implementasi manajemen bandwidth menggunakan metode ......digunakan juga lengkap salah satunya...
TRANSCRIPT
Implementasi Manajemen Bandwidth Menggunakan
Metode Hierarchical Token Bucket (HTB)
(Studi Kasus: LAB SMK Telekomunikasi Tunas
Harapan Salatiga)
Artikel Ilmiah
Oleh :
Elizabeth Anggie Utamy Putri (672010066)
Wiwin Sulistyo, ST., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
November 2014
i
Implementasi Manajemen Bandwidth Menggunakan
Metode Hierarchical Token Bucket (HTB)
(Studi Kasus: LAB SMK Telekomunikasi Tunas
Harapan Salatiga)
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Oleh :
Elizabeth Anggie Utamy Putri (672010066)
Wiwin Sulistyo, ST., M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
November 2014
ii
iii
iv
v
vi
1
Implementasi Manajemen Bandwidth Menggunakan
Metode Hierarchical Token Bucket (HTB)
(Studi Kasus: LAB SMK Telekomunikasi Tunas
Harapan Salatiga)
1)Elizabeth Anggie Utamy Putri,
2)Wiwin Sulistyo
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
E-mail: [email protected])
ABSTRACT
The use of the Internet raises issues especially on bandwidth management. Currently
the use of computer networks typically manage the bandwidth is without separated specifically
according to the type of user groups, so that there is no difference partition bandwidth between the
groups of users with a higher priority and user groups with lower priority. Therefore, it is
necessary to design the bandwidth manager can set the bandwidth according to priority users in
groups based on the type of user. One of the methods applied to ensure each user group gets the
bandwidth according to the priority groups that use Hierarchical Token Bucket (HTB) method. In
this research discusses the implementation of the HTB method in SMK Telecommunication Tunas
Harapan Salatiga
Keywords : Bandwidth management, HTB, Mikrotik
ABSTRAK
Penggunaan jaringan internet memunculkan permasalahan khususnya pada pengelolaan
bandwidth. Saat ini penggunaan jaringan komputer mengelola bandwidth tanpa memisahkan
secara spesifik menurut jenis kelompok pengguna, sehingga tidak terdapat perbedaan pembagian
bandwidth antara kelompok pengguna dengan prioritas lebih tinggi dan kelompok pengguna
dengan prioritas lebih rendah. Oleh karena itu, diperlukan perancangan pengelola bandwidth yang
dapat mengatur bandwidth pengguna sesuai dengan prioritas di dalam kelompok berdasarkan jenis
pengguna. Salah satu metode yang diterapkan untuk menjamin setiap kelompok pengguna
mendapat bandwidth sesuai dengan kelompok prioritas yaitu menggunakan metode Hierarchical
Token Bucket (HTB). Dalam penelitian ini membahas mengenai implementasi metode HTB di
SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga.
Kata Kunci : Pengelolaan Bandwidth, HTB, Mikrotik
1) Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. 2) Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
2
1. Pendahuluan
Saat ini institusi maupun dunia pendidikan menggunakan layanan
internet secara serentak, penggunaan layanan internet yang beragam sifatnya
secara bebas dapat mengakses semua aplikasi yang ada dalam internet seperti
email, web, chatting, browsing, dan multimedia. Untuk mengakses aplikasi
yang berhubungan dengan internet maka perlu mengatur bandwidth yang akan
dibagi ke setiap user. Pada saat ini sudah terdapat routerboard mikrotik yang
dapat langsung digunakan tanpa harus menginstal RouterOS lagi, sistem yang
digunakan juga lengkap salah satunya adalah manajemen bandwidth.
Untuk mengatur bandwidth banyak sekali metode-metode yang
digunakan. SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan Mikrotik
RouterOS untuk mengatur bandwidth, yang memiliki banyak teknik
memanajemen bandwidth seperti simple queue, HTB (Hierarchy Token
Bucket), PFIFO (Packet First In First Out) dan BFIFO (Bytes First In First
Out), RED (Random Early Drop), SFQ (Stochastic Fairness Queuin) dan
PCQ (Per Connection Queue).
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti manajemen bandwidth yang
ada di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan yang menggunakan hotspot
login dengan metode simple queue dimana setiap user diberi batasan
bandwidth untuk download dan upload yang sudah ditentukan. Internet yang
digunakan untuk siswa dan guru adalah menggunakan hotspot dan LAB, total
bandwidth untuk LAB yaitu sebesar 20Mbps dan total bandwidth untuk
hotspot sebesar 20Mbps, sedangkan total bandwidth yang dimiliki SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan yaitu sebesar 20Mbps, jika semua total
bandwidth untuk LAB dan hotspot adalah 20Mbps maka tidak dapat bekerja
optimal apabila semua LAB digunakan untuk internet maka user pada hotspot
tidak mendapat bandwidth untuk download dan upload karena saling berebut
bandwidth antara LAB dan hotspot. Untuk LAB sendiri tidak dipisahkan
secara spesifik untuk pengguna yang membutuhkan bandwidth besar sehingga
sangat merugikan karena semua pengguna mendapatkan bandwidth yang
sama-sama besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan manajemen bandwidth di
SMK Telekomunikasi Tunas Harapan kurang baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bermaksud untuk
menerapkan metode HTB dalam membagi bandwidth pada setiap LAB dalam
prioritas berdasarkan kebutuhan LAB dan membagi bandwidth dari total
bandwidth di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan untuk LAB dan hotspot
sehingga hotspot mendapat sisa bandwidth. Manfaat penelitian ini adalah
dapat mengetahui kinerja HTB dalam mengelola bandwidth di setiap LAB
sesuai dengan kategori prioritasnya.
2. Tinjauan Pustaka
Dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan perancangan manajemen
bandwidth pada user-profil hotspot mikrotik menggunakan metode
3
Hierarchical Token Bucket (HTB) yaitu mengelola bandwidth menggunakan
atribut user-profil untuk mengatur bandwidth pengguna berdasarkan jenis
kebutuhan pengguna sehingga dapat menjamin para pengguna mendapatkan
bandwidth sesuai dengan jenis kelompok yang berbeda-beda [4]. Namun
dalam penelitian tersebut digunakan untuk hostpot dengan menggunakan
user-profil dengan metode HTB, sedangkan untuk di LAB SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan masih menggunakan hotspot login
menggunakan simple queue sehingga tidak terdapat penggunaan prioritas
untuk jenis pengguna. Pada kesempatan ini dilakukan penelitian sebelumnya
hanya tidak menggunakan hotspot, tetapi menggunakan switch pada tiap
LAB-nya dan diberikan prioritas dalam HTB untuk membagi bandwidth
setiap LAB.
Penerapan manajemen bandwidth menggunakan HTB (Hierarchical
Token Bucket) juga telah dilakukan pada SMPN 5 Semarang dengan
Implementasi metode Hierarchical Token Bucket (HTB) dapat mengkontrol
penggunaan internet yang digunakan oleh tiap–tiap klien dengan baik
sehingga klien tidak dapat menggunakan bandwidth secara berlebihan
walaupun kecepatan download pada masing – masing klien lebih sedikit dari
sebelum penggunaan Hierarchical Token Bucket [3]. Metode HTB juga
digunakan untuk membatasi bandwidth secara berlebihan seperti LAB dan
hotspot di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan dengan membagi bandwidth
untuk kelompok LAB dan kelompok hotspot sehingga setiap kelompok dapat
dibatasi total bandwidth-nya
Manajemen bandwidth adalah membatasi penggunaan bandwidth
jaringan internet, manajemen dilakukan untuk membagi rata bandwidth per-
client agar tidak terjadi congestion (waktu proses yang lama), jika sebuah
jaringan internet belum menerapakan manajemen bandwidth maka salah satu
client menggunakan bandwidth secara penuh, client-client setelahnya akan
mengalami antrian permintaan paket data dan mendapatkan bandwidth ketika
permintaan paket data dari client 1 terpenuhi [6].
HTB adalah aplikasi yang berfungsi untuk mengatur pembagian
bandwidth, pembagian dilakukan secara hirarki yang dibagi-bagi kedalam
kelas sehingga mempermudah pengaturan bandwidth. HTB diklaim
menawarkan kemudahan pemakaian dengan teknik peminjaman dan
implementasi pembagian trafik yang lebih akurat. Teknik antrian HTB
memberikan fasilitas pembatasan trafik pada setiap level maupun klasifikasi,
bandwidth yang tidak terpakai bisa digunakan oleh klasifikasi yang lebih
rendah [1].
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menyusun penelitian ini
adalah menggunakan pendekatan NDLC (Network Development Life Cycle)
yang didalamnya terdapat beberapa tahap yaitu analysis, design, simulation
prototyping, implementation, monitoring, management [2]. Seperti terlihat
pada Gambar 1.
4
Gambar 1 NDLC (Network Development Life Cycle) [2]
Gambar 1 merupakan alur diagram dari metode pendekatan NDLC
yang memiliki enam fase. Dalam perancangan jaringan komputer ini sangat
cocok menggunakan pendekatan ini, sehingga hasil yang diperoleh terarah
dan terperinci.
Tahap analysis merupakan tahap awal untuk melakukan analisa
kebutuhan, analisa permasalahan yang muncul, analisa keinginan user, dan
analisa topologi atau jaringan sebelumnya yang ada di SMK Telekomunikasi
Tunas Harapan. Permasalahan yang terjadi adalah manajemen bandwidth di
SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan metode simple queue
dan pembatasan bandwidth menggunakan hotspot user login dimana setiap
pengguna dibatasi bandwidth untuk guru sebesar 1Mbps dan untuk siswa
sebesar 200kbps dengan bandwidth total 20Mbps.
Tabel 1 Jumlah User Tiap LAB
Nama LAB Jumlah User
Lantai 2 LAB 1 30 User
LAB 2 30 User
LAB 3 30 User
Total 90 User
Pada Tabel 1 merupakan jumlah user tiap LAB. Di SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan yang memiliki 3 LAB pada setiap lantainya
dan setiap LAB memiliki 30 user, apabila manajemen bandwidth LAB dan
hotspot menggunakan metode simple queue dan hanya dibatasi 200Kbps
maka total bandwidth tidak dapat dibagi rata untuk hotspot itu sendiri karena
total bandwidth hanya 20Mbps jika dibagi setiap user sebesar 200Kbps maka
hanya untuk 100 user, tetapi jika semua LAB digunakan (90 user
menggunakan internet) maka bandwidth yang diterima setiap user pada
hotspot hanya dapat bekerja optimal untuk 10 user yaitu sisa jumlah user di
LAB, apabilah lebih dari 10 user maka user untuk hotspot dan LAB tidak
dapat memenuhi bandwidth yang ditentukan yaitu sebesar 200k. Apabila ada
LAB yang digunakan untuk pelatihan atau pelajaran yang membutuhkan
internet maka tidak mendapat pinjaman bandwidth karena manajemen
bandwidth menggunakan metode simple queue hanya menentukan bandwidth
5
per user dan tidak dapat memberi prioritas pada setiap kelompok pengguna.
Berbeda dengan menggunakan metode HTB, saat bandwidth yang disediakan
pada parent memiliki sisa bandwidth, maka akan diberikan kepada user yang
membutuhkan bandwidth sebesar max-limit sesuai dengan prioritas. Gambar
2 merupakan topologi jaringan SMK Telekomunikasi Tunas Harapan yang
lama menggunakan metode simple queue dimana total bandwidth digabung
untuk hotspot dan kabel (LAB). Dilihat dari Gambar 2 pada penelitian ini
membagi kelompok antara hotspot dan LAB (menggunakan switch), tetapi
dalam penelitian ini hanya membuat perancangan pada LAB bukan pada
hotspot.
Gambar 2 Topologi Jaringan di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan yang Lama
6
Gambar 3 Hasil Trafik Upload dan Download di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan
Gambar 3 merupakan hasil dari trafik upload dan download pada
jaringan yang lama dengan menggunakan metode simple queue, pada trafik
download (max-in) sebesar 19.06Mb dan pada trafik upload (max-out)
sebesar 2.15Mb, karena untuk LAB diberi total bandwidth sebesar 20Mbps.
Jadi bisa dikatakan bahwa download pada LAB sampai kurang lebih
20Mbps.
Analisa kebutuhan hardware dan software yang diperlukan untuk
menunjang sistem yaitu:
Tabel 2 Kebutuhan Hardware dan Software
Pada tahap design yang akan dilakukan adalah langkah-langkah untuk
merancang sebuah sistem baru yaitu penerapan HTB (Hierarchy Token
Bucket) pada jaringan yang lama. Perancangan HTB akan diterapkan dengan
diagram alur sebagai berikut:
No Komponen Fungsi Spesifikasi
1 Router Mikrotik
RB750Series
Sebagai penghubung antar
jaringan CPU AR7241 400MHz
RAM 32MB
LAN Ports 5
2 PC/LAPTOP Sebagai client -
4 Kabel UTP
(Unshielded
Twisted Pair)
Penghubung router dengan switch
dan client CAT 5, RJ45
5 MRTG Untuk melihat traffic download
dan upload Windows 7 Ultimated
6 Winbox Remote setting mikrotik dalam
bentuk GUI Winbox Loader V2.2.15
7
Gambar 4 Alur Diagram Perancangan HTB
Gambar 4 merupakan diagram alur perancangan HTB (Hierarchy Token
Bucket), terdiri dari menetapkan topologi yaitu masih menggunakan topologi yang
sama hanya menambahkan RB750, menetapkan alamat IP router dan IP client,
Membuat HTB distribution, dan yang terakhir merancang pembagian bandwidth.
Dalam pengujian apabila gagal maka ada kesalahan pada firewall mangle seperti
salah menandai mark-connection maupun mark-packet
1. Perancangan Topologi
Gambar 5 Topologi Perancangan HTB pada LAB
8
Gambar 5 merupakan gambar dari rancangan topologi yang
diusulkan untuk mendukung perancangan manajemen bandwidth
menggunakan metode HTB. Pada switch 2 diambil dari topologi jaringan
lama, RB750Series ditempatkan dibawah switch 2 karena untuk
memanajemen bandwidth menggunakan metode HTB pada setiap client
dalam suatu LAB.
2. Menetapkan Alamat IP Router dan IP Client pada Jaringan Baru
Masing-masing perangkat keras harus diatur pengalamatan IP-nya
yang berfungsi sebagai alat komunikasi dalam sebuah jaringan backbone.
Tabel 1 merupakan daftar perencanaan pemberian alamat IP pada router
dan masing-masing client.
Tabel 3 Alamat IP router dan client
No Nama Perangkat Keras Alamat IP
1 RB750series Ether 1 = 192.168.100.251/24
Ether 2 = 10.10.10.1/24
Ether 3 = 20.20.20.1/24
Ether 4 = 30.30.30.1/24
2 LAB1 (DHCP) 10.10.10.2-10.10.10.254/24
3 LAB2 (DHCP) 20.20.20.2-20.20.20.254/24
4 LAB3 (DHCP) 30.30.30.2-30.30.30.254/24
Tabel 3 merupakan IP router dan client sehingga router dan masing-
masing client dapat saling terhubung. Pada client menggunakan DHCP
sehingga secara otomatis client mendapat IP otomatis dan tidak perlu
mengkonfigurasi IP.
3. Membuat HTB Distribution/Tree
Pada tree ini adalah setiap trafik dibagi masing-masing class, dimana
harus menentukan parent class, inner class, dan child class dengan cara
membuat skema tree/ HTB distribution seperti pada Gambar 4 dan Gambar
5. Cara kerja HTB juga dapat diliat pada HTB distribution yang pertama
memilih kelas pada cabang terendah (leaf class) yang linknya belum
mencapai batas kemudian mulai mengirimkan paket dari kelas yang
memiliki prioritas tertinggi kemudian berlanjut ke yang rendah, apabila link
semua kelas melampaui batas link maka dilakukan suatu test melalui suatu
putaran lengkap untuk menemukan leaf class yang dapat meminjam
bandwidth dari kelas diatasnya (parent class) jika tidak ada maka putaran
diulangi dengan mencoba meminjam bandwidth dari kelas diatas parent
class (grandfather class) [5]. Gambar 4 dan Gambar 5 dibawah ini
9
merupakan tree atau HTB distribution untuk download dan upload yang
telah ditetapkan untuk perancangan HTB.
Gambar 6 HTB Distribution Download
Gambar 6 merupakan gambaran HTB yang telah dirancang untuk
melakukan perancangan pembagian bandwidth untuk download pada setiap
LAB yang menjelaskan bahwa Total-Download adalah parent dari LAB1-
HTTP, LAB2-HTTP, LAB3-HTTP yang memiliki limit-at 3072kbps dan
max-limit 6144kbps, sehingga pada LAB 1 mendapat max-limit per client
sebesar kurang lebih 200kbps karena total client setiap LAB adalah 30
client. Pada LAB1-HTTP mendapat priority 1 artinya sisa bandwidth untuk
download dari parent diberikan terlebih dahulu pada LAB 1, kemudian
sisanya diberikan kepada LAB 2 dan LAB 3.
Gambar 7 HTB Distribution Upload
Gambar 7 merupakan gambaran HTB yang telah dirancang untuk
melakukan perancangan pembagian bandwidth untuk upload pada setiap
10
LAB yang menjelaskan bahwa Total-Upload adalah parent dari LAB1-UP,
LAB2-UP, LAB3-UP yang memiliki limit-at 2048kbps dan max-limit
4608kbps, sehingga pada LAB 1 mendapat max-limit per client sebesar
kurang lebih 150kbps. Pada LAB1-UP sama seperti HTB distribution
download yaitu LAB 1 mendapat prioritas pertama hanya berbeda pada
limit-at dan max-limit, karena bandwidth upload lebih kecil dibanding
bandwidth download.
4. Merancang atau Desain Pembagian Bandwidth
Dalam membuat HTB diperlukan perancangan desain pembagian
bandwidth. Perancangan desain pembagian bandwidth ini menunjukan nilai
limit-at dan max-limit dari setiap protocol. Pada mikrotik satuan limit-at dan
max-limit secara default adalah ‘bps’ yang merupakan singkatan ‘bits per
second’, maka penelitian ini dikondisikan sedemikian rupa dengan satuan 'k'
yang merupakan singkatan dari 'kilobits’. Pada HTB ini setiap protocol
memiliki prioritas yang berbeda, dalam HTB memiliki prioritas 1 sampai
dengan 8, dimana prioritas 1 adalah prioritas yang tertinggi, sedangkan
prioritas 8 adalah prioritas paling rendah. Penggunaan prioritas tergantung
kepentingan pengguna, penentuan pengguna tersambung didalam kelompok
prioritas yang mana didasarkan pada status pengguna. Pada Tabel 4
merupakan perancangan desain pembagian bandwidth.
Tabel 4 Perancangan Desain Pembagian Bandwidth
Nama Parent Priority Limit-At Max-limit
Total-Download Global-out 10240k
LAB1-HTTP Total-Download 1 3072k 6144k
LAB2-HTTP Total-Download 2 3072k 6144k
LAB3-HTTP Total-Download 2 3072k 6144k
Total-Upload Global-in 8 6144k
LAB1-UP Total-Upload 1 2048k 4608k
LAB2-UP Total-Upload 2 2048k 4608k
LAB3-UP Total-Upload 2 2048k 4608k
Tabel 4 merupakan perancangan desain pembagian bandwidth untuk
HTB. Pada setiap LAB memiliki proiritas masing-masing dimana LAB1
memiliki prioritas tertinggi karena pada penelitian ini ingin LAB1 digunakan
khusus pelajaran produktif TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) dan
pelatihan jaringan yang membutuhkan internet lebih besar dibanding LAB
lainnya. Sehingga LAB1 yang memiliki prioritas tertinggi mendapat pinjaman
bandwidth dari parent untuk memenuhi max-limit.
11
Pada tahap simulasi prototype dibuat perancangan sebuah jaringan
untuk membuat simulasi dari topologi jaringan yang dibangun. Simulasi pada
penelitian ini dilakukan di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan, dimana ada
1 router yaitu router yang sudah dikonfigurasi HTB dan laptop pada tiap
LAB untuk melakukan download dan upload. Hal ini dimaksudkan untuk
melihat kinerja awal dari jaringan yang dibangun. Berikut adalah Gambar 8
yang merupakan tampilan simulasi di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan
dari topologi jaringan yang akan dibangun.
Gambar 8 Topologi Simulasi Penerapan HTB (Hierarchical Token Bucket)
Pada tahap implementasi dilakukan pembangunan jaringan di SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan router mikrotik dengan
melakukan konfigurasi pengalamatan IP seperti IP address, gateway, DHCP
server, DNS server, hal ini dilakukan supaya pengguna atau client yang
menggunakan internet dapat terhubung satu sama lain karena masih dalam
satu jaringan. Penelitian ini diimplementasikan di SMK Telekomunikasi
Tunas Harapan selama satu bulan untuk mendapat data yang akurat. Gambar
9 merupakan konfigurasi pengalamatan IP dan DHCP server pada LAB1.
12
Gambar 9 Konfigurasi Pengalamatan IP pada Mikrotik
Setelah Pengalamatan IP selesai dikonfigurasi, selanjutnya dilakukan
konfigurasi NAT pada firewall dengan menggunakan parameter action,
chain, dan out. interface, agar IP lokal dapat terhubung internet atau ether1,
seperti contoh yang terlihat pada Kode Program 1.
Kode Program 1 Konfigurasi NAT pada Firewall
1. ip firewall nat add action=masquerade chain=srcnat out-
interface=ether1
Setelah membuat NAT pada firewall, maka perlu dilakukan konfigurasi
pada mangle, mangle pada mikrotik merupakan metode manajemen
bandwidth, dimana bandwidth ingin di bagi sama rata oleh mikrotik, begitu
pula dengan metode HTB sama-sama metode manajemen bandwidth hanya
HTB menggunakan priority sehingga bandwidth yang dibagi setiap interface
atau client mendapat bandwidth sesuai dengan prioritas. Dalam membuat
HTB dibutuhkan firewall mangle untuk menandai trafik dengan menandai
paket dan koneksi.
Seperti pada Kode Program 2 dimana harus membuat mark-
connection dan mark-packet, konfigurasi pada nomor 1 membuat mark-
connection yang digunakan untuk menandai traffic yang lewat berdasarkan
mark-packet, sedangkan konfigurasi nomor 2 membuat mark-packet yang
digunakan untuk menandai traffic yang lewat berdasarkan upload_conn-lab1
agar dapat dibaca pada queue.
13
Kode Program 2 Konfigurasi Mangle pada Firewall
1. ip firewall mangle add action=mark-connection chain=prerouting src-
address=10.10.10.0/24 comment="Koneksi Upload LAB 1" disabled=no new-
connection-mark=upload_conn-lab1 passthrough=yes
2. ip firewall mangle add chain=prerouting src-address=10.10.10.0/24
connection-mark= upload_conn-lab1 action=mark-packet new-packet-
mark=upclient-lab1 passthrough=no comment=”Upload LAB 1”
Selanjutnya membuat queue tree yang digunakan untuk mengatur
besar kecilnya bandwidth yang diterima pengguna atau client, sehingga setiap
client dapat dibatasi bandwidth-nya yang diinginkan, seperti pada Kode
Program 3. Pada queue tree dikonfigurasi seperti yang telah diterapkan pada
perancangan desain pembagian bandwidth sebelumnya dengan memberikan
batasan limit-at, max-limit dan priority masing-masing. Pada nomor 1 adalah
konfigurasi membuat parent class Total-Download, sedangkan nomor 2
adalah konfigurasi membuat child class yaitu LAB1- HTTP.
Kode Program 3 Konfigurasi Queue Tree pada Queue Mikrotik
1. queue tree add name=Total-Download parent=global-out priority=8
queue=default max-limit=10240k disable=no
2. queue tree add name= LAB1-HTTP parent= Total-Download packet-
marks=httpclient-lab1 priority=1 queue=default limit-at=3072k max-
limit=6144k disable=no
Pada tahap monitoring dilakukan setelah tahap pembangunan jaringan
fisik telah selesai dilakukan. Dalam proses monitoring dilakukan proses
pengujian untuk mengambil hasil analisis yang dibutuhkan mengenai traffic
yang berjalan ketika client mengunduh file. Pada tahap memonitoring
menggunakan queue tree untuk melihat download dan upload, seperti pada
Gambar 10.
Gambar 10 Memonitoring menggunakan Queue Tree
14
Gambar 10 merupakan hasil monitoring menggunakan queue tree dan
dimana client mencoba untuk download dan upload. Pada queue tree untuk
download, avg. rate berjalan sebesar 1788.3Kbps, karena bandwidth untuk
download dengan max-limit sebesar 6144kbps, sehingga avg. rate berjalan
sesuai dengan jumlah client yang saat itu juga melakukan download, sama
seperti upload karena bandwidth yang diberikan sebesar 566.6kbps maka avg.
rate berjalan sesuai dengan jumlah client yang melakukan upload.
Pada tahap terakhir yaitu tahap management atau pengaturan, yang
menjadi perhatian khusus pada tahap management ini adalah masalah policy,
kebijakan yang perlu dibuat untuk mengatur sistem yang telah dibangun agar
berjalan dengan baik, sistem dapat berlangsung lama dan pada unsur
reliability juga terjaga. Pada penelitian ini tahap management tidak dilakukan
karena adanya keterbatasan dalam mengimplementasikan lebih lanjut hasil
perancangan ini.
4. Hasil dan Pembahasan
Berikut ini merupakan hasil dan pembahasan tentang hasil pengujian
dan analisa dari metode HTB (Hierarchy Token Bucket) dimana Mikrotik
RouterOS digunakan sebagai gateway, DHCP server, DNS server, pengelola
bandwidth.
Menandai paket dan koneksi menggunakan mangle maka paket-paket
dan koneksi-koneksi tersebut nantinya akan diteruskan pada koneksi paket
LAB1, LAB2, dan LAB3. Dari konfigurasi paket setiap LAB baik download
maupun upload memiliki filter untuk menandai koneksi, pertama dengan
menandai tiap connection yang lewat dan kemudian menandai packet yang
melewati mangle tersebut. Gambar 11 merupakan tampilan seluruh mangle
untuk paket-paket yang telah dibuat.
Gambar 11 Mangle pada Mikrotik
15
Pada tahap queue tree saat client dari LAB1 melakukan download
maupun upload maka client mendapat bandwidth maksimal apabila kondisi
traffik pada LAB2 dan LAB3 sedang dalam kondisi normal. Berbeda dengan
jika semua LAB melakukan browsing, download file dan upload file secara
bersama-sama dan telah melewati batas limit-at-nya maka dilakukan
pembagian sisa bandwidth parent dimana akan diberikan kepada LAB yang
memiliki prioritas tertinggi yaitu LAB1 yang memiliki prioritas 1 dengan
nama HTTP-LAB1 yang memiliki batasan bandwidth limit-at sebesar
3072Kbps dan max-limit sebesar 4608Kbps. Setelah layanan yang memiliki
prioritas tertinggi sudah mendapat sisa bandwidth dari parent maka sisanya
akan diberikan pada prioritas dibawahnya yaitu LAB2 dan LAB3 yang
memiliki prioritas 2. Secara keseluruhan hasil dari Queue Tree yang telah
dibuat dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Queue Tree pada Mikrotik
Setelah seluruh konfigurasi mangle dan konfigurasi queue tree baik
download maupun upload dibuat, maka HTB dapat berjalan sesuai yang
diharapkan. Berikut dibawah ini adalah hasil dari seluruh konfigurasi HTB di
SMK Telekomunikasi Tunas Harapan menggunakan MRTG yang merupakan
aplikasi memonitoring jaringan berbasis web untuk melihat trafik download
dan upload pada setiap address client dimana di 30 user di LAB 1 melakukan
download dan upload begitu juga LAB 2 dan LAB 3 sehingga setiap client
mendapat max-limit sebesar 200k , seperti yang terlihat pada Gambar 13,
Gambar 14, dan Gambar 15.
16
Gambar 13 Trafik MRTG Client pada LAB 1
Gambar 14 Trafik MRTG Client pada LAB 2
Gambar 15 Trafik MRTG Client pada LAB 3
Setelah dilihat hasil dari setiap LAB dengan terbaginya bandwidth
terlebih dahulu pada LAB1 sebagai prioritas tinggi dibanding LAB2 dan
LAB3, maka menunjukan bahwa metode HTB lebih efektif untuk membagi
bandwidth sesuai dengan prioritasnya, sehingga pada LAB di SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan tidak membuang bandwidth dari total
bandwidth yang ada, karena total bandwidth sebesar 20Mbps dan untuk
perancangan HTB sebesar 10Mbps, sehingga sisa bandwidth sebesar 10Mbps
digunakan untuk hotspot. Seperti pada Gambar 16 yaitu trafik total dari
ether1 (jalur ke internet).
Gambar 16 Trafik Total dari Ether 1
17
Dilihat dari Gambar 16 maka hostpot tidak lagi berebut bandwidth
dengan LAB karena memiliki sisa bandwidth 10Mbps dari bandwidth total.
Disini mencoba melakukan download dan upload menggunakan hotspot
dimana LAB telah dilakuakn perancangan menggunakan metode HTB,
seperti Gambar 17.
Gambar 17 Tes Download dan Upload Untuk Hotspot menggunakan MRTG
Dilihat pada Gambar 17 yang merupakan hasil trafik download dan
upload untuk hotspot yaitu max-in (download) sebesar 2338.7kbps dan max-
out (upload) sebesar 466.6kbps. Oleh karena itu hotspot memiliki sisa
bandwidth sehingga LAB dan hotspot tidak lagi berebut bandwidth.
5. Kesimpulan
Dari analisa dan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode
HTB (Hierarchy Token Bucket) terbukti dapat membagi bandwidth sesuai
dengan prioritasnya masing-masing sesuai dengan kebutuhan masing-masing
LAB dimana sisa bandwidth pertama dibagikan pada prioritas tertinggi untuk
memenuhi max-limit yaitu LAB 1 dan sisanya diberikan kepada prioritas
dibawahnya yaitu LAB 2 dan LAB 3. Walaupun simple queue merupakan
metode paling mudah implementasinya dalam mengatur bandwidth, tetapi
kurang efisien dalam memanajemen bandwidth.
Penelitian manajemen bandwidth menggunakan metode HTB di SMK
Telekomunikasi Tunas Harapan masih bisa dikembangkan lagi dengan
menambahkan port-port atau protokol paket data seperti TCP, UDP, ICMP,
FTP, DNS, dll supaya lebih komplek dan kinerja HTB dapat terlihat
maksimal.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Santoso, Budi. 2007. Manajemen Bandwidth Internet dan Intranet.
http://budisantoso.com. Diakses tanggal 16 September 2014.
18
[2] James E. Goldman, Philips T. Rawles, Third Edition. 2001. Applied Data
Communications, A business-Oriented Approach, John Wiley & Sons:
470
[3] Wijaya, Alfon Indra. 2013. Manajemen Bandwidth dengan Metode HTB
(Hierarchical Token Bucket) pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 5
Semarang. Jurnal Universitas Dian Nuswantoro 2013.
[4] Ananta, Piter. 2014. Perancangan Management Bandwidth pada User-
Profile Hotspot Mikrotik Menggunakan Metode Hierarchical Token
Bucket (HTB).
[5] Arifin, Yunus. 2012. Implementasi Quality of Service dengan Metode
HTB (Hierarchical Token Bucket) pada PT. Komunika Lima Dua Belas.
JELIKU Vol.1: 2.
[6] Imam Riadi, Wahyu Prio Wicaksono. 2011. Implementasi Quality of
Service menggunakan Metode Hierarchical Token Bucket. JUSI Vol. 1:
2.