indonesia butuh pemimpin yang progresif
DESCRIPTION
Saat ini Indonesia tengah menghadapi apa yang dinamakan krisi multidimensi. Menurut Prof. Dr. Musa Asy’rie, akar dari krisi multidimensi ini adalah krisis kepercayaan. Masyarakat sudah mulai frustasi dengan pemimpin-pemimpin yang lebih sering bohong daripada jujur, lebih sering curhat daripada bertindak, dan lain sebagainya. Dalam kehidupan politik, kepercayaan adalah mutlak. Hanya pemimpin progresif (peka akan perubahan) yang bisa menciptakan kepercayaan itu.TRANSCRIPT
Indonesia Butuh Pemimpin yang Progresif
Menyitir istilah yang digunakan oleh Prof. Tjip, kata “progresif” sebenarnya tidak
hanya diperlukan dalam ranah hukum, tetapi juga kepemimpinan. Mungkin muncul
pertanyaan, kenapa dua entitas tersebut (hukum dan kepemimpinan) hampir-hampir tidak
ada implikasinya sama sekali. Sebelum berkomentar lebih banyak, alangkah baiknya jika
kita mengetahui terlebih dahulu makna dan seperti apa konsep progresif itu.
Progresif berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Pemimpin hendaknya
mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan
segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada
konsep-konsep moralitas. Urgenitasnya tidak bisa dielakkan lagi. Namun jangan salah
klaprah, fleksibel terhadap perkembangan zaman bukan berarti kita harus melupakan
identitas yang dimiliki. Pancasila juga bersifat fleksibel, tidak rigit. Tetapi fleksibel yang
dimaksud adalah mampu menjadi aktual di setiap masa dengan tetap memegang teguh
karakternya.
Setelah kita bersama-sama mengetahui gambaran dari makna dan konsep
progresif. Selanjutnya, gambaran yang masih sangat umum tersebut akan coba
dimanifestasikan lewat “12 kriteria Presiden Indonesia masa depan” agar kita semakin
jelas, semakin paham, sehingga tidak perlu lagi meraba-raba apa maksud progresif itu.
Presiden punya andil besar terhadap perubahan nasib bangsanya. Indonesia bisa saja
mengulangi kejayaannya dulu, tidak lain dan tidak bukan jika memiliki pemimpin yang
tepat.
Ada satu hal yang menarik. Kursi presiden di Indonesia sebenarnya mempunyai
“dualisme status”. Maksudnya, meskipun hanya dijabat oleh perseorangan (individu),
namun dalam sistem ketatanegaraan Indonesia kedudukannya sejajar dengan lembaga-
lembaga tinggi negara. Jadi selain sebagai perseorangan (individu), presiden juga dapat
dianggap sebagai suatu lembaga. Itu yang menyebabkan kenapa posisinya sangat vital
bagi Bangsa Indonesia.
Saat ini Indonesia tengah menghadapi apa yang dinamakan krisi multidimensi.
Menurut Prof. Dr. Musa Asy’rie, akar dari krisi multidimensi ini adalah krisis
kepercayaan. Masyarakat sudah mulai frustasi dengan pemimpin-pemimpin yang lebih
sering bohong daripada jujur, lebih sering curhat daripada bertindak, dan lain sebagainya.
Dalam kehidupan politik, kepercayaan adalah mutlak. Hanya pemimpin progresif (peka
akan perubahan) yang bisa menciptakan kepercayaan itu.
Berikut adalah 12 Kriteria Presiden Indonesia masa depan yang terdiri dari
kepingan-kepingan pemikiran progresif, namun melekat secara interaktif satu dengan
lainnya.
Bersikap otentik
Tidak banyak kesusaian antara das sollen (teori) dan das sein (kenyataan) di Indonesia.
Bersikap otentik artinya presiden harus bisa bersikap sesuai dengan tujuan aslinya.
Banyak Undang-Undang, peraturan-peraturan, maupun keputusan-keputusan yang kita
miliki. Tetapi tidak jarang hanya berakhir sebagai kertas usang. Presiden yang bersikap
otentik, akan secara konsisten melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tujuannya.
Bukan hanya dalam tataran teoritis, tetapi juga praksis.
Anti status quo
Kemapanan memang baik, namun kemapanan yang sekarang sedang dinikmati Indonesia
tidaklah sebaik seperti arti sesungguhnya. Indonesia sedang terkurung dalam krisis yang
berkepanjangan. Praktek KKN seolah-olah mulai mendapatkan legalitas dan kelumrahan.
Jika tidak ada presiden yang anti terhadap status quo (semua non revolusioner), maka
negara ini juga tidak akan pernah dapat beranjak dari krisis fundamental. Gawatnya lagi,
pembangunan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara bisa saja mengalami
kemunduran (berada di gigi “R”)
Bertindak luar biasa
Krisis yang dihadapi Indonesia sekarang bukanlah krisis sembarangan. Krisis “luar
biasa”, itu sebutannya. Mungkin agak sedikit lebih kasar kalau dibandingkan dengan
istilah krisis “multidimensi”, krisis “fundamental”, atau justru sebaliknya. Entahlah,
namun yang pasti krisis luar biasa tersebut juga harus dilawan dengan tindakan yang luar
biasa pula. Presiden jangan berfikir ajek, datar, dan tetap. Pola fikir demikian akan
membuat nasib Bangsa Indonesia terus-menerus seperti ini (jalan di tempat), bahkan
lebih buruk.
Independen dari Parpol
Negara kita sedang dikaveling Parpol. Hal itu bukan isapan jempol belaka, lihatlah
berbagai unsur kepentingan Parpol yang sangat kuat di sendi-sendi pemerintahan. Tidak
ada kepentingan rakyat yang istimewa. Sebaliknya, justru kepentingan Parpol (golongan)
yang selalu menjadi prioritas. Presiden harus independen dari Parpol. Meskipun terpilih
karena diusung Parpol, tetapi ketika sudah menjadi presiden, kepentingan-kepentingan
apapun harus disingkirkan, kecuali kepentingan rakyat. Di negara demokrasi, “suara
rakyat adalah suara Tuhan”.
Berjiwa idealis
Menemukan pemimpin yang berjiwa idealis itu bukan perkara mudah. Pemimpin jenis ini
akan berusaha bersikap istiqomah antara hati, fikiran, dan perbuatannya. Tidak peduli
mau seperti apa hambatan atau tantangan yang menghadangnya. Indonesia butuh
pemimpin yang seperti demikian. Ketiadaan figur Presiden Indonesia yang berjiwa
idealis, membuat pemberantasan korupsi maupun penegakan hukum di negeri ini berjalan
terengah-engah. Hampir macet dan kehilangan arah.
Visioner
Pemimpin yang visioner mampu memandang jauh ke depan. Dia akan mengurangi apa
yang disebut tension gap, yaitu mendekatkan realitas dengan visi, atau sebaliknya.
Kriteria ini sangat cocok untuk pemimpin di negara-negara yang sedang dilanda krisis.
Indonesia akan 50 langkah lebih maju jika memiliki presiden seperti demikian. Akan ada
banyak pandangan-pandangan komprehensif dari presiden yang visioner. Namun tetap
dalam bingkai kesederhanaan, sehingga tidak sulit untuk dipahami dan diwujudkan.
Inovatif (thinking outside the box)
Sering kali kita merasa bahwa pergantian presiden tidak menimbulkan efek yang
signifikan. Artinya, masalah-masalah dari dulu sampai sekarang ya tetap sama saja. Kita
perlu memiliki presiden yang inovatif, tidak selalu berfikir konvensional. Non
konvensional bukan berarti mutlak menghindari mekanisme yang ada. Lebih tepatnya
memposisikan mekanisme sebagai suatu referensi, bukan patokan. Pemimpin penuh
inovasi akan membuat jalan yang sebenarnya panjang menjadi pendek, dan masalah yang
sesungguhnya kompleks menjadi sederhana.
Berani mengambil resiko
Semakin besar resiko yang kita ambil, maka semakin besar pula keuntungan yang kita
peroleh ketika berhasil, begitupun sebaliknya. Rata-rata orang sukses bisa berhasil karena
berani mengambil resiko. Namun tetap konsisten mengupayakan tujuannya. Oleh karena
itu, Indonesia juga membutuhkan sosok presiden yang berani mengambil resiko. Dengan
catatan, tetap konsisten mengupayakannya bagi kepentingan rakyat. Rakyat sudah
semakin cerdas, mereka akan selalu simpatik dan mendukung pemimpin yang berani.
Bertindak cepat (tapi cermat)
Pemimpin yang sangat mobile biasanya diahadapkan pada sebuah paradoks. Di satu sisi,
dia dituntut untuk bisa bertindak cepat dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada
agar tidak terus menumpuk. Namun di sisi lain, dia tidak boleh gegabah atau grusa-grusu
ketika bertindak. Seorang presiden memang harus bertindak cepat, namun juga dibarengi
dengan kecermatan. Kecermatan akan meminimalisir dampak yang ditimbulkan jika
tindakan yang diambil ternyata tidak tepat.
Responsif terhadap sekitar
Kita lebih suka mengobati daripada mencegah, itulah masyarakat Indonesia. Meskipun
telah ada adagium yang mengatakan, “sedia payung sebelum hujan”. Jika ingin mencegah
agar tidak kehujanan, kita harus sedia payung. Sebelum sedia payung, kita harus tahu
apakah akan terjadi hujan atau tidak. Itu gunanya responsif terhadap sekitar. Presiden
juga perlu responsif, peka terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat. Jangan represif
“baru” setelah terjadi masalah. Kalau seperti demikian, namanya presiden Lola (Loading
Lama).
Tegas (tanpa pandang bulu)
Tarik ulur kepentingan-kepentingan politik dipemerintahan memang nyata adanya.
Kadang kala, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah justru sangat kental
oleh muatan lobby-lobby politik pihak tertentu. Salah satu kriteria Presiden Indonesia
yang dibutuhkan sekarang adalah tegas. Ketegasan itu bersifat objektif, tanpa pandang
bulu. Hal tersebut bertujuan agar tidak ada lagi kepentingan-kepentingan politik yang
menjadi parasit kebijakan pemerintah, selain hanya kepentingan rakyat.
Transformatif penuh restorasi
Kata transformatif mempunyai ambiguitas. Bisa berarti perubahan dari yang buruk
menjadi baik, maupun sebaliknya. Oleh karena itu, di sini kata transformatif dipertegas
dengan tambahan kata restorasi (pemulihan). Perubahan yang kita harapkan sekarang
adalah perubahan dari kondisi krisis (buruk) menjadi sejahtera (baik). Hanya presiden
transformatif dan penuh restorasi yang dapat mewujudkan hal itu. Masyarakat sudah
teralalu muak dengan gaya kepemimpinan yang lambat, lama membawa perubahan.
Referensi
Mujiran, Paulus. 2003. Kerikil-kerikil di Masa Transisi (Serpihan Esai Pendidikan,
Agama, Politik, dan Sosial). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahardjo, Satjipto. 2008. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Identitas Penulis
Nama : Arie Hendrawan
TTL : Kudus, 28 Agustus 1992
Universitas : Universitas Negeri Semarang (Unnes)
Alamat : Ds. Jepang, RT5/RW10, Kec. Mejobo, Kab. Kudus
No. HP : 085740228837
E-mail : [email protected]
Facebook : Arie Hendrawan