ipm banyuwangi

83
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) RINGKASAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun 2009. Apabila IPM Kabupaten Banyuwangi ini dibandingkan dengan IPM Provinsi Jawa Timur, angkanya selalu berada di bawah angka Jawa Timur dengan urutan ke 26. Ini merupakan urutan yang relatif tertinggal karena menempati di tiga perempat bagian terbawah. Artinya jalan untuk menuju sasaran ideal yang berupa pembangunan manusia seutuhnya yang ditandai dengan kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk bisa segera terwujud masih membutuhkan waktu yang relatif lama. Kinerja di bidang pendidikan. Berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf diperoleh bahwa Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Bangorejo dan Benculuk merupakan wilayah yang paling tertinggal pendidikannya. Sedang wilayah yang paling berhasil di bidang pendidikan berada di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dan Genteng. Kinerja di bidang kesehatan. Berdasarkan Angka Harapan Hidup (AHH) di masing-masing wilayah eks kawedanan, diperoleh bahwa keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tercapai di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Banyuwangi dan Genteng serta sebaliknya ketertinggalan pembangunan di bidang kesehatan terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk. Kinerja di bidang daya beli. Secara umum daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi dari tahun 2008 hingga 2009 menjadi lebih baik meskipun masih berada di bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. Apabila setiap tahunnya selalu menunjukkan pola yang menurun, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi akan semakin tertinggal bila dibandingkan dengan kemampuan daya beli rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur. LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 i

Upload: lucky-abrorry

Post on 18-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

banyuwangi

TRANSCRIPT

  • Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

    RINGKASAN

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun 2009.

    Apabila IPM Kabupaten Banyuwangi ini dibandingkan dengan IPM Provinsi Jawa Timur, angkanya selalu berada di bawah angka Jawa Timur dengan urutan ke 26. Ini merupakan urutan yang relatif tertinggal karena menempati di tiga perempat bagian terbawah. Artinya jalan untuk menuju sasaran ideal yang berupa pembangunan manusia seutuhnya yang ditandai dengan kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk bisa segera terwujud masih membutuhkan waktu yang relatif lama.

    Kinerja di bidang pendidikan. Berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf diperoleh bahwa Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Bangorejo dan Benculuk merupakan wilayah yang paling tertinggal pendidikannya. Sedang wilayah yang paling berhasil di bidang pendidikan berada di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dan Genteng. Kinerja di bidang kesehatan. Berdasarkan Angka Harapan Hidup (AHH) di masing-masing wilayah eks kawedanan, diperoleh bahwa keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tercapai di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Banyuwangi dan Genteng serta sebaliknya ketertinggalan pembangunan di bidang kesehatan terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk.

    Kinerja di bidang daya beli. Secara umum daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi dari tahun 2008 hingga 2009 menjadi lebih baik meskipun masih berada di bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. Apabila setiap tahunnya selalu menunjukkan pola yang menurun, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi akan semakin tertinggal bila dibandingkan dengan kemampuan daya beli rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 i

  • KATA PENGANTAR PENGANTAR

    Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya publikasi penyusuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bisa diselesaikan. Publikasi ini dibutuhkan

    oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai bahan evaluasi dan penyusunan

    perencanaan pembangunan khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya

    beli.

    Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya publikasi penyusuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bisa diselesaikan. Publikasi ini dibutuhkan

    oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai bahan evaluasi dan penyusunan

    perencanaan pembangunan khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya

    beli.

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    ini, disusun dengan menggunakan pendekatan model adaptasi dari The United

    Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development

    Index (HDI). Berbagai indikator dalam publikasi ini disajikan dari tingkat kabupaten

    hingga wilayah eks kawedanan agar informasinya bisa dijelaskan lebih luas.

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    ini, disusun dengan menggunakan pendekatan model adaptasi dari The United

    Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development

    Index (HDI). Berbagai indikator dalam publikasi ini disajikan dari tingkat kabupaten

    hingga wilayah eks kawedanan agar informasinya bisa dijelaskan lebih luas.

    Selain itu beberapa indikator input yang diduga sangat signifikan

    pengaruhnya terhadap perkembangan indikator pendidikan, kesehatan dan daya

    beli tetap disajikan guna mendukung arah dan tujuan dari publikasi ini.

    Selain itu beberapa indikator input yang diduga sangat signifikan

    pengaruhnya terhadap perkembangan indikator pendidikan, kesehatan dan daya

    beli tetap disajikan guna mendukung arah dan tujuan dari publikasi ini.

    Demikian semoga bermanfaat. Demikian semoga bermanfaat.

    Banyuwangi, 2010 Banyuwangi, 2010

    KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANYUWANGI KABUPATEN BANYUWANGI

    Ir. MUHAMAD WAHYUDIIr. MUHAMAD WAHYUDI Pembina TK. I

    NIP. 19600620 198312 1 002

    KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BANYUWANGI

    Ir. H. SUHARTOYO, SH, M.Si Pembina TK. I

    NIP. 19570728 198003 1 010

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ii

  • DAFTAR ISI

    RINGKASAN ................................................................................................ i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI......... ............................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

    1.2 Pengertian ............................................................................... 3 1.3 Dasar Penyusunan.................................................................. 5 1.4 Maksud, Tujuan Dan Manfaat ................................................. 5 1.5 Ruang Lingkup ........................................................................ 6 1.6 Hasil yang Diharapkan ............................................................ 7

    BAB II METODOLOGI ................................................................................... 8 2.1 Prinsip Dasar Penyusunan...................................................... 8

    2.2 Metodologi Penyusunan.......................................................... 9 BAB III POTENSI SUMBERDAYA ................................................................... 15 3.1 Geografis................................................................................. 15 3.2 Kependudukan ........................................................................ 17 3.3 Pendidikan............................................................................... 17 3.4 Kesehatan ............................................................................... 18 3.5 Pendapatan per Kapita............................................................ 19 BAB IV SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA .............................................. 21 4.1 Indikator Pendidikan................................................................ 21 4.2 Indikator Kesehatan ................................................................ 27 4.3 Indikator Daya Beli .................................................................. 28 BAB V STATUS DAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA...................... 36 5.1 Derajat Pendidikan .................................................................. 36 5.2 Derajat Kesehatan................................................................... 39 5.3 Derajat Daya Beli .................................................................... 42 5.4 Indeks Pembangunan Manusia............................................... 43 BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 46 LAMPIRAN........ ................................................................................................ 50

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 iii

  • DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Indikator Komponen

    IPM .......................................................................................... 11 Tabel 4.1 APS dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Banyuwangi

    Tahun 2009 ............................................................................. 22 Tabel 4.2 Angka Buta Huruf di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ..... 23 Tabel 4.3 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Laki-laki

    15 Tahun, 2009 ....................................................................... 25 Tabel 4.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk

    Perempuan 15 Tahun, 2009................................................. 25 Tabel 4.5 Persentase Balita Berdasarkan Status Gizi Kab. Banyuwangi

    dan Prov. Jatim Tahun 2009 ................................................... 28 Tabel 4.6 TPAK dan TPT Menurut Wilayah Eks Kawedanan di

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008 - 2009 ........................... 32 Tabel 4.7 Jumlah Angkatan Kerja dan TKK Menurut Wilayah Eks

    Kawedanan Tahun 2009 ......................................................... 35 Tabel 5.1 Komponen IPM Kabupaten Banyuwangi Tahun 2007-2009 ... 43 Tabel 5.2 Komponen IPM Menurut Wilayah Eks Kawedanan di

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ...................................... 44

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 iv

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Status Pembangunan Manusia ............................................... 12 Gambar 3.1 Luas Kab. Banyuwangi Dirinci Menurut Penggunaannya

    Tahun 2009 ............................................................................. 15 Gambar 4.1 Banyaknya Buta Huruf Dirinci Menurut Kelompok Umur Kab.

    Banyuwangi Tahun 2009......................................................... 24 Gambar 4.2 AKB Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun 2005-

    2009 ........................................................................................ 27 Gambar 4.3 TPAK di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ........................ 29 Gambar 4.4 Alasan Utama Mencari Pekerjaan Tahun 2009....................... 31 Gambar 4.5 TPT di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2005-2009 ................. 33 Gambar 5.1 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah di Kab.

    Banyuwangi Tahun 2006 - 2009 ............................................. 37 Gambar 5.2 Indeks Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur

    Tahun 2004 - 2009 .................................................................. 38 Gambar 5.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Menurut

    Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ........................................................................................ 39

    Gambar 5.4 Angka Harapan Hidup Menurut Eks Kawedanan di

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ...................................... 40 Gambar 5.5 Indeks Harapan Hidup Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten

    Banyuwangi Tahun 2005 - 2009 ............................................. 40 Gambar 5.6 Klasifikasi Angka Harapan Hidup Kabupaten Banyuwangi

    Menurut UNDP Tahun 2009.................................................... 41 Gambar 5.7 Indeks Daya Beli Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun

    2005 - 2009 ............................................................................. 42

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 v

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Tabel 1 Luas Wilayah, Persentase Luas Terhadap Luas Kabupaten,

    Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun 2009..... 50 Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan

    Sex Ratio Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009...................... 51 Tabel 3 Banyaknya Rumah Tangga dan Rata-rata Penduduk per

    Rumah Tangga Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ............ 52 Tabel 4 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru TK Negeri dan Swasta

    Menurut Kecamatan Tahun 2009............................................ 53 Tabel 5 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SD Negeri dan Swasta

    Menurut Kecamatan Tahun 2009............................................ 54 Tabel 6 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MI Negeri dan Swasta

    Menurut Kecamatan Tahun 2009............................................ 55 Tabel 7 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMP Negeri dan

    Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ............................... 56 Tabel 8 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MTs Negeri dan

    Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ............................... 57 Tabel 9 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMA Negeri dan

    Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ............................... 58 Tabel 10 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MA Negeri dan Swasta

    Menurut Kecamatan Tahun 2009............................................ 59 Tabel 11 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMK Negeri dan

    Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ............................... 60

    Tabel 12 Banyaknya Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis Menurut Jenisnya Tahun 2009 .............................................................. 61

    Tabel 13 Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan Tahun 2009 ........................................................................................ 62

    Tabel 14 Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan Tahun 2009 ........................................................................................ 63

    Tabel 15 Banyaknya Pasien RSU Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit yang Paling Banyak Penderitanya di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Tahun 2009 ........................................... 64

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 vi

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 vii

    Tabel 16 Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Tahun 2009 ........................................... 65

    Tabel 17 Banyaknya Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis Menurut Jenisnya Tahun 2009 .............................................................. 66

    Tabel 18 Banyaknya Pasien RSU Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit yang Paling Banyak Penderitanya di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng Tahun 2009.................................................. 68

    Tabel 19 Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng Tahun 2009.................................................. 69

    Tabel 20 PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)... 70

    Tabel 21 PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah).. 71

    Tabel 22 Peranan Sektoral PDRB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 Atas Dasar Harga Berlaku (%).............................. 72

    Tabel 23 Peranan Sektoral PDRB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 Atas Dasar Harga Konstan (%)............................. 73

    Tabel 24 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 (%) ................................... 74

    Tabel 25 Inflasi/Deflasi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 (%) .............................................. 75

    Tabel 26 Ringkasan PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2004-2009 76

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 1

    BBAABB II PPEENNDDAAHHUULLUUAANN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan

    sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu

    daerah, implementasinya terkadang bisa menimbulkan penafsiran yang

    beragam. Hal ini bisa terjadi karena secara komprehensif keberhasilan

    pembangunan itu tidaklah cukup untuk bisa diukur dengan menggunakan

    berbagai indikator makro ekonomi dan sosial saja. Dengan demikian untuk

    menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah haruslah menggunakan

    indikator yang secara resmi sudah digunakan oleh badan dunia, yaitu The United

    Nations Development Programme (UNDP).

    Program pembangunan yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan

    peningkatan daya beli masyarakat merupakan program utama yang masuk ke

    dalam misi pembangunan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Disebutkan

    bahwa kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas

    sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha,

    terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara

    layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat harus bisa

    diwujudkan. Untuk mengevaluasi tingkat capaian misi dimaksud sudah barang

    tentu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membutuhkan sebuah ukuran dalam

    bentuk indikator dengan tingkat akurasi dan validitas yang bisa dipertanggung

    jawabkan.

    Secara umum Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam

    mengimplementasikan program pembangunan tentunya tidak terlepas dari

    berbagai kendala yang ada. Salah satunya keterbatasan dana yang bisa

    dialokasikan. Akibatnya, secara geografis sangat mungkin di beberapa daerah

    tertentu belum bisa merasakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, karena

    belum seluruhnya sarana prasarana pokok dan penunjang kebutuhan

    masyarakat yang bisa dibangun keberadaannya dapat tersebar dan bisa diakses

    dengan mudah oleh masyarakat secara umum. Kendala demikian ini diduga

  • telah menciptakan berbagai ketimpangan antar daerah satu dengan yang lain.

    Untuk mencermati ketimpangan antar daerah ini pembangunan bidang

    pendidikan, kesehatan dan daya beli akan diukur secara spasial berdasarkan

    wilayah eks kawedanan. Hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan sampel

    sebagai obyek penelitian yang tidak bisa dilanggar, utamanya terhadap kaidah-

    kaidah yang sudah dibangun di dalam metodologi.

    Menyikapi berbagai hal yang terkait dengan evaluasi tingkat capaian

    pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli

    masyarakat. The United Nations Development Programme (UNDP) dalam

    menghitung Human Development Index (HDI), telah mampu memberikan

    rekomendasi dan sekaligus memberikan arahan terhadap beberapa negara dalam

    melaksanakan program pembangun-annya, perlu kiranya diteladani oleh

    Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sebab model HDI tersebut merupakan salah

    satu metoda yang bisa digunakan untuk mengukur refleksivitas hasil-hasil

    pembangunan yang telah dilaksanakan terhadap warga masyarakat Kabupaten

    Banyuwangi khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya

    beli masyarakat.

    Perlu diketahui, bahwasanya Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

    merupakan model adaptasi dari HDI yang dikembangkan oleh UNDP. IPM

    terbentuk dan terukur atas tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap

    paling esensial (longetivity, knowledge, decent living). Sedang keterkaitan antar

    bidang pembangunan manusia yang tidak digunakan dalam pembentukan indeks

    komposit IPM urgensinya sudah sangat pasti. Seperti dalam menghitung life

    expectancy at birth sebagai salah satu komponen IPM dari bidang kesehatan,

    sebenarnya sudah merefleksikan keseluruhan tingkat pembangunan dan bukan

    hanya bidang kesehatan saja. Dengan demikian sangatlah beralasan apabila IPM

    telah digunakan sebagai alat ukur kinerja pembangunan manusia khususnya untuk

    mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan

    kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan

    kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya

    beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 2

  • 1.2 PENGERTIAN

    Untuk mendapatkan pemahaman yang sama, maka perlu disusun

    berbagai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Indeks

    Pembangunan Manusia. Pengertian dimaksud telah disesuaikan dengan rumus-

    rumus matematis yang digunakan dalam penghitungan Indeks Pembangunan

    Manusia, adalah sebagai berikut :

    a. Indeks secara matematis didefinisikan sebagai rasio penghitungan periode

    tahun tertentu terhadap periode tahun sebelumnya dikalikan seratus. Dan

    biasanya periode tahun sebelumnya dimaksud disepakati sebagai tahun

    dasar. Tahun dasar adalah tahun yang dijadikan tahun konstan bernilai

    seratus dan setiap tahun berjalan sesudahnya pada saat menghitung

    indeksnya mengacu ke tahun dasar tersebut.

    b. Pembangunan Manusia adalah pembangunan manusia seutuhnya, bernilai

    hakiki dan sangat kompleks arti harfiahnya. Dalam kajian ini yang dimaksud

    dengan pembangunan manusia adalah upaya-upaya menciptakan manusia

    yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya

    manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga

    mampu beraktifitas secara ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang

    layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.

    c. Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks komposit yang terdiri dari tiga

    komponen dasar yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks

    daya beli. Indeks Pembangunan Manusia akan mempunyai makna apabila

    hasil penghitungan indeks kompositnya yang berupa besaran tertentu

    dipadukan kedalam tabel standard yang berisi ukuran status atau

    klasifikasi. Artinya berapa besar IPM Kabupaten Banyuwangi dan dalam

    tabel standard besaran IPM dimasud berada atau jatuh pada kolom status

    pembangunan manusia yang bagaimana atau klasifikasinya apa.

    d. Indeks pendidikan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan

    pembangunan di bidang pendidikan. Indeks pendidikan juga merupakan

    besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia.

    Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status

    kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks pendidikan merupakan

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 3

  • derajat pendidikan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di

    bidang pendidikan.

    e. Indeks kesehatan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan

    di bidang kesehatan. Indeks kesehatan juga merupakan besaran kuantitatif

    tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks

    Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan

    manusia, sedangkan indeks kesehatan merupakan derajat kesehatan yang

    terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan.

    f. Indeks daya beli didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan

    di bidang kesejahteraan sosial ekonomi. Indeks daya beli juga merupakan

    besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia.

    Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status

    kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks daya beli merupakan

    derajat kesejahteraan sosial ekonomi yang terukur atas tingkat capaian

    pembangunan di bidang ekonomi.

    g. Shortfall Reduction dihitung dan didefinisikan sebagai tingkat kemajuan dari

    kinerja pembangunan manusia dari tahun ke tahun. Seperti halnya semua

    besaran indeks yang dihitung dalam kajian ini, Shortfall Reduction juga

    mempunyai intepretasi semakin tinggi angkanya semakin cepat pula kinerja

    pembangunan manusia menuju sasaran ideal. Yang dimaksud dengan

    sasaran ideal adalah terciptanya manusia yang berpengetahuan sebagai

    refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat

    dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk

    meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi

    kebutuhan hidupnya dengan baik. Manusia yang berpengetahuan diukur

    dengan menggunakan indikator pendidikan, hidup sehat dan berusia

    panjang diukur dengan indikator kesehatan dan pemenuhan hidup yang

    layak diukur dengan indikator daya beli.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 4

  • 1.3 DASAR PENYUSUNAN

    Dasar penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten

    Banyuwangi Tahun 2009 adalah :

    1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

    Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang

    Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan

    dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005;

    2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

    antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

    3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik;

    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1999 Tentang

    Penyelenggaraan Statistik;

    5. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2010 tentang

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010;

    6. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penjabaran

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010

    7. Nota Kesepakatan Kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan

    Daerah Kabupaten Banyuwangi dan Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Banyuwangi Nomor 188/1162/429.202/2010 Tanggal 20 Mei 2010 tentang

    Kerjasama pengumpulan dan Analisis Statistik Daerah

    1.4 MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT 1.4.1 Maksud

    Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun

    2009 ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran status pembangunan manusia di

    wilayah Kabupaten Banyuwangi. Apakah berstatus rendah, menengah bawah,

    menengah atas ataukah tinggi yang dihitung dan disajikan berdasarkan wilayah eks

    kawedanan. Selain status pembangunan manusia, derajat kesehatan, pendidikan dan

    daya beli juga menjadi topik bahasan yang lebih rinci sebagai bahan kajian di setiap

    wilayah eks kawedanan.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 5

  • 1.4.2 Tujuan Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi

    Tahun 2009 ini bertujuan untuk menyajikan status kinerja pembangunan manusia

    antar waktu, tepatnya dari tahun 2005 yang diduga sudah terjadi pemulihan ekonomi

    sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi sampai dengan tahun 2009. Selain itu

    akan dilihat pula keterbandingan antarwilayah eks kawedanan dalam Kabupaten

    Banyuwangi yang meliputi Eks Kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng,

    Rogojampi dan Banyuwangi. Khusus keterbandingan Kabupaten Banyuwangi akan

    dilihat berdasarkan perspektif kinerja dalam Propinsi Jawa Timur.

    1.4.3 Manfaat

    Hasil penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi

    Tahun 2009 ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi

    terhadap program pembangunan yang telah dilaksanakan, serta dapat memberikan

    acuan intervensi apa dan di bidang pembangunan mana yang perlu mendapat skala

    prioritas. Khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang

    kesehatan, pendidikan dan peningkatan pendapatan masyarakat atau yang lebih sering

    disebut dengan daya beli.

    1.5 RUANG LINGKUP 1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah

    Ruang lingkup wilayah dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, meliputi seluruh kecamatan yang ada di wilayah

    Kabupaten Banyuwangi. Karena dari setiap kecamatan yang ada di Kabupaten

    Banyuwangi akan mendapat alokasi rumah tangga terpilih sampel, hal ini terkait

    dengan persebaran sampel sebagaimana kaidah-kaidah yang dijelaskan dalam

    metodologi yang mendasari publikasi ini.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 6

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 7

    1.5.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

    1. Tujuan dari Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten

    Banyuwangi Tahun 2009;

    2. Potensi dan Permasalahan yang ada terkait Pembangunan Manusia di

    Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009;

    3. Strategi penanganan program yang akan dilaksanakan dalam jangka

    pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

    1.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penyusunan Indeks Pembangunan Manusia

    Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

    1. Identifikasi potensi sumberdaya manusia di wilayah Kabupaten Banyuwangi;

    2. Inventarisasi pola kebijakan khususnya kebijakan dalam program-program

    pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli

    masyarakat;

    3. Menyusun dan menetapkan Rencana Program dan Operasionalisasi

    pelaksanaan program-program pembangunan khususnya di bidang

    kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat.

    1.6 HASIL YANG DIHARAPKAN

    Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :

    1. Tersusunnya publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten

    Banyuwangi Tahun 2009 sebagai alat ukur status kinerja pembangunan

    manusia, khususnya untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas

    sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan

    berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar

    lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli

    masyarakat Kabupaten Banyuwangi;

    2. Ditetapkannya Strategi Pembangunan Manusia di Kabupaten Banyuwangi.

  • BAB II METODOLOGI

    2.1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN

    Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari

    tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja

    pembanguan manusia yang representatif pada level kabupaten sampai dengan

    wilayah eks kawedanan. Sehingga untuk mendapatkan ukuran kesejahteraan

    masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia,

    terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan

    pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya

    pendapatan dan daya beli masyarakat yang harus segera terwujud bisa terkaji

    dan terevaluasi secara terus menerus.

    2.1.1 Acuan Rancangan

    Studi ini mengacu pada sebuah konsep yang dikembangkan oleh badan

    dunia The United Nations Development Programe (UNDP) dalam menghitung

    Human Development Index (HDI). Yang kemudian dibuat sebagai acuan

    rancangan dalam mengevaluasi program pembangunan manusia di Kabupaten

    Banyuwangi khususnya di bidang pembangunan pendidikan, kesehatan dan

    daya beli pada tahun 2009.

    2.1.2 Prinsip-Prinsip Dasar

    Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan

    Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 yaitu :

    a. Akurat dalam memberikan rekomendasi dan intervensi apa yang perlu

    mendapatkan prioritas ketika program pembangunan itu

    diimplementasikan;

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 8

  • b. Validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan dan mempunyai

    kesinambungan dalam mengukur pembangunan manusia khususnya di

    bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.

    2.1.3 Kerangka Landasan Analisis

    Kerangka landasan Analisis yang digunakan dalam penyusunan Indeks

    Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, berupa Analisis

    statistik sederhana atau lazimnya disebut dengan statistik deskriptif.

    2.2 METODOLOGI PENYUSUNAN

    Metodologi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten

    Banyuwangi Tahun 2009, disusun berdasarkan kaidah teknis sampling dengan

    mekanisme sebagai berikut :

    2.2.1 Penentuan Lokasi Kegiatan

    Lokasi kegiatan yang berupa sumber data utama untuk penyusunan

    publikasi ini menggunakan data primer hasil observasi lapangan secara sampel.

    Observasi dilakukan pada rumahtangga yang secara acak terpilih sebagai

    sampel. Karena keterbatasan anggaran, jumlah sampel yang diambil ditentukan

    hingga memenuhi Minimum Sample Size untuk menghasilkan estimasi data

    pada level eks kawedanan dan kabupaten.

    Dalam survei ini wilayah pencacahan yang digunakan sebagai unit

    sampling bukanlah desa/kelurahan ataupun RT/RW, melainkan Blok Sensus.

    Blok Sensus adalah bagian dari desa/kelurahan yang dibatasi oleh batas jelas

    (bisa batas alam seperti sungai maupun batas buatan misalnya jalan). Satu Blok

    Sensus biasanya terdiri dari 80 120 rumahtangga, satu desa/kelurahan terbagi

    habis dalam beberapa Blok Sensus.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 9

  • Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam survei adalah

    Pengambilan Sampel Dua Tahap (Two Stage Random Sampling) :

    1. Tahap pertama, dari kerangka sampel Blok Sensus diambil sejumlah Blok

    Sensus secara probability proporsional to size, dengan size banyaknya

    rumah tangga;

    2. Tahap kedua, dari setiap blok sensus terpilih diambil 16 (enam belas)

    rumahtangga secara stratified random sampling (pengambilan sampel

    berstrata) dengan strata golongan pengeluaran rumah tangga.

    2.2.2 Metode Pendekatan dan Tahapan Penyusunan

    Untuk memperoleh data yang akurat dengan tingkat validitasi yang

    tinggi dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi

    Tahun 2009 ini, pendekatan yang digunakan adalah metode wawancara

    langsung dengan responden. Setelah seluruh dokumen dari responden terpilih

    sample diolah dan dianalisis, selanjutnya dilakukan penghitungan secara

    matematis terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi

    Tahun 2009 yang dapat diilustrasikan sebagai berikut :

    Tahap pertama dari penghitungan IPM ialah menghitung indeks

    masing-masing komponen IPM (e0, pendidikan dan standar hidup layak) dengan

    formula sebagai berikut :

    MinMaks

    Min

    XXXXI

    ii

    iii

    )()(

    )()()(

    .... (1)

    di mana :

    I(i) : Indeks X(i); (i=1,2,3)

    X(i) Maks : Nilai maksimum X(i) (lihat Tabel 3.1) ;

    X(i) Min : Nilai minimum X(i) (lihat Tabel 3.1) ;

    Formula di atas akan menghasilkan nilai 0 Xi 1 ; untuk mempermudah cara membaca skala ini dinyatakan dalam 100. Untuk

    menstandarkan nilai maksimum dan nilai minimum di suatu daerah harus

    disepakati berapa besar nilai maksimum dan minimumnya sehingga bisa dipakai

    untuk membandingkan dengan daerah lain. Daerah lain yang dimaksud di sini

    adalah wilayah eks kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng, Rogojampi dan

    Banyuwangi.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 10

  • Tabel 2.1 Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Indikator Komponen IPM

    Indikator Nilai

    Maks.

    Nilai

    Min. C a t a t a n

    (1) (2) (3) (4)

    Angka Harapan Hidup

    Angka Melek Huruf

    Rata-rata Lama

    Sekolah

    Daya Beli

    85

    100

    15

    737.720

    25

    0

    0

    300.000

    360.000

    Sesuai dengan Standar UNDP

    Sesuai dengan Standar UNDP

    UNDP menggunakan Combined

    Gross Enrolment Ratio

    UNDP menggunakan PDB riil

    per kapita yang telah

    disesuaikan

    Keterangan : 737.720 perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018

    360.000 penyesuaian garis kemiskinan lama dengan

    garis kemiskinan baru

    Tahap kedua, ialah dengan menghitung rata-rata sederhana dari

    masing-masing indek X(i). Formula untuk menghitung rata-rata ini adalah sebagai

    berikut:

    XXXIPM 321(31 ).... (2)

    dimana :

    X(1) : Indeks harapan hidup;

    X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf)+1/3 (indeks rata-rata lama

    sekolah);

    X(3) : Indeks hidup layak.

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 11

  • Hasil penghitungan IPM akan

    memberikan gambaran seberapa jauh

    suatu wilayah telah mencapai sasaran

    yang ditentukan. Seperti angka harapan

    hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi

    semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali

    sudah memenuhi kriteria dari program

    Wajib Belajar Sembilan Tahun serta tingkat

    pengeluaran dan konsumsi yang telah

    mencapai standar hidup layak. Semakin

    dekat besaran IPM suatu wilayah terhadap

    angka 100 akan semakin dekat jalan yang

    harus ditempuh untuk mencapai sasaran pembangunan manusia seutuhnya.

    Gambar 2.1 Status Pembangunan Manusia

    IPM

    100..

    Tinggi

    80 Menengah atas 66

    Menengah bawah 50

    Rendah

    0.

    UNDP membagi tingkat status pembangunan manusia suatu wilayah ke

    dalam tiga golongan yaitu rendah (apabila IPM kurang dari 50), sedang atau

    menengah (IPM antara 50 dan 80) dan tinggi (IPM di atas 80). Untuk keperluan

    perbandingan antar daerah Tingkat II golongan menengah dipecah lagi menjadi

    dua yaitu menengah atas (antara 66 dan 80) dan menegah bawah (antara 50

    dan kurang dari 66).

    Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat

    digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek.

    Pertama, untuk perbandingan antarwilayah yang memperlihatkan posisi suatu

    wilayah relatif terhadap wilayah berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam

    suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam

    kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah

    berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. Pengukuran tingkat

    kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam

    suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal

    IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode disebut shortfall reduction per

    tahun. Penghitungannya dengan formula sebagai berikut :

    t

    tref

    tt xIPMIPMIPMIPM

    1

    0

    01 100

    (3)

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 12

  • dimana :

    IPMt0 = IPM tahun dasar

    IPMt1 = IPM tahun terakhir

    IPMref = IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama

    dengan 100

    Semakin besar shortfall reduction per tahun semakin besar kemajuan

    yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Dengan menggunakan shortfall

    reduction per tahun ini maka dapat dilihat seberapa besar kemajuan pencapaian

    pembangunan manusia tiap tahun di semua wilayah, sehingga akan diketahui

    wilayah-wilayah mana yang maju lebih cepat dibanding dengan wilayah lainnya.

    Ilustrasi Penghitungan IPM Misal suatu kabupaten A pada tahun 1996 memiliki data-data sebagai

    berikut :

    1. IPM pada tahun 1990 adalah = 61,9

    2. Angka harapan hidup = 67,8 tahun

    3. Angka melek huruf = 90,1 persen

    4. Rata-rata lama sekolah = 7 tahun

    5. Konsumsi riil per kapita disesuaikan = Rp. 576.300,-

    Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung indeks masing-masing

    komponen sebagai berikut :

    1. Indeks angka harapan hidup = (67,8-25)/(85-25)x100

    = 71,3

    2. Indeks angka melek huruf = (90,1-0)/(100-0) x 100

    = 90,1

    3. Indeks rata-rata lama sekolah = (7-0)/(15-0) x 100

    = 46,7

    4. Indeks pendidikan = 1/3 (46,7) + 2/3(90,1)

    = 75,6

    5. Indeks konsumsi rill perkapita yang disesuaikan

    = (576,3-300)/(733,7-300) x 100

    = 63,7

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 13

  • IPM daerah A dapat dihitung dengan rumus 1 :

    1/3 (71,3 + 75,6 + 63,7) = 70,2

    Sedangkan shortfall reduction per tahun antara 1990 1996 dihitung dengan

    cara membandingkan IPM antara kedua tahun sesuai dengan rumus 3 :

    ((70,2-61,9)/(100-61,9) x 100) = 1,67 )6/1(

    Kriteria Shortfall Reduction ( R ):

    1. Sangat lambat : R 1,30 2. Lambat : 1,30 R 1,50 3. Menengah : 1,50 R 1,70 4. Cepat : R 1,70

    LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 14

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    15

    BAB III POTENSI SUMBERDAYA

    3.1 GEOGRAFIS

    Dengan luas sekitar 5.782,50 km sebagian besar wilayah Kabupaten

    Banyuwangi masih merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini

    diperkirakan telah mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,72 persen, daerah

    persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas

    sekitar 82.143,63 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah

    permukiman penduduk dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04 persen.

    Sedang sisanya telah dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi

    dengan berbagai manfaat

    yang ada, seperti jalan,

    ladang dan lain-lainnya.

    Selain penggunaan luas

    daerah yang demikian itu,

    Kabupaten Banyuwangi

    memiliki panjang garis

    pantai sekitar 175,8 km,

    serta jumlah pulau ada 10

    buah. Seluruh wilayah

    tersebut telah memberikan

    manfaat besar bagi

    kemajuan ekonomi

    penduduk Kabupaten

    Banyuwangi.

    Secara geografis

    Kabupaten Banyuwangi

    terletak di ujung timur Pulau Jawa. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang

    berupa daerah pegunungan, merupakan daerah penghasil berbagai produksi

    perkebunan. Daratan yang datar dengan berbagai potensi yang berupa produksi

    Gambar 3.1

    Luas Kabupaten Banyuwangi Dirinci

    Menurut Penggunaannya Tahun 2009

    Hutan (31,72 %) Sawah (11,44 %)

    Lain-lain (17,48 %) Ladang (2,80 %)

    Perkebunan (14,21 %) Permukiman (22.04 %)

    Tambak (0,31 %)

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    16

    tanaman pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah

    Utara ke Selatan yang merupakan daerah penghasil berbagai biota laut.

    Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi

    terletak diantara 7 43 - 8 46 Lintang Selatan dan 113 53 - 114 38 Bujur Timur. Secara administratif sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

    Situbondo, sebelah Timur Selat Bali, sebelah Selatan Samudera Hindia serta

    sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.

    Umumnya daerah bagian Selatan, Barat dan Utara merupakan daerah

    pegunungan, sehingga pada daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah

    dengan rata-rata mencapai 40 serta dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding dengan daerah yang lain. Daerah datar terbentang luas dari

    bagian Selatan hingga Utara yang tidak berbukit. Daerah ini banyak dialiri

    sungai-sungai yang bermanfaat guna mengairi hamparan sawah yang luas.

    Daratan yang datar tersebut sebagian besar mempunyai tingkat

    kemiringan kurang dari 15 diikuti rata-rata curah hujan yang cukup memadai, sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah. Dari gambaran kondisi alam

    yang demikian itu menjadikan Kabupaten Banyuwangi pernah mendapat

    peringkat sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang merupakan

    daerah lumbung padi. Selain itu menurut data statistik juga memberikan adanya

    indikasi sebagai kabupaten potensi pertanian yang relatif besar setelah

    Kabupaten Malang dan Jember di kawasan Propinsi Jawa Timur.

    Dengan demikian berdasarkan keadaan geografisnya, Kabupaten

    Banyuwangi merupakan daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan,

    berpotensi besar bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan

    kehutanan, serta mempunyai peluang besar bagi upaya-upaya yang terkait

    dengan peningkatan potensi kelautan. Karena dari sepanjang garis pantai yang

    ada, yang merupakan daerah potensi perikanan laut dan biota lain itu masih

    belum dikelola secara optimal. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh

    Universitas Gajahmada Jogjakarta pada tahun 2002 menyebutkan bahwa, dari

    seluruh potensi laut yang ada itu masih kurang dari 10 persen yang baru bisa

    dikelola oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi.

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    17

    3.2 KEPENDUDUKAN

    Sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah yang diikuti dengan

    penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Jumlah penduduk telah digunakan

    sebagai salah satu penimbang terhadap besar kecilnya perolehan DAU bagi

    setiap pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

    Karena penduduk merupakan bagian dari pembangunan, maka posisi

    penduduk bisa sebagai subyek sekaligus bisa menjadi obyek dari pembangunan

    itu sendiri. Sampai dengan akhir tahun 2009 penduduk Kabupaten Banyuwangi

    tercatat sekitar 1.587.403 jiwa. Yang terdiri dari laki-laki sejumlah 776.371 jiwa

    dan perempuan ada sebanyak 811.032 jiwa. Dari sejumlah penduduk ini kepala

    keluarganya mencapai 461.255 kepala keluarga.

    3.3 PENDIDIKAN

    Pada tahun 2009 jumlah fisik sekolah, murid dan guru untuk Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) jumlahnya masih mempunyai kecenderungan yang

    meningkat baik berstatus negeri maupun swasta. Bahkan keberadaan TK ini

    penyebarannya sudah bisa ditemui di setiap desa/kelurahan dengan jumlah

    sedikitnya ada satu lembaga sekolah. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan

    Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang mempunyai kecenderungan jumlah

    lembaganya menurun dengan jumlah murid yang menurun pula. Penurunan

    jumlah lembaga SDN belakangan ini sebagai akibat dari kebijakan yang diambil

    oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan menyatukan dua SDN menjadi

    satu SDN, kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan jumlah murid pada

    SDN yang ada di bawah standar kecukupan sehingga perlu adanya efisiensi.

    Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat jumlah

    sekolah negeri perkembangannya terus bertambah, yang diikuti dengan naiknya

    jumlah SMP sederajat yang dikelola oleh pihak swasta. Pada sisi lain program

    pendidikan dasar atau yang lebih sering disebut-sebut dengan istilah Program

    Wajib Belajar Sembilan Tahun, secara kelembagaan di Kabupaten Banyuwangi

    sudah dapat dikategorikan cukup memadai, karena dari seluruh kecamatan yang

    ada di Kabupaten Banyuwangi seluruhnya sudah mempunyai SMP bahkan

    jumlahnya minimal ada satu SMP yang berstatus negeri. Pada jenjang

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    18

    pendidikan setingkat lebih tinggi yang disebut dengan Sekolah Menengah Atas

    (SMA) sederajat. Lembaga SMA sederajat sampai dengan tahun 2009,

    keberadaannya di setiap kecamatan sudah relatif merata karena dari setiap

    kecamatan yang ada umumnya sudah mempunyai lembaga SMA sederajat

    minimal ada satu SMA baik negeri maupun swasta.

    Apabila setiap jenjang sekolah dari SD sederjat hingga SMA sederajat

    dihitung berdasarkan perbandingan antar jumlah lembaganya diperoleh bahwa,

    5:1 untuk SD sederajat terhadap SMP sederajat, serta 2:1 untuk SMP sederajat

    terhadap SMA sederajat. Sedang perbandingan untuk jumlah muridnya diperoleh

    sekitar sekitar 3:1 untuk SD sederajat terhadap SMP sederajat, serta ada sekitar

    2:1 untuk SMP sederajat terhadap SMA sederajat. Arti dari angka perbandingan

    tersebut bisa dimaknai bahwa dari setiap jumlah lulusan 5 SDN sederajat yang

    bisa meneruskan dan tertampung di SMP sederajat jumlahnya baru sekitar

    sepertiganya. Dan dari setiap jumlah lulusan 2 SMP sederajat yang bisa

    meneruskan dan tertampung di SMA sederajat jumlahnya baru sekitar

    separuhnya.

    3.4 KESEHATAN

    Perkembangan program pembangunan di bidang kesehatan pada tahun

    2009 bisa dilihat berdasarkan jumlah fisik dari masing-masing lembaga yang ada.

    Seperti lembaga Rumah Sakit (RS) Umum/Khusus yang sebanyak 12 RS,

    Puskesmas sebanyak 45 lembaga serta Poliklinik/BP ada sebanyak 43 unit.

    Beberapa kecamatan yang terletak di kawasan Selatan Kabupaten Banyuwangi

    sampai dengan tahun 2009 masih belum tersedia fasilitas kesehatan yang

    berupa Rumah Sakit, atau masih dicukupi dengan adanya Puskesmas Rawat

    Inap. Seharusnya di kawasan Selatan Kabupaten Banyuwangi ini dibangun RS,

    karena bagaimana pun juga RS mempunyai fasilitas yang lebih lengkap bila

    dibandingkan dengan Puskesmas Dengan Dokter.

    Selain fasilitas kesehatan yang harus dibangun secara fisik, tenaga

    kesehatan atau para medis juga perlu mendapat tempat untuk bisa diupayakan

    keberadaannya, karena kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi setiap

    manusia mempunyai sifat yang paling mendasar. Bila diperhatikan jumlah Dokter

    (142 orang), Perawat dan Bidan (1.230 orang) pada tahun 2009, persebaran

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    19

    Dokter masih belum sebanding dengan persebaran penduduk. Sedang untuk

    Perawat dan Bidan mungkin dengan jumlah sebanyak 1.230 orang di tahun 2009

    diperkirakan belum bisa mencukupi apabila dirasiokan dengan jumlah penduduk

    yang mencapai 1.587.403 jiwa.

    3.5 PENDAPATAN PER KAPITA

    Ukuran kesejahteraan rakyat yang sering digunakan oleh para

    pengambil kebijakan salah satunya bisa berupa pendapatan per kapita.

    Walaupun kurang representatif pendapatan per kapita harus tetap disajikan untuk

    memperoleh gambaran sejauh mana pendapatan masyarakat secara rata-rata.

    Selain itu besaran pendapatan per kapita bisa digunakan untuk membandingkan

    tingkat kesejahteraan daerah satu dengan yang lain. Intepretasinya bila diperoleh

    angka pendapatan per kapitanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah

    yang lain, maka daerah yang lebih tinggi angka pendapatan per kapitanya

    tersebut lebih tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

    Pada tahun 2009 angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi

    tercatat sekitar Rp,12.444.122,71 yang mengandung maksud bahwa dari seluruh

    penduduk Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mempunyai pendapatan rata-rata

    dalam setahunnya sebesar Rp, 12.444.122,71. Angka pendapatan per kapita ini

    naik sekitar 12,61 persen bila dibandingkan dengan angka pendapatan per

    kapita tahun 2008. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa angka

    pendapatan per kaipta bisa diintepretasikan sebagai tingkat kesejahteraan

    masyarakat, dengan demikian apabila angka pendapatan per kapita Kabupaten

    Banyuwangi pada tahun 2009 naik sebesar 12,61 persen, maka sama artinya

    dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banyuwangi naik sebesar

    12,61 persen.

    Secara spasial bagi setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

    mempunyai angka pendapatan per kapita yang relatif sama. Kecuali Kecamatan

    Licin dan Kalipuro, karena di kedua kecamatan ini khususnya Kecamatan Licin

    yang merupakan satu-satunya kecamatan penghasil barang tambang di

    Kabupaten Banyuwangi dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit, akan

    menghasilkan angka pendapatan per kapita yang reletif lebih besar. Sedang

    untuk Kecamatan Kalipuro yang merupakan daerah potensial bagi Sub Sektor

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    20

    Pengangkutan Rel, Laut dan Penyeberangan di Kabupaten Banyuwangi, akan

    menghasilkan angka pendapatan per kapita yang reletif lebih besar pula.

    Pada tahun 2007 angka pendapatan per kapita terendah dalam wilayah

    Kabupaten Banyuwangi berada di Kecamatan Siliragung yang jumlahnya baru

    mencapai Rp.3.610.000,00,- dan Kedua Kecamatan Tegalsari sebesar

    Rp.3.950.000,00,-. Kedua kecamatan ini merupakan dua kecamatan baru dari

    hasil pemekaran beberapa tahun yang lalu. Di dua kecamatan ini pula diperoleh

    hasil penghitungan PDRB yang terendah dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi.

    Jadi bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa Kecamatan Siliragung dan Tegalsari

    ini harus mendapat perhatian yang lebih bila dibanding dengan kecamatan lain

    terkait dengan pelaksanaan program pembangunan daerah, utamanya dalam

    rangka memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

  • LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 21

    BBAABB IIVV SSIITTUUAASSII PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN

    MMAANNUUSSIIAA 4.1 INDIKATOR PENDIDIKAN

    Ada tiga variabel di dalam indikator pendidikan yang kerap kali

    digunakan oleh para pemerhati ketika mengkaji keberhasilan program

    pembangunan di bidang pendidikan. ketiga variabel itu terdiri dari Angka

    Partisipasi Sekolah (APS), kemampuan baca tulis atau angka melek huruf dan

    pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Dengan diplihnya ketiga variabel ini bukan

    berarti variabel pendidikan yang lain menjadi kurang maknanya, akan tetapi

    dengan alasan bahwa ketiga variabel ini sudah cukup representatif untuk

    mengukur berhasil atau tidaknya program pembangunan di bidang pendidikan.

    APS dalam prakteknya dibedakan menurut tiga kelompok umur. Pertama

    kelompok umur usia Sekolah Dasar (SD) sederajat yaitu umur 7 12 tahun. Kedua

    pada kelompok umur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat yaitu 13 15

    tahun dan ketiga pada kelompok umur Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat

    yaitu 16 18 tahun. Arti dari angka APS menggambarkan peran serta atau

    partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan penyelenggarakan pendidikan.

    Indikasi dari angka APS ini apabila semakin tinggi angkanya maka semakin berhasil

    program pendidikan yang diselenggarakan. Besarnya angka APS maksimal 100

    persen yang mempunyai arti bahwa seluruh anak pada kelompok umur tertentu

    semuanya sedang bersekolah.

    Angka APS pada umumnya mempunyai ciri semakin tinggi kelompok

    umur yang diukur, akan semakin rendah angka APS pada kelompok umur

    tersebut. Keadaan yang demikian ini menandakan bahwa kondisi sosial ekonomi

    masyarakat masih rendah, karena kemampuan untuk membiayai sekolah pada

    jenjang yang lebih tinggi semakin tidak mampu. Atau sebagai akibat dari semakin

    tingginya biaya pendidikan yang terjadi dari jenjang ke jenjang yang lebih tinggi,

    yang pada akhirnya putus sekolah menjadi pilihan. Hal ini terbukti dari angka

    putus sekolah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1.

  • Tabel 4.1 APS dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    Usia Sekolah No. Jenjang Sekolah Sederajat

    7 12 13 15 16 18

    Tdk/blm pernah sekolah 0,67 %1. SD/MI

    Tidak sekolah lagi 0,34 %

    Tdk/blm pernah sekolah 2,00 % 2. SLTP

    Tidak sekolah lagi 11,14 %

    Tdk/blm pernah sekolah 0,01 %3. SLTA

    Tidak sekolah lagi

    40,24 %

    Angka Putus Sekolah Kab. Banyuwangi 0,34 % 11,14 % 40,24 %

    APS Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo 99,09 % 80,50 % 45,64 %

    APS Wilayah Eks Kawedanan Benculuk 99,11 % 85,46 % 52,77 %

    APS Wilayah Eks Kawedanan Genteng 99,25 % 88,43 % 61,28 %

    APS Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi 98,51 % 87,04 % 54,21 %

    APS Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi 98,96 % 87,29 % 58,75 %

    APS Kabupaten Banyuwangi 98,99 % 86,86 % 59,75 %

    APS Propinsi Jawa Timur 98,93 % 87,91 % 59,23 %

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Pada tahun 2009 angka APS untuk kelompok umur 7 12 tahun

    sebesar 98,99 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 7 12 tahun

    yang ada di Kabupaten Banyuwangi 1 hingga 2 anak di antaranya akan

    ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out).

    Kelompok umur 13 15 tahun dengan angka APS sebesar 86,86 persen. Artinya

    dari setiap 100 anak yang berumur 13 15 tahun yang ada di Kabupaten

    Banyuwangi 3 hingga 4 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah

    sekolah dan sekitar 11 hingga 12 anak tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok

    umur 16 18 tahun dengan angka APS sebesar 59,75 persen. Artinya dari setiap

    100 anak yang berumur 16 18 tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 1

    anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 40

    hingga 41 anak tidak sekolah lagi (Drop Out).

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 22

  • Angka APS Kabupaten Banyuwangi ini apabila dibandingkan dengan

    angka APS Propinsi Jawa Timur masih relatif tertinggal, karena angka APS pada

    kelompok umur 16 18 tahun masih berada di bawah angka APS Propinsi Jawa

    Timur. Jadi tingkat capaian situasi pembangunan manusia melalui program

    pembangunan bidang pendidikan masih belum berhasil. Keterkaitannya dengan

    keberhasilan program pendidikan dasar sembilan tahun di Kabupaten Banyuwangi,

    berdasarkan angka APS dan putus sekolah sebagaimana Tabel 5.1 tersebut juga

    belumlah cukup untuk dikatagorikan berhasil. Karena mereka yang putus sekolah

    ditambah dengan yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya masih ada.

    Berikutnya adalah angka melek huruf. Angka melek huruf ini diukur

    dengan menggunakan pendekatan penduduk berumur 10 tahun. Pada tahun 2009 angka melek huruf di Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 88,21 persen,

    atau bila diukur dengan angka buta hurufnya sebesar 11,79 persen. Artinya dari

    setiap 100 penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur 10 tahun, akan ditemukan antara 11 hingga 12 orang di antaranya belum bisa baca tulis atau

    buta huruf. Dari angka buta huruf yang sebesar 11,79 persen ini ada sekitar

    151.762 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 35.504 orang dan perempuan

    sebanyak 116.258 orang, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2.

    Tabel 4.2

    Angka Buta Huruf di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 (%)

    Laki-laki Perempuan Jumlah Wil. Eks.

    Kawedanan N % N % N %

    Bangorejo 2.793 0,49 11.640 2,18 14.433 2,67Benculuk 6.366 0,79 28.188 2,54 34.555 3,33Genteng 10.252 0,59 32.864 1,68 43.117 2,27Rogojampi 7.618 0,65 21.640 1,70 29.256 2,35Banyuwangi 8.475 0,24 21.926 0,93 30.401 1,17

    Angka Kabupaten 35.504 2,76 116.258 9,03 151.762 11,79Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 23

  • LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 24

    Gambar 4.1 Banyaknya Buta Huruf Dirinci Menurut

    Kelopok Umur Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    4,5

    5

    10-1

    4

    15-1

    9

    20-2

    9

    30-3

    9

    40-4

    9

    50-5

    9

    60-6

    4

    65 +

    0,07 0,04 0,23

    0,69

    2,3

    2,63

    1,19

    4,96

    Berdasarkan jumlah

    penduduk yang buta huruf

    tersebut, Apabila dihitung

    perbandingannya antara

    penduduk laki-laki dengan

    perempuan yang buta huruf

    diperoleh 1 orang laki-laki

    dibanding 3 hingga 4 orang

    perempuan yang buta huruf.

    Selain itu angka buta huruf

    tersebut bila dirinci menurut

    kelompok umur, diperoleh

    informasi bahwa semakin tua

    umur penduduk Kabupaten

    Banyuwangi semakin banyak yang buta huruf. Angka buta huruf terendah ada

    pada kelompok umur 10 39 tahun dan tertinggi pada kelompok umur 60 tahun. Kondisi yang demikian ini tampak searah dengan tingkat capaian program

    pembangunan bidang pendidikan yang secara bertahap terus diupayakan

    peningkatannya oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Secara rinci disajikan

    pada Gambar 5.1.

    Variabel ketiga adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Variabel ini

    mengukur sampai seberapa tinggi pendidikan yang ditamatkan penduduk

    Kabupaten Banyuwangi. Umur penduduk yang diukur pendidikannya

    menggunakan pendekatan penduduk berumur 15 tahun. Diplihnya kelompok umur ini karena ada keterkaitannya dengan kelompok umur pendidikan dasar

    sembilan tahun. Pada tahun 2009 bagi penduduk Kabupaten Banyuwangi yang

    berumur 15 tahun terbanyak menamatkan pendidikannya pada jenjang SD sederajat yang jumlahnya mencapai 32,11 persen atau sekitar 387.043 orang.

    Kedua terbanyak pada mereka yang menamatkan pendidikannya di jenjang SMP

    sederajat dengan jumlah 20,62 persen atau sekitar 248.564 orang. Urutan ketiga

    pada mereka yang belum tamat SD sederajat sebesar 16,90 persen atau sekitar

    203.784 orang. Secara rinci disajikan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

  • Tabel 4.3 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Laki-laki 15 Tahun, 2009

    Wilayah Eks Kawedanan

    Tdk Pernah Sekolah

    Blm Tamat

    SD SD SMP SMA

    D-I/II/III D-IV/S-1

    S-2/3 Bangorejo 4.123 7.731 21.646 14.431 11.853 515Benculuk 7.605 22.694 47.578 30.440 19.176 1.074Genteng 14.447 28.041 57.671 43.686 39.386 2.665Rogojampi 8.988 16.261 28.989 24.774 14.278 1.032Banyuwangi 6.241 20.054 36.147 24.177 31.110 1.078Angka Kabupaten 41.404 94.781 192.031 137.508 115.803 6.364

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur 15 tahun pada tahun 2009 jumlahnya ada sekitar 1.205.532 orang. Bila ditinjau dari pendidikan

    tertinggi yang ditamatkan serta dibedakan antara laki-laki (Tabel 5.3) dan

    perempuan (Tabel 5.4), mempunyai kecenderungan semakin rendah jenjang

    pendidikan yang ditamatkan semakin banyak jumlah penduduk perempuan.

    Sebaliknya semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan semakin banyak

    jumlah penduduk laki-laki.

    Tabel 4.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Perempuan 15 Tahun, 2009

    Wilayah Eks Kawedanan

    Tdk Pernah Sekolah

    Blm Tamat

    SD SD SMP SMA

    D-I/II/III D-IV/S-1

    S-2/3 Bangorejo 16.492 8.761 14.430 14.430 5.153 964Benculuk 23.596 27.508 39.763 28.849 13.328 1.488Genteng 42.532 33.973 68.417 33.106 20.209 2.011Rogojampi 30.789 19.010 29.114 14.836 4.689 522Banyuwangi 24.272 19.751 43.288 19.835 14.029 2.496Angka Kabupaten 137.681 109.003 195.012 111.056 57.408 7.481

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Berikut adalah gambaran umum berdasarkan situasi pembangunan

    manusia di bidang pendidikan, diambil dari tiga variabel pendidikan yang dikaji

    dan dibedakan menurut wilayah Eks kawedanan diperoleh informasi sebagai

    berikut :

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 25

  • 1. Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo Situasi pembangunan manusia di wilayah Eks kawedanan Bangorejo ini

    masih belum cukup untuk dikatagorikan berhasil, karena menurut ketiga variabel

    pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di

    bawah angka Kabupaten Banyuwangi.

    2. Wilayah Eks Kawedanan Benculuk Sebagaimana situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah

    Eks Kawedanan Bangorejo, Wilayah Eks Kawedanan Benculuk ini juga masih

    belum cukup untuk dikatagorikan berhasil, karena menurut ketiga variabel

    pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di

    bawah angka Kabupaten Banyuwangi.

    3. Wilayah Eks Kawedanan Genteng Situasi pembangunan manusia di Wilayah Eks Kawedanan Genteng ini

    tampak lebih berhasil bila dibandingkan dengan Wilayah Eks Kawedanan

    Bangorejo dan Benculuk, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur

    dengan rata-rata tingkat capaian yang sudah berada di atas angka Kabupaten

    Banyuwangi.

    4. Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi Sebagaimana situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah

    Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk, Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi

    ini juga tampak kurang berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang

    diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka

    Kabupaten Banyuwangi.

    5. Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi Situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan

    Banyuwangi ini tampak berhasil seperti yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan

    Genteng, yaitu dengan ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata

    tingkat capaian yang sudah berada di atas angka Kabupaten Banyuwangi.

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 26

  • LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 27

    42,1143,3043,9144,8546,32

    32,0932,2035,0935,32

    36,65

    05

    101520253035404550

    2005 2006 2007 2008 2009

    B.Wangi Jatim

    Gambar 4.2 AKB Kab.Banyuwangi dan Jawa Timur Thn 2005 2009

    Dari variabel

    AKB. Sejak tahun 2005

    sampai dengan 2009 AKB

    di Kabupaten Banyuwangi

    jumlahnya tergolong tinggi

    bila dibandingkan dengan

    AKB Propinsi Jawa Timur.

    Kisaran selisih-nya rata-

    rata mencapai 10 bayi

    yang meninggal dari setiap

    seribu kelahiran.

    Contohnya pada tahun

    2009 AKB Kabupaten

    Banyuwangi angkanya

    sekitar 42 hingga 43 bayi

    yang meninggal dari setiap

    seribu kelahiran. Pada tahun yang sama AKB Propinsi Jawa Timur tercatat 32

    hingga 33 bayi yang meninggal dari setiap seribu kelahiran.

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    4.2 INDIKATOR KESEHATAN

    Mendasarnya kebutuhan kesehatan bagi setiap orang sama halnya

    dengan mendasarnya kebutuhan pendidikan. Terkait dengan hal tersebut

    pemerintah kerap mencanangkan program-program yang diarahkan untuk

    memajukan tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan ini. Seperti

    Indonesia Sehat Tahun 2010, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan seterusnya.

    Untuk mengukur tingkat capaian program pembangunan bidang kesehatan ada

    beberapa variabel yang biasa digunakan oleh para pemerhati. Di antaranya

    adalah Angka Kematian Bayi (AKB), balita gizi buruk dan pemberian imunisasi

    terhadap balita,

    Variabel balita gizi buruk. Ada empat katagori dalam pengklasifikasian

    status gizi balita, yaitu buruk, kurang, baik dan lebih. Dari tahun 2008 sampai

    dengan tahun 2009 kondisi gizi buruk dan kurang jumlahnya tampak menurun,

    kondisi yang demikian ini searah dengan jumlah gizi buruk dan kurang rata-rata

    balita di Propinsi Jawa Timur. Demikian juga untuk status gizi baik dan lebih yang

  • kenaikan angkanya searah

    dengan kenaikan angka Propinsi

    Jawa Timur. Artinya perbaikan

    gizi balita yang terjadi di

    Kabupaten Banyuwangi tampak

    berhasil yang didukung dengan

    rendahnya jumlah balita gizi

    buruk dan kurang yang

    angkanya berada di bawah

    angka Propinsi Jawa Timur.

    Untuk balita atau anak

    usia 1 sampai dengan 4 tahun

    pada tahun 2009 kelengkapan imunisasinya masih perlu mendapat perhatian

    serius, karena dari sejumlah balita yang ada di Kabupaten Banyuwangi baru

    sebanyak 96,89 persen yang mendapatkan imunisasi. Khusus untuk balita

    berumur 0 11 bulan atau balita umur < 1 tahun dengan angka 88,69 persen

    yang sudah pernah mendapatkan pelayanan imunisasi. Hal ini menunjukkan

    masih belum berhasilnya program Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) di

    Kabupaten Banyuwangi. Dari ketiga variabel kesehatan ini dua di antaranya yaitu

    AKB dan balita gizi buruk masih belum layak apabila disajikan sampai dengan

    tingkat wilayah Eks kawedanan. Karena keterbatasan jumlah sampel yang

    digunakan serta kejadian di lapangan dari kedua variabel itu sangatlah jarang

    terjadi. Misalnya kematian bayi per seribu kelahiran, akan dibutuhkan setidaknya

    ada seribu kelahiran di wilayah Eks kawedanan dan hal ini kecil kemungkinannya

    untuk terjadi.

    Tabel 4.5 Persentase Balita Berdasarkan Status Gizi Kabupaten Banyuwangi dan Prov. Jatim 09

    Banyuwangi Prop. Jatim Status Gizi 2008 2009 2008 2009

    Buruk 2,14 2,38 2,71 2,63

    Kurang 14,74 14,66 16,57 14,94

    Baik 80,83 81,05 78,74 80,27

    Lebih 2,29 1,91 1,98 2,16 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    4.3 INDIKATOR DAYA BELI

    Pada dasarnya indikator daya beli ini bisa didekati dengan

    menggunakan indikator lain yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap

    kemampuan daya beli penduduk dalam suatu daerah. Di antara indikator itu

    adalah indikator ketenagakerjaan, karena dengan tersedianya perluasan usaha

    dan kesempatan kerja sudah barang tentu akan diikuti dengan meningkatnya

    pendapatan penduduk bagi daerah tersebut.

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 28

  • 4.3.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

    Gambar: 4.3 TPAK di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009.

    71,3

    7

    69,0

    4

    70,9

    1

    67,7

    1

    71,7

    3

    64

    66

    68

    70

    72

    Bangorejo Benculuk Genteng

    Rogojampi Banyuwangi

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Angka TPAK

    dihitung berdasarkan

    jumlah angkatan kerja

    dibagi dengan usia kerja

    dalam persen. Indikator ini

    menunjukkan jumlah

    penduduk yang mem-

    butuhkan pekerjaan, yang

    dimaksud dengan

    membutuhkan pekerjaan di

    sini bisa saja penduduk

    tersebut sudah memiliki

    pekerja-an maupun sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha,

    sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai

    akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi

    masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut. Pada tahun

    2009 penduduk Kabupaten Banyuwangi yang membutuhkan pekerjaan ada

    sekitar 70,37 persen yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 44,79 persen

    dan perempuan 25,58 persen. Sedang selebihnya yang sebanyak 29,63 persen

    merupakan akumulasi dari jumlah penduduk yang sedang bersekolah, mengurus

    rumahtangga dan mereka yang melakukan kegiatan lain seperti hanya

    melakukan olehraga dan sejenisnya.

    Adapun indikasi dari angka TPAK ini masih belum bisa dipastikan

    apakah semakin tinggi angka TPAK akan memberikan informasi semakin baik

    pula kegiatan yang diukur dengan indikator ini. Karena masih harus dilihat

    seberapa banyak mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang

    mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka

    yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang

    tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka

    cari tersebut apabila ikut naik, maka angka TPAK yang tinggi tidak akan

    mempunyai makna yang signifikan. Kecuali apabila angka TPAK tinggi dan

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 29

  • angka penganggurannya rendah itulah yang diharapkan oleh para pengambil

    kebijakan.

    Berdasarkan wilayah Eks kawedanan. Di Wilayah Eks Kawedanan

    Bangorejo dengan angka TPAK sebesar 71,37 persen yang terdiri dari 47,16

    persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 24,21 persen

    angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo ada

    sekitar 71,37 persen dari penduduk yang berumur 15 59 tahun sedang

    membutuhkan pekerjaan. Di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk dengan angka

    TPAK sebesar 69,04 persen yang terdiri dari 44,59 persen merupakan angka

    TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 24,45 persen angka TPAK perempuan.

    Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk ada sekitar 69,04 persen dari

    penduduk yang berumur 15 59 tahun sedang membutuhkan pekerjaan.

    Di Wilayah Eks Kawedanan Genteng dengan angka TPAK sebesar

    70,91 persen yang terdiri dari 43,68 persen merupakan angka TPAK penduduk

    laki-laki dan sebesar 27,23 persen angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah

    Eks Kawedanan Genteng ada sekitar 70,91 persen dari penduduk yang berumur

    15 59 tahun sedang membutuhkan pekerjaan. Di Wilayah Eks Kawedanan

    Rogojampi dengan angka TPAK sebesar 67,71 persen yang terdiri dari 43,44

    persen merupakan angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 24,27 persen

    angka TPAK perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi ada

    sekitar 67,71 persen dari penduduk yang berumur 15 59 tahun sedang

    membutuhkan pekerjaan dan di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dengan

    angka TPAK sebesar 71,73 persen yang terdiri dari 42,77 persen merupakan

    angka TPAK penduduk laki-laki dan sebesar 28,96 persen angka TPAK

    perempuan. Artinya di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi ada sekitar 71,73

    persen dari penduduk yang berumur 15 59 tahun sedang membutuhkan

    pekerjaan.

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 30

  • LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 31

    4.3.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

    Secara

    matematis angka TPT

    ini dihitung

    berdasarkan hasil

    pembagian antara

    jumlah pengangguran

    dengan jumlah

    angkatan kerja dalam

    persen. Indikator ini

    mengukur tingkat

    pengangguran terbuka

    di kalangan angkatan

    kerja. Indikasi dari indikator ini apabila semakin rendah angkanya maka semakin

    baik pula angka pengangguran di daerah tersebut. Adakalanya angka TPT ini

    dibeda-kan menurut jam kerja dan pendidikan dari para pencari kerja.

    Berdasarkan jam kerja didefinisikan apabila jam kerjanya selama seminggu

    kurang dari 35 jam terhadap jam kerja normal dikatagorikan sebagai

    pengangguran terselubung, dan ber-dasarkan pendidikan menghasilkan tingkat

    pengangguran terdidik. Dalam hal ini pendidikan dibedakan menurut jenjangnya

    seperti Sekolah Dasar (SD) sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

    sederajat dan seterusnya.

    Pada tahun 2009 angka TPT di Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar

    4,05 persen. Artinya dari 850.200 orang penduduk yang berumur 15 59 tahun

    yang berstatus angkatan kerja, sebanyak 34.460 orang di antaranya menyandang

    katagori penganggur. Dari sejumlah penganggur ini ada sekitar 22.182 orang

    berjenis kelamin laki-laki dan 12.278 orang perempuan. Alasan mereka sebagai

    pengangguran yang mencari pekerjaan sebagai akibat dari tanggungjawab mencari

    nafkah ada sebanyak 15.596 orang (45,26 %), karena tamat sekolah atau tidak

    sekolah lagi ada sekitar 13.281 orang (38,54 %), mereka yang beralasan

    menambah penghasilan ada sebanyak 1.950 orang (5,66 %) dan yang beralasan

    lainnya selain ketiga alasan tersebut jumlahnya mencapai 3.633 orang (10,54 %).

    Gambar: 4.4 Alasan Utama Mencari Pekerjaan Tahun 2009

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Tmt Sekolah (38,54) Tangg. Jaw ab (45,26 %)

    Menambah Pengh. (5,66 %) Lainnya (10,54 %)

  • Keterkaitan antara angka TPAK dengan TPT (Kedua indikator) ini

    sebetulnya saling terkait satu dengan yang lain. Sebagaimana disebutkan

    sebelumnya bahwa apabila diperoleh angka TPAK tinggi yang diikuti dengan

    angka TPT yang rendah, maka kemajuan atau tingkat capaian dalam

    menanggulangi pengangguran bagi daerah tersebut bisa dikatagorikan berhasil.

    Pada tahun 2009 angka TPAK dan TPT di Kabupaten Banyuwangi dapat

    dikatagorikan sebagai tingkat capaian yang berhasil dalam menanggulangi

    pengangguran, keadaan yang demikian ini didukung oleh pergeseran angka

    TPAK dan TPT tahun 2008 yang bergerak lebih baik ke arah tahun 2009

    sebagaimana disajikan pada Tabel 4.6.

    Tabel 4.6 TPAK dan TPT Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi

    Tahun 2008 2009 (%)

    2008 2009 No. Wilayah Eks Kawedanan TPAK

    Keberhasilan dalam menanggulangi pengangguran ini apabila dikaji

    sampai dengan wilayah Eks kawedanan akan memberikan indikasi yang berbeda

    antar satu kawedanan dengan yang lain. Angka TPT tertinggi terdapat di Wilayah

    Eks Kawedanan Rogojampi yang mencapai 6,51 persen, serta terendah ada di

    Wilayah Eks Kawedanan Benculuk dengan angka TPT sebesar 1,39 persen.

    Akibatnya dari keragaman angka TPAK dan TPT yang terjadi antar wilayah Eks

    kawedanan tersebut, akan mempengaruhi kemampuan antar wilayah Eks

    kawedanan dalam usahanya menanggulangi pengangguran. Contohnya dari lima

    wilayah Eks kawedanan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, ada empat wilayah

    Eks kawedanan yang terdiri dari Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo, Benculuk,

    Genteng dan Banyuwangi yang mempunyai pola kemiripan dalam kemajuannya

    menanggulangi pengangguran di wilayahnya masing-masing. Namun seperti

    TPAK TPT TPT 1. Bangorejo 68,26 6,53 71,37 2,122. Benculuk 69,81 5,75 69,04 1,393. Genteng 70,54 7,33 70,91 4,604. Rogojampi 75,77 4,23 67,71 6,515. Banyuwangi 71.13 8,04 71,73 4,60Kabupaten Banyuwangi 71,58 5,62 70,27 4,05

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 32

  • Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi tampak sebaliknya, yaitu telah mengalami

    kemunduran dalam menangani pengangguran yang terjadi di wilayahnya.

    Tampak yang demikian ini didukung oleh angka TPAK dan TPT tahun 2008 yang

    bergerak menurun ke arah tahun 2009.

    7,66

    6,715,8 5,62

    4,05

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    2005 2006 2007 2008 2009

    Gambar 4.5 TPT di Kab. Banyuwangi Tahun 2005 2009

    Sejak tahun 2005

    hingga 2009 angka TPT di

    Kabupaten Banyuwangi

    secara grafis seperti yang

    ada di Gambar 5.5

    mempunyai pola atau

    kecenderungan me-nurun,

    Menurunnya angka TPT

    yang demikian ini

    tentunya bagi setiap

    daerah merupakan

    harapan dan sekaligus

    acuan sebagai gambaran

    atau kondisi

    ketenagakerjaan bagi daerah yang bersangkutan. Bagi Pemerintah Kabupaten

    Banyuwangi gambaran yang obyektif dan faktual tentang Ketenagakerjaan

    menjadi bahan evaluasi dan sekaligus menjadi bahan perencanaan

    pembangunan di masa mendatang yang lebih komprehensif. Sedangkan bagi

    para akademisi, peminat dan pemerhati masalah sosial angka TPT ini

    diharapkan bisa digunakan sebagai refrensi ketika mengkaji kondisi

    ketenagakerjaan di Kabupaten Banyuwangi.

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Bahkan secara luas angka TPT ini merupakan salah satu dari indikator

    makro ekonomi dan sosial yang kerap dikaji dan dipergunakan oleh para

    pengambil keputusan dalam kaitannya dengan keberhasilan pembangunan.

    Karena ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam

    kehidupan manusia yang mencakup dimensi ekonomi maupun sosial. Dimensi

    ekonomi menjelaskan kebutuhan manusia akan pekerjaan berkaitan dengan

    pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan dimensi sosial dari

    pekerjaan adalah berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap individu

    untuk berkarya dalam suatu bidang pekerjaan. Oleh karena itu upaya

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 33

  • pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan

    kesempatan berusaha.

    Pengangguran menurut kelompok umur. Umumnya para pencari kerja di

    Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 didominasi oleh mereka-mereka yang

    berumur 15 19 tahun. Jumlahnya ada sekitar 13.890 orang atau sebesar 40,31

    persen dari total penganggur. Alasan utama dalam upayanya mencari pekerjaan

    dari kelompok umur ini dilatarbelakangi karena sudah merasa tamat sekolah atau

    sudah tidak sekolah lagi yang jumlahnya mencapai 9.409 orang. Urutan kedua

    pada kelompok umur 20 24 tahun yang berjumlah 8.394 orang. Alasan utama

    dari kelompok umur ini dalam usahanya mencari pekerjaan sama dengan

    kelompok umur 15 19 tahun yaitu merasa tamat sekolah atau sudah tidak

    sekolah lagi yang jumlahnya mencapai 3.386 orang.

    Para pencari kerja di Kabupaten Banyuwangi itu apabila dibedakan

    menurut jenis kelamin dan kelompok umurnya, tampak penduduk laki-laki lebih

    berupaya untuk memperoleh pekerjaan dibandingkan dengan perempuan. Karena

    penduduk laki-laki sejak memasuki usia produkstif umur 15 tahun hingga umurnya

    mencapai tidak produktif lagi yaitu umur 60 tahun mereka terus membutuhkan

    pekerjaan. Berbeda dengan penduduk perempuan yang ketika memasuki usia

    produktif umur 15 tahun hingga berumur 39 tahun saja yang membutuhkan

    pekerjaan, selebihnya mereka yang berumur 40 59 tahun lebih menyukai

    mengurus rumah tangganya dari pada harus mencari pekerjaan.

    4.3.3 Tingkat Kesempatan Kerja (TKK)

    Formula matematis yang digunakan untuk menghitung indikator ini

    diperoleh dengan cara jumlah penduduk yang bekerja dibagi dengan jumlah

    angkatan kerja. Kegunaan indikator ini untuk mengukur seberapa besar tingkat

    penyerapan terhadap angkatan kerja. Yang dimaksud dengan kesempatan kerja

    di sini jangan diartikan ada lowongan kerja, namun hanya sebuah istilah yang

    terkait dengan penduduk yang bekerja saja. Indikasinya apabila angka TKK ini

    semakin tinggi maka penyerapan terhadap angkatan kerja semakin baik. Atau

    pemenuhan dan perluasan kesempatan kerja bagi daerah yang bersangkutan

    dapat dikatagorikan berhasil.

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 34

  • Pada tahun 2009 angka TKK di Kabupaten Banyuwangi tercatat 95,95

    persen. Artinya dari setiap 100 orang angkatan kerja yang ada ditemukan 96

    orang di antaranya sedang bekerja. Apabila angka TKK ini diamati berdasarkan

    wilayah Eks kawedanan di Kabupaten Banyuwangi, diperoleh angka TKK

    tertinggi berada di Wilayah Eks Kawedanan Benculuk sebesar 97,76 persen dan

    terendah ada di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi sebesar 93,92 persen.

    Serta secara luas angka-angka TKK ini bisa diartikan bahwa di antara lima

    wilayah Eks kawedanan yang ada di Kabupaten Banyuwangi yang paling

    berhasil dalam memenuhi dan memperluas kesempatan kerjanya berada di

    Wilayah Eks Kawedanan Benculuk, lebih rinci ada pada Tabel 4.7.

    LAPORAN AKHIR IndEks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 35

    Tabel 4.7 Jumlah Angkatan Kerja dan TKK Menurut Wilayah Eks Kawedanan Tahun 2009

    (Orang)

    Kegiatan Bangorejo Benculuk Genteng Rogojampi Banyuwangi

    1. Bekerja 72.541 162.459 272.727 119.661 188.352 2. Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha dan Putus Asa.

    1.876 3.730 12.204 7.759 8.891

    Jumlah 74.417 166.189 284.931 127.420 197.243 TKK (%) 97,48 97,76 95,72 93,92 95,50

    Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

  • LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 36

    BBAABB VV SSTTAATTUUSS DDAANN KKIINNEERRJJAA

    PPEEMMBBAANNGGUUNNAANN MMAANNUUSSIIAA 5.1 DERAJAT PENDIDIKAN

    Derajat pendidikan ini diukur dengan menggunakan pendekatan

    indikator pendidikan yang terdiri dari rata-rata lama sekolah (mean year of

    schooling) dan angka melek huruf (literacy rate). Kegunaan indikator ini yang

    berupa rata-rata lama sekolah adalah menggambarkan seberapa tinggi tingkat

    pendidikan rata-rata dalam tahun di suatu daerah dan angka melek huruf

    menggambarkan seberapa banyak penduduk suatu daerah sudah bisa membaca

    dan menulis dalam persen. Indikasinya apabila diperoleh rata-rata lama sekolah

    semakin tinggi dan angka melek hurufnya juga semakin tinggi, maka

    pembangunan di bidang pendidikan bagi daerah tersebut bisa dikatagorikan

    berhasil.

    Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan indikator ini sebagaimana

    UNDP menghitung HDI. Sehingga ukuran keberhasilannya pun mengikuti

    standar UNDP ketika menentukan tingkat capaian program pembangunan di

    bidang pendidikan. Yang dimaksud dengan tingkat capaian di sini adalah

    seberapa dekat keberhasilan program pembangunan bagi daerah tersebut

    menuju ke arah sasaran. Misalnya standar UNDP dalam menentukan angka

    rata-rata lama sekolah selama 15 tahun sebagai sasaran, kalau dijabarkan ke

    dalam jenjang pendidikan di Indonesia waktu selama 15 tahun tersebut

    merupakan waktu yang ditempuh pada jenjang Sekolah Dasar (SD) sederajat

    selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat selama 3 tahun,

    Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat selama 3 tahun dan setingkat yang

    lebih tinggi dari SMA sederajat selama 3 tahun seperti D-III.

    Pada tahun 2009 angka rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun di Kabupaten Banyuwangi tercatat selama 6,73 tahun atau rata-rata

    lamanya penduduk Kabupaten Banyuwangi dalam menjalani pendidikan selama

    6 tahun 9 bulan yang setara dengan kelas I (satu) SMP sederajat. Dibanding

    dengan rata-rata lama sekolah tahun 2008 tampak ada penurunan, akibat dari

  • penurunan angka ini bukan berarti program pembangunan di bidang pendidikan

    mengalami kemunduran, namun sebagai akibat dari kelambatan dalam

    mengupayakan tingkat capaian dari program pembangunan di bidang pendidikan

    itu sendiri.

    Gambar 5.1

    Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009

    6,73 2009 88,21

    6,82 2008 87,89

    6,54 2007 87,33

    6,68 2006 84,86

    15 UNDP 100

    Rata-rata Lama Sekolah (th) Angka Melek Huruf (%) Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

    Untuk kemampuan baca dan tulis standar UNDP adalah angka 100

    persen sebagai angka sasaran yang mempunyai arti bahwa seluruh penduduk di

    Kabupaten Banyuwangi tidak ada yang buta huruf, namun kondisi di lapangan

    telah ditemukan adanya sejumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi yang tidak

    bi