indeks pembangunan manusiabappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/ipm 2014.pdf · aspek...

52

Upload: others

Post on 20-Jan-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk
Page 2: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

GUNUNGKIDUL 2014 HUMAN DEVELOPMENT INDEX

Page 3: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

GUNUNGKIDUL

(HUMAN DEVELOPMENT INDEX)

2014

No. ISSN : -

No. Publikasi : 34033.15.05

Katalog BPS : 4102002.3403

Ukuran Buku : 21,3 cm x 29,2 cm

Penulis : Nur Hidayati, S.ST

Editor : Kasi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik

BPS Kabupaten Gunungkidul

Cover : Buhari Muslim, S.ST

Diterbitkan oleh : BPS Kabupaten Gunungkidul

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

Page 4: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 iii

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN DAERAH

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya

untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif.

Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali

terlupakan oleh berbagai kesibukan untuk memberikan perhatian utama pada

pertumbuhan ekonomi saja.

Upaya pemberdayaan manusia secara komprehensif merupakan tujuan utama

pembangunan serta menjadi indikator keberhasilan pembangunan itu sendiri. Buku ini

membahas aspek pembangunan manusia sebagai sasaran pembangunan dengan

maksud sebagai bahan evaluasi hasil pemberdayaan manusia yang telah dicapai.

Dengan terwujudnya publikasi ini, atas bantuan dan kerjasama semua pihak

yang terlibat, saya ucapkan terima kasih.

Wonosari, Oktober 2015

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Gunungkidul

Kepala,

Ir. Syarief Armunanto, M.M.

NIP. 19590728 199003 1 003

Page 5: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 iv

KATA PENGANTAR

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dikembangkan sebagai salah satu alat

evaluasi aspek pemberdayaan penduduk dalam konteks pembangunan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. IPM memiliki tiga komponen utama yakni

aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan

daya beli penduduk. Tercapainya kualitas ketiga aspek tersebut secara seimbang

diharapkan mampu menempatkan manusia secara beradab dalam proses

pembangunan. Sehingga pembangunan tidak hanya mengejar angka-angka target

perkembangan namun juga mengandung unsur pemberdayaan penduduk baik

secara ekonomi dan sosial. Pada edisi kali ini, IPM yang ditampilkan merupakan IPM

yang dihitung dengan metode baru. Hal ini menyebabkan dampak secara umum level

IPM menjadi lebih rendah dibandingkan dengan metode sebelumnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya publikasi ini, khususnya

kepada Bappeda Kabupaten Gunungkidul atas kerjasamanya dalam penyusunan buku

ini, kami sampaikan terima kasih.

Kritik dan saran untuk penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang sangat

diharapkan. Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.

Wonosari, Oktober 2015

Badan Pusat Statistik

Kabupaten Gunungkidul

Kepala,

Agus Handriyanto, SE, M.Si

NIP. 19660815 199401 1 001

Page 6: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 v

DAFTAR ISI

Sambutan ......................................................................................................... iii

Kata Pengantar .................................................................................................. iv

Daftar Isi ........................................................................................................... v

Daftar Tabel ...................................................................................................... vii

Daftar Gambar ................................................................................................... viii

I. Pendahuluan ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan ............................................................................................... 4

II. Metodologi .................................................................................................. 5

2.1 Sumber Data ...................................................................................... 5

2.2 Metode Penghitungan ......................................................................... 5

2.3 Komponen dan Indikator Penyusun IPM ................................................. 6

2.3.1 Angka Harapan Hidup ................................................................ 6

2.3.2 Pendidikan ................................................................................ 6

2.3.3 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan ............................................ 7

III. Deskripsi Obyek Kajian ................................................................................. 10

3.1 Kondisi Geografis ................................................................................ 10

3.2 Kependudukan ................................................................................... 10

3.3 Ketenagakerjaan ................................................................................. 12

3.3.1 Penduduk yang Bekerja dan Menganggur ...................................... 13

3.3.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) ..................................... 14

3.3.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha .................................. 16

3.3.4 Bekerja Menurut Status ................................................................ 18

3.3.5 Tingkat Pengangguran Terbuka .................................................... 19

3.3.6 Tingkat Setengah Pengangguran .................................................. 21

IV. Potensi Ekonomi .......................................................................................... 24

4.1 Struktur Ekonomi ................................................................................ 24

4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi ................................................................. 26

4.3 PDRB Per kapita ................................................................................. 27

V. Kesehatan ................................................................................................... 29

Page 7: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 vi

5.1 Usia Harapan Hidup ............................................................................ 29

5.2 Angka Kesakitan ................................................................................. 30

5.3 Fasilitas Kesehatan Masyarakat ............................................................ 31

VI. Pendidikan ................................................................................................. 34

6.1 Fasilitas dan Sarana Pendidikan ............................................................ 34

6.2 Rasio Murid-Guru ................................................................................ 35

6.3 Tingkat Partisipasi Sekolah .................................................................. 36

6.4 Harapan Lama Sekolah ......................................................................... 37

6.5 Rata-rata Lama Sekolah ...................................................................... 38

VII. Posisi Pembangunan Manusia ...................................................................... 39

VIII. Penutup .................................................................................................... 41

Page 8: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Konversi Tahun Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan .............. 7

Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum komponen IPM ...................................... 9

Tabel 3.1. Gambaran Penduduk Kabupaten Gunungkidul, 2010–2014 .................... 12

Tabel 3.2. Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014 ............. 23

Tabel 4.1. Kinerja Ekonomi Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014 ............................ 28

Tabel 5.1. Indikator Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014 ..................... 33

Tabel 6.1. Indikator Pendidikan Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014 ...................... 38

Tabel 7.1. Indikator IPM Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014 ............................... 40

Tabel 7.2. Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Gunungkidul dengan Daerah Lainnya di

Provinsi D.I Yogyakarta, 2012-2014 .................................................... 40

Page 9: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Gunungkidul,

2010-2014 (Persen) .................................................................... 15

Gambar 3.2. Komposisi Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di

Kabupaten Gunungkidul, 2014 (Persen) ........................................ 17

Gambar 3.2. Komposisi Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan di

Kabupaten Gunungkidul, 2014 (Persen) ........................................ 18

Gambar 3.3. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014

(Persen) .................................................................................... 20

Gambar 3.4. Jumlah Penduduk Bekerja <35 Jam per Minggu di Kabupaten

Gunungkidul, 2011-2014 (Persen) ................................................ 22

Gambar 4.1. Peranan Kategori PDRB Kabupaten Gunungkidul, 2014 (Persen) ..... 25

Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014

(Persen) .................................................................................... 27

Page 10: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai

fenomena ekonomi saja. Pengalaman pada dekade tersebut menunjukkan adanya tingkat

pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi gagal memperbaiki taraf hidup sebagaian besar

penduduknya. Oleh karena itu, selama kurun waktu 1970-1980, pemerintah berupaya

keras untuk menerapkan paradigma pemerataan pembangunan di seluruh wilayah.

Pemerintah secara sentralistik menerapkan program-program pembangunan kepada

daerah-daerah miskin dan pelosok-pelosok desa untuk mengejar ketertinggalan. Hasil

akhir dari pembangunan manusia tersebut adalah lahirnya manusia yang mandiri dan

mampu memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan pembangunan nasional di seluruh

wilayah.

Pada tahun 1991 Bank Dunia menerbitkan laporan yang menegaskan bahwa

“tantangan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan”. Maka dari itu,

pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

berbagai perubahan mendasar atas struktur soaial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-

institusi nasional. Sejalan dengan perkembangan pembangunan, konsep pembangunan

manusia muncul untuk memperbaiki kelemahan konsep pertumbuhan ekonomi karena

selain memperhitungkan aspek pendapatan juga memperhitungkan aspek kesehatan dan

pendidikan.

Pembangunan manusia yang berkualitas selama ini menjadi isu utama ketika

berbagai pihak berbicara mengenai tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Komitmen

ini tidak hanya menjadi isu regional atau nasional tetapi merupakan komitmen bersama

seluruh masyarakat internasional seperti yang tertuang dalam Tujuan Pembangunan

Milenium (Millenium Developnent Goals – MDG’s). Komitmen yang disepakati para

pemimpin dunia dalam KTT pada bulan September 2000 memuat delapan butir

pernyataan sebagai berikut :

1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua

3. Mendorong kesetaraan dan pemberdayaan jender

4. Menurunkan angka kematian anak

Page 11: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 2

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya

7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup

8. Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan

Dari butir-butir pernyataan di atas, tersirat bahwa penanggulangan kemiskinan

dan upaya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan merupakan

prioritas perhatian. Sasaran semua itu adalah manusia. Keberpihakan ini tentu saja tidak

cukup tertuang dalam komitmen, namun memerlukan implementasi yang nyata.

Dalam lingkup nasional, pemerintah dewasa ini gencar melaksanakan program-

program pembangunan yang menyangkut pembiayaan untuk mengangkat kondisi sosial

ekonomi masyarakat secara langsung khususnya bagi penduduk berpendapatan rendah.

Program yang bersifat intervensi tersebut dianggap perlu mengingat terbatasnya akses

penduduk miskin terhadap faktor-faktor produksi maupun layanan pendidikan dan

kesehatan. Di bidang pendidikan, Pemerintah menyalurkan Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) untuk membantu biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah dan

membantu meringankan biaya sekolah bagi murid yang berasal dari keluarga yang tidak

mampu. Di bidang kesehatan dilakukan dengan peningkatan gizi masyarakat yang

diharapkan meningkatkan kecerdasan bangsa sehingga usia hidup rata-rata bangsa

Indonesia juga akan meningkat.

Dalam lingkup daerah, ada empat arah Kebijakan Pembangunan yang akan

ditempuh pemerintah Kabupaten Gunungkidul baik dalam jangka panjang maupun

pendek. Keempat arah kebijakan tersebut adalah pemenuhan kebutuhan dasar

masyarakat, pemberdayaan masyarakat, penanggulangan pengangguran, dan

pengentasan kemiskinan. Keempat arah tersebut juga telah dituangkan ke dalam sasaran

pembangunan di semua sektor.

Kebijakan di atas sejalan dengan rekomendasi United Nations Development

Programme (UNDP) terkait dengan kebutuhan pembiayaan yang lebih memadai bagi

masyarakat miskin untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Secara eksplisit UNDP

menyarankan bahwa Indonesia perlu memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi

pada upaya pembangunan manusia dan bagaimana cara pembiayaannya. Ditambahkan

pula bahwa pembangunan manusia merupakan hak azasi manusia yang sangat penting

untuk meletakkan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin

keberlangsungan demokrasi dalam jangka panjang. Telah banyak kritik yang diserukan

Page 12: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 3

para pengamat maupun lembaga-lembaga internasional yang meneliti tingkat

ketimpangan pendapatan karena peran pembangunan ekonomi yang hanya fokus pada

pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun mengabaikan kesempatan bagi manusia untuk

hidup lebih berkualitas.

Teori pembangunan yang utamanya berlandaskan pada ilmu ekonomi sedikit

banyak telah mengantarkan kita kepada penilaian bahwa kesejahteraan penduduk dapat

diukur dengan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan, yang umumnya dihitung dengan

Produk Domestik Bruto (PDB) untuk skala nasional atau Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) untuk regional. Pada era 1970-an dunia mengenal indeks PDB (atau PNB) yang

digunakan sebagai indikator tunggal untuk menilai besarnya kekayaan negara. Logikanya,

semakin tinggi PDB suatu negara maka semakin besar pula penghasilan penduduk dan

semakin sejahtera negara itu. Namun, ternyata ada kesenjangan antara skala PDB

dengan kondisi nyata di lapangan. Beberapa negara mencatat indeks PDB yang cukup

mengesankan, namun ternyata kemudian diketahui masih banyak penduduknya yang

tidak bisa membaca. Stewart, Streeten, dan Hicks (1981) mulai merumuskan metode

pengukuran kebutuhan dasar manusia, yang dipertegas oleh Amartya Sen (1985) melalui

kritiknya terhadap skala GNP. Menurut Amartya, taraf hidup manusia tidak boleh hanya

dipandang dari sekadar tingkat pendapatan, namun juga kualitas hidup yang dimilikinya.

Akhirnya tahun 1995, Mahbub Ul-Haq, ilmuwan Pakistan yang bekerja di UNDP

mengembangkan indikator progres ekonomi baru yaitu Human Development Index (HDI)

atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan besaran agregat PNB, tingkat

harapan hidup, serta harapan lamanya sekolah dan lamanya sekolah. Skala IPM hingga

kini digunakan di berbagai penjuru dunia sebagai tolok ukur kesejahteraan suatu bangsa.

Meskipun demikian, IPM juga tak lepas dari kritik karena indikator ini tak dapat

mengukur dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan pembangunan. Karena sesuai

dengan prinsip pembangunan berkelanjutan bahwa pembangunan adalah untuk

memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengabaikan kepentingan generasi mendatang.

Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini yang diakibatkan oleh pembangunan akan

menurunkan kualitas hidup manusia di masa mendatang. Terlepas dari kritik di atas,

pada bagian buku ini selanjutnya, kita akan membahas konsep IPM sebagai salah satu

ukuran untuk melihat kualitas pembangunan manusia dengan mengabaikan isu atau kritik

terhadap IPM.

Page 13: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 4

IPM mencakup tiga aspek kebutuhan dasar manusia yakni kesehatan, pendidikan,

dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu

wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang, berpendidikan

dan berketrampilan, serta memiliki pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak.

Pembangunan tiga aspek yang menjadi fokus perhatian dalam penghitungan IPM tidak

dapat berdiri sendiri dan membutuhkan sinergi diantara ketiganya. Diperlukan peran

pemerintah sebagai penyusun kebijakan pembangunan dalam rangka memberi

kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidup melalui

keterlibatan mereka dalam pembangunan.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan buku ini untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia di

Kabupaten Gunungkidul melalui pengamatan pada aspek yang menjadi indikator dalam

penghitungan IPM, yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan penduduk. Buku ini juga

diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah serta pengguna data lainnya

tentang posisi pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul.

Page 14: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 5

II. METODOLOGI

2.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam pembahasan ini sebagian besar berasal dari hasil

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas),

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta beberapa data penunjang yang berasal dari

dinas/instansi yang terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan instansi

lainnya.

2.2 Metode Penghitungan

Metode pembahasan dalam buku ini merupakan kombinasi analisis deskriptif dan

analisis induktif. Dalam penghitungan IPM dibutuhkan beberapa indikator utama, antara

lain lamanya hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak

(decent living). Dalam penghitungan, masing-masing indikator tersebut diukur dengan

variabel yang mewakili komponen-komponen yang menyusun IPM. Komponen usia

harapan hidup diukur dengan angka harapan hidup (e0), pengetahuan diwakili oleh

harapan lama sekolah dan rata-rata lamanya sekolah. Adapun komponen standar hidup

diukur dengan nilai konsumsi riil per kapita yang disesuaikan dengan rumus Atkinson.

Pada tahun 2010, UNDP memperkenalkan penghitungan IPM dengan metode

baru. Tahun 2011 dan 2014 dilakukan penyempurnaan metodologi (IPM Metode Baru).

Indonesia mulai menerapkan penghitungan IPM dengan metode baru ini pada tahun

2014. Adapun dampak dari perubahan metodologi baru ini secara umum level IPM

dengan metode baru lebih rendah dibanding dengan IPM metode lama serta terjadi

perubahan peringkat IPM, dan peringkat IPM tersebut tidak dapat diperbandingkan akibat

adanya perbedaan indikator dan metodologi.

Alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM antar lain:

yang pertama, beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam

penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan

secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena

angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat

membedakan tingkat pendidikan antardaerah dengan baik. PDRB per kapita juga tidak

Page 15: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 6

dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Alasan kedua yaitu

penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa

capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.

Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus

memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.

Pada metodologi yang baru ini indikator angka melek huruf pada metode lama

diganti dengan angka harapan lama sekolah. Sedangkan metode penghitungan secara

diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik.

2.3 Komponen dan Indikator Penyusun IPM

2.3.1 Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup penduduk pada waktu lahir yang biasa dilambangkan

dengan e0 adalah rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang yang

dilahirkan pada suatu waktu tertentu jika pola mortalitas untuk kelompok umur tersebut

bersifat tetap pada masa mendatang.

Penghitungan e0 dapat dilakukan dengan bantuan Life Table, namun hal ini belum

dapat dilakukan di Indonesia. Sistem registrasi penduduk masih belum dikelola secara

baik dan berkesinambungan, sehingga data yang dibutuhkan yakni data kematian

menurut kelompok umur tidak tersedia. Untuk itu, ditempuh alternatif penghitungan

secara tidak langsung dengan menggunakan dua variabel yakni rata-rata anak yang

dilahirkan hidup (live birth) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) untuk setiap

wanita berusia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Penghitungan e0

dilakukan dengan perangkat lunak Mortpak for Windows, Version 4.0. Angka e0 yang

diperoleh dengan metode tak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun

survei.

2.3.2 Pendidikan

Dalam penghitungan IPM ada dua indikator bidang pendidikan yang digunakan,

yaitu harapan lama sekolah dan rata-rata lamanya sekolah. Angka harapan lama sekolah

didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak

pada usia tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan

tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang

bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka harapan lama

Page 16: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 7

sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk

mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang

ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat

dicapai oleh setiap anak. Sedangkan rata-rata lamanya sekolah merupakan jumlah tahun

yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa

dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan

penduduk yang dihitung dalam penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk

berusia 25 tahun ke atas. Lamanya sekolah dikonversi dari jenjang pendidikan tertinggi

yang ditamatkan seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1. Konversi Tahun Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Lamanya Sekolah (tahun)

(1) (2)

1. Tidak/belum pernah sekolah 0

2. Sekolah Dasar 6

3. SMP 9

4. SMA 12

5. Diploma I/II 13/14

6. Akademi/Diploma III 15

7. Diploma IV/Sarjana 16

8. S2/S3 18/21

2.3.3 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan

Pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per

kapita dan paritas daya beli (Purchasing Power Parity-PPP). Rata-rata pengeluaran per

kapita setahun diperoleh dari susenas, rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil

dengan tahun dasar 2012=100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru

menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya

merupakan komoditas nonmakanan. Metode penghitungan paritas daya beli

menggunakan Metode Rao.

Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus :

Page 17: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 8

Dimana :

pik : harga komoditas i di Jakarta Selatan

pij : harga komoditas i di kab/kota j

m : jumlah komoditas

Sebelum dihitung menjadi sebuah indeks komposit (gabungan), masing-masing

komponen IPM distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum. Rumus yang

digunakan sebagi berikut :

Dimensi Kesehatan :

Dimensi Pendidikan :

Dimensi Pengeluaran :

Jadi masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan rasio selisih antara

nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih antara nilai maksimum dan nilai

minimum yang bersangkutan. Standar nilai masing-masing komponen IPM dapat dilihat

pada Tabel 2.2 berikut :

Page 18: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 9

Tabel 2.2. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Batas maksimum minimum mengacu pada UNDP kecuali indikator daya beli

• Keterangan:

* Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data

empiris) yaitu di Tolikara-Papua

** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga

2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025

Selanjutnya IPM dihitung menggunakan rumus :

Indikator Satuan Minimum Maksimum

UNDP BPS UNDP BPS

Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH)

Tahun 20 20 85 85

Harapan Lama Sekolah (HLS)

Tahun 0 0 18 18

Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Tahun 0 0 15 15

Pengeluaran per Kapita Disesuaikan

100 (PPP U$)

1.007.436* (Rp)

107.721 (PPP U$)

26.572.352** (Rp)

Page 19: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 10

III. DESKRIPSI OBYEK KAJIAN

3.1 Kondisi Geografis

Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi DIY yang

berada di bagian tenggara dengan luas wilayah sekitar 1.485,36 km2 atau 46,63 persen

dari luas wilayah Provinsi DIY. Untuk menyelenggarakan administrasi pemerintahan,

kabupaten ini secara berjenjang terbagi menjadi 18 kecamatan dan 144 desa. Wilayah

bagian utara Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan

Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah dan bagian selatan berbatasan langsung dengan

Samudera Indonesia. Adapun di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan

Sleman, yang keduanya juga merupakan bagian dari Provinsi DIY serta pada bagian timur

berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah).

Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Gunungkidul terbentang pada 70 15'

hingga 80 09' Lintang Selatan dan 1100 21' hingga 1100 50' Bujur Timur. Wilayah

kabupaten ini berada pada ketinggian antara 0 hingga 700 meter di atas permukaan air

laut dengan topografi wilayah yang cukup bervariasi mulai pantai, dataran, hingga lereng

dan berbukit-bukit. Berdasarkan penggunaannya sebagian besar wilayah Kabupaten

Gunungkidul merupakan areal pertanian. Namun demikian, sekitar 90 persennya

merupakan lahan kering tadah hujan yang pemanfaatan potensinya sangat tergantung

dari curah hujan yang ada.

3.2 Kependudukan

Berdasarkan Proyeksi Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk

Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014 tercatat sebanyak 698.825 jiwa. Selama periode

2010-2014, jumlah penduduk mengalami pertumbuhan rata-rata 0,79 persen per tahun.

Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, maka tingkat kepadatan penduduk Kabupaten

Gunungkidul mencapai 470,47 jiwa/km2. Dilihat menurut komposisinya, penduduk

Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 337.920 penduduk laki-laki dan 360.905 penduduk

perempuan sehingga rasio jenis kelaminnya tercatat sebesar 93,63 persen. Hal ini berarti

dari setiap seratus orang penduduk perempuan di Kabupaten Gunungkidul terdapat

sekitar 94 orang penduduk laki-laki. Selama beberapa tahun terakhir rasio jenis kelamin

penduduk di Kabupaten Gunungkidul berada pada kisaran 94 persen. Salah satu faktor

yang cukup mempengaruhi adalah mobilitas penduduk laki-laki yang lebih tinggi dari

Page 20: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 11

penduduk wanita, terutama pada penduduk yang sudah berusia kerja. Terbatasnya

kesempatan kerja yang tersedia bagi para penduduk yang mulai memasuki usia kerja

menyebabkan banyak penduduk laki-laki produktif yang ke luar Gunungkidul untuk

mencari pekerjaan.

Dependency ratio , angka rasio ketergantungan yang menyatakan besarnya beban

yang menjadi tanggungan kelompok umur produktif tahun 2014 terhitung sebesar 52,90

yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 53

orang yang belum produktif dan sudah tidak produktif lagi. Angka tersebut didapatkan

dari data jumlah penduduk kelompok umur 15-64 tahun sebanyak 457.047 jiwa atau

sekitar 65,40 persen. Sedangkan sisanya, sebanyak 241.778 jiwa atau 34,60 persen

merupakan penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) dan kelompok umur tua (65

tahun keatas). Namun demikian, ukuran ini masih sangat kasar karena hanya

memandang penduduk dari sisi umur saja. Sementara sisi yang lain seperti status

sekolah, status pekerjaan serta aktivitas sehari-harinya diabaikan.

Ditinjau menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, mayoritas penduduk

Kabupaten Gunungkidul yang berumur 15 tahun ke atas didominasi oleh mereka yang

menamatkan tingkat pendidikan SD ke bawah. Jumlahnya mencapai 50,58 persen.

Kelompok penduduk yang telah menamatkan pendidikan sampai tingkat SMP jumlahnya

sekitar 23,62 persen. Adapun mereka yang menamatkan pendidikan sampai SMA tercatat

sebesar 18,16 persen dan selebihnya sekitar 7,64 persen adalah penduduk yang

menamatkan pendidikan tingkat Diploma ke atas.

Dalam lima tahun terakhir proporsi penduduk yang hanya berpendidikan SD ke

bawah berkisar pada angka 48 hingga 50 persen. Sedang persentase mereka yang

berpendidikan SMP berada pada rentang antara 23-30 persen dari penduduk usia 15

tahun ke atas dan yang berpendidikan SMA menjadi 18,16 persen dari 18,3 persen pada

tahun sebelumnya. Adapun penduduk yang mengenyam pendidikan hingga tingkat

perguruan tinggi naik dari angka 4 persen menjadi 7 persen.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

DIY, Kabupaten Gunungkidul masih memiliki persentase penduduk yang menamatkan

pendidikan sampai dengan tingkat SD yang terbesar. Hal ini menandakan secara relatif

rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Gunungkidul masih lebih rendah

dibandingkan daerah lainnya. Kondisi ini membawa konsekuensi perlunya upaya lebih

kuat untuk meningkatkan tingkat pendidikan penduduk baik melalui jalur pendidikan

Page 21: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 12

formal maupun non formal. Berdasarkan klasifikasi wilayahnya juga terdapat perbedaan

yang cukup mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan seputar pendidikan

tertinggi yang ditamatkan oleh penduduknya. Hal ini terkait dengan belum meratanya

persebaran fasilitas dan sarana belajar serta jumlah pengajar pada masing-masing tingkat

sekolah.

Tabel 3.1. Gambaran Penduduk Kabupaten Gunungkidul, 2010 – 2014

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6

1. Jumlah Penduduk 1) 675 428 677 998 680 406 683 735 698 825

a. Laki-laki 326 725 327 841 328 878 330 461 337 920

b. Perempuan 348 703 350 157 351 528 353 274 360 905

2. Penduduk menurut Kelompok Umur

a. 0 - 14 147 571 150 177 148 133 148 329 151 095

b. 15 - 64 437 040 434 800 443 416 447 448 457 047

c. 65 ke atas 90 704 88 953 88 857 87 958 90 983

3. Rasio Beban Ketergantungan

54,52 55,93 53,45 52,80 52,90

4. Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 15+ (%)

a. SD ke bawah 48,8 48,2 48,6 49,2 50,58

b. Tamat SMP 26,8 30,6 30,8 28,3 23,62

c. Tamat SMA 19,8 17,2 17,4 18,3 18,16

d. Diploma/Universitas 4,6 4,1 3,2 4,1 7,64

Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul Catatan : 1) Jumlah penduduk menggunakan data hasil proyeksi

3.3 Ketenagakerjaan

Sasaran yang ingin dicapai dalam bidang pembangunan sumberdaya manusia

adalah memperluas kesempatan berusaha bagi penduduk, baik di sektor formal maupun

sektor informal. Sasaran ini dapat dicapai jika terjadi keseimbangan antara penawaran

(supply) dan permintaan (demand) di pasar kerja. Kenyataannya, kedua faktor tersebut

tidak pernah mencapai keseimbangan, sehingga terjadi akumulasi pencari kerja baik

karena ketiadaan lapangan pekerjaan atau karena ketrampilan yang dimiliki para pencari

Page 22: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 13

kerja tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Pilihan bekerja

pada sektor informal tak dapat dihindari karena terbatasnya penciptaan lapangan kerja di

sektor formal. Di samping itu, masih besarnya porsi tenaga kerja tidak trampil (unskilled

labor) turut memicu pertumbuhan sektor informal, karena hanya sektor ini yang bisa

menampung mereka.

Tekanan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pasca krisis ekonomi berdampak

besar pada pertumbuhan lapangan kerja. Kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat

di satu sisi dengan tingginya penawaran tenaga kerja di sisi lain menyebabkan upaya

penciptaan kesempatan kerja bagi penduduk menjadi terganggu.

Berdasarkan konsep dari International Labour Organization (ILO), penduduk usia

kerja (15 tahun ke atas) dibagi menjadi dua golongan yaitu angkatan kerja dan bukan

angkatan kerja. Termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja

dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (menganggur).

Sedangkan bukan angkatan kerja mencakup penduduk yang berstatus sekolah, mengurus

rumah tangga, pensiunan dan lain-lain. Konsep bekerja adalah kegiatan melakukan

pekerjaan dengan tujuan memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau

keuntungan dan dilakukan paling sedikit selama satu jam berturut-turut dalam satu

minggu. Sedangkan pengangguran didefinisikan sebagai penduduk usia kerja yang tidak

bekerja atau sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha atau

sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja atau mereka yang tidak mencari

pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

Beberapa aspek ketenagakerjaan yang dibahas dalam publikasi ini mengkaitkan

beberapa hal, diantaranya adalah tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), tingkat

pengangguran terbuka, tingkat setengah pengangguran, kualitas tenaga kerja yang

tersedia serta daya serap masing-masing sektor ekonomi.

3.3.1 Penduduk yang Bekerja dan Mengganggur

Berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2014, jumlah

penduduk yang berusia kerja (15 tahun ke atas) di Kabupaten Gunungkidul mencapai

555.830 jiwa atau 79,54 persen dari seluruh penduduk. Dibandingkan dengan tahun

sebelumnya, jumlah penduduk berusia kerja naik sebanyak 1,20 persen.

Penduduk usia kerja terbagi menjadi dua golongan, yaitu angkatan kerja dan

bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang statusnya bekerja dan

Page 23: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 14

pengangguran terbuka. Jumlah penduduk bekerja di Kabupaten Gunungkidul dari hasil

estimasi Sakernas tahun 2014 tercatat sebanyak 424.669jiwa. Jumlah ini lebih banyak

dibanding tahun sebelumnya dengan kenaikan sebesar 1.00 persen. Jumlah penduduk

bekerja di gunungkidul menjadi sangat mudah berubah presentasenya karena

berpindahnya status sebagian penduduk bukan angkatan kerja karena alasan mengurus

rumah tangga, sekolah atau yang lainnya yang mulai bekerja namun hal ini banyak terjadi

pada penduduk bekerja yang berstatus sebagai pekerja tak dibayar/pekerja keluarga yang

umumnya memiliki jam kerja di bawah jam kerja normal.

Jumlah penduduk yang menganggur pada tahun 2014 tercatat sebanyak 6.943

jiwa. Yang jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah pengangguran

mengalami penurunan sebesar 3,93 persen. Adapun angka pengangguran terbuka ini

sebesar 1,61 persen dari penduduk angkatan kerja. Hal ini mengalami penurunan dari

tahun sebelumnya yang sebesar 1,69 persen, yang berarti masih ada penduduk angkatan

kerja yang belum terserap di pasar kerja. Walaupun angkanya cukup kecil, tetapi perlu

diupayakan oleh pihak terkait untuk menambah bekal penduduk angkatan kerja tersebut

antara lain melalui pendidikan dan pelatihan tenaga kerja.

Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2014 yang relatif rendah yaitu sebesar 4,54

persen diduga sebagai penyebab banyaknya angkatan kerja yang tidak tertampung dalam

pasar kerja. Angka ini turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 4,97 persen.

Pemerintah melalui instrumen kebijakan fiskal diharapkan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi sehingga dapat memacu pertumbuhan lapangan kerja baru. Adapun sektor

swasta dapat membuka penanaman modal baru yang mendorong naiknya kapasitas

produksi sehingga dapat menciptakan lowongan kerja baru.

3.3.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

TPAK merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk

yang berusia kerja. Angkatan kerja mencakup penduduk berumur 15 tahun ke atas yang

berstatus bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun sementara sedang tidak bekerja

dan pengangguran. Secara umum indikator ini menunjukkan persentase penduduk yang

terlibat aktif dalam dunia kerja dan yang membutuhkan pekerjaan (aktif secara ekonomi).

Page 24: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 15

Gambar 3.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014 (Persen)

TPAK Kabupaten Gunungkidul selama periode 2010-2014 menunjukkan pola yang

menarik dicermati terutama pergerakan tahun 2012. Pada tahun 2010 angka TPAK

tercatat 73.39 yang naik menjadi 75,93 persen, dan kemudian mengalami kenaikan lagi

hingga 80,43 persen pada tahun 2012 atau yang tertinggi dalam kurun lima tahun

terakhir. Namun turun kembali tahun 2013 dan 2014 menjadi 77,87 persen dan 77,65

persen. Secara umum, TPAK pada tahun 2014 ini menggambarkan besarnya jumlah

penduduk Kabupaten Gunungkidul yang terlibat aktif dalam kegiatan perekonomian.

Walaupun tingkat partisipasi sekolah pada jenjang SMA terus meningkat namun masih

banyak diantara anak-anak sekolah tersebut yang ikut membantu pekerjaan keluarganya

walaupun hanya sebagai pekerja keluarga.

Untuk melihat kualitas pekerja, dapat kita cermati dari komposisi mereka yang

bekerja ditinjau dari jenjang pendidikan yang mereka tamatkan. Pada tahun 2014,

kelompok penduduk yang bekerja didominasi oleh mereka yang hanya berpendidikan SD

ke bawah yakni sekitar 53.10 persen. Kelompok berikutnya adalah mereka yang

berpendidikan SMP sebesar 20,36 persen dan SMA 17,94 persen. Sedangkan sisanya,

sekitar 8,60 persen penduduk yang bekerja mengenyam pendidikan sampai tingkat

diploma/universitas. Kecenderungan meningkatnya penduduk bekerja berpendidikan

rendah dan menurunnya yang berpendidikan menengah dan tinggi menyiratkan

kurangnya lapangan kerja yang tersedia untuk golongan pencari kerja berpendidikan

sehingga menyebabkan adanya migrasi ke kota-kota lain pada golongan ini.

73.39

75.93

80.43

77.87 77.65

68

70

72

74

76

78

80

82

2010 2011 2012 2013 2014

Page 25: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 16

Hal ini juga berimplikasi kepada adanya kesimpulan bahwa pengembangan usaha

yang membutuhkan tenaga terampil dan skill yang tinggi tentu akan sulit dikembangkan

di daerah ini karena pasar kerja yang tersedia tidak akan bergeser secara drastis dari

kondisi saat ini. Persoalan masih rendahnya tingkat pendidikan pekerja, akan

mempengaruhi produktivitas kerja yang cenderung lebih rendah, sehingga balas jasa

yang diterima juga rendah. Dampak akhirnya adalah kesejahteraan sulit terangkat walau

mereka telah berusaha untuk bekerja secara maksimal.

Upaya untuk lebih meningkatkan kemampuan kerja mereka dapat ditempuh

dengan berbagai program, antara lain melalui pelatihan ketrampilan serta pengetahuan

untuk berusaha secara mandiri/wiraswasta dengan menggunakan ketrampilan dasar yang

telah dikuasai. Berusaha secara mandiri merupakan pilihan yang realistis karena mereka

akan sulit bersaing untuk bekerja di lapangan kerja formal yang umumnya mensyaratkan

pendidikan dan ketrampilan yang lebih tinggi. Upaya sinkronisasi antara kebutuhan dunia

kerja terhadap pekerja dengan tingkat ketrampilan yang dimiliki oleh pekerja yang

dihasilkan oleh dunia pendidikan juga perlu mendapat perhatian serius dari pihak-pihak

yang berwenang.

Kecenderungan naik turunnya mobilitas pekerja antar sektor khususnya sektor

pertanian sangat dipengaruhi oleh kualitas pekerja dan faktor musiman. Ini terjadi pada

pekerja yang memiliki ketrampilan terbatas dengan status sebagai buruh atau pekerja

lepas yang banyak terjadi di sektor pertanian. Kelompok ini terdiri dari pekerja yang bisa

berganti pekerjaan tergantung permintaan tenaga kerja yang tersedia. Pekerja di sektor

pertanian umumnya memiliki mobilitas tinggi untuk berganti pekerjaan dan tergantung

musim tanam komoditas pertanian. Ketika musim kering, umumnya pekerja sektor

pertanian melakukan mobilitas kerja karena tidak mungkin mengandalkan dari hasil

pertanian yang sebagian besar diusahakan di lahan kering/tadah hujan. Berganti

lapangan usaha lainnya atau berusaha bekerja pada sektor informal di kota menjadi

pilihan sambil menunggu musim tanam kembali. Keterbatasan pilihan dan posisi tawar

yang lemah mendorong mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang bersifat

temporer yang umumnya banyak tersedia di sektor informal.

3.3.3 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha

Struktur perekonomian Kabupaten Gunungkidul masih didominasi oleh kategori

pertanian. Hal ini tercermin dari dominannya kategori pertanian dalam menyerap tenaga

Page 26: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 17

kerja yakni mencapai 52,61 persen, kemudian disusul oleh kategori perdagangan yakni

sebesar 13,17 persen serta kategori kontruksi dan industri yang masing-masing sebesar

8,04 persen dan 7,13 persen, sedangkan kategori yang lain nilainya masing-masing

dibawah 5 persen.

Gambar 3.2. Komposisi Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Gunungkidul, 2014 (Persen)

Kecenderungan tingginya pekerja pada kategori pertanian sangat dipengaruhi

oleh keadaan alam di Gunungkidul. Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul

sebagian besar adalah lahan kering tadah hujan yang tergantung pada daur iklim

khususnya curah hujan. Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan sebagian besar sawah

tadah hujan. Pekerja di kategori pertanian umumnya memiliki mobilitas tinggi untuk

berganti pekerjaan dan tergantung musim tanam komoditas pertanian. Ketika musim

kering, umumnya pekerja pertanian melakukan mobilitas kerja karena tidak mungkin

mengandalkan dari hasil pertanian yang sebagian besar diusahakan di lahan kering/tadah

hujan. Berganti lapangan usaha lainnya atau berusaha bekerja pada sektor informal di

Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan52.61%

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

13.17%

Konstruksi8.04% Industri

Pengolahan7.13%

Jasa Pendidikan

4.62%

Lainnya14.42%

Page 27: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 18

kota menjadi pilihan sambil menunggu musim tanam kembali. Keterbatasan pilihan dan

posisi tawar yang lemah mendorong mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

yang bersifat temporer yang umumnya banyak tersedia di sektor informal.

3.3.3 Bekerja Menurut Status

Status bekerja menunjukkan posisi seseorang dalam suatu wadah dimana

seseorang atau sekelompok orang sepakat untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi

dengan mekanisme kerja dan tujuan yang disepakati bersama. Posisi ini juga

memperlihatkan kemampuan baik manajerial maupun ketrampilan seseorang ketika

berperan di dalam kelompoknya. Jika seseorang tak ingin melibatkan diri pada kelompok

tertentu, dia dapat memilih mengelola usaha sendiri dimana dia berperan sebagai

manajer sekaligus pekerja.

Gambar 3.3. Komposisi Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan di Kabupaten Gunungkidul, 2014 (Persen)

Secara umum kualitas penduduk yang berstatus bekerja di Kabupaten

Gunungkidul masih relatif rendah. Hal ini tercermin dari besarnya persentase penduduk

yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar atau pekerja keluarga. Jumlahnya mencapai

28,14 persen dari seluruh penduduk yang bekerja pada tahun 2014. Sejalan dengan itu,

jumlah penduduk yang berusaha dengan dibantu oleh pekerja tidak dibayar/pekerja tidak

tetap juga cukup tinggi, yakni sekitar 29,06 persen. Kenyataan ini menjadi nilai

Berusaha sendiri10.02%

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak

dibayar29.06%

Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar

2.06%

Buruh/karyawan/pegawai21.52%

Pekerja bebas di pertanian

1.52%

Pekerja bebas di non

pertanian7.69%

Pekerja keluarga/tak

dibayar28.14%

Page 28: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 19

pengurang terhadap rendahnya angka pengangguran di Gunungkidul. Sebagian besar

diantaranya melakukan kegiatan usaha pada sektor pertanian atau sektor perdagangan,

hotel dan restoran yang umumnya bekerja membantu kepala rumah tangga tanpa

memperoleh bayaran/upah.

Penduduk bekerja yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai juga cukup

banyak, yakni mencapai 21,52 persen. Sedangkan jumlah penduduk yang berusaha

sendiri sekitar 10,02 persen. Umumnya mereka memiliki keterbatasan ketrampilan dan

kemampuan secara ekonomi. Sehingga bekerja secara mandiri bagi mereka merupakan

alternatif untuk dijalani karena kesulitan bersaing dengan pekerja lainnya. Disamping itu,

sektor formal lebih memilih untuk menampung pekerja dengan ketrampilan dan

kemampuan yang lebih baik. Oleh karena itu, mereka ”terpaksa” bekerja pada sektor

pertanian maupun sektor informal yang lainnya.

Kelompok penduduk bekerja yang memiliki jiwa kewirausahaan relatif lebih tinggi

adalah mereka yang berstatus bekerja dengan dibantu oleh pekerja dibayar. Persentase

penduduk dalam kelompok ini terbilang kecil, hanya 2,06 persen dari seluruh penduduk

bekerja. Angka ini lebih kecil sedikit jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya

yang angkanya juga hanya mencapai 2,89 persen.

3.3.4 Tingkat Pengangguran Terbuka

Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam bidang ketenagakerjaan di

semua wilayah/negara di dunia adalah tingkat pengangguran yang cenderung tinggi.

Tingginya angka pengangguran mempunyai implikasi sosial yang sangat luas, karena

akan semakin besar pula potensi kerawanan sosial yang ditimbulkan. Sebaliknya, semakin

rendah angka pengangguran maka stabilitas sosial dalam masyarakat akan semakin baik.

Indikator yang digunakan untuk mengukurnya adalah tingkat pengangguran terbuka

(TPT). TPT dihitung dari perbandingan antara penduduk yang termasuk dalam angkatan

kerja yang berstatus menganggur dengan jumlah penduduk yang termasuk angkatan

kerja pada periode tertentu.

TPT Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014 tercatat sebesar 1,61 persen, lebih

rendah dibandingkan TPT tahun 2013 yang sebesar 1,69 persen. Dalam beberapa tahun

terakhir TPT Gunungkidul cenderung menurun dengan landai, jika kurun waktu sebelum

2012 berada dalam kisaran 2-4 persen, dan pada tahun 2012-2014 TPT di Gunungkidul

berada pada kisaran di bawah 2 persen. Meskipun angka TPT ini relatif kecil, namun tetap

Page 29: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 20

mengindikasikan adanya permasalahan dalam penciptaan lapangan kerja baru, sehingga

mereka yang siap untuk bekerja tidak tertampung oleh bursa tenaga kerja. Akumulasi

pencari kerja yang tidak tertampung akan semakin besar dari tahun ke tahun. Jika kondisi

ini tidak segera dipecahkan, dalam beberapa tahun mendatang akan terjadi akumulasi

yang semakin besar yang dapat berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi

masyarakat.

Di masa mendatang program pembangunan untuk menciptakan peluang

ketersediaan lapangan pekerjaan serta upaya memberi ketrampilan bagi penduduk agar

berusaha mandiri perlu diprioritaskan melalui program pendidikan ketrampilan bagi

penduduk usia kerja. Peran pemerintah sebagai regulator kebijakan hendaknya diarahkan

pada upaya yang memungkinkan terbukanya lapangan kerja baru dengan memberi

insentif serta pembinaan yang berkelanjutan bagi usaha-usaha tersebut.

Gambar 3.4. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014 (Persen)

Untuk mengetahui kualitas penduduk yang menganggur dapat dicermati dari

jenjang pendidikan yang ditamatkan. Sekitar 50,22 persen penduduk yang mencari kerja

berlatar belakang pendidikan SMA sederajat dengan 27,74 persen diantaranya adalah

SMA. Komposisi terbesar berikutnya adalah penduduk yang berlatar belakang pendidikan

SD ke bawah, yakni sebesar 22,35 persen, dan penganggur yang berlatar belakang

4.04

2.23

1.381.69 1.61

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

2010 2011 2012 2013 2014

Page 30: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 21

pendidikan SMP sederajat sekitar 18,00 persen. Sisanya sebesar 9,41 persen merupakan

penduduk menganggur yang berpendidikan tinggi (Diploma ke atas).

Besarnya persentase penduduk menganggur yang berpendidikan SMA ke atas

lebih banyak disebabkan karena terbatasnya jumlah kesempatan kerja yang tersedia,

sehingga mereka terpaksa menunggu untuk mendapatkan pekerjaan. Bahkan tidak sedikit

dari mereka yang kemudian pergi ke luar Gunungkidul untuk mencari pekerjaan yang

sesuai. Kenyataan ini menuntut perlunya kebijakan khusus dalam memilih jenis investasi

untuk pembukaan lapangan kerja baru di Kabupaten Gunungkidul. Jika pemerintah lebih

berorientasi pada lapangan usaha yang relatif padat modal dan menuntut pekerja dengan

kualitas tinggi maka dikhawatirkan banyak pencari kerja yang tidak dapat memenuhi

spesifikasi keahlian yang diminta.

Diamati berdasarkan usianya, sebagian besar penduduk yang menganggur

didominasi oleh mereka yang berusia produktif. Sebanyak 74,85 persen merupakan

penduduk yang berusia 15-25 tahun. Mereka inilah yang terlibat aktif untuk mencari

pekerjaan atau mempersiapkan usaha baru.

3.3.5 Tingkat Setengah Pengangguran

Selain masalah pengangguran terbuka, hal yang cukup menarik pula untuk

dicermati adalah masalah penganggur terselubung atau yang biasa dikenal dengan istilah

setengah pengangguran. Penganggur tipe ini adalah mereka yang berstatus bekerja

namun memiliki jam kerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Dengan profil

ketenagakerjaan yang didominasi oleh pekerja yang berpendidikan relatif rendah, maka

bekerja di bawah jam kerja normal berimplikasi pada produktivitas yang rendah. Kondisi

ini tidak dapat dielakkan karena umumnya mereka bekerja hanya membantu pekerjaan

kepala rumah tangga atau sebagai pekerja tidak dibayar. Penduduk yang termasuk dalam

kelompok ini juga sangat rentan terpengaruh kondisi makro perekonomian, sehingga jika

tidak mendapatkan perhatian serius dari semua pihak kelompok ini sangat potensial

menambah jumlah pengangguran terbuka.

Page 31: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 22

Gambar 3.5. Persentase Penduduk Bekerja <35 Jam per Minggu di Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014

Persentase penduduk yang tergolong sebagai pengganggur terselubung di

Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014 tercatat sekitar 32,67 persen. Jika dilihat dari

tingkat pendidikan yang ditamatkan, sebanyak 63,29 persen penduduk yang termasuk

dalam kelompok penganggur terselubung berpendidikan SD ke bawah. Sebanyak 19,87

persen hanya berpendidikan setingkat SMP. Yang perlu menjadi perhatian lebih adalah

jumlah pengangguran terselubung berusia kurang dari 50 tahun berjumlah 49,89 persen

yang menunjukkan kurang produktifnya penduduk usia produktif di Gunungkidul.

Karakteristik lain dari penganggur terselubung Gunungkidul adalah didominasi

oleh anggota rumah tangga yang membantu kepala rumah tangga yang umumnya

sebagai pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar (49,35 persen). Sebanyak 68,35

persen dari penganggur terselubung berjenis kelamin perempuan dan bekerja untuk

sekedar membantu kepala rumah tangga dalam meringankan beban ekonomi keluarga.

Dalam gambaran budaya agraris hal itu merupakan hal yang wajar.

Gambaran ini mengisyaratkan bahwa ketergantungan ekonomi daerah ini yang

masih tinggi kepada sektor pertanian diikuti dengan produktivitas pekerja yang rendah.

Hal ini disebabkan besarnya pekerja yang hanya berstatus membantu pekerja kepala

rumah tangga atau anggota rumah tangga lainnya sebagai pekerja tak dibayar.

41.41

38.92

57.83

32.67

0

10

20

30

40

50

60

70

2011 2012 2013 2014

Page 32: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 23

Tabel 3.2. Indikator Ketenagakerjaan Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014

Uraian 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Angkatan Kerja 408 157 437 001 427 681 431 612

a. Bekerja 399 049 430 991 420 454 424 669

b. Pengangguran Terbuka 9 108 6 010 7 227 6 943

2. TPAK (%) 75,93 80,43 77,87 77,65

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,23 1,38 1,69 1,61

4. Bekerja Kurang dari 35 Jam Seminggu (%) 41,41 38,92 57,83 32,17

6. Bekerja Menurut Status (%)

a. Berusaha Sendiri 10,76 10,38 9,58 10,01

b. Berusaha Dgn Buruh Tdk Tetap 34,48 30,17 32,43 29,06

c. Berusaha Dgn Buruh Tetap 2,43 2,32 2,89 2,06

d.Buruh/Karyawan/Pegawai 26,84 26,56 26,96 21,52

e. Pekerja Tidak Dibayar 25,49 30,56 28,14 28,14

Sumber : Sakernas 2011-2014, BPS Kabupaten Gunungkidul

Page 33: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 24

IV. POTENSI EKONOMI

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan agregat nilai tambah aktivitas

perekonomian di suatu wilayah selama waktu tertentu. Angka PDRB yang dibagi dengan

jumlah penduduk menghasilkan nilai PDRB per kapita. Indikator ini sering digunakan

sebagai salah satu ukuran untuk melihat taraf hidup atau tingkat kemakmuran suatu

daerah atau negara. Akan tetapi, banyak kritik yang menyatakan PDRB per kapita belum

sepenuhnya dapat mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. PDRB per kapita hanya

merupakan suatu agregat yang belum tentu dinikmati secara merata oleh seluruh

penduduk dalam suatu wilayah. Bahkan tidak menutup kemungkinan pendapatan tersebut

sama sekali tidak dinikmati oleh penduduk, karena nilai tambah yang tercipta tersebut

langsung ditransfer ke wilayah lain. Hal itu mungkin terjadi jika faktor-faktor produksi

dikuasai oleh orang/lembaga yang bukan berasal dari daerah bersangkutan.

4.1 Struktur Ekonomi

PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Gunungkidul dalam lima tahun terakhir

menunjukkan trend yang semakin meningkat, dari 8.848,04 milyar rupiah pada tahun

2010 hingga mencapai 12.715,58 milyar rupiah pada tahun 2014. Namun demikian, angka

tersebut belum menggambarkan kondisi riil perkembangan perekonomian, karena masih

dipengaruhi oleh faktor inflasi/perubahan harga. Nilai PDRB atas dasar harga konstan

2010 sebagai nilai PDRB yang sudah menghilangkan pengaruh inflasi Kabupaten

Gunungkidul pada periode yang sama juga menunjukkan trend yang semakin meningkat,

dari 8.848,04 milyar rupiah pada tahun 2010 menjadi 10.639,47 milyar rupiah pada tahun

2014. Nilai PDRB inilah yang menunjukkan perkembangan riil kinerja perekonomian

Kabupaten Gunungkidul selama periode tersebut.

Struktur perekonomian sebagian masyarakat Gunungkidul masih didominasi

kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sumbangan kategori ini masih mencapai

lebih dari seperempat nilai PDRB. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir sumbangan

kategori ini semakin kecil. Sumbangan masing-masing kategori pada 2014 ini masih

dipimpin oleh kategori tersebut, diikuti oleh kategori konstruksi; kategori industri

pengolahan; kategori administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib

serta kategori perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Kategori

lain yang menyumbang lebih dari 5 persen adalah kategori transportasi dan pergudangan;

Page 34: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 25

kategori penyediaan akomodasi dan makan minum, kategori informasi komunikasi, serta

kategori jasa pendidikan. Sementara peranan kategori lainnya di bawah 5 persen.

Gambar 4.1. Peranan Kategori PDRB Kabupaten Gunungkidul, 2014 (Persen)

Masih tingginya ketergantungan ekonomi terhadap sektor pertanian, seyogyanya

membuat pemerintah harus memperhatikan kesinambungan sektor ini dalam menyerap

tenaga kerja selama belum ada sektor lain yang dapat dikembangkan untuk menyerap

limpahan pekerjanya. Di samping itu, penerapan teknologi pertanian untuk meningkatkan

produktivitas hasil pertanian juga diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Apalagi diketahui selama ini sektor pertanian menjadi limpahan pengangguran

terselubung atau pekerja keluarga yang secara teoritis memiliki produktivitas yang

rendah. Sehingga upaya untuk mendorong pertumbuhan sektor ini membutuhkan

peningkatan produktivitas yang nyata.

Di masa mendatang, pengembangan sektor lainnya untuk menampung kelebihan

tenaga kerja di sektor pertanian perlu diperhatikan. Secara teoritis pengalihan ini tidak

akan menyebabkan turunnya output sektor pertanian. Dengan asumsi marginal

produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang rendah bahkan nol, maka relokasi

tenaga kerja juga akan mendorong naiknya produktivitas pekerja sektor pertanian

Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan25.77%

Industri Pengolahan

9.47%

Konstruksi9.58%

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

8.76%

Transportasi dan Pergudangan

5.19%

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

5.71%

Informasi dan

Komunikasi7.20%

Administrasi Pemerintahan, Per

tahanan dan Jaminan Sosial

Wajib9.17%

Jasa Pendidikan

6.08% Lainnya13.07%

Page 35: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 26

sehingga peluang meningkatkan kesejahteraan penduduk yang bekerja di sektor

pertanian makin terbuka.

4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar

harga konstan tahun yang bersangkutan terhadap tahun sebelumnya merupakan salah

satu indikator makro untuk melihat kinerja perekonomian riil di suatu wilayah. Pengaruh

perubahan harga/tingkat inflasi sudah dihilangkan, sehingga nilai pertumbuhan yang

diperoleh merupakan penambahan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan dan bukan

penambahan nilai yang disebabkan oleh perubahan harga. Pertumbuhan ekonomi dapat

dipandang sebagai pertambahan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua

sektor kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah selama kurun waktu setahun.

Perekonomian Gunungkidul pada tahun 2014 mengalami perlambatan dibandingkan

pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Gunungkidul tahun 2014

mencapai 4,54 persen, sedangkan tahun 2013 sebesar 4,97 persen. Pertumbuhan

ekonomi tertinggi dicapai oleh kategori Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 11,05

persen. Seluruh kategori ekonomi PDRB yang lain pada tahun 2014 mencatat

pertumbuhan yang positif, kecuali kategori pertanian, kehutanan dan perikanan yang

tumbuh negatif 0,62 persen.

Adapun kategori-kategori lainnya berturut-turut mencatat pertumbuhan yang

positif, di antaranya kategori Jasa Keuangan dan Asuransi mencatat 11,05 persen,

kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mencatat sebesar 8,61 persen,

kategori Jasa Pendidikan sebesar 8,13 persen, kategori Real Estat 8,09 persen, kategori

Informasi dan Komunikasi 7,60 persen, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,37

persen, kategori Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

sebesar 6,77 persen, kategori jasa lainnya 6,42 persen, kategori Jasa Perusahaan 6,37

persen, diikuti kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

5,79 persen dan kategori Konstruksi 5,06 persen. Adapun kategori yang pertumbuhannya

kurang dari lima persen adalah kategori Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 4,22 persen,

kategori Industri Pengolahan 4,11 persen, kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang 3,88 persen, kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar 2,43

persen, kategori Pertambangan dan Penggalian sebesar 1,60 persen.

Page 36: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 27

Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014 (Persen)

4.3 PDRB Per kapita

PDRB per kapita menyatakan rata-rata nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh

setiap penduduk di suatu daerah dalam waktu setahun. Salah satu komponen dalam nilai

tambah tersebut adalah upah dan gaji yang diterima masyarakat sebagai balas jasa

tenaga kerja. Jika PDRB per kapita meningkat, secara hipotesis pendapatan masyarakat

juga akan meningkat. Ukuran ini sering dijadikan salah satu indikator untuk melihat

tingkat kesejahteraan masyarakat.

Secara nominal, PDRB per kapita Kabupaten Gunungkidul terus mengalami

peningkatan dari 13,06 juta rupiah pada tahun 2010 menjadi 17,97 juta rupiah pada

tahun 2014. Dengan pertumbuhan sebesar 9,09 persen, Pertumbuhan ini merupakan

yang tertinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya yang secara berturut-turut sejak 2012

sebesar 8,85 persen, 7,09 persen dan 8,15 persen. Peningkatan tersebut mengisyaratkan

terjadinya peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Peningkatan

pendapatan ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang pada

akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi

masyarakat. Namun demikian, PDRB per kapita nominal ini belum menggambarkan

kenaikan kesejahteraan masyarakat secara riil.

4.524.84 4.97

4.54

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2011 2012 2013* 2014**

Page 37: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 28

Tabel 4.1. Kinerja Ekonomi Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014

Uraian 2010 2011 2012 2013* 2014**

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. PDRB atas dasar harga berlaku (juta Rp) 8,848,037.9 9,739,094.4 10,545,354.5 11,530,340.8 12,715,578.4

2. Struktur Ekonomi (%)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 26.94 26.21 26.92 26.43 25.77

Industri Pengolahan 9.94 10.07 9.07 9.42 9.47

Konstruksi 9.21 9.32 9.52 9.62 9.58

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda

8.66 8.76 8.87 8.7 8.76

Transportasi dan Pergudangan 5.59 5.37 5.23 5.23 5.19

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.22 5.25 5.16 5.45 5.71

Informasi dan Komunikasi

7.53 7.72 7.66 7.42 7.2

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

8.49 8.43 8.82 9.1 9.17

Jasa Pendidikan 12.37 12.72 12.78 12.74 13.07

Lainnya 26.94 26.21 26.92 26.43 25.77

3. PDRB atas dasar harga konstan 2010 (juta Rp)

8,848,037.9

9,248,010.9

9,695,979.8

10,177,432.5

10,639,465.7

4. Pertumbuhan ekonomi (%)

3.64 4.52 4.84 4.97 4.54

5. PDRB Per kapita (juta Rp)

13.06 14.22 15.23 16.47 17.97

Ket : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Sumber : PDRB menurut lapangan usaha 2014, BPS Kabupaten Gunungkidul

Page 38: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 29

V. KESEHATAN

Pembangunan bidang kesehatan bertujuan meningkatkan derajat kesehatan

penduduk yang ditandai dengan kemampuan yang lebih besar untuk melaksanakan pola

hidup sehat. Untuk itu, terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh,

merata dan terpadu serta dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat menjadi

sangat penting. Proses pembangunan kesehatan yang baik akan ditandai oleh kemudahan

masyarakat dalam mengakses serta memperoleh layanan kesehatan serta meningkatnya

kemampuan ekonomi untuk belanja kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan dilakukan

oleh pemerintah maupun swasta dimaksudkan untuk menjangkau masyarakat yang

memerlukan pelayanan kesehatan.

Indikator yang dapat mengukur pencapaian pembangunan kesehatan,

diantaranya adalah usia harapan hidup dan angka kematian bayi (infant mortality rate -

IMR). Disamping itu, ada beberapa variabel yang dapat mempengaruhi indikator tersebut

seperti: angka kesakitan, lamanya sakit serta rasio ketersediaan fasilitas kesehatan.

5.1 Usia Harapan Hidup

Indikator ini menunjukkan kondisi dan sistem pelayanan kesehatan masyarakat,

karena mampu merepresentasikan output dari upaya pelayanan kesehatan secara

komprehensif. Hal ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa jika seseorang memiliki

derajat kesehatan yang semakin baik maka yang bersangkutan akan berpeluang memiliki

usia lebih panjang atau mempunyai angka harapan hidup yang tinggi. Angka harapan

hidup merupakan indikator yang cukup efektif untuk mengevaluasi kinerja pemerintah

dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat pada khususnya. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan

di suatu wilayah akan disertai oleh peningkatan usia harapan hidup penduduknya, namun

sebaliknya semakin rendah usia harapan hidup di suatu wilayah mencerminkan buruknya

kualitas pembangunan kesehatan. Angka harapan hidup menggambarkan perkiraan rata-

rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu.

Usia harapan hidup penduduk Kabupaten Gunungkidul selama periode 2010-2014

menunjukkan tren yang semakin meningkat. Pada tahun 2010, usia harapan hidup

penduduk mencapai 73,35 tahun, dan terus meningkat menjadi 73,39 tahun pada tahun

2014. Secara umum, angka ini menunjukkan usia rata-rata yang akan dijalani oleh

Page 39: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 30

seorang bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2014 adalah mencapai 73,39 tahun.

Peningkatan usia harapan hidup ini secara tidak langsung menunjukkan adanya perbaikan

kualitas kesehatan penduduk. Program perbaikan kualitas kesehatan penduduk terutama

pada kelompok yang berpendapatan rendah selama beberapa tahun terakhir dilakukan

melalui program Askeskin (asuransi kesehatan bagi keluarga miskin), jamkesmas dan

jamkesos. Program intervensi ini diharapkan dapat menaikkan kualitas kesehatan

penduduk secara umum dengan sasaran utama mereka yang memiliki daya beli rendah

terhadap pelayanan kesehatan.

Sebagai perbandingan, usia harapan hidup rata-rata secara nasional pada tahun

2014 sekitar 70,59 tahun, sedangkan di Provinsi DIY sekitar 74,50 tahun. Dengan

demikian seperti tahun-tahun sebelumnya, rata-rata angka harapan hidup penduduk

Kabupaten Gunungkidul masih berada di bawah rata-rata angka harapan hidup penduduk

DIY, namun jika dibandingkan dengan rata-rata Indonesia, angka harapan hidup

kabupaten ini berada di atas rata-rata nasional.

5.2 Angka Kesakitan

Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan

masyarakat dalam suatu wilayah adalah angka kesakitan penduduk dan rata-rata lamanya

sakit. Angka kesakitan penduduk merupakan proporsi penduduk yang mengalami

gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, baik

bekerja, sekolah maupun yang lainnya. Sedangkan rata-rata lamanya sakit menyatakan

rata-rata lamanya hari penduduk mengalami keluhan sampai menyebabkan terganggunya

aktivitas. Rata-rata lamanya sakit menunjukkan tingkat keparahan penduduk akibat dari

akumulasi sakit yang dirasakan penduduk. Kedua ukuran ini dihitung berdasarkan data

hasil Susenas. Waktu rujukan yang digunakan untuk mengamati indikator ini adalah

selama sebulan yang lalu dari saat pencacahan. Besaran ini menggambarkan derajat

kesehatan penduduk yang diwakili oleh angka kesakitan dan rata-rata lama sakit.

Berdasarkan hasil Susenas, persentase penduduk yang mengalami keluhan

kesehatan selama tahun 2014 tercatat sebanyak 41,84 persen. Sedikit mengalami

peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 38,3 persen. Akan

tetapi tingkat keparahan penyakit yang diukur dari rata-rata lamanya sakit mengalami

penurunan dari 4,70 hari pada tahun 2013 menjadi 4,68 hari pada tahun 2014. Fenomena

ini mengindikasikan insiden kesakitan yang terjadi pada masyarakat relatif meningkat

Page 40: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 31

akan tetapi berkurangnya angka rata-rata lama kesakitan mengindikasikan tingkat

pelayanan fasilitas kesehatan yang lebih baik. Angka kesakitan penduduk yang cukup

tinggi ini membutuhkan perhatian serius melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan

dan penanganan penyakit yang diderita oleh penduduk.

Keluhan kesehatan yang banyak dialami oleh masyarakat adalah penyakit akibat

perubahan musim seperti pilek, batuk dan panas. Penyebab utama jenis penyakit

tersebut adalah daya tahan tubuh yang kurang menunjang, disamping faktor kesehatan

lingkungan serta perubahan cuaca yang terjadi secara mendadak. Selama tahun 2014,

tercatat sebanyak 19,6 persen penduduk menderita keluhan batuk dan 17,5 persen

penduduk menderita pilek. Adapun penyakit lainnya yang cukup banyak dikeluhkan

penduduk adalah sakit panas yang dialami sekitar 11,8 persen penduduk.

5.3 Fasilitas Kesehatan Masyarakat

Upaya mengatasi keluhan kesehatan yang diderita penduduk harus didukung oleh

ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan yang mudah diakses oleh penduduk.

Disamping itu, keterjangkauan akses dari sisi harga juga perlu diperhatikan. Karakteristik

ekonomi sebagian besar masyarakat Kabupaten Gunungkidul yang masih lemah, harus

ditanggulangi dengan memberikan kesehatan relatif murah. Jenis fasilitas kesehatan yang

masih menjadi rujukan utama penduduk dalam berobat adalah puskesmas dan

puskesmas pembantu (pustu). Ketersediaan fasilitas kesehatan masyarakat milik

Pemerintah yang berbiaya murah ini serta dekat dengan lingkungan penduduk sekitarnya

diharapkan mampu memberi layanan kesehatan yang umumnya diderita oleh penduduk

seperti penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi, bukan penyakit degeneratif.

Sampai dengan tahun 2014, jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Gunungkidul

yang terdiri dari 1 rumah sakit, 30 puskesmas dan 110 puskesmas pembantu. Jika

diasumsikan setiap penduduk memiliki akses yang sama terhadap fasilitas tersebut, maka

setiap unit puskesmas memiliki beban untuk melayani 23.294 jiwa penduduk dan setiap

pustu melayani 6.352 jiwa penduduk. Sehingga rata-rata sebuah fasilitas kesehatan baik

rumah sakit, puskesmas maupun pustu di Kabupaten Gunungkidul memiliki beban untuk

melayani 4.956 penduduk. Angka ini masih lebih rendah dari rekomendasi PBB yang

menyatakan setiap fasilitas puskesmas dan pustu kesehatan yang tersedia maksimal

melayani sebanyak 10.000 penduduk.

Page 41: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 32

Di samping kedua fasilitas kesehatan tersebut, masih terdapat juga fasilitas

kesehatan lainnya yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta seperti klinik kesehatan,

rumah sakit, panti, dokter praktek, perawat praktek, bidan desa dan yang lainnya.

Diharapkan pada masa mendatang beban sebuah puskesmas dalam melayani penduduk

dapat lebih ringan lagi. Namun karena umumnya tarif fasilitas kesehatan selain

puskesmas dan pustu relatif lebih mahal, tidak semua lapisan masyarakat mampu

menjangkau dan memanfaatkannya sesuai dengan prosedur berobat yang resmi.

Sehingga tumpuan masyarakat untuk memperoleh layanan ke puskesmas dan pustu

tetap merupakan pilihan utama bagi penduduk untuk mengatasi masalah kesehatan.

Prasyarat yang cukup menentukan semakin baiknya derajat kesehatan penduduk

adalah kondisi makro ekonomi yang meningkat yang akan ditandai pula dengan

membaiknya daya beli masyarakat. Hal ini akan menaikkan kemampuan penduduk

mengakses fasilitas kesehatan yang memadai jika mengalami masalah kesehatan.

Pemberian fasilitas berobat terutama kepada keluarga miskin melalui kartu

Askeskin/Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) juga akan membantu peningkatan

derajat kesehatan masyarakat. Hal terpenting yang perlu menjadi perhatian serius

pemerintah daerah adalah peningkatan kualitas layanan dari fasilitas yang tersedia serta

ketersediaan obat/vaksin yang memadai. Distribusi pelayanan yang merata di semua

wilayah juga harus mendapat perhatian serius. Masih besarnya persentase penduduk

terutama yang tinggal di daerah pedesaan pinggiran masih kesulitan mengakses sarana

kesehatan yang tersedia. Dari sisi biaya kesehatan, sebagian besar masyarakat sudah

mampu menjangkau. Namun mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk

transportasi ke fasilitas kesehatan yang tersedia.

Page 42: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 33

Tabel 5.1. Indikator Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Usia harapan hidup (tahun) 1)

73.35 73.36 73.37 73.38 73.39

2. a. Jumlah Puskesmas 2) 30 30 30 30 30

b. Rasio penduduk-puskesmas

22 512

22 600

22 680

22 961

23 294

3. a. Jumlah Pustu 2) 108 108 110 110 110

b. Rasio penduduk-pustu 6 254 6 278 6 186 6 262 6 352

4. Penduduk mengalami gangguan

kesehatan (%) 1)

24,15

14,50

38,5

38,3

41,84

5. Rata-rata lamanya sakit (hari) 1)

5,43

5,03

4,75

4,70

4,68

Sumber : 1) BPS Kabupaten Gunungkidul 2) Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul

Page 43: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 34

VI. PENDIDIKAN

Peranan pendidikan dalam pembangunan kualitas manusia lebih diarahkan pada

peningkatan ketrampilan (skill) dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja dan

lingkungan sosial. Dengan pengetahuan dan skill yang lebih baik, masyarakat diharapkan

mampu memberdayakan diri mereka untuk berperan dalam lingkungan dan mencapai

produktivitas kerja yang lebih tinggi. Dalam perkembangan kehidupan mutakhir dewasa

ini, peran pendidikan tidak hanya terbatas pada kesempatan mengenyam pendidikan

formal. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan diluar jalur tersebut yang diperoleh

dalam interaksi dalam masyarakat juga sangat bermanfaat bagi terbentuknya karakter

serta kemampuan individu secara komprehensif. Pembentukan karakter yang relevan

dengan kebutuhan pembangunan sangat tergantung sistem pendidikan yang

diprogramkan oleh masing-masing lembaga pendidikan. Pengayaan karakter individu akan

menentukan peran dan kesempatan masing-masing penduduk berpartisipasi dalam

pembangunan.

6.1 Fasilitas dan Sarana Pendidikan

Upaya mendorong pemerataan kesempatan bagi penduduk dalam mengenyam

pendidikan merupakan tanggung jawab utama pemerintah untuk mencerdaskan

penduduk. Untuk itu, ketersediaan fasilitas serta infrastruktur seperti gedung sekolah,

ruang belajar, perpustakaan serta tenaga pengajar dengan distribusi yang merata antar

daerah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah satu indikator yang biasa

digunakan untuk mengukur ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan adalah rasio

murid-kelas. Indikator ini menyatakan perbandingan antara jumlah murid yang terdaftar

pada jenjang pendidikan tertentu dengan ruang belajar/kelas yang tersedia.

Rasio murid-kelas pada tingkat sekolah dasar di Kabupaten Gunungkidul pada

tahun 2014 tercatat sebesar 11. Hal ini berarti rata-rata setiap kelas pada tingkat SD

menampung sebanyak 11 orang murid. Angka ini menunjukkan kecenderungan yang

semakin menurun dalam beberapa tahun terakhir. Jika diamati pada masing-masing

komponen yang menyusunnya, terjadi penurunan jumlah murid SD setiap tahun. Namun

jumlah sekolahnya tetap dan unit kelas tahun 2014 mengalami kenaikan dibanding tahun

sebelumnya.

Page 44: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 35

Rasio murid-kelas pada tingkat SMP relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

tingkat SD. Pada tahun 2014, rasio murid-kelas di tingkat SMP mencapai 32. Hal ini

berarti rata-rata satu kelas pada tingkat SMP menampung sebanyak 32 orang murid.

Angka tersebut turun dari tahun sebelumnya yang terhitung mencapai 37. Penurunan ini

dikarenakan menurunnya jumlah murid SMP pada tahun 2014 sementara jumlah unit

kelasnya cenderung meningkat.

Pada tingkat SMA dan SMK, rasio murid-kelas SMK setiap tahun meningkat namun

sebaliknya SMA malah menurun demikian halnya dengan jumlah kelas untuk kedua jenis

sekolah tersebut, hal ini menunjukkan adanya perubahan mindset reference dari orangtua

dan minat anak lulusan SMP untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah tingkat menengah

atas. Tercatat rasio murid-kelas SMK sebesar 27 orang murid per kelas selama tahun

2013, sedangkan untuk SMA hanya 23.

6.2 Rasio Murid-Guru

Di samping kualitas anak didik dan ketersediaan sarana pendidikan, kualitas

tenaga pengajar juga sangat menentukan kualitas pendidikan. Peran tenaga pengajar

dalam proses pendidikan menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar karena

fungsinya sebagai fasilitator dan pemandu kurikulum yang telah dicanangkan. Namun

karena kesulitan untuk menilai indikator ini, maka peran guru dalam penyelenggaraan

pendidikan hanya dilihat dengan mengamati rasio kecukupan tenaga pengajar terhadap

anak didik. Beban seorang guru ketika mengajar tidak boleh melebihi batas

kemampuannya dalam mengendalikan kelas dan membimbing anak didik secara intensif.

Beberapa praktisi pendidikan menyarankan bahwa kemampuan ideal seorang guru

mengelola kelas dengan jumlah murid sekitar 20 orang per kelas, sehingga proses

belajar-mengajar bisa berlangsung efektif dan efisien.

Secara umum rasio murid-guru di semua jenjang pendidikan di Kabupaten

Gunungkidul sudah cukup ideal. Hal ini dapat dilihat dari besarnya rasio murid-guru

selama lima tahun terakhir yang kurang dari 20. Jika diamati secara rinci, semakin tinggi

jenjang/tingkat pendidikan maka rasio murid-guru juga semakin menurun. Salah satu

penyebab utamanya adalah tingkat partisipasi sekolah penduduk yang juga semakin

menurun seiring dengan kenaikan jenjang/tingkat pendidikan.

Pada tingkat SD, rasio murid-guru pada tahun 2014 di Kabupaten Gunungkidul

adalah sebesar 11. Hal ini berarti jumlah beban murid yang harus diawasi, dibimbing serta

Page 45: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 36

diajar oleh seorang guru adalah sebanyak 11 orang murid. Dibandingkan tahun

sebelumnya angka ini cenderung naik. Kondisi ini disebabkan jumlah guru mengalami

penurunan, sementara jumlah input murid SD justru relatif stabil.

Pada tingkat SMP, seorang guru memiliki beban untuk mengajar sebanyak 11 orang

murid selama tahun 2014. Angka ini menurun dibanding Rasio yang sama pada tingkat

SMP pada tahun sebelumnya dengan angka 17 orang murid.

Selanjutnya, rasio murid-guru baik untuk tingkat SMA tercatat 7 dan SMK sebesar 9,

angka ini cenderung stabil jika dibanding tahun sebelumnya, yang berarti bahawa

pertambahan jumlah murid diiringi dengan pertambahan jumlah guru.

6.3 Tingkat Partisipasi Sekolah

Tingkat partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan

terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan

komposisi penduduk terutama penduduk usia muda. Tingkat partisipasi sekolah peserta

didik, salah satunya dapat diukur dengan mengamati angka partisipasi murni (APM). APM

merupakan rasio antara murid berusia tertentu pada suatu jenjang pendidikan dengan

penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Penduduk usia

sekolah untuk jenjang SD adalah mereka yang berumur antara 7- 12 tahun, SMP 13-15

tahun dan jenjang SMA adalah mereka yang berusia 16-18 tahun. Nilai APM masih

memiliki kelemahan, misalnya seorang anak berusia 6 tahun yang telah masuk SD tidak

dilibatkan dalam penghitungan APM SD, karena usia di luar kisaran usia SD. Demikian

pula bagi anak-anak yang terpaksa mengulang kelas sehingga usianya melampaui 12

tahun namun masih duduk di bangku SD, juga tidak dicakup dalam penghitungan APM

SD.

APM penduduk usia SD (7-12 tahun) di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014

mencapai 100 persen; yang berarti dari 100 orang penduduk usia SD semuanya masih

aktif bersekolah pada tingkat SD. Hal ini membutuhkan kajian yang lebih mendalam dari

dinas yang terkait. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya APM penduduk pada tingkat

SD sedikit mengalami peningkatan dari 99 persen pada tahun 2013.

Peningkatan APM pada tingkat SD diikuti untuk tingkat SMP dan SMA. APM tingkat

SMP terlihat naik dari 73,59 persen pada tahun 2013 menjadi 74,16 persen pada tahun

2014. Demikian juga dengan APM tingkat SMA yang angkanya tahun 2014 ini mencapai

Page 46: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 37

70,74 persen, angka ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2012 yang terhitung 68,16

persen.

Meskipun angka APM pada tahun 2014 dari tingkatan SD, SMP hingga SMA

mengalami kenaikan, namun hal ini tidak serta merta meningkatkan angka rata-rata lama

sekolah dan angka melek huruf karena kedua indikator tersebut sangat dipengaruhi oleh

rentang umur dalam konsep yang mensyaratkan minimal 15 tahun dan tanpa batas atas.

Namun semakin tingginya APM tingkat SMP dan SMA sekarang adalah harapan bahwa

dalam waktu yang tidak lama lagi angka rata-rata lama sekolah dan melek huruf akan

segera meninngkat dengan asumsi anak-anak yang sekarang bersekolah tersebut akan

tetap menjadi penduduk Kabupaten Gunungkidul.

Program prioritas pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun yang mencakup SD

dan SMP dengan biaya gratis perlu lebih digiatkan untuk meningkatkan partisipasi sekolah

penduduk. Pemerintah Daerah juga dapat mendorong program serupa untuk golongan

usia SMP dan SMA karena APM pada tingkat SMP dan SMA yang masih rendah, jauh

tertinggal dari APM SD yang telah melampaui angka 100 persen.

6.4 Harapan Lama Sekolah

Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah

(dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa

mendatang. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem

pendidikan di berbagai jenjang. Untuk penghitungannya, umur yang digunakan adalah 7

tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar.

Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS

dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren. Untuk mendapatkan data pesantren

diperoleh dari Direktorat Pendidikan Islam.

Angka harapan lama sekolah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014

sebesar 12,82 tahun, yang artinya lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh

anak pada umur 7 tahun adalah sampai lulus SMA (12 tahun) atau Diploma I (13 tahun).

Angka relatif mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni hanya

naik 0,33 persen dari tahun sebelumnya. Kecilnya kenaikan angka harapan lama sekolah

penduduk tidak berarti bahwa proses pembangunan di bidang pendidikan yang telah

dilakukan tidak mengalami kemajuan. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan

Page 47: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 38

sebuah proses yang panjang dan hasilnya pun tidak dapat dilihat atau dirasakan secara

instan.

6.5 Rata-rata Lama Sekolah

Di samping kemampuan dasar baca tulis, diperlukan suatu indikator yang dapat

mewakili tingkat ketrampilan bagi mereka yang telah memperoleh pendidikan. Semakin

lama mereka mengenyam bangku sekolah diharapkan memiliki ketrampilan yang lebih

baik. Indikator yang digunakan untuk menggambarkan hal itu adalah rata-rata lama

sekolah yang dijalani oleh penduduk berusia lima belas tahun ke atas. Ukuran ini

memberikan informasi sejauh mana tingkat pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk.

Pada tahun 2014, rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 6,45 tahun. Rata-

rata lamanya penduduk berusia 15 tahun ke atas ini setara dengan kelas enam SD atau

kelas tujuh SMP. Dibandingkan dengan daerah lain di DIY, relatif lebih rendahnya rata-

rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Gunungkidul menunjukkan prioritas

meningkatkan akses penduduk untuk memperoleh pendidikan masih perlu perhatian

serius di daerah ini. Lebih lanjut, jika dicermati ada perbedaan yang cukup signifikan

angka partisipasi sekolah pada level SMP dan SMA penduduk Kabupaten Gunungkidul

dengan lainnya memberi petunjuk perlunya kesempatan yang lebih luas bagi penduduk

untuk mengenyam pendidikan SMP dan SMA.

Tabel 6.1. Indikator Pendidikan Kabupaten Gunungkidul, 2011-2014

Uraian 2011 2012 2013 2014

1 2 3 4 5

1. Rasio Murid-Kelas 1)

a. SD 18 16 17 17

b. SMP 28 27 37 32

c. SMA 26 27 25 23

2. Rasio Murid-Guru 1)

a. SD 11 10 10 11

b. SMP 10 10 17 11

c. SMA 7 9 7 7

3. Angka Partisipasi Murni 2)

a. SD 90,96 93,67 99,89 100

b. SMP 71,95 73,04 73,59 74,15

c. SMA 55,55 65,18 68,16 70,75

4. Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 2) 5.74 6.08 6.22 6.45

5. Harapan lama sekolah (tahun) 2) 11.83 12.14 12.49 12.82

Sumber : 1) Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul 2) BPS

Page 48: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 39

VII. POSISI PEMBANGUNAN MANUSIA

Bab ini menyajikan hasil penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

dengan menggunakan indikator-indikator yang menyusunnya seperti yang telah disajikan

pada Bab I. IPM sebagai indikator komposit memiliki nilai antara 0 hingga 100. Semakin

besar nilai IPM mengindikasikan kualitas pembangunan manusia yang semakin baik.

Penggolongan IPM berdasarkan kriteria dari United Nations Development Programme

(UNDP) adalah sebagai berikut: nilai IPM yang kurang dari 60 digolongkan sebagai

kategori “rendah” ; rentang antara 60 hingga 69 masuk kriteria sedang; rentang antara

70 hungga 79 masuk kriteria tinggi dan nilai 80 keatas merupakan kelompok “sangat

tinggi.

Karena keterbatasan indikator komposit yang hanya memberikan gambaran

secara agregat, maka implementasi hasil penghitungan IPM dalam program-program

pembangunan membutuhkan pencermatan lebih lanjut pada indikator atau variabel yang

terkait dengan indikator utama yang digunakan dalam menyusun IPM.

Hasil penghitungan IPM dengan metode baru pada tahun 2014 untuk Kabupaten

Gunungkidul menunjukkan perkembangan yang positif. Komponen harapan hidup,

pendidikan dan pengeluaran riil perkapita meningkat dari tiap tahunnya. Ini

mengindikasikan selama tahun 2010-2014 terjadi perbaikan kualitas pembangunan

manusia dari sisi kesehatan, pendidikan dan daya beli penduduk. Indeks harapan hidup

penduduk meningkat dari 82,08 pada tahun 2010 menjadi 82,14 pada tahun 2014.

Indeks pendidikan meningkat dari 50,63 pada tahun 2010 menjadi 57,12 pada tahun

2014. Sedangkan indeks pendapatan meningkat dari 63,67 pada tahun 2010 menjadi

64,20 pada tahun 2014.

Berdasarkan rata-rata geometrik ketiga indeks yang menyusun IPM, diperoleh

nilai IPM Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014 sebesar 67,03. Selama lima tahun

terakhir nilai IPM Kabupaten Gunungkidul terus mengalami peningkatan, dari 64,20 pada

tahun 2010 menjadi 67,03 pada tahun 2014. Secara umum hal ini menggambarkan

terjadinya perbaikan kualitas pembangunan sumber daya manusia selama lima tahun

terakhir di Kabupaten Gunungkidul. Menurut kategorinya, IPM Kabupaten Gunungkidul

selama lima tahun terakhir termasuk dalam kelompok “sedang”, yakni kelompok daerah

dengan nilai IPM berkisar antara 60 hingga dibawah 70.

Page 49: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 40

Tabel 7.1. Indikator IPM Kabupaten Gunungkidul, 2010-2014

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Komponen IPM

1. Angka Harapan Hidup (tahun)

73.35 73.36 73.37 73.38 73.39

2. Harapan Lama Sekolah (tahun)

11.52 11.83 12.14 12.49 12.82

3. Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

5.59 5.74 6.08 6.22 6.45

4. Konsumsi riil perkapita (000 Rp)

8,093 8,138 8,170 8,202 8,235

Indeks

1. Harapan Hidup 82.08 82.10 82.11 82.13 82.14

2. Pendidikan 50.63 51.99 53.98 55.40 57.12

3. Pendapatan 63.67 63.84 63.96 64.08 64.20

IPM 64.20 64.83 65.69 66.31 67.03

Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul

Untuk melihat pencapaian IPM Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan

kabupaten/kota lainnya di Provinsi DIY, berikut ini disajikan hasil penghitungan IPM

kabupaten/kota pada tahun 2014. Dalam perbandingan antar kabupaten/kota se DIY, IPM

Kabupaten Gunungkidul juga masih belum beranjak dari peringkat 5 dari 5

kabupaten/kota se DIY. Fenomena ini menunjukkan tingkat pencapaian kualitas

pembangunan di beberapa kabupaten/kota lainnya yang lebih cepat dibanding

Gunungkidul.

Tabel 7.2. Perbandingan Nilai IPM Kabupaten Gunungkidul dengan Daerah Lainnya

di Provinsi D.I Yogyakarta, Tahun 2012-2014

Wilayah/Daerah

Nilai IPM Peringkat se DIY

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1 2 3 4 5 6 7

D I YOGYAKARTA 76.15 76.44 76.81 2 2 2

Kulon Progo 69.74 70.14 70.68 4 4 4

Bantul 76.13 76.78 77.11 3 3 3

Gunung Kidul 65.69 66.31 67.03 5 5 5

Sleman 80.10 80.26 80.73 2 2 2

Kota Yogyakarta 83.29 83.61 83.78 1 1 1

Sumber : BPS Kabupaten Gunungkidul

Page 50: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 41

VIII. PENUTUP

1. Posisi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2014

tercatat sebesar 67,03; meningkat dari 66,31 pada tahun 2013. Indeks komponen

harapan hidup meningkat sebesar 0,01 poin selama 2013-2014. Indeks komponen

pendidikan yang mewakili tingkat ketrampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan

penduduk mengalami kenaikan 1,72 poin. Sementara itu, indeks komponen

pendapatan mengalami kenaikan 0,12 poin. Dapat dilihat bahwa pendorong utama

kenaikan IPM pada tahun 2014 berasal dari aspek pendidikan.

2. Indeks harapan hidup merupakan indeks yang berkembang paling pelan dibanding

indeks lainnya. Indeks harapan hidup tahun ini hanya meningkat 0,01 poin, juga

merupakan peningkatan terendah dalam lima tahun terakhir, setelah sebelumnya

meningkat 0,02 poin. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan proses yang

sangat panjang, hasilnya tidak dapat dinikmati secara instan. Oleh karena itu

diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil

pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan.

3. Kesenjangan penduduk dalam menjangkau fasilitas kesehatan dapat dikurangi dengan

lebih mengoptimalkan peran puskesmas, puskesmas pembantu serta puskesmas

keliling. Keberadaan posyandu sampai tingkat pedukuhan disertai dengan

peningkatan kemampuan kader kesehatan serta penempatan bidan desa juga dapat

diupayakan untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat di daerah pedesaan.

Selain itu adanya program pemerintah dalam membantu penduduk yang tidak mampu

melalui program jamkesmas, jamkesos, jamkesta atupun askeskin diharapkan dapat

meningkatkan derajat kesehatan penduduk secara keseluruhan. Meskipun tetap

diperlukan adanya pengawasan untuk mengawal jalannya program tersebut, sehingga

penyimpangan seperti tidak tepat sasaran, ataupun dananya tidak sampai kepada

yang berhak menerima dapat diminimalisir.

4. Kemudahan penduduk untuk menjangkau sarana pendukung kegiatan pendidikan

terutama pada tingkat SMP dan SMA masih belum merata antara daerah perkotaan

dan pedesaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah lebih mengoptimalkan

peran SMP dan SMA di ibukota kecamatan. Perbaikan sarana transportasi juga perlu

diperhatikan, karena salah satu sebab tingginya angka putus sekolah di daerah

pinggiran adalah kendala transportasi. Upaya penempatan guru selaku fasilitator

yang tinggal di daerah setempat juga bisa lebih mengoptimalkan peran sekolah.

Page 51: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk

Indeks Pembangunan Manusia Gunungkidul, 2014 42

5. Beberapa faktor utama yang menjadi kendala dalam pemberdayaan sumber daya

manusia di masa mendatang adalah masih rendahnya kualitas angkatan kerja dan

relatif tingginya tingkat pengangguran. Pada tahun 2014, tingkat pengangguran

terbuka memang kecil hanya 1,20 persen, namun tingkat pengangguran

terselubungnya cukup besar 31,18 persen. Penciptaan kesempatan berusaha serta

pembukaan lapangan kerja baru merupakan prioritas yang dapat ditempuh untuk

meningkatkan akses penduduk terhadap sumber-sumber pendapatan. Peningkatan

tingkat ketrampilan/skill dan jiwa kewirausahaan penduduk, terutama bagi mereka

yang akan memasuki bursa kerja melalui program pelatihan kerja juga perlu lebih

digiatkan. Diperlukan proses sinkronisasi antara kebutuhan dunia usaha terhadap

tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga

pendidikan. Penciptaan lapangan kerja juga akan mengurangi tingkat migrasi keluar

penduduk berpendidikan yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap

indeks pendidikan.

6. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul,

Pemerintah Daerah dapat menempuh beberapa program dengan kelompok sasaran

utama adalah penduduk miskin. Kendala utama untuk meningkatkan kualitas manusia

terletak pada ketidakberdayaan secara ekonomi. Kegiatan tersebut meliputi

pemenuhan kebutuhan dasar penduduk dengan subsidi pangan murah, bantuan

penyelenggaraan pendidikan serta pelayanan kesehatan. Kebijakan pemerintah pusat

melalui program wajib belajar sembilan tahun yang didukung dengan pembebasan

biaya pendidikan pada sekolah negeri sampai tingkat SMP perlu lebih disosialisasikan

secara luas. Upaya ini dapat mengurangi angka putus sekolah di tingkat SMP secara

signifikan. Dukungan alokasi dana untuk sektor pendidikan sebesar 20 persen dari

APBN/APBD juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Bantuan

pembiayaan bagi penduduk miskin melalui program Asuransi Kesehatan bagi Keluarga

Miskin (Askes Gakin dan Jamkesmas) untuk bidang kesehatan dan bantuan usaha

untuk mengangkat daya beli masyarakat perlu mendapat dukungan pemerintah

daerah sehingga program ini lebih tepat sasaran. Pada akhirnya kondisi tersebut

diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan mereka.

Page 52: INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIAbappeda.gunungkidulkab.go.id/publikasi/statistik/IPM 2014.pdf · aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang berkaitan dengan kemampuan daya beli penduduk