbagai program untuk berbagai

kelompok penduduk. Bentuk ini juga sangat efisien dan efektif karena akan selalu

menjadi fokus perhatian seluruh pihak terkait (stakeholders). Hanya saja, jika

badan penyelenggara berada langsung di bawah Presiden, keputusan yang

diambil dapat dipengaruhi oleh figur Presiden yang mungkin mewakili partai yang

berkuasa. Dengan demikian, independensi dan otonomi badan ini sering

diragukan. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa badan yang terlalu dekat

dengan kekuasaan sering digunakan sebagai alat penguasa untuk

mempertahankan kekuasaan.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

45

2. Berada di bawah koordinasi sebuah kementrian

Badan penyelenggara yang berada di bawah suatu Depatemen tepat mengatur

kelompok penduduk atau program yang menjadi tugas utama suatu departemen.

Namun demikian, apabila program jaminan sosial menyangkut berbagai sektor

dan berbagai kelompok penduduk, maka koordinasi oleh suatu departemen dapat

menimbulkan gesekan politik yang keras karena banyak Departemen yang

merasa berwenang mengatur dan karenanya akan menjadi ―rebutan‖ mengingat

dana yang akan dikelola dapat jadi sangat besar. Departemen Keuangan dapat

melihat badan ini sebagai suatu Lembaga Keuangan dan karenanya dapat

menuntut agar badan tersebut berada di bawah Departemen Keuangan. Hal ini

mengandung risiko bahwa badan tersebut akan dilihat sebagai suatu sumber

keuangan umum negara seperti halnya BUMN di masa lalu. Padahal tujuan

utama jaminan sosial bukanlah akumulasi dana sebagai usaha revenue center

bagi pemerintah, akan tetapi upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan

bagi penduduk yang pengelolaannya harus memperhatikan aspek ekonomi dan

keuangan. Sebaliknya Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigarasi, atau Departemen Sosial dapat melihat badan ini lebih tepat di

bawah koordinasinya karena mengurusi jaminan sosial atau jaminan tenaga kerja.

Padahal badan ini juga tidak hanya mengurus masalah sosial atau kesejahteraan

sosial atau tenaga kerja semata, akan tetapi badan ini juga akan mengurus

pengumpulan dana dan investasi yang pruden dimana kemampuan itu tidak

dimiliki oleh pejabat di Departemen non keuangan. Dimanapun letak badan

tersebut, pengaruh birokrasi dan kekuasaan dapat menjadikan pengelolaan

badan ini menyimpang dari tujuan semula yaitu memberikan jaminan sosial yang

mampu meningkatkan produktivitas penduduk.

3. Independen, bertanggung jawab langsung kepada DPR

Suatu badan di bawah koordinasi DPR memang memberikan jaminan tidak ada

campur tangan pemerintah. Pada kondisi banyak fraksi seperti yang kini terjadi,

pembentukan sebuah Badan Penyelenggara di bawah DPR mempunyai potensi

sebagai ajang rebutan partai, khususnya yang berkuasa. Lembaga seperti ini

tidak masuk dalam konstitusi atau sistem pemerintahan Indonesia, sehingga

bentuk ini tampaknya sulit bisa dilaksanakan.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

46

F. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggar

1. Badan Trust Fund (Dana Amanat) yang Independen

Suatu bentuk badan tripartit yang independen terhadap birokrasi pemerintahan

yang disebut Wali Amanat (Board of Trustee) dan diawasi oleh wakil-wakil pihak

yang berkepentingan (stakeholders) merupakan pilihan yang paling banyak dianut

di dunia. Bentuk Dana Amanat adalah bentuk badan hukum yang umum

digunakan di negara-negara maju dengan berbagai nama. Badan ini dapat

disebut sebagai suatu Badan Penyelenggara Publik yang bukan BUMN, bukan

perusahaan swasta, dan bukan lembaga pemerintah. Bentuk Dana Amanat pada

prinsipnya adalah suatu badan Quasi Pemerintah yang tidak dimiliki oleh

sekelompok orang akan tetapi dimiliki oleh seluruh pesertanya, yang peruntukan

dananya telah ditetapkan. Oleh karena Dana Amanat dimiliki seluruh pesertanya,

maka apabila terdapat sisa hasil usaha maka sisa hasil usaha tersebut menjadi

milik seluruh peserta. Jadi tidak ada pembagian dividen untuk sekolompok orang

maupun untuk pemerintah seperti yang terjadi dalam bentuk BUMN. Dana sisa

hasil usaha dapat diberikan sebagai pengurangan iuran tahun berikutnya,

disimpan sebagai dana cadangan umum untuk seluruh peserta, atau untuk

perbaikan pelayanan. Dana Amanat merupakan milik seluruh rakyat—apabila

cakupan jaminan sosial sudah universal, maka sisa hasil usaha juga tidak perlu

dikenakan pajak penghasilan badan karena setiap dana yang diperoleh sudah

menjadi hak seluruh rakyat seperti halnya dan yang dikumpulkan dari pajak.

Bedanya, dalam Dana Amanat pemerintah tidak ikut campur mengelola dana

tersebut. Pengelolaan Dana Amanat diatur oleh undang-undang dan pengelola

yang terdiri dari Board of Trustees (Wali Amanat) dan Executive Boards (Dewan

Eksekutif yang terdiri atas Direksi beserta kelengkapannya) secara independen

atau otonom tanpa campur tangan pemerintah atau partai. Wali Amanat/Dewan

Jaminan Sosial Nasional adalah lembaga penentu kebijakan dan sekaligus

pengawas keuangan maupun penyelenggaraan lainnya yang dilaksanakan oleh

eksekutif. Wali Amanat terdiri dari wakil-wakil berbagai peserta seperti wakil

tenaga kerja, wakil perusahaan, wakil pemerintah, dan unsur lain yang dinilai

perlu dan memiliki kemampuan menjalankan fungsi Wali Amanat. Bentuk Dana

Pensiun Pemberi Kerja dan Universitas Otonom atau Badan Hukum Pendidikan

adalah badan hukum yang mendekati bentuk Dana Amanat.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

47

2. Badan Usaha Milik Negara/Daerah

Selama ini jaminan sosial dikelola oleh badan hukum BUMN seperti PT (Persero)

Askes, Jamsostek, dan Taspen. Dalam undang-undang asuransi memang diatur

bahwa asuransi sosial harus dikelola oleh BUMN. Dari segi tanggung jawab

pemerintah, memang bentuk BUMN lebih menjamin solvabilitas jika sewaktu-

waktu terjadi masalah keuangan yang berat. Namun demikian, bentuk BUMN

yang pada hakikatnya lembaga pencari laba (untuk kas negara) tidak sesuai

dengan nafas jaminan sosial yang perlu memaksimalkan manfaat atau jaminan.

Bentuk badan usaha ini pula yang menimbulkan tuntutan agar pengelolaan

jaminan sosial atau asuransi sosial tidak dimonopoli. Padahal, jika bentuk

penyelenggara kembali kepada sifat alamiahnya yang wajib kontribusi, maka

bentuk BUMN tidak cocok. Jaminan sosial bukanlah urusan usaha bisnis karena

jaminan sosial justeru terbentuk sebagai jawaban atas kegagalan usaha bisnis

mewujudkan keadilan sosial, dan memberikan kepastian perlindungan yang

berkelanjutan. Karena di Indonesia banyak pihak belum memahami dan belum

percaya dengan bentuk khusus Dana Amanat. Jalan keluar yang mungkin bisa

ditempuh adalah banyak BUMN khusus yang nirlaba dan aturan mainnya di atur

sendiri. Dalam SJSN tidak diatur oleh UU BUMN. Namun itupun masih bisa

menimbulkan kebingungan.

3. Badan Usaha Milik Swasta (free choice)

Kini banyak tuntutan pihak swasta untuk ikut serta terjun mengelola jaminan

sosial. Apabila hal ini disetujui, maka ini merupakan alternatif liberal yang dapat

dipertimbangkan untuk pengelola jaminan sosial. Negara-negara Amerika Latin

sudah mencoba bentuk ini dalam skala yang amat terbatas. Namun demikian

evaluasi uji coba model Amerika Latin menunjukkan terjadinya seleksi bias yang

tidak lagi mencerminkan asas keadilan sosial yang didambakan. Negara maju lain

di dunia, termasuk juga negara paling liberal, Amerika Serikat, masih mengelola

jaminan sosial oleh suatu badan pemerintah yang independen. Jaminan sosial

yang tidak dikelola oleh badan swasta justru merupakan jawaban atas kegagalan

pihak swasta mewujudkan keadilan sosial. Jadi usulan ini adalah kontradiktif

dengan esensi diselenggarakannya jaminan sosial. Bentuk ini hendaknya sama

sekali tidak diambil pada saat ini.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

48

D. Jumlah Badan Penyelenggara dan Undang-Undang Jaminan sosial

Jumlah badan penyelenggara jaminan sosial dikaitkan dengan undang-undang

jaminan soial dapat dipertimbangkan menurut beberapa alternatif berikut ini.

1. Satu Badan Penyelenggara Nasional dengan Satu UU JS Nasional

Pilihan yang paling ideal adalah dengan satu badan penyelenggara yang

mengelola seluruh program (Social Security Administration) di Pusat yang

memiliki kantor cabang di daerah-daerah. Badan di pusat ini memiliki

tigadirektorat, yaitu direktorat jangka panjang, direktorat jangka pendek dan

direkotrat administrasi. Direktorat Jaminan Jangka Panjang mengatur jaminan

pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian, yaitu jaminan yang manfaatnya

diterima pada saat menjelang memasuki hari tua atau pensiun, atau meninggal

dunia yang memberikan jaminan berbentuk uang tunai. Direktorat Jaminan jangka

pendek yaitu direktorat yang mengatur jaminan pelayanan seperti jaminan

kesehatan. Sementara jaminan kecelakaan kerja dapat dikategorikan sebagai

jaminan jangka pendek. Direktorat administrasi diperlukan karena kompleksnya

administrasi dan dinamisnya peserta yang dapat pindah-pindah kerja, baik

pegawai negeri ke pegawai swasta atau sebaliknya maupun pindah tempat

tinggal, maka dibutuhkan satu Direktorat Khusus yang menangani administrasi

peserta, termasuk mengelola dana yang terkumpul maupun yang belum

digunakan. Eksekutif Badan Penyelenggara dipimpin oleh Dewan Direksi, yang

mencakup Direktur yang memimpin sebuah Direktorat.

Badan ini memang ideal, namun membutuhkan waktu yang cukup untuk

menggabungkan seluruh badan penyelenggara yang kini mengelola populasi atau

sektor yang berbeda (pegawai negeri dan pegawai swasta), baik dari segi teknis

maupun dana. Disamping itu kemungkinan akan ada resistensi dari mereka yang

kini mengelola, meskipun hal itu sebenarnya tidak perlu, sebab badan

penyelenggara yang ada sekarang ini merupakan Badan Usaha Milik Negara.

Dengan demikian Pemerintah dapat menentukan apakah badan penyelenggara

yang ada akan digabungkan atau tidak. Namun, jika akan digabungkan menjadi

satu badan penyelenggara, proses transisinya harus dilakukan secara bijaksana

tanpa ada rasionalisasi tenaga dan tidak merugikan peserta. Ketentuan undang-

undnag yang baru bagi peserta baru, terutama jaminan jangka panjang. Patut

juga dipertimbangkan bahwa masing-masing badan penyelenggara telah memiliki

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

49

peraturan tersendiri. Struktur satu badan penyelenggara Nasional dengan satu

UU JS Nasional digambarkan pada gambar 7 berikut.

Gambar 7:

Satu Badan Penyelenggara dengan Satu UU SJSN

2 Beberapa Badan Penyelenggara dengan Satu UU JS Nasional

Alternatif kedua yang lebih baik penerimaannya adalah badan penyelenggara

yang ada tetap beroperasi tetapi dengan satu UU JSN, artinya badan

penyelenggara yang ada menyesuaikan dengan UU-SJSN tersebut. Paling tidak,

alternatif ini bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Dengan satu UU JSN, lebih

dapat dijamin konsistensi dan uniformitas JSN bagi pegawai negeri, pegawai

swasta, dan pekerja sektor informal. Model ini merupakan model ‗virtual tunggal‘

sebagai suatu sistem nasional.

Untuk menjamin bahwa seluruh badan penyelenggara yang ada melaksanakan

program jaminan sosial secara konsisten, maka perlu dibentuk sebuah Dewan

Jaminan Sosial Nasional yang akan mengawasi dan membuat kebijakan umum

program jaminan sosial. Alternatif kedua ini merupakan kombinasi

penyelenggaraan jaminan sosial menurut sektor dan menurut program. PT

Jamsostek akan tetap melayani pekerja sektor swasta ditambah sektor informal

yang bisa mulai mengikuti program jaminan sosial secara sukarela. Namun

demikian, program JPK Jamsostek dapat digabungkan dengan program Askes

pegawai negeri yang dikelola oleh PT Askes. Dengan demikian, PT Askes akan

berkonsentrasi mengelola jaminan kesehatan secara universal, baik untuk

Presiden

Direktorat

JJPd

Direktorat

JJPj

Direksi

Dewan JSN

Direktorat

Adm

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

50

pegawai swasta, pegawai negeri, sektor informal, dan penduduk miskin. Hal ini

telah dilaksanakan di negara lain seperti Taiwan, Filipina, dan Korea di akhir

tahun 90-an yang lalu. Sementara itu, PT Taspen dan PT ASABRI akan tetap

mengelola jaminan bersifat jangka panjang untuk kedua sektor pegawai negeri

dan tentara.

Akan tetapi, karena badan-badan yang ada sekarang merupakan BUMN yang

bertujuan mencari laba dan tidak konsisten dengan prinsip-prinsip universal, maka

seluruh badan penyelenggara tersebut harus diubah menjadi suatu badan hukum

nirlaba, yang merupakan badan hukum jaminan sosial atau semacam trust fund.

Mengingat saat ini belum ada undang-undnag tentang dana amanat, maka antara

lain dapat dipertimbangkan bentuk persero yang berciri khusus jaminan sosial

yaitu pengelolaannya not for propfit, yang memperoleh fasilitas perpajakan dan

dibebaskan dari kewajiban pembayaran deviden.

Secara organogram, susunan badan penyelenggara yang akan diatur dengan UU

JSN nantinya sebagaimana tercantum pada gambar 8 berikut:

Gambar 8:

Beberapa Badan Penyelenggara dengan Satu UU SJSN

3. Beberapa Badan Penyelenggara dengan Beberapa UU JS

Praktek penyelenggaraan jaminan sosial dengan satu UU untuk masing-masing

sektor dan tiap sektor memiliki satu badan penyelenggara sendiri. Alternatif ini

kurang menggambarkan sifat nasionalnya dan kurang optimum di dalam

mewujudkan solidaritas dan keadilan sosial. Potensi bervariasi manfaat dan cara

penyelenggaraan, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial, bisa sangat

* Seluruh BP diatur oleh satu UUJSN

BP* J Pensiun

TNI-P

DJSN

BP* J Pensiun

PNS

BP* Jamsostek

& informal BP* JK

Presiden

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

51

besar dalam model ini. Selain ini, kemungkinan kebangkrutan satu model,

misalnya sektor informal, karena sulitnya mengumpulan iuran dari kelompok

tersebut sangat besar. Apabila hal itu terjadi, maka citra jaminan sosial nasional

akan rusak secara keseluruhan.

Dalam model ini, perlu dibuat satu UU dan satu badan penyelenggara untuk

pegawai negeri, untuk pekerja swasta, untuk petani, untuk sektor informal, dan

sebagainya. Tiap badan penyelenggara dapat mengelola berbagai program,

misalnya badan jaminan sosial pegawai negeri akan mengelola dana pensiun,

jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sekaligus.

Penanggung jawab badan-badan tersebut diletakkan kepada menteri-menteri

terkait. Organogramnya sebagaimana tercantum pada gambar 9 berikut.

Gambar 9 :

Beberapa Badan Penyelenggara dengan Beberapa UUJS

4. Membentuk Badan Baru JSN selain yang ada sekarang (ini yang

ditawarkan oleh PT.TASPEN, perlu diulas lebih panjang)

Bentuk lain yang dapat diusulkan adalah membentuk badan baru yang bersifat

nasional yang mengelola jaminan sosial dasar untuk seluruh program, tanpa

mengganggu badan yang ada. Badan-badan yang ada dikonversi menjadi badan

penyelenggara jaminan sosial tambahan. Kelemahan badan baru ini adalah

mahalnya biaya pembentukan badan baru dan tidak optimalnya penyelenggaraan

jaminan sosial, karena tiap sektor atau tiap pegawai akan memiliki dua jaminan

sosial sekaligus yang juga bersifat wajib. Hal ini sangat tidak lazim. Penambahan

lembaga baru artinya akan menambah besaran iuran, baik bagi peserta maupun

Presiden

BP JK

BP Jamsostek

& informal

BP J Pensiun

PNS

UU JK UU PTNI

BP J Pensiun

TNI-P

UU JSTI

Menteri

Pertahanan

Menteri

Keuangan

Menteri Tenaga

Kerja & Trans

Menteri

Kesehatan

UU PPNS

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

52

pember kerja. Disamping itu, manfaat jaminan sosial yang ada saat ini masih

belum memadai sebagai manfaat dasar. Karenanya menjadikan sekunder tidak

rasional, kecuali untuk mempertahankan eksistensi yang ada. Penyelenggaraan

yang lazim dilakukan adalah satu sistem yang bersifat wajib dan kemudian setiap

sektor atau orang dapat memiliki jaminan sosial tambahan (suplemen) yang

bersifat sukarela. Pada penyelenggaraan yang sifatnya sukarela ini, prinsip

keadilan sosial (equity) kurang penting dan karenanya dapat diselenggarakan

oleh sektor swasta.

Kombinasi berbagai bentuk diatas masih dimungkinkan. Masing-masing bentuk

badan dan jumlah badan penyelenggara mempunyai kekuatan dan kelemahan.

Rangkuman Kelebihan Dan Kekurangan Dari Masing-Masing Alternatif

BPJS

Alternatif Kelebihan Kekurangan

(1) Satu Badan Penyeleng-gara Publik Terpadu di Pusat yang menangani semua program. Badan ini berada di bawah Presiden.

Efisiensi di dalam pengelolaan dana sangat tinggi, biaya administrasi kecil

Keseragaman kebijakan secara Nasional memudahkan sosialisasi dan pemahaman mudah dilakukan dan murah

Terselenggaranya equity (adil dan merata)/subsidi silang luas antar wilayah dan golongan ekonomi untuk program kesehatan

Menjadi perhatian semua orang dan karenanya lebih terjaga karena semua pihak berkepentingan. Sustainabilitas menjadi tinggi

Pada tahap awal bentuk ini merupakan bentuk terbaik. Kemudian hari mungkin dapat didesentralisasi

Akumulasi dana (very large pool) jangka panjang yang

Kontrol pada sebagian kecil orang di pusat yang mudah terjadi manipulasi oleh kekuasaan

Kurang fleksibel dalam merespons keinginan berbagai kelompok peserta atau daerah, kurang akomodatif

Diseconomy of scale, karena organisasi terlalu besar dan akan menjadi terlalu birokratis

Sekali kolaps merugikan semua penduduk, namun kemungkinan ini kecil

Kolusi dalam penempatan dana mudah terjadi

Span of control terlalu besar sehingga bisa menimbulkan kesuli-tan kendali

Wakil stakeholder (pihak berke-pentingan) – dalam pengendalian tidak banyak

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

53

Alternatif Kelebihan Kekurangan

besar memiliki daya ungkit ekonomi tinggi

Terhindarnya kepesertaan ganda dan memudahkan penanganan penduduk yang pindah (portabilitas). Diperlukan nomor jaminan sosial (social security number)

(2) Beberapa Badan Pe-nyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam satu UU

Masih terjaga keseraga-man mekanisme dan penyelenggaraan

Secara teknis tidak banyak gejolak dari badan penyelenggara atau pihak lain yang terkait

Mempunyai pool yang tetap besar apabila jumlah badan penyelenggara tetap seperti sekarang

Dapat tercipta ‗virtual competition‘ apabila tetap berada di bawah satu DJSN

Mengakomodir kepentingan kelompok yang khsusus, seperti TNI-Polri

Tingkat kepuasan peserta akan lebih baik dibandingkan pilihan pertama

Kurang menggambarkan ke-nasionalan jaminan sosial

Efisiensi penyelenggaraan lebih rendah dari pilihan pertama

Kemungkinan terjadi variasi pelayanan antara BP yang menimbulkan ketidak-puasan

Membutuhkan pekerjaan tambahan untuk peserta yang pindah kerja/sektor

Lebih mudah dipengaruhi pejabat di sektor yang mengawasi/merasa perlu mengawasi

Kepesertaan ganda mungkin terjadi. Akan tidak menguntungkan untuk program kesehatan

Dapat menimbulkan kecemburuan pada sektor swasta dan informal yang merasa tidak mendapat kontribusi pemerintah

(3) Beberapa Badan de-ngan Beberapa UU

Mengakomodir kepenti-ngan sektoral / kelompok yang lebih luas, sehingga kepuasan peserta lebih baik

Kegagalan di satu sektor dapat diisolasi sehingga tidak merugikan sektor lain

Tingkat kompetisi semakin tinggi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan

Jumlah perwakilan dari masing-masing sektor dapat lebih banyak

Dapat terjadi ketidak-harmonisan antara satu UU dengan UU lainnya

Efisiensi lebih rendah, karena duplikasi penyelenggara

Pengaruh birokrat dari kementrian yang terkait dapat sangat kuat

Untuk program kesehatan, solidaritas sosial semakin terbatas dan menimbulkan konflik pada penyelenggaraan untuk satu keluarga yang bekerja pada sektor berbeda

Akan timbul badan penyelenggara kuat dan lemah (sektor infor-mal/petani) yang tingkat peng-hasilannya lebih kecil

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

54

Alternatif Kelebihan Kekurangan

Kepuasan peserta/respons terhadap kebutuhan peserta sektor tertentu dapat lebih terakomodir

Pengelolaan dana yang terkumpul lebih tersebar

Jika dibutuhkan kebijakan penggunaan dana jaminan sosial yang besar, lebih sulit mengorganisirnya

(4) Pembentukan satu ba-dan JS Dasar untuk seluruh penduduk, yang ada menjadi pro-gram tambahan

Memberi kesan adanya program Nasional

Tidak mengganggu badan penyelenggara yang ada sekarang, tidak ada resistensi

Sangat tidak efisien dan menimbulkan duplikasi program yang sama-sama wajib

Memerlukan investasi pemerintah yang besar, sementara yang ada belum optimal

Lebih memperlihatkan resistensi BP yang ada, yang sebenarnya tidak perlu

Akan menambah beban iuran yang lebih tinggi pada saat keadaan ekonomi sulit

Manfaat yang diberikan oleh BP JSD akan sangat kecil, tidak memadai atau hanya basa-basi

E. DASAR PILIHAN KELEMBAGAAN SJSN

Dari berbagai alternatif kelembagaan tersebut, apapun pilihan haruslah mendasari

niat awal dibentuknya SJSN, yaitu memberikan kepastian jaminan perlindungan yang

mampu memenuhi kebutuhan hidup layak bagi setiap penduduk, secara

berkelanjutan sehingga dapat terwujud kesejahteraan sosial bagi seluruh

masyarakat Indonesia secara berkeadilan, dengan bertumpu kepada prinsip-prinsip

dasar penyelenggaraan jaminan sosial yaitu penyertaannya bersifat wajib bagi

seluruh rakyat, kegotong-royongan, memberikan perlindungan yang adil pada para

peserta, peserta membayar iuran, law of the large numbers atau hukum bilangan

besar, transparan dan dapat dipercaya. Penyelenggaraannya bersifat nirlaba (not –

profit) dan bila ada peningkatan asset akan digunakan untuk menambah manfaat

bagi peserta. Kelembagaan ini haruslah dibentuk sebagai suatu sistem yang integral,

terkoordinasi dan dapat menghindari terjadinya tumpang tindih sebagaimana yang

terjadi pada program jaminan sosial yang ada saat ini dalam masyarakat. Oleh

karenanya kelembagaan yang akan dibangun adalah kelembagaan yang independen,

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

55

menerapkan good governance dan dapat dipercaya untuk mewakili kepentingan para

stakeholder yaitu peserta, pemberi kerja dan pemerintah. Kelembagaan dimaksud

haruslah merupakan lembaga yang mengandung sifat dasar sebagai perwalian

amanah. 2Dalam pelaksanaanya, lembaga tersebut senantiasa harus berpedoman

pada undang-undang dan ketentuan peraturan untuk itu.

Pada dasarnya keberadaan dan kelanggengan lembaga jaminan sosial nasional ini

adalah tanggung jawab Pemerintah sebagaimana yang diamanatkan oleh Tap MPR-

RI Nomor X Tahun 2001. Artinya Pemerintah berfungsi sebagai pemberi kontribusi

dalam pengadaan modal awal, ikut menjamin bila sewaktu-waktu lembaga tidak bisa

memenuhi kewajibannya (default) dan bertanggung jawab dalam pengelolaan modal,

mengawasi managemen dan administrasi serta pengembangan SDM yang sehat.

Pemerintah harus terus menerus terlibat dalam pembinaan, pengawasan,

pertumbuhan dan kesehatan serta keberlangsungan lembaga dimaksud. Peserta dan

pemberi kerja juga turut bertanggung jawab dalam pemupukan modal melalui

iuran/premi yang dibayarkan dan mengawasi pemenuhan manfaat dan pelayanan

jaminan sosial serta pengelolaan dana. Kelanggengan lembaga SJSN ditentukan

oleh besaran jumlah peserta (the law of the large numbers) dan prinsip kegotong-

royongan. Oleh karena itu pekerja dan pemberi kerja turut bertanggung jawab dalam

sosialisasi jaminan sosial nasional dimaksud.

PILIHAN YANG DIUSULKAN

Dengan pertimbangan yang sangat berhati-hati dan mendalam, Tim SJSN telah

berupaya mencari bentuk susunan organisasi yang mampu mengakomodir kebutuhan

sebagaimana diuraiakan di atas. Dalam proses perkembangan susunan

kelembagaan SJSN yang diinginkan, telah mengalami beberapa kali perubahan

karena tarik-menarik kepentingan kelayakan implementasi UU SJSN dalam waktu

dekat. Perubahan susunan konsep dari awal diformulasikan sampai terakhir

dikonsultasikan kepada Presiden pada Sidang Kabinet tanggal 24 Desember 2003

terlihat pada pentahapan konsep berikut.

2 Artinya, Wali Amanah adalah suatu konsep falsafah kepercayaan yang membuat suatu lembaga

berfungsi sesuai dengan maksud pemberi kepercayaan tersebut. Kepercayaan yang dibicarakan dalam naskah akademik ini adalah kepercayaan yang diberikan oleh stakeholder kepada suatu lembaga untuk mengelola iuran asuransi sosial, dana terhimpun secara profesional, efektif, efisien, transparan dan akuntabilitas publik serta kehati-hatian. (CATATAN KALAU DIPERLUKAN)

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

56

1. Konsep versi pertama : LJSN SEBAGAI DANA AMANAT

LJSN merupakan Dana Amanat Tunggal yang didukung oleh Dewan Pengawas.

Lembaga ini berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada

Presiden. Dalam pelaksanaan tehnis operasionalnya, LJSN membentuk beberapa

organ divisi dan unit pendukung sebagaimana tergambar pada gambar berikut.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

57

Gambar 10 :

Konsep Versi Pertama : Lembaga Jaminan Sosial Nasional Sebagai Dana Amanat

Direktur 6

Urusan Litbang & Humas

KETUA LEMBAGA JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Dir. 6 Dir. 5 Dir. 4 Dir. 3 Dir. 2 Dir. 1

PRESIDEN

Staf Ahli

1. Aktuaria

2. Hukum

3. Keuangan

Board of Investment

1. Wakil Pemerintah

2. Wakil Pemberi Kerja

3. Wakil Pekerja

4. Tenaga Ahli Investasi

DEWAN PENGAWAS

1. Menko Perekonomian

2. Menko Keuangan

3. Mendagri & Otda

4. Menakertrans

5. Menkes

6. Mensos

7. Tenaga Ahli Jamsos

DEWAN PENASEHAT

1. Wakil Pemerintah

2. Wakil Pemberi Kerja

3. Wakil Pekerja

Direktur 1

Urusan Program Pensiun

Direktur 4

Urusan Akuntansi &

Keuangan

Direktur 2

Urusan Program

Simpanan Hari Tua dan

Santunan Kematian

Direktur 3

Urusan Program

Pemeliharaan Kesehatan &

Jaminan Kecelakaan Kerja

Satuan Kerja

Audit Intern

(SKAI)

Direktur 5

Urusan Administrasi

1. Teknologi Informatika

2. Kepegawaian

3. Umum

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

58

Keterangan :

Dewan Amanat terdiri dari :

a. Ketua LJSN, berfungsi mengkoordinasikan semua kegiatan operasional

program dan unsur-unsur penunjang lainnya, baik menyangkut masalah

akutansi, keuangan dan administrasi. Ketua dibantu direktur masing-

masing program dan unsur-unsur penunjang;

b. Dewan Penasehat berfungsi memberi nasehat/arahan pelaksanaan

program jaminan sosial nasional. Dewan Penasehat terdiri dari wakil

pemerintah, wakil pemberi kerja dan wakil pekerja;

c. Board of Investment berfungsi mengelola dana milik seluruh peserta.

Keanggotaan terdiri dari wakil pemerintah, wakil, pemberi kerja dan wakil

pekerja yang harus memiliki keahlian dalam investasi, keterbukaan dan

akuntabilitas;

d. Satuan Kerja Audit Intern SKAI) berfungsi dalam segala bentuk

pengawasan terhadap terselenggaranya administrasi keuangan intern.

e. Dalam perkembangan perjalanan SJSN dari waktu ke waktu, diperlukan

bantuan dari para ahli di bidang aktuaria, hukum dan keuangan.

Keterlibatan mereka bersifat ad-hock (bila diperlukan);

f. Untuk menjamin bahwa LJSN sesuai dengan amanah stakeholder dan UU

SJSN, lembaga ini harus di awasi oleh suatu badan pengawas yang

mewakili stakholder. Dari unsur pemerintah akan diwakili oleh Menko Kesra

dan menteri terkait lainnya. Sedangkan pekerja dan pemberi kerja dapat

mengusulkan wakilnya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalalm UU

SJSN.

g. Ketua beserta seluruh jajaran Dewan Amanat berfungsi sebagai

penyususn kebijakan dengan memperhatikan saran-saran dari Dewan

Penasehat dan Dewan Pengawas.

2. Konsep versi kedua : LJSN sebagai Dewan Pengendalian

LJSN sebagai badan wali amanah yang berfungsi hanya sebagai badan yang

bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan UU SJSN. Guna menghimpun aspirasi daerah, LJSN memiliki

perwakilan wilayah dengan jumlah sesuai kebutuhan. Struktur dan organnya

ditampilkan dalam dua alternatif pada gambar 11.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

59

Gambar 11 :

Konsep Versi Kedua : Lembaga Jaminan Sosial Nasional Sebagai Dewan Pengendalian

(Alternatif 1)

Direktur 6

tur 6

Urusan Litbang & Humas

san Litbang & Humas

Litbang & Humas

ang & Humas

& Humas

Humas

mas

Pemantauan dan Pengawasan Manajemen

SJSN Dewan Wali

Amanah “Y”

Komite Investasi

Komite Investasi

Dewan Wali

Amanah “X”

Pemantauan dan Pengawasan Operasional SJSN

JAN

GK

A P

AN

JAN

G

JAN

GK

A P

AN

JAN

G

JAN

GK

A P

EN

DE

K

MANAGEMEN

T

TR

US

TE

ES

HIP

Internal Audit

Penyelenggara Daerah

LJSN Wilayah

Penyelenggara Daerah

Badan Pengelola

Direktur Utama

Internal Audit

Badan Pengelola

Direktur Utama

DIR

D

DIR

C

DIR

B

DIR

A

DIR

D

DIR

C

DIR

B

DIR

A

Komite Investasi Komite Audit

Sekretariat LJSN

LJSN a. Ketua/Wakil Ketua

b. Unsur Pemerintah

c. Unsur Tenaga Kerja

d. Unsur Pemberi Kerja

e. Pakar

f. Perwakilan Badan Pengelola

Dewan Pengawas

PRESIDEN RI

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

60

Keterangan:

a. LJSN berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada

Presiden. Presiden dibantu oleh Dewan Pengawas (terdiri dari Menko dan

Menteri terkait) LJSN berada di bawah dan bertanggung jawab secara

langsung kepada Presiden

b. LJSN sebagai wali amanah berfungsi sebagai badan yang bertanggung jawab

dalam perumusan kebijakan dan pengawasan terhadap peleksanaan UU

SJSN. Guna menghimpun aspirasi daerah, LJSN memiliki perwakilan dengan

jumlah sesuai dengan kebutuhan.;

c. Sebagai pengelola dan sekaligus penyelenggara, dilaksanakan oleh badan

yang independen yang disebut badan penyelenggara yang bersifat wali

amanah dan operasionalisasi program dilaksanakan oleh eksekutif. Badan ini

tunduk kepada UU SJSN dan kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh LJSN.

d. Untuk memenuhi prisip the law of the large number, kegotong-royongan,

distribusi pendapatan, badan pelnyelenggara dilaksanakan secara nasional;

e. Didaerah dapat dibentuk unit-unit penyelenggaran daerah;

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

61

Gambar 12 :

Konsep Versi Kedua : Lembaga Jaminan Sosial Nasional Sebagai Dewan Pengendalian

(Alternatif 2)

PRESIDEN

Dewan Pengawas

LJSN a. Ketua/Wakil Ketua

b. Unsur Pemerintah

c. Unsur Tenaga Kerja

d. Unsur Pemberi Kerja

e. Pakar

f. Perwakilan Badan Pengelola

Sekretariat LJSN

Komite Audit Komite Investasi

DIR

A

DIR

B

DIR

C

DIR

D

DIR

A

DIR

B

DIR

C

DIR

D

Badan Pengelola

Direktur Utama

Internal Audit

Badan Pengelola

Direktur Utama

Penyelenggara Daerah Penyelenggara Daerah

TR

US

TE

ES

HIP

MANAGEMEN

T

JAN

GK

A P

EN

DE

K

JAN

GK

A P

AN

JAN

G

Dewan Wali

Amanah “X”

Komite Investasi Komite Investasi

Dewan Wali

Amanah “Y”

Pemantauan dan Pengawasan Manajemen

SJSN Pusat

Daerah

Exte

rnal

Au

dit

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

62

Keterangan :

a. LJSN berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada

Presiden. Lembaga ini terdiri dari Pengurus berfungsi sebagai wali

amanah yang mewakili peserta, wakil-wakil badan penyelenggara, pakar

di bantu oleh Komite Investasi, Komite Audit dan Sekretariat LJSN.

b. LJSN sekaligus berfungsi sebagai badan penyelenggara;

c. LJSN membentuk badan eksekutif dengan struktur organisasi sesuai

kebutuhan;

d. Komite Investasi merupakan satuan kerja yang melaksanakan segala

bentuk pengelolaan dana milik seluruh peserta. Keanggotaannya

sebanyak-banyaknya lima orang termasuk ketua dan wakil ketua, terdiri

dari tiga orang pejabat LJSN, satu orang pakar investasi dan satu orang

pakar aktuaris;

e. Komite Audit merupakan satuan kerja audit intern yang melaksanakan

segala bentuk pengawasan terhadap terselenggaranya adminstrasi

keuangan internal dan eksternal.

f. Di daerah LJSN memiliki unit penyelenggaran daerah.

3. Konsep versi ketiga : LJSN sebagai Dewan Jaminan Sosial Nasional.

LJSN terdiri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Administrasi

Jaminan Sosial Nasional (BAJSN), Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

Nasional, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang susunan

organisasinya adalah sebagai berikut.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

63

Gambar 13 :

Konsep Versi Ketiga : Lembaga Jaminan Sosial Nasional Sebagai Dewan Jaminan Sosial Nasional

PRESIDEN

Sekretariat DDJSN

DEWAN DANA JAMINAN SOSIAL NASIONAL

DIR A

Unit Pengelola di daerah Cabang-Cabang

Unit Pengelola di daerah Cabang-cabang

DIR B

DIR C

DIR D

DIR A

DIR B

DIR C

DIR D

P P K P P K P P K P P K

DAERAH

PUSAT

Direktur Utama Jaminan Kesehatan Nasional

Direktur Utama Jaminan Hari Tua Nasional

PUSAT

PUSAT

TR

US

HT

ES

HIP

MANAJEMEN PESERTA INVESTASI

BADAN ADMINISTRASI JAMINAN SOSIAL

DEPUTI I

Kepesertaan

DEPUTI II

Keuangan & Investasi

DEPUTI III Audit Internal

BADAN PENYELENGGARA

Kepala Badan AJSN

Sekretaris Utama

LJSN

LJS

N

LJS

N

BAJS Regional

Dewan Penasehat

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

64

Keterangan :

a. LJSN merupakan sebuah badan hukum jaminan sosial Indonesia yang

dalam mengambil kebijakan, penyelenggaraan, pengelolaan keuangan,

pengelolaan ketenagaan, dan menjalankan operasinya bersifat otonom;

b. LJSN terdiri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan

Adminsitrasi Jaminan Sosial Nasional (BAJSN), Badan Penyelenggaran

Jaminan Kesehatan Nsional (BPJKN), dan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial

c. DJSN merupakan badan pengambil keputusan tertinggi dalam SJSN yang

dibentuk khusus oleh UU SJSN. Anggota DJSN dipilih berdasarkan kriteria

yang ditetapkan Presiden. Anggota DDJSN merupakan jabatan

kehormatan dan tidak memperoleh gaji tetap bulanan, tetapi anggota

DJSN berhak menerima honorarium pada setiap masa sidang.

d. BAJSN adalah badan yang melaksanakan fungsi administrasi kepesertaan

dan pengelolaan dana SJSN berdasrkan kewenangan yang dilimpahkan

oleh DJSN. BAJSN dibentuk oleh Presiden dalam rangka mengemban

amanat UUSJSN. Pengurus BAJSN ditetapkan oleh Presiden berdasrkan

usulan DJSN dan di pimpin oleh seorang kepala badan, dibantu sekretaris

utama dan tiga orang deputi.

4. Konsep Versi empat : Badan Jaminan Sosial Nasional (Tunggal).

Berdasarkan bahasan alternatif badan penyelenggara, kelebihan dan

kekurangan dari masing-masing alternatif sebagaimana di uraikan dalam

beberapa versi di atas, dikembangkan lagi LJSN dengan nama ―Badan

Jaminan Sosial Nasional‖ seperti bagan berikut.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

65

Gambar 14 :

Susunan Organisasi Badan Jaminan Sosial Nasional

Keterangan :

a. BJSN merupakan badan khusus yang dibentuk oleh UU SJSN. Bentuk

badan khusus ini bukan BUMN dan bukan suatu organ pemerintah,

namun dinilai sebagai bentuk yang paling pas untuk menjalankan tugas

pengelolaan dana publik secara luwes, memungkinkan pengembangan

dana secara optimal, dan di awasi oleh peserta, tidak dipengaruhi oleh

birokrasi pemerintah, sehingga dapat lebih responsif menjawab tuntutan

peserta. Dalam mengambil kebijakan, penyelenggaraan, pengelolaan

keuangan, pengelolaan ketenagaan, dan menjalankan operasinya

bersifat independen;

b. BJSN terdiri dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Dewan

Direksi;

c. DJSN merupakan organ tertinggi dalam BJSN yang mempunyai

kewenangan pengambilan keputusan tertinggi dalam SJSN, oleh

karenanya DJSN harus mempertanggung-jawabkan penyelenggaraan

SJSN kepada Presiden;

B J S

N

Cabang

Cabang

Cabang

BJSN

B J S

N Direktorat Jangka Panjang

JSN

Direktorat Administrasi

JSN

Direktur

Utama BJSN

PRESIDEN

Direktorat Jangka Pendek

JSN

Registrasi & investasi

Penentu

Kebijakan

Pusat

Daerah

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

66

d. Dewan Direksi adalah organ BJSN yang bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan sehari-hari SJSN secara penuh. Dewan Direksi di

pimpin oleh Direktur yang terdiri atas 4 (empat) orang direktur yaitu

Direktur Utamadan tiga direktur yang memi yang meminpin program

atau kegiatan penunjang program seperti sistem informasi, akuntansi,

dlsnya.

e. Direktorat terdiri dari Direktorat Administrasi JSN, Direktorat Jangka

Pendek dan Jangka Panjang.

f. Penyelenggaraan JSN di daerah, mengikuti pentahapan cakupan

wilayah dan jenis program JSN, tergantung kepada kesiapan semua

stakeholder yang terkait.

5. Konsep Versi Ke-lima :

Konsep kelembagaan SJSN berubah lagi setelah dilaksanakan ekspose di depan

Presiden dan pada Rapat Kabinet Terbatas tanggal 24 Desember 2003 . Bentuk

tunggal yang ideal tetap menjadi harapan, akan tetapi dalam UU disiapkan

bentuk transisi, sehingga gambaran Badan Penyelenggara menjadi tiga

komponen besar, sebagaimana tampak dalam gambar berikut.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

67

Gambar 15 :

Susunan Organisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional

Keterangan :

a. Pada susunan kelembagaan sebelah kiri di atas memperlihatkan ada empat

badan penyelenggara (BP) jaminan sosial yang beroperasi selama ini dengan

memanfaatkan mekanisme asuransi sosial dan tabungan sosial dalam

menyelenggarakan fungsi sosialnya yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT

Taspen dan Asabri;

b. Pada susunan kelembagaan di bagian tengah, ke-empat BP ada di bawah

payung DSJN. DJSN merupakan organ tertinggi dalam kelembagaan SJSN

berada di bawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.

c. Susunan kelembagaan di sebelah kanan merupakan suatu kelembagaan

SJSN (dilebur menjadi satu) yang berfungsi menangani program jangka

pendek (JK dan JKK) dan jangka panjang (JHT, JP dan JKM) DJSN diangkat

dan diberhentikan oleh Presiden

d. Pada tahap awal (susunan kelembagaan paling kiri) BP PT Jamsostek, PT

Askes, PT Taspen dan PT. Asabri masing-masing berjalan sebagimana biasa,

dan secara bertahap dalam kurun waktu 10 -15 tahun menyesuaikan diri

dengan UU SJSN ini untuk melebur menjadi satu.

10-15 tahun

PRESIDEN

Cab

PT.

J A M S O S T E K

Cab

PT.

A S A B R

I

Cab

PT.

T A S P E

N

Cab

PT.

A S K E

S

* Setiap Badan Penyelenggara merupakan Badan Hukum sendiri

Administrasi

JSN

Kerja sama

Dengan Ditjen

Minduk

Depdagri

Dewan JSN

Program

Jangka

Pendek

JK

JKK

A S K E

S

Cab

T A S P E

N

Cab

A S A B R

I

Cab

J A M S O S T E K

Cab

I N F O R M A

L

Program

Jangka

Panjang

JPHK

JHT

JP

JKM

Satu Badan

• Large number Portabilitas

• Efisiensi Keadilan sosial

• Teknologi

Dewan JSN

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

68

6. Konsep Versi ke enam : BUMN Khusus sebagai BPJS

Setelah melalui pembahasan yang komprehensif dan mendalam tentang badan

penyelenggara dengan berbagai alternatif sebagaimana tersebut di atas, Tim

sepakat untuk mengambil pilihan membentuk suatu lembaga yang bernama ―Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial‖ disingkat BPJS. Bentuk badan khusus yang bukan

BUMN dan bukan pula suatu organ Pemerintah, namun dinilai sebagai bentuk yang

paling pas untuk menjalankan tugas pengelolaan dana publik secara luwes,

memungkinkan pengembangan dana secara optimal, di awasi oleh peserta, dan tidak

dipengaruhi oleh birokrasi pemerintahan, sehingga dapat lebih responsif menjawab

tuntutan peserta..

BPJS merupakan sebuah badan jaminan sosial Indonesia yang dalam mengambil

kebijakan, penyelenggaraan, pengelolaan keuangan, pengelolaan ketenagaan, dan

menjalankan operasinya bersifat independen. Badan ini terdiri dari Dewan Jaminan

Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS. Oleh karena belum adanya badan hukum wali

amanah sebagaimana dibahas sebelumnya, maka bentuk badan hukum yang ada

digunakan dengan menambahkan ciri khusus prinsip dasar jaminan sosial yaitu

nirlaba, tidak dikenai pajak dan dibebaskan dari kewajiban pembayaran deviden.

Bentuk badan hukum ini didasari Persero Khusus yang merupakan hasil kompromi

yang dapat diterima oleh banyak pihak.

Susunan organisasi BPJS dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

69

Gambar 16:

Badan Jaminan Sosial Indonesia

Keterangan :

1. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

a. DJSN sebagai organ SJSN yang berfungsi membantu Presiden di dalam

menetapkan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. DJSN

terdiri atas sebanyak-banyaknya 15 orang yang mewakili unsur pekerja, pemberi

kerja dan pemerintah. Organ DJSN dipimpin oleh seorang menteri;

b. Keanggotaan DJSN

- Secara bertahap menyesuaikan diri dengan UU SJSN

- Presiden menetapkan kebijakan umum dan sinkronisasi

- DJSN adalah Pembantu Presiden dalam menetapkan

kebijakan umum dan sinkronisasi

RUPS

DK

RUPS

DK

RUPS

DK

RUPS

DK

BP

JS

RUPS

DK

Direksi JS

I N F O R M A

L

Cab

Direksi JS

J A M S O S T E

K

Cab

Direksi JS

A S A B R

I

Cab

Direksi JS

T A S P E

N

Cab

Direksi JS

A S K E

S

PRESIDEN

DJSN

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

70

1) Anggota DJSN ditetapkan oleh Presiden. Calon anggota DJSN harus

memenuhi kriteria :

a) pemahaman tentang penyelenggaraan jaminan sosial;

b) memiliki mandat dari organisasi yang diwakilinya;

c) bersih diri dari perbuatan tercela dan melawan hukum;

d) memiliki kemampuan dan integritas yang tinggi;

e) serta sehat jasmani dan rohani

Dengan kriteria tersebut, diharapkan anggota DJSN dapat benar-benar

mengambil keputusan yang terbaik bagi seluruh peserta, mampu

mengawasi dan mengendalikan penyelenggaraan SJSN sesuai dengan

cita-cita yang diamanatkan UUD ‗45.

2) Untuk menjamin keterwakilan pihak pekerja dan pemberi kerja, calon

anggota DJSN dari wakil peserta dan pemberi kerja haruslah diusulkan

oleh paling sedikit tiga organisasi terkait

3) Anggota DJSN wakil pemerintah adalah orang yang ditunjuk Presiden dan

mewakili Departemen: Kesehatan, Tenaga Kerja, Keuangan, Sosial,

Industri dan Perdagangan, atau Pertanian ;

4) Anggota DJSN merupakan jabatan kehormatan dan bukan pegawai BPJS,

oleh karenanya anggota DJSN hanya menjalankan masa bakti untuk

maksimum dua periode. Sebagai pejabat kehormatan anggota DJSN tidak

memperoleh gaji tetap bulanan, tetapi anggota DJSN berhak menerima

honorarium dan uang sidang untuk setiap sidang-sidang yang dihadirinya.

5) Keanggotaan DJSN berakhir karena :

a) Meninggal dunia;

b) Mengundurkan diri;

c) Diberhentikan;

d) Berakhirnya masa tugas.

c. Tugas dan Fungsi DJSN

DJSN membantu Presiden didalam menetapkan kebijakan umum dan sinkronisasi

penyelenggaraan SJSN. Di dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, DJSN

perlu dilengkapi dengan Komite Ahli yang terdiri atas para pakar di bidang

aktuaria, investasi, jaminan sosial, ekonomi, hukum, kesehatan, dan asuransi.

Komite ahli ini akan memberikan kajian obyektif kepada DJSN sebagai landasan

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

71

pembuatan kebijakan umum yang didukung oleh fakta-fakta yang obyektif. Komite

Ahli diangkat oleh DJSN melalui suatu proses seleksi keahlian, baik secara

permanen maupun secara ad hoc sesuai dengan kebutuhan kajian. Jumlah

anggota Komite Ahli disesuaikan dengan kebutuhan.

d. Masa kerja

Masa kerja anggota DJSN perlu diatur agar tidak sama dengan masa kerja

Direksi agar tidak terjadi kolusi antara DJSN dengan Direksi. Untuk itu, masa

kerja anggota DJSN perlu ditetapkan selama tiga tahun dan dapat diangkat

kembali untuk yang kedua kalinya. Agar pengawasan dan kebijakan yang

dilakukan DJSN berjalan efektif, susunan anggota DJSN setiap tahun harus

berubah. Untuk pertama kalinya, sepertiga dari anggota DJSN diangkat untuk

masa kerja satu tahun, sepertiga lagi untuk masa kerja dua tahun, dan sepertiga

sisanya untuk masa kerja tiga tahun. Seterusnya anggota DJSN diangkat untuk

masa tiga tahun akan tetapi setiap tahun sepertiga anggota DJSN diganti.

Dengan demikian akan terjadi kesinambungan kebijakan dan proses

pembelajaran bagi anggota DJSN yang baru.

2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

BPJS berbentuk persero khusus mengikuti semua ketentuan PT (persero), kecuali

a. Bersifat nirlaba;

b. Perlakuan khusus dalam perpajakan;

c. Deviden digunakan untuk meningkatkan manfaat bagi peserta.

Adapun beberapa karakteristik dari BPJS adalah:

a. BPJS tunduk kepada ketentuan pengawasan yang dilakukan oleh

lembaga pengawasan sektor jasa keuangan;

b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memegang kekuasaan tertinggi

dalam BPJS dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan

kepada Direksi atau Komisasris;

c. Menteri Koordinator Kesra bertindak selaku RUPS karena seluruh saham

BPJS dimiliki oleh Negara. Dalam prakteknya RUPS diserahkan kepada

DJSN,

d. RUPS mengambil seluruh hasil pengelolaan Dana Amanat untuk

pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan

Peserta. Tidak ada deviden kepada pemerintah selaku pemilik BPJS.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

72

e. Kepengurusan BPJS dilakukan oleh Direksi. Direksi beranggotakan

sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)

orang. Anggota Direksi diangkat dan di berhentikan oleh RUPS.

Pengangkatan anggota direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan

dan kepatutan dengan kriteria persyaratan :

1) Warga Negara Indonesia;

2) Sehat fisik dan mental;

3) Memahami berbagai aspek penyelenggaraan Jaminan sosial;

4) Memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan,

pengalaman, berkelakuan baik, dan memiliki dedikasi untuk

mengembangkan BPJS;

5) Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah

dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi,

komisaris, atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit;

6) Tidak pernah masuk dalam daftar orang tercela yang diatur

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jasa

keuangan;

7) Tidak pernah atau sedang menjalani pidana penjara

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap;

8) Tidak sedang menjalani proses pemeriksaan peradilan yang

diancam dengan pidana penjara paling sedikit satu tahun.

F. PENYELENGGARAAN JSN DI DAERAH

Dalam era otonomi daerah, masalah kewenangan daerah dalam penyelenggaraan

jaminan sosial memang tidak tercantum dalam peraturan perundangan yang

mengatur kewenangan daerah. Jaminan sosial merupakan tugas negara yang jauh

lebih efektif diselenggarakan secara nasional, karena harus dinikmati secara sama

antar daerah. Perbedaan perlakuan jaminan sosial, yang merupakan hak seluruh

penduduk, akan menimbulkan kecemburuan sosial. Oleh karenanya, dimanapun di

dunia, penyelenggaraan jaminan sosial dikelola secara nasional dan tidak

didesentralisasi. Dalam PP 25 tahun 2000 sebenarnya juga sudah jelas bahwa

pemerintah pusat memegang kewenangan pengaturan jaminan sosial.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

73

Menyadari bahwa berbagai aparat daerah merasakan memiliki kewenangan atau

ingin turut serta mengendalikan jaminan sosial, apalagi yang menyangkut

penggunaan dana yang terkumpul dari penduduk di daerah tersebut, UU SJSN harus

mengakomodir beberapa hal yang mungkin dilaksanakan di daerah. Hal yang paling

penting adalah pengelolaan dana dan investasi dana. Dalam UU SJSN, seharusnya

paling banyak 51% dana yang terkumpul dapat diinvestasikan di daerah yang

bersangkutan. Sudah barang tentu, fokus utama SJSN adalah tingkat solvabilitas,

kehati-hatian, dan likuiditas. Jika daerah tidak memiliki instrumen investasi yang

dibolehkan oleh UU, maka daerah tersebut tidak bisa menuntut agar 51% dana yang

terkumpul diinvestasikan di daerah. Sebaliknya, ketentuan ini bisa merangsang

pemerintah daerah mengembangkan instrumen investasi yang handal yang

memenuhi syarat untuk investasi dana jaminan sosial. Daerah yang lebih mampu

mengembangkan instrumen investasi dapat menyerap dana dari daerah lain, sejauh

instrumen tersebut memenuhi syarat investasi dana jaminan sosial.

Dalam bidang kesehatan, pemerintah daerah sebenarnya tidak perlu khawatir

dengan aspirasi daerah. Sebab, sebagian besar dana iuran jaminan kesehatan akan

digunakan oleh penduduk di daerah yang sama. Akan sangat kecil kemungkinan

penduduk daerah tersebut berobat secara reguler ke daerah lain. Melihat pola

pemakaian pelayanan kesehatan, sekitar 80% biaya kesehatan dapat dihabiskan di

daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya pengaturan tarif pelayanan kesehatan

yang akan dibayar oleh BPJS kepada fasilitas kesehatan dapat dinegosiasikan

berdasarkan estimasi biaya pelayanan kesehatan di daerah tersebut sebesar 80%.

Namun demikian, harus disisihkan dana paling sedikit 10% dari iuran yang diterima

untuk membiayai pelayanan kesehatan yang dirujuk atau terpaksa dilayani di daerah

lain, misalnya kecelakaan atau sakit mendadak pada saat kunjungan ke daerah lain.

Selain itu, pelayanan kesehatan selalu bersifat tidak pasti. Bisa jadi suatu ketika

terjadi kejadian luar biasa suatu penyakit sehingga membutuhkan dana yang besar.

Oleh karenanya, paling sedikit 5% dari iuran yang diterima harus ditempatkan

sebagai cadangan teknis. Kedua komponen itu, yang besarnya sekitar 15%, harus

ditempatkan pada tingkat nasional sehingga memungkinkan terjadinya subsidi silang.

Dalam hal perluasan peserta di daerah, penyelenggaraan SJSN di daerah mengikuti

pentahapan cakupan wilayah dan jenis program SJSN berdasarkan kesiapan

stakeholders yang terkait untuk dalam meberikan kontribusi dan pemberian

manfaat/santunan yang ditetapkan.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

74

Penjaminan bagi penduduk miskin di suatu propinsi, kota/kabupaten dapat dimulai

lebih lambat dibandingkan penjaminan di propinsi, kota atau kabupaten lainnya

karena kesiapan dan kemampuan dana yang berbeda. Di antara pelbagai jenis

program SJSN, penyelenggaraan program juga dilakukan secara bertahap sesuai

dengan kebutuhan dan kesiapan pemerintah daerah. Sebagai ilustrasi, program

Jaminan Kesehatan bagi penduduk miskin akan didahulukan dibandingkan dengan

Program Jaminan Hari Tua bagi penduduk miskin.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

75

BAB V

PROGRAM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

A. Program Jaminan Kesehatan

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JK adalah suatu program

Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan

kesehatan yang menyeluruh (komprehensif) bagi setiap rakyat Indonesia agar

penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

1. Substansi

a. Program JK diselenggarakan berdasarkan mekanisme asuransi sosial

(social insurance) dengan kepesertaan wajib.

b. Program bersifat wajib dan diarahkan mencakup seluruh rakyat (universal

coverage) yang akan dicapai secara bertahap. Pada satu saat nanti seluruh

rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Melalui prinsip ini tercipta

subsidi silan g antara yang sehat kepada yang sakit, antara yang kaya

kepada yang miskin, dan antara yang muda kepada yang tua. Penduduk

yang telah menjadi peserta dan menginginkan manfaat tambahan di luar

program JK dapat memiliki asuransi kesehatan tambahan dengan membeli

asuransi kesehatan komersial, jaminan kesehatan sukarela atau membayar

dari kantong sendiri. Penduduk yang telah menjadi peserta asuransi

sukarela dapat meneruskan kepesertaannya.

c. Manfaat JK diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan dengan

pengendalian biaya dan pelayanan menggunakan teknik managed care.

d. Manfaat program JK yang dijamin bersifat komprehensif sesuai dengan

kebutuhan medik.

e. Program JK diselenggarakan berdasarkan prinsip ekuitas dimana peserta

mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan mediknya

dan membayar iuran sesuai dengan kemampuan ekonominya yang

diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar prosentase tertentu dari

upah bagi pekerja di sektor formal atau sejumlah tertentu bagi pekerja di

Page 76: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

76

sektor informal dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak

mampu.

1) Iuran bagi rakyat yang menerima upah ditetapkan berdasarkan

prosentase tertentu dari upah yang ditanggung bersama antara

majikan dan karyawan.

2) Iuran bagi pekerja infomal diperhitungkan dengan mempertimbangkan

kemampuan ekonomi peserta melalui suatu formula atau jumlah tetap

per bulan atau per tahun yang akan dikembangkan oleh Komite

Aktuaria dari BPJS.

3) Rakyat yang tidak memiliki penghasilan tetap atau tidak mampu

mengiur, sebagian/seluruh iuran akan mendapat bantuan iuran dari

pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah daerah.

f. Seorang peserta tetap memperoleh jaminan apabila ia pindah tempat tinggal

atau pindah pekerjaan (prinsip portabilitas).

g. Undang-undang dan peraturan yang terkait menggariskan agar program JK

dikelola oleh secara independen dengan manajemen yang transparan dan

akuntabilitas yang tinggi.

2. Kelembagaan

Program JK dikelola oleh suatu BPJS sesuai dengan yang ditetapkan UU SJSN.

Pengelola JK akan hanya khusus menangani jaminan kesehatan yang nantinya

mengelola seluruh jaminan kesehatan bagi pegawai negeri, pegawai swasta,

pekerja di sektor informal. Penggabungan ini dimaksudkan untuk menjamin

terjadinya efisiensi yang tinggi, portabilitas, dan pengendalian pelayanan yang

memadai. Saat penggabungan akan dikaji secara terus-menerus oleh DJSN

dengan memperhatikan kemampuan BPJS, kesiapan fasilitas kesehatan, dan

kesiapan pemberi kerja swasta bergabung. Bagi penduduk tidak mampu dimana

iurannya dibayarkan oleh Pemerintah tersedia dua opsi yaitu bergabung dengan

BP yang ada atau Pemerintah mendirikan lembaga khusus dengan tetap mengaju

pada UU SJSN. Masing-masing pilihan mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Apabila mendirikan lembaga baru, diperkirakan himupunan iuran tidak mampu

memberikan manfaat pelayanan yang memadai mengingat dana terhimpun

terbats, kebutuhan pelayanan tinggi, cross subsidi terbatas karena hanya diantara

masyarakat tidak mampu dan biaya operasional lebih tinggi apabila dibandingkan

dengan bergabung dengan BP yang telah ada.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

77

3. Mekanisme

a. Kepesertaan

1) Peserta JK terdiri atas peserta pekerja formal (pegawai pemerintah,

pekerja swasta, baik bersifat tetap maupun tidak tetap), peserta yang

mempunyai penghasilan atas usaha sendiri (swakarya atau sektor informal

seperti petani, nelayan, dll) dan penduduk yang tidak atau belum memiliki

penghasilan (kelompok tidak mampu). Anggota keluarga peserta berhak

menerima manfaat JK.

2) Rekruitmen kepesertaan dilakukan secara bertahap dengan perluasan

cakupan dilaksanakan dengan memperhatikan azas kemudahan

pengumpulan iuran secara rutin dengan prioritas sebagai berikut :

a) Pemberi kerja wajib mendaftarkan seluruh tenaga kerjanya kepada

BPJS.

b) Bagi pemberi kerja yang pada saat Undang-undang JSN diundangkan

telah menjadi peserta pada suatu badan, secara bertahap

kepesertaannya disesuaikan dengan Undang-undang SJSN.

c) Kelompok kerja di sektor informal mendaftarkan diri melalui kelompok

usahanya/ koperasi atau secara individual ke BPJS. Pada tahap awal,

kelompok ini menjadi peserta secara sukarela yang nantinya secara

bertahap menjadi peserta wajib.

d) Penduduk yang tidak mampu termasuk keluarga miskin (gakin) dan

kelompok khusus akan ditetapkan dan didaftarkan oleh pemerintah

daerah kepada BPJS.

e) Fasilitas kesehatan (Health Care Provider) seperti rumah sakit, dokter

praktek, klinik, laboratorium, apotik dan lainnya yang berminat

melayani peserta SJSN melakukan kontrak dengan BPJS dan harus

mematuhi persyaratan yang ditetapkan BPJS. Selanjutnya fasilitas

kesehatan tersebut melayani peserta dan anggota keluarganya

kemudian mengklaim biaya pelayanan tersebut, baik dimuka ataupun

setelah pelayanan diberikan, kepada BPJS. BPJS berhak melakukan

pengendalian mutu dan utilisasi pelayanan guna meningkatkan

efektifitas dan efisiensi program JK.

3) Perluasan cakupan kepesertaan diutamakan dimulai dari penerima upah

yang saat ini belum memiliki JK dari salah satu badan penyelenggara

jaminan sosial yang ada sekarang ini.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

78

4) Dipertimbangkan untuk memperluas cakupan kepada orang tua pekerja

sebagai suatu konsep extended family untuk mempercepat pencapaian

cakupan universal, dimana pekerja membayar iuran tambahan sebesar 1%

dari upahnya untuk menanggung orang tua atau mertuanya yang sah.

5) Kepesertaan tetap berlaku apabila seseorang mengalami perubahan status

pekerjaan seperti pemutusan hubungan kerja (PHK)/pensiun/cacat total

tetap yang menyebabkan seseorang peserta kehilangan kemampuan untuk

memperoleh penghasilan dan membayar iuran.

6) Untuk efektifitas percepatan kepesertaan maka BPJS diberikan kewenangan

memeriksa kebenaran pelaporan pemberi kerja/ peserta yang harus

dilakukan secara terus menerus disertai upaya persuasif dan intensif serta

pelayanan yang bermutu.

b. Manfaat

1) Sesuai dengan prinsip asuransi sosial, manfaat diberikan dengan

mempertimbangkan besaran kontribusi secara keseluruhan (bukan orang

per orang atau kelompok per kelompok) guna mengoptimalkan kegotong-

royongan diantara peserta. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi,

maka program JK diselenggarakan melalui pengendalian mutu,

pembiayaan yang optimal, serta pemberian pelayanan yang sesuai

dengan kebutuhan medik.

2) Manfaat JK bersifat pelayanan individual yang mempunyai kebutuhan

medik yang luas mencakup pelayanan promotif - preventif, seperti

imunisasi dan Keluarga Berencana.

3) Paket jaminan harus memadai dan dirasakan manfaatnya dalam rangka

menjamin kesinambungan program dan tingkat kepuasan peserta.

Pelayanan disesuaikan dengan standar kebutuhan peserta yang dapat

berubah dan kemampuan keuangan BPJS. Paket jaminan JK ditinjau

secara berkala setiap 2 (dua) tahun.

4) Pemeliharaan kesehatan diberikan oleh penyelenggara pelayanan

kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta yang memenuhi standar

tertentu dan berizin. Apabila tidak tersedia fasilitas pelayanan dimaksud,

kepada peserta diberikan kompensasi.

5) Manfaat rawat inap diberikan di rumah sakit pemerintah / swasta di kelas

standar. Manfaat kelas standar (bukan pelayanan mediknya, tetapi

pelayanan non medik). Pada awalnya pelayanan non medik dapat

berbeda antara kelompok yang berpenghasilan tinggi dengan yang

Page 79: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

79

rendah dan penduduk miskin yang iurannya dibayarkan pemerintah. Akan

tetapi pada akhirnya nanti, semua pelayanan medik dan pelayanan non

mediknya akan diberikan secara sama yaitu setara dengan perawatan

kelas II RS swasta saat ini bagi semua peserta. Peserta khusus yang

preminya dibayarkan oleh pemerintah pada tahap awal juga dapat dijamin

hanya untuk pelayanan rawat inap jika jumlah iuran dari pemerintah tidak

mencukupi untuk menjamin secara komprehensif.

6) Pemeriksaan deteksi dini (screening) terhadap penyakit/kondisi tertentu

seperti pap smear, potensi penyakit akibat kerja, dll diberikan secara

berkala kepada peserta yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan

kemampuan keuangan BPJS.

7) Standar pelayanan medik termasuk standar manajemen pelayanan medik

serta obat akan diatur oleh Departemen Kesehatan dan tidak akan diatur

dalam UU SJSN.

8) Besarnya tarif pembayaran pelayanan kesehatan kepada fasilitas

kesehatan ditetatapkan bersama oleh Dinas Kesehatan Pemerintah

Daerah, Asosiasi fasilitas kesehatan, dan Kantor Cabang BPJS sesuai

dengan standar dan harga yang wajar di wilayah tersebut dan ditinjau

setiap dua tahun sekali.

9) Dalam pembayaran manfaat pelayanan kesehatan, BPJS melakukan

koordinasi dengan badan penyelenggara lainnya (seperti PT Jasa Raharja

untuk kecelakaan lalu lintas) dengan menggunakan prinsip indemnitas

(jumlah total penggantian biaya pelayanan kesehatan tidak melebihi

jumlah biaya pada fasilitas kesehatan (incurred cost) berdasarkan tarif

yang telah ditetapkan.

10) Pembayaran kepada fasilitas kesehatan dilakukan secara prospektif

(paket pelayanan dan besarnya pembayaran per paket ditetapkan dimuka)

dan peserta dapat diharuskan untuk membayar sebagian kecil biaya (urun

biaya) untuk pelayanan tertentu sebagai alat untuk mengendalikan

pemanfaatan yang berlebih atau mengendalikan biaya pelayanan.

c. Iuran

1) Untuk peserta yang menerima upah, iuran ditanggung bersama oleh

pemberi kerja dan pekerja dalam porsi yang sama (50:50). Hal ini dengan

pertimbangan bahwa pekerja dan keluarganya perlu turut bertanggung

njawab atas kesehatan mereka. Konsepsi ini diberlakukan di banyak

Page 80: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

80

negara. Disamping itu Pemberi kerja dapat mengkompensasi iuran yang

dibayarkan oleh peserta sebagai tambahan upah. Besaran iuran akan

diperhitungkan dengan analisis aktuaria tiap dua tahun.

2) Iuran untuk pekerja formal ditentukan secara berkala dengan Peraturan

Pemerintah. Mengingat biaya pelayanan kesehatan meningkat dengan

cepat.

3) Iuran bagi pekerja di sektor informal ditetapkan dengan formula/jumlah

tetap yang akan dikembangkan oleh DJSN dengan mempertimbangkan

kemampuan pendapatan penduduk dan tingkat kemahalan pelayanan

kesehatan di suatu daerah.

4) Iuran bagi peserta pensiunan ditentukan secara berkala dengan Peraturan

Pemerintah.

5) Pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dibebaskan

dari pembayaran iuran maksimum 6 (enam) bulan. Setelah itu apabila

peserta tidak mampu mengiur, mereka maasuk dalam kelompok tidak

mampu.

6) Dalam masa transisi jumlah iuran yang harus kembali kepada peserta

dalam bentuk pelayanan dan dana cadangan sekurang-kurangnya 85%

dan secara bertahap dinaikkan sampai 95% dari total iuran. Pada tahun ke

11 tidak boleh melebihi 5% dari total iuran yang diterima untuk program

7) Paling sedikit 80% dari iuran yang terkumpul di suatu daerah dapat

dirundingkan untuk dialokasikan bagi pembayaran pelayanan kesehatan di

daerah. Sisanya akan diperhitungkan untuk biaya rujukan ke daerah lain,

cadangan teknis, biaya operasional program JK dan untuk menstimulansi

peningkatan fasilitas pelayanan medik di daerah.

B. Program Jaminan Kecelakaan Kerja

Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bertujuan memberikan kepastian jaminan

pelayanan dan santunan apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan saat menuju,

menunaikan dan selesai menunaikan tugas pekerjaan dan berbagai penyakit yang

berhubungan dengan pekerjaan.

1. Substansi

a. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi yang berhubungan dengan

pekerjaan utama tenaga kerja. Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang

tidak diduga sebelumnya, di luar kekuasaan manusia dan tidak disengaja

Page 81: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

81

oleh yang bersangkutan dan hazard atau penyebabnya datang dari luar

tubuh peserta;

b. Kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh banyak hal seperti mesin,

angkutan lalu-lintas, peledakan, kebakaran, panas atau dingin yang

berlebihan, keracunan, bahan kimia, arus listrik, sinar, bahan biologis,

terjatuh, tergelincir, terpukul/terbentur benda, perkakas kerja tangan,

hewan, olah raga, dll.;

c. Kecelakaan dapat terjadi di tempat kerja, seperti kecelakaan dimana tenaga

kerja melakukan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan tugas (hubungan

kerja) yang diberikan pemberi kerja;

d. Kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yaitu kecelakaan yang terjadi

selama perjalanan pergi dan pulang dari rumah menuju tempat kerja atau

tempat yang berhubungan dengan pekerjaan dan sebaliknya melalui jalan

yang biasa dilalui;

e. Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan atau yang terkait dengan lingkungan pekerjaan

dipandang sebagai kecelakaan kerja, apabila jenis serta persyaratannya

memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah;

f. Suatu penyakit yang tidak tercantum dalam lampiran ketentuan pemerintah

sebagai penyakit akibat kerja, namun dapat dibuktikan secara medis bahwa

penyakit tersebut timbul karena hubungan kerja, dianggap sebagai

kecelakaan kerja;

g. Tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja diatur oleh

peraturan pemerintah yang ditetapkan kemudian;

h. Yang tidak termasuk Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi

dalam perjalanan pada waktu cuti atau hari-hari libur lainnya dimana yang

bersangkutan bebas dari urusan pekerjaan dan tanggung jawabnya, kecuali

yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari pemberi kerja.

Dalam hal tersebut kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan pergi ke

tempat tujuan cuti dan sebaliknya yang tercantum dalam surat izin cuti

dapat menimbulkan hak manfaat bagi peserta;

i. JKK merupakan program jangka pendek yang iurannya dibayarkan untuk

jaminan pada masa yang sama;

j. JKK diselenggarakan berdasarkan mekanisme asuransi sosial dan

pelayanan terkendali dengan pemberian jaminan manfaat berupa pelayanan

kesehatan individual yang berhubungan dengan kecelakaan kerja serta

Page 82: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

82

pemberian manfaat dalam bentuk santunan uang bagi kondisi kecelakaan

tertentu;

k. Program JKK wajib diikuti oleh seluruh pemberi kerja dengan beban iuran

proporsional terhadap upah yang disesuaikan dengan tingkat resiko

lingkungan kerja dan hanya dibayarkan oleh pemberi kerja. Pekerja di

sektor informal dianggap sebagai pemberi kerja dalam peraturan ini.

2. Kelembagaan

Program JKK dikelola oleh BPJS sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Pengelolaan

JKK dapat digabungkan dengan pengelolaan program lain seperti jaminan kematian,

jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. Kemampuan suatu BPJS untuk mengelola

program-program tersebut untuk satu atau lebih kelompok penduduk atau pekerja

akan dikaji secara rutin oleh DJSN. Selanjutnya DJSN akan memberikan

rekomendasi kepada Presiden untuk menetapkan penggabungan atau pemisahan

pengelolaan oleh suatu BPJS.

3. Mekanisme

a. Kepesertaan

1) Peserta JKK terdiri atas peserta yang mempunyai penghasilan dalam bentuk

upah (pekerja formal) tetap maupun tidak tetap dan peserta yang mempunyai

penghasilan atas usahanya sendiri (sektor informal).

2) Kepesertaan bersifat wajib bagi setiap pemberi kerja tanpa kecuali tetapi

dilaksanakan secara bertahap mulai dari pemberi kerja yang memiliki pekerja

10 (sepuluh) orang atau lebih baru terus diwajibkan sampai pada pemberi

kerja dengan 1 (satu) orang pekerja atau lebih.

3) Pentahapan rekruitmen peserta dilakukan dengan cara :

a) Untuk kelompok penerima upah dan yang belum memiliki JKK pada

saat Undang-undang SJSN diundangkan, pemberi kerja wajib

mendaftarkan seluruh tenaga kerjanya kepada BPJS yang ditetapkan;

b) Kelompok kerja sektor informal mendaftarkan diri melalui kelompok

usahanya/ koperasi atau secara individual ke BPJS.

4) Perluasan cakupan kepesertaan diutamakan kepada pemberi kerja yang saat

ini belum memberikan JKK melalui PT Jamsostek.

5) Perluasan cakupan dilaksanakan dengan memperhatikan azas kemudahan

rekruitmen dan pengumpulan iuran secara rutin.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

83

b. Manfaat

1) Manfaat JKK hanya diberikan kepada peserta, sedangkan anggota keluarga

tidak berhak mendapat manfaat JKK. Anggota keluarga yang mendapat

kecelakaan mendapat jaminan dari program Jaminan Kesehatan dan atau

kecelakaan lalu lintas, sesuai dengan jenis kecelakaan yang dialaminya.

2) Manfaat JKK bersifat individual dan komprehensif mencakup pelayanan

kuratif dan rehabilitatif yang sesuai dengan kecelakaan yang diderita oleh

tenaga kerja.

3) Pelayanan medik JKK diberikan dalam bentuk pelayanan seperti pada

program JK. Pekerja yang sementara tidak mampu bekerja (STMB) karena

belum sehat dan yang mengalami kecacatan akibat suatu kecelakaan atau

penyakit akibat kerja atau peserta yang mengalami kematian akibat suatu

kecelakaan kerja mendapat jaminan tambahan dalam bentuk santunan tunai,

lump-sum dan atau berkala sesuai dengan formula yang akan ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

4) Paket jaminan diberikan secara memadai dan dirasakan manfaatnya, dalam

rangka menjamin kesinambungan program dan tingkat kepuasan tertentu.

Untuk menyesuaikan dengan standar kebutuhan peserta yang berubah dan

kemampuan keuangan BPJS, paket jaminan JKK ditinjau secara berkala setip

2 dua tahun.

5) Pelayanan kuratif dan rehabilitattif diberikan oleh fasilitas kesehatan

pemerintah dan atau fasilitas kesehatan swasta yang berijin dan memenuhi

standar tertentu.

6) Manfaat rawat inap JKK diberikan di rumah sakit pemerintah/ swasta dengan

standar ruang perawatan di kelas II.

7) Dalam pembayaran manfaat pelayanan kesehatan, BPJS melakukan

koordinasi dengan badan penyelenggara lainnya (seperi PT Jasa Raharja

untuk kecelakaan lalu lintas) dengan menggunakan prinsip indemnitas yaitu

jumlah total penggantian biaya pelayanan kesehatan tidak melebihi jumlah

biaya pada fasilitas kesehatan (incured cost) berdasarkan tarif yang telah

ditetapkan.

8) Standar pelayanan medik termasuk standar manajemen pelayanan medik

serta obat ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan tidak akan diatur oleh

UU SJSN.

9) Besarnya tarif prospektif pelayanan kesehatan ditetapkan bersama Dinas

Kesehatan atau Pemerintah Daerah, asosiasi fasiltias kesehatan, dan Kantor

Page 84: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

84

Cabang BPJS sesuai dengan standar dan harga yang wajar yang ditinjau

setiap dua tahun sekali.

c. Iuran

1) Iuran dibebankan sepenuhnya kepada pemberi kerja dan tidak ada

diskriminasi upah berdasarkan jender, ditetapkan secara berkala dengan

Peraturan Pemerintah.

2) Pembayaran kepada fasilitas kesehatan (provider) dilakukan secara prospektif

(paket pelayanan dan besarnya pembayaran per paket ditetapkan dimuka)

dan pemberi kerja membayar urun biaya (co-payment atau cost sharing),

untuk merangsang tanggung jawab pemberi kerja menyediakan lingkungan

keselamatan dan kesehatan kerja yang tinggi.

3) Sekurang-kurangnya 95 % dari total iuran yang terkumpul harus

dimanfaatkan untuk pelayanan, pembayaran santunan, dan atau akumulasi

dana cadangan (biaya operasional atau manajemen oleh BPJS tidak boleh

melebihi 5 % dari total iuran yang diterima)

4) Dalam masa transisi jumlah iuran yang harus kembali kepada peserta

sekurang-kuranya 85% dan secara bertahap dinaikkan sampai 95% dari total

iuran.

G. Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja

Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (JPHK) merupakan program yang

sangat membantu pemberi kerja maupun pekerja. Program ini dibiayai dari iuran

rutin, yang relatif kecil dan terjangkau, oleh kedua belah pihak.

Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja adalah program jaminan pengganti

pendapatan bagi penganggur sementara yang telah mempunyai pekerjaan tetap,

akan tetapi karena terpaksa menjadi penganggur dan berupaya untuk bekerja

kembali. Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja diberikan untuk jangka waktu

tertentu. Prinsip-prinsip dasar sistem jaminan sosial nasional berlaku universal

bagi setiap program jaminan sosial termasuk program JPHK. Namun karena

kekhususan sifat JPHK, perlu penjelasan secara rinci sebagai berikut.

1. Substansi

a. Tujuan program JPHK

Tujuan program JPHK aadalah membantu pekerja yang terpaksa berhenti

bekerja sementara (pengangguran) untuk :

Page 85: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

85

1) Menjamin kelangsungan pendapatan setiap bulan sampai tenaga kerja

mendapat pekerjaan baru;

2) Menjamin kecukupan pendapatan untuk dapat memelihara standar

hidup minimal pekerja dan keuangannya;

3) Memberi waktu kepada pekerja yang bersangkutan mencari dan

mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan pengalaman

kerjanya.

4) Memberi kesempatan kepada pekerja yang bersangkutan memperoleh

dan memanfaatkan dukungan yang tersedia seperti informasi

lowongan kerja dari dinas ketenagakerjaan atau mengikuti pelatihan

yang memudahkannya memperoleh pekerjaan baru.

b. Kriteria Penganggur sementara

Penganggur yang berhak menerima manfaat program, harus memenuhi

kriteria di bawah ini:

1) Pernah mempunyai pekerjaan tetap dan telah menjadi peserta program

paling sedikit selama satu tahun. Dengan demikian manfaat program ini

tidak berlaku atau belum berlaku bagi :

a) Pencari pekerja baru yang belum pernah bekerja;

b) Pekerja yang belum mengikuti program ini satu tahun atau lebih.

2) Diberhentikan oleh pemberi kerja dengan alasan yang dapat diterima,

misalnya penciutan perusahaan, perubahan tehnologi, pemindahan

usaha, atau pemberi kerja bangkrut. Manfaat program ini tidak diberikan

kepada :

a) Mereka yang sengaja berhenti untuk mencari pekerjaan baru

b) Mereka yang sengaja berhenti untuk urusan keluarga.

3) Tetap mampu bekerja. Apabila yang bersangkutan tidak mampu bekerja

atau tidak dapat segera dipekerjakan kembali, misalnya karena menderita

cacat atau kehilangan kemampuan bekerja, pekerja tersebut tidak

memperoleh JPHK, akan tetapi pekerja tersebut dapat memperoleh

santuan JKK atau pensiun program lain.

4) Harus bersedia dan berupaya untuk bekerja kembali. Pada saat

menerima manfaat program, pengangguran yang bersangkutan harus

membuktikan upaya yang dilakukan, misalnya telah menghubungi

instansi penyalur tenaga kerja, mengunjungi perusahaan tertentu dan

atau menunjukkan bukti lamaran yang telah dikirimkan. Pengangguran

yang sama sekali tidak berupaya mencari pekerjaan baru tidak berhak

memperoleh manfaat program ini.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

86

5) Bersedia menerima pekerjaan yang serupa dengan pekerjaan

sebelumnya, atau sesuai dengan kualifikasi dan kemampuan fisik yang

dimiliki, dengan balas jasa yang layak. Dalam hubungan ini seseorang

penganggur berhak menolak pekerjaan dan tetap berhak memperoleh

jaminan pengangguran jika:

a) Pekerjaan yang ditawarkan adalah lowongan sebagai akibat dari

pemogokan atau perselisihan industrial;

b) Upah, jam kerja dan syarat kerja lainnya berada di bawah standar

normal, dan yang bersangkutan harus menerima ikatan di luar

kewajaran yang merugikan dirinya.

6) Harus bersifat sementara. Pengangguran itu hanya merupakan masa

transisi saat mana pekerja berusaha untuk mendapatkan pekerjaan baru,

dan bukan pengangguran yang berkepanjangan.

2. Kelembagaan

a. Seluruh iuran JPHK dikreditir pada dana JPHK yang merupakan titipan dari

pengusaha dan pekerja untuk dikelola dan dikembangkan oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (trustee) guna memberikan manfaat

dikemudian hari dalam hal pekerja mengalami JPHK.

b. Dana JPHK dalam BPJS dibagi dalam tiga rekening. Rekening pertama untuk

pembayarana manfaat, rekening kedua untuk biaya administrasi, dan rekening

ketiga untuk cadangan.

c. Seluruh dan cadangan diinvestasikan baik dalam bentuk aktiva fisik (gedung,

atau proverti) maupun dalam bentuk aktiva finasial (obligasi, saham,

deposito), sesuai dengan prinsip investasi yang diatur dalam UU SJSN.

d. Iuran pengusaha dan pekerja diperlakukan sebagai titipan dana yang

dipercayakan pada badan penyelenggara. Oleh karena iuran tersebut diterima

jauh sebelum manfaat dibayarkan (setidak-tidaknya setahun), maka badan

penyelenggara tidak memerlukan modal sendiri.

e. Sistem akutansi dana JPHK di dasarkan pada persamaan :

Aktiva bersih ini tersedia untuk pembayaran manfaat. Sebelum digunakan

untuk pembayaran manfaat, aktiva bersih ini diinvestasikan untuk

Aktiva - Hutang = Aktiva Bersih

Page 87: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

87

mendapatkan hasil. Hasil investasi tiap tahun ditambahkan pada aktiva

bersih

f. Biaya administrasi, termasuk gaji, ditetapkan sebagai fee yang dihitung

sebagai presentasi tertentu dari iuran dengan maksimum 5 % dari total iuran

yang diterima.

3. Mekanisme

a. Lingkungan kepesertaan :

E. Semua pemberi kerja yang memperkerjakan 10 orang atau lebih sebagai

pekerja tetap wajib mengikutsetakan mereka menjadi peserta program

JPHK ini.

F. Program JPHK ini dapat diperluas secara bertahap untuk

mengikutsertakan :

a) Pegawai Negeri Sipil

b) Pemberi kerja yang memperkerjakan satu orang atau lebih;

c) TNI dan Polri, pekrja mandiri (self employed) dan sektor informal,

d) Pekerja pertanian

e) Pekerja pembantu rumah.

b. Syarat timbulnya Hak

Periode dasar pekerjaan adalah empat kuartal atau 52 minggu sebelum

tahun manfaat. Tahun manfaat adalah 52 minggu dimana pekerja yang

bersangkutan dapat menerima manfaat dengan jumlah maksimum tertentu.

Jumlah manfaat yang diperoleh pekerja selama periode dasar dapat

dinyatakan dengan beberapa cara :

1) Perkalian dari manfaat mingguan. Pekerja harus memiliki pendapatan

pekerja sebesar perkalian tertentu dari besarnya manfaat JPHK

mingguan (misalnya 30) atau upah kuartal tinggi (misalnya 11 /2).

Contoh : jika manfaat mingguan Rp. 10.000,- maka upah yang

disyaratkan (qualitifyng wages) adalah Rp 300.000,- Jika digunakan

upah kuartal tinggi, maka pendapatan pekerja di periode dasar harus

11/2 x jumlah pendapatan kuartal tinggi dalam periode itu.

2) Jumlah kualifikasi tetap (plat). Upah periode dasar dinyatakan dalam

jumlah tetap, misalnya Rp. 1.200.000,- dengan setidak-tidaknya Rp.

400.000,- dalam masing-masing dua kuartal agar memenuhi manfaat

mingguan minimum.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

88

3) Minggu kerja. Pekerja harus telah bekerja selama beberapa minggu, dan

menerima tidak-tidaknya jumlah upah tertentu per minggu.

Pembayaran manfaat JPHK dilakukan setelah melalui suatu masa tunggu

(waiting period) selama satu bulan. Maksud masa tunggu adalah

menghilangkan klaim jangka sangat pendek menekan biaya program dan

biaya adminsitrasi, serta memberi waktu untuk memproses klaim. Oleh

sebab itu peserta dapat mengambil manfaat JPHK setiap dia masih

menganggur dalam suatu bulan.

c. Diskualifikasi atas Hak.

Peserta dapat didiskualifikasi dari penerimaan manfaat JPHK, yaitu bila

pekerja berhenti bekerja secara sukarela, menolak pekerjaan yang sesuai.

Diskualifikasi dapat berupa (i) penundaan manfaat untuk waktu tertentu atau

setelah kondisi tertentu dipenuhi, (ii) pembatalan hak atas manfaat, atau (iii)

pengurangan manfaat.

1) Berhenti bekerja sukarela.

Jika pekerja secara sukarela berhenti tanpa alasan baik (good couse),

maka ia didiskualifikasi menerima manfaat. Jika ada alasan baik maka

manfaat tidak ditolak. Istilah ―alasan baik‖ berhubungan dengan

pekerjaan, pemberi kerja, dan kesalahan pengusaha. Teorinya, jika

pemberi kerja menciptakan kondisi kerja dimana tidak ada pekerja yang

dapat mentolerir, maka pemberhentian pekerja bukan sukarela, dan ia

harus diberikan manfaat. Sebaliknya, jika pekerja berhenti karena alasan

lain, ia menyebabkan PHK, dan tidak berhak atas manfaat.

4) Penolakan pekerjaan yang sesuai.

Kriteria pekerjaan yang sesuai (suittable) termasuk kesesuaian derajat

resiko atas kesehatan, keselamatan, dan moral; kesesuaian kemampuan

fisik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman dengan pekerjaan,

kesesuaian upah dengan upah sebelumnya, serta jarak antara pekerjaan

dan rumah.

5) Perselisihan industrial.

Pekerja yang menganggur karena pemogokan pada umumnya

didiskualifikasi karena beberapa alasan :

a) Pemogokan dan idealis merupakan taktis perselisihan

ekonomis dimana negara harus netral;

b) Pembayaran manfaat berarti pemberi kerja ikut membiayai

pemogokan.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

89

c) Penlakan manfaat dibenarkan karena pekerja tidak terpaksan

menganggur, tetapi memilih menggunakan haknya untuk

mogok.

6) Sebab-sebab lain.

Manfaat PHK tidak diberikan kepada guru sekolah dan dosen perguruan

tinggi pada waktu liburan diantara tahun ajaran. Manfaat juga tidak dapat

diberikan kepada pekerja asing ilegal dan atlit profesional atas dasar

pekerjaan sebagai altlit. Manfaat PHK juga tidak diberikan kepada pekerja

yang menerima pesangon, tunjangann cacat, skorsing atau cuti dangan

upah.

d. Tingkat Manfaat

Besar tunjangan penganguran biasanya lebih kecil dari upah tetap setiap akhir bulan,

dan dapat berbeda-beda, sebagai presentasi dari upah terakhir atau rata-rata upah

selama 6 bulan atau 12 bulan terakhir. Peserta dapat juga digolongkan dalam kelas-

kelas upah. Presentase manfaat yang diterima menurun menurut peningkatan kelas

upah. Kompensi jaminan sosial ILO 1952 menetapkan besarnya tunjangan

pengangguran sebesar 45 % upah terakhir, atau upah rata-rata 52 minggu terakhir.

Masa pemberian tunjangan perlu dibatasi untuk tidak terlalu lama, misalnya

maksimum antara 3-6 bulan. Konpensi jaminan sosial ILO 1952 menentukan bahwa

maksimum pembayaran tunjangan paling sedikit selama 13 minggu atau 3 bulan

dalam setahun. Bila seseorang masih menganggur melampaui batas maksimum, dia

dapat mengambil manfaat program bantuan sosial. Disamping itu, pembayaran

tunjangan pengangguran, dapat diberikan menurun sesuai dengan lamanya

seseorang menganggur seperti tercantum dalam tabel berikut ini.

Tabel 5 :

Manfaat JPHK sebagai Persen (%) Upah Terakhir

Bulan Kelas A Kelas B Kelas C

Pertama 75 65 60

Kedua 65 65 60

Ketiga 65 65 60

Page 90: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

90

Keempat 55 50 45

Kelima 55 50 45

Keenam 55 50 45

Untuk Indonesia dengan kondisi perekonomian dan kehidpan sosial sekarang ini,

besar manfaat program untuk tahun pertama penyelenggara disarankan sebagai

berikut:

1) Kelompok penghasilan dibagi dalam tiga kelas, yaitu :

a) Kelas A: berpenghasilan di bawah Rp. 1juta/bulan

b) Kelas B : berpenghasilan Rp. 1 juta – Rp 3 juta;

c) Kelas C : berpenghasilan Rp 3 juta/bulan atau lebih

Besaran kelompok ini akan disesuaikan setiap dua tahun

2) Manfaat JPHK berupa tunjangan untuk kelompok berpenghasilan kelas A adalah

pada bulan pertama sebesar 75 % gaji; bulan kedua dan ketiga masing-masing

65 % gaji; bulan keempat, kelima dan keenam masing-masing 55 % gaji per

bulan.

3) Kelompok kelas B menerima manfaat JPHK atau tunjangan pengangguran

sebesar 65 % gaji pada bulan pertama, kedua dan ketiga, dan 50 % gaji pada

bulan keempat, kelima dan keenam.

4) Kelompok penghasilan kelas C menerima manfaat JPHK atau tunjangan

pengangguran sebesar 60 % gaji dalam tiga bulan pertama dan 45 % gaji dalam

tiga bulan kedua.

5) Sisa dana tabungan dan pengembangannya setelah dikurangi manfaat tunjangan

pengangguran yang telah diambil dan biaya-biaya lain, dibayarkan pada saat

pensiun, atau kepada ahli warisnya pada saat pekerja meninggal sebelum masa

pensiun.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

91

e. Pembayaran Iuran

Pembiayaan JPHK ditanggung bersama oleh pengusaha dan pekerja. Sebagaimana

dengan program jaminan sosial lainnya, iuran pengusaha dianggap sebagai biaya

produksi. Demikian juga pekerja mengurangi pendapatan yang terkena pajak. Jadi,

secara tidak langsung, pemerintah juga ikut menanggung pembiayaan JPHK. Dalam

hal ini besar iuran di usulkan 5 % gaji setiap bulan terdiri atas :

1) Iuran pemberi kerja : 3 % gaji/bulan;

2) Iuran pekerja : 2 % gaji perbulan

Mengingat saat ini program JPHK baru saja diundangkan dengan UU

Ketenagakerjaaan (UU Nomor 13/2003), maka program JPHK dapat dipertimbangkan

untuk tidak dimasukkan dalam UU SJSN.

D. Program Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan

Kematian

Program Jaminan Hari Tua disingkat JHT merupakan jaminan yang diselenggarakan

secara nasional berdasar tabungan wajib. Tujuannya untuk memberikan bekal kepada

peserta ketika memasuki masa purna tugas. Tetapi, apabila peserta mengalami cacat

tetap sehingga tidak mampu bekerja atau meninggal dunia sebelum masa pensiun,

maka ahli waris peserta berhak menerima JHT.

Program Jaminan Pensiun disingkat JP merupakan program jaminan yang

diselenggarakan secara nasional berdasarkan sistem asuransi dan tabungan.

Tujuannya untuk menjamin kebutuhan hidup minimum yang layak, ketika peserta

memasuki pensiun atau mengalami cacat tetap sehingga tidak dapat bekerja.

Program Jaminan Kematian disingkat JKm merupakan program jaminan/santunan

kematian yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan mekanisme asuransi

sosial.

1. Substansi

a. Jaminan Hari Tua (JHT), pembayaran sekaligus sebelum peserta memasuki

masa pensiun, bisa diterima kepada janda/duda, anak atau ahli waris

peserta yang sah apabila peserta meninggal dunia.

b. Jaminan Pensiun (JP), merupakan pembayaran berkala jangka panjang

sebagai substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta

mencapai usia tua (pensiun), mengalami cacat total permanen, atau

meninggal dunia. JP dimaksud berbeda dengan pensiun sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 1992.

Jaminan Pensiun terdiri dari:

Page 92: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

92

1) Jaminan Pensiun

Peserta harus mencapai hari tua dan memiliki masa mengiur minimal.

Untuk menetapkan usia pensiun, digunakan beberapa pertimbangan

antara lain; kondisi fisik penduduk pada umumnya, ratio beban keluarga,

umur harapan hidup, kesempatan kerja dan perkembangan ekonomi

nasional. Atas pertimbangan tersebut, usia pensiun yang berlaku saat ini

umumnya 55 tahun dengan masa iur minimal 15 tahun. Dimasa datang,

usia pensiun dapat berubah menjadi 60 atau 65 tahun.

2) Pensiun Cacat

Peserta mengalami cacat total permanen dan memiliki masa mengiur

minimal dan peserta yang mengalami cacat total permanen dengan

memiliki masa kurang dari minimal.

3) Pensiun Janda/Duda

a) Janda/duda dari peserta penerima pensiun atau peserta yang

menderita cacat total tetap.

b) Jnda/duda menerima pensiun seumur hidup, kecuali yang

bersangkutan menikah kembali.

4) Pensiun Anak

Penerima jaminan pensiun anak adalah :

a) Anak dari peserta penerima pensiun atau peserta yang mengalami

cacat total tetap atau penerima pensiun janda/duda.

b) Anak menerima pensiun sampai ia mencapai usia 23 tahun atau

telah bekeja atau menikah.

c) Anak kandung, anak tiri, atau anak angkat yang dibuktikan

dengan surat pengakuan dari instansi yang berwenang.

5) Pinjaman Dana.

Peserta yang telah membayar iuran, atau iurannya telah dibayarkan oleh

pemberi kerja untuk jangka waktu tertentu, harus diberikan hak untuk

mendapatkan pinjaman dana hari tua atau jaminan pensiunnya untuk

menutupi kebutuhan esensial yang urgen. Misalnya, peserta yang telah

mengiur lebih dari 15 tahun tetapi belum memasuki usia pensiun,

diberikan hak meminjam dana untuk pembayaran uang muka rumah atau

apartemen yang akan dibeli untuk hari tuanya kelak. Sudah barangtentu,

pembelian rumah atau apartemen kedua tidak bisa difasilitasi dengan

pembayaran manfaat JHT atau JP. Pembiayaan uang muka atau uang

yang cukup besar dalam memenuhi biaya pendidikan anak juga dapat

dibiayai dari pinjaman dana JHT/JP.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

93

c. Jaminan Kematian (JKm), merupakan jaminan santunan yang diberikan

kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal dunia.

1) Jaminan kematian merupakan program asuransi sosial jiwa wajib bagi

peserta/pekerja sektor formal dan informal.

2) Jaminan kematian merupakan program yang pembiayaannya berasal dari

iuran pemberi kerja.

3) Jaminan kematian dibayarkan sekaligus (lump-sum) kepada ahli waris

apabila peserta meningal dunia.

2. Kelembagaan

Program JHT, JP, dan JKM diselenggarakan oleh BPJS yang ditetapkan

oleh Pemerintah. Untuk penetapan BPJS ini, DJSN akan selalu mengkaji

berbagai aspek yang menyangkut kemampuan BPJS mengelola program

yang sesuai dengan UU SJSN agar tidak terjadi ketidak-adilan

penyelenggaraan jaminan sosial bagi pekerja pegawai pemerintah,

pegawai swasta, maupun pekerja di sektor informal. Pemerintah dapat

menetapkan satu atau lebih BPJS yang mengelola JHT, JP, dan JKm.

3. Mekanisme

Mekanisme penyelenggaraan program Jaminan Hari Tua (JHT)/JP mencakup tiga

aspek pentahapan yaitu :

a. Cakupan kepesertaan

Cakupan kepesertaan JHT dilaksanakan secara simultan dengan program

jaminan lain dengan memperhatikan kemampuan pembiayaan

berdasarkan perkembangan perekonomian nasional, kesiapan

kelembagaan serta pemahaman masyarakat luas. Dengan demikian

tahapan cakupan kepesertaan dengan kemungkinan simultan tersebut

adalah sebagai berikut :

1) Tahap pertama: kepesertaan bagi tenaga kerja dalam hubungan kerja

dengan pemberi kerja;

2) Tahap kedua: kepesertaan bagi tenaga kerja yang menjalin hubungan

kerja dengan perorangan atau lembaga yang bukan badan hukum;

3) Tahap ketiga: kepesertaan tenaga kerja sektor informal.

b. Jenis Program

Sebagaimana halnya dengan cakupan kepesertaan, pentahapan jenis

program mempertimbangkan pula aspek-aspek derajat manfaat,

Page 94: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

94

kemampuan memikul pembiayaan dan kesiapan BPJS dan masyarakat

luas serta azas desentralisasi.

c. Besaran Manfaat

Karena lamanya peserta mengiur untuk memperoleh hak JHT dan JP

sangat bervariasi dan kondisi sosial ekonomi juga bervariasi, maka

manfaat JHT dan pensiun harus diatur secara rinci secara berkala dengan

peraturan pemerintah setelah dilakukan perhitungan akturia yang cermat.

d. Dana

Seluruh dana yang terkumpul dari iuran dan hasil bersih

pengembangannya merupakan milik peserta. Pengelolaan dana tersebut

diatur oleh DJSN

e. Sistem Akuntansi

BPJS harus memelihara akun perorangan dan menyampaikan rekapitulasi

iuran yang telah diterima beserta hasil pengembangannya kepada setiap

peserta setiap tahun. Dengan demikian, maka peserta dapat menghitung

setiap tahun besarnya tabungan yang dimilikinya untuk masa pensiunnya

kelak. Disamping itu, penyampaian akun perorangan tersebut juga

merupakan suatu mekanisme akuntabilitas dan keterbukaan manajemen

BPJS sehingga akan meningkatkan tingkat kepercayaan peserta kepada

BPJS.

f. Pengelolaan dana dan Investasi

Dana jaminan sosial, khususnya dana jangka panjang seperti dana JHT

dan JP, akan terakumulasi menjadi sangat besar. Penggunaan dana dan

investasi dana yang tersedia tersebut harus diatur secara ketat agar tidak

disalah-gunakan. Meskipun DJSN akan menetapkan kebijakan umum

penggunaan dana dan investasi, pengaturan yang tegas agar bisa

difahami dan diyakini oleh seluruh peserta bahwa dana yang terkumpul

tidak disalah-gunakan atau tidak diinvestasikan dalam intrumen investasi

yang berisiko tinggi. Ketentuan tentang penggunaan dana dan ketentuan

investasi, yang nantinya harus masuk dalam UU adalah sebagai berikut;

(1) Ketentuan tentang Kekayaan BPJS

Kekayaan BPJS terdiri dari :

a. Kekayaan negara yang dipisahkan untuk pendirian BPJS;

b. Kekayaan yang dibeli dari dana operasional BPJS;

c. Kekayaan lain yang diperoleh dari hibah kepada BPJS.

Pemerintah dan atau pihak lain dapat menambah Kekayaan Badan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

95

Pemisahan Kekayaan Negara sebagai Kekayaan Badan ditetapkan

pada saat pendirian BPJS atau Perubahan BPJS dari bentuk

badan yang lama dan penambahan Kekayaan Badan selama

mengelola program jaminan sosial

(2) Proteksi terhadap kebangkrutan BPJS

Di seluruh dunia, BPJS tidak dirancang untuk sewaktu-waktu dapat

bangkrut. Berbeda dengan perusahaan saham yang memang

sewaktu-waktu dapat bangkrut. Dalam program jaminan sosial,

prinsipnya penerimaan dan pengeluaran dikendalikan secara

berkala, sebagaimana juga APBN. Jika penerimaan terlalu berlebih,

peraturan pemerintah harus diubah untuk menurunkan tingkat iuran

atau meningkatkan nilai manfaat. Apabila biaya manfaat terlalu

besar yang dapat mengancam kesehatan keuangan BPJS,

peraturan baru dapat dikeluarkan untuk menurunkan besaran

manfaat atau meningkatkan iuran. Begitu seterusnya. Namun

apabila terjadi suatu keadaan yang mendadak yang tidak bisa

diprediksi, Pemerintah bertanggung jawab melakukan tindakan-

tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan

keuangan BPJS. Tindakan khusus tersebut misalnya memberikan

hibah dari APBN. Perlu difahami bahwa hibah semacam itu

bukanlah hibah untuk sebuah BUMN seperti halnya kasus yang

terjadi pada PT Dirgantara Indonesia yang bangkrut. Hibah tersebut

pada hakikatnya adalah hibah kepada seluruh peserta atau seluruh

rakyat jika cakupannya sudah mencapai seluruh penduduk.

(3) Biaya operasional atau biaya usaha

Pengelolaan JSN bukanlah pengelolaan suatu usaha mencari

untung oleh suatu badan usaha milik sekelompok orang atau

dikuasai sekelompok orang. Pengelolaan JSN merupakan amanat

seluruh peserta/rakyat. Oleh karenanya direksi dan pengelola tidak

bisa menggunakan dana semaunya. Namun demikian, pengelolaan

JSN menuntut profesionalisme oleh karenanya gaji dan tunjangan

pengelola dan pengawas harus memadai dan kompetitif

sebagaimana layaknya perusahaan swasta atau BUMN. Biaya

operasional atau biaya usaha harus dibatasi agar manfaat

penghimpunan dana dapat benar-benar diberikan sebesar-besarnya

untuk kepentingan peserta. Di bebebara negara, seperti Thailand

dan Taiwan, iuran peserta bahkan sama sekali tidak digunakan

Page 96: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

96

untuk biaya operasional. Biaya operasional sepenuhnya ditanggung

oleh dana APBN. Untuk Indonesia, jika mungkin pemerintahlah yang

memberikan dana hibah untuk biaya opeprasional setiap tahun. Jika

tidak mungkin, paling sedikit biaya operasional harus diatur sebagai

berikut:

Pembiayaan penyelenggaraan operasional program jangka pendek

setinggi-tingginya 5 (lima) persen dari iuran yang diterima.

Pembiayaan penyelenggaraan operasional program jangka

panjang setinggi-tingginya 1-5 persen dari hasil pengembangan

dana, tergantung dari besarnya akumulasi dana yang dikelola.

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, biaya operasional

program jangka pendek BJSN dapat melebihi 5% (lima persen)

yang secara bertahap diturunkan sehingga paling lambat pada

tahun ke 10 (sepuluh) besarnya biaya operasional tidak melebihi

5% (lima persen) dari total iuran yang diterima.

Masing-masing program jaminan sosial dibuat akun tersendiri.

BPJS tidak diperkenankan melakukan subsidi silang antar program

dengan membayarkan manfaat suatu program dari dana

program lain

BPSJ harus mengelola keuangan sesuai dengan standar akuntansi

keuangan publik yang berlaku.

Pengelolaan keuangan BPJS harus dilaksanakan dengan prinsip

kehati-hatian, efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

(4) Ketentuan investasi

Dana JSN yang dapat diinvestasikan harus dikelola dan

dikembangkan oleh BPJS secara optimal dengan

mempertimbangkan aspek solvabilitas, likuiditas, kehati-hatian,

keamanan dana, dan hasil yang memadai.

Dana JSN yang terpupuk dan belum digunakan, diinvestasikan

secara hati-hati dengan mempertimbangkan tingkat risiko,

tingkat hasil, dan likuiditas. DJSN harus menggariskan kebijakan

rinci tentang hal ini.

Paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari Dana program JHT dan

Pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus

diinvestasikan dalam bentuk obligasi atau bentuk investasi

jangka panjang lainnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau

Page 97: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

97

Pemerintah Daerah atau dana obligasi korporasi yang dijamin

Pemerintah.

Paling banyak 50% (lima puluh persen) Dana JSN sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) harus disimpan dalam bentuk deposito

di pasar uang Indonesia pada bank pemerintah, bank daerah,

atau bank swasta yang sehat dan dijamin Pemerintah.

Penempatan dana pada obligasi dan/atau deposito berjangka

harus dilakukan dengan memperhatikan likuiditas Dana.

Setinggi-tingginya 51% (lima puluh satu persen) dari Dana JSN

yang terkumpul di suatu daerah dapat diinvestasikan oleh BJSN

dalam bentuk obligasi dan atau deposito yang memenuhi syarat

di daerah tersebut .

Apabila pasar modal yang memenuhi syarat di daerah tersebut

belum atau tidak tersedia, maka dana tersebut diinvestasikan di

daerah lain yang memberikan hasil tertinggi.

Setinggi-tingginya 5% (lima persen) dari Dana JSN dapat

diinvestasikan dalam bentuk penyertaan saham dan atau dalam

bentuk properti.

Investasi hanya dapat dilakukan di Indonesia dalam bentuk:

a. Deposito on call;

b. Deposito berjangka;

c. Sertifikat deposito;

d. Surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik

Indonesia;

e. Obligasi yang tercatat di Bursa Efek;

f. Saham yang tercatat di Bursa Efek;

g. Unit pennyertaan Reksadana sebagaimana dimaksud dalam

Undang-undang yang mengatur tentang Pasar Modal;

h. Penyertaan langsung pada saham yang tidak tercatat di

Bursa Efek yang diterbitkan oleh Badan Hukum yang

didirikan berdasarkan hukum Indonesia; dan/atau

i. Bangunan dan/atau tanah.

Penempatan kekayaan Dana JSN dalam setiap bentuk investasi

pada satu pihak tidak boleh melebihi 5 % (lima persen) dari

jumlah nilai investasi, kecuali penempatan pada Bank Indonesia

dan Pemerintah Republik Indonesia.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

98

Dalam terjadi penggabungan pihak-pihak tempat BPJS melakukan

investasi sehingga total investasi pada Pihak hasil

penggabungan menjadi lebih besar dari batas penempatan dana

pada satu pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka

investasi dana JSN pada Pihak hasil penggabungan tersebut

harus disesuaikan, dalam jangka waktu paling lama 12 (dua

belas) bulan terhitung sejak tanggal penggabungan.

BPJS tidak boleh melakukan investasi baru pada Pihak hasil

penggabungan (merjer) selama penyesuaian belum selesai

dilakukan.

Penempatan kekayaan Dana JSN dalam bentuk investasi Deposito

on Call, Deposito Berjangka, dan Sertifikat Depostio tidak boleh

melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah nilai investasi.

Penempatan kekayaan Dana JSN dalam jenis investasi dalam

Saham dan unit penyertaan tidak boleh melebihi 5% (lima

persen) dari jumlah nilai investasi.

Penempatan kekayaan Dana JSN dalam jenis investasi obligasi

tidak boleh melebihi 70% (tujuh puluh persen) investasi obligasi

pemerintah dan 20% (dua puluh persen) investasi obligasi

korporasi.

Penempatan kekayaan Dana JSN dalam penyertaan langsung

harus:

a. Tidak boleh melebihi 2% (dua persen) dari jumlah nilai

investasi BPJS,

b. Berbentuk saham yang diterbitkan oleh Badan Hukum yang

memiliki prospek baik dimasa mendatang serta telah

menghasilkan keuntungan selama 3 (tiga) tahun berturut-

turut, atau

c. Berbentuk saham yang diterbitkan oleh Badan Hukum yang

tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan BPJS

Penempatan kekayaan Dana JSN dalam bangunan dan/atau tanah

harus :

a. Memberikan penghasilan kepada Dana JSN atau bertambah

nilai karena pembangunan, penggunaan, dan/atau

pengelolaan oleh pihak lain yang dilakukan melalui transaksi

yang didasarkan pada harga pasar yang berlaku; atau

Page 99: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

99

b. Penempatan pada tanah, bangunan atau tanah dengan

bangunan tidak boleh melebihi 5% (lima persen) dari jumlah

nilai investasi.

g. Manfaat

1) Besaran Pensiun

a) Pensiun yang akan dibayarkan kepada peserta akan lebih

menguntungkan peserta apabila pensiun dibayarkan dengan

manfaat pasti (defined benefit). Besaran pensiun adalah

prosentase dari rata-rata penghasilan tahun terakhir, diperkirakan

dengan jumlah minimal 60% dan maksimal 80% dari upah tahun

terakhir; Namun demikian, pemberian pensiun manfaat pasti kini

umumnya menghadapi kendala pendanaan, mengingat hasil

investasi dan masa pembayaran pensiun ternyata tidak sesuai

dengan kajian aktuaris. Sementara pensiun iuran pasti akan

menghadapi kendala kecukupan dana pensiun untuk memeneuhi

kebutuhan dasar yang layak, khususnya bagi mereka yang

bekerja denga upah rendah. Oleh karenanya, pendekatan

membagi dua mekanisme jaminan pensiun merupakan

pendekatan yang lebih realistis. Dalam model ini, dapat diatur

sebagian iuran untuk manfaat pasti dan sebagian lagi untuk iuran

pasti. Misalnya, jika iuran ditetapkan 10% dari upah dan

komposisi manfaat pasti adalah 20%, maka perhitungan akturia

diperhitungkan bahwa iuran 2% upah akan digunakan untuk

memberikan pensiun dengan manfaat pasti. Sedangkan yang 8%

upah digunakan untuk membiayai pensiun dengan iuran pasti

(sesungguhnya hal ini merupakan tabungan wajib atau provident

fund). Setiap peserta akan memperolah uang pensiun 80% dari

iuran pasti dan 20% dari pensiun manfaat pasti. Tentu saja model

ini memerlukan kalkulasi aktuaria yang cermat, untuk

memastikan bahwa pendanaan pensiun tidak terlalu terancam

(dengan iuran pasti, tanpa subsidi) namun demikian, program

masih bisa memberikan subisi sedikit pada penerima upah

rendah dengan pensiun manfaat pasti.

b) Persyaratan untuk menerima pensiun diatur dengan peraturan

pemerintah setelah hasil kajian aktuaria selesai dilakukan.

Namun demikian, cukup memadai apabila kualifikasi untuk

Page 100: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

100

menerima pensiun haruslah seseorang paling sedikit telah

mengiur selama 15 tahun seperti yang dilakukan oleh Korea

Selatan. Pensiun pegawai negeri sekarang ini mensyaratkan

lama kerja paling sedikit 20 tahun dan usia 50 tahun.

2) Besaran Pensiun Cacat

a) Besaran pensiun cacat adalah prosentase dari rata-rata

penghasilan tahun terakhir dengan jumlah minimal diperkirakan

60% dan maksimal 80% dari upah tahun terakhir; provident

b) Persyaratan untuk menerima pensiun diatur dengan peraturan

pemerintah setelah hasil kajian aktuaria selesai dilakukan.

3) Besaran Pensiun Anak

Besaran pensiun anak adalah prosentase dari besaran pensiun

janda/duda dengan altenatif :

a) Pensiun janda/duda dari peserta yang telah pensiun/ yang

menderita cacat total tetap;

b) Besaran pensiun minimal diperkirakan 40% dan maksimal 60%

dari upah tahun terakhir.

4) Besaran Jaminan Kematian

Besaran jaminan kematian diperkirakan 10 kali upah tahun terakhir.

Page 101: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

101

BAB VI

M E K A N I S M E

A. Kepesertaan

1. Pengertian

Peserta adalah semua penduduk yang membayar iuran sesuai dengan ketentuan

masing-masing program. Yang dimaksud penduduk adalah WNI yang berada di

dalam maupun di luar negeri dan Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di

Indonesia untuk masa paling sedikit 6 (enam) bulan. Untuk program jangka

pendek, WNA yang bekerja di Indonesia wajib membayar iuran atau menjadi

peserta. Sedangkan unutk program jangka panjang, hanya WNA yang tak

menjadi peserta jaminan sosial yang sama di negara asalnya dan ada perjanjian

timbal balik dengan negara tersebut yang diwajibkan menjadi peserta.

2. Sifat kepesertaan

Pada prinsipnya setiap penduduk wajib menjadi peserta, akan tetapi upaya

penegakan hukum atas kepesertaan tersebut diselenggarakan secara bertahap

sesuai dengan kesiapan teknis pengumpulan iuran dan kelayakan program.

3. Kewajiban peserta

Setiap peserta wajib membayar iuran secara teratur. Pemberi kerja wajib

memotong iuran dari upah pekerja, menambahkan iuran yang menjadi tanggung

jawabnya dan membayarkan ke rekening BPJS setiap awal bulan. Bagi pekerja di

sektor informal seluruh iuran ditanggung oleh peserta. Penduduk di sektor

informal dan yang tidak bekerja dan tidak mampu tetap wajib menjadi peserta

dengan iuran yang ditanggung, akan tetapi sebagian atau seluruh iurannya

(tergantung tingkat kemiskinannya) dibayarkan oleh Pemerintah.

4. Hak peserta

Setiap peserta berhak memperoleh manfaat sesuai ketentuan program.

Persyaratan dan tata cara memperoleh manfaat diatur oleh peraturan

perundangan SJSN. Yang dimaksudkan dengan persyaratan adalah kejadian

yang menimbulkan hak seperti kejadian sakit merupakan syarat peserta berhak

Page 102: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

102

mendapatkan jaminan kesehatan sedangkan memasuki usia pensiun merupakan

syarat untuk memperoleh hak pensiun.

5. Syarat kepesertaan

a. Setiap peserta harus mempunyai Nomor Identitas Jaminan Sosial

b. Setiap peserta harus membayar iuran, baik yang dibayarkan dari upah sendiri,

dari pemberi kerja, oleh orang tua sebagai peserta, maupun oleh Pemerintah.

6. Pendaftaran peserta

a. Pendaftaran peserta di sektor formal. Pemberi kerja di sektor formal, sesuai

dengan jumlah pekerja yang dimilikinya, wajib mendaftarkan dan

membayarkan iuran seluruh pekerjanya dan seluruh pimpinannya ke BPJS

paling lama satu bulan setelah terjadinya hubungan kerja. Dalam pendaftaran

peserta tersebut, pemberi kerja wajib melampirkan data pribadi pekerja secara

lengkap beserta daftar anggota keluarga yang akan menjadi ditanggung oleh

peserta. Termasuk dalam daftar anggota adalah orang tua atau mertua yang

sah. Formulir lengkap pekerja dapat diambil dari kantor cabang BPJS dan dari

website BPJS.

b. Pendaftaran oleh kelompok. Pekerja sektor informal yang memiliki kelompok

usaha atau koperasi mendaftarkan diri dan anggota keluarganya melalui

organisasi usahanya. Organisasi usaha seperti koperasi atau asosiasi usaha

wajib mendaftarkan anggotanya dan anggota keluarga mereka ke BPJS

sebagaimana pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya.

c. Pendaftaran oleh pekerja yang bersangkutan. Pekerja sektor informal yang

tidak menjadi anggota asosiasi atau koperasi di bidang usahanya

mendaftarkan diri mereka dan anggota keluarganya ke BPJS secara

perorangan. Sesuai pentahapan, DJSN akan menetapkan kriteria/persyaratan

pekerja sektor informal yang dapat mendaftarkan diri pada suatu tahap

tertentu. Persyaratan pendaftaran ini diperlukan untuk menjamin bahwa

pekerja dapat membayar iuran secara teratur.

d. Pendaftaran oleh Pemerintah (kelompok khusus/tak mampu). Kelompok

khusus seperti penduduk di sektor informal yang tergolong penduduk miskin

yang berhak mendapat bantuan atau subsidi iuran menjadi peserta melalui

pendaftaran oleh instansi pemerintah daerah yang bertanggung-jawab untuk

itu, sesuai dengan peraturan perundangan.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

103

7. Tanda kepesertaan

Setiap peserta yang telah didaftarkan atau mendaftarkan diri, termasuk anggota

keluarganya, Kantor cabang BPJS akan memberikan Kartu BPJS yang

merupakan kartu identitas yang diperlukan untuk mendapatkan hak manfaat.

Penerbitan kartu sementara oleh kantor cabang BPJS harus diselesaikan pada

hari yang sama sedangkan kartu BPJS tetap harus sudah diselesaikan paling

lambat dalam waktu satu minggu.

8. Perluasan kepesertaan

Kepesertaan mencakup seluruh penduduk dan dilakukan secara bertahap sesuai

kesiapan penyelenggaraan dan kelayakan program. BPJS, Pemberi Kerja,

Pekerja, Pemerintah dan Masyarakat perlu bersama-sama mengupayakan

perluasan kepesertaan dimaksud.

B. Manfaat

1. Pengertian

Hak peserta yang dijamin SJSN bervariasi sesuai dengan jenis program yang

ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak.

2. Jenis manfaat

Manfaat program JSN terbagi menjadi dua golongan besar yaitu:

a. Manfaat dalam bentuk dana tunai lump-sum maupun berkala

b. Pelayanan kesehatan/kedokteran

3. Jumlah manfaat

Besarnya santunan untuk masing-masing program bervariasi sesuai program.

Pada prinsipnya manfaat diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal.

Dalam hal pelayanan kesehatan, kebutuhan dasar yang minimal bukanlah

pelayanan yang murah atau yang hanya diberikan oleh dokter atau puskesmas,

akan tetapi seluruh kebutuhan yang secara medik perlu diberikan kepada yang

bersangkutan, khususnya yang tidak sanggup dipikul sendiri. Manfaat diberikan

di tempat pelayanan yang dapat dijangkau peserta dengan mekanisme yang

sederhana.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

104

4. Lama jaminan / manfaat

Masing-masing program mempunyai batas maksimum atau jumlah tertentu dalam

pemberian manfaat sesuai dengan ketentuan masing-masing program. Badan

penyelenggara harus menyampaikan tentang hak-hak peserta dan cara

memperolehnya.

5. Penerima manfaat

Program SJSN memberikan manfaat kepada dua jenis penerima, sesuai

dengan ketentuan masing-masing progam

a. Peserta Program Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan

Kecelakaan Kerja hanya diberikan kepada peserta apabila peserta

masih hidup. Apabila peserta telah meninggal, manfaat JHT dan

pensiun publik diberikan kepada ahli waris yang berhak.

c. Peserta dan anggota keluarganya. Jaminan kesehatan diberikan

kepada peserta dan seluruh anggota keluarganya sedangkan jaminan

kematian hanya diberikan kepada anggota keluarga (ahli waris) yang

berhak menerimanya.

6. Pembayaran manfaat

a. Jaminan Kesehatan

Jaminan kesehatan diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan di fasilitas

kesehatan milik Pemerintah maupun milik Swasta yang mengikat kontrak

dengan BPJS. Apabila tidak ada fasilitas pelayanan kesehatan dimaksud,

maka diberikan kompensasi sebagai pengganti sesuai standar. Pembayaran

BPJS kepada fasilitas kesehatan didorong kepada pembayaran prospektif,

pembayaran yang besarannya disepakati dimuka oleh kedua belah pihak.

Dengan pembayaran prospektif ini, maka perlu disusun paket-paket

pelayanan dan tarif yang harus dibayar oleh BPJS. Pembayaran prospektif

dapat dilakukan dengan cara pembayaran kapitasi, paket, per hari rawat,

ataupun berdasarkan per diagnosis. Pembayaran kapitasi adalah pembayaran

kepada fasilitas kesehatan yang berdasarkan jumlah peserta dalam keadaan

sehat yang diperhitungkan per kapita per bulan. Pembayaran per diagnosis

adalah pembayaran berdasarkan jenis penyakit, bukan berdasarkan jumlah

pelayanan yang diberikan. Pembayaran prospektif merupakan cara

pembayaran yang efektif dan efisien sehingga dana JSN dapat terkendali.

Page 105: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

105

b. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan kecelakaan kerja memiliki dua jenis manfaat yaitu yang berupa

pelayanan kesehatan dan berupa uang apabila peserta menderita cacat

sementara ataupun cacat tetap permanen. Pembayaran untuk manfaat yang

berupa pelayanan akan dilakukan sama dengan yang dilakukan untuk jaminan

kesehatan. Namun demikian, untuk manfaat yang berbentuk uang tunai, yang

merupakan pengganti pendapatan selama peserta tidak mampu bekerja

akibat kecacatan, dibayarkan secara berkala kepada peserta yang memenuhi

syarat.

c. Jaminan Hari Tua, Pensiun, dan Kematian

1) Secepat-cepatnya lima tahun sebelum memasuki masa pensiun, pekerja

mengajukan permintaan pembayaran jaminan hari tua dan pensiun

kepada kantor BPJS. Dalam hal peserta meninggal dunia sebelum usia

pensiun, maka ahli waris harus melaporkan kematian peserta sekaligus

mengisi permohonan pembayaran JHT dan pensiun. Seluruh iuran JHT

dan hasil pengembangannya dibayarkan kepada ahli waris. Sedangkan

uang pensiun dibayarkan secara berkala kepada ahli waris yang sah.

2) Dalam hal peserta meninggal dunia, ahli waris juga berhak mendapatkan

jaminan kematian. Pemberi kerja atau ahli waris mengajukan permintaan

pembayaran jaminan kematian disertai dokumen yang diperlukan.

C. Iuran dan Dana JSN

1. Pengertian

a. Iuran JSN adalah sejumlah dana berupa prosentase tertentu dari gaji atau

upah atau penghasilan yang dibayarkan secara teratur oleh peserta dan

pemberi kerja untuk memenuhi pembayaran manfaat bagi peserta di

kemudian hari dan memenuhi biaya operasional penyelenggaraan JSN.

b. Dana JSN atau Dana adalah himpunan iuran peserta beserta hasil

pengembangannya dan sumber lain yang sah yang diamanatkan peserta

kepada BPJS untuk dikelola dan diinvestasikan guna memenuhi pembayran

manfaat bagi peserta di kemudian hari

c. Keseluruhan Dana adalah milik peserta yang diperuntukkan bagi pemenuhan

hak peserta di kemudian hari.

Page 106: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

106

2. Sifat himpunan dana

Dana yang terkumpul dan hasil pengembangannya merupakan Dana Amanat

(trust funds) yang berarti bahwa dana tersebut tidak dapat digunakan oleh BPJS

kecuali disetujui oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebagaimana yang

diatur dalam undang-undang.

3. Besar iuran

Besarnya iuran untuk masing-masing program diatur lebih lanjut dalam Bab V

tentang program-program.

4. Sumber iuran

Iuran untuk program SJSN bersumber dari :

a. Pekerja

b. Pemberi kerja. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah termasuk

dalam kategori Pemberi Kerja untuk Pegawai Negeri, TNI dan Polri, serta

pensiunan PNS dan TNI-Polri.

c. Pemerintah (untuk yang penduduk yang tidak mampu)

5. Frekuensi pembayaran iuran

Setiap pekerja yang mempunyai pendapatan bulanan seperti upah, bonus dan

hasil penjualan barang atau jasa wajib membayar iuran secara bulanan. Bagi

pekerja di sektor formal, pemberi kerja wajib memungut dan menambahkan

pembayaran iuran serta membayarkan iuran ke BPJS. Pemerintah Daerah wajib

membayarkan iuran bagi pegawainya dan bagi penduduk yang tidak mampu yang

iurannya ditanggung Pemerintah.

6. Pengumpul dan pengelola dana

Badan JSN yang dalam hal ini Direktorat Administrasi JSN yang dibentuk dengan

undang-undang ini bertanggung jawab mengumpulkan, mengelola, dan

membayarkan manfaat kepada peserta atau fasilitas kesehatan dalam hal

manfaat diberikan dalam bentuk pelayananan kesehatan.

Page 107: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

107

7. Pembayaran Iuran

a. Iuran dibayar oleh pemberi kerja untuk seluruh pekerjanya setiap bulan

melalui rekening BPJS di bank-bank yang ditunjuk, paling lambat tanggal 15

untuk iuran di bulan yang bersangkutan.

b. Keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda yang ditanggung oleh

pemberi kerja.

8. Penggunaan dana

Dana yang terkumpul hanya dapat digunakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan ini. Dana yang belum digunakan untuk pembayaran

manfaat akan diinvestasikan dalam berbagai instrumen investasi yang akan diatur

secara ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan dana.

9. Pertanggungjawaban

BPJS harus membuat laporan akun peserta dan menyampaikannya kepada

peserta setiap tahun. Selain itu, BPJS harus membuat pertanggung-jawaban

penyelenggaraan JSN secara berkala kepada Presiden. Laporan neraca keuangan

SJSN yang telah diaudit harus dipublikasikan di media masa di tingkat Nasional dan

di tingkat Daerah sebagai suatu upaya keterbukaan manajemen.

10. Pengawasan

Pengawasan penyelenggaraan JSN dilakukan oleh badan audit internal yang

dibentuk di lingkungan BPJS dan Badan Audit Eksternal (Badan Pemeriksa

Keuangan dan atau Akuntan Publik) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena

BPJS merupakan badan penyelenggara JSN, maka harus dikembangkan Sistem

Akuntansi Khusus Dana Publik yang dikelola oleh BPJS.

11. Investasi

Investasi dana amanat dilakukan oleh BPJS sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan UU SJSN. Investasi harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian,

keamanan Dana, solvabilitas, likuiditas, dan transparansi.

Page 108: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

108

D. Biaya Operasional Program

1. Biaya Operasional Program Jaminan Kesehatan (JK) dan Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK).

Biaya operasional adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk mengelola BPJS dari mulai

pendaftaran peserta sampai pembayaran manfaat. Yang termasuk biaya operasional

adalah biaya upah pengelola, direksi, anggota DJSN, bonus prestasi, kewajiban iuran

JSN, biaya bahan dan alat habis pakai, biaya gedung dan kantor, biaya listrik, air dan

komunikasi, biaya transportasi, dan biaya perjalanan yang terkait dengan

penyelenggaraan SJSN.

Program JK dan JKK merupakan program jangka pendek dalam arti manfaatnya dapat

segera dinikmati, yaitu bahwa iuran yang dihimpun kemungkinan digunakan pada tahun

yang sama. Karena himpunan (pool) program ini yang bersifat nasional dan besar, dapat

terjadi efisiensi yang sangat tinggi. Pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa

biaya operasional yang dibutuhkan paling banyak hanya 5% (lima persen) dari iuran yang

diterima setahun. Oleh karenanya, biaya operasional yang meliputi biaya gaji/upah

pengelola, administrasi, pengadaan yang dibutuhkan, perjalanan, dan bonus pengelola

akan dibatasi maksimum 5% (lima persen). Tentu saja, pada awal penyelenggaraan JSN,

jumlah peserta dalam himpunan belum cukup besar, karenanya dalam 10 tahun pertama

biaya operasional dimungkinkan dapat mencapai maksimum 15%.

2. Biaya Operasional Program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun

(JP) dan Jaminan Kematian (JKm).

Program JHT dan JP merupakan program yang manfaatnya dinikmati dalam

program JHHT dan JP merupakan program jangka panjang, yaitu bahwa iuran

yang terkumpul akan dihimpun dan diinvestasi sampai peserta memasuki usia

pensiun. Akumulasi iuran peserta dapat mencapai 40 tahun, baru hak peserta

timbul. Oleh karenanya, akan terhimpun dana yang besar sekali yang dapat

dikelola oleh BPJS. Untuk mengelola program yang dananya sangat besar

tersebut, tidak diperlukan biaya operasional yang diambil dari iuran peserta.

Program JKm merupakan program santunan yang diberikan pada ahli waris pada

saat peserta meninggal dunia. Biaya operasional cukup diambil dari sebagian

kecil maksimum 5% dari hasil pengembangan Dana. Sudah barang tentu pada

tahap awal dimana himpunan peserta belum cukup besar, prosentase hasil

pengembangan yang dapat digunakan untuk biaya operasional dapat lebih besar.

Page 109: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

109

Setiap tahun DJSN akan menghitung prosentase hasil pengembangan yang boleh

digunakan untuk biaya operasional.

E. Mekanisme Pembentukan dan Pengembangan Kelembagaan

1. Kelembagaan SJSN

Segera setelah UU SJSN diundangkan, Presiden membentuk DJSN dengan

tugas membantu Presiden di dalam menetapkan kebijakan umum dan

sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.

b. Tata Kerja BPJS / Manajemen Operasional SJSN

Tata kerja BPJS Akan diatur secara rinci dengan Peraturan Pemerintah sesuai

dengan UU SJSN.

Page 110: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

110

BAB VII

PENEGAKAN HUKUM

A. Akses Informasi

Sebagai suatu sistem, SJSN telah dirancang dengan memperhatikan kondisi

pelaksanaan berbagai program jaminan sosial saat ini dan proyeksi yang akan

datang. Secara substantif, materinya memuat aturan mengenai kelembagaan,

mekanisme kerja dan berbagai kewajiban yang terkait dengan operasional sistem.

Untuk lebih menjamin bekerjanya sistem tersebut, perlu diatur ketentuan mengenai

penegakan hukumnya baik dalam bentuk sanksi administratif maupun sanksi pidana.

Secara strategis, keduanya diperlukan sebagai pemaksa bagi kepatuhan dan

ketaatan pihak-pihak terkait guna terwujudnya Sistem JSN yang efektif dan memadai

sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal tertentu, pengenaan sanksi di atur secara

berjenjang. Artinya, apabila sanksi administratif tidak efektif untuk memaksa

pelaksanaan kewajiban, maka diterapkan sanksi pidana.

B. Sanksi Administratif

Sanksi administratif dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan mengenai kewajiban

membayar iuran. Bentuknya berupa denda yang dikenakan setelah terlebih dahulu

diberikan peringatan dalam jangka waktu yang cukup. Pihak-pihak yang berpotensi

melakukan pelanggaran ini adalah pemberi kerja dan pekerja. Bentuk pelanggaran

lazimnya berupa keterlambatan pembayaran iuran atau mendaptarkan sebagian saja

pegawai. Karenannya, sanksinya ditetapkan dalam formula perhitungan denda

sebesar 1 % (satu persen) dari iuran pokok perbulan untuk paling lama dua belas

bulan.

Apabila setelah dilakukan pemeriksaaan ternyata terdapat kekurangan pembayaran

iuran, maka peserta yang bersangkutan diwajibkan melunasi kekurangannya itu

disertai dengan denda yang ditetapkan sebesara satu persen sebulan yang dihitung

dari jumlah kekurangan tersebut untuk paling lama dua belas bulan. Selanjutnya

apabila selewatnya batas waktu dua belas bulan ternyata peserta tetap tidak

memenuhi kewajiban membayar iurannya, maka terhadap tindak pelanggaran itu

dikenakan sanksi pidana.

Page 111: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

111

C. Sanksi Pidana

Sanksi pidana diarahkan pada pelanggaran kewajiban, baik yang dilakukan oleh

pemberi kerja di sektor formal maupun di sektor informal, serta badan penyelenggara.

Sanksi pidana bagi pemberi kerja dikenakan apabila pemberi kerja tersebut tidak

melaksanakan kewajiban mendaftarkan pekerjanya kepada badan penyelenggara.

Khusus bagi pemberi kerja di sektor informal kewajiban untuk mendaftarkan tersebut

berlaku untuk dirinya dan pekerjanya. Betapapun sanksi seperti itu diperlukan

sebagai upaya pemaksa bagi pemenuhan kewajiban yang dibebankan kepadanya.

Yang pasti, sanksi pidana tidak di arahkan kepada peserta. Hal ini perlu ditegaskan

mengingat kewajiban ini bukan menyangkut pembayaran iuran kepesertaan, tetapi

lebih kepada kewajiban untuk mendaftarkan diri dan pekerja sebagai peserta SJSN.

Di beberapa negara yang telah mengembangkan sistem seperti ini, sanksi pidana

juga ditentukan bagi peserta yang tidak membayar iurannya. Hal ini dimungkinkan

mengingat sistem yang diberlakukan telah mengharuskan setiap peserta membayar

sendiri secara langsung iuran kepesertaan, karenanya sanksi pidana dapat

diberlakukan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh peserta tersebut. Adapun

sanksi pidana bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya atau tidak

memungut iuran dari pekerja, ditetapkan secara kumulatif, yaitu hukuman kurungan

dan denda. Sanksi seperti itu tidak mengurangi ataupun menghapus kewajiban

pembayaran iuran yang tertunggak. Bahkan, apabila pelanggaran diulang kembali,

maka harus dikenakan sanksi tambahan. Sanksi pidana juga diberlakukan terhadap

pelanggaran yang dilakukan oleh badan penyelenggara, yaitu dalam hal badan

penyelenggara tidak melaksanakan kewajiban memberikan manfaat program

sebagaimana di tetapkan. Dalam hal tindak pelanggaran itu terjadi karena kesalahan

direksi dan/atau komisaris, maka pidana denda diperberat dengan pidana kurungan.

D. Penyidikan

Mengingat bentuk-bentuk pelanggaran yang diancam dengan sanksi pidana

tersebut secara tehnis tidak pelik dan bersifat sederhana, maka penyidikannya

tidak perlu dilakukan oleh pejabat penyidik khusus (PPNS). Penyidikan cukup

dilakukan oleh penyidik kepolisian sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

Page 112: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

112

BAB VIII

MASA PERALIHAN

Sistem Jaminan Sosial Nasional dimaksudkan untuk menjamin adanya satu sistem

penyelenggaraan secara nasional. Untuk mewujudkan adanya satu sistem yang berskala

nasional diperkirakan membutuhkan waktu yang panjang. Oleh sebab itu dalam jangka

pendek lembaga-lembaga yang sekarang ada dapat melanjutkan program-programnya

berdasarkan ketentuan masing-masing sambil menyesuaikan diri terhadap satu sistem

nasional sebagaimana dimaksud dalam UU SJSN.

Prinsip-prinsip yang akan diterapkan dalam masa peralihan adalah sebagai berikut:

1. Tidak merugikan peserta yang telah mengikuti program jaminan sosial yang sedang

diselenggarakan oleh PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen dan PT. Asabri;

2. Memanfaatkan personil, sistem dan kekayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

yang ada tanpa harus menimbulkan pemutusan hubungan kerja atau kerusakan

sistem yang ada;

3. Melakukan perubahan sistem, program, maupun kekayaan yang ada secara bertahap

sehingga tidak menimbulkan gejolak di kalangan personil maupun peserta jaminan

sosial yang ada sesuai UU SJSN.

Page 113: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

113

BAB IX

P E N U T U P

Kondisi perekonomian yang berkembang saat ini baik dilihat secara global, regional

maupun nasional, mendorong semakin diperlukannya suatu sistem jaminan sosial yang

bersifat nasional dengan kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem

jaminan sosial dimaksud harus mampu memberikan perlindungan menyeluruh bagi

masyarakat terutama pada kondisi-kondisi tertentu seperti sakit, mengalami kecelakaan,

meninggal, kehilangan pekerjaan dan pada saat memasuki usia lanjut. Sementara

beberapa jaminan sosial yang ada yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen dan PT

Asabri dan JPKM belum mampu memenuhi tuntutan dimaksud. Oleh karenanya

diperlukan UU SJSN untuk memperkuat BP menjalankan visi jaminan sosial.

Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Sidang Tahunan MPR-RI

Tahun 2001 menugaskan kepada Presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN) dalam upaya memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan

terpadu. Oleh karenanya Presiden merasa perlu melahirkan SJSN yang pelaksanaannya

ditetapkan dengan Undang-undang.

Dipertanyakan oleh banyak komponen, dalam kondisi ekonomi saat ini, mampukan

Pemerintah memberikan jaminan sosial dimaksud, terutama bagi tenaga kerja di sektor

informal ? Sebelum sektor informal, kita harus buktikan dulu bahwa jaminan sosial bagi

sektor formal dapat berjalan baik dan memuaskan. Perlu dipahami bahwa SJSN tidak

dibiayai oleh pemerintah sendiri tetapi bersama-sama dengan pemberi kerja dan

pekerja. Tantangan ini akan diantisipasi dalam Undang-undang SJSN yang akan

dilahirkan dan diharapkan dalam waktu dekat ini dapat diundangkan. Pelaksanaannya

menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pekerja dan Pemberi Kerja.

Masing-masing pihak memberikan iuran. Mengingat luasnya wilayah Indonesia dan

beragamnya status pekerjaan, maka jangkauan kepesertaan dilakukan secara bertahap,

di awali dari tenaga kerja produktif yang mempunyai upah/penghasilan. Bagi tenaga kerja

yang karena kondisi tertentu menjadi miskin sehingga tidak mampu mengiur, untuk

sementara diatasi dengan mekanisme bantuan sosial. Lembaga yang akan dibangun

tidak bertujuan mencari laba, namun mencari dana untuk membiayai manfaat sebesar-

besarnya, oleh karenanya sisa hasil usaha penyelenggaraan program sewajarnya bebas

pajak penghasilan badan.

Page 114: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

114

Untuk menjamin pengelolaan keuangan yang aman dan pelayanan yang optimal, jaminan

sosial nasional ini akan dikelola dalam suatu wadah/lembaga secara nasional

berdasarkan prinsip Dana Amanat. Kantor perwakilan akan berada di seluruh daerah

dengan kebutuhan dan semangat otonomi. Badan hukum lembaga tersebut sebaiknya

berupa badan hukum quasi pemerintah atau badan hukum milik masyarakat. Badan

hukum tersebut belum resmi di kenal di Indonesia. Lembaga dimaksud harus dikelola

secara profesional, transparan dan memiliki akuntabilitas publik yang tinggi.

Konsep Naskah Akademik SJSN ini merupakan konsep ke-enam yang merupakan intisari

Konsepsi Awal SJSN yang telah menghimpun masukan-masukan dari berbagai unsur,

antara lain dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), beberapa serikat pekerja

(SPBI), studi banding penyelenggaraan asuransi sosial di Australia, Amerika Serikat,

Jerman, Perancis, Korea Selatan, Thailand, Filipina, Malaysia dan workshop di China.

Konsep ini diperkaya pula dari hasil rapat Sidang Kabinet Terbatas yang dipimpin

langsung oleh Presiden RI, Rakor Menko Kesra khusus membicarakan SJSN yang

dipimpin langsung oleh Menko Kesra dan dialog informal Tim SJSN dengan anggota

Komisi VII DPR-RI. Dalam menyusun konsep SJSN ini, Tim SJSN melakukan

pembahasan yang mendalam yang terdiri dari para tenaga ahli asuransi, wakil dari

BUMN dan badan penyelenggara program jaminan sosial yang beroperasi selama ini,

PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen dan PT Asabri dan beberapa pejabat dari isntansi

terkait lainnya seperti Depdagri, BKKBN, Meneg PAN dan Badan Kepegawaian Negara

(BKN).

Sebelum konsep Naskah Akademik SJSN ini dituangkan menjadi Draft RUU SJSN, di

dengar pula masukan masyarakat dalam menentukan tahapan penjangkauan

kepesertaan, besaran iuran, dan mekanisme penyelenggaraan SJSN, dll. Selanjutnya,

sosialisasi konsep SJSN ini akan dilakukan kepada masyarakat yang lebih luas di pusat

dan daerah termasuk dengan DPR dan DPRD. Direncanakan secara bertahap Tim SJSN

akan melakukan sosialisasi ke beberapa wilayah di Indonesia dengan bantuan

pendanaan dari dana bilateral dan multi lateral seperti Uni Eropa (untuk 14

wilayah/provinsi), ADB dan ILO. Dengan kegiatan sosialisasi ini diharapkan semua unsur

yang terlibat di pusat dan daerah mempunyai cara pandang dan persepsi yang sama

terhadap konsep SJSN.

Dengan telah menyebarnya informasi di masyarakat tentang rencana Pemerintah akan

mengundangkan UU SJSN dalam waktu dekat ini, banyak rumor berkembang. Agar tidak

menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama pihak penyelenggara dan peserta

jaminan sosial yang sudah berjalan, perlu ditegaskan disini bahwa sistem yang ada tetap

Page 115: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

115

berjalan seperti biasa. Tidak ada dana iuran peserta yang dialaihkan ke badan atau

peserta lain. Apabila UU SJSN telah diberlakukan, badan penyelenggara tersebut harus

menyesuaikan programnya dengan aturan yang tercantum dalam UU SJSN.

ooOoo

Page 116: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

116

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Butler, RJ. The Economics of Social Insurance and Employee Benefits. Kluwer

Academic Publisher, Boston, USA, 1999 pp199 – 220

BPS. Statistik Kesejahteraan Indonesia 2002. BPS, Jakarta, 2003

Departemen Kesehatan – GTZ, Makalah Seminar Eksekutif tentang

"Pengembangan sistem asuransi kesehatan sosial di Indonesia"

Departemen Kesehatan - GTZ (Deutsche Gessellschaft fur Technische

Zusammenarbeit) Germany, tanggal 22 – 23 Oktober 2002

Dueckue, P. PhilHealth today. Presentation on the Social Health Insurance

Meeting, Bangkok, July 3-6, 2003

Grebe, A. Presentation material, Berlin, June 2003

Rejda, GE. Social Insurance and Economic Security. Prentice Hall, New Jersey,

1988, p. 25

Kertonegoro, S. Sistem dan Program Jaminan Sosial di Negara-negara ASEAN.

Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, 1998

Standing D. Unemployment and Income Security, ILO, Geneva, June 2000

Thabrany H, Purwanto E, Mochtar O, Hasyim. Review Jaminan Sosial di

Indonesia. Lembaga Pranata Pembangunan Universitas Indonesia,

Jakarta, 2000.

Jamsostek. Laporan Tahunan Jamsostek tahun 2002. Jakarta, 2003

Lembaga Penelitian UI dan Menko Perekonomian - Kajian tentang Kebijakan

Jaminan Sosial (Jakarta, Desember 2000)

Purwoko, B. Trend of Social Security in Indonesia. PT Jamsostek, Jakarta 2001

Page 117: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

117

Depkes. Makalah Seminar Nasional tentang "Pembiayaan sosial untuk Jaminan

Kesehatan ". Departemen Kesehatan, Jakarta, 19 Desember 2002

Park . National Health Insurance in Korea, Research Division, NHIC.

Memeograph presented for an Indonesian delegate, 2002

Purwanto, E dan Wibisana, W. Laporan Studi Banding Jaminan Sosial di Filipina.

18 Juni 2002.

. Social Security at the Dawn af the 21 st Century

ILO. Social Security Programs Throughout The World - 1999

SSO Thailand. Social Security System in Thailand and Its Prospect for the Future.

Bangkok, 2003

SSS The Philippine. Guide Book for SSS Members. Manila, 7th Edition, 2001

Ha-Young and Hun-Sang, National Pension Scheme in Korea. Makalah disajikan

dalam ISSA Training, Bali, 13-22 Oktober 2003

B. PERATURAN PERUNDANGAN

1. Deklarasi HAM PBB, 10 Desember 1948 (Pasal 25 ayat (1)

2. Konvensi ILO 102, 1952

3. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

4. Ketetapan MPR-RI Nomor : X/MPR/2001 Tentang Laporan Pelaksanaan

Putusan MPR-RI Oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan

MPR RI Tahun 2001.

5. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik

Negara (Lembaran Negara No.70, 2003 dan Tambahan Lembaran Negara

N0. 4297)

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara,

Page 118: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

118

7. Undang-Undang RI No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

8. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

10. Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan

11. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

12. Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun

13. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Asuransi

14. Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang JAMSOSTEK

15. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

16. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaiamana yang telah diubah

dengan UU No. 1994 dan UU No. 6 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum

dan tata Cara Perpajakan

17. Undang-Undang No. 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan

dio Perusahaan

18. Undang-undang RI No. 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kesejahteraan Sosial.

19. Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara

20. Undang-Undang RI No. 11 Tahun 1969 Tentang Pensiun Pegawai dan

Pensiun Janda/Duda Pegawai

21. Undang-Undang No. 11 Tahun 1956 Tentang Pembelandjaan Pensiun

Presiden RI

Page 119: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

119

22. Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya UU

Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari RI untuk seluruh

Indonesia

23. Peraturan Perundangan Nomor 7 Tahun 1963 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan.

24. Peraturan Pemerintah RI No. 64 Tahun 2001 Tentang Pengalihan

Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan

Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan

Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.

25. Peraturan Pemerintah RI Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

26. Peraturan Pemerintah RI No. 89 Tahun 2000 Tentang Pencabutan PP No.

98 Tahun 1999 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan

Menteri Keuangan Selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau

Pemegang Saham pada Perusahaan Perseroan (PERSERO) dan

Perseroan Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara RI

kepada Menteri Negara Penanaman Modal, dan Pembinaan Badan Usaha

Milik Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP

No. 48 Tahun 2000.

27. Peraturan Pemerintah RI No. 98 Tahun 1999 Tentang Pengalihan

Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Selaku Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pemegang Saham pada

Perusahaan Perseroan (PERSERO) dan Perseroan Terbatas yang

sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara RI kepada Menteri Negara

Penanaman Modal, dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.

28. Peraturan Pemerintah RI No. 96 Tahun 1999 Tentang Pengalihan

Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Selaku Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Pemegang Sahan pada

Perusahaan Perseroan (PERSERO) dan Perseroan Terbatas yang

Page 120: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

120

sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara RI kepada Menteri Negara

Penanaman Modal, dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.

29. Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 1999 Tentang Perubahan atas PP

No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Perasuransian

30. Peraturan Pemerintah RI No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan

Usaha Perasuransian,

31. Peraturan Pemerintah. No. 6 Tahun 1992 tentang ASKES

32. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan

Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran,

Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya

33. Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 1991 Tentang Pengalihan Bentuk

Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial ABRI menjadi Perusahaan

Perseroan (Persero).

34. Peraturan Pemerintah RI No. 67 Tahun 1991 Tentang Asuransi Sosial

Angkatan Bersenjata RI

35. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1981 tentang TASPEN

36. Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial

Pegawai Negeri Sipil RI

37. Peraturan Pemerintah RI No. 45 Tahun 1971 Tentang Pendirian

Perusahaan Umum Asuransi Sosial ABRI

38. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1971 Tentang Asuransi Sosial

Angkatan Bersenjata RI

39. Rancangan Peraturan Pemerintah No. …………. Tentang Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

40. Keputusan Presiden RI No. 56 Tahun 1974 Tentang Pembagian,

Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Besarnya Iuran-iuran

Page 121: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

121

yang dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima

Pensiun.

41. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 2002 dan Nomor 101 Tahun 2003

tentang Pembentukkan Tim SJSN

42. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : C2-2749.HT.01.Tahun ‘98 Tentang

Perseroan Terbatas.

43. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 481/KMK.017/1999 Tentang

Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

44. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 481/KMK.017/1999 Tentang

Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

45. Keputusan Menteri keuangan RI Nomor 303/KMK.017/2000 Tentang

Perubahan atas kep. Menteri Keuangan RI Nomor 481/KMK.017/199

Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi.

46. Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. : SKEP/1212/M/XII/2000

Tentang Kenaikan Besarnya Santuran ASABRI

47. Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. : Skep/1212a/M/XII/2000

Tentang Kenaikan Besarnya Santunan ASABRI

48. Keputusan Seswapres Nomor 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 tentang

Pembentukkan Kelompok Kerja SJSN.

49. Keputusan Ketua Tim SJSN Nomor ...... tahun 2002 tentang Pembentukan

Sekretariat Tim SJSN.

Page 122: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

122

DAFTAR SINGKATAN

SJSN = Sistem Jaminan Sosial Nasional

NA = Naskah Akademik

RUU = Rancangan Undang-undang

JS = Jaminan Sosial

JK = Jaminan Kesehatan

JKK = Jaminan Kecelakaan Kerja

JHT = Jaminan Hari Tua

JP = Jaminan Pensiun

JKM = Jaminan Kematian

DJSN = Dewan Jaminan Sosial Nasional

BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

RUPS = Rapat Umum Pemegang Saham

PERSERO = Perusahaan Perseroan

ASKES = Asuransi Kesehatan

JAMSOSTEK = Jaminan Sosial Tenaga Kerja

TASPEN = Tabungan Asuransi Pensiun

ASABRI = Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

BUMN = Badan Usaha Milik Negara

PERUM = Perusahaan Umum

Dana Amanat = Dana Jaminan Sosial Nasional

Page 123: BAB I PENDAHULUAN - BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

123