cover depan ipm 2010 4 - bappeda kabupaten gayo luesbappeda.gayolueskab.go.id/images/dokumen/ipm/ipm...
TRANSCRIPT
ISSN : 2089-3760
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN GAYO LUES
2010
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
ii
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN GAYO LUES
2010
ISSN :2089-3760
Katalog BPS :4102002.1113
UkuranBuku :21 cm x 15 cm
JumlahHalaman :xi+118Halaman
Naskah :BPS kabupaten Gayo Lues
Penyunting :BPS kabupaten Gayo Lues
GambarKulit :BPS kabupaten Gayo Lues
DiterbitkanOleh :BAPPEDA Kabupaten GayoLues dan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Gayo
Lues
DicetakOleh :Badan Pusat Statistik Kabupaten Gayo
Lues
Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
iii
KATA SAMBUTAN
Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Gayo Lues ini merupakan hasil kerjasama antara
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Badan
Pusat Statistik Kabupaten GayoLues.
Pada masa lalu, saat ini, dan dimasa mendatang
peran informasi statistik semakin penting dalam
pembangunan. Penerbitan publikasi ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih bagi pembangunan daerah, baik
dari aspek perencanaan maupun evaluasi serta dapat
memperkaya khasanah informasi statistik yang tersedia.
Kepada segenap jajaran Badan Pusat Statistik
Kabupaten Gayo Lues, kami ucapkan terimakasih atas peran
sertanya hingga terwujud penerbitan ini. Semoga kerja sama
yang telah terjalin selama ini dapat ditingkatkan lagi dimasa
yang akan datang.
Akhirnya kami berharap, semoga publikasi ini
bermanfaat bagi semua pihak, kritik dan saran demi
perbaikan dimasa datang sangat kami hargai.
Blangkejeren, November 2011
KEPALA BAPPEDA
KABUPATEN GAYO LUES
H. Abd. Manaf, SE
Pembina Tk I (IV/b)
NIP. 19560806 198003 1 003
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyiv
KATA PENGANTAR
Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Gayo Lues 2010 menyajikan informasi mengenai
kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Gayo Lues
tahun 2010, dengan membandingkan perkembangan
komponen IPM Kabupaten Gayo Lues selama kurun waktu
2009-2010 dalam bentuk indikator komposit. Pada publikasi
ini disajikan juga kinerja pembangunan manusia diseluruh
kabupaten/kota lain dalam Provinsi Aceh tahun 2010
pembanding.
Kepada semua pihak, khususnya kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Gayo Lues dalam hal ini jajaran Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Ka
Gayo Lues yang telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam penyusunan publikasi ini kami ucapkan banyak terima
kasih.
Disadari masih terdapat kekurangan dalam publikasi
ini, untuk itu kritik dan saran demi perbaikan di
mendatang senantiasa kami terima dengan tangan terbuka.
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pengambil
kebijakan dan pengguna data lainnya.
Blangkejeren,November
KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
KABUPATEN GAYO LUES
Ir. MAIMUN
yyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
menyajikan informasi mengenai
kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Gayo Lues
, dengan membandingkan perkembangan
komponen IPM Kabupaten Gayo Lues selama kurun waktu
dalam bentuk indikator komposit. Pada publikasi
kinerja pembangunan manusia diseluruh
10 sebagai
Kepada semua pihak, khususnya kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten Gayo Lues dalam hal ini jajaran Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Gayo Lues yang telah memberikan bantuan dan dukungan
dalam penyusunan publikasi ini kami ucapkan banyak terima
Disadari masih terdapat kekurangan dalam publikasi
tik dan saran demi perbaikan dimasa
terima dengan tangan terbuka.
Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pengambil
November 2011
BADAN PUSAT STATISTIK
KABUPATEN GAYO LUES
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
v
DAFTAR ISI
Hal
KATA SAMBUTAN ....................................................... iii
KATA PENGANTAR . .................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................... 3
1.2 Tujuan dan Kegunaan ............................... 9
1.3 Sistematika ............................................. 10
BAB II. TINJAUAN UMUM IPM
2.1 Konsep Pembangunan Manusia .................. 15
2.2 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia ..... 18
BAB III. METODOLOGI
3.1 Sumber Data ........................................... 23
3.2 Komponen IPM ......................................... 23
3.3 Penghitungan Indeks ................................ 28
3.4 Kecepatan Pertumbuhan IPM (Shortfall) ...... 29
BAB IV. GAMBARAN UMUM
4.1 GambaranUmum Wilayah .......................... 33
4.2 GambaranUmumKependudukan ................. 37
4.2.1. JumlahdanKomposisi
Penduduk ........................................ 37
4.2.2. Persebarandan
KepadatanPenduduk ................................. 38
4.2.3. PendudukMenurutKecamatan ........... 40
4.2.4. FertilitasdanKeluarga
Berencana ............................................... 42
4.2.5. PendudukMiskin .............................. 44
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
vi
4.3 PotensiSosialEkonomi ................................ 45
4.3.1. PotensiSosial ................................... 45
4.3.2. PotensiEkonomi ............................... 55
BAB V. IPM KABUPATEN GAYO LUES
5.1 KomponenPenghitungan IPM ...................... 61
5.1.1. AngkaHarapanHidup ........................ 61
5.1.2. Angka Melek Huruf & Rata-Rata Lama
Bersekolah ............................................... 67
5.1.3. DayaBeli ......................................... 72
5.2 IPM Kabupaten Gayo Lues.......................... 74
5.2.1. IPM Kabupaten Gayo Lues Tahun
2009-2010 ............................................... 74
5.2.1. Perbandingan IPM
Antarkabupaten/kota ......................... 76
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .............................................. 85
6.2 Saran-saran ............................................. 86
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 89
LAMPIRAN ................................................................. 93
DAFTAR ISTILAH PENTING .......................................... 113
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
vii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 4.1. Distribusi Luas Wilayah Kabupaten Gayo
LuesMenurut PenggunaanLahan, Tahun
2009 ..................................................... 34
Gambar 4.2. Distribusi Luas Wilayah KabupatenGayo
LuesMenurut Kecamatan, Tahun 2009 ...... 35
Gambar 4.3. Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibu Kota
Kabupaten: Blangkejeren, Tahun 2010 ..... 36
Gambar 4.4. PiramidaPenduduk KabupatenGayo Lues,
Tahun 2010 ........................................... 37
Gambar 4.5. Kepadatan Penduduk Kabupaten Gayo
Lues Menurut Kecamatan, Tahun 2010 ..... 39
Gambar 4.6. Distribusi Penduduk Kabupaten Gayo Lues
Menurut Kecamatan, Tahun 2010 ............. 40
Gambar 4.7. Penduduk Kabupaten Gayo Lues Menurut
Kecamatan, Tahun 2010 ......................... 41
Gambar 4.8. Persentase Perempuan Usia Reproduksi
yang Berstatus Kawin Menurut Metode
Kontrasepsi yang Digunakan, Tahun 2010 . 43
Gambar 4.9. Persentase penduduk Miskin,Tahun 2005-
2010 ..................................................... 44
Gambar 4.10. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010 ......... 46
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
viii
Gambar 4.11. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Provinsi Aceh, Tahun 2010 ....................... 47
Gambar 4.12. Persentase penduduk usia 10 tahun
keatasMenurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan,Tahun 2010 .......................... 48
Gambar 4.13. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia
SekolahMenurut Jenis Kelamin, Tahun
2010 ..................................................... 50
Gambar4.14. PersentaseRumahTanggaMenurutSumber
Air Minum, Tahun 2010 ........................... 52
Gambar 4.15.
............................................................ PersentaseRumahTanggaMenurutFasilitasTempat
Gambar 4.16. PersentasePenduduk yang
MengalamiKeluhanKesehatandan Rata-rata
Lama Sakit, Tahun 2010 .......................... 54
Gambar 4.17. Peranan Sektor Ekonomi dalam
Pembentukan PDRB Kabupaten
GayoLues,Tahun 2006–2010 .................... 56
Gambar 4.18. PertumbuhanEkonomi, Tahun 2006–2010 .. 57
Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup, Tahun 2009–2010 .. 61
Gambar 5.2. Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di
Provinsi Aceh, Tahun 2009-2010 .............. 62
Gambar 5.3. Balita Menurut Penolong Kelahiran
Terakhir, Tahun 2009-2010 ..................... 64
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
ix
Gambar 5.4. Persentase Balita Umur 2-4 Tahun Menurut
Lama Disusui, Tahun 2010 ...................... 65
Gambar 5.5. Persentase Balita yang Pernah Mendapat
Imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, dan
Hepatitis B, Tahun 2010 .......................... 66
Gambar 5.6. Angka Melek Huruf Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, Tahun
2009-2010 ............................................ 68
Gambar 5.7. Rata-rata Lama Sekolah Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, Tahun
2009-2010 ............................................ 69
Gambar 5.8. Angka Partisipasi Sekolah Menurut
Kelompok Usia Sekolah, Tahun 2010 ........ 71
Gambar 5.9. Pengeluaran Riil Perkapita
Disesuaikan,Tahun 2005-2010 ................. 73
Gambar 5.10. Perkembangan IPM Kabupaten Gayo Lues
dan Provinsi Aceh,Tahun 2009-2010 ......... 74
Gambar 5.11. Posisi IPM Kabupaten/Kota Dibandingkan
dengan IPM Aceh, Tahun 2009-2010 ........ 76
Gambar 5.12. Urutan IPM Kabupaten/Kota Se-
ProvinsiAceh, Tahun 2009-2010 ............... 77
Gambar 5.13. Pengelompokan IPM BerdasarkanNilai dan
Perubahannya (Shortfall) ........................ 78
Gambar 5.14. IPM Kabupaten/Kota Tahun 2010
danPerubahan (Shortfall), Tahun 2009-
2010 ..................................................... 80
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
x
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di
Kabupaten Gayo Lues, Tahun 2009 .............. 93
Tabel 2. Luas Wilayah (Berdasarkan UU No.4 tahun
2002) dan Jumlah Desa Menurut Kecamatan
di Kabupaten Gayo Lues, Tahun 2009 ........... 94
Tabel 3. Data Kondisi Ruas Jalan Nasional, Provinsi,
dan Kabupaten di Kabupaten Gayo Lues,
Tahun 2010 ............................................... 94
Tabel 4. Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota
Kabupaten dan Provinsi, Tahun 2010 ............ 95
Tabel 5. Jumlah Penduduk Kabupaten Gayo Lues
Menurut Umur dan Jenis Kelamin, Tahun
2010 ......................................................... 96
Tabel6. Jumlah Penduduk Kabupaten Gayo Lues
Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, Tahun
2010 ......................................................... 97
Tabel 7. Jumlah, Persentase dan Garis Kemiskinan,
Tahun 2005-2010 ....................................... 97
Tabel 8. Persentase Angkatan Kerja dan Pengangguran
Terbuka Provinsi Aceh, Tahun 2010 .............. 98
Tabel 9. Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan
PDRB Kabupaten Gayo Lues, Tahun 2006-
2010 ......................................................... 99
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
xi
Tabel 10. Angka Harapan Hidup Kabupaten/kota di
Provinsi Aceh, Tahun 2006-2010 ................... 100
Tabel 11. Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/kota
di Provinsi Aceh, Tahun 2006-2010 ............... 101
Tabel 12. Rata-rata Lama Sekolah Menurut
Kabupaten/kota di Provinsi Aceh, Tahun
2006-2010 ................................................. 102
Tabel 13. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok
Usia Sekolah di Provinsi Aceh, Tahun 2010 ..... 103
Tabel 14. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas
Menurut ijazah/STTB yang dimiliki, Tahun
2010 ......................................................... 104
Tabel 15 Pengeluaran Riil Per Kapita Disesuaikan
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh,
Tahun 2006-2010 ....................................... 105
Tabel 16. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan
Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/Kota,
Tahun 2009-2010 ....................................... 106
Tabel 17. IPM Menurut Kategori (Provinsi Aceh) dan
Kabupaten/Kota, Tahun 2009-2010 ............... 107
Tabel 18. IPM 2010, Perubahan ShortfallTahun 2009-
2010, dan Letak Kuadran ............................. 108
Tabel 19. Konversi Lama Sekolah dengan Jenjang
Pendidikan ................................................. 109
Tabel 20. Tabel Komoditi Terpilih Untuk Menghitung
Paritas Daya Beli (PPP) ................................ 110
IIIIIIIIPPPPPPPPMMMMMMMM KKKKKKKKaaaaaaaabbbbbbbbuuuuuuuuppppppppaaaaaaaatttttttteeeeeeeennnnnnnnGGGGGGGGaaaaaaaayyyyyyyyooooooooLLLLLLLLuuuuuuuueeeeeeeessssssss 22222222000000001111111100000000
xii
Tabel 21. IPM/Human Development Index Beberapa
Negara, Tahun 2010 ................................... 111
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
1
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
2
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai
sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke
arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya Pembangunan
bersifat multidimensi dan memiliki berbagai kompleksitas
masalah. Proses pembangunan terjadi di semua aspek
kehidupan masyarakat, baik aspek ekonomi, politik, sosial,
maupun budaya.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan seringkali
dijumpai pemahaman yang mengasosiasikan pembangunan
dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi,
bahkan pembangunan dengan westernisasi. Secara historis,
ahli-ahli ekonomi Barat telah memperkenalkan konsep
pembangunan kepada negara-negara yang baru merdeka
paska Perang Dunia II, yang bertujuan untuk melakukan
modernisasi dengan berfokus pada 4 isu sentral, yaitu: (1)
pertumbuhan, (2) akumulasi kapital, (3) transformasi
struktural, dan (4) peran dominan pemerintah. Model
pemikiran ini telah mengantarkan sejumlah negara sedang
berkembang memasuki tahapan modernisasi dan
industrialisasi sebagai titik lompatan menuju kehidupan yang
maju dan sejahtera.
Namun paradigma pembangunan tersebut banyak
menuai kritik karena hasil dari pembangunan telah
PPeennddaahhuulluuaann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
4
menciptakan pula ketimpangan dan kesenjangan, kerusakan
ekologi, serta membelenggu kebebasan asasi manusia.
Paradigma pembangunan yang bersifat materialistik ini
mengukur pencapaian hasil pembangunan hanya dari aspek
fisik yang dikuantifikasi dalam perhitungan matematik dan
angka statistik, sehingga cenderung mengabaikan dimensi
manusia sebagai subyek utama pembangunan dan
menegasikan harkat dan martabat kemanusiaan.
Pemikiran kontemporer mengenai pembangunan telah
menempatkan kembali manusia sebagai subyek atau pusat
dari proses pembangunan. Lembaga PBB yang dibentuk
untuk menangani masalah pembangunan (United Nations
Development Program/UNDP) telah membuat definisi khusus
mengenai pembangunan manusia sebagai suatu proses
untuk memperluas pilihan-pilihan bagi manusia (a process of
enlarging people’s choices). Dalam konsep tersebut manusia
ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end),
sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana
untuk mencapai tujuan itu. Tujuan utama dari pembangunan
adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi
penduduknya untuk menikmati umur panjang, sehat dan
menjalankan kehidupan yang produktif. Premis penting yang
dikembangkan dalam pembangunan manusia adalah
mengutamakan manusia sebagai pusat perhatian (bukan
sebagai alat (instrument) dan memperbesar pilihan-pilihan
bagi manusia secara keseluruhan (tidak hanya terbatas pada
peningkatan pendapatan atas aspek ekonomi semata).
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
5
Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan
ditunjang oleh UNDP ini mengembangkan suatu indikator
yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan
manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development
Index (HDI). IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun
1990. IPM mencakup tiga komponen yang dianggap
mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah
dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang
merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga
komponen tersebut adalah peluang hidup (longevity),
pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (decent living).
Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup
ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama
sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun
keatas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per
kapita yang didasarkan pada paritas daya beli (purchasing
power parity).
Kedudukan dan peran IPM dalam konteks perencanaan
daerah dinilai sangat penting. Bahkan, pemerintah telah
menetapkan IPM sebagai salah satu variabel/indikator dalam
pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah. Dalam
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan, khususnya Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa
DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula
yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Lebih lanjut,
ayat (2) menyatakan bahwa celah fiskal sebagaimana
PPeennddaahhuulluuaann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
6
dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara kebutuhan
fiskal dan kapasitas fiskal. Sementara ayat (3) menyebutkan,
bahwa kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk,
luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk
Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks
Pembangunan Manusia.
Formula yang serupa juga diterapkan Pemerintah
Provinsi Aceh dalam pengalokasian dana Otonomi Khusus
(Otsus) bagi Pemerintah Kabupaten/kota. Hal ini tersirat
dalam Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas
Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus. Dalam Pasal
11 ayat (1), (2), dan (3) disebutkan sebagai berikut:
(1) Pengalokasian Dana Otonomi Khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dengan
perimbangan sebagai berikut :
a. Paling banyak 40% (empat puluh persen)
dialokasikan untuk program dan kegiatan
pembangunan Aceh;
b. Paling sedikit 60% (enam puluh persen)
dialokasikan untuk program dan kegiatan
pembangunan kabupaten/kota.
(2) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dibagi antar kabupaten/kota setiap tahun dengan
menggunakan suatu formula yang memperhatikan
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
7
keseimbangan kemajuan pembangunan antar
kabupaten/kota.
(3) Formula perhitungan besaran alokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menggunakan beberapa indikator
seperti jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan
indikator lainnya yang relevan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
IPM mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu
wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia,
yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup yang
layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup,
pencapaian pendidikan dan pengeluaran per kapita yang
didasarkan pada paritas daya beli. IPM adalah suatu
ringkasan dan bukan suatu ukuran komprehensif dari
pembangunan manusia (UNDP Human Development Report-
HDR, 2001). Dengan kata lain, IPM merupakan indeks
komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari
indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek huruf
dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak.
Komponen dan Indikator IPM
Komponen IPM adalah peluang hidup (longevity),
pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent
living). Peluang hidup diukur dengan angka harapan hidup
atau e0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung
PPeennddaahhuulluuaann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
8
(metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-
rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.
Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek
huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan
data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional Modul KOR
(susenas KOR). Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi
tahunan HDR sejak 1995 menggunakan indikator partisipasi
sekolah dasar, menengah, dan tinggi sebagai pengganti rata-
rata global. Indikator angka melek huruf diperoleh dari
variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan
indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan
menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu,
tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator
rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai
catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil
yang telah disesuaikan (Adjusted Real GDP per Capita)
sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia
indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan
antar negara.
Indikator Pembangunan Manusia (IPM) merupakan
salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam
perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat
nasional maupun pada tingkat daerah. Indikator ini
dipopulerkan oleh United Nations Development Program
(UNDP) melalui Laporan Pembangunan Manusia (Human
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
9
Development Report-HDR) yang diterbitkan pertama kali
pada tahun 1990 (HDR, 1990). Sejak tahun 1990, UNDP
mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan,
yang disebut Paradigma Pembangunan Manusia (PPM). Hal
ini berbeda dengan paradigma pembangunan sebelumnya,
yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang
menempatkan pendapatan (diukur dengan GNP atau GDP per
kapita) sebagai ukuran hasil pembangunan.
Namun demikian konsep IPM dapat dianggap sebagai
suatu konsep yang lebih komprehensif karena disamping
memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari
aspek non ekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan
pembangunan manusia dari aspek ekonomi. IPM merupakan
indeks komposit yang digunakan untuk mengukur upaya
program pembangunan dari aspek manusia. IPM mencakup
tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling
mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak.
Publikasi ini dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan tentang konsep, komponen-komponen, metode
penghitungan, dan peranan IPM untuk program
pembangunan daerah, khususnya bagi pembangunan daerah
di Kabupaten Gayo Lues.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Penyusunan publikasi IPM ini diharapkan mampu
menyajikan pencapaian dan perbandingan kinerja
pembangunan manusia sesuai perspektif UNDP di Kabupaten
PPeennddaahhuulluuaann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
10
Gayo Lues khususnya selama kurun waktu 2009-2010.
Selain itu IPM Kabupaten Gayo Lues juga diharapkan mampu
memberikan opini kepada pemerintah daerah setempat
sebagai decision maker dalam berbagai kebijakan program
pembangunan.
1.3. Sistematika
Analisis ini akan dikemas menjadi enam bab mulai dari
Pendahuluan hingga Kesimpulan dengan susunan sebagai
berikut:
1. Bab I. PENDAHULUAN, akan menguraikan mengenai
latar belakang dan tujuan analisis serta pengertian
Indeks Pembangunan Manusia secara umum.
2. Bab II. TINJAUAN UMUM IPM, membahas mengenai
penghitungan IPM serta perkembangan studi ini
terutama yang sudah dilakukan oleh UNDP yang
bekerja sama dengan BPS dan Bappenas.
3. Bab III. METODOLOGI, membahas mengenai sumber
data, konsep-konsep yang digunakan, serta metode
penghitungan dan analisis.
4. Bab IV. GAMBARAN UMUM, yang membahas
mengenai gambaran umum wilayah Kabupaten Gayo
Lues serta potensi sosial ekonomi yang terdapat
didalamnya.
5. Bab V. IPM KABUPATEN GAYO LUES, akan membahas
mengenai komponen IPM dan perkembangan IPM
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
11
Kabupaten Gayo Lues selama 2009-2010 serta
perbandingannya dengan Provinsi Aceh serta
kabupaten lain di Provinsi Aceh.
6. Bab VI. KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan
dan berbagai saran kebijakan.
Penyusunan analisis ini juga dilengkapi dengan lampiran-
lampiran untuk memperjelas pembahasan yang telah
disajikan dalam bab-bab sebelumnya.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
13
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
14
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
15
BAB II
TINJAUAN UMUM IPM
2.1. Konsep Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia
adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi
manusia (a process of enlarging people’s choices). Dari
definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus
pembangunan suatu negara adalah penduduk karena
penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau
definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya
mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi
ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya
menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep
pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis
serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari
pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP
(1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan
manusia diantaranya adalah:
• Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai
pusat perhatian;
• Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar
pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk
meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu,
konsep pembangunan manusia harus terpusat pada
penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada
aspek ekonomi saja;
TTiinnjjaauuaann UUmmuumm IIPPMM
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
16
• Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya
pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas)
manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan
kemampuan manusia tersebut secara optimal;
• Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok,
yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan
pemberdayaan; dan
• Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan
tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-
pilihan untuk mencapainya.
Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang
dapat menggambarkan perkembangan pembangunan
manusia secara berkelanjutan. IPM adalah suatu indikator
pembangunan manusia yang mencakup tiga komponen yang
dianggap mendasar bagi manusia. Ketiga aspek tersebut
berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan
(knowledge), dan hidup layak (decent living). Peluang hidup
dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir;
pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan
angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas; dan
hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang
didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli
dalam rupiah).
Konsep IPM berhasil diterapkan untuk
memeringkatkan negara-negara yang secara keseluruhan
dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok besar. Kelompok
pertama adalah negara-negara yang tingkat pembangunan
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
17
manusianya rendah (IPM = 0-0,5), menengah (IPM = 0,50-
0,79), dan negara dengan tingkat pembangunan manusia
yang tinggi (IPM = 0,8-1,0). Namun perlu dicatat bahwa IPM
hanya mengukur tingkat pembangunan manusia relatif,
bukan absolut, dan fokusnya adalah pada hasil akhir
pembangunan (ketahanan hidup, pengetahuan dan
kebebasan pilihan materi atau kualitas standar hidup)
bukannya sarana (pendapatan atau GNP per kapita semata).
Meskipun banyak kritik dan kelemahan yang
dikemukakan oleh banyak pihak terhadap IPM, namun
konsep IPM sesungguhnya masih dapat digunakan dan
dimanfaatkan. Apalagi jika dibarengi dengan ukuran-ukuran
ekonomi tradisional seperti pendapatan perkapita. Tiga
kriteria IPM yakni ketahanan hidup, pendidikan, dan kualitas
hidup fisik mampu membantu mengungkap pemahaman kita
akan aspek-aspek penting dari pembangunan (Todaro,
2002).
Indikator ini digunakan untuk mengukur peringkat
kesejahteraan di sekitar 169 negara. Indeks Pembangunan
Manusia juga bisa diartikan untuk mengukur kemajuan
jangka panjang. Adapun hal-hal yang dipertimbangkan
dalam mengkalkulasikan Indeks Pembangunan Manusia ada
4 faktor yaitu: angka harapan hidup, tingkat melek huruf,
tingkat partisipasi penduduk dalam pendidikan dan
pendapatan per kapita. Jadi, dalam Indeks Pembangunan
Manusia, kalau kita melihat pada pendapatan per kapita saja,
itu hanya melihat kemajuan atau status ekonomi negara
TTiinnjjaauuaann UUmmuumm IIPPMM
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
18
berdasarkan pendapatan per tahun. Kalau seperti
berdasarkan besaran empat faktor tersebut, dimensinya jauh
lebih beragam. Karena yang dipentingkan di sini ialah
kualitas hidup (Suhartono, 2006).
2.2. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1)
memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2)
Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak
rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk
memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan,
dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk
memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak
rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan;
(7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik
dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10)
Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan
Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam
menata dan mengelola pemerintahan dengan baik (Sahdan,
2005).
Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia Global
(LPM) tahun 2009 yang dikeluarkan oleh UNDP, IPM
Indonesia berada pada peringkat ke-111 dari 182 negara.
Sebenarnya, dari tahun ke tahun nilai IPM Indonesia selalu
naik, tetapi kenaikan tersebut belum cukup mendongkrak
secara signifikan posisi peringkat IPM Indonesia. Sejak 2004
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
19
angka IPM Indonesia tercatat sebesar 0,714, kemudian naik
menjadi 0,723 (2005), 0,729 (2006) dan 0,734 (2007).
Mengikuti perkembangan dan kompleksitas
pembangunan di banyak negara LPM Global tahun 2010 ini
memperkenalkan IPM reformasi dengan indikator baru, yaitu
lamanya kehidupan yang sehat, pendidikan dalam expected
years of schooling (lama harapan sekolah) dikombinasikan
dengan means years of schooling (lama rata-rata sekolah)
serta kehidupan layak yang diukur lewat Gross National
Income (GNI), bukan sekedar GDP yang menafikan
banyaknya produksi domestik yang sebagian keuntungannya
mengalir ke luar negeri serta menutupi kesenjangan antar
individu.
Menggunakan indikator dan metodologi baru ini, pada
tahun 2010, Indonesia masuk dalam kelompok menengah
dengan nilai IPM 0,600, dengan peringkat 108 dari 169
negara yang dinilai. Penilaian dalam rentang waktu 1980-
2010 karena dalam jangka pendek beberapa indikator IPM
tidak berubah secara cepat dalam mengantisipasi perubahan
kebijakan, terutama terkait lama pendidikan dan usia
harapan hidup.
Pada rentan waktu 30 tahun, nilai IPM Indonesia
meningkat dari 0,390 menjadi 0,600, sebuah peningkatan
sebesar 54 persen atau rata-rata 1,4 persen per tahun.
Dalam kurun waktu tersebut, angka harapan hidup
meningkat 19 persen, sementara GNI per kapita meningkat
180 persen. Penilaian jangka panjang, juga bermanfaat
TTiinnjjaauuaann UUmmuumm IIPPMM
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
20
ketika memperbandingkannya dengan negara-negara
tetangga atau secara regional. Pada tahun 1980, untuk
kawasan Asia dan Pasifik, Indonesia bersama China,
Vietnam, India dan Thailand memiliki nilai IPM yang (hampir)
sama.
Namun setelah itu hingga 2010, negara-negara
tersebut mengalami perkembangan yang berbeda. Nilai IPM
Indonesia sebesar 0,600, masuk dalam kategori negara-
negara berkembang kelompok menengah yang bernilai rata-
rata 0,592. Dari kawasan Asia dan Pasifik, negara yang nilai
IPM-nya “bertetangga” dengan Indonesia, adalah Vietnam
dan India masing-masing dengan peringkat 113 dan 119.
Di ASEAN Indonesia berada pada posisi ke-6. Posisi
Indonesia ini jauh dibawah Singapura yang menempati
urutan ke 27, Brunei Darussalam (37), Malaysia (57),
Thailand (92), dan Philipina (97). IPM Indonesia hanya
0,600, jauh dibawah Singapura (0,846), Brunei Darussalam
(0,805), Malaysia (0,744), Thailand (0,654), dan Philipina
(0,638). Sebaliknya Indonesia unggul atas beberapa negara
ASEAN lain seperti: Vietnam (0,572), Laos (0,497), Kamboja
(0,494), dan Myanmar (0,451).
Posisi pertama IPM di dunia adalah Norwegia yang
mempunyai IPM sebesar 0,938. Disusul Australia di peringkat
kedua dengan IPM sebesar 0,937 dan Selandia Baru pada
posisi berikutnya (0,907). Sebaliknya IPM terendah adalah
negara Zimbabwe (0,140), Repubik Demokrasi Kongo
(0,239) dan Nigeria (0,261).
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
21
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
22
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
23
BAB III
METODOLOGI
3.1. Sumber Data
Sumber data utama yang digunakan dalam
penyusunan IPM ini adalah hasil Survei Sosial dan Ekonomi
Nasional (Susenas) Tahun 2009 dan 2010. Variabel yang
diamati dari data tersebut adalah:
1. Rata-rata anak lahir hidup (RALH) dan rata-rata anak
masih hidup (RAMH) untuk menghitung angka
harapan hidup.
2. Jenjang pendidikan dan kelas tertinggi serta status
sekolah dari penduduk dewasa (usia 25 tahun
keatas).
3. Kemampuan baca tulis penduduk usia 15 tahun
keatas.
4. Pengeluaran rata-rata per kapita per bulan.
5. Data-data lain sebagai pelengkap atau pembanding.
Sedangkan standar yang dipakai sebagai acuan
untuk menyusun indeks menggunakan standar yang telah
dibuat BPS dengan pertimbangan supaya angka-angka
Kabupaten Gayo Lues konsisten dengan angka Provinsi Aceh
yang telah disusun oleh BPS.
3.2. Komponen IPM
Komponen IPM terdiri dari usia harapan hidup
(longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup
MMeettooddoollooggii
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
24
layak (decent living). Komponen usia hidup diukur dengan
Angka Harapan Hidup (e0), komponen pengetahuan diukur
dengan angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah,
sedangkan komponen standar hidup layak diukur dengan
rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan.
Angka Harapan Hidup dihitung menggunakan metode
tidak langsung menggunakan metode Brass Varian Trussel,
dengan life table Coale-Demeney West Model. Data dasar
yang digunakan adalah RALH dan RAMH menurut kelompok
umur ibu (15-19, 20-24,….,45-49).
Angka Melek Huruf penduduk usia 15 tahun keatas
diolah dari hasil Susenas Kor pada variabel umur dan
kemampuan baca tulis penduduk. Seseorang dikategorikan
mampu baca tulis jika ia mampu membaca dan menulis
sesuatu jenis huruf.
Rata-rata lama bersekolah dihitung menggunakan 4
variabel secara simultan yaitu :
1. Status sekolah (tidak/belum pernah sekolah, masih
sekolah, dan tidak bersekolah lagi).
2. Jenjang pendidikan yang pernah/sedang dijalani.
3. Kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki, dan
4. Jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Konversi yang digunakan untuk menentukan lama
bersekolah bisa dilihat pada halaman lampiran.
Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang
telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan
sebagai berikut:
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
25
Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari
susenas Modul (=A).
Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibukota provinsi
yang sesuai (=B).
Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode
penghitungan sama seperti metode yang digunakan
International Comparison Project (ICP) dalam
menstandarkan nilai 27 komoditi yang diperoleh dari
Susenas Modul .
Membagi nilai B dengan PPP/Unit (=C).
Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson
sebagai upaya untuk memperkirakan nilai marginal
utility dari C.
Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus:
PPP/unit = ∑∑Ρ
Ε
jjiji
jji
Q ),(),(
),(
Dimana :
∑Ε ),( ji : pengeluaran untuk komoditi j di provinsi ke-i
),( jiP : harga komoditi j di Kabupaten Gayo Lues
MMeettooddoollooggii
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
26
),( jiq : jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di provinsi
ke-i
Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks
kualitas rumah yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas
tempat tinggal yang diperoleh dari Susenas KOR. Ketujuh
komponen kualitas yang digunakan dalam penghitungan
indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut:
Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya =
0
Luas lantai per kapita : ≥ 10 m2 = 1, lainnya = 0
Dinding : tembok = 1, lainnya = 0
Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0
Fasilitas penerangan : listrik = 1, lainnya = 0
Fasilitas air minum : leding = 1, lainnya = 0
Jamban : milik sendiri = 1, lainnya = 0
Skor awal untuk setiap rumah = 1
Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari
skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai
antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang
dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah indeks Kualitas
dari rumah dibagi 8.
Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati
suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas
Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh
rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
27
Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian
rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan
sebagai berikut:
C(1) = C(i) jika C(i) ≤ Z
= Z + 2(C(i) - Z)(1/2) jika Z < C(i) ≤ 2Z
= Z + 2(Z) (1/2) + 3(C(i) - 2Z) )(1/3)
jika 2Z < C(i) ≤ 3Z
= Z + 2(Z)(1/2) + 3(Z) )(1/3) +4 (C(1) - 3 Z) )(1/4)
jika 3Z < C(i) ≤ 4Z
dimana :
C(i) : Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan
PPP/unit.
Z : Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang
digunakan sebagai batas kecukupan.
Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM
Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut:
IPM = 1/3 [X(1)+X(2)+X(3)]
Dimana :
X(1) : Indeks harapan hidup
X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3
(indeks rata-rata lama sekolah)
X(3) : Indeks standar hidup layak.
MMeettooddoollooggii
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
28
3.3. Penghitungan Indeks
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut
merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator
dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan
nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat
disajikan sebagai berikut:
Indeks X(i) = [ X(i) - X(i) min ]/[ X(i) maks - X(i)min ]
Dimana :
X(i) : Indikator ke-i (dimana i = 1,2,3)
X(i) maks : Nilai maksimum X(i)
X(i) min : Nilai minimum X(i)
Tabel 3.1. Nilai maksimum dan nilai minimum indikator X(i)
Indikator Komponen IPM
(=X)
Nilai Maksimum Nilai Minimum Catatan
(1) (2) (3) (4)
Angka Harapan
Hidup
85 25 Standar UNDP
Angka Melek Huruf 100 0 Standar UNDP
Rata-rata lama
sekolah
15 0 Standar UNDP
Konsumsi per kapita yang disesuaikan
737.720 a) 300.000 (1996)
360.000 b) (1999)
UNDP menggunakan PDB/kapita riil
yang disesuaikan
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
29
Catatan
a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk provinsi yang memiliki
angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan
dengan formula Atkinson.Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5
persen pertahun selama kurun 1993-2018.
:
b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru.
Sebagai ilustrasi penghitungan dapat diambil kasus Provinsi
D.I Yogyakarta Tahun 2005 yang memiliki indeks masing-
masing komponen sebagai berikut:
a. Indeks angka harapan hidup (X1) : 79,8 %
b. Indeks tingkat pendidikan (X2) : 76,5 %
d. Indeks Pendapatan (X3) : 64,2 %
Akhirnya angka IPM dapat dihitung menggunakan persamaan
awal:
IPM = 1/3 (79,8 + 76,5 + 64,2) = 73,5
Juga secara menyeluruh angka IPM sangat baik
digunakan sebagai angka pembanding antar daerah, karena
IPM dapat mengukur tingkat pencapaian upaya
pembangunan manusia dari perspektif agregatif atau secara
keseluruhan.
3.4. Kecepatan Pertumbuhan IPM (Shortfall)
Perbedaan perubahan kecepatan IPM dalam suatu
periode untuk suatu wilayah dapat dilihat dari angka
“Shortfall”. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian
kesenjangan antara jarak yang “sudah ditempuh” dengan
yang “belum ditempuh”, untuk mencapai kondisi yang ideal
MMeettooddoollooggii
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
30
(IPM = 100). Semakin tinggi angka Shortfall, semakin cepat
kenaikan IPM.
Cara penghitungan reduksi Shortfall dinyatakan
dengan rumus:
R =
n
tref
tt xIPMIPMIPMIPM
/1
)0()(
)0()1( 100
−
−
Dengan :
R = Reduksi Shortfall per tahun;
IPM (t0) = IPM tahun awal;
IPM (t1) = IPM tahun terakhir; dan
IPM (ref) = IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
31
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
32
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
33
33
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1. Gambaran Umum Wilayah
Daerah Kabupaten Gayo Lues yang berjuluk ‘Negeri
Seribu Bukit’ ini terletak pada posisi 03040’26”-04016’55”
Lintang Utara dan 96043’24”-97055’24” Bujur Timur. Berada
pada bagian tengah Provinsi Aceh dan memiliki batas wilayah
administrasi yang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Nagan Raya, dan
Kabupaten Aceh Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Aceh Barat Daya,
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang
dan Kabupaten Langkat (Sumatera Utara), dan sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Luas daerah kabupaten Gayo Lues adalah 571.958 ha.
Sekitar 88 persen luas wilayahnya merupakan kawasan
hutan yang meliputi Hutan Tanaman Industri (16,94 persen),
Hutan Produksi Terbatas (36,88 persen), dan Hutan Lindung
(34,21 persen). Sebagai penyangga kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser kabupaten ini harus berhati-hati
dalam menggunakan lahan terutama untuk pemanfaatan
pertanian dan pemukiman. Luas lahan pertanian di
Kabupaten Gayo Lues hanya sekitar 7,95 persen sedangkan
area pemukiman penduduk bahkan tidak mencapai 1 persen
dari luas lahan keseluruhan di kabupaten ini.
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
34
34
Gambar 4.1
Distribusi Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues
Menurut Penggunaan Lahan, Tahun 2009
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2010
Kabupaten Gayo Lues yang semula merupakan bagian
dari Kabupaten Aceh Tenggara terdiri dari 11 kecamatan, 25
kemukiman, dan 144 desa/kampung. Luas wilayah
antarkecamatan sangat bervariasi, ada yang hanya sekitar 3
persen dari total wilayah kabupaten, akan tetapi ada pula
satu kecamatan yang mencakup hampir seperempat wilayah
kabupaten. Kecamatan Putri Betung merupakan kecamatan
terluas dengan luas wilayah sekitar 139.000 ha atau 24,30
persen dari luas wilayah kabupaten. Kemudian Kecamatan
Pining yang mempunyai wilayah seluas 101.660 ha atau
17,77 persen dari luas kabupaten. Kecamatan dengan luas
wilayah terkecil yaitu Kecamatan Blang Jerango dengan luas
Peternakan (1,77 %)
Lahan Pertanian (7,95 %)
Pemukiman (0,22 %)
Lahan kering dan Enclave (2,03 %)
Hutan Tanaman Industri
(16,94 %)
Hutan Produksi Terbatas (36,89 %)
Hutan Lindung (34,21 %)
Kawasan Hutan (88,04 %)
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
35
35
sekitar 17.448 ha atau 3,05 persen dari wilayah kabupaten.
Sementara itu Kecamatan Blangkejeren yang menjadi pusat
pemerintahan dan ekonomi kabupaten ini memiliki luas
sekitar 21.374 ha atau 3,74 persen dari wilayah kabupaten.
Sedangkan 7 kecamatan lainnya mempunyai luas wilayah
berkisar antara 3 s/d 12 persen dari total wilayah kabupaten.
Gambar 4.2
Distribusi Luas Wilayah Kabupaten Gayo Lues
Menurut Kecamatan, Tahun 2009 (persen)
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2010
Sebagai prasarana untuk menunjang mobilitas
penduduk, pemerintah Kabupaten Gayo Lues sampai dengan
tahun 2010 telah membangun ruas jalan kabupaten
sepanjang 650,05 km yang terdiri dari 164,45 km jalan
aspal, 148,86 km berupa kerikil, 173,11 km masih tanah dan
selebihnya belum dirincikan. Sarana transportasi umum yang
11,07
3,05
3,74
24,30
4,80
8,04
17,77
4,78 3,08
12,08 7,28
Kuta Panjang Blang Jerango Blangkejeren Putri Betung
Dabun Gelang Blang Pegayon Pining Rikit Gaib
Pantan Cuaca Terangun Tripe Jaya
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
36
36
tersedia meliputi angkutan antarkabupaten atau provinsi,
angkutan antarkecamatan atau pedesaan, dan becak
bermotor.
Jarak tempuh dari ibukota kabupaten ke ibukota
provinsi sekitar 474 km. Sementara itu jarak tempuh setiap
ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten relatif bervariasi,
apalagi jika dilihat akses dalam wilayah desa. Enam ibukota
kecamatan harus menempuh jarak sejauh 20 km atau
kurang. Sementara 5 kecamatan lainnya harus menempuh
paling sedikit 28 km untuk ke ibukota kabupaten, bahkan
Pining (ibukota Kecamatan Pining) dan Rerebe (ibukota
Kecamatan Tripe Jaya) harus menempuh jarak sekitar 55 km
untuk sampai ke ibukota kabupaten.
Gambar 4.3
Jarak Ibukota Kecamatan dengan Ibukota Kabupaten:
Blangkejeren, Tahun 2010 (km)
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2011
0
10
20
30
40
50
60Kuta Panjang
Blang Jerango
Blangkejeren
Putri Betung
Dabun Gelang
Blang PegayonPining
Rikit Gaib
Pantan Cuaca
Terangun
Tripe Jaya
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
37
37
4.2. Gambaran Umum Kependudukan
4.2.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010,
jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues sebanyak 79.560
jiwa yang terdiri dari 39.586 jiwa penduduk laki-laki dan
39.974 jiwa penduduk perempuan. Dengan demikian
perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan di
kabupaten ini hampir berimbang dengan angka Rasio Jenis
Kelamin sebesar 99,03.
Gambar 4.4
Piramida Penduduk Kabupaten Gayo Lues, Tahun 2010
Laki-laki
Perempuan
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2011
Dasar Piramida penduduk yang melebar baik untuk
laki-laki maupun perempuan menunjukkan angka kelahiran
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 00 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000
0-4
5-9
10-14
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69
70-74
75+
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
38
38
di Kabupaten Gayo Lues cukup tinggi. Untuk kelompok umur
anak-anak (0-4, 5-9, 10-14) jumlah penduduk perempuan
lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki,
hal sebaliknya terjadi untuk kelompok umur tua (60-64, 65-
69, 70-74, 75+). Sedangkan bagi penduduk pada usia
reproduksi atau Child Bearing Age (15-19) pada umumnya,
ternyata jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah laki-laki.
Secara umum, berdasarkan komposisi umur dan jenis
kelamin maka karakteristik penduduk Kabupaten Gayo Lues
berciri Expansive dimana sebagian besar penduduk berada
dalam kelompok umur muda. Sedangkan Angka Beban
Ketergantungan Hidup tercatat sebesar 60,88, ini berarti tiap
100 orang yang produktif harus menanggung 61 orang yang
tidak produktif.
4.2.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Persebaran dan kepadatan penduduk erat kaitannya
dengan permasalahan perumahan, kesehatan, dan
keamanan. Oleh karena itu, distribusi penduduk harus
menjadi perhatian khusus pemerintah Kabupaten Gayo Lues
dalam melaksanakan pembangunan. Kepadatan penduduk di
kabupaten Gayo Lues mengalami sedikit peningkatan sejak
kabupaten ini berdiri, yaitu dari 12 jiwa/km2 pada tahun
2002 menjadi 14 jiwa/km2 pada tahun 2010. Akan tetapi
kepadatan penduduk antarkecamatan tampak masih sangat
timpang dan tidak merata, ada kecamatan yang hanya
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
39
39
berkisar 4 s/d 5 jiwa/km2, ada yang berkisar 11 s/d 19
jiwa/km2, akan tetapi ada satu kecamatan dengan kepadatan
sekitar 114 jiwa/km2 (kepadatan pada tahun 2010
mengunakan luas wilayah yang sesuai dengan UU No.4
tahun 2002)
Gambar 4.5.
Kepadatan Penduduk Kabupaten Gayo Lues
Menurut Kecamatan, Tahun 2010 (jiwa/km2)
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2011
Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan
Blangkejeren sebagai representasi daerah perkotaan di
Kabupaten Gayo Lues dengan angka kepadatan penduduk
sekitar 114 jiwa/km2. Sedangkan kecamatan yang paling
jarang didiami penduduk adalah Kecamatan Pining, yaitu
hanya 4 jiwa/km2.
Kuta Panjang; 12
Blang Jerango; 37
Blangkejeren; 114
Putri Betung; 5
Dabun Gelang; 19
Blang Pegayon; 11 Pining; 4
Rikit Gaib; 14 Pantan Cuaca; 20
Terangun; 12 Tripe Jaya; 12
Gayo Lues; 14
0
20
40
60
80
100
120
140
0 2 4 6 8 10 12 14
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
40
40
4.2.3. Penduduk Menurut Kecamatan
Persebaran jumlah penduduk di Kabupaten Gayo Lues
tergolong tidak merata untuk setiap kecamatan. Dari
Gambar 4.6. dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbesar
berada di Kecamatan Blangkejeren dengan dihuni oleh
24.434 jiwa atau sekitar 30,71 persen dari keseluruhan
jumlah penduduk pada tahun 2010. Sebaliknya Kecamatan
Pantan Cuaca merupakan kecamatan dengan jumlah
penduduk terkecil, yaitu dihuni oleh 3.481 jiwa atau hanya
sekitar 4,38 persen dari total penduduk kabupaten ini.
Gambar 4.6.
Distribusi Penduduk Kabupaten Gayo Lues
Menurut Kecamatan, Tahun 2010 (persen)
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2011
9,21
8,02
30,71
8,30
6,63
6,41
5,43 4,74
4,38
10,00 6,17
Kuta Panjang Blang Jerango Blangkejeren Putri Betung
Dabun Gelang Blang Pegayon Pining Rikit Gaib
Pantan Cuaca Terangun Tripe Jaya
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
41
41
Sebagian besar kecamatan memiliki jumlah penduduk
perempuan yang lebih besar dibandingkan jumlah penduduk
laki-laki, kecuali pada Kecamatan Putri Betung, Pining, dan
Pantan Cuaca. Rasio jenis kelamin terbesar terdapat di
Kecamatan Putri Betung (105,51) dan sebaliknya, rasio
terkecil terjadi di Kecamatan Blang Jerango (95,79).
Gambar 4.7.
Penduduk Kabupaten Gayo Lues
Menurut Kecamatan, Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2011
Jika dilihat dari struktur umur penduduk (Tabel 5,
halaman lampiran) maka dapat dilihat bahwa lebih dari 60
persen dari jumlah penduduk di Kabupaten Gayo Lues
merupakan penduduk usia produktif yang berusia 15 s/d 65
tahun. Hal ini akan menjadi sebuah keuntungan bagi
49,58 48,93
49,61
51,34 49,44 49,97 50,09 48,41 51,22 49,58 49,82
50,42 51,07
50,39
48,66 50,56 50,03
49,91 51,59 48,78
50,42
50,18
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Perempuan
Laki-laki
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
42
42
Kabupaten Gayo Lues jika penduduk usia produktif ini dapat
dibekali dengan berbagai ilmu dan ketrampilan sehingga
mereka dapat memberikan sumbangsih yang maksimal bagi
pembangunan di kabupaten ini.
4.2.4. Fertilitas dan Keluarga Berencana
Penundaan usia perkawinan pertama pada perempuan
dan program keluarga berencana merupakan dua faktor yang
mempengaruhi fertilitas penduduk. Dari Tabel 4.1. terlihat
bahwa 51,20 persen penduduk perempuan melakukan
perkawinan pertamanya pada usia 19-24 tahun. Ini
merupakan salah satu indikasi kesadaran untuk menunda
perkawinan hingga mencapai usia yang cukup matang
dengan bekal pengetahuan dan ekonomi yang semakin baik.
Akan tetapi penduduk perempuan yang menikah di usia yang
relatif muda (16-18 tahun) masih menunjukkan persentase
yang cukup besar, yaitu 29,77 persen dari seluruh
perempuan pernah kawin di kabupaten ini.
Tabel 4.1.
Persentase Perempuan Menurut Usia
Perkawinan Pertama, Tahun 2009-2010
Kelompok Umur
Tahun
2009 2010
(1) (2) (3)
≤15 6,49 7,37
16-18 36,40 29,77
19-24 46,69 51,20
≥25 10,41 11,67
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2009-2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
43
43
Berdasarkan hasil Susenas, persentase perempuan
usia subur (15-49 tahun) dan berstatus kawin pada tahun
2010 yang sedang memakai alat/cara KB (Current Used)
sebanyak 52,49 persen, tidak menggunakan lagi alat/cara KB
Ever Used) sebanyak 22,39 persen dan tidak pernah
menggunakan alat/cara KB (Never Used) sebanyak 25,12
persen.
Gambar 4.8.
Persentase Perempuan Usia Reproduksi yang Berstatus Kawin
Menurut Metode Kontrasepsi yang Digunakan, Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Sedangkan jika dilihat berdasarkan metode/alat KB
yang digunakan, tampaknya metode suntik dan pil KB masih
menjadi pilihan utama. Pada tahun 2010 suntik KB dan pil KB
digunakan oleh sekitar 80,74 persen dan 15,95 persen
pengguna. Alat/metode ini digunakan karena kepraktisan
0,86
80,74
15,95
0,45
0,45
AKDR/IUD/spiral
Suntikan KB
Pil KB
Kondom/karet KB
Intervag/tisue/KondomWanita
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
44
44
dan kemudahannya dan kemungkinan masih dominan
digunakan akseptor sampai beberapa waktu mendatang.
4.2.5. Penduduk Miskin
Salah satu indikator yang digunakan untuk
mengetahui taraf kesejahteraan masyarakat di suatu daerah
adalah dengan melihat tingkat kemiskinan di daerah
tersebut.
Gambar 4.9.
Persentase penduduk Miskin, Tahun 2005-2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2005-2010
Dari Gambar 4.9. terlihat bahwa persentase penduduk
miskin di Kabupaten Gayo Lues sejak tahun 2005 terus
menunjukkan penurunan. Akan tetapi secara umum angka
kemiskinan Kabupaten Gayo Lues selalu lebih besar dari
33,97 33,51 32,31
26,57 24,22 23,91
28,69 28,28 26,65
23,53 21,80 20,98
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gayo Lues Aceh
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
45
45
angka kemiskinan Provinsi Aceh. Pada tahun 2010
persentase penduduk miskin di Kabupaten Gayo Lues
sebesar 23,91 persen. Angka ini turun sebesar 1,28 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 24,22 persen.
Meskipun mengalami penurunan, angka ini masih sedikit
lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kemiskinan
Provinsi Aceh yang sebesar 20,98 persen.
4.3. Potensi Sosial Ekonomi
4.3.1. Potensi Sosial
a. Ketenagakerjaan
Dari total penduduk usia kerja (15 tahun keatas) di
tahun 2010, hampir tiga perempat (74,99 persen) penduduk
Kabupaten Gayo Lues termasuk dalam angkatan kerja.
Sebagian besar dari mereka (95,28 persen) telah bekerja
dan sebagian kecil lainnya (4,72 persen) masih menganggur.
Angka 74,99 persen menunjukkan Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) di kabupaten ini, dimana TPAK
merupakan proporsi penduduk yang bekerja dan
menganggur terhadap penduduk usia kerja (15 tahun
keatas). Sementara 4,72 persen menggambarkan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) atau proporsi penduduk yang
menganggur terhadap angkatan kerja.
Menurut jenis kelamin, terlihat bahwa TPAK penduduk
laki-laki lebih besar dari TPAK penduduk perempuan. TPAK
penduduk laki-laki pada tahun 2010 sebesar 82,25 persen
sedangkan TPAK penduduk perempuan sebesar 67,90
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
46
46
persen. Sebaliknya TPT penduduk perempuan pada tahun
2010 menunjukkan angka yang lebih besar (7,24 persen)
dibandingkan TPT penduduk laki-laki (2,59 persen).
Gambar 4.10.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Sakernas 2010
TPAK Kabupaten Gayo Lues jika dibandingkan dengan
angka Provinsi Aceh menunjukkan angka yang lebih tinggi.
Sedangkan angka TPT Provinsi Aceh secara umum lebih
besar daripada angka serupa di kabupaten ini. Angka TPAK
dan TPT Provinsi Aceh masing-masing 63,17 persen dan 8,37
persen. Hal ini menggambarkan bahwa peran serta
penduduk usia kerja dalam kegiatan ekonomi sedikit lebih
tinggi daripada rata-rata daerah lainnya di Provinsi Aceh.
82,25
67,9
74,99
2,59 7,24
4,72
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Laki-laki Perempuan Gayo Lues
TPAK
TPT
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
47
47
Gambar 4.11.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Aceh, Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Sakernas 2010
Dibandingkan dengan angka kabupaten/kota lain di
Provinsi Aceh, TPAK Kabupaten Gayo Lues berada pada
kelompok tinggi bersama dengan Kabupaten Aceh Tengah
(79,06 persen) dan Bener Meriah (78,31 persen). TPAK Kota
Banda Aceh merupakan yang terendah yaitu sebesar 53,65
persen.
Hal sebaliknya terjadi untuk tingkat pengangguran
terbuka dimana TPT Kabupaten Gayo Lues berada pada
kelompok rendah. TPT tertinggi di Kota Langsa (12,95
persen) dan terendah di Kabupaten Bener Meriah (2,25
persen).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90S
imeu
lue
Ace
h S
ingk
il
Ace
h S
elat
an
Ace
h T
engg
ara
Ace
h T
imur
Ace
h T
enga
h
Ace
h B
arat
Ace
h B
esar
Pid
ie
Bire
uen
Ace
h U
tara
Ace
h B
arat
Day
a
Gay
o Lu
es
Ace
h T
amia
ng
Nag
an R
aya
Ace
h Ja
ya
Ben
er M
eria
h
Pid
ie J
aya
Kot
a B
anda
Ace
h
Kot
a S
aban
g
Kot
a La
ngsa
Kot
a Lh
okse
umaw
e
Kot
a S
ubul
ussa
lam
A C
E H
TPAK
TPT
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
48
48
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu modal dasar
pembangunan. Hal ini juga berpengaruh pada pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi serta semua segi kehidupan di
kabupaten Gayo Lues. Pendidikan yang merupakan
komponen strategis dan mendasar untuk mendukung dan
mendorong setiap upaya pembangunan sektor lainnya adalah
suatu investasi yang akan memberikan hasil yang sangat
besar karena pembangunan tidak hanya mengandalkan
sumber daya alam saja tetapi harus didukung oleh sumber
daya manusia yang handal.
Gambar 4.12.
Persentase penduduk usia 10 tahun keatas
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan,Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
34,77
43,74
39,36
23,97 26,51
25,27
18,39
15,48 16,90 17,68
10,01
13,76
5,18 4,26 4,71
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
Laki-laki Perempuan Total
Belum/Tdk Tamat SD SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
49
49
Dari Gambar 4.12. dapat dilihat bahwa persentase
penduduk usia 10 tahun keatas yang belum/tidak tamat SD
di Kabupaten Gayo Lues masih merupakan persentase yang
terbesar pada tahun 2010, yaitu sebesar 39,36 persen.
Sedangkan mereka yang tamat SD sebesar 25,27 persen;
tamat SLTP sebesar 16,90 persen; tamat SLTA sebesar
13,76 persen dan yang telah menamatkan pendidikan
sampai tingkat perguruan tinggi sebesar 4,71 persen.
Bila dilihat dari jenis kelamin, terlihat bahwa
persentase penduduk perempuan yang menamatkan
pendidikan sampai dengan jenjang SLTP, SLTA, dan
Perguruan Tinggi cenderung lebih kecil dibanding penduduk
laki-laki. Sementara untuk jenjang pendidikan SD dapat
dikatakan berimbang antara penduduk laki-laki dan
perempuan. Tetapi pada jenjang tidak tamat SD dan tidak
pernah sekolah, persentase penduduk perempuan (43,74
persen) tercatat lebih banyak dari penduduk laki-laki (34,77
persen).
Partisipasi penduduk dalam bersekolah dapat dilihat
dari Angka Partisipasi Sekolah. Partisipasi sekolah kelompok
umur 7-12 tahun (usia SD) dan kelompok umur 13-15 tahun
(usia SLTP) masing-masing mencapai 99,12 persen dan
93,47 persen, partisipasi sekolah kelompok umur 16-18
tahun (usia SLTA) sebesar 73,94 persen dan partisipasi
sekolah kelompok umur 19-24 tahun hanya sebesar 13,14
persen.
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
50
50
Gambar 4.13.
Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia Sekolah
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010 (Persen)
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Jika dilihat menurut jenis kelamin, terlihat bahwa
Angka partisipasi sekolah penduduk perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki untuk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun.
Pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun, tidak
berbeda nyata antara laki-laki dan perempuan. Kenyataan ini
menunjukkan bukti bahwa perempuan kian maju dan
berusaha mensejajarkan diri dengan mitranya kaum laki-laki.
Keberhasilan pendidikan juga sangat ditentukan oleh
ketersediaan fasilitas pendidikan. Sampai dengan tahun
ajaran 2010/2011 telah dibangun sebanyak 99 unit
bangunan SD/sederajat, 34 unit bangunan SLTP/sederajat,
dan 19 unit bangunan SLTA/sederajat.
99,20 99,04 99,12 93,90 93,08 93,47
71,65 76,70
73,94
11,70 14,61 13,14
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
Laki-Laki Perempuan Total
7-12 13-15 16-18 19-24
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
51
51
c. Kesehatan
Salah satu modal dasar pembangunan adalah sumber
daya manusia yang sehat jasmani dan rohani, karena
dengan keberhasilan pembangunan SDM yang sehat akan
menghasilkan masyarakat sehat yang akan menjadi pelaku
dan sasaran pembangunan.
Tabel 4.2.
Jumlah Sarana dan Tenaga Kesehatan Tahun 2010
Sarana/Tenaga Kesehatan Jumlah
(1) (2)
Sarana Kesehatan (unit)
Rumah Sakit 1
Puskesmas 12
Puskesmas Pembantu 41
Posyandu 151
Puskesmas Keliling 11
Tenaga Kesehatan (orang)
Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1
Dokter Umum 12
Dokter Gigi 2
Tenaga Kesehatan Lainnya 165
Sumber: BPS Gayo Lues, Gayo Lues Dalam Angka 2011
Dari tabel 4.2. diatas terlihat bahwa di Kabupaten
Gayo Lues terdapat 1 unit rumah sakit umum (RSU), 12 unit
pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), 41 unit
puskesmas pembantu (Pustu), 151 pos pelayanan terpadu
(posyandu) dan 11 unit puskesmas keliling (Pusling).
Sedangkan untuk tenaga kesehatan di Kabupaten Gayo Lues
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
52
52
meliputi 1 dokter spesialis penyakit dalam, 12 dokter umum,
2 dokter gigi, dan 165 tenaga kesehatan lainnya.
Gambar 4.14.
Persentase Rumah Tangga Menurut
Sumber Air Minum Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tidak
akan terwujud tanpa suatu lingkungan yang baik, seperti
tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat. Dari Gambar 4.14.
terlihat bahwa sumber air minum sebagian besar rumah
tangga di kabupaten Gayo Lues masih bersumber dari mata
air terlindung yang mencapai 24,35 persen dan sumur tak
terlindung sebesar 18,88 persen, sedangkan yang
menggunakan ledeng baru mencapai 3,72 persen. Rumah
tangga yang mengandalkan air sungai dan mata air tak
2,85 9,31 3,47 0,25
1,98 12,93
18,88 24,35
15,04 10,94
Air kemasan bermerk
Air isi ulang
Leding meteran
Leding eceran
Sumur bor/pompa
Sumur terlindung
Sumur tak terlindung
Mata air terlindung
Mata air tak terlindung
Air sungai
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
53
53
terlindung sebagai sumber air minum juga masih terlihat
besar, yaitu masing-masing sebesar 10,94 persen dan 15,04
persen.
Gambar 4.15.
Persentase Rumah Tangga Menurut
Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Selain sarana air bersih, faktor lingkungan lainnya
yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan derajat
kesehatan adalah fasilitas fisik perumahan seperti fasilitas
untuk buang air besar. Dari tabel 4.15. terlihat bahwa rumah
tangga yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar
menempati persentase terbesar, yaitu 30,83 persen, disusul
rumah tangga yang menggunakan fasilitas umum sekitar
28,21 persen, fasilitas milik sendiri sekitar 25,19 persen dan
yang menggunakan fasilitas buang air besar milik bersama
sekitar 15,78 persen.
25,19 15,78
28,21
30,83
Sendiri Bersama Umum Tidak ada
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
54
54
Gambar 4.16.
Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan
dan Rata-rata Lama Sakit, Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Informasi status kesehatan penduduk memberikan
gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk yang
antara lain dapat dilihat melalui persentase penduduk yang
mengalami gangguan kesehatan dan rata-rata lama sakit.
Berdasarkan data susenas tahun 2010 tercatat bahwa
persentase penduduk Kabupaten Gayo Lues yang
mempunyai keluhan kesehatan sebesar 42,48 persen. Dari
keseluruhan penduduk yang mengalami keluhan kesehatan
itu 43,76 persennya memiliki rata-rata lama sakit selama 3
hari/kurang, 38,92 persennya selama 4-7 hari, 8,17 persen
42,48
57,52
Memiliki Keluhan Kesehatan Tidak Memiliki Keluhan Kesehatan
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
4 - 7 8 - 14 15 - 21 22 - 30
38,92
8,17 4,27 4,88
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
55
55
selama 8-14 hari, 4,27 persen selama 15-21 hari, dan 4,88
persen memiliki rata-rata lama sakit selama 22-30 hari.
4.3.2. Potensi Ekonomi
Pada tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Gayo Lues atas dasar harga berlaku telah
menunjukkan besaran 863,455 milyar rupiah. Jika dilihat
berdasarkan peranan per sektor, maka sektor pertanian
masih merupakan sektor terbesar yang menopang
perekonomian di Kabupaten Gayo Lues, yaitu menyumbang
sebesar 56,16 persen dari total PDRB. Kontribusi terbesar
sektor pertanian diberikan oleh subsektor tanaman bahan
makanan yang mencapai 23,57 persen, disusul subsektor
perkebunan sebesar 15,41 persen. Subsektor peternakan
dan kehutanan juga memberikan kontribusi yang tidak kecil,
yaitu masing-masing sebesar 7,20 persen dan 6,23 persen.
Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar
terhadap kinerja perekonomian daerah ini adalah sektor
jasa-jasa, yaitu sebesar 14,49 persen. Sektor perdagangan,
hotel, dan restoran memberikan sumbangan cukup besar,
yaitu sebesar 9,46 persen. Sedangkan sektor konstruksi
memberikan sumbangan sebesar 9,21 persen terhadap total
PDRB kabupaten ini.
GGaammbbaarraann UUmmuumm
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
56
56
Gambar 4.17.
Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB
Kabupaten Gayo Lues Tahun 2006–2010 (persen)
Sumber: BPS Gayo Lues, PDRB Kabupaten Gayo Lues 2006-2010
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gayo Lues
ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas dasar harga
konstan. Dari Gambar 4.18. terlihat bahwa secara umum
pada periode 2006-2010 pertumbuhan ekonomi kabupaten
ini menunjukkan trend yang meningkat, meskipun sempat
terjadi sedikit penurunan pada tahun 2009, yaitu dari 4,82
persen pada tahun 2008 menjadi 4,77 persen pada tahun
2009. Angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 sendiri
sebesar 5,19 persen. Sektor dengan pertumbuhan tertinggi
adalah sektor konstruksi sebesar 15,05 persen, disusul
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar
13,03 persen, dan sektor pertambangan dan penggalian
sebesar 12,80 persen. Sedangkan sektor jasa-jasa yang
0 20 40 60 80 100
2006
2007
2008
2009
2010
Pertanian
Pertambangan danPenggalian
Jasa-jasa
Listrik dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel danRestoran
Pengangkutan danKomunikasi
Keuangan, Persewaan danJasa Perusahaan
Industri Pengolahan
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
57
57
memberikan konstribusi cukup besar merupakan sektor
dengan pertumbuhan terkecil, yaitu sebesar 4,36 persen.
Gambar 4.18.
Pertumbuhan Ekonomi, Tahun 2006–2010 (persen)
Sumber: BPS Gayo Lues, PDRB Kabupaten Gayo Lues 2006-2011
5,56
4,08
4,82 4,77
5,19
0
1
2
3
4
5
6
2006 2007 2008 2009 2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
59
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
60
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
61
61
BAB V
IPM KABUPATEN GAYO LUES
5.1. Komponen Penghitungan IPM
5.1.1. Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan
derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup
yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program
pembangunan kesehatan dan program sosial lainnya
termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori
termasuk juga program pemberantasan kemiskinan.
Gambar 5.1.
Angka Harapan Hidup, Tahun 2009–2010 (tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik
66,96
67,08
66,5
67
67,5
2009 2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
62
62
Angka Harapan Hidup masyarakat Kabupaten Gayo
Lues pada tahun 2010 sebesar 67,08 tahun naik sedikit
dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 66,96 tahun.
Angka sebesar 67,08 menunjukkan bahwa seseorang yang
lahir pada tahun 2010 mempunyai peluang rata-rata
kelangsungan hidupnya hingga 67,08 tahun ke depan.
Peningkatan Angka Harapan Hidup ini menunjukkan adanya
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat di bidang
kesehatan selama periode 2009-2010.
Gambar 5.2.
Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota
di Provinsi Aceh, Tahun 2009-2010 (tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain,
Angka Harapan Hidup Kabupaten Gayo Lues pada tahun
2010 berada di posisi menengah dengan menempati
58
60
62
64
66
68
70
72
74
Sim
eulu
e
Ace
h S
ingk
il
Ace
h S
elat
an
Ace
h T
engg
ara
Ace
h T
imur
Ace
h T
enga
h
Ace
h B
arat
Ace
h B
esar
Pid
ie
Bire
uen
Ace
h U
tara
Ace
h B
arat
Day
a
Gay
o Lu
es
Ace
h T
amia
ng
Nag
an R
aya
Ace
h Ja
ya
Ben
er M
eria
h
Pid
ie J
aya
Kot
a B
anda
Ace
h
Kot
a S
aban
g
Kot
a La
ngsa
Kot
a Lh
okse
umaw
e
Kot
a S
ubul
ussa
lam
Ace
h
2009
2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
63
63
peringkat 17, naik satu peringkat dibandingkan tahun
sebelumnya yang menduduki peringkat 18 untuk
kabupaten/kota di Provinsi Aceh. Angka Harapan Hidup
terendah adalah 62,98 tahun untuk Kabupaten Simeulue.
Sebaliknya, angka harapan hidup tertinggi adalah Kabupaten
Bireuen yang mencapai 72,35 tahun disusul Kota Sabang
sebesar 71,02 tahun.
Untuk dapat mengidentifikasi sampai seberapa jauh
keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan secara
umum untuk Kabupaten Gayo Lues, perlu dilakukan
keterbandingan dengan tingkat capaian rata-rata yang
diperoleh Provinsi Aceh dari setiap kabupaten/kota. Dari
Gambar 5.2 terlihat bahwa jika dibandingkan dengan Angka
Harapan Hidup Provinsi Aceh yang sebesar 68,70 tahun
maka Angka Harapan Hidup Kabupaten Gayo Lues masih
lebih rendah. Hal ini mengindikasikan kondisi kesehatan
penduduk Kabupaten Gayo Lues masih dibawah rata-rata
kondisi kesehatan penduduk Provinsi Aceh.
Angka Harapan Hidup erat kaitannya dengan angka
kematian bayi. Semakin tinggi angka kematian bayi berarti
akan semakin rendah usia harapan hidup. Sebaliknya
semakin rendah angka kematian bayi maka semakin tinggi
usia harapan hidup. Hal ini disebabkan karena angka
kematian bayi sangat mencerminkan pola kematian
penduduk secara umum. Secara jelas Todaro (2002)
menyebutkan bahwa angka fertilitas yang tinggi cenderung
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
64
64
merugikan kesehatan ibu dan anak-anaknya yang pada
akhirnya memperbesar kematian bayi dan anak.
Kematian ibu dan bayi sangat tergantung pada
kondisi kesehatan ibu dan bayi. Kesehatan ibu dan bayi
terutama saat melahirkan akan lebih terjaga jika ditolong
oleh tenaga profesional dalam hal ini dokter atau bidan.
Meskipun tenaga dukun bayi sangat membantu masyarakat,
namun pengetahuan dan keterampilan dukun harus
ditingkatkan. Keberadaan dukun bayi masih diandalkan
masyarakat mengingat keterbatasan tenaga medis terutama
bagi daerah-daerah terpencil.
Gambar 5.3.
Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir, Tahun 2009-2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2009-2010
Seperti di daerah lainnya, penolong kelahiran di
Kabupaten Gayo Lues pada tahun 2010 mayoritas dilakukan
oleh bidan (63,59 persen), angka ini naik dibandingkan
5,34
47,21
7,25
22,29
17,91
3,27
67,21
0,98
27,25
1,29
Dokter
Bidan
Tenaga paramedis lain
Dukun bersalin
Famili/keluarga
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
65
65
tahun sebelumnya yang sebesar 51,10 persen. Meskipun
seperti itu, kelahiran yang ditolong dukun masih terlihat
tinggi dengan menempati persentase tertinggi kedua setelah
bidan yaitu sebesar 30,86 persen, bahkan angka ini naik
dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 22,48 persen.
Sedangkan persentase balita yang kelahirannya ditolong oleh
dokter, selain menunjukkan persentase yang masih kecil
juga menunjukkan penurunan dari 5,89 persen pada tahun
2009 menjadi 3,27 persen pada tahun 2010.
Gambar 5.4.
Persentase Balita Umur 2-4 Tahun
Menurut Lama Disusui, Tahun 2010 (bulan)
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling
penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi karena selain
mengandung nilai gizi yang cukup tinggi juga mengandung
zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Oleh
9,93
11,61
29,79 25,21
23,46
<=5
6 - 11
12 - 17
18 - 23
>= 24
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
66
66
karena itu, semakin lama anak disusui akan semakin baik
tingkat pertumbuhan dan kesehatannya. Pada tahun 2010
persentase terbesar (29,79 persen) dari balita (usia 2-4
tahun) rata-rata disusui selama 12-17 bulan atau selama 1-
1,4 tahun. Sedangkan persentase balita dengan rata-rata
lama disusui selama 2 tahun/lebih menunjukkan angka
sebesar 23,46 persen.
Gambar 5.5.
Persentase Balita yang Pernah Mendapat Imunisasi
BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B, Tahun 2010
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Selain Program Pemberian ASI Eksklusif untuk
mencegah balita dari terserangnya penyakit, pemerintah
juga terus menggalakkan Program Lima Imunisasi Lengkap
(LIL) untuk membentuk Kekebalan tubuh balita. Dari Gambar
5.5 terlihat bahwa dari 5 jenis imunisasi tersebut, prevalensi
60,75
63,00
82,97
44,83
47,63
87,12
84,70
87,67
74,25
79,92
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
BCG
DPT
Polio
Campak
Heptitis B
Aceh
Gayo Lues
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
67
67
imunisasi di Kabupaten Gayo Lues masih lebih rendah
daripada Provinsi Aceh secara keseluruhan. Hal ini
menunjukkan pelaksanaan program imunisasi yang ada di
Kabupaten Gayo Lues harus lebih ditingkatkan untuk
mengejar ketertinggalan dari wilayah lain.
5.1.2. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama
Bersekolah
Keberhasilan pembangunan pendidikan dapat dilihat
dari tinggi rendahnya derajat pendidikan masyarakat.
Tingginya derajat pendidikan masyarakat dapat dilihat dari
meningkatnya indikator-indikator pendidikan seperti
tingginya angka melek huruf dan tingginya angka rata-rata
lama sekolah. Angka melek huruf untuk keperluan ini adalah
angka melek huruf penduduk 15 tahun keatas sehingga
diharapkan tidak terjadi bias oleh penduduk usia anak-anak.
Rata-rata lama bersekolah menggambarkan seberapa
tinggi tingkat pendidikan rata-rata dalam tahun di suatu
daerah oleh penduduk usia 25 tahun keatas. Pada usia ini
dianggap penduduk sudah menyelesaikan seluruh
pendidikannya sehingga tidak ada bias akibat penduduk
muda.
Kemampuan baca tulis penduduk di Provinsi Aceh
tahun 2010 secara umum sudah baik, yaitu mencapai 96,88
persen. Sedangkan 3,12 persen penduduk provinsi di ujung
Sumatera ini masih buta huruf dan kemungkinan besar
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
68
68
adalah penduduk usia lanjut atau penduduk yang tidak
mengenyam pendidikan sama sekali.
Sementara itu angka literasi penduduk Kabupaten
Gayo Lues sebesar 89,31 persen, merupakan yang paling
rendah daripada kabupaten/kota lain di Provinsi Aceh. Ini
menunjukkan bahwa komponen kualitas sumber daya
manusia khususnya dilihat dari angka melek huruf paling
buruk di Provinsi Aceh dan harus ditingkatkan.
Gambar 5.6.
Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Aceh, Tahun 2009-2010 (persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sementara itu angka literasi penduduk Kabupaten
Gayo Lues sebesar 89,31 persen, merupakan yang paling
rendah daripada kabupaten/kota lain di Provinsi Aceh. Ini
menunjukkan bahwa komponen kualitas sumber daya
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
Sim
eulu
e
Ace
h S
ingk
il
Ace
h S
elat
an
Ace
h T
engg
ara
Ace
h T
imur
Ace
h T
enga
h
Ace
h B
arat
Ace
h B
esar
Pid
ie
Bire
uen
Ace
h U
tara
Ace
h B
arat
Day
a
Gay
o Lu
es
Ace
h T
amia
ng
Nag
an R
aya
Ace
h Ja
ya
Ben
er M
eria
h
Pid
ie J
aya
Kot
a B
anda
Ace
h
Kot
a S
aban
g
Kot
a La
ngsa
Kot
a Lh
okse
umaw
e
Kot
a S
ubul
ussa
lam
Ace
h
2009
2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
69
69
manusia khususnya dilihat dari angka melek huruf paling
buruk di Provinsi Aceh dan harus ditingkatkan.
Lain halnya dengan rata-rata lama bersekolah, salah
satu komponen pembangunan manusia bidang pendidikan ini
lebih baik daripada rata-rata angka Provinsi Aceh. Pada
tahun 2009 dan 2010 rata-rata lama sekolah penduduk
Kabupaten Gayo Lues tidak mengalami perubahan, yaitu
masih berada pada angka 8,71 tahun. Sementara rata-rata
lama sekolah Provinsi Aceh mencapai 8,50 tahun dan 8,63
tahun pada tahun 2009 dan 2010. Waktu 8,71 tahun
bersekolah berarti rata-rata penduduk belum menamatkan
pendidikan 9 tahun atau tamat SLTP, jadi mereka hanya
sempat menamatkan setara kelas 2 SLTP.
Gambar 5.7.
Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Aceh, Tahun 2009-2010 (tahun)
Sumber: Badan Pusat Statistik
0
2
4
6
8
10
12
14
2009
2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
70
70
Pendidikan merupakan salah satu modal dasar
pembangunan. Hal ini juga berpengaruh pada pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi serta semua segi kehidupan di
kabupaten Gayo Lues. Pendidikan yang merupakan
komponen strategis dan mendasar untuk mendukung dan
mendorong setiap upaya pembangunan sektor lainnya adalah
suatu investasi yang akan memberikan hasil yang sangat
besar karena pembangunan tidak hanya mengandalkan
sumber daya alam saja tetapi harus didukung oleh sumber
daya manusia yang handal.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 menegaskan bahwa (1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan bermutu, (2) Warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, (3)
Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus, (4) Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus, (5) Setiap warga negara berhak
mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang
hayat.
Dari ketentuan di atas maka setiap warga negara
berhak memperoleh pendidikan bahkan bagi masyarakat
terpencil dan terbelakang sekalipun. Jadi dengan
diwajibkannya pendidikan dasar 9 tahun, semestinya tidak
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
71
71
terdengar lagi adanya anak putus sekolah akibat ketiadaan
biaya atau ketiadaan akses terhadap sarana pendidikan.
Namun, jika dilihat dalam angka partisipasi sekolah seperti
pada Gambar 5.8. terlihat bahwa partisipasi sekolah
penduduk belum mencapai 100 persen, apalagi untuk
mereka yang berusia 16-18 tahun.
Gambar 5.8.
Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok
Usia Sekolah, Tahun 2010 (persen)
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2010
Secara umum APS Provinsi Aceh dan Kabupaten Gayo
Lues tidak jauh berbeda pada tahun 2010, kecuali pada
kelompok usia 19-24 tahun (Perguruan Tinggi). Pada
kelompok usia pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SLTP), APS
di Kabupaten Gayo Lues cenderung lebih rendah tetapi pada
jenjang SLTA (16-18 tahun) menunjukkan angka yang
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
7-12
13-15
16-18
19-24
99,12
93,47
73,94
13,14
99,19
94,99
73,53
24,11
Aceh
Gayo Lues
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
72
72
cenderung lebih tinggi. Sedangkan angka partisipasi sekolah
pada kelompok usia 19-24 tahun (Perguruan Tinggi) di
kabupaten Gayo Lues sebesar 13,14 persen berbeda jauh
dari angka Provinsi Aceh yang sebesar 24,11 persen.
Angka partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan
dasar 9 tahun yang lebih rendah dari rata-rata angka
provinsi Aceh mengindikasikan bahwa masyarakat kabupaten
ini masih relatif terkendala dalam mengakses pendidikan.
Keterbatasan ekonomi rumah tangga, keterbatasan sarana
pendidikan dan budaya masyarakat yang belum menyadari
akan pentingnya pendidikan biasanya menjadi penyebab
utama rendahnya angka partisipasi sekolah ini. Oleh sebab
itu, banyak aspek yang perlu dilibatkan dalam pembangunan
pendidikan seperti pembangunan ekonomi, pembangunan
sarana/prasarana dan pembangunan kesadaran masyarakat
akan pendidikan.
5.1.3. Daya Beli
Kemampuan daya beli masyarakat diharapkan dapat
terwakili oleh variabel konsumsi riil per kapita, yaitu rata-
rata pengeluaran per kapita setahun yang sudah
distandarkan dengan mendeflasikan dengan Indeks Harga
Konsumen. Selanjutnya variabel ini disesuaikan dengan
menggunakan Formula Atkinson.
Secara umum kemampuan daya beli masyarakat
Kabupaten Gayo Lues maupun di seluruh kabupaten/kota
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
73
73
dalam Provinsi Aceh mengalami peningkatan. Dapat dilihat
pada Gambar 5.9. bahwa kecenderungan peningkatan daya
beli penduduk di Kabupaten Gayo Lues lebih rendah daripada
kecenderungan daya beli rata-rata penduduk di Provinsi
Aceh.
Gambar 5.9.
Pengeluaran Riil Perkapita Disesuaikan,
Tahun 2005-2010 (ribu rupiah)
Sumber: BPS Gayo Lues, Susenas 2005-2010
Pada tahun 2009, daya beli terendah Rp 349.208 di
Aceh Tenggara hingga tertinggi sebesar Rp 1.199.998 di
Kota Banda Aceh. Pada tahun 2010 konsumsi per kapita
570
580
590
600
610
620
630
640
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Simeulue
Aceh Singkil
Aceh Selatan
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Tengah
Aceh Barat
Aceh Besar
Pidie
Bireuen
Aceh Utara
Aceh Barat Daya
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Nagan Raya
Aceh Jaya
Bener Meriah
Pidie Jaya
Kota Banda Aceh
Kota Sabang
Kota Langsa
Kota Lhokseumawe
Kota Subulussalam
Aceh
Aceh
Gayo Lues
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
74
74
berkisar antara Rp 380.544 di Kabupaten Aceh Tenggara
sampai dengan Rp 1.138.205 di Kota Banda Aceh. Di
Kabupaten Gayo Lues sendiri tercatat Rp 367.783 pada
tahun 2009 dan meningkat menjadi Rp 416.337 pada tahun
2010.
5.2. IPM Kabupaten Gayo Lues
5.2.1. IPM Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009-2010
Pada tahun 2010 IPM Kabupaten Gayo Lues sebesar
67,86, sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
yang sebesar 67,59. Angka tersebut merupakan yang
terendah di Provinsi Aceh yang sebesar 71,70.
Gambar 5.10.
Perkembangan IPM Kabupaten Gayo Lues dan Provinsi Aceh
Tahun 2009-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik
Aceh
Gayo Lues
65
67
69
71
73
20092010
71,31 71,7
67,59 67,86
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
75
75
Rendahnya IPM Kabupaten Gayo Lues dapat terlihat
dari komponen penyusunnya, misalnya dari sisi pendidikan,
angka melek huruf di kabupaten ini hanya 87,27 persen,
paling rendah di provinsi ini dan jauh lebih rendah dari rata-
rata angka provinsi (96,88 persen). Begitu juga jika dilihat
dari indikator rata-rata lama sekolah, penduduk di
Kabupaten Gayo Lues secara umum menduduki bangku
sekolah rata-rata selama 8,71 tahun atau setingkat kelas 2
SLTP. Sedangkan penduduk Provinsi Aceh secara umum
memiliki rata-rata lama sekolah selama 8,81 tahun. Artinya,
dibandingkan daerah lain pembangunan dibidang pendidikan
di kabupaten ini masih ketinggalan dan perlu lebih
ditingkatkan.
Sementara itu untuk komponen pengeluaran per
kapita riil (yang disesuaikan) lebih rendah dari pengeluaran
rata-rata provinsi. Pada tahun 2010 pengeluaran per kapita
riil di Kabupaten Gayo Lues tercatat Rp 601.960,
pengeluaran per kapita provinsi mencapai Rp 611.420.
Selama tahun 2009-2010 IPM maupun komponen di
dalamnya mengalami perubahan-perubahan, secara agregat
perubahan IPM itu biasa disebut reduksi shortfall. Pada
periode tersebut perubahannya lebih rendah daripada
kenaikan rata-rata provinsi secara umum. Pada periode
tersebut reduksi shortfall IPM Kabupaten Gayo Lues (0,84)
lebih rendah daripada reduksi shortfall Provinsi Aceh (1,33).
Hal ini mengindikasikan bahwa kemajuan pembangunan
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
76
76
manusia di Kabupaten Gayo Lues lebih lambat daripada di
Provinsi Aceh secara umum.
5.2.2. Perbandingan IPM Antarkabupaten/kota
Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di
Provinsi Aceh, posisi IPM Kabupaten Gayo Lues tahun 2009-
2010 merupakan yang terendah atau berada pada peringkat
terakhir dari 23 daerah. Dua daerah yang terbawah adalah
Kabupaten Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Singkil dengan
nilai IPM masing-masing sebesar 67,86 dan 68,58 pada
tahun 2010. Provinsi Aceh sendiri mempunyai capaian IPM
sebesar 71,70 pada tahun yang sama.
Gambar 5.11.
Posisi IPM Kabupaten/Kota Dibandingkan dengan IPM Aceh,
Tahun 2009-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
Ace
h
Sim
eulu
e
Ace
h S
ingk
il
Ace
h S
elat
an
Ace
h T
engg
ara
Ace
h T
imur
Ace
h T
enga
h
Ace
h B
arat
Ace
h B
esar
Pid
ie
Bire
uen
Ace
h U
tara
Ace
h B
arat
Day
a
Gay
o Lu
es
Ace
h T
amia
ng
Nag
an R
aya
Ace
h Ja
ya
Ben
er M
eria
h
Pid
ie J
aya
Kot
a B
anda
Ace
h
Kot
a S
aban
g
Kot
a La
ngsa
Kot
a Lh
okse
umaw
e
Kot
a S
ubul
ussa
lam
2009
2010
Aceh, 2010: 71,70
Aceh, 2009: 71,31
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
77
77
Nilai IPM tertinggi diperoleh Kota Banda Aceh untuk
periode yang sama, yaitu 77,00 pada tahun 2009 dan 77,45
pada tahun berikutnya. Untuk tahun 2010, empat posisi
terbaik berikutnya adalah Kota Lhokseumawe (76,10), Kota
Sabang (75,98), Kota Langsa (73,85) dan Kabupaten Aceh
Tengah (73,69). Daerah lain yang mempunyai IPM di atas
IPM provinsi (71,70) adalah Kabupaten Aceh Besar (73,32),
Bireuen (73,07), Aceh Utara (72,46), Pidie Jaya (72,38), dan
Kabupaten Pidie (71,92).
Gambar 5.12.
Urutan IPM Kabupaten/Kota Se-Provinsi
Aceh Tahun 2009-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dibandingkan dengan kabupaten induknya Aceh
Tenggara, ternyata Gayo Lues mempunyai kualitas
sumberdaya manusia yang cukup berbeda. IPM kedua
daerah yang dimekarkan dan daerah hasil pemekaran
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
Ace
h
Gay
o Lu
es
Ace
h S
ingk
il
Nag
an R
aya
Kot
a S
ubul
ussa
lam
Sim
eulu
e
Ace
h Ja
ya
Ace
h S
elat
an
Ace
h B
arat
Day
a
Ace
h T
imur
Ace
h B
arat
Ace
h T
amia
ng
Ben
er M
eria
h
Ace
h T
engg
ara
Pid
ie
Pid
ie J
aya
Ace
h U
tara
Bire
uen
Ace
h B
esar
Ace
h T
enga
h
Kot
a La
ngsa
Kot
a S
aban
g
Kot
a Lh
okse
umaw
e
Kot
a B
anda
Ace
h2009
2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
78
78
tersebut masing-masing 71,60 dan 67,86 dengan peringkat
masing-masing pada posisi 11 dan 23.
Tiga daerah dengan IPM terbawah adalah Kabupaten
Gayo Lues (67,86), Aceh Singkil (68,58), dan Kabupaten
Nagan Raya (69,19). Sebaliknya, pencapaian IPM tertinggi
masih diduduki oleh Kota Banda Aceh (77,45) dan Kota
Lhokseumawe (76,10). Urutan berikutnya adalah Kota
Sabang (75,98), Kota Langsa (73,85), dan Kabupaten Aceh
Tengah (73,69).
Gambar 5.13.
Pengelompokan IPM Berdasarkan Nilai
dan Perubahannya (Shortfall)
Perubahan rendah, IPM
tinggi
(Bireuen, Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya)
KUADRAN II
Perubahan IPM 2009-2010
Perubahan tinggi, IPM
tinggi
(Kota Banda Aceh, Kota
Sabang, Kota Lhokseumawe, Aceh
Tengah, Kota Langsa, Aceh Utara, Pidie Jaya)
KUADRAN I
KUADRAN III
Perubahan rendah, IPM
rendah
(Aceh Tenggara, Aceh Timur,
Aceh Tamiang, Aceh Selatan, Kota Subulussalam,
Simeulue, Gayo Lues, Aceh Singkil)
KUADRAN IV
Perubahan tinggi, IPM
rendah
(Aceh Barat, Aceh Barat
Daya, Bener Meriah, Nagan Raya)
IPM 2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
79
79
Jika diperhatikan perubahan reduksi shortfall masing-
masing daerah, ternyata Kota Langsa adalah yang tertinggi
yaitu mencapai 2,43. Sebaliknya, Kabupaten Aceh Jaya dan
Kabupaten Bireuen, merupakan yang terendah yakni masing-
masing tercatat 0,75 dan 0,79. Sementara Kabupaten Gayo
Lues sebesar 0,84 masih dibawah angka provinsi (1,33).
Secara garis besar, daerah kabupaten/kota tersebut
dapat dikelompokkan menjadi kategori IPM tinggi dan
rendah, dimana kategori tinggi jika IPM kabupaten/kota
sama dengan atau lebih tinggi dari IPM provinsi. Dengan
mengambil IPM Provinsi sebagai patokan.
Kabupaten/Kota yang termasuk dalam kelompok
tinggi adalah Banda Aceh, Lhokseumawe, Sabang, Langsa,
Aceh Tengah, Aceh Besar, Bireuen, Aceh utara, Pidie Jaya
dan Pidie. Nilai IPM atau perubahan (2009-2010) dikatakan
tinggi bila besarnya sama dengan atau lebih tinggi dari
provinsi.
Bila pengamatan juga melibatkan variabel besarnya
perubahan IPM, maka akan dapat dibuat suatu
pengelompokan berdasarkan nilai IPM dan perubahannya
(shortfall). Nilai yang dijadikan acuan adalah nilai IPM
provinsi. Dengan membagi daerah plot menjadi empat
kuadran, maka tiap-tiap kuadran dikatagorikan sebagai:
Kuadran I : Nilai IPM tinggi, perubahan tinggi
Kuadran II : Nilai IPM tinggi, perubahan rendah
Kuadran III : Nilai IPM rendah, perubahan rendah
Kuadran IV : Nilai IPM rendah, perubahan tinggi
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
80
80
Gambar 5.14.
IPM Kabupaten/Kota Tahun 2010 dan
Perubahan (Shortfall) Tahun 2009-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dari keempat kondisi tersebut, maka tempat pada
kuadran I merupakan hal yang diinginkan karena dengan
pencapaian IPM yang sudah lebih tinggi dari provinsi juga
laju perubahan IPM itu pun lebih tinggi atau lebih cepat
daripada laju provinsi. Sebaliknya yang paling
memprihatinkan adalah jika kenaikannya lebih rendah
daripada laju IPM provinsi secara umum dan IPM-nya pun
lebih rendah dari IPM provinsi (posisi pada kuadran III). Hal
ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia dengan
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
66 68 70 72 74 76 78
Aceh
Simeulue
Aceh Singkil
Aceh Selatan
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Tengah
Aceh Barat
Aceh Besar
Pidie
Bireuen
Aceh Utara
Aceh Barat Daya
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Nagan Raya
Aceh Jaya
Bener Meriah
Pidie Jaya
Kota Banda Aceh
Kota Sabang
Kota Langsa
Kota Lhokseumawe
Kota Subulussalam
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
81
81
kualitas manusia dibawah rata-rata provinsi lebih rendah laju
atau akselerasinya daripada laju pembangunan manusia
provinsi secara keseluruhan. Padahal untuk daerah-daerah
dengan IPM dibawah angka provinsi, seharusnya akselerasi
pembangunan manusianya lebih tinggi atau dipercepat
daripada laju pembangunan manusia provinsi untuk
mengejar ketertinggalan daerah tersebut.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
83
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
84
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
85
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Selama kurun waktu 2009-2010, secara umum kinerja
pembangunan manusia di Kabupaten Gayo Lues
mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan naiknya
IPM dari 67,59 menjadi 67,86.
2. Kenaikan IPM disebabkan oleh naiknya komponen angka
harapan hidup,angka melek huruf, dan paritas daya beli.
Sedangkan komponen rata-rata lama sekolah
menunjukkan angka sama dengan tahun sebelumnya.
3. Pencapaian nilai IPM sebesar 67,86 masih jauh dari
harapan sehingga masih perlu kerja keras semua pihak
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui upaya pemerataan fasilitas kesehatan,
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.
Meningkatkan derajat pendidikan melalui upaya
pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan
kualitas pendidikan. Serta peningkatan daya beli melalui
menyediakan lapangan pekerjaan baru dan memberikan
kemudahan bagi penduduk untuk mendapatkan
penghasilan.
KKeessiimmppuullaann ddaann SSaarraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
86
4. Perbandingan dengan beberapa kabupaten/kota lainnya
dalam Provinsi Aceh, Kabupaten Gayo Lues masih terletak
dalam posisi terakhir, dari 23 kabupaten/kota sama
seperti tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan manusia di Kabupaten Gayo Lues masih
tertinggal dari kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh.
6.2. Saran-saran
Berdasarkan analisa informasi yang ada, publikasi ini
mendukung lima tujuan utama guna memajukan
pembangunan manusia di Kabupaten Gayo Lues.
1. Memberdayakan Masyarakat Untuk Pembangunan
Mungkin satu-satunya instrument yang paling efektif
untuk meningkatkan pembangunan manusia adalah
memberdayakan masyarakat untuk mengambil keputusan
bersama secara mandiri tentang apa yang perlu dilakukan.
Pemberdayaan ini tidak hanya berarti mempromosikan
partisipasi dalam rapat umum untuk mendiskusikan berbagai
prioritas dan rencana, tetapi juga mengalihkan sumber daya
fiskal bagi kelompok-kelompok yang diakui dan
mendelegasikan wewenang untuk menentukan cara
bagaimana menggunakan sumber daya tersebut.
2. Memastikan Manfaat Bagi Setiap Orang
Meskipun beberapa indikator menunjukkan kemajuan
dalam pembangunan manusia di Kabupaten Gayo Lues,
tetapi penting untuk memastikan bahwa semua orang
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
87
memperoleh manfaat dari kemajuan yang dicapai. Semua
program pemerintah harus memberikan perhatian khusus
terhadap penanganan kebutuhan kelompok-kelompok social
tertentu yang mungkin telah diabaikan atau yang tidak
mampu untuk mendapatkan bantuan yang mereka perlukan
karena satu dan lain alasan.
3. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan sosial dasar sekarang dapat diakses secara
fisik oleh sebagian besar masyarakat diseluruh kecamatan.
Tantangan utama di masa mendatang adalah peningkatan
kualitas pelayanan ini, terutama di bidang kesehatan dan
pendidikan.
4. Meningkatkan Kesempatan Bagi Pekerjaan Produktif
Tujuan utama lainnya di Aceh meningkatkan
pendapatan rumah tangga. Hal ini penting bukan hanya
karena alasan ekonomi tetapi juga sebagai sarana untuk
menggunakan investasi secara lebih baik dalam pendidikan
dan sumber daya manusia, dan untuk meningkatkan
martabat pribadi dan harga diri.
Strategi yang efektif untuk mencapai tujuan ini
memerlukan langkah-langkah saling melengkapi baik pada
tingkat makro maupun mikro. Aksi-aksi untuk memperkuat
ekonomi di tingkat desa akan membantu menciptakan
pekerjaan baru dan memperluas kesempatan bagi mata
pencaharian produktif di seluruh Kabupaten Gayo Lues.
KKeessiimmppuullaann ddaann SSaarraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
88
5. Menggunakan Sumber Daya Publik Secara Lebih
Baik
Semua pihak harus berperan aktif dalam mengawal
Pembangunan di Kabupaten Gayo Lues. Konstitusi yang ada
menekankan keharusan untuk meminimalkan
penyalahgunaan dan memastikan sumber daya yang
disalurkan untuk berbagai program dan pelayanan yang lebih
efektif dalam memajukan pembangunan manusia. Untuk
tujuan ini, dinas-dinas pemerintah didorong untuk
mengadopsi prinsip-prinsip umum kinerja perencanaan dan
penganggaran.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
89
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gayo Lues. 2010. Gayo Lues Dalam Angka 2010. Blangkejeren: BPS Kabupaten Gayo Lues.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gayo Lues. 2011. Gayo Lues Dalam Angka 2011. Blangkejeren: BPS Kabupaten Gayo Lues.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gayo Lues. 2010. Indeks Pembangunan Manusia Kota Batam Tahun 2009. Blangkejeren: BPS Kabupaten Gayo Lues.
BPS. 2007. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 1999-2005. Jakarta: BPS.
BPS, UNDP Bappenas. 2001. Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001. Jakarta: BPS.
BPS Kabupaten Gayo Lues. 2011. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008-2010. Blangkejeren: BPS Kabupaten Gayo Lues.
BPS Kota Batam. 2000. Indeks Pembangunan Manusia Kota Batam Tahun 1999. Kota Batam: 2000.
BPS Kota Jambi. 2005. Indeks Pembangunan Manusia Kota Jambi 1999, 2002 dan 2004. Kota Jambi: 2005
Hadar A, Ivan, Jakarta. 2010. Global IPM 2010: Patutkah Si Miskin Berharap?. www.batukarinfo.com.
Suhartono, Gedsiri. 2006. Indeks Pembangunan Manusia 2006. DE-WORLD.de.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Soesetyo. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
DDaaffttaarr PPuussttaakkaa
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
90
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Jilid 1 dan 2, Terjemahan Haris Munandar). Jakarta: Erlangga.
UNDP. 2007. Human Development Report 2006-2007: The Human Development Index.
UNDP. 2009. Human Development Report 2009: The Human Development Index.
UNDP. 2010. Human Development Report 2010: The Human Development Index.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
91
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
92
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
93
Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kabupaten Gayo Lues
Tahun 2009
Penggunaan Lahan Luas (Ha) % Luas
(1) (2) (3)
1. Pemukiman 1 279 0,22
2. Sawah 14 222 2,49
3. Tanaman Pertanian 3 098 0,54
4. Lahan Kering 9 251 1,62
5. Holtikulra 25 036 4,38
6. Perkebunan 3 095 0,54
7. Enclave 2 335 0,41
8. Peternakan 10 129 1,77
9. Hutan Tanaman Industri 96 865 16,94
10. Hutan Produksi Terbatas 210 971 36,89
11. Hutan Lindung 195 677 34,21
Gayo Lues 571 958 100,00
Sumber: BPS, Gayo Lues Dalam Angka 2010
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
94
Tabel 2. Luas Wilayah (berdasarkan UU No. 4 tahun 2002)
dan Jumlah Desa Menurut Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009
Kecamatan Luas Wilayah
(Ha) % Luas Wilayah Jumlah Desa
(1) (2) (3) (4)
1. Kuta Panjang 63 325 11,07 12
2. Blang Jerango 17 448 3,05 10
3. Blangkejeren 21 374 3,74 21
4. Putri Betung 139 000 24,3 13
5. Dabun Gelang 27 440 4,80 11
6. Blang Pegayon 46 003 8,04 12
7. Pining 101 660 17,77 9
8. Rikit Gaib 27 341 4,78 13
9. Pantan Cuaca 17 623 3,08 9
10. Terangun 69 084 12,08 24 11. Tripe Jaya 41 660 7,28 10
Gayo Lues 571 958 100,00 144
Sumber: BPS, Gayo Lues Dalam Angka 2010
Tabel 3.
Data Kondisi Ruas Jalan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten di Kabupaten Gayo Lues Tahun 2010
Nama Ruas
Panjang
Ruas
(KM)
Lebar
jalan
(M)
Lapisan Permukaan (KM)
Aspal Kerikil tanah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Jalan Nasional 124,5 4,5 124,5 - -
2. Jalan Provinsi 168,7 4,5 105,8 60,9 13,9
3. Jalan Kabupaten 650,05 4,0 164,45 148,86 173,11
4. Jumlah 943,3 13,0 394,8 209,8 187,0
Sumber: BPS, Gayo Lues Dalam Angka 2011
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
95
Tabel 4. Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten dan ke Ibukota Provinsi
Tahun 2010
Kecamatan Nama Ibukota
Kecamatan
Jarak Ke (Km)
Ibukota Kabupaten
Ibukota Provinsi
(1) (2) (3) (4)
1. Kuta Panjang Kuta Panjang 12 486
2. Blang Jerango Buntul Gemulung 14 488
3. Blangkejeren Blangkejeren 0 474
4. Putri Betung Gumpang 40 514
5. Dabun Gelang Badak Bur Jumpe 2 476
6. Blang Pegayon Cinta Maju 3 477
7. Pining Pining 55 529
8. Rikit Gaib Ampa Kolak 18 456
9. Pantan Cuaca Kenyaran 28 446
10. Terangun Terangun 45 519
11. Tripe Jaya Rerebe 55 529
Sumber: BPS, Gayo Lues Dalam Angka 2011
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
96
Tabel 5. Jumlah Penduduk Kabupaten Gayo Lues Menurut Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin Tahun 2010
Kelompok Umur
Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4)
0 - 4 4 852 4 689 9 541
5 - 9 4 562 4 417 8 979
10 - 14 4 725 4 585 9 310
15 - 19 3 675 3 727 7 402
20 - 24 3 402 3 793 7 195
25 - 29 4 164 4 257 8 421
30 - 34 3 375 3 370 6 745
35 - 39 3 100 2 856 5 956
40 - 44 2 215 2 249 4 464
45 - 49 1 786 1 918 3 704
50 - 54 1 360 1 311 2 671
55 - 59 830 768 1 598
60 - 64 584 711 1 295
65 - 69 408 498 906
70 - 74 265 417 682
75 + 283 408 691
Jumlah 39 586 39 974 79 560
Sumber: BPS, Gayo Lues Dalam Angka 2011
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
97
Tabel 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Gayo Lues Menurut Kecamatan
dan Jenis Kelamin Tahun 2010
Kecamatan
Jenis Kelamin
Total
Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4)
1. Kuta Panjang 3 634 3 696 7 330
2. Blang Jerango 3 121 3 258 6 379
3. Blangkejeren 12 121 12 313 24 434
4. Putri Betung 3 392 3 215 6 607
5. Dabun Gelang 2 609 2 668 5 277
6. Blang Pegayon 2 548 2 551 5 099
7. Pining 2 164 2 156 4 320
8. Rikit Gaib 1 825 1 945 3 770
9. Pantan Cuaca 1 783 1 698 3 481
10. Terangun 3 943 4 010 7 953
11. Tripe Jaya 2 446 2 464 4 910
Gayo Lues 39 586 39 974 79 560
Sumber: BPS, Gayo Lues Dalam Angka 2011
Tabel 7.
Jumlah, Persentase, dan Garis Kemiskinan Tahun 2005-2010
Indikator Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Jumlah (000) 24,8 24,5 23,1 18,89 17,09 19,0
2. Persentase 33,97 33,51 32,31 26,57 24,22 23,91
3. Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bulan)
198 398 20 1566 203 848 231 260 232 481 253 004
Sumber: Badan Pusat Statistik
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
98
Tabel 8. Persentase Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka
Provinsi Aceh Tahun 2010
Kabupaten TPAK TPT
(1) (2) (3)
01. Simeulue 63,72 12,25
02. Aceh Singkil 64,15 9,31
03. Aceh Selatan 58,87 11,34
04. Aceh Tenggara 63,76 9,90
05. Aceh Timur 64,20 6,13
06. Aceh Tengah 79,06 2,55
07. Aceh Barat 58,98 3,52
08. Aceh Besar 61,22 11,60
09. Pidie 64,89 7,56
10. Bireuen 67,34 7,32
11. Aceh Utara 59,94 12,78
12. Aceh Barat Daya 58,90 6,14
13. Gayo Lues 74,99 4,72
14. Aceh Tamiang 63,62 8,03
15. Nagan Raya 61,38 3,94
16. Aceh Jaya 66,49 7,78
17. Bener Meriah 78,31 2,25
18. Pidie Jaya 63,09 5,81
71. Banda Aceh 53,65 11,56
72. Sabang 67,81 10,02
73. Langsa 61,22 12,95
74. Lhokseumawe 57,73 11,83
75. Subulussalam 54,99 4,28
Provinsi Aceh 63,17 8,37
Sumber: BPS, Sakernas 2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
99
Tabel 9. Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Gayo Lues Tahun 2006–2010 (Persen)
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Pertanian 60,54 60,39 59,04 57,57 56,16
2. Pertambangan & penggalian
0,07 0,08 0,08 0,08 0,09
3. Industri pengolahan 4,25 4,46 4,82 4,88 5,08
4. Listrik, gas & air bersih 0,61 0,64 0,71 0,70 0,70
5. Bangunan 5,94 6,49 7,34 8,34 9,21
6. Perdagangan, hotel & restoran 9,34 9,26 9,39 9,52 9,46
7. Pengangkutan & komunikasi
1,83 1,84 1,92 2,02 2,15
8. Keuangan, persewaan, & jasa perusahaan 2,23 2,12 2,32 2,50 2,66
9. Jasa-jasa 15,18 14,72 14,39 14,39 14,49
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS, PDRB Kabupaten Gayo Lues 2006-2010
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
100
Tabel 10. Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Aceh Tahun 2006-2010
Kabupaten Angka Harapan Hidup
2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
01. Simeulue 62,7 62,75 62,84 62,91 62,98
02. Aceh Singkil 64,0 64,27 64,46 64,69 64,92
03. Aceh Selatan 66,5 66,61 66,71 66,82 66,93
04. Aceh Tenggara 69,1 69,11 69,16 69,19 69,22
05. Aceh Timur 69,3 69,41 69,52 69,63 69,74
06. Aceh Tengah 69,2 69,31 69,42 69,53 69,64
07. Aceh Barat 69,6 69,69 69,78 69,87 69,97
08. Aceh Besar 70,3 70,42 70,52 70,64 70,75
09. Pidie 68,7 68,94 69,11 69,32 69,53
10. Bireuen 72,2 72,22 72,28 72,32 72,35
11. Aceh Utara 69,3 69,41 69,52 69,32 69,74
12. Aceh Barat Daya 66,0 66,30 66,49 66,74 66,99
13. Gayo Lues 66,6 66,73 66,84 66,96 67,08
14. Aceh Tamiang 68,0 68,09 68,18 68,27 68,37
15. Nagan Raya 69,2 69,31 69,42 69,53 69,64
16. Aceh Jaya 67,8 67,84 67,91 67,97 68,02
17. Bener Meriah 67,2 67,31 67,41 67,52 67,63
18. Pidie Jaya 68,8 68,91 69,02 69,13 69,24
71. Banda Aceh 69,6 69,99 70,24 70,56 70,88
72. Sabang 69,7 70,10 70,36 70,69 71,02
73. Langsa 69,7 69,96 70,14 70,36 70,58
74. Lhokseumawe 69,2 69,70 70,00 70,41 70,81
75. Subulussalam 65,2 65,40 65,54 65,71 65,89
Provinsi Aceh 68,3 68,40 68,50 68,60 68,70
Sumber: Badan Pusat Statistik
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
101
Tabel 11. Angka Melek Huruf Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2006-2010
Kabupaten/Kota Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6)
01. Simeulue 98,3 98,30 98,30 98,58 98,66
02. Aceh Singkil 96,2 96,20 96,20 96,22 96,24
03. Aceh Selatan 96,4 96,42 96,42 96,47 96,53
04. Aceh Tenggara 96,9 96,94 96,94 97,10 97,85
05. Aceh Timur 97,2 97,24 97,35 97,51 98,21
06. Aceh Tengah 97,5 97,47 98,08 98,13 98,60
07. Aceh Barat 89,9 94,06 94,06 94,08 94,53
08. Aceh Besar 96,9 96,93 96,93 96,95 96,96
09. Pidie 94,5 94,53 95,51 95,56 95,91
10. Bireuen 98,3 98,34 98,34 98,37 98,47
11. Aceh Utara 96,0 96,04 96,04 96,42 97,81
12. Aceh Barat Daya 95,7 95,70 96,22 96,25 96,34
13. Gayo Lues 86,7 86,70 86,70 86,97 87,27
14. Aceh Tamiang 98,0 98,00 98,00 98,25 98,25
15. Nagan Raya 89,7 89,70 89,70 89,78 89,85
16. Aceh Jaya 91,1 91,78 93,73 93,78 93,99
17. Bener Meriah 96,4 97,19 97,19 97,45 98,50
18. Pidie Jaya 94,2 94,20 94,20 94,23 95,45
71. Banda Aceh 99,0 99,03 99,03 99,10 99,16
72. Sabang 98,2 98,26 98,78 98.81 98,99
73. Langsa 98,5 98,75 98,75 99,10 99,20
74. Lhokseumawe 98,8 98,82 98,82 99,22 99,62
75. Subulussalam 96,5 96,50 96,50 96,53 96,54
Provinsi Aceh 96,2 96,20 96,20 96,39 96,88
Sumber: Badan Pusat Statistik
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
102
Tabel 12. Rata-rata Lama Sekolah Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2006-2010 (Tahun)
Kabupaten/Kota Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
01. Simeulue 6,1 7,60 8,00 8,51 8,52
02. Aceh Singkil 7,7 7,70 7,70 8,35 7,76
03. Aceh Selatan 8,2 8,20 8,20 8,23 8,43
04. Aceh Tenggara 9,3 9,30 9,30 9,45 9,35
05. Aceh Timur 8,4 8,40 8,40 8,46 8,49
06. Aceh Tengah 9,0 9,27 9,29 9,44 9,52
07. Aceh Barat 8,2 8,20 8,20 8,23 8,48
08. Aceh Besar 9,4 9,48 9,48 9,54 9,55
09. Pidie 8,6 8,60 8,60 8,69 8,67
10. Bireuen 9,2 9,20 9,20 9,25 9,26
11. Aceh Utara 9,1 9,10 9,10 9,19 9,15
12. Aceh Barat Daya 7,5 7,50 7,50 7,63 7,72
13. Gayo Lues 8,7 8,70 8,70 8,87 8,71
14. Aceh Tamiang 8,4 8,40 8,40 8,54 8,78
15. Nagan Raya 6,7 7,32 7,32 7,52 7,57
16. Aceh Jaya 8,7 8,70 8,70 8,72 8,72
17. Bener Meriah 8,1 8,49 8,49 8,53 8,77
18. Pidie Jaya 8,0 8,00 8,00 8,38 8,64
71. Banda Aceh 11,2 11,86 11,86 11,91 12,09
72. Sabang 9,6 10,13 10,23 10,36 10,55
73. Langsa 9,4 9,70 9,88 9,98 10,45
74. Lhokseumawe 9,7 9,70 9,70 9,73 9,99
75. Subulussalam 7,5 7,50 7,50 7,81 7,59
Provinsi Aceh 8,5 8,50 8,50 8,63 8,81
Sumber: Badan Pusat Statistik
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
103
Tabel 13. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Usia Sekolah di Provinsi
Aceh Tahun 2010
Kabupaten/Kota Kelompok Usia Sekolah
7-12 13-15 16-18 19-24
(1) (2) (3) (4) (5)
01. Simeulue 100,00 98,89 86,31 15,04
02. Aceh Singkil 99,76 94,72 78,73 15,18
03. Aceh Selatan 99,46 95,81 68,52 18,32
04. Aceh Tenggara 99,04 98,20 74,29 16,28
05. Aceh Timur 98,71 93,93 60,94 10,45
06. Aceh Tengah 98,56 95,58 70,92 22,45
07. Aceh Barat 98,57 96,90 82,89 32,15
08. Aceh Besar 99,71 96,32 74,60 29,67
09. Pidie 99,45 96,64 67,58 24,92
10. Bireuen 98,26 93,13 70,56 24,87
11. Aceh Utara 99,29 92,94 79,12 24,37
12. Aceh Barat Daya 100,00 91,30 73,62 24,33
13. Gayo Lues 99,12 93,47 73,94 13,14
14. Aceh Tamiang 98,68 93,89 63,34 13,90
15. Nagan Raya 99,38 94,27 75,63 20,08
16. Aceh Jaya 99,32 95,64 69,66 10,46
17. Bener Meriah 98,95 93,75 74,42 16,67
18. Pidie Jaya 99,82 97,60 74,73 24,52
71. Banda Aceh 99,39 96,39 84,96 50,78
72. Sabang 100,00 96,60 70,88 13,82
73. Langsa 99,84 97,72 80,05 30,29
74. Lhokseumawe 99,61 96,08 81,30 32,61
75. Subulussalam 99,30 92,67 83,58 16,20
Provinsi Aceh 99,19 94,99 73,53 24,11
Sumber: BPS, Susenas 2010
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
104
Tabel 14. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Ijazah/STTB Tertinggi yang
Dimiliki Tahun 2010
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Jenis Kelamin Laki-laki dan Perempuan
Laki-laki Perempuan
(1) (2) (3) (4)
Belum Tamat SD 34,77 43,74 39,36
SD 23,97 26,51 25,27
SLTP 18,39 15,48 16,90
SLTA 17,68 10,01 13,76
DI/DII/DIII 2,85 2,88 2,86
DIV/S1 2,26 1,31 1,77
S2/S3 0,08 0,08 0,08
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS, Susenas 2010
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
105
Tabel 15. Pengeluaran Riil Per Kapita Disesuaikan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Aceh Tahun 2006-2010 (Rp ribu)
Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
01. Simeulue 606,7 613,41 617,07 617,10 618,56
02. Aceh Singkil 599,1 607,59 608,18 608,22 610,14
03. Aceh Selatan 591,8 596,92 600,21 604,59 606,47
04. Aceh Tenggara 589,1 593,99 594,03 596,01 597,96
05. Aceh Timur 572,9 579,33 580,16 586,29 588,15
06. Aceh Tengah 597,3 606,22 612,61 615,51 618,69
07. Aceh Barat 584,0 586,91 591,18 598,72 600,36
08. Aceh Besar 596,3 605,60 606,50 608,63 610,30
09. Pidie 598,0 606,32 608,11 611,05 612,56
10. Bireuen 584,7 587,78 589,40 592,06 593,96
11. Aceh Utara 590,3 601,82 602,19 605,69 607,90
12. Aceh Barat Daya 592,7 601,49 611,73 614,26 617,50
13. Gayo Lues 590,9 596,10 596,44 600,15 601,96
14. Aceh Tamiang 578,7 583,72 591,29 595,40 598,26
15. Nagan Raya 586,2 589,38 599,28 601,67 604,08
16. Aceh Jaya 584,7 588,36 591,47 596,69 598,56
17. Bener Meriah 584,0 587,03 597,84 603,78 605,49
18. Pidie Jaya 596,2 602,87 618,56 620,18 622,16
71. Banda Aceh 624,3 626,44 630,25 630,63 632,24
72. Sabang 618,4 620,65 623,14 625,82 627,35
73. Langsa 591,5 595,18 599,51 600,66 603,34
74. Lhokseumawe 621,5 628,30 630,77 631,63 634,07
75. Subulussalam 599,9 604,56 605,35 608,74 612,77
Provinsi Aceh 589,5 600,95 605,56 610,27 611,42
Sumber: Badan Pusat Statistik
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
106
Tabel 16. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Reduksi Shortfall
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Kabupaten/Kota IPM Reduksi
Shortfall 2009-2010
Peringkat di Provinsi Aceh
2009 2010 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
01. Simeulue 68,92 69,28 1,15 19 19
02. Aceh Singkil 68,29 68,58 0,92 22 22
03. Aceh Selatan 69,64 69,97 1,08 17 17
04. Aceh Tenggara 71,23 71,60 1,27 11 11
05. Aceh Timur 70,19 70,55 1,21 15 15
06. Aceh Tengah 73,22 73,69 1,77 4 5
07. Aceh Barat 70,32 70,79 1,57 14 14
08. Aceh Besar 73,10 73,32 0,83 6 6
09. Pidie 71,60 71,92 1,13 10 10
10. Bireuen 72,86 73,07 0,79 7 7
11. Aceh Utara 71,90 72,46 2,00 8 8
12. Aceh Barat Daya 69,81 70,29 1,57 16 16
13. Gayo Lues 67,59 67,86 0,84 23 23
14. Aceh Tamiang 70,50 70,79 0,96 12 13
15. Nagan Raya 68,74 69,18 1,40 21 21
16. Aceh Jaya 69,39 69,63 0,75 18 18
17. Bener Meriah 70,38 70,98 2,03 13 12
18. Pidie Jaya 71,71 72,38 2,38 9 9
71. Banda Aceh 77,00 77,45 1,96 1 1
72. Sabang 75,49 75,98 1,99 3 3
73. Langsa 73,20 73,85 2,43 5 4
74. Lhokseumawe 75,54 76,10 2,28 2 2
75. Subulussalam 68,85 69,26 1,32 20 20
Provinsi Aceh * 71,31 71,70 1,33 17 17
Catatan: * Peringkat provinsi se-Indonesia Sumber: Badan Pusat Statistik
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
107
Tabel 17.
IPM Menurut Kategori (Provinsi Aceh) dan Kabupaten/Kota
Tahun 2009-2010
Kabupaten/Kota Kategori IPM
2009 2010
(1) (3) (4)
01. Simeulue Rendah Rendah
02. Aceh Singkil Rendah Rendah
03. Aceh Selatan Rendah Rendah
04. Aceh Tenggara Rendah Rendah
05. Aceh Timur Rendah Rendah
06. Aceh Tengah Tinggi Tinggi
07. Aceh Barat Rendah Rendah
08. Aceh Besar Tinggi Tinggi
09. Pidie Tinggi Tinggi
10. Bireuen Tinggi Tinggi
11. Aceh Utara Tinggi Tinggi
12. Aceh Barat Daya Rendah Rendah
13. Gayo Lues Rendah Rendah
14. Aceh Tamiang Rendah Rendah
15. Nagan Raya Rendah Rendah
16. Aceh Jaya Rendah Rendah
17. Bener Meriah Rendah Rendah
18. Pidie Jaya Tinggi Tinggi
71. Banda Aceh Tinggi Tinggi
72. Sabang Tinggi Tinggi
73. Langsa Tinggi Tinggi
74. Lhokseumawe Tinggi Tinggi
75. Subulussalam Rendah Rendah
Sumber: Badan Pusat Statistik
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
108
Tabel 18.
IPM 2010, Perubahan (Shortfall) 2009-2010, dan Letak Kuadran
Kabupaten/Kota
IPM 2010 Perubahan 2009-2010
Letak Kuadran
Nilai IPM Kategori
(1) (2) (3) (4) (5)
01. Simeulue 69,28 Rendah 1,15 III
02. Aceh Singkil 68,58 Rendah 0,92 III
03. Aceh Selatan 69,97 Rendah 1,08 III
04. Aceh Tenggara 71,60 Rendah 1,27 III
05. Aceh Timur 70,55 Rendah 1,21 III
06. Aceh Tengah 73,69 Tinggi 1,77 I
07. Aceh Barat 70,79 Rendah 1,57 IV
08. Aceh Besar 73,32 Tinggi 0,83 II
09. Pidie 71,92 Tinggi 1,13 II
10. Bireuen 73,07 Tinggi 0,79 II
11. Aceh Utara 72,46 Tinggi 2,00 I
12. Aceh Barat Daya 70,29 Rendah 1,57 IV
13. Gayo Lues 67,86 Rendah 0,84 III
14. Aceh Tamiang 70,79 Rendah 0,96 III
15. Nagan Raya 69,18 Rendah 1,40 IV
16. Aceh Jaya 69,63 Rendah 0,75 II
17. Bener Meriah 70,98 Rendah 2,03 IV
18. Pidie Jaya 72,38 Tinggi 2,38 I
71. Banda Aceh 77,45 Tinggi 1,96 I
72. Sabang 75,98 Tinggi 1,99 I
73. Langsa 73,85 Tinggi 2,43 I
74. Lhokseumawe 76,10 Tinggi 2,28 I
75. Subulussalam 69,26 Rendah 1,32 III
Provinsi Aceh 71,70 - 1,33 -
Sumber: Badan Pusat Statistik
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
109
Tabel 19. Konversi Lama Sekolah dengan Jenjang Pendidikan
No Jenjang Pendidikan Lama Sekolah (tahun)
(1) (2) (3)
1 Tidak/belum pernah sekolah 0
2 SD 6
3 SMP 9
4 SLTA/SMU 12
5 Diploma I 13
6 Diploma II 14
7 Akademi/Diploma III 15
8 Diploma IV/Sarjana 16
9 Magister (S2) 18
10 Doktor (S3) 21
Sumber: Badan Pusat Statistik
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
110
Tabel 20. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung
Paritas Daya Beli (PPP)
No Komoditi Unit Sumbangan
terhadap total konsumsi (%)
(1) (2) (3) (4)
1 Beras Lokal Kg 7,25
2 Tepung terigu Kg 0,10
3 Ketela Pohon Kg 0,22
4 Ikan tongkol/tuna/cakalang Kg 0,50
5 Ikan teri Ons 0,32
6 Daging Sapi Kg 0,78
7 Daging ayam kampong Kg 0,65
8 Telur ayam Butir 1,48
9 Susu Kental Manis 395 gram 0,48
10 Bayam Kg 0,30
11 Kacang panjang Kg 0,32
12 Kacang tanah Kg 0,22
13 Tempe Kg 0,79
14 Jeruk Kg 0,39
15 Pepaya Kg 0,18
16 Kelapa Butir 0,56
17 Gula pasir Ons 1,61
18 Kopi bubuk Ons 0,60
19 Garam Ons 0,15
20 Merica/lada Ons 0,13
21 Mie instant 80 gram 0,79
22 Rokok kretek filter 10 batang 2,86
23 Listrik Kwh 2,06
24 Air minum M3 0,46
25 Bensin Liter 1,02
26 Minyak tanah Liter 1,74
27 Sewa rumah Unit 11,56
Total 37,52
Sumber: Badan Pusat Statistik
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
111
Tabel 21. IPM/HDI (Human Development Index) Beberapa Negara Tahun 2010
Rank Country Value Rank Country Value (1) (2) (3) (1) (2) (3)
VERY HIGH HUMAN DEVELOPMENT HIGH HUMAN DEVELOPMENT
1 Norway 0,938 43 Bahamas 0,784 2 Australia 0,937 44 Lithuania 0,783 3 New Zealand 0,907 45 Chile 0,783 4 United States 0,902 46 Argentina 0,775 5 Ireland 0,895 47 Kuwait 0,771 6 Liechtenstein 0,891 48 Latvia 0,769 7 Netherlands 0,890 49 Montenegro 0,769 8 Canada 0,888 50 Romania 0,767 9 Sweden 0,885 51 Croatia 0,767 10 Germany 0,885 52 Uruguay 0,765 11 Japan 0,884 53 Libyan Arab Jamahiriya 0,755 12 Korea, Republic 0,877 54 Panama 0,755 13 Switzerland 0,874 55 Saudi Arabia 0,752 14 France 0,872 56 Mexico 0,750 15 Israel 0,872 57 Malaysia 0,744 16 Finland 0,871 58 Bulgaria 0,743 17 Iceland 0,869 59 Trinidad and Tobago 0,736 18 Belgium 0,867 60 Serbia 0,735 19 Denmark 0,866 61 Belarus 0,732 20 Spain 0,863 62 Costa Rica 0,725 21 Hong Kong, China (SAR) 0,862 63 Peru 0,723 22 Greece 0,855 64 Albania 0,719 23 Italy 0,854 65 Russian Federation 0,719 24 Luxembourg 0,852 66 Kazakhstan 0,714 25 Austria 0,851 67 Azerbaijan 0,713 26 United Kingdom 0,849 68 Bosnia and Herzegovina 0,710 27 Singapore 0,846 69 Ukraine 0,710 28 Czech Republic 0,841 70 Iran, Islamic Republic of 0,702
29 Slovenia 0,828 71 The former Yugoslav Republic of Macedonia
0,701
30 Andorra 0,824 72 Mauritius 0,701 31 Slovakia 0,818 73 Brazil 0,699 32 United Arab Emirates 0,815 74 Georgia 0,698
33 Malta 0,815 75 Venezuela, Bolivarian Republic of 0,696
34 Estonia 0,812 76 Armenia 0,695 35 Cyprus 0,810 77 Ecuador 0,695 36 Hungary 0,805 78 Belize 0,694 37 Brunei Darussalam 0,805 79 Colombia 0,689 38 Qatar 0,803 80 Jamaica 0,688 39 Bahrain 0,801 81 Tunisia 0,683 40 Portugal 0,795 82 Jordan 0,681 41 Poland 0,795 83 Turkey 0,679 42 Barbados 0,788 84 Algeria 0,677
85 Tonga 0,677
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
112
Lanjutan Tabel 21.
Rank Country Value Rank Country Value
(1) (2) (3) (1) (2) (3)
MEDIUM HUMAN DEVELOPMENT LOW HUMAN DEVELOPMENT 86 Fiji 0,669 128 Kenya 0,470 87 Turkmenistan 0,669 129 Bangladesh 0,469 88 Dominican Republic 0,663 130 Ghana 0,467 89 China 0,663 131 Cameroon 0,460 90 El Salvador 0,659 132 Myanmar 0,451 91 Sri Lanka 0,658 133 Yemen 0,439 92 Thailand 0,654 134 Benin 0,435 93 Gabon 0,648 135 Madagascar 0,435 94 Suriname 0,646 136 Mauritania 0,433 95 Bolivia, Plurinational State of 0,643 137 Papua New Guinea 0,431 96 Paraguay 0,640 138 Nepal 0,428 97 Philippines 0,638 139 Togo 0,428 98 Botswana 0,633 140 Comoros 0,428 99 Moldova, Republic of 0,623 141 Lesotho 0,427 100 Mongolia 0,622 142 Nigeria 0,423 101 Egypt 0,620 143 Uganda 0,422 102 Uzbekistan 0,617 144 Senegal 0,411
103 Micronesia, Federated States of
0,614 145 Haiti 0,404
104 Guyana 0,611 146 Angola 0,403 105 Namibia 0,606 147 Djibouti 0,402 106 Honduras 0,604 148 Tanzania, United Republic of 0,398 107 Maldives 0,602 149 Côte d’Ivoire 0,397 108 Indonesia 0,600 150 Zambia 0,395 109 Kyrgyzstan 0,598 151 Gambia 0,390 110 South Africa 0,597 152 Rwanda 0,385 111 Syrian Arab Republic 0,589 153 Malawi 0,385 112 Tajikistan 0,580 154 Sudan 0,379 113 Viet Nam 0,572 155 Afghanistan 0,349 114 Morocco 0,567 156 Guinea 0,340 115 Nicaragua 0,565 157 Ethiopia 0,328 116 Guatemala 0,560 158 Sierra Leone 0,317 117 Equatorial Guinea 0,538 159 Central African Republic 0,315 118 Cape Verde 0,534 160 Mali 0,309 119 India 0,519 161 Burkina Faso 0,305 120 Timor-Leste 0,502 162 Liberia 0,300 121 Swaziland 0,498 163 Chad 0,295
122 Lao People’s Democratic Republic 0,497 164 Guinea-Bissau 0,289
123 Solomon Islands 0,494 165 Mozambique 0,284 124 Cambodia 0,494 166 Burundi 0,282 125 Pakistan 0,490 167 Niger 0,261
126 Congo 0,489 168 Congo, Democratic Republic of the
0,239
127 São Tomé and Príncipe 0,488 169 Zimbabwe 0,140
Sumber: Human Development Report 2010, UNDP
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
113
DAFTAR ISTILAH PENTING
Akses terhadap air bersih
Persentase rumahtangga yang menggunakan air minum yang berasal dari
air mineral, air leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung.
Akses terhadap fasilitas kesehatan
Persentase rumahtangga yang tinggal pada jarak kurang dari 5 kilometer
dari fasilitas kesehatan (rumahsakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat,
bidan yang terlatih, paramedic, dan sebagainya).
Akses terhadap sanitasi
Persentase rumahtangga yang memiliki kamar mandi sendiri atau dapat
menggunakan fasilitas kamar mandi umum.
Angka buta huruf (dewasa)
Proporsi penduduk berusia 15 tahun keatas yang tidak dapat membaca dan
menulis dalam huruf latin atau lainnya. Dihitung dengan cara 100 dikurang
dengan angka melek huruf (dewasa).
Angka harapan hidup pada waktu lahir (e0)
Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada
perubahan pola mortalitas menurut umur.
Angka melek huruf (dewasa)
Proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan
menulis dalam huruf latin atau lainnya.
Angka partisipasi sekolah
Proporsi dari keseluruhan penduduk dari berbagai kelompok usia tertentu
(7-12, 13-15, 16-18, 19-24) yang masih duduk di bangku sekolah.
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
114
Angka putus sekolah
Proporsi penduduk yang berusia antara 7 hingga 15 tahun yang tidak
terdaftar pada berbagai tingkatan pendidikan dan tidak menyelesaikan
sekolah dasar atau sekolah menengah tingkat pertama.
Garis kemiskinan
Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar
minimum kebutuhan-kebutuhan konsumsi pangan dan non-pangan yang
dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup secara layak.
Indeks daya beli
Salah satu dari tiga komponen indeks pembangunan manusia yang
didasarkan pada paritas daya beli (PPP) disesuaikan dengan rumus Atkinson.
Nilai indeks berkisar antara 0-100.
Indeks harapan hidup
Salah satu dari tiga komponen indeks pembangunan manusia. Nilai indeks
ini berkisar antara 0-100.
Indeks harga konsumen (IHK)
Indeks yang menunjukkan perbandingan relative antara tingkat harga pada
saat bulan survey dan tingkat harga pada bulan sebelumnya, yang
ditimbang dengan nilai konsumsi pada kedua bulan tersebut. IHK dihitung
dengan formula Laspeyres yang dikembangkan.
Indeks pembangunan manusia (IPM)
Indeks komposit yang disusun dari tiga indikator: lama hidup yang diukur
dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur
berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia
15 tahun ke atas; dan standar hidup yang diukur dengan pengeluaran per
kapita (PPP rupiah). Nilai indeks berkisar antara 0 – 100.
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
115
Indeks pendidikan
Salah satu dari tiga komponen indeks pembangunan manusia. Indeks ini
didasarkan pada kombinasi antara angka melek huruf dikalangan penduduk
dewasa dan rata-rata lama sekolah. Nilai indeks tersebut berkisar antara 0 –
100
Konsumsi rumahtangga
Dibedakan atas konsumsi makanan dan bukan makanan, mencakup semua
barang dan jasa yang dikonsumsi tanpa memperhatikan asalnya tetapi
terbatas hanya pada barang/jasa untuk kebutuhan rumahtangga saja,
artinya tidak termasuk konsumsi/pengeluaran untuk keperluan usaha atau
yang diberikan kepada pihak lain.
Konsumsi total
Konsumsi barang-barang dan jasa-jasa dengan mengabaikan asal barang
dan dan jasa tersebut. Konsumsi total juga mencakup pemberian dan
barang/jasa yang diproduksi sendiri oleh rumahtangga yang bersangkutan.
Dalam laporan ini, konsumsi total merujuk pada konsumsi bulanan.
Paritas daya beli (purchasing power parity – PPP)
PPP memungkinkan dilakukannya perbandingan harga-harga riil antar
propinsi dan antar kabupaten, mengingat nilai tukar yang biasa digunakan
dapat menurunkan atau menaikan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi
perkapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indinesia, satu
rupiah di satu propinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di
Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita setelah
disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal
yang dihitung dengan rumus Atkinson.
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
116
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
a. Tidak/belum pernah sekolah
Mereka yang tidak atau belum pernah sekolah. Termasuk mereka yang
tamat/belum tamat Taman Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke
Sekolah Dasar.
b. Tidak/belum tamat Sekolah Dasar
Mereka yang pernah sekolah tetapi tidak/belum tamat di Sekolah Dasar
5/6/7 tahun.
c. Tamat Sekolah Dasar
Mereka yang tamat Sekolah Dasar 5/6/7 tahun.
d. Tamat Sekolah Menengah Tingkat Pertama Umum/Kejuruan
Mereka yang tamat sekolah Menengah Tingkat Pertama
Umum/Kejuruan.
e. Tamat Sekolah Menegah Tingkat Atas Umum/Kejuruan
Mereka yang tamat Sekolah Menegah Tingkat Atas Umum/Kejuruan
f. Tamat Akademi
Mereka yang tamat pendidikan Sarjana Muda dan DIII.
g. Tamat Universitas
Mereka yang tamat program pendidikan Sarjana, Pasca Sarjana,
Doktor, Diploma IV, dan seterusnya.
Penduduk yang masih bersekolah
Mereka yang sedang mengikuti pendidikan di tingkat pendidikan tertentu.
Penduduk putus sekolah
Mereka yang tidak dapat menamatkan suatu jenjang pendidikan.
Pengeluaran untuk makanan
Proporsi pengeluaran yang dipergunakan untuk mengkonsumsi makanan
dibandingkan dengan total pengeluaran (makanan dan bukan makanan).
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
117
Pertumbuhan ekonomi
Perubahan relative nilai riil produk domestik bruto dalam suatu periode
tertentu.
Produk domestik bruto
Jumlah nilai tambah bruto (total output dari barang dan jasa) yang
diproduksi oleh semua sektor ekonomi disuatu negara selama periode waktu
tertentu.
Produk domestik bruto atas harga berlaku
Merujuk pada nilai produk domestik bruto berdasarkan nilai uang yang
berlaku pada tahun tertentu
Produk domestik bruto atas harga konstan
Merujuk pada nilai produk domestik bruto berdasarkan nilai uang pada
tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar.
Produk domestik bruto per kapita
Nilai dari produk domestik bruto dibagi dengan jumlah penduduk pada
tengah tahun.
Penduduk usia sekolah
Mereka yang pada usia sekolah normal sesuai dengan tingkat pendidikan.
Misalnya: penduduk usia SD adalah 7 – 12 tahun, penduduk usia SMTP
adalah 13 – 15 tahun dan penduduk usia SMTA adalah 16 – 18 tahun.
Pengeluaran rumahtangga sebulan
Semua biaya yang dikeluarkan rumahtangga selama sebulan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga.
LLaammppiirraann
IIPPMM KKaabbuuppaatteenn GGaayyoo LLuueess 22001100
118
Rata-rata lama sekolah
Rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun ke
atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.
Tamat sekolah
Mereka yang menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir
suatu jenjang sekolah di sekolah negeri maupun swasta dengan
mendapatkan tanda tamat/ijazah. Seseorang yang belum mengikuti
pelajaran pada kelas tertinggi, tetapi jika ia mengikuti ujian akhir dan lulus
maka dianggap tamat sekolah.