ilmu negara part 2

111
irwanasolole BAB I PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DENGAN BEBERAPA PEMIKIRNYA YUROMREPOPI {Yunani Purba – Romawi – Middle Age – Renaissance – Positive State – Politik Independence} A. Yunani Purba Sepanjang pengetahuan menurut pandangan dunia keilmuan barat (Eropa), penyelidikan tentang negara timbul dan berkembang setelah di Yunani Purba mengalami pemerintahan yang demokratis, di mana setiap orang bebas untuk menyatakan hasil pikiran dan isi hatinya, sehingga penyelidikan tentang ilmu negara bertepatan sekali dengan kebudayaan Yunani Purba. Pada masa itu negara-negara di kebudayaan Yunani Purba, masih bersifat Polis-polis (polis berasal dari kata politeia atau politica) atau The Graek State; yang pada mulanya merupakan suatu tempat di pucak bukit, seiring dengan waktu semakin banyaklah orang-orang yang bertempat tinggal bersama di sana, akhirnya disekeliling rumah-rumah para warga (citizen) dibuatlah benteng sebagai tembok pertahanan untuk menjaga serangan musuh dari luar. Pemerintahan dalam polis merupakan hal yang tertinggi karena tidak ada lagi suatu kekuasaan organisasi lain yang memerintah di sana, sistem yang terlaksana adalah ‘direct government by all peoples’, hal demikian terjadi karena identifikasi negara dalam pengertian kota dengan wilayah terbatas dan penduduk yang berkuantitas sedikit, sehingga polis kemudian diidentikkan dengan masyarakat negara dalam arti sebagai negara kota (Standstaat atau Citystate) yang dalam istilah lain disebut juga dengan Athenian State. Selain turut serta secara langsung dalam pemerintahan, rakyat (waga kota atau citizen) juga yang melakukan pengawasan dengan jalan musyawarah rakyat (aclesia yang dalam istilah romawi disebut cometia). Beberapa pemikir atau filsuf yang hidup pada masa itu, antara lain SPAEZeP (Sokrates, Plato, Aristoteles, Epicurus, Zeno dan Polibius). 470-399 SM) : dengan metode dialektis ia berpandangan bahwa negara melaksanakan dan menerapkan hukum objektif demi

Upload: indira-devika

Post on 24-Jul-2015

243 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ilmu Negara Part 2

irwanasolole

BAB I

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU NEGARA

DENGAN BEBERAPA PEMIKIRNYA

YUROMREPOPI

{Yunani Purba – Romawi – Middle Age – Renaissance – Positive State –

Politik Independence}

A. Yunani Purba

Sepanjang pengetahuan menurut pandangan dunia keilmuan barat

(Eropa), penyelidikan tentang negara timbul dan berkembang setelah di

Yunani Purba mengalami pemerintahan yang demokratis, di mana setiap

orang bebas untuk menyatakan hasil pikiran dan isi hatinya, sehingga

penyelidikan tentang ilmu negara bertepatan sekali dengan kebudayaan

Yunani Purba.

Pada masa itu negara-negara di kebudayaan Yunani Purba, masih bersifat

Polis-polis (polis berasal dari kata politeia atau politica) atau The Graek

State; yang pada mulanya merupakan suatu tempat di pucak bukit, seiring

dengan waktu semakin banyaklah orang-orang yang bertempat tinggal

bersama di sana, akhirnya disekeliling rumah-rumah para warga (citizen)

dibuatlah benteng sebagai tembok pertahanan untuk menjaga serangan

musuh dari luar.

Pemerintahan dalam polis merupakan hal yang tertinggi karena tidak ada

lagi suatu kekuasaan organisasi lain yang memerintah di sana, sistem

yang terlaksana adalah ‘direct government by all peoples’, hal demikian

terjadi karena identifikasi negara dalam pengertian kota dengan wilayah

terbatas dan penduduk yang berkuantitas sedikit, sehingga polis

kemudian diidentikkan dengan masyarakat negara dalam arti sebagai

negara kota (Standstaat atau Citystate) yang dalam istilah lain disebut

juga dengan Athenian State.

Selain turut serta secara langsung dalam pemerintahan, rakyat (waga

kota atau citizen) juga yang melakukan pengawasan dengan jalan

musyawarah rakyat (aclesia yang dalam istilah romawi disebut cometia).

Beberapa pemikir atau filsuf yang hidup pada masa itu, antara lain

SPAEZeP (Sokrates, Plato, Aristoteles, Epicurus, Zeno dan Polibius).

470-399 SM) : dengan metode dialektis ia berpandangan bahwa negara

melaksanakan dan menerapkan hukum objektif demi keadilan bagi

kepentingan umum, keadilan sejati sebagai dasar pedoman negara. Di

tengah keadaan dan suasana yang memperkosa hukum dan pri

kemanusiaan yang amat sangat membahayakan negara, Sokrates laksana

Page 2: Ilmu Negara Part 2

penjelmaan ‘Sri Rama’ yang berjuang memberantas dan mengikisnya

dangan tanpa gentar kapan dan di mana saja ia berada. Karena ajarannya

yang dianggap membahayakan negara, akhirnya ia dihukum mati (399

SM) dengan cara meminum racun oleh negara yang ia taati, sebab walau

bagaimana pun negara itu harus tetap dipatuhi walaupun negara itu

dalam keadaan rusak dan harus diperbaiki, ungkapan Sokrates ini terkenal

dengan semboyan ‘Right or Wrong my Country’.Sokrates (

Plato (429-347 SM) : lahir di Athena dari kalangan keluarga bangsawan

dan berpendidikan tinggi, buku karangannya berjudul Politeia (The

Republik / Negara), Politicos (The Statement / Ahli Negara) dan Nomoi

(The Law / UU). Plato membagi dunia menjadi ; Dunia Cita atau Kenyataan

Sejati (Logika, Etika, Estetika) & Dunia Alam atau Fana (Pikir, Rasa, Mau).

Agar dunia fana dapat bergabung dan menjadi dunia cita maka Pimpinan

Negara haruslah seorang Philosopher King.

Plato membuat Siklus Negara yaitu : Aristokrasi (Cerdik Pandai) – Oligarchi

(Gol. Kecil) – Timokrasi (Kekayaan) – Demokrasi – Tirani (Diktator) dan

kembali ke Aristokrasi lagi, kemudian seterusnya.

The Ideal Form : Monarchi, Aristokrasi, Demokrasi

The Corruption Form : Tirani, Oligarchi, Mobokrasi

Aristoteles (384-322 SM) : Murid Plato dari Kerajaan Mecedonia,

menggunakan metode Induktif Empiris sehingga oleh ilmuan modern

disebut sebagai ‘Empiris Sains Pather’, buku karangannya adalah Ethica /

Nichomachean Ethics dan Politica (yang terdiri dari delapan buku).

Aristoteles menyatakan bahwa Fungsi negara adalah untuk

menyelenggarakan kepentingan warga negara agar hidup baik dan

bahagia berasarkan keadilan. Di antara ungkapan terkenal Aristoteles

adalah ia menyatakan ‘man is zoon politicon’, ia juga merupakan

penganut prinsip universalitas.

Mengenai bentuk negara, Aristotelas pernah mengadakan penyelidikan

pada 150-200 buah konstitusi polis-polis di Yunani, kesimpulan yang

didapat menyatakan bahwa terdapat tiga bentuk dasar, yaitu bentuk cita

(ideal form), bentuk pemerosotan (corruption or degenerate form), dan

bentuk gabungan antara bentuk cita dan pemerosotan (mixed form).

Terdapat tiga bentuk negara yang tergolong ke dalam bentuk cita, dengan

kriterium atau ukuran kuantitas orang yang memerintah sebagai

pembedanya, yaitu :

1. ‘one man rule’ atau pemerintahan satu orang ‘monarchi’

2. ‘a few man rule’ atau pemerintahan sedikit / beberapa orang

‘aristokrasi’

3. ‘the many mans or the peoples rule’ atau pemerintahan orang banyak

untuk kepentingan umum (politea, polity atau republik)

Page 3: Ilmu Negara Part 2

Untuk bentuk pemerosotan juga terdapat tiga macam bentuk negara,

dengan kriterium atau ukuran kuantitatif berdasarkan dengan tujuan yang

hendak dicapai, yaitu :

1. kepentingan satu orang atau sendiri atau pribadi, atau pemerintahan

tirani ‘despotie’

2. kepentingan segolongan atau beberapa orang, atau pemerintahan

oligarchi atau clique form atau plutocrasi (plutos berarti kekayaan, cratia

atau cratein berarti memerintah)

3. untuk kepentingan dan atas nama rakyat seluruhnya ‘democratie’

Dengan dijulukinya Aristoteles sebagai ‘bapak ilmu pengetahuan empiris’

dikonstalasi, bahwa di dalam kenyataannya, bentuk negara cita tidak

pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran atau

malah pemerosotan, atas pandangan tersebut Aristoteles juga dianggap

sebagai seorang perintis sosiologi hukum.

Epicurus (342-271 SM) : seorang ahli pikir dan hukum yang dilahirkan di

Samos, mendapat pendidikan Yunani serta hidup dalam keadaan

keruntuhan negara-negara Yunani setelah menjadi jajahan Macedonia.

Dan ketika Alexander The Graet (Iskandar Agung) wafat, maka kerajaan

dunia itu terpecah-pecah, sehingga timbul perserikatan kota-kota di

Yunani seperti Atcoha dan Archacia, hingga pada masa Yunani berada di

bawah imperium Romawi.

Pendapatnya yang menyimpang dari pendapat umum di Yunani waktu itu

adalah pernyataannya bahwa masyarakat itu ada, karena adanya

kepentingan manusia, sehingga yang berkepentingan bukanlah

masyarakatnya sebagai satu kesatuan, tetapi manusia-manusia itu yang

merupakan bagian daripada masyarakat, karena pandangan ini ia

dianggap sebagai penganut paham individualis.

300 SM) :Zeno (

Zeno juga hidup dalam keadaan serba lesu dan morat-marit, pemimpin

dari aliran filsafat Stoazijnen (stoa; berarti jalan pasar yang bergambar), ia

memberikan dan mengajarkan pahamnya kepada para murid dengan

mengambil tempat di jalan yang bergambar dan banyak tonggak

temboknya, hasil dari aliran ini menimbulkan kebudayaan yunani yang

disebut ‘hukum alam’ atau hukum asasi yang ajarannya terbagi dua, yaitu

:

1. kodrat manusia ; dilihat kepada sifat-sifat manusia ialah kodrat yang

terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-

dalamnya dari manusia, dan budi itu bersifat tradisional.

2. kodrat benda ; kodrat benda yang timbul di dalam kebudayaan Yunani,

ialah kodrat yang mempunyai pengertian sentral kosmos sebagai lawan

daripada chaos, sebagaimana Sokrates, Plato dan Aristoteles, pelukisan

Page 4: Ilmu Negara Part 2

dunia sebagai kosmos itu merupakan suatu tata susunan satu kesatuan

yang teratur rapi. Sedangkan dalam bentuk chaos itu dunia merupakan

paksaan yang tidak ada ‘ordening’ dan tidak mengenal tata sehingga di

dalam masyarakat terdapat kekacauan.

Paham dan cita-cita Zeno amat disukai oleh pimpinan negara Roma,

sewaktu mereka menyusun imperium Romawi yang terdiri dari berbagai

macam bangsa yang diperbolehkan memelihara kebudayaannya masing-

masing dan tidak perlu mencintai ibu negara Roma, asalkan mereka

tunduk dan mentaati segala ketentuan peraturan Roma. Paham Zeno

yang tidak terbatas pada negara kota, melainkan bersifat negara dunia

sehingga terdapat universalisme (kepentingan umum, individu bagian

masyarakat).

Polibius (204-122 SM) : seorang ahli negara dan sejarah dari Megalopolis,

pendapat pendidikan di lapangan sejarah dan kenegaraan Yunani hingga

bekerja sebagai ahli politik negara Yunani. Datang ke Roma sebagai

tawanan perang Romawi, namun mendapat kesempatan mempelajari dan

meneliti susunan sistem pemerintahan serta jalannya perkembangan

negara Romawi hingga berhasil mengarang buku sejarah Romawi

sebanyak empat puluh jilid.

Polibius merumuskan siklus negara mulai dari Monarchi, Tirani, Aristokrasi,

Oligarchi, Demokrasi, Okhlokrasi dan kembali lagi ke Monarchi. Ia juga

menyatakan tidak ada bentuk negara abadi dan terus akan selalu berubah

menurut siklus karena adanya sifat kemerosotan manusia, dalam hal

mana pada satu sisi dan kesempatan sebagian orang menginginkan

persamaan dan sebagian lainnya menghendaki hal yang sebaliknya.

B. Romawi dalam 5 masa KRPDC (Kerajaan, Republik, Prinsipat, Dominat

dan pada masa Cicero)

1. Kerajaan (Koningschap), negara dipimpin seorang raja sehingga bentuk

negara merupakan monarchi.

2. Republik atau republiek (res berarti kepentingan dan publica berarti

umum, sehingga republik merupakan sistem pemerintahan yang

menjalankan kepentingan umum). Biasanya pemerintahan dipegang oleh

dua orang konsul, akan tetapi bilamana di dalam keadaan bahaya atau

darurat, seperti adanya bahaya perang, bencana alam, paceklik atau

sejenisnya, maka para warganya memilih, menunjuk, dan mengangkat

seseorang untuk memegang segala kekuasaan di dalam pemerintahan

selama dan hingga keadaan bahaya dapat teratasi, kondisi ini biasanya

malahirkan kediktatoran, setelah itu rakyat menyerahkan kekuasaan

kembali kepada dua orang konsul, seperti Cincinnatus yang pernah

menjadi diktator selama enam bulan, setelah kondisi normal ia

mengembalikan kekuasaan dan kembali menjadi petani biasa.

Page 5: Ilmu Negara Part 2

3. Prinsipat ; masa ini dimulai dengan masa Caesar yang memerintah

mutlak berdasarkan perwakilan yang menghisap (Absorptieve

Representation), agar mendapatkan legitimasi maka dipakailah Konstruksi

Ulpianus “Kedaulatan Rakyat diberikan kepada raja melalui perjanjian di

dalam Leg Regia” selain itu terdapat Konstruksi Caesarismus yang

menyatakan bahwa kepentingan umum mengatasi undang-undang, dan

raja sendiri adalah penentu apa yang dinamakan dengan kepentingan

umum itu.

4. Dominat ; yaitu masa di mana para kaisar telah terang-terangan dan

tanpa malu menjadi raja yang mutlak serta bertindak menyeleweng

secara sewenang-wenag dalam memperkosa hukum dan menginjak-injak

pri kemanusiaan.

5. Cicero (106-43 SM) ; menulis buku berjudul De Republika (tentang

negara) dan De Legibus (tentang Undang-undang) yang melukiskan

pikiran ketatanegaraan pada masa imperium Romawi. Pahamnya menolak

pandangan Epicurus yang individualistik, pahamnya berdasarkan kepada

rasio yang murni, di mana hukum positif harus didasarkan kepada dalil-

dalil hukum alam, sehingga jika hukum positif bertentangan dengan

hukum alam, maka kekuatan mengikatnya pun lenyap. Seiring

perkembangan pertarungan politik di Romawi pada masa itu, di mana

Cicero merupakan salah satu pengikut dari partai Senat yang kalah, maka

bersama para tokoh partai Senat lainnya, ia pun dibuang dan meninggal

dunia di pembuangan karena dibunuh. Roma jatuh sewaktu diserbu kaum

Barbar Bangsa Jerman Kuno pada abad IV–V, sedangkan bagian baratnya

lenyap diserbu oleh kaum bangsa Jerman pada tahun 476, kemudian jatuh

pula bagian timur disebabkan penyerbuan oleh orang-orang Turki

(Kekhalifahan Turki Ustmani atau Ottoman) pada tahun 1453.

C. Masa Abad Pertengahan : dengan Tokoh AsTADAMar (Agustinus,

Thomas Aquino, Dante Alighieri dan Marsiglio di Padua)

Kebiasaan untuk memberi batas permulaan abad pertengahan dengan

tahun 476 saat runtuhnya Kerajaan Romawi Barat bagi sebagian ahli

adalah tidak tepat. Sebab Agustinus, seorang pemikir besar yang

menciptakan pandangan baru itu hidup setengah abad terlebih dahulu,

inghale praktek kenegaraan dan hukum ditutup dengan kodifikasi

‘Justinianus’ setengah abad kemudian di Romawi Timur.

Terjadilah kemudian sifat-sifat khas yang membentuk manusia abad

pertengahan, sebagaimana dilukiskan oleh Beerling bahwa manusia abad

pertengahan tak bebas bergantung kepada berbagai hal (kolektivitas),

dalam pandangan umum Eropa sendiri masa tersebut dinamai ‘the dark

ages’ yang oleh orang Inggris dianggap sebagai antitesis zaman

renaissance.

Page 6: Ilmu Negara Part 2

Abad pertengahan oleh Lamprecht, seorang ahli sejarah bangsa Jerman

dilukiskan sebagai ‘masa yang khas’. Pada mulanya dengan semakin

lebarnya pengaruh agama Kristen, penguasa-penguasa Romawi tak

mungkin lagi menghindarinya dan terpaksa menerima sebagai suatu

kekuatan yang nyata, sehingga timbullah problematika antara negara dan

gereja yang dalam perjalanannya gereja tumbuh menjadi sebagai faktor

utama dan berkuasa dalam susunan masyarakat serta kenegaraan.

Dimulai dari sini Eropa membentuk kepribadiannya untuk tahap zaman

pertengahan dan selanjutnya, pembentukan ini didorong pula oleh

tumbuh dan berkembang pesatnya kekuatan ‘Timur’ yang sedang

merekah (zaman keemasan bagi kebudayaan Islâm dengan sistem

pemerintahan kekhalifahannya).

Menurut Hegel, cara berpikir abad pertengahan adalah (teologis–

dogmatis) dan (theocratis–naturalis), selain itu terdapat beberapa tokoh

yang mewakili zaman ini, antara lain :

1. Agustinus (354-430) ; penyusun pemikiran baru abad pertengahan

dengan mengambil pikiran-pikiran masa Yunani Purba dan pikiran

kekristenan, pada usia lanjut ia diangkat menjadi uskup Hippo Regius di

Pantai Afrika Utara. Bukunya yang terkenal adalah Civitas Dei atau negara

Tuhan dan Civitas Terena (diabolis) atau negara setan.

Selanjutnya diuraikannya bahwa Civitas Terena merupakan hasil kerja

setan atau keduniawian yang bersifat kotor dan fana, sedangkan Civitas

Dei merupakan kerajaan Tuhan yang langgeng dan abadi, akan tetapi

semangat keduniawiannya terdapat dalam gereja Kristus sebagai wakil

dari Civitas Dei, Civitas Terena relatif menjadi baik bilamana tercapai

ampunan Tuhan dengan mengabdikan Civitas Terena kepada Civitas Dei,

sehingga terjadi percampuran antara agama, negara, ilmu pengetahuan,

kesenian dan sebagainya, konstelasi demikian menjadikan Civitas Terena

persiapan bagi Civitas Dei. Sebagaimana telah dijalankan oleh Konstantin

Theodisius di Konstantinopel.

2. Thomas Aquino (1225-1274) ; mengemukakan teori hukum alam

thomistis (thomistisch natuurrecht) yang pada mulanya tidak diindahkan

(diabaikan), tetapi kemudian menjadi dasar hukum yang berlaku bagi

golongan Katolik Roma. Di antara bukunya yang terkenal adalah ‘Summa

Theologica’ dan ‘de Regimene Proncipum’. Ia membagi asas hukum

menjadi dua jenis, yaitu Prinsipia Prima atau asas-asas umum yang

dengan sendirinya dimiliki oleh manusia yang berasio sejak saat

kelahirannya, mutlak diterima dan berlaku kapan serta di mana saja

seperti di dalam sepuluh perintah Tuhan (Tien Geboden atau The Ten

Command of God). Serta Principia Secundaria (asas turunan dari asas

umum) merupakan tafsiran prima yang dilakukan oleh manusia sendiri

Page 7: Ilmu Negara Part 2

menurut rasionya, bersifat selalu berubah-ubah, serta hanya berlaku pada

suatu tempat dan waktu tertentu. Seiring dengan itu, ia kemudian

membagi hukum menjadi empat golongan, yaitu :

a. Lex Aeterne (hukum abadi), yaitu rasio Tuhan sendiri yang mengatur

segala hal sesuai dengan tujuan dan sifatnya, karenanya menjadi sumber

dari segala hukum.

b. Lex Divina (hukum ketuhanan), yaitu sebagian kecil rasio Tuhan yang

diwahyukan kepada manusia.

c. Lex Naturalis (hukum alam), yaitu bagian dari lex divina yang dapat

ditangkap oleh rasio manusia atau merupakan penjelmaan dari lex

aeterna di dalam rasio manusia.

d. Hukum Positif, yaitu hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Jika Agustinus berpendapat bahwa pada dasarnya hubungan antara

negara dan gereja terpisah satu sama lain, maka Thomas Aquino malah

menyatakan bahwa negara itu didukung dan dilindungi oleh gereja demi

tercapainya kemuliaan yang abadi.

3. Dante Alighieri (1265-1321) ; seorang penyair terkenal Italia yang

mendapat kedudukan dan jabatan tinggi di kota kelahirannya Florence,

pada masa Italia diliputi kemelut pertentangan dan perjuangan serta

kekacauan perebutan kekuasaan. Ia turut dalam perjuangan untuk

memperoleh kekuasaan antara golongan Neri dan Bianchi (golongan putih

yang ia ikuti). Golongan Chibelin ialah partai dari Kaisar melawan

golongan Neri atau Golongan Kaum Guelf dari partai Paus. Setelah Paus

Bonifacus yang dibantu Karel dari Valois Prancis berhasil memperoleh

kekuasaan, maka seluruh golongan putih termasuk Dante Alighieri diusir

dan dibuang ke Ravenna pada tanggal 27 Januari 1302, hingga menemui

ajalnya pada tahun 1321.

Sekitar tahun 1313 terbitlah bukunya ‘de Monarchia’ yang terbagi dalam

tiga bab, di mana ia memimpikan adanya suatu kerajaan dunia (lawan dari

kerajaan paus) guna menyelenggarakan perdamaian dunia dengan jalan

mengadakan Undang-undang yang sama bagi semua umat.

4. Marsiglio (1270-1340) ; ia yang juga disebut Marsilio lahir di kota

perdagangan Prancis bernama Padua yang juga sering disandingkan

menjadi nama belakangnya, Padua merupakan kota untuk mempelajari

falsafah Aristoteles yang menurut tafsiran berdiri di atas landasan

Averroesisme (Averroes adalah seorang Arab Muslim bernama asli Ibnu

Rosjid, yang berjasa menyampaikan ajaran Aristoteles ke Barat).

Dikota kelahirannya, ia memasuki golongan Ghibellin bersama dengan

William Occam (1280-1317) ia dikeluarkan dari gereja oleh paus di

Avignon, dan pergi ke Jerman serta tinggal di lingkungan Kaisar Louis

Bavaria, karena bertentangan dengan Paus Yohannes XXII, maka Louis

Page 8: Ilmu Negara Part 2

Bavaria juga dikeluarkan dari gereja. Pada tahun 1313 Marsiglio menjadi

Rektor Universitas Paris. Ia berpandangan bahwa negara sebagai

kekuasaan sedunia hendaknya diganti oleh negara sebagai pusat

kekuasaan yang berdiri lepas dengan hubungan sesuatu kekuasaan yang

lebih tinggi seperti gereja. Meskipun ia tinggal di lingkungan kaisar,

namun tidak membicarakan masalah kekaisaran, bahkan rakyat

diperbolehkan menghukum para penguasa bilamana melanggar Undang-

undang.

Marsiglio juga ingin mendemonstrasikan gereja, yaitu agar Paus dipilih

oleh rakyat, lalu kekuasan tertinggi diletakkan di tangan badan

permusyawaratan gereja-gereja (consilie), sehingga gereja hanyalah

mengurus kepentingan kerohanian saja, dan tempatnya tidak lebih tinggi

dari uskup lainnya. Kedudukan gereja berada di bawah negara dan tidak

berhak mengambil alih hak rakyat dalam membuat Undang-undang.

D. Masa Renaissance

Zaman ini selalu dipertentangkan dengan zaman pertengahan karena

pada zaman pertengahan berlaku beberapa kebenaran yang mutlak dan

tertentu menurut agama, pandangan dunia bersifat universalitas dan

manusia merupakan bagian dari dunia Kristen yang umum dengan

kekuatan gereja serta wahyu sebagai sandarannya.

Alam pemikiran zaman pertengahan mengandung hal yang bertentangan,

pada masa itu orang menyusun sintesis-sintesis falsafah teologie yang

menerangkan dan mengandalikan segenap kebenaran, tidak ada ilmu

pengetahuan yang bebas, falsafah turun derajatnya menjadi pembicaraan

abstrak menurut aturan yang telah ditentukan (a ancilla theologiae / babu

teologi), pengetahuan empiris nyaris tidak ada yang menjalankan dan

eksprimen pun jarang diketengahkan, bahkan Galileo Galilei yang

bersikeras tidak mau mancabut teori heleosentrisnya dalam memandang

susunan tata surya yang bertentang degan teori geosentris gereja,

akhirnya harus menjalani hukuman mati oleh gereja. Kemudian datang

zaman renaissance yang diselingi reformasi atas hegemoni gereja Katholik

Roma, seperti gerakan Martin Luther yang kemudian dalam bidang agama

juga melahirkan Kristen Protestan.

Beberapa pakar yang merupakan anak zaman dari masa renaissance ini,

antara lain :

1. Nicollo Machiavelli (1469-1527) ; seorang ahli sejarah dan negarawan

Italia, yang di tempat pengasingannya menulis buku yang berjudul

Discorsis opra la prima desa di Titus Livirus (Discourses on first Ten Books

of Titus Livius) dalam tiga jilid di tahun 1512-1517, serta Il Principe (The

Prince) pada tahun 1513, yang pada bab XVIII dinyatakannya bahwa

“penguasa, yaitu pimpinan negara harus mempunyai sifat-sifat seperti

Page 9: Ilmu Negara Part 2

kancil dan singa, ia harus menjadi kancil untuk mencari lubang jaring dan

menjadi singa untuk mengejutkan serigala”.

2. Jean Bodin (1530-1596) ; seorang sarjana hukum dan pengacara dari

Toulouse dan pada tahun 1551 datang ke Paris serta tinggal di dekat

istana, karya tulis terkenalnya ‘Les Six Livres de la Republique’ pada

tahun 1576, dan juga ‘Heptaplomeres’. Pada masanya, kekuasaan raja

Prancis makin meluas dan bertambah meskipun pada tahun 1614 telah

terjadi permusyawaratan terakhir dari Majelis Perwakilan, namun

pemerintahan absolut Henri IV (1589-1610) telah berurat berakar dengan

kuatnya. Maka dasar pemerintahan absolut itulah yang dirumuskan dan

dibenarkan Jean Bodin lewat bukunya Lex Six Livres de la Republique.

Kekuasaan yang berpusat pada negara, makin lama makin tegas tampak

dalam bentuk kekuasaan raja, sehingga dasar pemerintahan absolut

terletak dalam kedaulatan yaitu kekuasaan raja yang superior. Kedaulatan

berarti kekuasaan tertinggi untuk memerintah, yaitu kekuasaan tertinggi

yang dimiliki oleh negara terhadap para warga negaranya dan penduduk

lainnya di wilayah negara, jadi kedaulatan itu adalah kekuasaan mutlak

yang terletak di dalam tangan raja dan tidak dibatasi oleh Undang-

undang. Karena yang membuat Undang-undang itu adalah raja, maka

tidak mungkin pembuatnya diikat oleh buatannya sendiri, namun

berhubung adanya hukum alam, maka tidaklah ada kedaulatan yang

bersifat mutlak, melainkan kedaulatan terbatas di dalam maupun di luar

wilayah negara, atau juga di batasi oleh hak-hak pokok manusia dan oleh

hukum yang berlaku dalam pergaulan antara negara-negara (hukum antar

bangsa).

Dengan demikian, maka pengertian kedaulatan yang bersifat komparatif

diubah menjadi superlatif, raja lah yang berdaulat serta kedaulatan itu

menjadi sifat dan tanda negara. Atas ajarannya ini, maka Jean Bodin

mendapat julukan ‘Bapak Ajaran Kedaulatan’.

3. Aliran Monarchomachen

Monarchomachen artinya pembenci raja atau para musuh raja, namun

pengertian ini menurut Prof. Dr. Syahran Basah, S.H., C.N. tidaklah

mengenai sasarannya, karena hanya ditujukan pada perlawanan terhadap

keburukan-keburukannya yang tertentu saja juga tidak kepada

pemerintahan yang bersifat absolute atau terhadap rajanya sendiri.

Dua hal pokok dari ajaran golongan monarchomachen, ialah :

a. memberi dasar baru kekuasaan raja, berhubung raja tidak lagi seperti

Tuhan Yang Maha Adil.

b. memberi landasan bagi rakyat bilamana raja bertindak sewenang-

wenang dan melampaui batas-batas kekuasaannya. Maka rakyat diberi

dasar untuk mengadakan perlawanan.

Page 10: Ilmu Negara Part 2

Para tokoh gologan ini, yaitu antara lain :

Hotman; dengan karya ‘Franco Gallia’; yang menetang absolutisme

berdasar histories bukan teologis, tahun 1573,

Brutus; dengan buah tangan ‘Vindiciae contra Tyranos’; alat-alat hukum

melawan raja-raja yang sewenang-wenang, tahun 1579,

George Buchanan; dengan tulisan ‘De Jure regni apud Scotos’; tentang

kekuasaan raja pada bangsa Skot,

Johan Althaus / Johannes Althusius; dengan tajuk karangan ‘Pilitica

Methodice Digesta’; susunan ketatanegaraan yang sistematik,

Juan de Mariana; dengan karangan ‘De Rege ac Regis Institutione’;

tentang hal raja dan kedudukannya, tahun 1599,

Bellarmin (1542-1621); yang menyatakan bahwa menurut bentuk teori

negara yang baik adalah monarkhi absolute, akan tetapi kenyataan dalam

praktek menimbulkan keadaan yang sebaliknya karena kemerosotan

akhlak manusia,

Francesco Suarez (1548-1617); sarjana Spanyol dengan buku ‘Tractatus

de Legibus as De Regislatore’; uraian tentang Undang-undang dan Tuhan,

Pembentuk Undang-undang, tahun 1613,

John Milton; yang menyetujui pelaksanaan hukuman mati terhadap raja

Inggris Charles I, dan

John Knox; pemimpin aliran Kalvin di Skotlandia

E. Masa Hukum Kenegaraan Positif

Dengan timbulnya ajaran atau paham kedaulatan negara, maka

perkembangan memasuki babak kelima, di mana dari paham kedaulatan

negara itu kemudian timbul adanya ilmu pengetahuan mengenai hukum

kenegaraan positif. Hal ini di antaranya dipengaruhi aliran ‘Legisme’ yang

pada masa pikiran rasionalistik banyak pengikutnya disebabkan dasar

ajarannya sesuai dengan dan dapat diterima rasio waktu itu, yaitu :

1. Bahwa peraturan perundang-undangan menjadi hukum sebab

merupakan hasil pekerjaan badan pembentuk Undang-undang atau badan

legislatif yang mempergunakan rasionya

2. bahwa hukum kebiasaan tidak dapat diterima sebagai hukum yang

sungguh-sungguh karena tidak sesuai dengan sifat hukum alam yang

berlaku di mana-mana dan tidak berubah, sedangkan hukum kebiasaan

itu sifatnya berbeda-beda bergantung kepada tempat dan waktu

Anggapan di atas sesuai dengan ajaran-ajaran perjanjian masyarakat

(social contract) dari Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-

1704), dan Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Pada pokoknya ajaran itu

mendasarkan pahamnya berlandaskan hukum alam yang bersifat

‘rasionalistis individualistis’ dan logis, yang pada masa sebelumnya telah

dirintis oleh Hugo de Groot atau Grotius yang mengubah landasan hukum

Page 11: Ilmu Negara Part 2

alam berasal dari agama ke rasio. Kemudian lewat trias politica Charles

Secondat baron de Labrede et de Montesquieu (1688-1755) yang pada

dasarnya bahwa suatu kaidah baru merupakan kaidah hukum bilamana

kaidah tersebut dibuat dan ditentukan oleh badan kenegaraan yang

diserahi tugas dan kekuasaan legislatif.

Masa hukum kenegaraan positif terdiri dari tiga fase yaitu :

1. Fase pertama yang bereaksi terhadap hukum Romawi dan hukum alam

dipelopori oleh K.F. von Gerber dan Paul Laband,

2. Fase kedua dipelopori oleh Bluntschli dan George Jellinek yang

keduanya merupakan mahaguru mata kuliah ilmu negara pada universitas

Heidelberg Jerman, kemudian

3. Fase ketiga yang diwakili oleh Hans Kelsen selaku pemimpin mazhab

atau aliran hukum Wina yang merupakan kelanjutan dari mazhab Malburg

yang dipimpin Cohen. Mmazhab Malburg sendiri merupakan pecahan dan

kelanjutan dari Neo-Kantiaanserichting atau aliran Neo Kantsian, yang

merupakan pembaharuan dari ajaran Immanuel Kant, yang pada

pokoknya membedakan tajam sekali antara Welt das Sein dengan Welt

das Solens.

F. Masa Ilmu Politik sebagai Ilmu yang berdiri sendiri

Ilmu politik dianggap sebagai ilmu yang beridri sendiri dikemukakan oleh

Hermann Heller, seorang sarjana abad XX yang terkenal dan berani

melancarkan serangan dan kritik, baik terhadap George Jellinek maupun

muridnya, Hans Kelsen. Secara keseluruhan reaksinya itu ditujukan

kepada aliran positivisme yang selama itu pendapatnya didukung sebagai

‘Communis opinie doctorum’ yang telah menjadi pendapat umum di

kalangan para cerdik pandai (cendekiawan). Dikatakan menentang

pendapat yang telah menjadi pendapat umum, karena pada waktu itu

pengaruh George Jellinek yang juga disebut sebagai Bapak Ilmu Negara

sangatlah besar.

Karena keberanian, kesadaran akan teori dan keasliannya itulah, maka

Paul Scholten selaku nestor (grootmeester) pertama di lapangan ilmu

hukum dari Universitas Amsterdam berkata tentang diri Hermann Heller,

di dalam bukunya yang berjudul ‘Verzemelde Geschriften’ bahwa

Hermann Heller adalah politikus asli yang paling baik di dalam lapangan

teori hukum dan teori negara.

Hermann Heller termasuk salah seorang pemimpin mazhab Baden yang

dipimpin oleh Dilthey, yang merupakan pecahan dari Neo

Kantiaanserichting sebagaimana mazhab Malburg.

BAB II

Pengertian Ilmu Negara Dan Terjadinya Negara

A. Istilah Ilmu Negara berasal dari bahasa :

Page 12: Ilmu Negara Part 2

Belanda : Staatsleer (De Staat ; negara), Jerman : Staatslehre(Der Staat ;

negara)

Inggris : Staatswissenschaft, Theory of State, The General Theory of State,

Political Science atau Politics. Perancis : Theorie d ‘etat

Staat atau State berasal dari bahasa Latin (Status atau Statum) yang

berarti menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, sifat

keadaan tegak dan tetap.

Negara (dalam bahasa Indonesia) berasal dari bahasa Sansekerta (Nagari

atau Nagara) yang berarti wilayah, kota atau penguasa; nama-nama yang

memakai kata ‘negara’ biasanya hanya khusus untuk kepala negara atau

orang-orang tertentu yang memegang peranan penting dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagaimana praktek

pemerintahan kerajaan Majapahit pada abad XIV, lebih jauh pengunaan

warna merah-putih pun sebagai bendera negara Republik Indonesia

diIlhami oleh bendera merah-putih yang dikibarkan Mahapatih Gadjah

Mada di Sorong Irian Jaya, (Nagara Kartagama; Mpu Prapanca, 1365).

George Jellinek (Sarjana Jerman) adalah Bapak Ilmu Negara, seorang Guru

Besar pada Universitas Heidelberg (Berlin), buku karangannya :

Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum).

B. Pengertian Ilmu (ilmu pengetahuan):

Drs. M. Hatta ; ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan

hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,

menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya

tampak dari dalam.

Drs. S. Abu Bakar ; ilmu adalah suatu pendapat atau buah pikiran yang

ilmiah, yaitu pendapat atau buah pikiran yang memenuhi persyaratan

ilmu pengetahuan terhadap suatu bidang masalah tertentu.

Hans Kelsen ; ilmu pengetahuan harus memiliki tiga syarat, yaitu

mempunyai lapangan ilmu pengetahuan tersendiri, mempunyai

peninjauan tersendiri, dan mempunyai sifat khusus yang tersendiri pula.

Prof. Dr. Syahran Basah, S.H., CN. ; ilmu ialah sesuatu yang didapat dari

pengetahuan, dan pengetahuan ini diperoleh dengan berbagai cara. Tidak

semua pengetahuan itu merupakan ilmu, sebab setiap pengetahuan itu

baru dinamakan ilmu kalau ia memenuhi syarat-syarat keilmuan dari

sesuatu pengetahuan.

Prof. Nawawi ; ilmu harus memiliki objek, metode, sistematika dan

universal.

Prof. Prajudi ; ilmu harus ada objek, terminologi, filosofis dan teori yang

khas.

Prof. Soerjono Soekamto ; ilmu adalah pengetahuan (knowledge) yang

tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan pikiran, pengetahuan

Page 13: Ilmu Negara Part 2

mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh

setiap orang lain yang mengetahuinya.

Prof. Sondang Siagian ; ilmu didefinisikan sebagai suatu objek ilmiah

yang memiliki sekelompok prinsip, dalil, rumus yang melalui percobaan

yang sistematis dilakukan berulangkali telah teruji kebenarannya, prinsip,

dalil, rumus tersebut dapat diajarkan dan dipelajari.

Prof. Sutrisno Hadi ; ilmu merupakan kumpulan dari pengalaman dan

pengetahuan sejumlah orang yang dipadukan secara harmonis dalam

bangunan yang teratur.

Prof. Van Poelje ; ilmu adalah tiap kesatuan pengetahuan, di mana

masing-masing bagian bergantungan satu sama lain yang teratur secara

pasti menurut asas-asas tertentu.

The Liang Gie ; ilmu sebagai sekelompok pengetahuan teratur yang

membahas sesuatu sasaran tertentu dengan pemusatan perhatian kepada

satu atau segolongan masalah yang terdapat pada sasaran itu untuk

memperoleh keterangan-keterangan yang mengandung kebenaran.

Dari berbagai pendefinisian tersebut, Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si.

menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu konkrit, sehingga dapat

diamati, dipelajari dan diajarkan serta teruji kebenarannya, teratur,

bersifat khas atau khusus dalam arti mempunyai metodologi, objek,

sistematika dan teori tersendiri.

C. Pengertian Negara :

Dalam kajian ilmiah modern, mulai timbul pada zaman renaissance di

Eropa pada abad XV dengan istilah Lo Stato dari bahasa Italia yang

menjelma menjadi L’Etat dalam bahasa Prancis (Raja Louis XIV; L’Etad

Cest Moi). Kemudian seiring lahirnya demokrasi negara disebut sebagai

The Community that is Governed, yang pada waktu mulanya diartikan

sebagai suatu sistem tugas-tugas atau fungsi-fungsi publik dan alat-alat

kelengkapan yang teratur di dalam wilayah (daerah) tertentu.

Lebih lanjut perbedaan antara state dan government secara tepat

dinyatakan oleh The Supreme Court of the USA tahun 1870, pemberian

keputusan mengenai peristiwa tubrukan kapal Prancis Euryale dan kapal

AS Saphire, di mana Euryale tetap merupakan bagian dari negara Prancis

sekalipun pemerintahannya telah diganti Pemerintah Kaisar Napoleon III

kepada Pemerintah Republik Prancis (State = the national souvereignity,

Government = the agents of representative of the national souvereignity).

Dalam arti luas, negara merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang

diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama

(Teori; Du Contract Social), Harold J. Laski, Max Weber, dan Leon Duguit.

Sedangkan dalam tinjauan hukum tata negara, negara dianggap sebagai

organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tata kerja dari alat-

Page 14: Ilmu Negara Part 2

alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja

mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara

masing-masing alat kelengkapan negara guna mencapai tujuan negara.

Abdul Ghofur Anshori ; negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik.

Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk

mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan

menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.

Al-Farabi ; negara adalah satu tubuh yang hidup, sebagai halnya tubuh

manusia; tubuh manusia yang menyusun satu kesatuan.

Aristotes ; negara adalah persekutuan daripada keluarga dan desa, guna

memperoleh hidup yang sebaik-baiknya.

Bluntschli ; negara adalah suatu diri rakyat yang disusun dalam suatu

organisasi politik di suatu daerah tertentu.

Diponolo ; negara adalah suatu organisasi kekuasaan dengan susunan

tata-tertib suatu pemerintahan yang meliputi pergaulan hidup suatu

bangsa di suatu daerah tertentu.

George Jellinek ; negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok

manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.

George Wilhelm Friedrich Hegel ; negara merupakan organisasi kesusilaan

yang muncul sebagai sintesa (sistesis) dari kemerdekaan individu

(individual) dan kemerdekaan universal.

Hans Kelsen ; negara adalah suatu susunan pergaulan hidup bersama

dengan tata paksa, negara sebagai kesatuan ketentuan hukum yang

mengikat sekelompok individu yang hidup dalam wilayah tertentu.

Dengan kata lain, negara itu sebenarnya sama dengan hukum atau

dengan kata lain negara itu merupakan penjelmaan dari tata hukum,

maka sifat satu-satunya dari peninjauannya haruslah ‘yuridis’ saja.

Harold J. Laski (1950) ; negara adalah suatu masyarakat yang

diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan

yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang

merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu

kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai

terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat

merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu-

individu maupun asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang

bersifat memaksa dan mengikat.

Nyatanya negara itu adalah kekuasaan tertinggi yang memaksa dalam

masyarakat politik, tapi dalam kenyataan pula negara itu dipergunakan

untuk menjaga dan memelihara interest mereka yang memiliki alat

produksi dalam masyarakat. Pada kesempatan yang lain Laski juga

menyatakan bagi tujuan administrasi praktis, negara adalah

Page 15: Ilmu Negara Part 2

pemerintahan.

Herman Finer ; negara merupakan suatu kesatuan wilayah di mana sosial

dan kekuatan individu dari segala perjuangan pada variasi kekuatannya

adalah untuk mengendalikan pemerintahan dengan kekuasan sah

tertinggi.

Hermann Heller ; kenyataan dari negara itu terletak pada fungsinya, kalau

negara itu mempunyai fungsi, maka nyatalah negara itu ada. Negara

merupakan ‘territoriale gezagsorganisatie’ artinya suatu organisasi

kewibawaan yang mempunyai wilayah tertentu.

Hugo de Groot ; negara adalah suatu persekutuan yang sempurna

daripada orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan

hukum.

Jean Bodin (1500-1596) ; negara adalah suatu persekutuan keseluruhan

daripada keluarga-keluarga dengan segala milik dan kepentingannya yang

dipimpin oleh akal dari seorang penguasa yang berdaulat.

Lenin ; negara adalah mesin untuk mempertahankan kekuasaan satu

kelas atau kelas yang lain.

Nicolllo Machiavelli ; La Stato (buku Il Principe), negara sebagai kekuasaan

yang mengajarkan bagaimana raja memerintah dengan sebaik-baiknya.

Plato ; negara adalah manusia dalam ukuran besar.

Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn ; istilah negara dipakai dalam arti

penguasa, persekutuan rakyat, sesuatu wilayah tertentu, dan juga kas

negara atau fiskus.

Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H., M.Si. ; negara didefinisikan sebagai suatu

susunan kelas atau organisasi satu kelas yang terdiri atas kelas-kelas lain.

Atau satu-satunya organisasi yang mengatasi kelas-kelas dan mewakili

masyarakat sebagai satu keutuhan.

Prof. Dr. J.H.A. Logemann ; dalam buku Over De Theorie Van Stelling

Staadrecht, negara ialah suatu organisasi kekuasaan atau kewibawaan,

yang keberadaannya bertujuan untuk mengatur dan menyelenggarakan

masyarakat yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi.

Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H. ; negara

merupakan organisasi daripada fungsi-fungsi bersama (kenegaraan) yang

mengasumsikan jabatan-jabatan untuk fungsi-fungsi tersebut. Sehingga

ada yang menganggap sifat hakikat negara tidak lain adalah organisasi

jabatan (ambten-organisatie).

Prof. G. Pringgodigdo, S.H. ; negara ialah suatu organisasi kekuasaan atau

organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur

tertentu, yaitu harus ada Pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu dan

rakyat yang hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu nation

(bangsa).

Page 16: Ilmu Negara Part 2

Prof. Hoegerwerf ; negara adalah suatu kelompok yang terorganisasi,

yaitu suatu kelompok yang mempunyai tujuan-tujuan yang sedikit banyak

dipertimbangkan, pembagian tugas dan perpaduan kekuatan-kekuatan.

Anggota-anggota kelompok ini para warga negara, bermukim di suatu

daerah tertentu. Negara memiliki kekuasaan tertinggi yang diakui

kedaulatannya di daerah ini. Ia menentukan bila perlu dengan jalan paksa

dan kekerasan, batas-batas kekuasaan dari orang-orang dan kelompok

dalam masyarakat di daerah ini. Hal ini tidak menghilangkan kenyataan

bahwa kekuasaan negara pun mempunyai batas-batas, umpamanya

disebabkan kekuasaan dari badan-badan internasional dan supra nasional.

Kekuasaan negara diakui oleh warga negaranya dan oleh warga negara

lain, dengan kata lain kekuasaan tertinggi disahkan menjadi wewenang

tertinggi. Maka ada suatu pimpinan yang diakui oleh negara yaitu

pemerintahan].

Prof. Mr. Krenenburg ; negara adalah suatu organisasi yang timbul karena

kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri. Pada kutipan lain

dinyatakan bahwa negara adalah suatu sistem daripada tugas-tugas

umum dan organisasi-organisasi yang diatur, dalam usaha negara untuk

mencapai tujuannya, yang juga menjadi tujuan rakyat atau masyarakat

yang diliputi, maka harus ada pemerintah yang berdaulat.

Prof. Mr. Soenarko ; negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai

daerah tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai

kedaulatan (souvereign).

Prof. R. Djokosoetono, S.H. (1950) ; negara ialah suatu organisasi manusia

atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang

sama.

Prof. Soemantri, S.H. ; negara adalah suatu organisasi kekuasaan, oleh

karenanya adalah suatu organisasi yang bernama negara, selalu kita

jumpai adanya organ atau alat perlengkapan yang mempunyai

kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada siapa pun juga

yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaannya.

Robert M. Max Iver ; negara merupakan suatu sistem kelembagaan dan

perkumpulan, pembicaraan mengenai negara berarti tentang organisasi

pemerintahan yaitu organ atau badan-badan administrasinya. Secara lebih

rinci Max Iver mengupas negara dalam tiga makna yaitu : negara sebagai

persekutuan, negara dalam istilah soverenitas), dan negara dalam istilah

hukum.

Roger F. Soltau ; negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority)

yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama

masyarakat.

Smith dan Zwicher sebagaimana dikutif Jacobsen dan Lipman (1960) ;

Page 17: Ilmu Negara Part 2

secara formalnya, negara modern diartikan sebagai lembaga politik yang

terorganisasi daripada orang-orang atau rakyat, atau yang mempunyai

daerah territorial tertentu serta hidup di bawah pemerintahan yang

seluruhnya atau hamper seluruhnya merdeka atau bebas dari control luar

dan sanggup memelihara ketaatan dari semua orang di dalamnya.

Valkenier ; negara ialah rakyat sebagai kekuasaan yang merdeka, hidup

dalam perasatuan hukum yang berlaku lama di suatu daerah yang

tertentu.

Pasal 1 konvensi Montevideo 1963 mengenai hak-hak dan kewajiban-

kewajiban negara (yang ditandatangani oleh Amerika Serikat dan

beberapa negara-negara Amerika latin) mengemukakan karakteristik-

karakteristik pokok dari suatu negara: “Negara sebagai subjek hukum

internasional harus memiliki syarat-syarat berikut: (a) Rakyat Subjek tetap

, (b) Wilayah tertentu, (c) Pemerintah, dan (d) Kemampuan melakukan

hubungan-hubungan dengan negara lain”.

Konvensi Montevideo di atas tidak menjelaskan tentang pengertian negara

tetapi lebih merupakan penetapan syarat yang harus dimiliki oleh negara.

Dari berbagai konsepsi yang ada mengenai pengertian negara dapat

disimpulkan bahwa negara merupakan suatu alat atau wewenang

(authority) yang mengatur atau mengendalikan pesoalan-persoalan

bersama dari masyarakat.

Ilmu Negara (bersifat abstrak, teoritis, universal dan statis) : ilmu

pengetahuan yang mengamati, menyelidiki, mengkaji dan mempelajari

sendi-sendi pokok (asas-asas pokok), pengertian-pengertian pokok, serta

sifat-sifat umum dari negara secara umum, yaitu antara lain :

asal-usul berdirinya negara,

muncul dan lenyapnya negara,

unsur-unsur negara,

perkembangan dan perjalanan negara,

tujuan yang hendak dicapai atau diwujudkan oleh negara, dan

jenis atau bentuk-bentuk dari negara pada umumnya.

Prof. Dr. J.H.A. Logemann dalam buku ‘Over De Theory Van Een Stelling

Staatsrecht’ mengemukakan bahwa keberadaan negara bertujuan untuk

mengatur serta menyelenggarakan masyarakat yang dilengkapi dengan

kekuasaan tertinggi (Authority). Maka sebagai organisasi kekuasaan, di

dalam negara terdapat suatu mekanisme tata hubungan kerja yang

mengatur suatu kelompok manusia (rakyat) agar berbuat dan bersikap

sesuai dengan kehendak negara. (pandangan ini diikuti Harold J. Laski,

Max Weber dan Leon Duguit).

D. Sifat Hakikat Negara (Das Wesen Des States)

Sifat Hakikat Negara berkaitan erat dengan dasar-dasar terbentuknya

Page 18: Ilmu Negara Part 2

negara, norma dasar (fundamental norm) yang menjadi tujuannya,

falsafah hidup yang ingin diwujudkannya, serta perjalanan sejarah dan

tata nilai sosial budaya yang telah berkembang di dalam negara. Menurut

Prof. Miriam Budihardjo sifat hakikat negara mencakup :

1. Sifat Memaksa ; mempunyai kekuatan fisik secara legal dengan sarana

polisi, tentara, dan alat penegak hukum lainnya.

2. Sifat Monopoli ; dalam menetapkan tujuaan bersama masyarakat, arah

pembangunan, pemanfaatan berbagai sumber daya, aliran kepercayaan,

flatform politik legal dan lain-lain.

3. Sifat Mencakup Semua (all-embracing) ; segala ketentuan, peraturan

dan kebijakan berlaku bagi semua yang berada di wilayah kekuasaan

negara.

Pada sisi lain, sifat hakikat negara tergantung dari sudut pandang

tinjauannya, secara historis dapat dikatakan bahwa :

1. Pada zaman Yunani, negara itu adalah polis atau negara kota (city-

state) dengan segala sifat-sifat khususnya, seperti demokrasi langsung dll.

2. Di abad pertengahan, negara dilihat sebagai suatu ‘organisasi

masyarakat’ yang bernama ‘civitas terena’ (keduniawian) di samping

‘civitas dei’ (keagamaan) dan ‘civitas akademika’ (ilmiah).

3. Di permulaan abad modern, terdapat pandangan bahwa negara itu

adalah ‘milik : suatu dinasti atau imperium, di mana sebagai aksesnya

yang paling menonjol nampak pada ungkapan “L ‘etad c’ est moi”.

4. Kemudian juga didapati pandangan bahwa negara itu sifat hakikatnya

adalah suatu ikatan tertentu atau status tertentu (staat = state), yaitu

status bernegara sebagai anonim daripada status belum bernegara (status

civilis vs. status naturalis; status dimana hak-hak sivil atau hak asasi

warga negara terjamin vs. status berhukum rimba).

5. Di zaman modern juga terdapat peninjauan dari segi sosialis dan yuridis

dalam batasan tertentu diterapkan di dalam ilmu negara khusus. Sosiologi

misalnya, melihat negara sebagai suatu ‘ikatan satu bangsa’ atau

‘organisasi kekuasan dalam arti negatif. Organisasi kewibawaan

bermaksud bukan sekedar berwibawa, yaitu berwibawa sebagai suatu

kesatuan memutuskan hal-hal yang penting (kenegaraan) bagi orang-

orang dan berwibawa untuk sebagai kesatuan kerjasama guna mencapai

hal-hal yang diputuskan bersama. Pandangan teori yuridis di antaranya :

a. melihat sifat hakikat negara dari segi hukum kepemilikan (hak milik

perdata) seperti yang dijadikan sandaran teori feodal, teori patrimonial

(hak milik) ini memungkinkan adanya jual beli, sewa menyewa, pinjam

meminjam tanah dengan hak-hak dan kewajiban kenegaraan.

b. melihat hakikat negara sebagai suatu (hasil) perjanjian timbal balik

antara dua pihak (hukum perdata), sifat dualistis ini akan jelas nampak

Page 19: Ilmu Negara Part 2

apabila kedua pihak yang berjanji tersebut lain kelompok kebangsaannya

dan beda kepentingannya. Sifat hakikat negara dalam hal ini ialah suatu

‘penjelmaan tata hukum nasional; daripada ide bernegara

(persoonieficatie van her rechtsorde)’.

E. Terjadinya Negara Secara Primer dan Sekunder

Terjadinya Negara Secara Primer (Primaires Wording) adalah teori yang

membahas tentang terjadinya negara yang tidak dihubungkan dengan

negara yang telah ada sebelumnya, terdiri atas fase Genootshap

(kelompok, eks suku dengan kepala suku sebagai Primus Inter Pares), fase

Reich (kerajaan; pentingnya unsur tanah / wilayah, dana / feodal,

kekuatan tentara dan sarana vital lain), fase Staat (negara; setelah

tumbuh kesadaran kebangsaan dan nasionalisme), fase Democratische

Natie (kesadaran berdemokrasi, kedaulatan di tangan rakyat) dan fase

diktator (menurut sarjana hukum Jerman, fase ini merupakan lebih lanjut

dari fase democratische natie, namun sarjana lain banyak menentangnya

dengan menyatakan bahwa fase ini hanyalah variasi atau penyelewengan

dari fase democratische natie).

Terjadinya negara secara sekunder (Secondary Wording) adalah teori yang

membahas tentang terjadinya negara yang dihubungkan dengan negara-

negara yang telah ada sebelumnya. Dalam konteks ini perhatian paling

penting berkaitan dengan masalah Pengakuan atau Erkening yaitu :

Pengakuan de facto (pengakuan sementara berdasarkan keadaan atau

fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa telah terbentuk sebuah

negara baru, akan tetapi yuridis prosedural hukum legalnya masih dalam

penelitian), Pengakuan de Jure (pengakuan secara hukum, bersifat tetap

dan luas), pengakuan pemerintahan de facto (menurut Van Haller; yang

diakui hanya pemerintahannya saja, sedangkan wilayah kekuasaan dan

lain-lain belum diakui).

F. Contoh-contoh Asal Mula Negara berdasarkan Fakta Sejarah :

1. Occupatie (Pendudukan) ; terjadi ketika suatu wilayah (yang tidak

bertuan dan belum dikuasai) diduduki dan dikuasai, seperti Liberia yang

diduduki budak-budak Negro yang dimerdekakan tahun 1847.

2. Fusi (Peleburan) ; terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami

suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur menjadi

negara baru, seperti Federasi Kerajaan Jerman tahun 1871.

3. Cessie (Penyerahan) ; terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada

negara lain berdasarkan oleh suatu perjanjian tertentu, seperti wilayah

Sleeswijk pada Perang Dunia I diserahkan oleh Austria kepada Prusia

(Jerman).

4. Accesie (Penarikan) ; terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat

penarikan lumpur sungai atau timbul dari dasar laut (delta) kemudian

Page 20: Ilmu Negara Part 2

wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah

negara, seperti wilayah negara Mesir yang terbentuk dari delta sungai Nil.

5. Anexatie (Pencaplokan/Penguasaan) ; terjadi ketika suatu negara berdiri

disuatu wilayah yang dikuasai (dicaplok) oleh bangsa lain tanpa reaksi

berarti, seperti pembentukan negara Israel tahun 1948, wilayahnya

banyak mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania, dan Mesir.

6. Proclamation (Proklamasi) ; terjadi ketika penduduk pribumi dari suatu

wilayah yang diduduki bangsa lain mengadakan perjuangan atau

perlawanan sehingga berhasil merebut wilayahnya kembali dan

menyatakan kemerdekaannya, seperti NKRI yang merdeka tahun 1945

dari penjajahan Jepang dan Belanda.

7. Inovation (Pembentukan Baru) : munculnya suatu negara baru di atas

wilayah suatu negara yang pecah karena suatu hal dan kemudian lenyap,

seperti Columbia yang pecah dan lenyap dan kemudian berdiri negara

baru yaitu Venezuela dan Columbia Baru.

8. Separatise (Pemisahan); terjadi ketika suatu wilayah negara

memisahkan diri dari negara yang semula menguasainya kemudian

menyatakan kemerdekaannya, seperti Belgia yang memisahkan diri dari

Belanda dan menyatakan kemerdekaannya tahun 1831.

BAB III

ASAL MULA, TUJUAN, FUNGSI DAN BERAKHIRNYA NEGARA

A. Teori-teori Asal Mula Negara

1. Teori Ketuhanan (Teokrasi) ; negara, pimpinan negara dan hak

memerintah adalah atas kehendak Tuhan (by the grace of God). Tokohnya

antara lain : Agustinus (354-430), Thomas Aquino (1225-1274), Dante

Allieglieri (1265-1321), dan Marsiglio di Padua (1270-1340).

2. Teori Perjanjian Masyarakat ; negara timbul atas dasar perjanjian

masyarakat (perjanjian sebagai pactum uniones (perjanjian antara

individu untuk membentuk masyarakat politis atau negara) dan pactum

subjectiones (perjanjian antara individu untuk menyerahkan kekuasaan

rakyat kepada kepala negara); John Locke (1632-1704). Menurut Thomas

Hobbes (1588-1676) Pactum Uniones ditelan oleh Pactum Subjectiones

sehingga menimbulkan kekuasaan yang absolut (homo homini lupus),

sedangkan menurut J.J. Rousseau (1712-1778, pencetus teori contract

social) Pactum Unioneslah yang menelan Pactum Subjectiones sehingga

kepala negara semata-mata hanyalah mandataris rakyat (kedaulatan

rakyat). Immanuel kant (1724-1804) juga mendukung teori perjanjian

masyarakat ini.

Dalam prakteknya teori ini dapat pula berarti perjanjian antara pemerintah

dari negara penjajah dengan rakyat daerah jajahan seperti kemerdekaan

Filipina tahun 1946 dan India tahun 1947.

Page 21: Ilmu Negara Part 2

3. Teori Kekuasaan atau Kekuatan (Force Theory) ; negara muncul sebagai

hasil dominasi atau keunggulan kelompok yang kuat terhadap kelompok

yang lemah, baik secara fisik (seperti militer), ekonomi-keuangan (seperti

kolonialisme dan kapitalisme), dan sosial-politik. Tokohnya antara lain :

Harold J. Laski, Leon Duquit, Ludwin G., Kallikles, Voltaire, Karl Marx, dan

Openheimer.

4. Teori Penaklukan ; negara yang timbul karena serombongan manusia

menaklukkan daerah dari rombongan manusia lain dan kemudian untuk

mempertahankan kekuasaan dibentuklah suatu negara baru di daerah

tersebut.

5. Teori Kenyataan ; timbulnya negara karena faktor kenyataan yang

membuktikan bahwa unsur-unsur terbentuknya negara telah terpenuhi

(Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H.).

6. Teori Patrilineal dan Matrilineal (Patriarkhal dan Matriarkhal) ; negara

timbul karena dalam suatu kelompok keluarga primitif, Ayahlah yang

berkuasa dan garis keturunan ditarik dari pihak Ayah. Keluarga kemudian

berkembang biak dan lahirlah beberapa keluarga yang kesemuanya

dipimpin oleh kepala induk (Ayah). Inilah benih-benih pertama negara

hingga akhirnya terbentuk pemerintahan yang desentralisir. Sedangkan

jika keturunan diambil dari garis Ibu, maka teori ini disebut dengan nama

Teori Matrilineal. Tokohnya, Wilken.

7. Teori Organis ; negara dalam konsep biologis (makhluk hidup) dianggap

sebagai manusia (laki-laki). Pemerintah dianggap sebagai tulang

kerangka, Undang-undang sebagai urat syaraf, kepala negara sebagai

kepala, dan masyarakat atau warga negara sebagai daging. Dengan

demikian negara itu dapat lahir, tumbuh, berkembang dan mati. Tokohnya

antara lain : Hegel dan Von Schelling.

8. Teori Daluarsa (Prescriptive Possession Theory) ; negara terbentuk

karena memang kekuasaan raja (baik diterima ataupun ditolak oleh

rakyat) sudah daluarsa memiliki kerajaan (sudah lama memiliki

kekuasaan, akhirnya menjadi hak milik oleh karena kebiasaan). Tokohnya

antara lain : Jean Bodin dan Loyseau sebagaimana dikemukakan oleh F.

Isjwara, S.H., LLM.

9. Teori Alamiah (Natural Theory) ; negara adalah ciptaan Alam. Karena

manusia dianggap sebagai makhluk sosial dan juga makhluk politik (zoon

politicon), oleh karenanya manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara,

jadi dengan situasi dan kondisi setempat negara terbentuk dengan

sendirinya (Aristoteles). Akal manusia sangat berkuasa sehingga hukum

alam yang rasionalistis bersifat tetap dan Tuhan pun tidak dapat

mengubahnya, dengan kata lain Maha Kuasanya Tuhan sebagai dasar

berlakunya hukum alam diganti oleh maha kuasa rasio manusia (Grotius).

Page 22: Ilmu Negara Part 2

10. Teori Historis ; negara berikut lembaga-lembaga kenegaraannya

tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia,

oleh karena itu terdapat pengaruh yang kuat dari kondisi lingkungan

setempat, waktu dan tuntutan zaman dalam sejarah masyarakat manusia

tempat hukum itu berlaku. Tokohnya antara lain : FC Von Savigny (1779-

1861) dan Volksgeist.

11. Teori Filosofis ; berdasarkan renungan-renungan tentang negara,

memikirkan bagaimana negara itu seharusnya ada, negara dianggap

sebagai kesatuan yang mistis, yang bersifat supra natural, namun

memiliki hakikat sendiri yang terlepas dari komponen-komponennya. Teori

ini kadang juga disebut dengan Teori Idealistis yang bersifat mutlak

(melihat negara sebagai suatu kesatuan yang omnipotent dan

omnikompetent) dan bersifat metafisis (adanya negara dianggap terlepas

dari individu yang merupakan bagian dari negara. Tokohnya antara lain :

Immanuel Kant (1724-1804) dan Hegel.

12. teori Pertentangan Kelas ; berdasarkan filsafat historis-materialisme, di

mana sebelum lahirnya negara, dalam keadaan masyarakat sederhana

dengan kondisi perekonomian yang sangat variatif dan cenderung

berkesenjangan tinggi, maka negara terbagi dalam kelompok-kelompok

kelas yang saling bertentangan, pengelompokkan kelas ini akhirnya

melahirnya adanya kelas atau kelompok penguasa dan kelas atau

kelompok yang dikuasai hingga kemudian terbentuklan sebuah negara.

Tokohnya antara lain : Karl Marx serta didukung oleh Harold J. Laski.

Terbentuknya Negara

Terbentuknya negara dapat terjadi karena proklamasi kemerdekaan

negara, perjanjian internasional, atau karena adanya plebisit. Proklamasi

kemerdekaan berarti pernyataan sepihak dari suatu bangsa bahwa dirinya

melepaskan diri dari kekuasaan negara lain dan mengambil penentuan

nasibnya di tangan sendiri. Dengan adanya proklamasi berarti suatu

masyarakat membentuk organisasi kekuasaan berupa pemerintahan yang

berdaulat. Dengan proklamasi juga berarti suatu masyarakat menerapkan

sistem hukumnya sendiri, menata sistem pemerintahannya sendiri untuk

mencapai tujuan negara sesuai falsafah yang dianutnya.

B. Tujuan Negara

1. Beberapa Pendapat tentang Tujuan Negara

Nama Teori, Tokoh & Latar Belakangnya Teori yang dikemukakan

Penguasa yang menerapkan

Kekuasaan Negara,

Lord Shang Yang (Tuan Tanah & Menteri Tiongkok (Cina) kuno)

- keadaan negeri Cina saat itu yang mengalami pemberontakan dan

perang saudara

Page 23: Ilmu Negara Part 2

(The Book of Lord Shang, karangan Prof. Duyvendak) Rakyat dan negara

harus berbanding terbalik. Bila negara ingin kuat, maka rakyat harus

lemah demikian sebaliknya (a weak people means a strong state and a

strong people means a weak state)

Negara harus berusaha mengumpulkan kekuasaan / kekuatan yang

sebesar-besarnya (militer yang kuat, disiplin dan loyalitas)

Keselamatan dan kemakmuran tidak diperlukan, asal negara sentosa

Rakyat harus dijauhkan dari kebudayaan adat, musik, nyanyian,

hikayat, kebaikan, kesusilaan, hormat pada orang tua, kekerabatan,

kejujuran dan sofisme (hal yang melemahkan jiwa prajurit) Atila

Jenghis Khan

Timur Lenk

Kubilai Khan

Kekuasaan Negara,

Niccolo Machiavelli

(pemikir dan politikus Italia, realis dan anti filsafat)

- keadaan negara banyak mengalami pergolakan dan perpecahan

Menitikberatkan pada sifat pribadi raja, agar dapat secerdik kancil dan

menakuti rakyatnya seperti singa

Pemerintah/penguasa dapat berbuat apa saja, asal untuk kepentingan

negara dalam mencapai kekuasaan, kebesaran, kehormatan dan

kesejahteraan negara yang sebesar-besarnya

Siapapun yang melawan pemerintah ditindak tanpa kompromi

Pemerintah menghalalkan segala cara, meskipun harus melanggar sila

kesusilaan dan kebenaran

Seorang penguasa yang cermat tidak memegang kepercayaan yang

melawan kepentingannya Frederik Yang Agung

Louis XIV

Adolf Hitler

Perdamaian Dunia,

Dante Alleighieri 1265-1321 (negarawan Italia,Florence)

- adanya pertentangan Paus dan Kaisar mengenai siapa yang berhak

berkuasa

(Buku; The Monarchia Libri III) Keamanan dan ketentraman manusia

dalam negara dapat dicapai apabila ada perdamaian dunia yang bukan

terletak pada masing-masing penguasa negara, sehingga diperlukan

pembentukan satu imperium negara dunia di bawah kekuasaan raja /

kaisar untuk kepentingan kemanusiaan

Pembentukan masing-masing negara merdeka hanya akan

menimbulkan peperangan Teori ini belum pernah diterapkan, tetapi

kemudian menjadi inspirasi pembentukan United Nations

Page 24: Ilmu Negara Part 2

Jaminan Hak–Kebebasan (ajaran negara polisi),

Immanuel Kant (pemikir besar dari Prusia / Jerman)

- manusia yang berebut kekuasaan dan penguasa yang sewenang-wenang

(Buku; Metaphysische Anfangs grunde der Rechstlehre) Negara harus

membentuk dan mempertahankan hukum agar hak dan kemerdekaan

warga negara terjamin dan terpelihara

Hukum yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan

merupakan penjelmaan kehendak umum

Perlunya pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif

Peranan negara hanya sebagai penjaga ketertiban hukum dan

pelindung hak serta kebebasan warganya

Negara tidak mencampuri urusan pribadi dan ekonomi warganya

Negara-negara Eropa pada umumnya dan Amerika setelah abad XVIII

Negara Kesejahteraan (Welfare State),

Prof. Mr. Krenenburg (ahli hukum Jerman)

- manusia yang berebut kekuasaan dan penguasa yang sewenang-wenang

Negara bukan sekedar pemelihara ketertiban hukum belaka, tetapi

secara aktif mengupayakan kesejahteraan warganya

Negara harus benar-benar bertindak adil yang dapat dirasakan oleh

seluruh warga negara secara merata dan seimbang

Negara hukum bukan hanya untuk penguasa atau golongan tertentu,

tetapi untuk kesejahteraan seluruh rakyat di dalam negara Negara-negara

Modern pada umumnya yang menjunjung tinggi demokrasi dan

keseimbangan antar kepentingan

2. Hakikat Tujuan Negara antara lain :

a. Di dalam teori kenegaraan, kelompok pertama dari teori-teori tujuan

negara menganggap bahwa tujuan negara adalah memperoleh / mencapai

/ mempertahankan kekuasaan orang atau kelompok yang berkuasa. Jadi

tujuan negara adalah kekuasaan, teori ini mendukung lahirnya diktator

(machtstaat).

b. Kelompok kedua ialah teori-teori yang mengutamakan kemakmuran

negara ‘etatisme’. Teori ini berpangkal pada bahwa yang penting ialah

negara, dan negara adalah tujuannya sendiri, dan bukan alat untuk

mencapai kemakmuran rakyat (tife polizeistaat).

c. Kelompok ketiga ialah teori-teori yang mengutamakan kemakmuran

orang-seorang (individu). Kebebasan untuk mencapai kemakmuran ini

(hak-hak asasi) dijamin oleh dengan Undang-undang. Sehingga terdapat

kebebasan sepenuhnya (liberal) untuk mencapai kemakmuran tanpa

memperhatikan yang tidak mampu (tife formele rechtstaat).

d. Kelompok keempat ialah teori-teori yang mengutamakan kemakmuran

rakyat dicapai secara adil, sebagai tujuan bernegara (tife negara hukum

Page 25: Ilmu Negara Part 2

material – social service state).

3. Beberapa Pendapat Lain tentang Tujuan Negara

Aristoteles : Mencapai kepentingan hidup yang baik, bagus dan

harmonis.

H. Krabe : Menyelenggarakan ketertiban hukum dengan berdasarkan

dan berpedoman pada hukum sehingga tercipta masyarakat hukum guna

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat (ajaran negara hukum).

Harold J. Laski : Menciptakan keadaan di mana rakyat dapat mencapai

keinginan-keinginannya secara maksimal.

Plato : Memajukan kesusilaan manusia, baik sebagai individu maupun

sebagai makhluk sosial.

Roger F. Soltau : Memungkinkan rakyat untuk berkembang serta

mengungkapkan daya ciptanya sebebas mungkin.

Thomas Aquino & Agustinus : Mencapai penghidupan dan kehidupan

yang aman dan tentram dengan taat kepada atau di bawah pimpinan

Tuhan. Pemimpin negara menjalankan kekuasaan berdasarkan kekuasaan

Tuhan (ajaran teokratis atau kedaulatan Tuhan).

4. Beberapa Paham tentang Teori Tujuan Negara

a. Teori Fasisme ; berasal dari kata Fascio yang berarti kelompok,

kelompok ini menamakan dirinya ‘Fascio de Combattimento’ (Barisan-

barisan tempur). Menurut paham Fasis, negara bukan ciptaan rakyat,

melainkan ciptaan orang kuat, bila orang kuat sudah membentuk

organisasi negara, maka negara wajib menggembleng dan mengisi jiwa

rakyat secara totaliter, diktatorial dan nasionalistis. Seperti Italia semasa

Benito Musollini, Jerman semasa Adolf Hitler, dan Jepang semasa pra-

Perang Dunia II di bawah kekuasaan Tenno Heika.

b. Teori Sosialisme ; kelahiran Sosialisme terkait erat dengan keberadaan

Kapitalisme yang sudah sangat eksploitatif, Sosialisme menentang

kemutlakan milik perseorangan dan menyokong pemakaian milik tersebut

untuk kesejahteraan umum. Perkembangan Sosialisme muncul di daratan

Eropa setelah Revolusi Industri, guna menghindari penghisapan ekonomi

oleh segelintir orang (kaum kapitalis). Pelopor Sosialisme antara lain

Etienne Cabet, Robert Owen dan Albert Brisbane.

Dalam perkembangan lebih lanjut, Sosialisme dimanfaatkan secara politis

oleh gerakan-gerakan yang revolusioner. Di antara tokohnya adalah Karl

Marx, F. Engels, Lenin dan Stalin. Paham ini berkembang pesat di Eropa

Timur dan Uni Sovyet sebagai kiblatnya, dengan banyaknya muatan

politis, maka Sosialisme berubah menjadi Komunisme.

c. Teori Integralistik ; paham Integralistik ingin menggabungkan kemauan

rakyat dan penguasa (negara), paham ini beranggapan bahwa negara

didirikan bukan hanya untuk kepentingan perseorangan atau golongan

Page 26: Ilmu Negara Part 2

tertentu saja, tetapi juga untuk kepentingan seluruh masyarakat negara

yang bersangkutan. Kepentingan negara dimaksudkan untuk menjalin

rasa kekeluargaan dan kebersamaan, karena negara dilihat sebagai

susunan masyarakat yang integral dan anggota saling terkait sehingga

membentuk satu kesatuan yang organis. Teori ini dipelopori oleh B. de

Spinoza, Adam Muller dan Hegel.

Gagasan paham Integralistik di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

Prof. Dr. Soepomo pada permulaan sidang BPUPKI, menurutnya paham

Integralistik paling cocok dengan karakteristik bangsa Indonesia yang

bersifat kekeluargaan atau paguyuban. Hal ini kemudian menjadi dasar

penetapan tujuan negara sebagaimana termaktub pada alinea IV

Pembukaan UUD NRI 1945 (melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, serta turut serta dalam perdamaian

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial).

Perbedaan paham tujuan negara antara Sosialisme dan Komunisme

No Sosialisme Komunisme

1. Negara masih mengakui hak milik pribadi atas alat produksi terbatas

Negara melakukan penghapusan hak milik pribadi atas alat produksi

2. Untuk menciptakan kesejahteraan bersama, negara menggunakan

cara-cara damai Untuk menciptakan kesejahteraan bersama secara

revolusioner, negara menghalalkan segala cara

3. Keberadaan negara diperlukan untuk selama-lamanya Keberadaan

negara hanya untuk sementara waktu diperlukan

C. Fungsi Negara :

Pada umumnya fungsi negara sebagai pengatur kehidupan dalam negara

demi tercapainya tujuan negara. Adapun pandangan tokoh tentang fungsi

negara, yaitu antara lain :

Abdul Ghofur Anshori ; Secara umum negara mempunyai dua tugas yaitu :

1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial,

yakni bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonisme

yang membahayakan.

2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan

ke arah tercapainya tujuan dari masyarakat secara keseluruhan.

Aristoteles ; fungsi negara menyelenggarakan kepentingan warga negara

agar hidup baik dan bahagia.

Goodnow ; fungsi negara mencakup dua tugas pokok (dwi praja atau

dichotomy) yaitu : Policy Making (membuat peraturan, Undang-undang

dan kebijaksanaan) dan Policy Executing (Penerapan atau pelaksanaan

Policy Making).

Page 27: Ilmu Negara Part 2

John Locke (1632-1704) ; dalam buku ‘Two Treaties on Civil Government’

pada tahun 1690 membagi fungsi negara menjadi tiga (divition atau

distribution of power) yaitu : fungsi Legislatif (membuat peraturan), fungsi

Eksekutif (melaksanakan peraturan, termasuk fungsi mengadili), dan

fungsi Federatif (berkaitan dengan urusan luar negeri, perang dan

perdamaian).

M. Kusnardi, S.H. ; fungsi negara terbagi atas dua bagian yaitu :

Melaksanakan Penertiban (Law and Order, negara bertindak sebagai

stabilisator), serta Menghendaki Kesejahteraan dan Kemakmuran Rakyat.

Montesquieu (1689-1755) ; dalam buku ‘L’Esprit Des Lois atau The Spirit of

The Laws’ tahun 1748 membagi fungsi negara mencakup tiga tugas pokok

yang terpisah satu sama lain (trias politica, saparation of power) yaitu :

fungsi Legislatif (membuat Undang-undang), fungsi Eksekutif

(melaksanakan Undang-undang), dan fungsi Yudikatif (mengawasi

pentaatan pelaksanaan Undang-undang, termasuk fungsi mengadili).

Catatan; trias politica berasal dari bahasa Yunani yang berarti politik tiga

serangkai.

Van Vollenhoven ; fungsi negara mencakup empat tugas pokok (catur

praja) yaitu : Regeling (membuat peraturan), Bestuur (menyelenggrakan

pemerintahan), Rechtspraak (fungsi mengadili), dan Politie (fungsi

ketertiban dan keamanan).

Fungsi Negara juga dapat diartikan sebagai Tugas Negara yang mencakup

dua hal pokok yaitu : Tugas Esensial (mempertahankan negara sebagai

organisasi politik yang berdaulat, baik secara internal dengan memelihara

perdamaian, ketertiban, ketentraman dan perlindungan hak warga

negara, maupun secara eksternal dengan mempertahankan kemerdekaan

atau kedaulatan negara) dan Tugas Fakultatif (memperbesar

kesejahteraan umum, baik moral, intelektual, sosial dan ekonomi); Drs.

Budiyanto.

D. Berakhir / runtuh / hilang / lenyap atau musnahnya negara disebabkan

antara lain :

1. Karena faktor Alam ; berupa dampak dari terjadinya peristiwa bencana

alam yang mengakibatkan berakhir / runtuh / hilang / lenyap atau

musnahnya sabagian maupun seluruhnya dari unsur-unsur pembentuk

negara.

2. Karena faktor Sosial ; yaitu setelah terjadinya penaklukan, revolusi

(kudeta yang berhasil), perjanjian, pemisahan atau pemecahan,

penggabungan dan lain-lain.

BAB IV3

UNSUR – UNSUR NEGARA

Secara klasik unsur-unsur negara hanya dikenal terdiri dari : (1) Wilayah

Page 28: Ilmu Negara Part 2

tertentu, (2) Rakyat, dan (3) Pemerintah yang berdaulat.

Menurut Logemann, secara yuridis unsur-unsur negara terdiri dari : [1]

Wilayah hukum (Gebiedleer) yang meliputi darat, laut, udara, serta orang

dan batas kewenangannya, [2] Subjek hukum negara (Persoonsleer) yaitu

pemerintah yang berdaulat, dan [3] Hubungan hukum (De leer van de

rechtsbetrekking) yaitu hubungan hukum antara penguasa dan yang

dikuasai, termasuk hubungan hukum ke luar dengan negara lain secara

internasional.

Menurut Rudolf Kjellin yang melanjutkan ajaran Ratzel, dalam bukunya

Der Staat als Lebensform, secara sosiologis unsur negara terdiri dari : (1)

Faktor sosial yang meliputi unsur masyarakat, unsur ekonomis, dan unsur

kulturil, serta (2) Faktor alam yang meliputi unsur wilayah dan unsur

bangsa.

Menurut Oppenheimer & Lauterpacht, syarat berdirinya suatu negara

haruslah memenuhi unsur-unsur : (1) Rakyat yang bersatu, (2) Daerah

atau wilayah, dan (3) Pemerintah yang berdaulat dan Pengakuan dari

negara lain.

Menurut Konvensi Montevideo (sebuah kota di Uruguay) pada tahun

1933, di mana konvensi hukum internasional ini menyebutkan bahwa

negara harus memenuhi empat unsur konstitutif yaitu : [1] Harus ada

penghuni (rakyat, penduduk, warga negara), nationallen, staatsburgers,

atau bangsa-bangsa (staatsvolk), [2] Harus ada wilayah yang permanent

tertentu atau lingkungan kekuasaan, [3] Harus ada kekuasaan tertinggi

(penguasa atau pemerintah yang berdaulat), [4] Kesanggupan

mengadakan hubungan internasional dengan negara lain, dan [5] Adanya

pengakuan (deklaratif).

Unsur Rakyat, Wilayah dan Pemerintah yang berdaulat merupakan

unsur Konstitutif atau Primer karena keberadaannya merupakan unsur

utama yang mutlak harus ada. Sedangkan Pengakuan dari negara lain

merupakan unsur Deklaratif atau Sekunder karena hanya bersifat

formalitas dalam rangka memenuhi tata aturan pergaulan atau hubungan

internasional.

A. Rakyat

1. Rakyat

Dalam arti politis Rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam

dalam suatu negara atau menjadi penghuni negara yang tunduk pada

kekuasaan negara itu.

Rakyat merupakan unsur terpenting negara karena Rakyat-lah yang

pertama kali berkehendak membentuk negara, Rakyat pula yang mulai

merencanakan, merintis, mengendalikan dan menyelenggarakan

pemerintahan negara. Di dalam suatu negara, Rakyat dapat dibedakan

Page 29: Ilmu Negara Part 2

menjadi Penduduk dan Bukan Penduduk serta Warga Negara dan Bukan

Warga Negara (warga negara asing).

Prof. Prajudi Atmosudirdjo membedakan pengertian antara Rakyat dengan

rakyat, karena Rakyat dimaksudkan sebagai keseluruhan dari rakyat yang

mempunyai hak pilih.

2. Penduduk, Bukan Penduduk, Warga Negara dan Bukan Warga Negara

Berdasarkan hubungannya dengan daerah wilayah negaranya, Rakyat

dibedakan menjadi Penduduk (mereka yang bertempat tinggal atau

berdomisili di dalam suatu wilayah negara atau menetap, dan bagi

mereka perlu dilakukan inventarisir; biasanya, penduduk adalah mereka

yang lahir secara turun temurun dan besar di dalam suatu negara

tertentu) serta Bukan Penduduk (mereka yang berada di dalam wilayah

suatu negara hanya untuk sementara waktu; seperti, para turis

mancanegara dan tamu-tamu instansi tertentu di dalam suatu wilayah

negara). Antara kedua status ini dapat dibedakan berdasarkan hak dan

kewajibannya, seperti hanya yang berstatus Penduduk saja yang dapat

melakukan suatu pekerjaan tertentu dalam wilayah negara.

Berdasarkan hubungannya dengan Pemerintah negaranya, Rakyat

dibedakan menjadi Warga Negara (mereka yang berdasarkan hukum

tertentu merupakan anggota suatu negara. Dengan kata lain, Warga

Negara adalah mereka yang menurut peraturan perundang-undangan

atau perjanjian atau melalui proses naturalisasi dan sejenisnya, diakui

sebagai warga Negara, Warga Negara ada yang berdiam di wilayah

negara dan ada pula yang berada di luar negeri karena keperluan dinas,

belajar, pekerjaan, perniagaan, wisata dan lain-lain) serta Bukan Warga

Negara atau Orang atau Warga Negara Asing (mereka yang masih

mengakui negara lain sebagai negaranya, dan / atau belum mendapat

pengakuan secara hukum). Antara kedua status ini dapat dibedakan

berdasarkan hak dan kewajibannya, seperti hanya yang berstatus Warga

Negara saja yang berhak memiliki tanah dan mengikuti pemilihan umum.

Prof. Dr. Dahlan Thaib, S.H., M.Si. mengemukakan bahwa warga negara

adalah penduduk sebuah negara atau bangsa yang berdasarkan

keturunan, tempat kelahiran, dan atau orang-orang atau bangsa lain yang

disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara yang mempunyai

kewajiban dan hak penuh sebagai warga negara dalam suatu negara

tertentu, baik yang menduduki jabatan sebagai alat kelengkapan negara

maupun rakyat biasa.

Menurut Hukum Internasional, setiap negara berhak untuk menentukan

sendiri siapa yang akan menjadi warga negaranya. Untuk itu ada dua azas

yang biasanya dipakai dalam penentuan kewarganegaraan, yaitu azas Ius

Soli (penentuan kewarganegaraan berdasarkan wilayah tempat kelahiran)

Page 30: Ilmu Negara Part 2

dan azas Ius Sanguinis (penentuan kewarganegaraan berdasarkan

pertalian darah keturunan dari orang tua kandung). Dalam pelaksanaan

kedua azas ini dapat terjadi :

a. Kewarganegaraan ganda (bipatride), yaitu ketika negara asal orang tua

menganut azas Ius Sanguinis sedangkan yang bersangkutan lahir di

negara lain yang menganut asas Ius Soli.

b. Memiliki satu kewarganegaraan tunggal (single/ monopatride), yaitu

ketika antara negara asal orang tua dan negara tempat yang

bersangkutan lahir, keduanya menganut asas yang sama.

c. Tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali (apatride), yaitu ketika

negara asal orang tua menganut asas Ius Soli sedangkan yang

bersangkutan lahir di negara lain yang menganut azas Ius Sanguinis.

Indonesia pada termasuk negara yang manganut azas Ius Sanguinis (Pasal

26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, jo Undang-

undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia).

Namun dalam Undang-Undang kewarganegaraan baru (Undang-undang

No. 12 Tahun 2006) disebutkan bahwa WNI yang menikah dengan pria

WNA tidak lagi dianggap otomatis mengikuti kewarganegaraan suaminya,

melainkan diberi tenggang waktu tiga tahun untuk menentukan pilihan,

apakah akan tetap jadi WNI atau melepaskannya. Selain itu, apabila istri

memutuskan tetap menjadi WNI, atau selama masa tenggang 3 tahun itu,

ia bisa menjadi sponsor izin tinggal suaminya di Indonesia. Bagian yang

paling penting dari UU baru ini adalah dianutnya asas campuran antara Ius

Sanguinis dan Ius Soli, dan mengakui kewarganegaraan ganda terbatas

pada anak-anak (dari pasangan kawin campur dan anak-anak yang lahir

dan tinggal di luar negeri) hingga usia 18 tahun. Artinya, sampai anak

berusia 18 tahun, ia diizinkan memiliki dua kewarganegaraan. Setelah

mencapai usai tersebut, plus tenggang waktu 3 tahun untuk

mempersiapkannya, barulah di anak diwajibkan memilih salah satunya.

Selain kedua asas tersebut di atas, kewarganegaraan seseorang juga

dapat diperoleh melalui cara :

a. Stelsel aktif ; di mana seseorang harus melakukan tindakan hukum

tertentu lebih dahulu untuk dapat memperoleh kewarganegaraan, seperti

mengajukan permohonan atau membuat pernyataan. Stelsel ini biasanya

tidak terbatas atau tidak ditentukan waktunya sehingga dapat memilih

(optie). Perkawinan dan turut orang tua juga bisa menjadi sebab atau

alasan dalam proses naturalisasi ini.

b. Stelsel pasif ; di mana seseorang memperoleh kewarganegaraan tanpa

melakukan suatu tindakan hukum tertentu, seperti kewarganegaraan

yang diberikan negara kepada seseorang karena jasanya (naturalisasi

Page 31: Ilmu Negara Part 2

istimewa). Stelsel ini biasanya terbatas waktunya sehingga seseorang

dapat menolak (repudiate).

3. Masyarakat

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan Ananda Santoso dan S.

Priyanto, masyarakat adalah hubungan antar manusia, pergaulan hidup

manusia, sekelompok manusia yang hidup dalam lingkungan tertentu.

Definisi ini diperjelas oleh Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si. yang

menyatakan bahwa masyarakat adalah mereka yang bersama-sama

menjadi anggota dari suatu negara, yang harus dibina dan dilayani oleh

administrasi pemerintah setempat.

Sedang menurut Abdul Ghofur Anshori, masyarakat merupakan kelompok

manusia yang saling berhubungan dan menempati suatu wilayah. Untuk

melindungi kepentingannya dan menghindari terjadinya kebebasan tanpa

batas maka manusia membentuk suatu asosiasi yang bertujuan untuk

memudahkan memperoleh kebutuhannya dan membatasi kompetisi.

Negara adalah asosiasi yang lahir untuk memenuhi kebutuhan politik

warga negara.

Masyarakat tidak hanya ditandai oleh kebudayaannya sebagai ciri

khasnya, melainkan juga oleh situasi sosial ekonominya yang aktual. Oleh

sebab itu perhatian pemerintah dan para sarjana hukum tidak dibatasi

pada nilai-nilai kebudayaan yang bersigat spiritual, melainkan lebih-Iebih

diarahkan pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang bersifat material.

Pemerintah mengatur kehidupan masyarakat secara hukum atas dasar

situasi sosial-ekonomis konkret yang tertentu.

Ilmu yang mempelajari hukum dalam hubungan dengan situasi

masyarakat, dalam konteks masyarakat modern adalah sosiologi hukum.

Tujuan sosiologi hukum bersifat praktis, di mana yang dimaksud adalah

bahwa Undang-undang yang dibentuk sungguh-sungguh cocok dengan

kebutuhan-kebutuhan dan cita-cita suatu masyarakat tertentu.

4. Bangsa (Nation atau volks)

Bangsa merupakan kumpulan dari masyarakat yang membentuk negara.

Dalam arti sosiologis, bangsa termasuk ‘kelompok paguyuban’ yang

secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dan senasib

sepenanggungan di dalam suatu negara, beberapa pendapat para ahli,

antara lain :

Ernest Renan (Prancis) ; Bangsa terbentuk karena adanya keinginan

untuk hidup bersama (hasrat bersatu) dengan perasaan setia kawan yang

agung.

F. Ratzel (Jerman) ; Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu,

hasrat tersebut timbul karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan

tempat tinggalnya (paham geopolitik).

Page 32: Ilmu Negara Part 2

Friedrich Hertz (Jerman) ; dalam bukunya ‘Nationality in History and

Politics’ mengemukakan bahwa setiap bangsa mempunyai empat unsur

aspirasi yaitu :

a. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan

sosial, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi dan solidaritas.

b. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional

sepenuhnya, yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan asing

terhadap urusan dalam negerinya.

c. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualitas, keaslian atau

kekhasan. Seperti menjunjung tinggi bahasa nasional yang mandiri.

d. Keinginan untuk menonjol (unggul) di antara bangsa-bangsa dalam

mengejar kehormatan, pengaruh dan prestise.

Hans Kohn (Jerman) ; Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia

dalam sejarah, suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam

dan tidak bisa dirumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa memiliki

faktor-faktor objektif tertentu yang membedakannya dengan bangsa lain,

seperti persamaan keturunan, wilayah, bahasa, adat-istiadat, kesamaan

politik, perasaan dan agama.

Otto Bauer (Jerman) ; Bangsa adalah kelompok manusia yang

mempunyai persamaan karakter, karakteristik tumbuh karena adanya

persamaan nasib.

Bangsa adalah Rakyat yang telah mempunyai kesatuan tekad untuk

membangun masa depan bersama. Caranya adalah dengan mendirikan

sebuah negara yang akan mengurus terwujudnya aspirasi dan

kepentingan bersama secara adil. Faktor objektif terpenting dari suatu

bangsa adalah adanya kehendak atau kemauan bersama yang lebih

dikenal dengan istilah nasionalisme. Dalam kehidupan suatu bangsa, kita

harus menyadari adanya keanekaragaman yang dilandasi oleh rasa

persatuan dan kesatuan tanah air, bahasa dan cita-cita.

George Jellinek membagi pemberian status bangsa menjadi empat

macam, yaitu :

a. Status aktif ; status yang diberikan kepada warga negara untuk ikut

serta dalam pemerintahan, berupa hak memilih dan hak dipilih.

b. Status pasif ; status yang diberikan kepada warga negara untuk taat

kepada peraturan pemerintah dan negara.

c. Status positif ; status yang diberikan kepada warga negara untuk

menuntut hak mendapat perlindungan terhadap jiwa, harta, dan

kemerdekaan.

d. Status negative ; status yang diberikan kepada warga negara terhadap

kepentingan hak asasinya, dengan kata lain bahwa negara tidak campur

tangan terhadap kepentingan hak asasi warganya.

Page 33: Ilmu Negara Part 2

Rosseau membagi pengertian bangsa menjadi ‘citoyen’ yaitu golongan

atau bangsa yang berstatus aktif, dan ‘suyet’ yaitu bangsa yang tunduk

pada kekuasaan di atasnya atau bangsa yang berstatus pasif. Selain

bangsa juga sering dikenal istilah rumpun (ras) yang merupakan suatu

kesatuan karena mempunyai cirri-ciri jasmaniah yang sama, serta istilah

nazi (natie) yang diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan

suatu kesatuan karena mempunyai kesatuan politik yang sama.

B. Wilayah

Wilayah suatu negara merupakan tempat berlindung bagi Rakyat,

sekaligus sebagai tempat bagi Pemerintah untuk mengorganisir dan

menyelenggarakan pemerintahan, adapun luas dan sempitnya wilayah

tidaklah memiliki batasan luas minimal sebagai satu unsur negara.

Dalam konteks pengetahuan tentang geopolitik, ethnopolitik, ekopolitik

dan kraftpolitik terdapat teori yang menyatakan bahwa wilayah yang

dimaksud merupakan ‘lebensraum’ yaitu ruang hidup suatu negara. Dari

segi hukum, yang dapat berupa wilayah ruang, wilayah orang dan wilayah

soal atau bidang.

Menurut Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si. yang dimaksud dengan wilayah

adalah lokasi atau area tertentu, dengan segala kandungan potensi

wilayah tersebut, dan kekuatan yang dapat dimanfaatkan mulai dari laut,

darat dan udara, baik yang sifatnya fisik maupun non fisik, secara

kompleks menyangkut keseluruhan tata ruang dan sumber kekayaan alam

yang terkandung di dalam tempat tersebut.

Wilayah negara terdiri atas wilayah daratan, wilayah lautan, wilayah

udara, daerah ekstrateritorial, dan batas wilayah negara.

1. Daratan

Wilayah daratan negara adalah bagian dunia yang kering yang merupakan

bagian dari benua atau pulau yang mencakup juga wilayah perairan

daratan seperti danau dan sungai. Luas wilayah daratan suatu negara

dapat terjadi karena ditentukan sendiri secara sepihak oleh negara itu

sendiri, ditentukan dalam perjanjian internasional, ditentukan kebiasaan

dimasa lampau atau ditentukan oleh perkembangan setelah terbentuknya

negara tersebut.

Penentuan batas-batas wilayah daratan, baik yang mencakup dua negara

atau lebih, pada umumnya berbentuk perjanjian atau traktat (uraian,

risalah; perjanjian antar bangsa, kamus ilmiah popular-Burhani MS dan

Hasbi Lawrens serta Kamus Hukum-Yan Pramadya Puspa) seperti Traktat

antara Belanda dan Inggris pada tanggal 20 Juli 1891 yang menentukan

batas wilayah Hindia Belanda di Pulau Kalimantan. Dan Perjanjian antara

Republik Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu

dengan Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973.

Page 34: Ilmu Negara Part 2

2. Lautan

Wilayah laut negara adalah massa air di dunia yang mengelilingi daratan

beserta tanah yang ada di bawahnya. Bagi negara pantai dan negara

kepulauan yang wilayah daratannya berbatasan dengan laut memiliki

previlige yaitu menguasai wilayah lautan tersebut.

Pada awalnya ada dua konsepsi (pandangan) pokok mengenai wilayah

lautan, yaitu Res Nullius (John Sheldon [1584-1654] dari Inggris dalam

buku ‘Mare Clausum’ atau ‘The Right and Dominion of The Sea’ ;

menyatakan bahwa laut itu dapat diambil dan dimiliki masing-masing

negara). Dan Res Communis (Hugo de Groot [Grotius] Bapak Hukum Laut

Internasional dari Belanda pada tahun 1608 dalam buku ‘Mare Liberum’

[Laut Bebas] menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia,

sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh masing-masing negara).

Konferensi Hukum Laut Internasinal III tanggal 10 Desember 1982 di

Jamaika yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (United

Nations Conference on The Law of The Sea / UNCLOS) yang

ditandatangani oleh 119 peserta dari 117 negara dan 2 organisasi

kebangsaan di dunia, menjadi dasar hukum, di mana dalam bentuk

Traktat Multilateral, batas-batas laut terinci sebagai berikut :

a. Batas Laut Teritorial ; setiap negara mempunyai kedaulatan atas laut

territorial yang jaraknya sampai 12 mil laut diukur dari garis lurus yang

ditarik dari pantai saat air laut surut (Indonesia telah menganut ketentuan

batas ini sejak Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957).

b. Batas Zona Bersebelahan ; sejauh 12 mil laut di luar batas laut

territorial atau 24 mil dari pantai adalah batas zona bersebelahan. Di

dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan

menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea cukai,

fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.

c. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ; adalah wilayah laut dari suatu

negara pantai yang batasnya 200 mil laut dari pantai. Di dalam wilayah

ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali kekayaan alam

lautan serta melakukan kegiatan ekonomi tertentu, termasuk menangkap

nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal. Namun negara lain

bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu, serta bebas pula

memasang kabel dan pipa di bawah lautan itu.

d. Batas Landas benua ; adalah wilayah lautan suatu negara yang lebih

dari 200 mil laut. Di dalam wilayah ini negara pantai bolah mengadakan

eksplorasi dan ekploitasi, dengan kewajiban membagi keuntungannya

bersama masyarakat internasional.

3. Udara

Pasal 1 Konvensi Paris tahun 1919 yang diperbaharui oleh Pasal 1

Page 35: Ilmu Negara Part 2

Konvensi Chicago tahun 1944 dinyatakan bahwa setiap negara

mempunyai kedaulatan yang utuh dan eksklusif pada ruang udara (air

space) di atas wilayahnya. Namun tentang batas jarak ketinggian wilayah

udara, hingga saat ini masih sulit diukur dan terdapat silang pendapat di

kalangan para pakar, antara lain :

Henrich’s ; menyatakan bahwa negara dapat berdaulat di ruang

atmosfir selama masih terdapat gas atau partikel-partikel udara atau pada

ketinggian 196 mil, di luar atmosfir negara sudah tidak lagi memiliki

kedaulatan.

Lee ; menyatakan bahwa lapisan atmosfir dalam jarak tembak meriam

yang dipasang di darat dianggap sama dengan laut (dan / atau udara)

territorial negara. Di luar jarak tembak itu harus dinyatakan sebagai

lautan (dan / atau udara) bebas, dalam arti dapat dilalui oleh semua

pesawat udara negara mana pun.

Von Holzen Dorf ; menyatakan bahwa ketinggian ruang udara adalah

1.000 meter dari titik permukaan wilayah bumi tertinggi.

36.000 kilo meter.Indonesia ; berdasarkan pada Undang-undang

Nomor 20 Tahun 1982 menyatakan bahwa wilayah kedaulatan dirgantara

yang termasuk orbit geo-stationer adalah

Selain pendapat di atas juga terdapat dua teori tentang konsepsi wilayah

udara suatu negara yaitu :

Teori Udara Bebas (Air Freedom Theory) ; penganut teori ini terbagi

dalam dua aliran, yaitu Kebebasan Ruang Udara Tanpa Batas (ruang udara

bebas dan dapat digunakan oleh siapapun, tidak ada negara yang

mempunyai hak dan kedaulatan di ruang udara) dan Kebebasan Udara

Terbatas (aliran ini kembali terbagi dua dimana dinyatakan bahwa a)

setiap negara berhak mengambil tindakan tertentu untuk memelihara

keamanan dan keselamatannya, dan b) negara kolong hanya mempunyai

hak terhadap wilayah atau zona territorial).

Teori Negara Berdaulat di Udara (The Air Souvereignity) ; terbagi dalam

beberapa teori di antaranya :

a. Teori Keamanan ; menyatakan bahwa suatu negara mempunyai

kedaulatan atas wilayah udaranya sampai yang diperlukan untuk menjaga

keamanannya, dikemukakan oleh Fauchille yang pada tahun 1901

menetapkan wilayah ketinggian udara 1.500 meter namun pada tahun

1910 diturunkan menjadi 500 meter.

b. Teori Pengawasan Cooper (Cooper’s Control Theory) ; menurut Cooper

(1951) kedaulatan udara ditentukan oleh kemampuan negara yang

bersangkutan untuk mengawasi ruang udara yang ada di atas wilayahnya

secara fisik dan ilmiah.

c. Teori Udara (Schacter) ; menurut teori ini, wilayah udara itu haruslah

Page 36: Ilmu Negara Part 2

sampai suatu ketinggian di mana udara masih cukup mampu mengangkat

(mengapungkan) balon dan pesawat udara.

4. Daerah Ekstrateritorial

Berdasarkan hukum internasional yang mengacu pada hasil Reglemen

dalam Kongres Wina tahun 1815 dan dan Kongres Aachen tahun 1818,

maka pada perwakilan diplomatik setiap negara terdapat daerah

ekstateritorial. Daerah ini meskipun letaknya berada jauh di luar

wilayahnya (di negara lain), tetap memberlakukan hukum seperti di

negara asalnya yang diwakili.

Di daerah ektrateritorial berlaku larangan bagi alat negara, serta polisi

dan pejabat kehakiman negara setempat, untuk masuk tanpa izin resmi

pihak kedutaaan. Daerah ini juga bebas dari pengawasan dan sensor

terhadap setiap kegiatan yang ada dan berlangsung selama di dalam

wilayah perwakilan tersebut.

200 m3) yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera negara

tertentu.Daerah ekstrateritorial juga dapat diberlakukan pada kapal-

kapal laut (volume isi

5. Batas Wilayah Negara

Penentuan batas wilayah negara baik berupa daratan atau lautan

(perairan), lazim dibuat dalam bentuk perjanjian (traktat) bilateral serta

multilateral. Dapat berupa batas alam (sungai, danau, pegunungan atau

lembah), batas buatan (pagar tembok, pagar kawat berduri, tiang tembok

atau gapura dan lain-lain) serta batas menurut geofisika seperti garis

lintang dan titik bujur koordinat. Batas wilayah negara memiliki arti

penting bagi keamanan dan kedaulatan negara dalam segala bentuknya,

seperti berkaitan dengan kepentingan pemanfaatan kekayaan alam,

pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pemberian status

hukum orang-orang yang ada di dalam wilayah suatu negara.

C. Pemerintah (Pemerintahan) yang Berdaulat

Secara etimologi, pemerintahan dapat diartikan sebagai :

Perintah berarti melakukan kegiatan menyuruh, yang berarti di

dalamnya terdapat dua pihak, yaitu yang memerintah (memiliki

wewenang) dan yang diperintah (memiliki kepatuhan akan keharusan).

Setelah ditambah awalan ‘pe’ menjadi pemerintah, yang berarti badan

yang melakukan kekuasan memerintah.

Setelah ditambah lagi dengan akhiran ‘an’ menjadi pemerintahan,

berarti perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah

tersebut.

Menurut Prins, Pemerintah dalam arti luas adalah suatu organisasi

kekuasaan yang mempunyai wilayah tertentu dan berdaulat atas sejumlah

orang tertentu sebagai warga negara. Sedangkan dalam arti sempit

Page 37: Ilmu Negara Part 2

adalah lembaga yang ada dalam suatu negara yang memiliki kekuasaan

melaksanakan setiap peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif.

Di beberapa negara, antara pemerintah dan pemerintahan tidak

dibedakan, Inggris menyebutnya ‘Government’, Prancis menyebut

‘Gouverment’, keduanya berasal dari perkataan Latin ‘Gubernaculum’,

dalam bahasa Arab disebut ‘Hukumat’, Amerika Serikat menyebut

‘Administration’, sedangkan Belanda mengartikan ‘Regering’ sebagai

penggunaan kekuasaan negara oleh yang berwenang untuk menentukan

keputusan dan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan negara,

dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah. Dalam kontek ini,

‘Regeren’ digunakan untuk pemerintahan pada tinggkat nasional,

sedangkan ‘Bestuur’ diartikan sebagi keseluruhan badan pemerintah dan

kegiatannya yang langsung berhubungan dengan usaha mewujudkan

kesejahteraan rakyat.

Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintahan yang mempunyai

kekuasan tertinggi atas rakyatnya di dalam wilayah kedaulatan negara.

Pemerintahan yang berdaulat diperlukan sebagai organ (alat kelengkapan

pemerintahan) dan fungsi yang melaksanakan tugas-tugas esensial dan

fakultatif negara. Dalam pengertian ‘organ’ ini, pemerintah dapat

dibedakan dalam arti luas (kumpulan atau gabungan dari seluruh badan-

badan kenegaraan yang memiliki kekuasaan, wewenang dan tanggung

jawab memerintah di dalam wilayah kedaulatan negara, baik berupa

badan eksekutif, legislatif, yudikatif, federatif, konsultatif, eksaminatif,

inspektif, konstitutif dan lain-lain) serta dalam arti sempit (hanya

merupakan badan atau lembaga eksekutif).

1. Kedaulatan Negara

Kata ‘Daulat’ dalam pemerintahan berasal dari kata ‘Daulah’ (Arab),

‘Sovereignity’ (Inggris), ‘Sovereinitiet’ (Prancis), Souveranitat (Jerman),

Souverateit (Belanda), ‘Supremus’ (Latin) dan ‘Sovranita’ (Italia), yang

berarti ‘Kekuasaan Tertinggi’. Menurut Jean Bodin dari Prancis (1500-

1596), Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh negara

terhadap para warga negaranya dan penduduk lainnya di wilayah negara,

untuk memerintah dan menentukan hukum dalam suatu negara,

kedaulatan mempunyai sifat-sifat pokok, yaitu :

a. Asli (kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasan lain yang lebih tinggi).

b. Permanen (kekuasaan itu tetap ada selama negara itu berdiri, sekalipun

pemegang kedaulatan dan pemerintahan negara terus berganti).

c. Tunggal atau Bulat (kekuasaan itu merupakan satu-satunya kekuasaan

tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagi kepada

badan-badan yang lain).

d. Tidak Terbatas atau Absolut (kekuasaan itu bersifat mutlak dan tidak

Page 38: Ilmu Negara Part 2

dibatasi oleh kekuasaan lain).

Sedangkan C.F. Strong membagi pengertian kedaulatan atau Kekuasan

tertinggi yang dimiliki pemerintah dalam dua pengertian yaitu :

d. Intern souvereinitiet (kekuatan atau kedaulatan yang berlaku ke

dalam), artinya pemerintah memiliki wewenang tertinggi dalam mengatur

dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku terhadap semua orang dan semua

golongan yang terdapat dalam lingkungan kekuasaannya.

e. externe-souvereinitiet (kekuatan atau kedaulatan yang berlaku ke luar),

artinya pemerintah berkuasa bebas, kekuasaanya tidak berasal dan

terikat atau tunduk pada kekuatan lain, selain ketentuan hukum legal.

Demikian juga, negara lain harus menghormati kekuasaan negara yang

bersangkutan dengan tidak ikut campur dalam urusan dalam negerinya

dengan kata lain memiliki kedudukan yang sederajat dengan negara lain.

2. Beberapa Macam Teori Kedaulatan

Nama Teori, Tokoh & Latar Belakangnya Teori yang dikemukakan

Penguasa yang menerapkan

Kedaulatan Tuhan (Gods Souvereinitiet),

Agustinus, Thomas Aquino, Marsilius dan Friedrich Julius Stahl

- berkembang abad V-XV

- perkembangan agama Kristen dan maraknya Pantheisme (menyetarakan

Alam dengan Tuhan) Raja atau penguasa memperoleh kekuasaan

tertinggi dari Tuhan, sehingga raja tidak bertanggung jawab kepada siapa

pun selain Tuhan

Kehendak Tuhan menjelma ke dalam diri raja atau penguasa (Paus),

oleh sebab itu mereka disebut utusan Tuhan / titisan Dewa

Segala peraturan yang dijalankan oleh penguasa bersumber dari

Tuhan, oleh sebab itu rakyat harus patuh dan tunduk kepada perintah

penguasa Raja Haile Selassi di Ethiopia

Belanda dengan raja yang menjadi simbol

Tenno Heika di Jepang (the son of sun)

Raja ‘Jawa Kuno’ (Titisan Brahmana)

Kedaulatan Raja,

Niccolo Machiavelli, Jean Bodin, Thomas Hobbes dan Hegel

abad XV- berkembang

- perkembangan kekuasaan yang sudah bergeser dari gereja (Paus) ke

Raja Kedaulatan negara terletak di tangan raja sebagai penjelmaan

kehendak Tuhan

Raja juga merupakan bayangan dari Tuhan (Jean Bodin)

Agar negara kuat, raja harus berkuasa mutlak dan tak terbatas (N.

Machiavelli)

Page 39: Ilmu Negara Part 2

Raja berada di atas Undang-undang, rakyat harus rela menyerahkan

hak asasi dan kekuasaannya secara mutlak kepada raja (Thomas Hobbes)

Louis XIV (1643 – 1715) di PrancisKedaulatan Negara,

George Jellinek, dan Paul Laband

- berkembang abad XV-XIX

- diilhami gerakan Renaissance ajaran Niccolo Machiavelli (negara sebagai

sentral kekuasaan) Kekuasaan pemerintah bersumber dari kedaulatan

negara (staat souverieniteit)

Negera sumber kedaulatan dengan kekuasaan tak terbatas

Karena negara abstrak, kekuasaannya diserahkan kepada raja atas

nama negara

Negaralah yang menciptakan hukum, maka kedudukan negara sendiri

tidaklah wajib tunduk kepada hukum Menjelang revolusi Bolsywik (1917)

di Rusia

Hitler di Jerman

B. Musollini di Italia

Kedaulatan Hukum (Nomokrasi),

Immanuel Kant, H. Krabbe dan Kranenburg

- pasca revolusi Prancis

- diilhami semboyan Liberte, Egalite dan Fraternite Kekuasaan hukum

sebagi kekuasaan tertinggi dalam negara (rechts souvereinitiet)

Kekuasaan negara bersumber pada hukum dan hukum bersumber pada

rasa keadilan dan kesadaran hukum

Pemerintah/negara hanya penjaga malam yang melindungi HAM tanpa

campur tangan urusan sosial-ekonomi masyarakatnya (teori negara

hukum murni – Immanuel Kant)

Negara berdasarkan atas hukum / negara hukum (Krabbe)

Fungsi Welfare State (Kranenburg) Negara-negara Eropa pada

umumnya dan Amerika setelah abad XVIII

Kedaulatan Rakyat,

Solon, John Locke, Montesquieu dan Jean Jacques Rousseau

- sekitar abad XVII-XIX

- dipengaruhi kedaulatan hukum dan demokrasi; rakyat sebagai subjek

negara Rakyat merupakan kesatuan individu yang dibentuk sesuai

perjanjian masyarakat

Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang memberikan

sebagian haknya kepada penguasa untuk kepentingan bersama

Penguasa dipilih/ditentukan atas dasar kehendak rakyat (Volonte

Generale) melalui perwakilan dan pemilihan

Pemerintah harus mengembalikan hak-hak sipil kepada warganya (Civil

Page 40: Ilmu Negara Part 2

Right) Hampir pada semua negara merdeka, namun pelaksanaanya

tergantung pada rezim yang berkuasa, ideologi, perkembangan politik,

sosial budaya dll.

D. Pengakuan dari Negara lain yang Berdaulat

Dalam tata hubungan internasional, adanya status negara yang merdeka

merupakan prasyarat yang harus dipenuhi. Walaupun hanya merupakan

unsur deklaratif atau sekunder, adanya pengakuan dari negara lain

dianggap penting atau strategis antara lain karena :

1. adanya kehawatiran terancam kelangsungan hidupnya, baik yang

timbul dari dalam (seperti kudeta) maupun intervensi dari luar atau

negara lain, dan

2. ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri, bahwa suatu

negara tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan

negara lain. Ketergantungan itu terutama terletak dalam usaha

memecahkan masalah-masalah ekonomi, politik, sosial, budaya,

pertahanan dan keamanan.

Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan menjadi :

1. Pengakuan de facto yaitu pengakuan tentang kenyataan adanya suatu

negara yang dapat mengadakan hubungan dengan negara lain yang

mengakuinya, diberikan setelah unsur konstitutif atau primer terpenuhi

dan pemerintahan telah dapat berjalan stabil, menurut sifatnya

pengakuan ini dibedakan menjadi ; pengakuan de facto bersifat tetap

(pengakuan dari negara lain hanya dapat menimbulkan hubungan di

bidang perdagangan dan ekonomi [konsul], sedangkan untuk tingkat duta

masih belum dapat), dan pengakuan de facto bersifat sementara

(pengakuan sementara waktu menunggu stabil tidaknya pemerintahan

dan apakah negara tersebut dapat terus berjalan atau akan berakhir atau

mati yang kemudian pengakuan pun ditarik kembali).

2. Pengakuan de jure yaitu pengakuan secara resmi berdasarkan atas

hukum dengan segala konsekuensi hukumnya, menurut sifatnya

pengakuan ini dibedakan menjadi ; pengakuan de jure bersifat tetap

(pengakuan yang berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat

kenyataan bahwa pemerintahan negara baru tersebut telah dapat berjalan

stabil hingga jangka waktu tertentu) dan pengakuan de jure yang bersifat

penuh (pengakuan yang berdampak dapat diadakannya hubungan dalam

segala bidang seperti perdagangan, ekonomi dan diplomatik-politik.

Sehingga atase, konsul, duta, perwakilan diplomatik dan lain sejenisnya

dapat dibuka.

Republik Indonesia yang memproklamirkan kemerdekaannya pada

tanggal 17 Agustus 1945 baru diakui oleh negara lain dalam beberapa

tahun kemudian seperti oleh Mesir pada tahun 1947, Belanda pada

Page 41: Ilmu Negara Part 2

tanggal 27 Desember 1949, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun

1950 (penerimaan pertama kali sebagai anggota).

BAB V

BENTUK NEGARA, KENEGARAAN, DAN PEMERINTAHAN

A. Bentuk Negara :

1. Negara Kesatuan (Unitarisme) adalah negara merdeka dan berdaulat

yang pemerintahannya diatur oleh pemerintah pusat.

Di dalam negara kesatuan, pemerintah pusat mempunyai wewenang

untuk mengatur seluruh wilayahnya melalui pembentukan daerah-daerah

(propinsi, kabupaten, kota, kecamatan, desa dan lain-lain). Sistem

pemerintahan negara dilaksanakan sesuai dengan asas atau kombinasi

asas, antara lain :

a. asas desentralisasi ; deerah diberikan kesempatan, kekuasaan,

kewenangan dan tanggung jawab untuk mengurus rumah tangganya

sendiri / otonomi daerah yang dinamakan daerah swatantra

b. asas sentralisasi ; segala sesuatu dalam negara diatur dan diurus

pemerintah pusat, sedangkan daerah tinggal melaksanakannya

c. asas dekonsentrasi ; pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat

kepada pejabat-pejabatnya di daerah, untuk melaksanakan urusan-urusan

pemerintahan pemerintah pusat yang ada di daerah, serta

d. asas tugas pembantuan ; tugas untuk turut serta dalam melaksanakan

urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom

oleh pemerintah pusat atau daerah otonom tingkat atasnya dengan

kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan

Bentuk negara kesatuan pada umumnya memiliki sifat atau ciri antara lain

:

kedaulatan negara mencakup ke dalam dan ke luar yang ditangani

pemerintah pusat

negara hanya mempunyai satu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi,

satu Kepala Negara, satu Dewan Menteri atau Kabinet dan satu Lembaga

Perwakilan atau Parlemen

hanya ada satu kebijaksanaan yang menyangkut persoalan politik,

ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan

2. Negara Serikat (Federasi atau Bondstaat) pada umumnya adalah suatu

bentuk negara yang terdiri atas beberapa negara bagian yang

menggabungkan diri untuk membentuk suatu kerjasama yang efektif.

Negara-negara bagian tersebut hanya menyerahkan sebagian urusannya

kepada pemerintah federal (pusat) yang menyangkut kepentingan dan

tujuan bersama, seperti urusan keuangan, pertahanan negara, pos,

telekomunikasi, dan hubungan luar negeri. Meskipun demikian, kekuasaan

asli tetap ada pada negara bagian, karena negara bagian berhubungan

Page 42: Ilmu Negara Part 2

langsung dengan rakyatnya. Seperti Amerika Serikat, Australia, India,

Jerman, Malaysia, dan Swiss.

Ikatan kerjasama antar negara bagian yang membentuk negara federasi

umumnya berupa perjanjian multilateral, yang perjanjian itu sendiri dapat

bersifat erat maupun agak renggang, sehingga jika salah satu negara

bagian itu keluar dari ikatan kerjasama atau negara federasinya, maka

secara serta merta putus juga hubungan antara negara bagian itu dengan

negara federasi.

Bentuk negara serikat pada umumnya memiliki sifat atau ciri-ciri antara

lain :

a. tiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun kekuasaan asli

tetap berada pada negara bagian.

b. kepala negara dipilih olah rakyat dan bertanggung jawab kepada

rakyat.

c. pemerintah pusat memperoleh kedaulatan dari negara-negara bagian

untuk urusan ke luar dan sebagian ke dalam.

d. setiap negara bagian berwenang membuat Undang-Undang Dasar atau

Konstitusi sendiri, selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar atau Konstitusi Negara Serikat.

e. kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) atas

rancangan Undang-undang, peraturan atau kebijakan yang diajukan oleh

parlemen (senat atau kongres).

Berdasarkan sifat hubungan ikatan kerjasama antara pemerintah negara

federasi dengan pemerintah negara-negara bagian, maka negara federasi

dapat dibedakan menjadi dua macam jenis, yaitu Negara Serikat (Federal)

dan Perserikatan Negara (Konfederasi), perbedaannya menurut para ahli

antara lain yaitu :

a. George Jellinek ; apabila kedaulatan itu ada pada negara federal, jadi

yang memegang itu adalah pemerintah federal atau pemerintah

gabungannya, maka negara federasi itu disebut Negara Serikat (Federal).

Sedangkan kalau kedaulatan itu masih tetap ada pada negara-negara

bagian, maka negara federal yang demikian disebut Perserikatan Negara

(Konfederasi).

b. Kranenburg ; apabila peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh

pemerintah negara federasi atau pemerintah gabungannya itu dapat

secara langsung berlaku atau mengikat terhadap para warga negara dari

negara-negara bagian, maka negara federasi itu adalah berjenis Negara

Serikat (Federal). Sedangkan kalau peraturan-peraturan hukum yang

dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah federasi atau pemerintah

gabungannya itu tidak dapat secara langsung berlaku atau mengikat

terhadap para warga negara dari negara-negara bagian sebelum

Page 43: Ilmu Negara Part 2

dikuatkan, disahkan, dan diberlakukan oleh masing-masing negara bagian

sendiri, maka negara federasi yang demikian disebut sebagai Perserikatan

Negara (Konfederasi).

Selanjutnya menurut Kranenburg antara Negara Federasi dan Negara

Kesatuan dapat ditunjukkan perbedaannya sebagai berikut :

a. Pada Negara Federasi negara-negara bagian mempunyai wewenang

untuk membuat UUD-nya sendiri (Pouvoir Constituant) dan dapat

menentukan bentuk organisasinya masing-masing dalam batas-batas

yang tidak bertentangan dengan konstitusi negara federal. Sedangkan

pada Negara Kesatuan daerah-daerah tidak dapat membuat UUD sendiri,

dalam hal ini organisasi kekuasannya telah ditentukan oleh pembuat

Undang-undang di pusat.

b. Dalam Negara Federasi wewenang pembuat Undang-undang

pemerintah federasi ditentukan secara terperinci sedangkan wewenang

lainnya ada pada negara-negara bagian (residu power atau reserved

power). Sebaliknya dalam Negara Kesatuan, wewenang secara terperinci

terdapat pada daerah-daerah dan residu power-nya ada pada pemerintah

pusat.

B. Bentuk Kenegaraan

1. Koloni adalah suatu negara yang menjadi jajahan dari negara lain.

Dalam negara koloni, urusan politik, hukum dan pemerintahan masih

tergantung pada negara yang menjajahnya. Seperti saat Indonesia masih

merupakan daerah kolonial Belanda

2. Trustee (Perwakilan) adalah wilayah jajahan dari negara yang kalah

dalam Perang Dunia II dan berada di bawah naungan Dewan Perwakilan

Perserikatan Bangsa-Bangsa serta negara yang menang perang. Seperti

Papua New Guinea, bekas jajahan Jepang yang berada di bawah naungan

Perserikatan Bangsa-Bangsa sampai tahun 1975

3. Mandat adalah suatu negara yang tadinya merupakan jajahan dari

negara yang kalah dalam Perang Dunia I dan diletakkan di bawah

perlindungan suatu negara yang menang perang dengan pengawasan

Dewan Mandat Liga Bangsa-Bangsa. Seperti negara Kamerun, bekas

jajahan Jerman yang menjadi Mandat Prancis

4. Protektorat adalah suatu negara yang berada di bawah lindungan

negara lain yang kuat, biasanya negara yang dilindungi tidak dianggap

merdeka dan berdaulat. Hal-hal yang berhubungan dengan urusan luar

negeri dan pertahanan negara diserahkan kepada negara pelindungnya

(Suzuren atau Suzerein). Seperti Tunisia, Maroko dan Indo-Cina sebelum

merdeka merupakan Protektorat Prancis

Menurut Samidjo, S.H., protektorat dapat dibedakan menjadi :

a. Protektorat Kolonial, yaitu bentuk protektorat yang menyerahkan

Page 44: Ilmu Negara Part 2

urusan hubungan luar negeri, pertahanan keamanan serta dalam negeri

kepada pemerintah pelindunganya (union francaise), dan

b. Protektorat Internasional, yaitu protektorat yang masih tetap

memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Dalam hal ini,

negara yang dilindungi dalam beberapa urusan luar negeri, pertahanan

keamanan serta dalam negeri tidak banyak bergantung pada negara

pelindungnya karena negara yang dilindungi dianggap sebagai subjek

hukum internasional. Seperti Mesir semasa Protektorat Turki tahun 1917,

Zanzibar semasa Protektorat Inggris tahun 1890, dan Albania semasa

Protektorat Italia tahun 1936

5. Dominion adalah merupakan bentuk negara yang khusus dalam

lingkungan Kerajaan Inggris, yaitu suatu negara yang sebelumnya

merupakan jajahan Inggris yang telah merdeka dan berdaulat, serta

mengakui Raja Inggris sebagai Rajanya (lambang persatuan). Negara-

negara Dominion ini tergabung dalam ‘The British Commonwealth of

Nations’ (Negara-negara Persemakmuran). Negara-negara Dominion

mempunyai kemerdekaan dan kedaulatan penuh dalam mengurus

praktek-praktek kenegaraannya baik yang bersifat ke dalam maupun

urusan luar negeri. Seperti Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika

Selatan, India, dan Malaysia

6. Uni adalah gabungan dua atau lebih negara merdeka dan berdaulat

dengan satu kepala negara yang sama. Dalam hal ini Uni dibedakan

menjadi :

f. Uni Personil atau Personale Unie, yaitu dua negara atau lebih yang

kebetulan mempunyai raja yang sama sebagai kepala negara, sementara

segala urusan dalam dan luar negeri diurus oleh masing-masing negara.

Seperti Benelux (Belgia, Nederland dan Luxemburg) yang tergabung

dalam Uni Personil tahun 1839-1890, dan

g. Uni Riil / Reele Unie, yaitu dua negara atau lebih yang berdasarkan

suatu traktat mengadakan ikatan yang dikepalai oleh seorang raja dan

membentuk alat kelengkapan ‘Uni’ guna mengatur kepentingan bersama

yang umumnya berupa persoalan-persoalan menyangkut urusan politik

luar negeri. Seperti Uni Australia-Hongaria tahun 1867-1919

Sedangkan Uni Indonesia-Belanda hasi KMB tanggal 27 Desember 1949

yang dibubarkan tanggal 21 April 1956, bukanlah merupakan Uni Personal

karena kedua negara tidak mempunyai kepala negara bersama dan juga

bukan Uni Riil karena tidak mempunyai alat kelengkapan bersama, tetapi

merupakan suatu bentuk Uni yang khas (Uni Sui Generis)

C. Tife-tife Negara

Teori tife-tife negara membahas tentang penggolongan negara dengan

didasarkan kepada ciri-ciri khas, yang secara garis besar dibedakan

Page 45: Ilmu Negara Part 2

menjadi tife negara menurut sejarah dan ditinjau dari sisi hukum, yaitu :

Tife negara menurut sejarah, antara lain :

1. tife negara Timur Purba, yang pada umumnya bertife tirani di mana

para raja (pemerintahan) berkuasa sangat mutlak atau absolut, sering

dianggap sebagai dewa, anak dewa atau titisan dewa, serta bersifat

‘atheoeraties’ (keagamaan)

2. tife negara Yunani Kuno, bertife polis atau negara kota (city state) yaitu

hanya sebesar kota yang dikelilingi benteng pertahanan, pemerintahan

demokrasi langsung dengan penduduk sedikit dan diberi palajaran ilmu

pengetahuan ‘encyclopaedie’, pemerintahan berjalan dengan

mengumpulkan rakyat di suatu tempat ‘acclesia’. Dalam rapat

dikemukakan kebijaksanaan pemerintah (yang selalu dipegang para ahli

filsafat) untuk dipecahkan bersama rakyat

3. tife negara Romawi, berupa imperium dan pada saat itu Yunani pun

merupakan daerah jajahannya. Pemerintahan Romawi dipegang oleh

Caesar yang menerima seluruh kekuasaan dari rakyat ‘Caesarimus’ dan

memerintah secara mutlak, pada sisi lain terdapat Undang-undang yang

dikenal dengan istilah Lex Regia

3. tife negara Romawi, berupa imperiumbaik antara penguasa dengan

rakyat sehingga kemudian timbul keinginan rakyat untuk membatasi hak

dan kewajiban antara raja dan rakyat lalu disepakati perjanjian dan

diletakkan dalam ‘leges fundamentalis’ yang berlaku sebagai Undang-

undang, pemilik dan penyewa tanah yang melahirkan feodalisme, serta

negarawan dan gerejawan yang melahirkan sekularisme

5. tife negara Modern, pada tife ini berlaku asas demokrasi, dianutnya

paham negara hukum, serta didominasi oleh susunan negara kesatuan,

dalam pengertian hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintahan pusat

yang mempunyai wewenang tertinggi

Tife negara ditinjau dari sisi hukum, di mana penggolongan negara-negara

dengan melihat hubungan antara penguasa dengan rakyat, antara lain :

1. Tife negara polisi (polizei staat), di mana negara bertugas hanya

menjaga tata tertib saja (penjaga malam), pemerintahan bersifat monarki

absolute. Pengertian polisi adalah ‘welvaartzorg’ (penyelenggara

kesejahteraan) yang mencakup pengertian ; penyelenggaraan negara

posistif (bestuur) dan penyelenggaraan negara negatif (menolak bahaya

yang mengancam keamanan negara).

2. Tife negara hukum (rechts staat), di mana setiap tindakan penguasa

dan rakyat harus berdasarkan hukum. Tife ini memiliki tiga bentuk yaitu :

a. tife negara hukum liberal; menghendaki supaya negara berstatus pasif,

artinya bahwa warga negara harus tunduk pada peraturan-peraturan

negara, penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Di sini kaum

Page 46: Ilmu Negara Part 2

liberal menghendaki agar antara penguasa dan yang dikuasai ada suatu

persetujuan dalam bentuk hukum, termasuk persetujuan yang

menguasasi negara

b. tife negara hukum formil; yaitu negara hukum yang mendapat

pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk

hukum tertentu harus berdasarkan Undang-undang. Negara hukum formil

ini disebut pula dengan negara demokratis yang berlandaskan negara

hukum. Dalam hal ini menurut Stahl seorang sarjana Denmark, negara

hukum formil haruslah memenuhi empat unsur, yakni :

1) bahwa harus ada jaminan terhadap hak-hak asasi

2) adanya pemisahan kekuasaan

3) pemerintah didasarkan pada Undang-undang, dan

4) harus ada peradilan administratif

c. tife negara hukum materiil; merupakan perkembangan lebih lanjut

daripada negara hukum formil, tindakan penguasa harus berdasarkan

Undang-undang atau adanya asas legalitas, maka dalam negara hukum

materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan

warga negaranya dibenarkan bertindak menyimpang dari Undang-undang

atau berlaku asas ‘opportunitas’

3. Tife negara kemakmuran (wohlfare staat / welfare state), negara

mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat. Dalam negara kemakmuran,

maka negara adalah alat satu-satunya untuk menyelenggarakan

kemakmuran rakyat, di sini negara aktif dalam menyelenggarakan

kemakmuran warga negaranya, untuk kepentingan seluruh rakyat dan

negara. Jadi pada tife ini tugas negara semata-mata hanyalah

menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan seoptimal mungkin

D. Bentuk Pemerintahan

1. Bentuk Pemerintahan Klasik

Menurut pendapat Mac Iver dan Leon Duguit, Teori-teori tentang bentuk

pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan antara

bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, S.H.

berpendapat bahwa bentuk negara Aristokrasi dan Demokrasi adalah

bentuk pemerintahan klasik, sedangkan Monarki dan Republik adalah

bentuk pemerintahan modern. Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan

dapat dibedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat

pemerintahannya

Ajaran Plato (429-347 SM); bentuk pemerintahan terbagi atas Aristokrasi

(pemerintahan oleh kaum cendekiawan), Oligarchi (pemerintahan oleh

sekelompok golongan kecil), Timokrasi (pemerintahan oleh golongan

hartawan atau konglomerat), Demokrasi (pemerintahan rakyat),

Mobokrasi (kemerosotan demokrasi) dan Tirani (pemerintahan diktator

Page 47: Ilmu Negara Part 2

oleh seorang Tiran)

Ajaran Aristoteles (384-322 SM); bentuk pemerintahan terbagi atas

Monarchi, Tirani atau Despotie, Aristokrasi, Oligarchi atau Plutocrasi,

Politea atau Republik, dan Demokrasi

Ajaran Polibius (204-122 SM); bentuk pemerintahan terbagi atas Monarchi,

Tirani, Aristokrasi, Oligarchi, Demokrasi, dan Okhlokrasi (semakna dengan

Mobokrasi)

2. Bentuk Pemerintahan Monarchi (Kerajaan), yaitu apabila suatu

negara dikepalai oleh seorang raja, ratu, syah, sultan, kaisar atau

sejenisnya yang bersifat turun temurun dan untuk jabatan seumur hidup.

Monarchi dapat dibedakan menjadi :

a. Monarchi Absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara

kerajaan di mana kekuasaan dan wewenang kepala negara tidak terbatas

dan segala fungsi kekuasaan pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif,

federatif dan lain-lain) menjadi satu padanya. Seperti Louis XIV di Prancis

(“L’etad C’est Moi”)

b. Monarchi Konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu

negara kerajaan di mana kekuasaaan dan wewenang kepala negara

diatur, menurut dan dibatasi oleh Undang-Undang Dasar atau Konstitusi.

Hal ini dapat terjadi karena kehendak kepala negara itu sendiri seperti

Jepang dengan Hak Octrooi, maupun karena tuntutan revolusi rakyat

seperti Bill of Rights 1689 di Inggris, Yordania, Denmark, Saudi Arabia dan

Brunei Darussalam

c. Monarchi Parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara

kerajaan di mana kepala negara hanya merupakan simbol kekuasaaan

dan persatuan yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat serta

dipertanggungjawabkan (the King can do not wrong). Namun dalam

sistem pemerintahan, kekuasaan tertinggi dipegang oleh parlemen,

sedangkan kekuasaan eksekutif dipegang oleh perdana menteri dengan

dewan menteri atau kabinetnya yang bertanggung jawab kepada

parlemen baik secara sendiri atau bersama-sama (tanggung jawab politik,

pidana dan keuangan). Seperti Inggris, Belanda dan Malaysia

3. Bentuk Pemerintahan Republik, yaitu pemerintahan yang berasal

dari rakyat dan dipimpin oleh seorang presiden untuk masa jabatan

tertentu guna melaksanakan kepentingan umum (res publica berarti

kepentingan umum). Republik dapat dibedakan menjadi :

a. Republik Absolut, yaitu ketika pemerintahan berlangsung secara

diktator tanpa pembatasan kekuasaan dan mengabaikan konstitusi, untuk

legitimasi kekuasaan biasanya digunakanlah alat partai politik

b. Republik Konstitusional, yaitu ketika presiden selaku kepala negara dan

pemerintahan menjalankan roda pemerintahan menurut dan berdasarkan

Page 48: Ilmu Negara Part 2

ketentuan konstitusi serta perundang-undangan, di samping itu

pengawasan efektif juga dilaksanakan oleh parlemen

c. Republik Parlementer, yaitu ketika presiden hanya merupakan kepala

negara saja yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat dan

dipertanggungjawabkan. Namun dalam sistem pemerintahan, kekuasaan

tertinggi dipegang oleh parlemen, sedangkan kekuasaan eksekutif

dipegang oleh perdana menteri dengan dewan menteri atau kabinetnya

yang bertanggung jawab kepada parlemen baik secara sendiri atau

bersama-sama (tanggung jawab politik, pidana dan keuangan)

E. Sistem Pemerintahan

Setelah mengetahui tentang pemerintahan, dan sebelum menjabarkan

lebih lanjut tentang jenis-jenis sistem pemerintahan, kiranya perlu

diketahui terlebih dahulu tentang yang dimaksud dengan sistem, yang

dalam pandangan bebrapa ahli, antara lain dikemukakan :

Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si. ; Sistem adalah kesatuan yang utuh

dari sesuatu rangkaian, yang kait mengait satu sama lain, bagian atau

anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya.

Begitulah seterusnya sampai pada bagian yang terkecil, rusaknya salah

satu bagian akan mengganggu kestabilan sistem itu sendiri secara

keseluruhan

Musanef ; Sistem adalah suatu sarana yang menguasasi keadaan dan

pekerjaan agar dalam menjalankan tugas dapat teratur

Poerwadarminta ; Sistem adalah sekelompok bagian-bagian (alat dan

sebagainya), yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu

maksud

Prajudi ; Sistem adalah suatu jaringan daripada prosedur-prosedur yang

berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk

menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan

Pramudji ; Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang

kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau

bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang

kompleks atau utuh

Sumantri ; Sistem adalah bagian-bagian yang bekerja bersama-sama

untuk melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau

tidak dapat menjalankan tugasnya, maka maksud yang hendak dicapai

tidak akan terpenuhi atau setidak-tidaknya sistem yang sudah terwujud

akan mendapat gangguan

Jenis sistem pemerintahan yang umum dikenal yaitu :

1. Sistem Pemerintahan Parlementer, di mana parlemen atau legislatif

atau dewan perwakilan, memiliki kekuasaan dan wewenang kontrol yang

sangat kuat terhadap eksekutif (perdana menteri bersama kabinet atau

Page 49: Ilmu Negara Part 2

dewan menterinya), dan apabila pertanggungjawabannya tidak diterima

parlemen dan / atau berdasarkan mosi tidak percaya, maka eksekutif pun

akan jatuh dan diganti

Maka ciri-ciri pemerintahan Parlementer antara lain :

a. kekuasaan parlemen atau legislatif atau dewan perwakilan lebih kuat

daripada kekuasaan eksekutif atau pemerintah (perdana menteri)

b. para menteri (kabinet atau dewan menteri) harus mempertanggung-

jawabkan semua tindakannya kepada parlemen atau legislatif atau dewan

perwakilan, artinya setiap kebijakan para menteri (kabinet atau dewan

menteri) harus mendapat kepercayaan, restu atau mosi dari parlemen

atau legislatif atau dewan perwakilan

c. program-program kebijakan para menteri (kabinet atau dewan menteri)

harus disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan politik sebagian besar

anggota parlemen atau legislatif atau dewan perwakilan, karena parlemen

atau legislatif atau dewan perwakilan dapat menjatuhkan para menteri

(kabinet atau dewan menteri) dengan memberikan mosi tidak percaya

kepada pemerintah

d. kedudukan kepala negara (raja, ratu, syah, sultan, kaisar atau

sejenisnya) sebagai lambang atau simbol negara yang tidak dapat

diganggu gugat

2. Sistem Pemerintahan Presidensiil (Presidensial), di mana, presiden

selaku kepala negara sekaligus kepala pemerintahan (beserta kabinet

atau dewan menterinya) memiliki kekuasaan dan wewenang yang

cenderung kuat, sehingga walaupun parlemen tetap memiliki fungsi

kontrol, namun tidak sampai atau tidak mudah untuk menjatuhkan dan

mengganti eksekutif

Maka ciri-ciri pemerintahan Presidensiil (Presidensial), antara lain :

a. dikepalai oleh seorang presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif

(kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara)

b. kekuasaan eksekutif atau pemerintah dijalankan berdasarkan

kedaulatan rakyat yang dipilih dari, oleh dan untuk rakyat, baik secara

langsung ataupun melalui badan perwakilan

c. presiden mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat dan

memberhentikan para pembantunya (menteri), baik yang memimpin

departemen maupun non departemen, walaupun terkadang terdapat

ketentuan bahwa hal demikian dilakukan dengan juga mendengarkan

aspirasi atau pandangan dari parlemen atau legislatif atau dewan

perwakilan

d. para menteri hanya bertanggungjawab kepada presiden, bukan

parlemen atau legislatif atau dewan perwakilan

e. presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen atau legislatif atau

Page 50: Ilmu Negara Part 2

dewan perwakilan. Oleh sebab itu antara keduanya tidak dapat saling

menjatuhkan, kecuali menurut tata cara yang diatur dalam Undang-

Undang Dasar atau konstitusi

3. Sistem Pemerintahan Campuran, merupakan kombinasi dari dua sistem

sebelumnya, di mana untuk kepala negara dipegang oleh seorang

presiden yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat, dipertanggung

jawabkan, dan dijatuhkan oleh parleman, bahkan selain sebagai simbol

negara, presiden dalam keadaan tertentu juga dapat membubarkan

parlemen atau legislatif atau dewan perwakilan. Namun dalam sistem

pemerintahan, kekuasaan tertinggi dipegang oleh parlemen atau legislatif

atau dewan perwakilan, sedangkan kekuasaan eksekutif dipegang oleh

perdana menteri dengan dewan menteri atau kabinetnya yang

bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif atau dewan

perwakilan baik secara sendiri atau bersama-sama (tanggung jawab

politik, pidana dan keuangan)

Pada praktek kenegaraan Swiss, di mana ajaran pemisahan kekuasaan

dari Montesquieu ditafsirkan dengan menempatkan badan eksekutif hanya

sebagai badan pelaksana, atau badan pekerja saja dari apa yang telah

diputuskan oleh badan legislatif, maka sistem pemerintahan seperti ini

disebut dengan Sistem Pemerintahan Badan Pekerja atau Referendum.

Sedangkan Prancis pernah pula melaksanakan sistem pemerintahan yang

disebut dengan Majelis Perwakilan

Berdasarkan struktur dari partai-partai politiknya, maka Maurice Duverger

mengklasifikasikan sistem pemerintahan menjadi :

1. Sistem Pemerintahan Berpartai Tunggal (mono / single party), seperti

Uni Sovyet (USSR)

2. Sistem Pemerintahan Berpartai Dua (duo / double / dwi party), seperti

Amerika Serikat (USA) dan Inggris

3. Sistem Pemerintahan Berpartai Banyak (multy party), seperti Prancis,

Jerman, Italia dan Indonesia

Jika selain struktur pemerintahan, juga diperhatikan kekuasaan para

penguasa dan cara-cara pembatasan kekuasaan, maka sistem

pemerintahan diklasifikasikan menjadi :

1. Sistem Pemerintahan Bebas, di mana kekuasaan penguasa dibatasi

sekeras-kerasnya, sedangkan kemerdekaan individu atau warga negara

dijamin secara istimewa, terkecuali dalam lapangan ekonomi. Seperti

Inggris, Amerika Serikat dan Swiss

2. Sistem Pemerintahan Setengah Bebas, di mana kekuasaan penguasa

dibatasi secara lemah, demikian pula jaminan bagi para individu atau

warga negara sifatnya lemah. Seperti di negara-negara Balkan dan

beberapa negara Amerika Selatan

Page 51: Ilmu Negara Part 2

3. Sistem Pemerintahan Totaliter atau Kolektif, di mana kekuasaan

penguasa bersifat mutlak atas para individu atau warga negara,

kekuasaan mutlak ini disokong oleh partai politik yang oleh Maurice

Deverger disebut dengan polisi politik, dengan monopoli atas media

massa, sensus dan sebagainya. Seperti Rusia, Jeman semasa Nazi, dan

Italia semasa Facis

Jika dilihat dari proses pemilihan dan pengangkatan penguasa negara,

maka klasifikasi sistem pemerintahan menjadi :

1. Sistem Pemerintahan Liberal, di mana pengangkatan para penguasa

dilakukan melalui pemilihan yang bebas

2. Sistem Pemerintahan Setengah Liberal, di mana pengangkatan para

penguasa dilakukan melalui pemilihan yang terpimpin

3. Sistem Pemerintahan Totaliter atau Kolektif, di mana pengangkatan

para penguasa tidak dilakukan melalui pemilihan, atau jika pun

dilaksanakan pemilihan, hanya bersifat formalitas dan pura-pura atau

plebisit

Sedangkan jika dilihat dari kenyataan yang setepat-tepatnya, lepas dari

penggolongan atau klasifikasi tertentu, dan hanya perpegangan pada

prakiraan dari segi logika, menurut Maurice Duverger, secara garis besar

pemerintahan di dunia hanya dibagi menjadi tiga tife dasar, yaitu :

1. Tife Inggris. Seperti Inggris, negara-negara dominion inggris dan di

kebanyakan Eropa Barat

2. Tife Amerika. Seperti pada sebagian besar negara di benua Amerika

selain Kanada

3. Tife Rusia. Seperti Rusia, negara bekas bagian Uni Sovyet (USSR) dan

negara-negara satelitnya

Di luar ketiga tife atau sistem tersebut di atas, menurut Maurice Deverger

kita hanya akan dapat menjumpai sistem pemerintahan ‘Arkais’, yaitu

sistem pemerintahan peninggalan dari jaman kono, dan rakyat-rakyat

jajahan atau setengah jajahan yang sama sekali tidak berpemerintahan

autonom

F. Khilâfah Islâmiyyah (The Special Model)

Khilâfah, sebagai sebuah istilah politik maupun sistem pemerintahan,

sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru. Hanya saja, keterputusan

kaum Muslim dengan akar sejarah masa lalu merekalah yang menjadikan

Khilâfah ‘asing’, bukan hanya dalam konteks sistem pemerintahan

mereka, tetapi bahkan dalam kosakata politik mereka. Kalaupun sebagian

kalangan Muslim mengakui eksistensi Khilâfah dalam sejarah, gambaran

mereka tentang Khilâfah bias dan beragam. Ada yang menyamakan

Khilâfah dengan kerajaan. Ada yang menganggap Khilâfah sebagai sistem

pemerintahan otoriter dan antidemokrasi. Ada yang memandang Khilâfah

Page 52: Ilmu Negara Part 2

sama dengan sistem pemerintahan teokrasi. Ada juga yang menilai

Khilâfah sebagai sistem pemerintahan gabungan antara demokrasi dan

teokrasi (baca: teodemokrasi).

Ketika dijelaskan bahwa sistem pemerintahan Khilâfah bukan monarki

(kerajaan), bukan republik, bukan kekaisaran (imperium) dan bukan pula

federasi, sebagian kalangan Muslim sendiri malah ada yang menyindir,

bahwa kalau begitu, Khilâfah adalah sistem pemerintahan yang ‘bukan-

bukan’. Sikap demikian wajar belaka mengingat: (1) Umat sudah lama

hidup dalam sistem pemerintahan sekuler; (2) Pendidikan politik di

bangku-bangku akademis/lembaga pendidikan selalu hanya mengenalkan

model-model pemerintahan tersebut [monarki, republik, imperium atau

federasi] tanpa pernah memasukkan sistem Khilâfah sebagai salah satu

model pemerintahan di luar model mainstream tersebut; (3) Jauhnya

generasi umat Islâm saat ini dari akar sejarah masa lalu mereka, termasuk

sejarah Kekhilâfahan Islâm yang amat panjang, lebih dari 13 abad.

Uraian berikut, meski serba ringkas, ingin mengenalkan apa itu Khilâfah.

Tidak lain agar kita sedikit-banyak mengenal hakikat Khilâfah sebagai

sebuah sistem pemerintahan Islâm yang khas, yang berbeda dengan

semua sistem pemerintahan di dunia saat ini.

1. Definisi Khilâfah

a. Secara Bahasa;

Khilâfah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi

khalafa, yang berarti: menggantikan atau menempati tempatnya

(Munawwir, 1984:390). Khilâfah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang

yang datang setelah orang lain lalu menggantikan posisinya (Al-Mu‘jam al-

Wasîth, I/251. Lihat juga: Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, I/882-883)

Jadi, menurut bahasa, khalîfah adalah orang yang mengantikan orang

sebelumnya. Jamaknya, khalâ’if atau khulafâ’. Inilah makna firman Allâh

Swt.: Berkata Musa kepada saudaranya, Harun, “Gantikanlah aku dalam

(memimpin) kaumku.” (TQS. al-A’raf [7]: 142).

Menurut Imam ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan

mengapa as-sulthan al-a’zham (penguasa besar umat Islâm) disebut

sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu

menggantikan posisinya (Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, I/199).

b. Khilâfah menurut syariah;

Kata khilâfah banyak dinyatakan dalam hadits, misalnya:

Sesungguhnya (urusan) agama kalian berawal dengan kenabian dan

rahmat, lalu akan ada khilâfah dan rahmat, kemudian akan ada kekuasaan

yang tiranik. (THR. al-Bazzar).

Kata khilâfah dalam hadis ini memiliki pengertian: sistem pemerintahan,

pewaris pemerintahan kenabian. Ini dikuatkan oleh sabda Rasul saw.:

Page 53: Ilmu Negara Part 2

Dulu Bani Israel dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi

wafat, nabi lain menggantikannya. Namun, tidak ada nabi setelahku, dan

yang akan ada adalah para khalifah, yang berjumlah banyak. (HR al-

Bukhari dan Muslim).

Dalam pengertian syariah, Khilâfah digunakan untuk menyebut orang

yang menggantikan Nabi saw. dalam kepemimpinan Negara Islâm (ad-

dawlah al-Islâmiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada

masa awal Islâm. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah

Khilâfah digunakan untuk menyebut Negara Islâm itu sendiri (Al-Khalidi,

1980:226. Lihat juga: Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa

Adillatuhu, IX/823).

c. Banyak sekali definisi tentang Khilâfah—atau disebut juga dengan

Imamah—yang telah dirumuskan oleh oleh para ulama. Beberapa di

antaranya adalah sebagai berikut:

1) Khilâfah adalah kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan

urusan-urusan umat, serta pemikulan tugas-tugasnya (Al-Qalqasyandi,

Ma’âtsir al-Inâfah fî Ma‘âlim al-Khilâfah, I/8).

2) Imamah (Khilâfah) ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam

penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Mawardi, Al-Ahkâm

as-Sulthâniyah, hlm. 3).

3) Khilâfah adalah pengembanan seluruh urusan umat sesuai dengan

kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka,

baik ukhrawiyah maupun duniawiyah, yang kembali pada kemaslahatan

ukhrawiyah (Ibn Khladun Al-Muqaddimah, hlm. 166 & 190).

4) Imamah (Khilâfah) adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh

sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan

umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia (Al-Juwaini,

Ghiyâts al-Umam, hlm. 15).

Dengan demikian, Khilâfah (Imamah) dapat didefinisikan sebagai:

kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk

menerapkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah Islâm ke

seluruh penjuru dunia. Definisi inilah yang lebih tepat. (Lihat: Nizhâm al-

Hukm fî al-Islâm, Qadhi an-Nabhani dan diperluas oleh Syaikh Abdul

Qadim Zallum, cet. VI [Mu’tamadah]. 2002 M/1422 H).

2. Khilâfah vs Non Khilâfah

Sesungguhnya sistem pemerintahan Islâm (Khilâfah) berbeda dengan

seluruh bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia; baik dari segi

asas yang mendasarinya; dari segi pemikiran, pemahaman, maqâyîs

(standar), dan hukum-hukumnya untuk mengatur berbagai urusan; dari

segi konstitusi dan undang-undangnya yang dilegislasi untuk

diimplementasikan dan diterapkan; ataupun dari segi bentuknya yang

Page 54: Ilmu Negara Part 2

mencerminkan Daulah Islâm sekaligus yang membedakannya dari semua

bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini.

Dalam buku yang berjudul, Azhijah ad-Dawlah al-Khilâfah (Libanon: Beirut,

2005), perbedaan sistem pemerintahan Khilâfah dengan non-Khilâfah

dijelaskan sebagai berikut.

a. Khilâfah bukan monarki (kerajaan).

Islâm tidak mengakui sistem kerajaan. Hal itu karena dalam sistem

kerajaan, seorang anak (putra mahkota) menjadi raja karena pewarisan;

umat tidak ada hubungannya dengan pengangkatan raja. Adapun dalam

sistem Khilâfah tidak ada pewarisan. Baiat dari umatlah yang menjadi

metode untuk mengangkat khalifah. Sistem kerajaan juga memberikan

keistimewaan dan hak-hak khusus kepada raja yang tidak dimiliki oleh

seorang pun dari individu rakyat. Hal itu menjadikan raja berada di atas

undang-undang. Raja tetap tidak tersentuh hukum meskipun ia berbuat

buruk atau zalim. Sebaliknya, dalam sistem Khilâfah, Khalifah tidak diberi

keistimewaan yang menjadikannya berada di atas rakyat sebagaimana

seorang raja. Khalifah juga tidak diberi hak-hak khusus yang

mengistimewakannya—di hadapan pengadi-lan—dari individu-individu

umat. Khalifah dipilih dan dibaiat oleh umat untuk menerapkan hukum-

hukum syariah atas mereka. Khalifah terikat dengan hukum-hukum

syariah dalam seluruh tindakan, kebijakan, keputusan hukum, serta

pengaturannya atas urusan-urusan dan kemaslahatan umat.

b. Khilâfah bukan kekaisaran (imperium).

Sistem imperium itu sangat jauh dari Islâm. Sistem imperium tidak

menyamakan pemerintahan di antara suku-suku di wilayah-wilayah dalam

imperium. Sistem imperium memberikan keistimewaan kepada pemerin-

tahan pusat imperium; baik dalam hal pemerintahan, harta, maupun

perekonomian.

Sebaliknya, Islâm menyamakan seluruh orang yang diperintah di seluruh

wilayah negara. Islâm menolak berbagai sentimen primordial (‘ashabiyât

al-jinsiyyah Islâm tidak menetapkan bagi seorang pun di antara rakyat di

hadapan pengadilan—apapun mazhabnya—sejumlah hak istimewa yang

tidak diberikan kepada orang lain, meskipun ia seorang Muslim.

Sistem pemerintahan Islâm, dengan adanya kesetaraan ini, jelas berbeda

dari imperium. Dengan sistem demikian, Islâm tidak menjadikan berbagai

wilayah kekuasaan dalam negara sebagai wilayah jajahan, bukan sebagai

wilayah yang dieksploitasi, dan bukan pula sebagai “tambang” yang

dikuras untuk kepentingan pusat saja. Islâm menjadikan semua wilayah

kekuasaan negara sebagai satu-kesatuan meskipun jaraknya saling

berjauhan dan penduduknya berbeda-beda suku. Semua wilayah dianggap

sebagai bagian integral dari tubuh negara.

Page 55: Ilmu Negara Part 2

c. Khilâfah bukan federasi.

Dalam sistem federasi, wilayah-wilayah negara terpisah satu sama lain

dengan memiliki kemerdekaan sendiri, dan mereka dipersatukan dalam

masalah pemerintahan (hukum) yang bersifat umum. Sebaliknya, Khilâfah

berbentuk kesatuan. Keuangan seluruh wilayah (propinsi) dianggap

sebagai satu-kesatuan dan APBN-nya juga satu, yang dibelanjakan untuk

kemaslahatan seluruh rakyat tanpa memandang propinsinya. Seandainya

suatu propinsi pemasukannya tidak mencukupi kebutuhannya, maka

propinsi itu dibiayai sesuai dengan kebutuhannya, bukan menurut

pemasukannya. Seandainya pemasukan suatu propinsi tidak mencukupi

kebutuhannya maka hal itu tidak diperhatikan, tetapi akan dikeluarkan

biaya dari APBN sesuai dengan kebutuhan propinsi itu, baik

pemasukannya mencukupi kebutuhannya ataupun tidak.

d. Khilâfah bukan republik.

Sistem republik pertama kali tumbuh sebagai reaksi praktis terhadap

penindasan sistem kerajaan (monarki). Kedaulatan dan kekuasaan

dipindahkan kepada rakyat dalam apa yang disebut dengan demokrasi.

Rakyatlah yang kemudian membuat undang-undang; yang menetapkan

halal dan haram, terpuji dan tercela. Lalu pemerintahan berada di tangan

presiden dan para menterinya dalam sistem republik presidentil dan di

tangan kabinet dalam sistem republik parlementer.

Adapun dalam Islâm, kewenangan untuk melakukan legislasi (menetapkan

hukum) tidak di tangan rakyat, tetapi ada pada Allâh. Tidak seorang pun

selain Allâh dibenarkan menentukan halal dan haram. Dalam Islâm,

menjadikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan

manusia merupakan kejahatan besar. (Lihat: QS at-Taubah [9]: 31).

Sistem pemerintahan Islâm bukan sistem demokrasi menurut pengertian

hakiki demokrasi ini, baik dari segi bahwa kekuasaan membuat hukum—

menetapkan halal dan haram, terpuji dan tercela—ada di tangan rakyat

maupun dari segi tidak adanya keterikatan dengan hukum-hukum syariah

dengan dalih kebebasan. Ini jelas bertentangan dengan Islâm yang

menjadikan hak membuat hukum hanya ada pada Allâh (QS Yusuf [10]:

40).

Atas dasar ini, sistem pemerintahan Islâm (Khilâfah) bukan sistem

kerajaan, bukan imperium, bukan federasi, bukan republik, dan bukan

pula sistem demokrasi sebagaimana yang telah kami jelaskan

sebelumnya.

3. Khilâfah; Sistem pemerintahan khas

Sesungguhnya struktur negara Khilâfah berbeda dengan struktur semua

sistem yang dikenal di dunia saat ini, meski ada kemiripan dalam

sebagian penampakannya. Struktur negara Khilâfah diambil (ditetapkan)

Page 56: Ilmu Negara Part 2

dari struktur negara yang ditegakkan oleh Rasulullah saw. di Madinah

setelah beliau hijrah ke Madinah dan mendirikan Negara Islâm di sana.

Struktur negara Khilâfah adalah struktur yang telah dijalani oleh Khulafaur

Rasyidin setelah Rasulullah saw. wafat.

Dengan penelitian dan pendalaman terhadap nash-nash yang berkaitan

dengan struktur negara itu, jelaslah bahwa struktur negara Khilâfah

adalah: 1. Khalifah; 2. Para Mu’âwin at-Tafwîdh (Wuzarâ’ at-Tafwîdh); 3.

Wuzarâ’ at-Tanfîdz; 4. Para Wali; 5. Amîr al-Jihâd; 6. Keamanan Dalam

Negeri; 7.Urusan Luar Negeri; 8. Industri; 9. Peradilan; 10. Mashâlih an-Nâs

(Departemen-departemen); 11. Baitul Mal; 12. Lembaga Informasi; 13.

Majelis Umat (Syûrâ dan Muhâsabah).

BAB VI

TEORI KEKUASAAN, NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Kekuasaan

Menurut Max Weber, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau

sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-

kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap

tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan

tertentu. Robert M. Mac Iver berpandangan bahwa kekuasaan adalah

kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara

langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung

dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.

Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si. mendefinisikan kekuasaan sebagai hasil

pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang, sehingga

dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat

dihitung hasilnya, seperti berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa

banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan

berkuasa, serta berapa banyak uang dan barang yang dimilikinya. Maka

secara filsafat, kekuasaan dapat meliputi ruang, waktu, barang, dan

manusia.

Sedangkan menurut pendapat Abdul Ghofur Anshori Kekuasaan

merupakan kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk

mempengaruhi orang atau kelompok lain sehingga sesuai dengan

keinginan orang yang mempunyai kekuasaan tersebut. Kekuasaan politik

adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah)

baik terbentuknya, maupun akibat-akibatnya sesuai dengan keinginan

pemilik kekuasaan. Kekuasaan politik bagian dari kekuasaan sosial yang

ditujukan kepada negara sebagai satu-satunya institusi yang berkuasa.

Dalam penggunaan kekuasaan harus ada penguasa dan sarana kekuasaan

agar penggunaan kekuasaan itu berjalan dengan baik.

Kekuasaan negara merupakan kemampuan untuk mempengaruhi

Page 57: Ilmu Negara Part 2

kebijaksanaan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-

akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan (negara) itu

sendiri. Kekuasaan negara merupakan satu-satunya pihak berwenang

yang mempunyai hak untuk mengendalikan tingkah laku sosial dengan

paksaan.

Kekuasaan politik negara tidak hanya mencakup kekuasaan untuk

memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, tetapi juga menyangkut

pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan

dan aktivitas negara di bidang administratif (eksekutif, legislatif, yudikatif,

federatif, eksaminatif, inspektif, konstitutif dan lain-lain).

Kekuasaan negara dalam arti sosial lebih luas tinjauannya daripada dalam

arti politik. Hal ini terjadi karena kekuasaan negara tidak hanya berfokus

pada negara, tetapi juga pada cara mengendalikan tingkah laku sosial

(masyarakat) agar sesuai dengan tujuan negara.

Ossip K. Flechtheim membedakan kekuasaan politik atas :

1. Bagian dari kekuasaan sosial yang khususnya terwujud dalam negara

(kekuasaan negara atau state power), seperti lembaga pemerintahan.

2. Bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada negara, seperti

partai politik, lembaga-Iembaga sosial yang mempengaruhi jalannya

kekuasaan Negara.

Hukum berasal dari negara, dan yang berkuasa dalam suatu negara

adalah pemerintah. Pemerintah melalui politiknya menetapkan hukum.

Apakah ada hubungan antara hukum dan kekuasaan? Ada dua pandangan

untuk menjawab hal ini :

1. Hukum tidak sama dengan kekuasaan. Hal ini didasarkan pada dua

alasan:

a. Hukum kehilangan artinya jika disamakan dengan kekuasaan karena

hukum bermaksud meneiptakan suatu masyarakat yang adil. Tujuan ini

hanya tereapai jika pemerintah juga adil dan tidak semena-mena dengan

kekuasaannya.

b. Hukum tidak hanya membatasi kebebasan individual terhadap

kebebasan individual yang lain, melainkan juga kebebasan (wewenang)

dari yang berkuasa dalam negara.

2. Hukum tidak melawan pemerintah negara, sebaliknya

membutuhkannya guna mengatur hidup bersama. Yang dilawan adalah

kesewenang-wenangan individual. Hal ini didasarkan pada dua alasan :

a. Dalam masyarakat yang luas, konflik hanya dapat diatasi oleh entitas

yang berada di atas kepentingan individu-individu, yaitu pemerintah.

b. Keamanan dalam hidup bersama hanya terjarnin bila ada pemerintah

sebagai petugas tertib negara.

Sesuai tinjauan hukum tata negara, di mana negara dianggap sebagai

Page 58: Ilmu Negara Part 2

organisasi kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tata kerja daripada

alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tata kerja

mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara

masing-masing alat kelengkapan negara guna mencapai tujuan negara,

pandangan negara sebagai organisasi kekuasaan juga terdapat dalam

aliran atau teori modern yang dikemukakan oleh Kranenburg dan

Logemann, maka selain persoalan tentang negara dan hukum, persoalan

tentang legitimasi kekuasaan juga diterima sebagai persoalan kenyataan

pula, sehingga kesimpulan akhir tidak lain adalah bahwa benar di dalam

negara itu ada kekuasaan.

Pada tataran lebih lanjut, maka lahirnya pertanyaan seperti tentang

sumber kekuasaan, pemegang kekuasaan, dan pengesahan kekuasaan.

Ketiga pertanyaan ini sebenarnya merupakan satu rangkaian pertanyaan

yang satu sama lain saling berhubungan dan bahkan tidak dapat

dipisahkan, yaitu menanyakan tentang sumber atau asal lahirnya suatu

kekuasaan yang puncaknya berupa kekuasaan atau kedaulatan tertinggi,

di mana jawabannya merupakan suatu legitimasi atau pengesahan untuk

oleh dan bagi pemegang kekuasaan yang memperoleh kewenangan dan

tanggungjawab memegang kekuasaan atau kedaulatan tersebut.

B. Beberapa Cara Mendapatkan atau Memiliki Kekuasaan, yaitu antara lain

:

1. Legitimate Power (pengangkatan) ; yaitu kekuasaan diperoleh melalui

adanya surat keputusan atasan atau pengangkatan atau pemilihan

masyarakat banyak, seperti penobatan seorang putera mahkota menjadi

raja atau kaisar pada suatu negara kerajaan, termasuk pada tatanan

kenegaraan dewasa kini seperti pengangkatan seorang menteri, camat,

panglima tentara nasional, kepala kepolisian, lalu juga pemilihan presiden,

gubernur, bupati dan walikota serta sejenisnya. Dr. Talizi dan Prof.

Pamudji membedakan hasil suatu pengangkatan dengan pemilihan, di

mana pengangkatan hanya menghasilkan seorang kepala, sedangkan

pemilihan menghasilkan seorang pemimpin, perbedaan antara keduanya

adalah bahwa seorang kepala belum tentu bisa memimpin, akan tetapi

seorang pemimpin sudah barang tentu juga seorang kepala.

2. Coercive Power (kekerasan) ; yaitu kekuasaan diperoleh melalui cara

kekerasan dan kekuatan fisik, bahkan mungkin bersifat perebutan atau

perampasan bersenjata, yang sudah barang tentu di luar jalur

konstitusional. Hal demikian lazim disebut dengan istilah kudeta (coup

d’etad). Karena cara ini inkonstitusional, maka banyak kemungkinan yang

terjadi setelah perebutan kekuasaan, sebagian besar peraturan

perundang-undangan negara akan berubah, dan karena perubahan

tersebut dilakukan secara mendadak, maka disebut juga dengan istilah

Page 59: Ilmu Negara Part 2

revolusi.

Revolusi-revolusi besar yang menjadi sejarah perhatian dunia, di

antaranya :

• Jatuhnya Syah Iran ditandai dengan terusirnya Syah dan keluarganya,

setelah Imam Ayatullah Rohullah Khomeini tiba dari pengasingannya di

Prancis.

• Jatuhnya Presiden Niccolai Ceausescu dari Rumania ditandai dengan

demonstrasi besar-besaran dan pembantaian Ceausescu dan

permaisurinya.

• Jatuhnya kekaisaran Louis di Prancis, ditandai dengan penyerbuan ke

penjara Bastille dan pemotongan kepala raja sekeluarga.

Selain itu juga terdapat revolusi yang berjalan damai tanpa banyak jatuh

korban seperti :

• Jatuhnya Presiden Ferdinand Marcos di Filipina oleh penggantinya Ny.

Corozon Aquino.

• Jatuhnya kekuasaan rezim orde baru ‘Presiden Soeharto’ di Indonesia

pada bulan Mei 1998 oleh gerakan reformasi.

3. Expert Power (keahlian) ; yaitu kekuasaan diperoleh melalui keahlian

(ilmu pengetahuan, skill professional, seni mempengaruhi, serta budi

pekerti luhur) yang dimiliki seseorang, maksudnya pihak yang mengambil

kekuasaan memang memiliki kekuasaan seperti ini berlaku di negara

demokrasi, karena sistem personalianya dalam memilih karyawan

memakai merit sistem. Dalam pengisian formasi administrasi

kepegawaian dikenal motto ‘the right man on the right place’, sehingga

seseorang akan ditempatkan sesuai dengan proporsi dan

profesionalismenya. Apalagi bagi mereka yang memang dididik khusus

untuk itu, seperti penempatan dokter sebagai kepala rumah sakit, insinyur

pada jabatan teknis, tentara atau kepolisian pada jabatan keamanan dan

alumni STPDN/IIP/PIN sebagai camat.

Tetapi ada kalanya yang berlaku dalam praktek adalah sebaliknya, yang

menduduki suatu jabatan bukanlah orang yang mampu. Penempatannya

pada suatu jabatan oleh karena pengaruh ‘pressure group’ atau pengisian

jabatan oleh anggota keluarga pejabat yang berwenang, sistem

kepegawaian seperti ini disebut ‘spoil sistem’, sehingga pada gilirannya

kelompok elit pemerintahan terbentuk suatu ikatan primordial.

4. Reward Power (pemberian) ; yaitu kekuasaan yang diperoleh melalui

suatu pemberian atau karena berbagai pemberian, pemberian dilakukan

karena adanya suatu jasa atau sebagai balasan jasa, termasuk biasa

dapat diperoleh karena kemampuan keuangan yang sangat cukup untuk

‘membeli’ suatu kekuasaan.

5. Reverent Power (daya tarik) ; yaitu kekuasaan yang diperoleh melalui

Page 60: Ilmu Negara Part 2

daya tarik seseorang. Walaupun daya tarik tidak menjadi faktor utama

mengapa seseorang ditentukan menjadi kepala yang kemudian

menguasai keadaan, namun daya tarik penampilan seperti postur tubuh

dan wajah yang rupawan, dalam hal ini termasuk kecantikan dan

kelembutan wanita, dapat menentukan dalam mengambil perhatian orang

lain, dalam usaha menjadi kepala.

Seperti banyak orang yang tidak dapat memisahkan kekagumannya

kepada Jenderal Charles de Gaulle; antara postur tubuhnya yang gagah

dan tinggi besar dengan kecerdasannya mengepalai pemerintahan

Prancis, begitu juga presiden XVI Amerika Serikat Abraham Loncoln;

menjadi lebih terkenal sejak memelihara jenggot yang menutupi pipi

cekungnya sebelah kiri, presiden XXXV Amerika Serikat John F. Kennedy

yang rupawan, juga memanfaatkan kecantikan Madam Merilyn Monroe

yang memiliki ukuran tubuh sempurna, untuk memenangkan pemilihan

umum dalam kampanyenya di negara adi kuasa tersebut.

Di Indonesia, beberapa mantan presidennya juga dikenal memiliki daya

tarik penampilan yang khas seperti, Bung Karno dengan gingsulnya yang

terlihat apabila tertawa dan berpidato memperlihatkan kebolehannya

sebagai orator ulung dunia, Pak harto terkenal dengan senyumnya yang

kebapakan walaupun beliau seorang tentara sehingga disebut dengan ‘the

smilling general’, termasuk Pak Habibie dengan lesung pipit dan gerakan

khas kepalanya yang menggambarkan kecerdasan intetektual sains

teknologi yang dimilikinya.

Selain kelima hal di atas yang dikemukakan oleh J.R.P. French dan

Bertram Raven, para pakar lain juga menambahkan, yaitu :

6. Information Power (informasi) ; yaitu kekuasaan yang diperoleh karena

seseorang begitu banyak memiliki keterangan sehingga orang lain

membutuhkan dirinya untuk bertanya, biasanya orang yang bersangkutan

membatasi keterangannya agar terus menerus dibutuhkan.

7. Connection Power (relasi) ; yaitu kekuasaan yang diperoleh karena

seseorang memiliki hubungan keterikatan tertentu dengan seseorang

yang sedang berkuasa atau memiliki wewenang, hal demikian biasa

disebut dengan hubungan kekerabatan atau kekeluargaan (nepotisme)

Setelah kekuasaan diperoleh, Strauss mengemukakan pendapat tentang

bagaimana cara memotivasi orang-orang untuk mau melaksanakan

pekerjaan lebih giat, sesuai dengan keinginan kepala (pemerintahan) yang

memiliki kekuasaan, yaitu :

1. be strong approach, suatu pendekatan di mana untuk memotivasi

bawahan dan masyarakat dipergunakan cara paksa dengan keras.

2. be good approach, suatu pendekatan di mana untuk memotivasi

bawahan dan masyarakat dipergunakan cara pemanjaan.

Page 61: Ilmu Negara Part 2

3. be competition, suatu pendekatan di mana untuk memotivasi bawahan

dan masyarakat dipergunakan usaha mengadu mereka dalam berbagai

jenis perlombaan, baik antar individu, group, atau dengan organisasi /

negara lain.

4. internalized motivation, suatu pendekatan di mana untuk memotivasi

bawahan dan masyarakat dipergunakan penanaman kesadaran kerja

kepada mereka.

5. implicit bargaining, suatu pendekatan di mana untuk memotivasi

bawahan dan masyarakat dipergunakan cara dengan mengadakan suatu

perjanjian terlebih dahulu.

C. Negara Hukum

1. Pengertian Negara Hukum

Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum. dan Sri Hastuti Puspitasari, S.H.,

M.Hum. ; negara hukum pada prinsipnya menghendaki segala tindakan

atau perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada

legalitasnya, baik berlandaskan hukum tertulis maupun hukum tidak

tertulis

Drs. Budiyanto ; negara hukum adalah negara yang melaksanakan

kekuasaannya (pemerintah beserta alat kelengkapan negaranya)

berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum

Prof. Padmo Wahyono, S.H., ; suatu negara hukum yang ideal pada abad

XX ini adalah jika segala tindakan penguasa (negara) selalu dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum

Prof. R. Djokosutono, S.H. ; sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Dasar 1945, negara hukum adalah negara yang berdasarkan pada

kedaulatan hukum, hukumlah yang berdaulat atas negara tersebut,

negara merupakan subjek hukum dalam arti Rechtsstaat (badan hukum

publik). Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 juga disebutkan

“Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machsstaat)”. Ini mengandung arti

bahwa negara dalam meletakkan aktivitasnya (penyelenggaraan

pemerintahan) tidak boleh berdasarkan atas kekuasaan belaka, tetapi

harus berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku

(catatan; sesuai dengan hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945,

maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 kini tidak

lagi memiliki bagian penjelasan, tetapi dalam ketentuan pasal 1 ayat (3)

jelas disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”)

Sudargo Gautama ; bahwa dalam suatu negara hukum terdapat

pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan. Negara tidak maha

kuasa, tidak bertindak sewenang-wenang, tindakan negara terhadap

Page 62: Ilmu Negara Part 2

warganya dibatasi oleh hukum

Negara Hukum adalah Negara yang dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk dalam

penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum dan asas-asas

umum pemerintahan yang baik, yang bertujuan meningkatkan kehidupan

demokratis yang sejahtera, berkeadilan dan bertanggung-jawab (UU No.

37 Tahun 2008; Ombudsman RI)

Teori tentang berdirinya negara berdasar atas hukum, sudah dikenal sejak

abad V SM (Yunani Kuno). Gagasan mengenai negara hukum pada

hakikatnya bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi manusia. Secara

teori maupun praktek, gagasan tentang negara hukum mengalami

kemajuan pesat sejak abad XV – XVIII.

Dalam selang waktu itu, peristiwa renaissance dan reformasi di Eropa

sangat berpengaruh terutama di bidang kehidupan politik dan hukum. Hal

ini dipelopori antara lain oleh Hugo de Groot, Thomas Hobbes, Benedectus

de Spinoza, John Locke, Montesquieu, J.J. Rousseau, dan Immanuel Kant

(1724-1804) yang dianggap sebagai pelopor yang paling berjasa dalam

meletakkan gagasan tentang ‘negara hukum murni atau formal’

Teori Immanuel Kant tentang negara hukum murni atau formal

menjadikan negara bersifat pasif hanya untuk mempertahankan

ketertiban dan keamanan negara (penjaga malam), sedangkan dalam

urusan sosial maupun ekonomi negara tidak boleh mencampurinya,

hingga lahirlah semboyan ‘Laissez Faire, Laissez Aller’ yaitu persaingan

bebas dalam bidang ekonomi, hingga muncullah istilah kapitalisme dalam

ekonomi dan liberalisme dalam bidang politik

Dalam prakteknya sekitar abad XIX, teori Kant yang banyak diterapkan di

belahan Eropa, Amerika dan Australia ini ternyata banyak melahirkan

eksploitasi manusia maupun alam, monopoli dan ‘free fight liberalism’,

serta kesenjangan sosial yang terus semakin melebar

Pada perkembangan lebih lanjut di akhir abad XIX, sebagai kritikan atas

penerapan teori Kant, Prof. Kranenburg memperkenalkan istilah ‘welfare

state’ (negara kesejahteraan). Teori ini dikenal dengan negara hukum

material, karena pandangannya yang menyatakan bahwa negara selain

bertugas membina ketertiban hukum, ia juga ikut bertanggungjawab

dalam membina dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, praktek

teori ini banyak dianut oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia

Dengan demikian, pengertian negara hukum memang berbeda atau

bahkan berlawanan dengan pengertian negara kekuasaan. Dasar

pemikiran negara hukum beranjak dari adanya kebebasan rakyat (Liberte

du Citoyen), bukan kebebasan negara (Gloire de I‘etat). Tujuannya adalah

untuk memelihara ketertiban hukum (rechtorde) dan mengabdi kepada

Page 63: Ilmu Negara Part 2

kepentingan umum yang berdasarkan kebenaran dan keadilan. Hukum

bersifat menentukan kekuasaan dan negara diabdikan untuk kepentingan

rakyat

2. Prinsip, Unsur dan Ciri Negara Hukum

Immanuel Kant ; mengemukakan empat prinsip yang menjadi ciri

negara hukum, yaitu :

a. pengakuan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia

b. pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia

c. pemerintah berdasarkan atas hukum, dan

d. adanya pengadilan guna menyelesaikan masalah yang timbul akibat

pelanggaran hak asasi manusia

M. Kusnardi, S.H. dan H. Ibrahim, S.H. ; menyebutkan bahwa unsur-

unsur negara hukum dapat dilihat pada negara hukum dalam arti sempit

maupun formil. Dalam arti sempit, pada negara hukum hanya dikenal dua

unsur penting yaitu perlindungan terhadap hak asasi manusia dan

pemisahan kekuasaan. Sedangkan pada negara hukum dalam arti formil,

unsur-unsurnya mencakup antara lain :

a. perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

b. pemisahan kekuasaan

c. setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan pada peraturan Undang-

undang, dan

d. adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri

Prof. Paul Scholten ; mengemukakan bahwa unsur negara hukum yang

utama adalah adanya pembatasan kekuasaan yang berlandaskan hukum,

dengan demikian asas legalitas terdapat di negara hukum. Pelanggaran

terhadap hak-hak individu hanya dapat dilakukan apabila diperkenankan

oleh peraturan perundang-undangan, sehingga setiap tindakan negara

harus selalu berdasarkan hukum

Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum. dan Sri Hastuti Puspitasari, S.H.,

M.Hum. ; mengemukakan beberapa ciri negara hukum, yaitu :

a. pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia, yang

mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi,

dan kebudayaan

b. peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh

suatu kekuasaan atau kekuatan apapun

c. legalitas dalam arti hukum dengan segala bentuknya

Prof. Dr. Ismail Suny, S.H., Mcl. ; sesuai hasil simposium tentang

‘Indonesia Negara Hukum’ yang diselenggarakan Fakultas Hukum

Universitas Indonesia pada tanggal 08 Mei 1966, maka ada tiga sifat atau

ciri negara hukum sebagaimana yang dianut oleh Indonesia yaitu :

a. pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung

Page 64: Ilmu Negara Part 2

persamaan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan

kebudayaan. Hal ini berdasarkan atas ketentuan hukum

b. peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh

sesuatu kekuatan apa pun juga. Artinya, ada kekuasaan yang terlepas dari

kekuasaan pemerintah untuk menjamin hak-hak asasi sehingga hakim

betul-betul memperoleh putusan yang objektif dalam memutuskan

perkara

c. legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya, dengan ini suatu

tindakan harus sesuai dengan yang dirumuskan dalam peraturan hukum

3. Konsepsi Negara Hukum

Konsep negara hukum sangat terkait dengan sistem hukum yang dianut

oleh negara yang bersangkutan. Dalam literatur lama pada dasarnya

sistem hukum dunia dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu

sistem hukum Civil Law atau Rechsstaat – Eropa Kontinental serta sistem

hukum Common Law atau Rule of Law – Anglo Saxon, sehingga kedua

sistem itu seolah-olah membelah dunia hukum menjadi dua kubu.

Sedangkan dalam literatur keterkinian, selain menyebutkan kedua sistem

hukum tersebut, juga terdapat sistem hukum lain seperti sistem hukum

Islâm, sistem hukum Sosialis dan lain-lain.

Menurut Albert Venn Dicey terdapat tiga kelompok negara yang

terpengaruh oleh sistem hukum yaitu: (1) kelompok negara yang

dipengaruhi [seeded], (2) kelompok negara yang diduduki, (3) kelompok

negara yang ditaklukkan [conquered].

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa ada tiga konsep negara hukum,

yaitu rechsstaat, the rule of law, dan negara hukum Pancasila. Dewasa ini

menurut M. Tahir Azhari, dalam kepustakaan ditemukan lima konsep

negara hukum, yang masing-masing memiliki prinsip-prinsip utama yang

dianut, di mana satu dengan lainnya dapat ditemukan persamaan dan

juga perbedaannya, kelima konsep tersebut adalah :

a. Nomokrasi Islâm

Nomokrasi Islâm, adalah konsep negara hukum yang pada umumnya

diterapkan di negara-negara Islâm. Istilah Nomokrasi Islâm adalah untuk

menyebutkan konsep negara hukum dari sudut pandang Islâm atau untuk

lebih memperlihatkan kaitan negara hukum itu dengan hukum Islâm yang

sumber utamanya adalah al-Qur’ân dan Sunnah Rasul

Menurut Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum. dan Sri Hastuti Puspitasari, S.H.,

M.Hum. Nomokrasi Islâm adalah suatu negara hukum yang memiliki

prinsip-prinsip, yaitu antara lain :

1) prinsip kekuasaan sebagai amanah (QS. an-Nisâ : 58)

2) prinsip musyawarah (QS. asy-Syuura : 38, Ali Imrân : 159)

3) prinsip keadilan (QS. an-Nisa : 135, Al-Mâidah : 8)

Page 65: Ilmu Negara Part 2

4) prinsip persamaan (QS. al-Hujurât : 13)

5) prinsip pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (QS. al-Isra :

133, Qâf : 45, al-Bâqarah : 256)

6) prinsip peradilan bebas (QS. an-Nisâ : 58)

7) prinsip perdamaian (QS. al-Bâqarah : 190)

8) prinsip kesejahteraan (QS. Sabâ : 15, Adz-Dzâriyât : 19)

9) prinsip ketaatan rakyat (QS. an-Nisâ : 59)

Islâm tidak hanya berisi ajaran tentang keimanan atau aqidah, ibadah

serta moral belaka, tetapi juga berisi ajaran tentang hukum sebagaimana

dimaksud dalam konsep hukum modern. Islâm juga mengajarkan masalah

kekuasaan kehakiman yang pelaksanaannya memerlukan kekuasaan

negara. Oleh karena itu Islâm memerintahkan pembentukan badan

peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan (QS. an-Nisâ : 105,

135). Penegakkan hukum tersebut diperlukan karena sifat dasar manusia

yang antara lain senang kepada hawa nafsu dan berpotensi untuk saling

bermusuhan (QS. Ali Imrân : 14, Al-Kahfi : 54, dan Yâsin : 77).

Penyelenggaraan penegakkan keadilan itu dibimbing oleh hukum materiil

(substantive law) dan hukum formil (procedure law), yang mempunyai

hubungan amat erat satu sama lain. Hukum materiil tidak mungkin dapat

berdiri sendiri lepas dari hukum formil, begitu pula sebaliknya. Maka Al-

Qur’ân dan Hadist disamping mengajarkan asas-asas hukum materiil, juga

mengajarkan asas-asas hukum formil.

Dalam Islâm, peradilan itu merupakan tugas yang mulia dan agung,

karena di dalam kekuasaan peradilan terkandung “menyuruh ma’ruf dan

mencegah munkar”, “menyampaikan hak kepada yang harus

menerimanya dan menghalangi orang zalim untuk berbuat aniaya, serta

mewujudkan perbaikan umum”. Kekuasaan peradilan itu amat luas

bidangnya, baik menyangkut jiwa, barang-barang atau harta benda,

kehormatan atau martabat manusia dan lain sebaginya. Oleh karena itu

Islâm memberikan pedoman, agar para hakim dan peradilan tidak

menyimpang atau menyeleweng dari hal-hal yang sudah ditentukan

dalam Islâm itu sendiri (QS. al-Mâidah : 49, an-Nisâ : 58, 65).

b. Konsepsi Civil Law atau Rechsstaat

Civil Law atau Rechsstaat adalah konsep negara hukum yang diterapkan

dan bertumpu pada negara-negara dengan sistem hukum Eropa

Kontinental (Sentralnya; Jerman, Prancis, Belgia, Belanda dan

Skandinavia). Pada tife ini yang berdaulat adalah hukum, sehingga hukum

memandang negara sebagai subjek hukum yang dapat dituntut bila

melanggar hukum. Selain itu sistem hukum Eropa Kontinental

mengutamakan hukum tertulis, yaitu dengan cara mengkodifikasikan

peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya.

Page 66: Ilmu Negara Part 2

Ide tentang negara hukum rechtsstaat mulai popular pada abad XVII

sebagai akibat dari situasi sosial politik di Eropa yang didominasi oleh

absolutisme raja. Sehingga rakyat menginginkan suatu perombakan

struktur sosial politik yang tidak menguntungkan itu dengan suatu negara

hukum yang liberal, agar setiap orang dapat dengan aman dan bebas

mencari penghidupan dan kehidupan masing-masing. Pemikiran dua tokoh

terkemuka, yaitu Immanuel Kant dan Freidrich Stahl cukup mewarnai

konsep negara hukum ini, karena konsepnya yang sejak semula

didasarkan pada filsafat individualistik, maka ciri individualistik itu sangat

menonjol dalam pemikiran negara hukum rechtsstaat ini.

Dalam sejarahnya tercatat enam pase perkembangan Civil Law yaitu :

i. Fase Formasi Hukum Romawi; Fase ini dimulai saat lahirnya sistem

hukum Eropa Kontinental yaitu krtika mulai diberlakukannya Undang-

undang Dua Belas Pasal (The Twelve Tables) di Romawi sekitar tahun 400

SM.

ii. Fase kematangan Hukum Romawi; Fase ini terjadi pada saat mulai

berlakunya kumpulan Undang-undang yang spektakuler di Romawi ketika

berlakunya ‘Corpus Juris Civilis’ yang dibuat atas supervisi raja Justinian di

abad VI M.

iii. Fase Kebangkitan Kembali Hukum Romawi; Fase ini terjadi ketika

timbulnya semangat di Eropa untuk memahami dan menerapkan kembali

hukum Romawi pada abad XI M.

iv. Fase Resepsi Hukum Romawi; Fase ini terjadi ketika sistem hukum

Romawi yang disebut ‘Jus Commune’ diberlakukan di berbagai negara

Eropa sejak awal abad XVI M.

v. Fase Kodifikasi Hukum; Fase ini terjadi ketika dibuat beberapa kodifikasi

di berbagai negara pada abad XiX M., seperti Code Napoleon di Prancis

yang terdiri dari Code Civil (Hukum Pedata), Code Penal (Hukum Pidana),

Code Du Commerce (Hukum Dagang), dan Code tentang Hukum Acara

Perdata dan Acara Pidana.

vi. Fase Resepsi Kodifikasi; Fase ini terjadi tidak lama setelah terciptanya

kodifikasi di Prancis yang ditandai dengan banyaknya negara di benua

Eropa yang memberlakukan Code Napoleon dengan beberapa

penyesuaian, seperti ketika Prancis menguasai Belanda (Tahun 1806–

1813) Code Civil dan Code Du Commerce diberlakukan di Belanda, bahkan

selama 24 tahun setelah kemerdekaannya kedua hukum peninggalan

Prancis tersebut masih berlaku, walaupun sejak tahun 1814 Belanda mulai

menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri

Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M.

KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal

dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh

Page 67: Ilmu Negara Part 2

NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan

Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1838 dengan

pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1

Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW (atau Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata-Belanda),

2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK (atau yang dikenal dengan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan

terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis

ke dalam bahasa nasional Belanda Belanda. Kemudian ketika Belanda

menjajah Indonesia, Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud

Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van

Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian

anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes.

Kodifikasi KUHPdt. Hindia Belanda diumumkan pada tanggal 30 April 1847

melalui Staatsblad No. 23 dan remi berlaku berlaku menurut asas

Konkordansi pada Januari 1948.

c. Konsepsi Common Law atau Rule of Law

Istilah Rule of Law mulai popular dengan terbitnya buku dari Albert Venn

Dicey tahun 1885, dengan judul ‘Introduction to The Study of The Law

Constitution’, konsep ini terutama berkembang dan diterapkan di negara

Anglo Saxon (Sentralnya; Inggris dan Amerika Serikat), tife ini bertumpu

pada ‘the rule of law’ yang menurut A.V. Dicey terbagi dalam tiga unsur

pokok, yaitu :

1) Supremacy of the law, yaitu hukum mempunyai kedudukan yang paling

tinggi. Pemerintah selaku penguasa tidak boleh bertindak sewenang-

wenang, setiap individu tanpa kecuali baik sebagai rakyat maupun

sebagai penguasa harus tunduk kepada hukum dan kalau bersalah harus

dihukum, ciri khas supremacy of the law adalah :

a) hukum berkuasa penuh terhadap negara dan rakyat

b) negara tidak dapat disalahkan, yang salah adalah pejabat negara, dan

c) hukum tidak dapat diganggu gugat, kecuali oleh ‘Supreme of Court’

(Mahkamah Agung)

2) Equality before the law, yaitu segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum. Rakyat maupun penguasa berhak

mendapatkan perlindungan hukum dan wajib pula mematuhi hukum

3) Constitution based on human rights, yaitu adanya jaminan hak-hak

asasi di dalam konstitusi. Hal ini merupakan penegasan bahwa hak-hak

asasi harus dilindungi

The rule of law ini kemudian direvisi kembali oleh ‘International

Page 68: Ilmu Negara Part 2

Commission of Jurists’ dalam konferensi di Bangkok tahun 1965. konsep

tersebut diperluas sehingga tidak lagi hanya menyangkut hak-hak politik,

tetapi juga menyangkut hak-hak sosial dan ekonomi.

Ada pun syarat-syarat dasar agar pemerintahan demokratis di bawah rule

of law terselenggara, yaitu antara lain :

2) Perlindungan konstitusional

3) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

4) Pemilihan umum yang bebas

5) Kebebasan untuk menyatakan pendapat

6) Kebebasan untuk berserikat, berorganisasi, dan beroposisi

7) Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education)

Sistem Anglo Saxon tidak menjadikan peraturan perundang-undangan

sebagai sendi utama sistem hukumnya, sendi utamanya adalah

Yurisprudensi. Sistem hukum Anglo Saxon berkembang dari kasus-kasus

konkrit yang kemudian berubah menjadi kaidah dan asas hukum, karena

itu sistem ini sering disebut sebagai sistem hukum yang berdasarkan

kasus (case law system).

Konsep Rule of Law ini juga tidak membedakan kedudukan antara pejabat

negara dengan rakyatnya, dalam arti baik rakyat maupun pejabat

pemerintah, apabila melakukan pelanggaran hukum sama-sama

diselesaikan melalui pengadilan umum biasa. Dengan demikian, putusan

hakim mendapatkan tempat yang terhormat sebagai jaminan tertinggi

dalam melindungi hak warga negaranya dalam segala hal yang muncul

dari hukum.

Sejarah sistem Common Law (Rule of Law) tidak dapat dipisahkan dengan

sejarah perkembangan negara Inggris. Hingga tahun 1066 M., tidak

dikenal keseragaman dalam sistem hukum yang bersifat nasional di

Inggris. Sebelum tahun 1066 sistem hukum Inggris merupakan sistem

hukum adat yang bervariasi antar satu daerah dengan daerah lainnya.

Sebagi contoh sistem hukum yang dikenal dengan sebutan “Jutes” yang

berlaku di Selatan Inggris berbeda dengan sistem hukum “Mercians” yang

berlaku di Inggris Tengah. Masing-masing wilayah memiliki sistem

pengadilan lokal sendiri yang disesuaikan dengan adat-istiadat setempat

yang bervariasi antara satu komunitas dengan komunitas lainnya.

Sistem hukum Inggris berkembang dari tradisi yang diimplementasikan

(tradition expessed in action), bermula dari hukum adat yang diterapkan

pada Pengadilan Kerajaan (King’s Court) untuk menyelesaikan sengketa

dan perkara yang berpengaruh secara langsung terhadap kerajaan,

awalnya dimulai secara sederhana dengan kasus-kasus kejahatan ringan

yang kemudian disebut dengan “Pleas of the Crown”.

Hingga Inggris diinvasi oleh Norman masih terdapat jenis pengadilan yang

Page 69: Ilmu Negara Part 2

berbeda yang terpisah dari pengadilan kerajaan, misalnya pengadilan

khusus yang terdapat di Devon dan Cornwall (the stannary [tin mining]

courts), pengadilan yang terkait dengan perburuan di hutan kerajaan (the

royal hunting forests), namun secara prinsip pengadilan-pengadilan ini

merupakan tandingan dari pengadilan kerajaan. Kemudian pada masa

pemerintahan Raja Henry II pengadilan mulai memiliki spesialisasi dalam

bidang hukum bisnis dan benar-benar bertindak dalam kapasitas bidang

judisial.

Pada 1154, Raja Henry II melembagakan Common Law dengan cara

menyeragamkan sistem pengadilan menjadi berlaku secara umum

(common) di seluruh negeri. Penyeragaman ini dengan mengambil nilai-

nilai lokal yang relevan atau menghapuskan sistem lokal yang tidak sesuai

untuk dinasionalkan. Penyatuan sistem hukum ini menghapuskan

keberlakuan sistem hukum lokal dengan berbagai bentuknya, dan juga

menerapkan sistem Jury dengan melibatkan warga negara yang

disumpah, untuk menilai kasus-kasus kriminal dan perdata.

Sistem hukum “Common” ini mengharuskan para hakim secara reguler

melakukan perjalanan ke daerah-daerah di seluruh negeri untuk

memastikan keadilan sampai kepada setiap warga negara yang

membutuhkannya. Tujuan pemberlakuan sistem hukum nasional ini

adalah agar ada sistem hukum yang berlaku umum (Common) di seluruh

Inggris sehingga kemudian sistem ini dikenal dengan sebutan “The

Common Law”

Para hakim yang melakukan persidangan dengan cara mendatangi

daerah-daerah kemudian bertindak sebagai hakim yang memiliki jurisdiksi

secara nasional yang tidak memiliki keterikatan dengan daerah yang

dikunjunginya. Di bawah pemerintahan Raja Henry II inilah untuk pertama

kalinya hakim mengenal sistem rotasi, mangadili daerah-daerah dan

mengambil alih persidangan-persidangan pengadilan lokal.

Mulanya putusan hakim hanya ditulis saja, tetapi dalam

perkembangannya mulai direkam, ditulis dan dipublikasikan yang

kemudian berkembang doktrin di mana putusan-putusan pengadilan masa

lalu (precedents) bersifat mengikat hakim berikutnya untuk perkara-

perkara yang sama. Perkembangan-perkembangan inilah yang terjadi

pada Common Law of England, hukum yang berlaku bagi seluruh negeri

Inggris.

d. Socialist Legality

Socialist Legality, adalah konsep negara hukum yang diterapkan di

negara-negara komunis. Substansi dari negara hukum Socialist Legality ini

berbeda dengan konsep negara hukum rechtsstaat atau rule of the law.

Dalam negara hukum socialist legality, hukum ditempatkan di bawah

Page 70: Ilmu Negara Part 2

‘Sosialisme’. Hukum adalah sebagai alat untuk mencapai sosialisme. Hak

perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip-prinsip sosialisme,

meskipun hak tersebut patut mendapat perlindungan. Tradisi hukum

sosialis bukan didasarkan pada peranan peraturan perundang-undangan

atau yurisprudensi, melainkan pada dasar kebijaksanaan ekonomi dan

sosial. Menurut pandangan ini, hukum adalah instrument (alat)

kebijaksanaan dalam bidang ekonomi dan sosial (instruments of economic

and social policy)

e. Negara Hukum Pancasila

Menurut Prof. R. Djokosutono, S.H. negara hukum di Indonesia

berdasarkan kedaulatan hukum, sebab dalam prakteknya, kekuasaan

yang dijalankan oleh negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat), hal ini sesuai dengan

penegasan UUD 1945 hasil amandemen sebagaimana disebut pada pasal

1 ayat (3). Sebagai konsekuensi logisnya, maka tatanan kehidupan

masyarakat, berbangsa dan bernegara harus berpedoman pada norma-

norma hukum. Hukum ditempatkan sebagai ‘panglima’ di atas bidang-

bidang yang lain, seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan yang lainnya

Karena Pancasila merupakan jiwa dan pandangan hidup bangsa yang

merupakan sumber dasar tertib hukum yang ada, maka negara hukum

Indonesia dapat pula dinamakan negara hukum Pancasila. Salah satu ciri

pokok dalam negara hukum Pancasila adalah adanya jaminan terhadap

‘freedom of religion’ atau kebebasan beragama. Kebebasan beragama di

sini dalam konotasi positif, artinya tiada tempat bagi atheisme. Negara

hukum Pancasila bertitik pangkal dari asas kekeluargaan dan kerukunan

secara terpadu, kepentingan rakyat banyak lebih diutamakan, namun

harkat dan martabat manusia tetap dihargai

Menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhari, S.H., konsep negara hukum Pancasila

mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu sebagai berikut :

1) ada hubungan yang erat antara agama dan negara

2) burtumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa

3) kebebasan beragama dalam arti yang positif

4) atheisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang

5) asas kekeluargaan dan kerukunan

6) sistem konstitusi

7) persamaan dalam hukum, dan

8) peradilan bebas

D. Hak Asasi Manusia

1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Istilah Hak Asasi Manusia merupakan terjemahan dari ; droits de L’homme

(Prancis), human rights (Inggris), dan menselijke rechten (Belanda). Di

Page 71: Ilmu Negara Part 2

Indonesia, hak asasi umumnya lebih dikenal dengan istilah ‘hak-hak asasi’

sebagai terjemahan dari basic rights (Inggris), grond rechten (Belanda),

atau bisa juga disebut sebagai hak-hak fundamental (fundamental rights,

civil rights)

Menurut Drs. Usman Surur, M.Pd. Hak Asasi Manusia terdiri dari rangkaian

tiga buah kata, yaitu :

a. Hak berasal dari bahasa Arab yang artinya kebenaran, dalam kamus

bahasa Indonesia juga diartikan dengan kebenaran, dan yang berkaitan

dengan kepemilikan, kekuasaan atau kewenangan

b. Asasi berasal dari bahasa Arab Asasiyyun artinya bersifat prinsip,

maksudnya sesuatu yang prinsip itu adalah hal yang amat mendasar dan

tidak boleh tidak ada

c. Manusia dalam pengertian umum adalah makhluk yang berakal budi,

orang Jawa menyebut Manungso (Manunggaling Raso), baru disebut

manusia kalau memahami perasaan orang lain, atau dalam bahasa Arab

digunakan Nas dari kata Anasa yang artinya melihat, mengetahui atau

meminta ijin. Berdasarkan rangkaian kata tersebut, maka yang dimaksud

Hak Asasi Manusia adalah sejumlah nilai yang menjadi ciri khas manusia

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi

Menurut Prof. Mr. Koentjoro Poerbapranoto (1976), hak asasi adalah hak

yang bersifat asasi, artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut

kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya

suci. Jadi, hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh

pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak

asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri

Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

pada pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah

“Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya

yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,

pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia”

2. Karakteristik, Kandungan Nilai dan Cakupan Hak Asasi Manusia

Ciri khas dari Hak Asasi Manusia, antara lain :

1) Qodrat, artinya Hak Asasi Manusia itu adalah pemberian dari Tuhan

kepada setiap manusia agar hidupnya terhormat

2) Hakiki, Hak Asasi Manusia itu melekat pada diri setiap manusia, tanpa

melihat latar belakang kehidupan dan status sosialnya

3) Universal, artinya Hak Asasi Manusia itu berlaku umum, tidak

membeda-bedakan manusia yang satu dengan yang lainnya

4) Tidak Dapat Dicabut, artinya Hak Asasi Manusia dalam keadaan

Page 72: Ilmu Negara Part 2

bagaimana pun, tetap ada pada setiap orang

5) Tidak Dapat Dibagi, artinya Hak Asasi Manusia itu tidak dapat diwakili

atau pun dialihkan kepada orang lain

kandungan Nilai Hak Asasi Manusia

Kebebasan atau Kemerdekaan ; manusia dilahirkan dalam keadaan

merdeka, karena itu menjadi harapan setiap manusia menjalani

kehidupannya dalam keadaan merdeka. Seperti merdeka memilih negara,

tempat tinggal, berkeluarga, bergerak, memilih pekerjaan, berserikat,

berkumpul, berekspresi, mengemukakan pendapat, memperoleh dan

mendayagunakan informasi dan lain sebagainya

Kemanusiaan dan Perdamaian ; manusia dalam menjalani kehidupannya

sangat mendambakan ketentraman, bebas dari rasa takut, terjamin

keamanannya dan senantiasa dalam suasana damai

Keadilan, Kesederajatan, dan Persamaan ; diperlakukan secara wajar dan

adil, mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh hak, tidak

dibeda-bedakan antara manusia yang satu dengan yang lain berdasarkan

alasan apa pun, merupakan keinginan setiap manusia

Berdasarkan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, mencakup atau

meliputi tiga aspek utama (Karel Vassak dari Prancis menyebutnya tiga

generasi), yaitu :

Hak Sipil dan Politik (Generasi Pertama) ; mengedepankan hak-hak

individu yang bebas (merdeka). Paham ini dikembangkan di Amerika

Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Generasi Kedua) ; yang menjadi obsesi

untuk dikembangkan lebih awal, penekanannya lebih banyak pada aspek

kesejahteraan dan hak kolektif. Paham ini dikembangkan di negara-

negara non blok

Hak atas Pembangunan ; merupakan gabungan atau kombinasi dari dua

generasi sebelumnya, terutama dianut oleh negara berkembang

3. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia

Latar belakang sejarah hak asasi manusia pada hakikatnya muncul karena

keinsyafan manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat

kemanusiaannya, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari

penguasa, penjajahan, perbudakan ketidakadilan dan kelaliman (tirani)

yang hampir melanda seluruh umat manusia, di antaranya :

Tahun 2500 – 1000 SM ; (1) Perjuangan Nabi Ibrahim AS. melawan

kelaliman Raja Namruds, (2) Nabi Musa AS. memerdekakan bangsa Yahudi

dari perbudakan Raja Fir’aun di Mesir agar terbebas dari kesewenang-

wenangan, dan (3) Hukum Hammurabi pada masyarakat Babylonia yang

menetapkan ketentuan-ketentuan hukum yang menjamin keadilan bagi

warganya

Tahun 600 SM ; di Athena Yunani, Solon telah menyusun Undang-undang

Page 73: Ilmu Negara Part 2

yang menjamin keadilan dan persamaan bagi setiap warganya. Untuk itu

ia membentuk Haliaea, yaitu Mahkamah Keadilan untuk melindungi orang-

orang miskin, dan Majelis Rakyat atau ‘Ecclesia’ yang karena itu ia

dianggap sebagai Bapak Pengajar Demokrasi, perjuangan Solon ini

didukung juga oleh Pericles, seorang tokoh negarawan Athena

Tahun 527 – 322 SM ; (1) Kaisar Romawi, Flavius Anacius Justianus

menciptakan peraturan hukum modern yang terkodifikasi, ‘Corpus Iuris’

sebagai jaminan atas keadilan dan hak-hak asasi manusia, (2) pada masa

kebangkitan, Yunani banyak melahirkan filsuf terkenal dengan visi hak

asasi seperti, Socrates dan Plato sebagai peletak dasar diakuinya hak-hak

asasi manusia, serta Aristoteles yang mengajarkan tentang pemerintahan

berdasarkan kemauan dan cita-cita mayoritas warga

Tahun 30 SM – 632 M ; Kitab suci Injil yang dibawa Nabi Isa Almasih,

sebagai peletak dasar etika Kristiani dan ide pokok tingkah laku manusia

agar senantiasa hidup dalam cinta kasih, baik terhadap Tuhan maupun

sesama manusia, (2) Kitab suci Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW. banyak mengajarkan tentang toleransi, berbuat adil,

tidak boleh memaksa, bijaksana, serta menerapkan kasih sayang, selain

itu ‘Madinah Charter’ sebagai dokumen tertulis perjanjian perdamaian

antar seluruh komunitas di Madinah setelah Nabi Muhammad SAW. hijrah,

selaku konstitusi pembentukan negara Madinah, juga menetapkan

perlindungan atas hak asasi manusia

Tahun 1215 ; salah satu langkah awal terjadinya gerakan Rasionalisme

dan Humanisme di Eropa bergolak secara revolusioner di bidang hukum,

hak asasi, dan ketatanegaraan pada abad XVII-XIX, yaitu lahirnya Magna

Charta (Pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia) di Inggris,

yang dipelopori antara lain John Locke dan Thomas Aquino

Tahun 1679 ; Habeas Corpus Act, di Britania Raya, yaitu jaminan

kebebasan warga negara dan mencegah pemenjaraan yang sewenang-

wenang terhadap rakyat

Tahun 1689 ; Bill of Rights di Britania Raya, yaitu Undang-undang tentang

hak-hak dan kebebasan warga negara

Tahun 1776 ; Declaration of Indefendence di Amerika yang banyak

dipengaruhi ajaran J.J. Rousseau (Prancis), hak asasi secara resmi termuat

dalam Constitution of United States of America (USA) tahun 1787, berkat

jasa presiden Thomas Jeferson, yang disusul Abraham Licoln, Woodrow

Wilson dan lain-lain

Tahun 1789 ; Declaration des Droit de I’homme et Du Citoyen, yaitu

pernyataan hak-hak asasi manuisa dan warga negara sebagai hasil

revolusi Prancis di bawah kepemimpinan Jenderal Lafayatte dengan simbol

Liberte, Egalite, dan Freternite (kemerdekaan, persamaan, dan

Page 74: Ilmu Negara Part 2

persaudaraan), untuk menjamin hak asasi manusia tercantum dalam

konstitusi. Revolusi ini diprakarsai oleh para pemikir besar Prancis,

seperti : J.J. Rousseau, Voltaire dan Montesquieu. Pada tahun berikutnya

diikuti oleh konstitusi negara lain seperti, Belgia (1831), Jerman (1919),

Autralia dan Ceko (1920), Uni Sovyet (1936), dan Indonesia (1945)

Tahun 1941 ; Atlantic Charter yang muncul pada saat berkobarnya perang

dunia II, dengan pelopornya F.D. Roosevelt, yang menyebutkan empat

kebebasan (The Four Freedom) sebagai tiang penyangga hak-hak asasi

yang mendasar, yaitu : (1) kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan

pendapat, (2) kebebasan untuk beragama, (3) kebebasan dari rasa takut,

dan (4) kebebasan dari kemelaratan

Tahun 1948 ; lahirnya Universal Declaration of Human Rights yang

diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

pada tanggal 10 Desember 1948 (tanggal ini kemudian diperingati

sebagai hari Hak Asasi Manusia Internasional) melalui resolusi 217 A (III),

yaitu pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia atau juga

disebut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang terdiri atas

30 pasal. Piagam tersebut menyerukan kepada semua anggota

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bangsa lain di dunia untuk menjamin dan

mengakui hak-hak asasi manusia yang termuat di dalam konstitusi negara

masing-masing. Pesan moral dari deklarasi ini adalah jangan ada perang,

jangan ada kesewenang-wenangan dari yang punya kekuatan, karena itu

harus ada usaha yang sungguh-sungguh untuk menjunjung tinggi

martabat manusia (Human Dignity), agar tetap menjadi makhluk mulia

Tahun 1966 ; hasil sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

pada tanggal 16 Desember 1966 menerima ‘Covenants on Human Rights’

Resolusi 2200 A (XXI), Covenants telah diakui dalam hukum Internasional

dan diratifikasi oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,

yaitu antara lain :

a. The International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yaitu

memuat tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik (seperti berkaitan

dengan persamaan hak antara pria dan wanita)

b. The International Covenant on Economic, Social and Culture Rights

(ICESCR), yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi

ekonomi, sosial dan budaya

c. Optional Protocol, yaitu adanya kemungkinan seorang warga negara

yang mengadukan pelanggaran hak asasi kepada ‘The Human Rights

Committee’ Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah melalui upaya

pengadilan di negaranya

Tahun 1986 ; tepat pada tanggal 04 Desember 1986, Sidang Umum

Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali telah mensahkan Deklarasi tentang

Page 75: Ilmu Negara Part 2

Hak untuk Pembangunan, inti deklarasi ini adalah menegaskan kembali

komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat melalui pembangunan seluruh aspek kehidupan

dengan tetap mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia

4. Macam-macam Hak Asasi Manusia Menurut Para Ahli

Pandangan tentang hak asasi sangatlah beragam dan kontemporer.

Berdasarkan pandangan Para tokoh seperti John Locke, Aristoteles,

Montequieu dan J.J. Rousseau, dapat ditarik kesimpulan bahwa hak asasi

mencakup :

a. hak kemerdekaan atas diri sendiri

b. hak kemerdekaan beragama

c. hak kemerdekaan berkumpul

d. hak menyatakan kebebasan warga negara dari pemenjaraan sewenang-

wenang (bebas dari rasa takut)

e. hak kemerdekaan pikiran dan pers

Menurut Brierly, pada dasarnya hak asasi manusia dapat dibagi menjadi :

a. hak mempertahankan diri (self preservation)

b. hak kemerdekaan (independence)

c. hak persamaan pendapat (equality)

d. hak untuk dihargai (respect)

e. hak bergaul satu sama lain (intercourse)

Menurut Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si., beberapa macam hak asasi

dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. hak untuk diperlakukan dengan baik, biasanya dikenal dengan tata

karma sesuai anutan budaya yang bersangkutan

b. hak untuk mengembangkan diri, biasanya dikenal dengan harkat untuk

mewujudkan keberadaan

c. hak untuk memilih dan dipilih serta terpakai tenaganya dalam

pemerintahan, biasanya dikenal dengan demokrasi

d. hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam penerapan

peratuaran, biasanya dikenal dengan persamaan di dalam hukum

e. hak untuk memiliki, membeli, menjual dan memanfaatkan sesuatu,

biasanya dikenal dengan persamaan di dalam perlakuan ekonomi

f. hak untuk beribadah dan menjalankan syariah agama, biasanya dikenal

dengan kebebasan beragama

g. hak untuk menuntut ilmu dan melakukan penelitian serta

pengembangan pengetahuan, biasanya dikenal dengan kebebasan ilmiah

h. hak untuk mengeluarkan keterangan pernyataan, biasanya dikenal

dengan kebebasan berpendapat

Drs. Budiyanto, menyimpulkan dan membedakan hak-hak asasi manusia,

yaitu sebagai berikut :

Page 76: Ilmu Negara Part 2

hak-hak asasi pribadi atau personal rights, yang meliputi ; kebebasan

menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak,

dan sebagainya

hak-hak asasi ekonomi atau property rights, yaitu hak untuk memiliki

sesuatu, membeli, dan menjual, serta memanfaatkannya

hak-hak asasi politik atau political rights, yaitu hak untuk ikut serta dalam

pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan

umum, hak untuk mendirikan partai politik, dan sebagainya

hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum

dan pemerintahan atau rights of legal equality

hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and culture rights,

seperti hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan

kebudayaan, dan sebagainya

hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan

perlindungan atau procedural rights, seperti adanya peraturan dalam hal

penggeledahan, penangkapan, penahanan, peradilan, dan sebagainya

5. Macam-macam Hak Asasi Manusia Menurut Instrumen Internasional

a. Hak-hak Sipil, yaitu :

1) hak untuk menentukan nasib sendiri

2) hak untuk hidup

3) hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang, tidak disiksa, dihukum

mati, dan hak atas peradilan yang adil

b. Hak-hak Politik, yaitu :

1) hak untuk menyampaikan pendapat

2) hak untuk berkumpul dan berserikat

3) hak untuk mendapatkan persamaan di depan hukum

4) hak untuk memilih dan dipilih

c. Hak Ekonomi dan Sosial, yaitu :

1) hak untuk bekerja, tidak dipaksa bekerja, dan hak untuk cuti

2) hak untuk mendapatkan upah yang sama

3) hak atas makanan

4) hak atas perumahan, dan memperoleh perumahan yang layak

5) hak atas kesehatan dan pelayanan kesehatan yang memadai

6) hak atas pendidikan

7) hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat

d. Hak-hak Budaya, yaitu

1) hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan

2) hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan

3) hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta

BAB VII

KONSTITUSI

Page 77: Ilmu Negara Part 2

A. Tinjauan Umum tentang Konstitusi

1. Pengertian Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti

membentuk, pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan sebagai

pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu

negara. Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan

istilah ‘Gronwet’ (dalam bahasa Belanda Gron berarti tanah atau dasar,

dan wet berarti Undang-undang)

Di negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya,

biasa mengunakan istilah ‘Constitution’ yang dalam bahasa Indonesia

menjadi Konstitusi, dalam prakteknya dapat berarti lebih luas daripada

pengertian Undang-Undang Dasar, walaupun sebagian ahli

menyamakannya dengan Undang-undang Dasar. Bagi para sarjana ilmu

politik istilah Constitution merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu

keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak

tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu

pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat

Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari kata cume

dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti ‘bersamaan

dengan…’, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang membentuk

kata kerja pokok stare yang berarti ‘berdiri’. Atas dasar ini, kata statuere

mempunyai arti ‘membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan atau

menetapkan’. Dengan demikian bentuk tunggal (constitution) berarti

menetapkan sesuatu secara bersama-sama, dan bentuk jamak

(constitusiones) berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan

Mencermati dikotomi antara istilah constitution dengan gronwet, L.J.

Apeldorn telah membedakan secara jelas di antara keduanya, kalau

gronwet adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi

sendiri memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis.

Menurut Miriam Budihardjo, konstitusi adalah suatu piagam yang

menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan

suatu bangsa

Secara etimologis antara kata ‘konstitusi’, ‘konstitusional’, dan

‘konstitusionalisme’ inti maknanya sama, namun penggunaan atau

penerapannya berbeda. Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan

mengenai ketatanegaraan, jika tindakan atau prilaku seorang penguasa

berupa kebijakan yang diambil tidak berdasarkan atau menyimpangi

konstitusi, maka tindakan (kebijakan) tersebut adalah tidak konstitusional.

Berbeda halnya dengan konstitusionalisme, yaitu merupakan suatu paham

mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui

konstitusi

Page 78: Ilmu Negara Part 2

2. Sejarah Perkembangan Konstitusi

Catatan historis timbulnya negara konstitusional sebenarnya merupakan

proses sejarah yang panjang dan selalu menarik untuk dikaji. Konstitusi

sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah disusun melalui dan oleh

hukum, yaitu sejak zaman sejarah Yunani, di mana mereka telah

mengenal beberapa kumpulan hukum (semacam kitab hukum). Pada

masa kejayaannya (624-404 SM), Athena pernah mempunyai tidak kurang

dari 11 konstitusi, koleksi Aristoteles sendiri berhasil terkumpul sebanyak

158 buah konstitusi dari berbagai negara

Pemahaman awal tentang konstitusi pada masa itu hanyalah merupakan

suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata.

Kemudian pada masa kekaisaran Roma, pengertian constitution

memperoleh tambahan arti sebagai suatu kumpulan ketentuan serta

peraturan yang dibuat oleh para kaisar atau para preator. Termasuk di

dalamnya pernyataan-pernyataan pendapat dari para ahli hukum

kenegaraan, serta adat kebiasaan setempat, di samping Undang-undang.

Konstitusi Roma mempunyai pengaruh cukup besar sampai abad

pertengahan, di mana konsep tentang kekuasaan tertinggi (ultimate

power) dari para kaisar Roma, telah menjelma dalam bentuk L’Etat

General di Prancis, bahkan kegandrungan orang Romawi akan ‘ordo et

unitas’ telah memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham ‘demokrasi

perwakilan’ dan ‘nasionalisme’, dua paham inilah yang merupakan cikal

bakal munculnya paham konstitusionalisme modern

Pada zaman abad pertengahan, corak konstitusionalismenya bergeser ke

arah feodalisme. Pada abad VII lahirlah piagam Madinah yang merupakan

konstitusi negara Madinah yang dibentuk pada awal masa klasik Islâm

tepatnya di tahun 622. Di Inggris pada tahun 1776, dua belas negara

koloni Inggris mengeluarkan Declaration of Independence dan

menetapkan konstitusinya sebagai dasar negara yang berdaulat. Di

Prancis tepat pada tanggal 20 Juni 1789 Estats Generaux

memproklamirkan dirinya Constituante, walaupun baru pada tanggal 14

September 1791 konstitusi pertama di Eropa (diilhami oleh De Declaration

des Droit de I’Homme at du Citoyen yang dijiwai oleh Tesis Rousseau

dalam Du Contract Social) diterima oleh Louis XVI

Pada tahun Tahun 1776 lahirlah Declaration of Indefendence di Amerika

yang juga banyak dipengaruhi ajaran J.J. Rousseau (Prancis), hingga

terbentuklah konstitusi tertulis pertama Amerika ‘Constitution of United

States of America (USA)’ tahun 1787, yang kemudian diikuti oleh Spanyol

(1812), Norwegia (1814), Nederland (1815), Belgia (1831), Italia (1848),

Austria (1861), dan Swedia (1866)), sampai pada abad XIX tinggal Inggris,

Hongaria, dan Rusia yang belum memiliki konstitusi secara tertulis

Page 79: Ilmu Negara Part 2

Pada masa Perang Dunia I tahun 1914 telah banyak memberikan

dorongan yang dahsyat bagi konstitusionalisme, yaitu dengan jalan

menghancurkan pemerintahan yang tidak liberal, dan menciptakan

negara-negara baru dengan konstitusi yang berasaskan demokrasi dan

nasionalisme. Upaya ini dikonkritkan dengan Pendirian Liga Bangsa-

Bangsa. Reaksi keras melawan konstitusionalisme politik muncul seiring

dengan revolusi Rusia (1917) yang diikuti meletusnya fasisme di Italia dan

pemberontakan Nazi di Jerman yang kemudian melahirkan Perang Dunia

II. Perang Dunia II telah memberikan kesempatan kedua kalinya kepda

bangsa-bangsa untuk menerapkan metode-metode konstitusionalisme

terhadap bangunan internasional melalui piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa

3. Materi Muatan Konstitusi

Ruang lingkup paham konstitusi (konstitusionalisme) terdiri dari :

anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum

jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia

peradilan yang bebas dan mandiri

pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi

utama dari asas kedaulatan rakyat

Dua orang ahli hukum tata negara Belanda, Henc van Maarseveen dan

Ger van der Tang dalam buku ‘Writen Constitution’ mengatakan bahwa

selain sebagai dokumen nasional, konstitusi juga merupakan alat untuk

membentuk sistem politik dan hukum negara, oleh karena menurut A.A.H.

Struycken Gronwet sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah

dokumen formal yang berisi :

a. hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau

b. tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa

c. pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan di waktu

sekarang dan akan datang

d. suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan

ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin

Menurut Mr. J.G. Steenbeek, sebagaimana dikutip Sri Soemantri dalam

disertasinya, pada umumnya suatu konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu :

a. adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya

b. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat

fundamental

c. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga

bersifat fundamental

Menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, tiga materi

muatan yang pokok dalam konstitusi adalah :

a. jaminan hak-hak asasi manusia

Page 80: Ilmu Negara Part 2

b. susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar

c. pembagian dan pembatasan kekuasaan

Sedangkan menurut Miriam Bidihardjo, setiap Undang-Undang Dasar

memuat ketentuan-ketentuan mengenai :

a. organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan

legislatif, eksekutif, dan yudikatif, pembagian kekuasaan antara

pemerintah federal dan pemerintah negara bagian, prosedur

menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan

pemerintah dan sebagainya

b. hak-hak asasi manusia

c. prosedur mengubah Undang-Undang Dasar

d. adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari

Undang-Undang Dasar

4. Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Konstitusi

Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan

kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, konstitusi

berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa

yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat

rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa

Setelah perjuangan dimenangkan rakyat, konstitusi bergeser kedudukan

dan peranannya dari sekedar penjaga keamanan dan kepentingan hidup

rakyat terhadap kezaliman golongan penguasa, menjadi senjata

pamungkas rakyat untuk mengakhiri kekuasaan sepihak satu golongan

dalam sistem monarki dan oligarki, serta untuk membangun tata

kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama rakyat dengan

menggunakan berbagai ideologi seperti individualisme, liberalisme,

universalisme, demokrasi dan sebagainya. Selanjutnya kedudukan dan

fungsi konstitusi tergantung ideologi yang melandasi negara

Dalam sejarah di dunia Barat, konstitusi dimaksudkan untuk menentukan

batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya

pemerintahan. Dengan kebangkitan paham kebangsaan sebagai kekuatan

pemersatu, serta dengan kelahiran demokrasi sebagai paham politik yang

progresif dan militan, konstitusi menjamin alat-alat rakyat untuk

konsolidasi kedudukan hukum dan politik, untuk mengatur kehidupan

bersama dan untuk mencapai cita-citanya dalam bentuk negara.

Berhubung dengan itu, konstitusi di zaman modern tidak hanya memuat

aturan-aturan hukum, tetapi juga merumuskan atau menyimpulkan

prinsip-prinsip hukum, haluan negara, dan patokan kebijaksanaan, yang

kesemuanya mengikat penguasa

Pada negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, konstitusi

mempunyai fungsi khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah

Page 81: Ilmu Negara Part 2

sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat

sewenang-wenang, dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara

akan lebih terlindungi (konstitusionalisme). Pembatasan kekuasaan

terhadap setiap lembaga politik kekuasaan meliputi ; pembatasan yang

meliputi isi kekuasaannya, dan waktu dijalankannya kekuasaan tersebut

Loewenstein dalam bukunya ‘Political Power and the Governmental

Proce’s’, menyatakan bahwa konstitusi itu merupakan suatu sarana dasar

untuk mengawasi proses-proses kekuasaan, oleh karena itu setiap

konstitusi mempunyai dua tujuan, yaitu :

a. untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasan

politik, dan

b. untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa, serta

menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka

5. Klasifikasi Konstitusi

Merurut seorang pakar konstitusi Inggris, K.C. Wheare, klasifikasi

konstitusi antara lain :

a. konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and

no written constitution)

b. konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid (flexible constitution and rigid

constitution)

c. konstitusi derajat-tinggi dan konstitusi tidak derajat-tinggi (supreme

constitution dan not supreme constitution)

d. konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (federal constitution and

unitary constitution)

e. konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem

pemerintahan parlementer (presidential executive constitution and

parliamentary executive constitution)

6. Sistem Perubahan Konstitusi

Secara umum terdapat dua sistem perubahan konstitusi, yaitu :

a. Renewal (pembaharuan), apabila suatu konstitusi dilakukan perubahan

(dalam arti diadakan pembaharuan), maka yang diberlakukan adalah

konstitusi yang baru secara keseluruhan, sistem ini banyak dianut negara-

negara Eropa Kontinental seperti Belanda, Jerman, dan Prancis

b. Amandemen (perubahan), apabila suatu konstitusi diubah

(diamandemen), maka konstitusi yang lama (asli) tetap berlaku. Dengan

kata lain, hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau dilampirkan

pada konstitusi aslinya, sistem ini banyak dianut negara-negara Anglo

Saxon seperti Amerika Serikat, dan juga diadopsi Indonesia (walau secara

umum corak hukum Indonesia lebih condong ke Eropa Kontinental)

Menurut K.C. Wheare ada empat cara yang dapat digunakan untuk

mengubah konstitusi melalui jalan penafsiran, yaitu melalui :

Page 82: Ilmu Negara Part 2

a. beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces)

b. perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandement)

c. penafsiran secara hukum (judicial interpretation)

d. kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan

(usage and convention)

Menurut C.F. Strong, terdapat empat macam prosedur perubahan

konstitusi, yaitu :

a. perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan

legislatif, akan tetapi menurut pembatasan-pembatasan tertentu

b. perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu

referendum

c. perubahan konstitusi yang terjadi pada negara serikat, yang dilakukan

oleh sejumlah negara-negara bagian

d. perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau

dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk

keperluan perubahan konstitusi

Salah satu langkah untuk mempertahankan eksistensi konstitusi, maka

sering kali perubahan konstitusi sengaja diformulasi dengan cara atau

prosedur yang sulit, hal demikian menurut K.C. Wheare dilakukan guna

mencapai empat sasaran, yaitu :

a. agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang

masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar (dikehendaki)

b. agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan

pandangannya sebelum perubahan dilakukan

c. agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas

bahasa, minoritas agama dan / atau kebudayaannya mendapat jaminan

d. khusus pada negara serikat juga agar kekuasaan negara serikat dan

negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-

perbuatan masing-masing pihak secara tersendiri

B. Konstitusi Madinah dan Ketatanegaraan Modern

Jauh sebelum pemikir-pemikir Barat mengemukakan temuan mereka atas

berbagai konstitusi di Yunani, sejarah Islâm telah mencatat bahwa sejak

zaman Rasûlullâh Muhammad SAW. telah lahir konstitusi tertulis pertama

yang kemudian dikenal dengan konstitusi atau Piagam Madinah. Konstitusi

ini dibuat pada tahun 622 M, atau setelah 13 tahun masa kerasulan

Muhammad SAW. dan dakwah di kota Makkah yang kemudian memaksa

Beliau untuk hijrah ke Madinah yang sebelumnya bernama Yasrib

Tidak lama sesudah hijrah, di tengah kemajemukan penghuni kota

Madinah yang dihuni oleh beberapa macam golongan, Ia memandang

perlu meletakkan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah, agar

terbentuk kesatuan hidup di antara seluruh penghuninya. Maka kemudian

Page 83: Ilmu Negara Part 2

dibuatlah kesepakatan antara golongan Muhajirin dan Anshar, serta

perjanjian dengan golongan yahudi, yang secara formal ditulis dalam

naskah yang disebut Shahifah. Kesatuan hidup baru (negara berdaulat)

yang dibentuk tersebut dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. sendiri

dalam konteks selaku kepala negara

Para ahli ilmu pengetahuan dan sejarah menyebut naskah politik

(Shahifah) tersebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti W.

Montgomery Watt menyebutnya ‘Constitution of Medina, R.A. Nicholson

dengan istilah ‘Charter’, Majid Khadduri dengan ‘Treaty’, Philip K. Hitti

dengan ‘Agreement’, dan Zainal Abidin dengan istilah ‘Piagam’. Menurut

Ahmad Sukardja, kata Shahifah semakna dengan Charter dan Piagam,

yang lebih menunjuk kepada surat resmi yang berisi pernyataan tentang

sesuatu hal

Ditetapkannya piagam politik tersebut merupakan salah satu siasat Nabi

Muhammad SAW. untuk membina kesatuan hidup berbagai golongan

warga Madinah. Dalam piagam tersebut dirumuskan antara lain ;

kebebasan beragama, hubungan antar kelompok, dan kewajiban

mempertahankan kesatuan hidup. Berdasarkan isi piagam tersebut, warga

Madinah yang majemuk secara politis dibina di bawah pimpinan Nabi

Muhammad SAW.

Dalam berbagai tulisan yang disusun para ilmuan baik muslim maupun

non muslim, keberadaan piagam Madinah telah diakui sebagaimana

dinyatakan oleh W. Montgomery Watt bahwa piagam Madinah secara

umum diakui keotentikannya, dan bahkan menambahkan bahwa dokumen

tersebut merupakan sumber ide yang mendasari negara Islâm pada awal

pembentukannya

Jika dicermati dari 47 pasal yang termuat dalam konstitusi Madinah, dalam

banyak pasal terlihat beberapa gambaran tentang prinsip-prinsip negara

modern pada masa awal kelahirannya dengan Nabi Muhammad SAW.

sebagai kepala negara, yang warganya terdiri dari berbagai macam aliran,

golongan, keturunan, budaya dan juga agama

Baik disebut sebagai perjanjian maupun piagam, dan konstitusi, bentuk

dan muatan shahifat itu tidak menyimpang dari pengertian ketiga istilah

tersebut. Dilihat dari pengertian treaty; shahifat adalah dokumen

perjanjian antara beberapa golongan Muhajirin-Anshar-Yahudi dan

sekutunya bersama Nabi Muhammad SAW. Dilihat dari segi pengertian

charter; shahifat adalah dokumen yang menjamin hak-hak semua warga

Madinah dan menetapkan kewajiban-kewajiban mereka serta kekuasaan

yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW. Kemudian dilihat dari pengertian

constitution; shahifat juga memuat prinsip-prinsip pemerintahan yang

bersifat fundamental

Page 84: Ilmu Negara Part 2

Artinya kandungan shahifat itu dapat mencakup semua pengertian dari

ketiga istilah tersebut. Sebab ia adalah dokumen (tertulis) perjanjian

persahabatan antara Muhajirin, Anshar, dan Yahudi serta sekutu-

sekutunya bersama dengan Nabi Muhammad SAW. yang menjamin hak-

hak mereka, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka dan memuat

prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental yang sifatnya

mengikat untuk mengatur pemerintahan di bawah pimpinan Nabi

Muhammad SAW. Karena itu, Marduke Pickthal, H.A.R. Gibb, Wensinck,

dan W. Montgomery Watt menyebut shahifat tersebut sebagai konstitusi

Walau merupakan sebuah konstitusi, namun pada sisi lain harus diakui

pula bahwa piagam Madinah tidak dapat memenuhinya secara sempurna.

Sebab di dalamnya tidak ditemui penjelasan tentang pembagian

kekuasaan antara organ, badan atau lembaga pemerintahan, tetapi ia

menetapkan adanya pemegang hukum tertinggi. Namun demikian, ia

tetap dapat disebut konstitusi karena ciri-ciri lain dapat terpenuhi, yaitu

berupa naskah dokumen tertulis, menjadi dasar organisasi pemerintahan

masyarakat Madinah sebagai suatu umat (rakyat atau warga negara),

adanya kedaulatan negara yang dipegang oleh Nabi Muhammad SAW.,

dan adanya ketetapan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat

fundamental, yaitu mengakui kebiasaan-kebiasaan masyarakat Madinah,

mengakui hak-hak mereka dan menetapkan kewajiban-kewajiban mereka.

Sebagai himpunan peraturan yang mengatur kehidupan masyarakat

Madinah, ia bercita-cita mewujudkan persatuan dan kesatuan semua

golongan menjadi satu umat yang bermoral, menjunjung tinggi hukum

dan keadilan atas dasar iman dan takwa

Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam piagam Madinah dapat

dikatakan sebagai suatu ide yang revolusioner untuk saat itu. Dari sudut

tinjauan modern ia dapat diterima sebagai sumber inspirasi untuk

membangun masyarakat yang majemuk (seperti adanya cita-cita

mewujudkan masyarakat Madani dalam Undang-undang dan kebijakan

otonomi daerah di Indonesia). Dalam kaitan ini, mendiang almarhum Prof.

Dr. Nurcholis Madjid pernah menyatakan “Bunyi naskah konstitusi

(Madinah) itu sangat menarik. Ia memuat pokok-pokok pikiran yang dari

sudut tinjauan modern pun mengagumkan. Dalam konstitusi itulah untuk

pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup

modern, seperti kebebasan beragama, hak setiap kelompok untuk

mengatur hidup sesuai dengan keyakinannya, kemerdekaan hubungan

ekonomi dan lain-lain. Tetapi juga ditegaskan adanya suatu kewajiban

umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama menghadapi

musuh dari luar.”

C. Konstitusi dan Negara

Page 85: Ilmu Negara Part 2

Menurut Sri Soemantri dalam disertasinya, tidak ada satu negara pun di

dunia sekarang ini yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan lainnya, bahkan Max Boli Sabon menyatakan

bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin ada

Embrio konstitusi sebagai hukum dasar (droit constitutional) dapat digali

dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut bentuk negara dan dari sudut

pembentuk konstitusinya

Dari sudut bentuk negara, Hawgood dalam bukunya ‘Modern Constitution

Since 1787’ mengemukakan bahwa sebenarnya ada sembilan macam

bentuk negara yang sekaligus menunjuk bentuk-bentuk konstitusinya.

Tetapi kesembilan bentuk negara itu telah menjadi bangunan-bangunan

historis di mana sekarang sudah tidak mempunyai arti lagi. Maka dari itu

hanya diambil tiga bentuk negara, yaitu :

1. Spontaneous State (Spontane Staat). Konstitusinya disebut

Revolutionary Constitution ; adalah negara yang timbul sebagai akibat

revolusi, dengan demikian konstitusinya bersifat revolusioner, seperti

konstitusi Amerika Serikat dan Prancis

2. Negotiated State (Parlementaire Staat). Konstitusinya disebut

Parlementarian Constitution ; adalah negara yang berdasarkan pada

kebenaran relatif (relatieve waarheid), bukan berdasarkan pada absolute

waarheid seperti oosterse demokratie, yaitu Rusia

3. Derivative State (Algeleide Staat). Konstitusinya disebut Neo National

Constitution ; adalah negara yang konstitusinya mengambil pengalaman

dari negara-negara yang sudah ada (neo-national), seperti Burma, Thailan,

Vietnam, Idia, Pakistan, serta Indonesia

D. Faktor-faktor Daya Ikat Konstitusi

1. Pendekatan dari Aspek Hukum

Menurut K.C. Wheare, kalau berangkat dari aliran positivisme hukum,

maka konstitusi itu mengikat karena ia ditetapkan oleh badan yang

berwenang membentuk hukum, dan konstitusi itu dibuat untuk dan atas

nama rakyat (yang di dalamnya sarat dengan ketentuan sanksi yang

diatur lebih lanjut dalam Undang-undang organik)

Kemudian kalau dilihat dari prinsip-prinsip wawasan negara berdasar atas

hukum (rechtsstaat) sebagaimana dikatakan oleh Zippelius, konstitusi

merupakan alat untuk membatasi kekuasaan negara. Prinsip-prinsip ini

mengandung jaminan terhadap ditegakkannya hak-hak asasi, adanya

pembagian kekuasaan dalam negara, penyelenggaraan yang didasarkan

pada Undang-undang, dan adanya pengawasan yudisial terhadap

penyelenggraaan pemerintahan tersebut. Prinsip wawasan negara hukum

yang dikemukakan oleh Zippelius pada dasarnya sama dengan ketentuan

Page 86: Ilmu Negara Part 2

tentang materi muatan konstitusi sebagaimana dikemukakan Steenbeek

Berbicara tentang esensi hukum positif dan wawasan negara berdasarkan

hukum, inklusif di dalamnya pemahaman tentang konstitusi sebagai

dokumen formal yang terlembagakan oleh alat-alat kelengkapan negara

dan sekaligus sebagai hukum dasar yang tertinggi, oleh karena itu

konstitusi akan selalu mengikat seluruh warga negara

2. Pendekatan dari Aspek Politik

Menurut Prof. Dahlan Thaib, S.H., M.Si.; berdasarkan pendekatan politis,

maka hukum adalah produk politik yang telah menjadikan badan

konstituante (atau lembaga lain yang bekedudukan-fungsi sama) sebagai

badan perumus dan pembuat konstitusi suatu negara, kemudian peran itu

dilanjutkan oleh lembaga legislatif sebagai pembuat Undang-undang.

Proses yang dilakukan oleh kedua badan ini merupakan kristalisasi dan /

atau proses politik, sehingga produk politik yang berupa konstitusi atau

segala macam peraturan perundang-undangan mempunyai daya ikat

pemberlakuannya bagi warga negara. Kemudian hubungan hukum dengan

kekuasaan telah terimplementasikan dalam konstitusi baik dalam

pengertian hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis, yang

pada dasarnya telah membatasi tindakan penguasa yang mempunyai

kewenangan memaksa warga negara untuk mentaatinya

3. Pendekatan dari Aspek Moral

Konstitusi sebagai landasan fundamental seyogyanya memiliki kesesuaian

keselarasan, dan keharmonisan dengan nilai-nilai universal serta etika

moral, bahkan William H. Hewet berpendirian bahwa moral mempunyai

kedudukan yang lebih tinggi di atas konstitusi, lebih tegas lagi Paul

Sholten menyatakan bahwa keputusan moral adalah otonom atau teonom

(teonom adalah hukum abadi, yaitu kehendak Ilahi yang mengarahkan

segala ciptaan-Nya ke arah tujuan mereka, sebagai landasan yang

terdalam dari segala hukum dan peraturan). Sehingga moral menuntut

kita kepada kepatuhan penyerahan diri secara mutlak tanpa tawar-

menawar, dengan esensi tujuan untuk mengatur hidup manusia tanpa

pandang bulu, suku, ras, dan agama, lebih dari itu moral tidak terikat dan

terbatas pada waktu dan tempat tertentu

Maka kemudian K.C. Wheare mnyimpulkan secara ‘constitutional

phylosophy’ bahwa jika aturan konstitusi bertentangan dengan etika

moral, maka konstituti tersebut dapat disimpangi, namun jika aturan

konstitusi justru menopang etika moral, maka konstitusi mempunyai daya

pemberlakuan di tengah-tengah masyarakat

Dalam kaitan sikap patuh masyarakat (warga negara) terhadap konstitusi,

sesuai dengan contoh visi keteladan ‘akhlak mulia’ dari misi kerasulan

Muhammad SAW. Alm. Baharuddin Lopa, S.H., menyatakan bahwa

Page 87: Ilmu Negara Part 2

kepatuhan warga negara kepada hukum (konstitusi) bisa disebabkan

karena faktor ‘keteladanan dan rasio’ yang lebih dahulu harus ditunjukkan

para aparatur pemerintahan mulai dari level teratas, dengan menunjukkan

sikap dan prilaku loyalitas terhadap hukum (konstitusi) dan akhlak mulia,

tanpa pemasungan struktural yang tidak pada tempatnya

BAB VIII

DEMOKRASI DAN POLITIK

A. Demokrasi

1. Pengertian dan Macam-macam Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos artinya rakyat dan

kratein artinya pemerintah. Hal ini berarti adanya kekuasaan

pemerintahan tertinggi yang dipegang oleh rakyat. Menurut Abraham

Lincoln (Presiden Amerika Serikat ke XVI), demokrasi adalah pemerintahan

yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat

Ada bermacam-macam demokrasi yang sudah menjadi bagian dari

pemerintahan negara-negara di dunia, keanekaragaman ini dapat dilihat

dari berbagai sudut pandang, seperti :

a. Atas dasar penyaluran kehendak rakyat, maka demokrasi dibedakan

menjadi :

1) demokrasi langsung

Demokrasi langsung berarti paham demokrasi yang mengikutsertakan

setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan

kebijaksanaan umum negara atau Undang-undang

2) demokrasi tidak langsung

Demokrasi tidak langsung berarti paham demokrasi yang dilaksanakan

melalui sistem perwakilan, penerapan demokrasi seperti ini berkaitan

dengan kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin

banyak, wilayahnya semakin luas, dan permasalahan yang dihadapinya

semakin rumit dan kompleks. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi

perwakilan ini biasanya dilaksanakan melalui pemilihan umum

b. Atas dasar prinsip idiologi, maka demokrasi dibedakan menjadi :

1) demokrasi konstitusional (demokrasi liberal)

Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang didasarkan pada

kebebasan atau individualisme. Ciri khas pemerintahan demokrasi

konstitusional adalah kekuasaan pemerintahnya terbatas dan tidak

diperkenankan banyak campur tangan serta bertindak sewenang-wenang

terhadap warganya, karena adanya pembatasan dari konstitusi

Menurut M. Carter dan John Herz, suatu negara dinyatakan sebagai negara

demokrasi apabila yang memerintah dalam negara tersebut adalah

rakyat, dan bentuk pemerintahannya terbatas. Bila suatu lingkungan

dilindungi oleh konvensi dari campur tangan pemerintah atau hukum,

Page 88: Ilmu Negara Part 2

maka rejim ini disebut liberal

2) demokrasi rakyat

Demokrasi rakyat disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan

Marxisme-Komunisme. Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang

tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya

kepada kepemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan. Akan

tetapi, untuk mancapai masyarakat tersebut perlu dilakukan cara paksa

atau kekerasan. Menurut Kranenburg, demokrasi rakyat lebih mendewa-

dewakan pemimpin. Sementara menurut pandangan Prof. Miriam

Budihardjo, komunis selain merupakan sistem politik, juga mencerminkan

gaya hidup yang berdasarkan nilai-nilai tertentu. Negara adalah alat untuk

mencapai komunisme, dan kekerasan dipandang sebagai alat yang sah

2. Nilai-nilai Demokrasi

Demokrasi sebagai sistem pemerintahan mengandung nilai-nilai tertentu

yang berbeda dengan sistem pemerintahan yang lain. Henry B. Mayo

dalam bukunya ‘Introduction to democratic theory’, merinci beberapa nilai

yang terkandung di dalam demokrasi, antara lain :

a. menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga

b. menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu

masyarakat yang sedang berubah

c. menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur

d. membatasi pemakaian kekerasan sampai titik minimum

e. mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman

(diversity),

f. menjamin tegaknya keadilan

Untuk dapat menjamin tetap tegaknya nilai-nilai demokrasi tersebut, amat

perlu diselenggarakan lembaga-lembaga, antara lain :

a. pemerintah yang bertangungjawab

b. lembaga perwakilan rakyat yang menyalurkan aspirasi rakyat dan

mengadakan pengawasan (control) terhadap pemerintah

c. pembentukan organisasi atau partai politik

d. pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pandapat, dan

e. sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan

mempertahankan keadilan

B. Manusia Sebagai Makhluk Individu, Makhluk Sosial, dan Insan Politik

1. Sebagai Makhluk Individu

Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis, artinya di

samping sebagai makhluk pribadi sekaligus juga sebagai makhluk sosial.

Sebagai makhluk individu (pribadi) berarti manusia merupakan makhluk

ciptaan Tuhan yang terdiri dari unsur rohani dan jasmani yang tidak dapat

dipisah-pisahkan dengan kesatuan jiwa dan raga (individu). Manusia juga

Page 89: Ilmu Negara Part 2

diberi potensi atau kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga

sanggup berdiri sendiri dan bertanggungjawab atas dirinya. Disadari atau

tidak, setiap manusia akan senantiasa berusaha mengembangkan

kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya

2. Sebagai Makhluk Sosial

Sebagaimana yang dikemukakan Aristoteles, bahwa sebagai makhluk

sosial, manusia merupakan makhluk yang pada dasarnya selalu ingin

bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Status makhluk

sosial melekat pada setiap pribadi manusia karena dalam status individu,

manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dan dibutuhkannya.

Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia perlu bantuan atau

kerjasama dengan orang lain

3. Sebagai Insan Politik

Sebagai insan politik, manusia adalah elemen pokok yang melaksanakan

aktivitas-aktivitas politik kenegaraan, baik sebagai aktor utama maupun

sebagai objek tujuan. Negara sebagai suatu organisasi merupakan satu

sistem politik yang menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan

tujuan tertentu

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, setiap insan politik harus dapat

menunjukkan partisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan warga

negara pribadi (private citizen) yang bertujuan untuk ikut mempengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari

kegiatan-kegiatan warga negara dalam bentuk partisipasi politik, seperti

antara lain :

a. terbentuknya organisasi-organisasi politik maupun kemasyarakatan

sebagai bagian dari kegiatan sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi

rakyat yang ikut menentukan kebijaksanaan negara

b. lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial

maupun pemberi input terhadap kebijaksanaan pemerintah

c. pelaksanaan pemilihan umum yang memberi kesempatan kepada

warga negara untuk dipilih atau memilih

d. munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna

pada sistem input dan output kepada pemerintah, seperti unjuk rasa,

petisi, protes, demonstrasi dan sebagainya

Apabila sebagai insan politik, seorang warga negara tidak mau

menggunakan hak partisipasi politiknya, maka secara politik ia disebut

apatis

C. Sistem Politik dan Kepartaian

Keberadaan partai politik dalam suatu negara akan tumbuh subur

bilamana penerapan prinsip-prinsip demokrasi berjalan dengan baik dan

konsisten. Negara demokrasi mempunyai ciri khas mengikutsertakan

Page 90: Ilmu Negara Part 2

rakyat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan pemerintahan secara

langsung atau pun melalui wakil-wakilnya (parlemen) yang duduk pada

lembaga legislatif atau perwakilan. Peranan partai politik dalam kehidupan

ketatanegaraan merupakan motor penggerak atau jiwa yang

menghidupkan dinamika dari keseluruhan sistem kenegaraan

1. Pengertian Politik

Politik dalam bahasa Arab disebut ‘siyasah’ yang kemudian diterjemahkan

menjadi siasat, atau dalam bahasa Inggris disebut ‘politics’. Politik itu

sendiri berarti cerdik dan bijaksana, yang dalam pembicaraan sehari-hari

kita seakan-akan mengartikan sebagai suatu cara yang dipakai untuk

mewujudkan tujuan, serta bahkan saling menjatuhkan.

Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata ‘polis’ yang berarti

negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia

yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan,

kelakuan pejabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Tetapi

politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan

pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi Konsensus nasional, serta

kemudian kekuatan masa rakyat.

Menurut Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., sifat terpenting dari bidang politik

adalah penggunaan kekuasaan (macht) oleh suatu golongan anggota

masyarakat terhadap golongan lain, pokoknya selalu ada kekuatan.

Secara umum dalam sistem politik terdapat empat variabel yaitu:

a. Kekuasaan; sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara

lain membagi sumber-sumber di antara kelompok-kelompok dalam

masyarakat.

b. Kepentingan; tujuan yang dikejar oleh pelaku atau kelompok poIitik.

c. Kebijaksanaan; hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan,

biasanya dalam bentuk perundang-undangan.

d. Budaya politik; orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik.

Musa Asy’ari membedakan politik menjadi dua, politik kekuasan dan

politik moral. Politik kekuasaan adalah tindakan politik yang semata-mata

ditujukan untuk merebut dan memperoleh kekuasaan, kawan dan lawan

politik ditentukan sepenuhnya oleh kepentingan-kepentingan poIitik

semata sehingga tidak ada lawan dan kawan abadi, yang ada adalah

kepentingan abadi, yaitu kepentingan kekuasaan. Sedangkan dalam

politik moral, kekuasaan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi alat

perjuangan dari cita-cita moral dan kemanusiaan.

Ada bebcrapa tujuan poIitik hukum yang diuraikan oleh para sarjana,

yaitu:

a. Menjamin keadilan dalam masyarakat. Tugas utama pemerintah suatu

Negara ialah mewujudkan keadilan social (iustitia socialis) yang dulu

Page 91: Ilmu Negara Part 2

disebut keadilan distributive (iustitia distributive). Undang-undang disebut

adil yaitu Undang-undang yang mengatur sedemikan rupa kehidupan

manusia di mana untung dan beban dibagi secara pantas. Undang-undang

yang tidak adil adaIah yang melanggar hak-hak manusia atau

mengunggulkan kepentingan saIah satu kelompok saja.

b. Menciptakan ketentraman hidup dengan memelihara kepastian hukum.

Kepastian hukum berarti bahwa dalam Negara tersebut Undangundang

sungguh berlaku sebagai hukum, dan bahwa putusan-putusan hakim

bersifat konstan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

c. Menangani kepentingan-kepentingan yang nyata dalam kehidupan

bersama secara konkret. Kepentingan tersebut nampak dalam cita-cita

masyarakat secara kolektif. Pemerintah kemudian menetapkan Undang-

undang untuk mendukung dan mengembangkan cita-cita tersebut.

Tujuan mana yang harus diprioritaskan antara keadilan, kepastian hukum

atau nilai-nilai khusus?. Menurut Huijbers yang harus diutamakan adalah

keadilan, yaitu pemeliharaan hak-hak yang berkaitan dengan tiap-tiap

manusia sebagai pribadi. Karena hak-hak azasi tidak jatuh di bawah

wewenang pemerintah dan tidak pernah dapat diserahkan kepada orang

lain. Negara didirikan atas dasar hak-hak itu sebagai azas-azas segala

hukum. Sesudah keadilan baru kepastian hukum, lalu salah satu nilai

khusus dapat dipilh sebagai tujuan poltik hukum, sesuai dengan cita-cita

dan kebutuhan-kebutuhan bangsa.

2. Pengertian Ilmu Politik

J. Barents ; ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara

yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Johan Kaspar Bluntschli ; ilmu politik adalah ilmu yang memerhatikan

masalah kenegaraan, yaitu berusaha keras untuk mengerti dalam paham

kondisi situasi negara, yang bersifat penting, dalam berbagai bentuk

manifestasi pembangunan.

Raymond G. Gettel ; ilmu politik adalah ilmu dari suatu negara, hal

tersebut berlaku baik antar seseorang dengan orang lain yang paling

ujung sekali pun disentuh oleh hukum, hubungan antar perorangan atau

pun kelompok dengan negaranya, serta hubungan negara dengan negara.

Robert A. Dahl ; ilmu politik adalah sudah barang tentu pelajaran tentang

siasat, atau lebih baik pula dikatakan, hal ini sebagai pelajaran terinci dari

berbagai cara, yaitu usaha pembahasan yang teratur untuk menemukan

pencegahan kebingungan yang kacau dalam pengertian yang lebih luas.

Roger F. Soltau ; ilmu politik, untuk selanjutnya akan dianggap pelajaran

(ilmu yang mempelajarai) tentang negara, maksud dan tujuan negara,

lembaga yang melaksanakan tujuan tersebut, hubungan antara negara

dan warga negaranya, antar negara, dan juga apa yang dipikirkan

Page 92: Ilmu Negara Part 2

warganya, ditulis tentang berbagai pertanyaan (artikulasi serta agregasi

kepentingan).

Lebih lanjut Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si. menyatakan, karena ilmu

politik, pemerintahan, administrasi publik, hukum tata negara, dan ilmu

negara sendiri berkembang menjadi disiplin ilmu yang masing-masing

mandiri, maka hubungan antara ilmu-ilmu kenegaraan tersebut sudah

barang tentu tetap sangat erat karena mempunyai objek materi yang

sama yaitu negara, sehingga menyebabkan timbulnya pertumpang-

tindihan (convergency), hal ini karena ilmu-ilmu tersebut memiliki

kesamaan dalam pokok masalah (subject matter) yang dibahas.

Yang membedakan berbagai disiplin ilmu itu adalah objek formanya, yaitu

sudut pandang khas yang berbeda dari setiap ilmu (focus of interest).

Objek forma ilmu politik adalah kekuasaan, objek forma ilmu

pemerintahan adalah hubungan rakyat dengan penguasa yang terlihat

dalam berbagai gejala dan peristiwa pemerintahan, objek forma ilmu

administrasi publik adalah pelayanan, objek forma ilmu hukum tata

negara adalah peraturan, dan yang menjadi objek forma ilmu negara

adalah konstitusi.

3. Pengertian Partai Politik

Beberapa pandangan para ahli tentang partai politik, antara lain :

Carl J. Friedrich ; partai politik adalah sekelompok manusia yang

terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan

penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya sehingga

penguasaan itu memberikan manfaat kepada anggota partainya, baik

yang bersifat idiil maupun materiil.

Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si. ; partai politik adalah sekelompok

orang-orang memiliki ideologi yang sama, berniat merebut dan

mempertahankan kekuasaan denan tujuan untuk (yang menurut pendapat

mereka pribadi paling idealis) memperjuangkan kebenaran, dalam suatu

level (tingkat) negara.

Edmund Burke : seorang negarawan inggris mengemukakan, bahwa

yang disebut partai politik ialah tidak lain merupakan sekelompok manusia

yang secara bersama-sama menyetujui prinsip-prinsip tertentu untuk

mengabdi dan melindungi kepentingan nasional.

Prof. E.M. Said : partai politik adalah suatu kelompok orang yang

terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan, baik kebijaksanaan

pemerintah maupun pegawai negeri.

Prof. Miriam Budihardjo ; partai politik adalah organisasi atau golongan

yang berusaha untuk memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Dalam

kutipan lain disebutkan pula bahwa partai politik adalah suatu kelompok

yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-

Page 93: Ilmu Negara Part 2

nilai dan cita-cita yang sama, tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh

kekuatan (kekuasaan) politik dan merebut kedudukan politik, (biasanya)

dengan cara konstitusional, untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan

mereka.

Roger F. Soltau ; partai politik adalah sekelompok warga negara yang

sedikit banyak terorganisir dan bertindak sebagai suatu kesatuan politik

dengan memanfaatkan kekuasaan untuk memilih, dengan tujuan untuk

menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum

mereka.

Sigmund Naumann ; partai politik adalah organisasi tempat kegiatan

politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta

merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan suatu golongan

atau golongan-golongan lain yang tidak sepaham.

UU No. 31 Tahun 2003 tentang Partai Politik ; partai politik adalah

organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik

Indonesia secara suka rela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita

untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan

negara melalui pemilihan umum.

4. Fungsi Partai Poltik

Dalam negara demokrasi, partai politik akan memainkan beberapa fungsi,

antara lain :

a. Sebagai sarana komunikasi politik

Dengan fungsi ini partai politik berperan sebagai penyalur aspirasi dan

pendapat rakyat, menggabungkan berbagai macam kepentingan (interest

aggregation), dan merumuskan kepentingan (interest articulation) yang

menjadi dasar kebijaksanaannya. Selanjutnya partai politik akan

memperjuangkan agar aspirasi rakyat tersebut dapat dijadikan

kebijaksanaan umum (public policy) oleh pemerintah.

b. Sebagai sarana sosialisasi politik

Dengan fungsi ini partai politik berperan sebagai sarana untuk

memberikan penanaman nilai-nilai, norma, dan sikap serta orientasi

terhadap fenomena politik tertentu. Upaya partai politik dalam sosialisasi

ini, antara lain dilakukan melalui :

1) penguasaan pemerintah dengan memenangkan setiap pemilihan

umum.

2) menciptakan ‘image’ bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum,

dan

3) menanamkan solidaritas dan tanggungjawab terhadap para anggotanya

maupun anggota lain (in group dan out group)

4) di negara-negara baru (berkembang), fungsi partai politik juga berperan

untuk memupuk identitas dan integrasi nasional.

Page 94: Ilmu Negara Part 2

c. Sebagai sarana rekruitmen politik

Dengan fungsi ini partai politik mencari dan mengajak orang berbakat

untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota dari partai, baik

melalui kontrak pribadi maupun melalui ‘persuasif’. Dalam hal ini, partai

politik juga memperluas keanggotaan partai, sekaligus mencari kader

militan yang dipersiapkan untuk mengganti pemimpin yang lama

(selection of leadership).

d. Sebagai sarana partisipasi politik

Mobilisasi warga negara ke dalam kehidupan dan kegiatan politik

merupakan fungsi khas partai politik. Di jaman modern partai politik

dibentuk ketika semakin banyak jumlah rakyat yang diberi hak pilih dan

kelompok-kelompok masyarakat menuntut mereka harus diberi hak untuk

memberi suara guna bersaing memperebutkan suatu jabatan di

pemerintahan.

e. Sebagai sarana pengatur konflik

Dengan ini partai politik berfungsi untuk mengatasi berbagai macam

konflik yang muncul sebagai konsekuensi dari negara demokrasi yang di

dalamnya terdapat persaingan dan perbedaan pendapat. Biasanya

masalah-masalah tersebut cukup mengganggu stabilitas nasional. Hal itu

mungkin saja dimunculkan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan

popularitasnya.

f. Sebagai sarana artikulasi kepentingan

Menyatakan kepentingan mereka kepada badan-badan politik dan

pemerintah melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama

orang lain yang memiliki kepentingan yang sama. Bentuk artikulasi yang

paling umum di semua sistem politik adalah pengajuan permohonan

secara individual kepada anggota dewan kota, parlemen, pejabat

pemerintahan atau dalam masyarakat tradisional kepada kepala desa

atau ketua suku.

g. Sebagai sarana agregasi kepentingan

Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang

dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda dapat digabungkan

menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan pemerintah. Dalam masyarakat

demokratik, partai merumuskan program politik dan menyampaikan usul-

usul pada badan legislative, dan calon-calon yang diajukan untuk jabatan-

jabatan pemerintah, mengadakan tawar-menawar dengan kelompok-

kelompok kepentingan, dengan pemenuhan kepentingan mereka kalau

kelompok kepentingan itu mau mendukung calon tersebut.

h. Sebagai sarana pembuat kebijaksanaan

Suatu partai politik akan berusaha untuk merebut kekuasaan di dalam

pemerintahan secara konstitusional, dan sesudah ia mendapatkan

Page 95: Ilmu Negara Part 2

kekuasaan tersebut, baik dalam bidang eksekutif maupun legislative,

maka ia akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat

kebijaksanaan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan.

Menurut Sigmund Naumann, fungsi partai politik di negara demokrasi

adalah untuk mengatur keinginan dan aspirasi golongan-golongan di

dalam masyarakat. Sementara itu di negara komunis, fungsi partai adalah

untuk mengendalikan semua aspek kehidupan secara monolitik dan

rakyat dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup yang sejalan

dengan kepentingan partai (enforcement of conformity).

5. Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian lahir di Eropa Barat pada awal abad XX dengan

pelopornya yang terkenal, antara lain M. Astrogorsky (1902), Robert

Michels (1911), dan Sigmund Neumann (1956). Dalam perkembangan

lebih lanjut, sistem kepartaian sangat erat kaitannya dengan masalah

pembangunan politik negara (political development). Tentu saja

keterlibatan partai-partai politik sangat dominan dalam merebut puncak-

puncak kekuasaan (pimpinan) yang berfungsi sebagai pemberi keputusan

(decision maker) atau penentu kebijaksanaan umum (public policy).

Partisipasi rakyat dalam sistem kepartaian biasanya dapat dilihat dari

dasar pembentukan dan sikap yang ditunjukkan dalam suatu negara.

Dilihat dari dasar pembentukannya, partai politik dapat dibedakan

menjadi :

a. Partai Afeksi, yaitu partai yang didirikan berdasarkan cinta para

anggotanya terhadap orang atau keturunan tertentu.

b. Partai Kepentingan, yaitu partai yang didirikan berdasarkan

kepentingan para anggotanya.

c. Partai Ideologi atau Agama, yaitu partai yang berasaskan persamaan

agama atau cita-cita politik di antara para anggotanya.

Apabila dilihat dari ‘sikap’ yang ditunjukkan anggota terhadap keadaan

yang dihadapi, maka partai politik dapat dibedakan menjadi :

a. Partai Radikal, yaitu partai yang tidak puas dengan keadaan sekarang

dan ingin mengubah dengan cepat keadaan yang tidak mereka kehendaki

itu sampai ke akar-akarnya.

b. Partai Progresif, yaitu partai yang merasa tidak puas dengan keadaan

sekarang lalu ingin merubahnya, tetapi secara berangsur-angsur (evolusi).

c. Partai Konservatif, yaitu partai yang merasa puas dengan keadaan

sekarang dan ingin mempertahankan keadaan itu.

d. Partai Reaksioner, yaitu partai yang merasa tidak puas dengan keadaan

sekarang, serta ingin kembali kepada keadaan di masa lampau.

Apabila dilihat dari segi fungsi dan komposisi keanggotaannya, maka

partai politik dapat dibedakan menjadi :

Page 96: Ilmu Negara Part 2

a. Partai Massa, yaitu partai yang mengutamakan kekuasaan berdasarkan

keunggulan jumlah anggota partai, oleh karena itu biasanya terdiri dari

pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang

sepakat bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program

yang biasanya luas dan agak kabur. Kelemahan dari partai masa ialah

bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang bernaung di bawah

partai masa cenderung untuk memaksakan kepentingan masing-masing,

terutama dalam masa kritis, sehingga persatuan partai menjadi lemah

yang memungkinkan salah satu atau sebagian golongan saat

kepentingannya kurang terakomodir sewaktu-waktu mudah memisahkan

diri dan mendirikan partai baru.

b. Partai Kader, yaitu partai yang mengutamakan kekuatan dan keketatan

organisasi dan disiplin kerja para anggota partai. Pimpinan partai biasanya

menjaga kemungkinan doktrin partai yang dianut dengan jalan

mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota

yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.

Sedangkan berdasarkan sifat dan orientasinya, maka partai politik dapat

dibedakan menjadi :

a. Partai Lindungan (Patronage Party), partai ini pada umumnya memiliki

organisasi nasional yang kendor, meskipun organisasi tingkat lokalnya

sering cukup ketat. Tujuan utama partai ini adalah memenangkan

pemilihan umum untuk anggota-anggota yang dicalonkan.

b. Partai Idiologi atau Partai Azas, partai ini mempunyai pandangan hidup

yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan mengacu pada

disiplin partai yang mengikat dan kuat.

Maurice Duverger, dalam buku ‘Political Parties’, membagi sistem

kepartaian menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Sistem Partai Tunggal (one party system)

Istilah sistem satu partai atau partai tunggal oleh sebagian sarjana

dianggap menyangkal diri sendiri (contradiction interminis). Istilah

tersebut dipakai untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya

partai dalam suatu negara, maupun untuk partai yang sangat dominan di

dalam suatu negara.

Kondisi partai tunggal sangat statis (non competitive) karena diharuskan

menerima pimpinan dari partai dominan (pusat) dan tidak dibenarkan

melawan. Partai tunggal tidak mengakui adanya keanekaragaman sosial

budaya karena itu dapat dianggap menghambat usaha-usaha

pembangunan. Salah satu negara yang berhasil menerapkan sistem partai

tunggal adalah Uni Sovyet (Rusia) dan Republik Rakyat China (RRC),

kedua negara tersebut tidak mentolerir adanya partai-partai lain.

Sistem politik dengan partai tunggal di negara Uni Sovyet (Rusia) adalah

Page 97: Ilmu Negara Part 2

sebagai berikut :

1) Sistem pemerintahan : Politik Assembly Government

2) Supreme Rusia :

a) 650 orang, semasa empat tahunRusia of Nationalitie berjumlah

b) Rusia of Nation berjumlah 650 orang, untuk masa empat tahun

3) Presidium : berada di tangan Supreme Rusia

4) Sistem Kepartaian : Partai Tunggal PKS (Partai Komunis Rusia)

Dalam prakteknya kekuasaan tertinggi terletak di tangan Supreme Rusia.

Badan tersebut menjalankan kekuasaan legislatif yang terdiri dari Rusia of

Nationalitie (Majelis Tinggi) yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat

di negara-negara bagian dan republik otonom, sedangkan Rusia of Nation

(Majelis Rendah) yang anggotanya dipilih oleh seluruh warga negara

(rakyat Rusia).

Presidium merupakan pemegang kekuasaan eksekutif yang mempunyai

kekuasaan sangat luas, karena dapat mengeluarkan keputusan-keputusan

dan dekrit-dekrit. Badan tersebut juga dapat memberhentikan anggota-

anggota kabinet, bahkan jika perlu membubarkan legislatif.

b. Sistem Dwipartai (two party system)

Sistem ini merupakan ciri khas negara Anglo Saxon, seperti dianut oleh

Inggris, Amerika Serikat, dan Filipina. Pada sistem ini hanya ada dua partai

yang sangat dominan, yaitu partai yang berkuasa (yang menang dalam

pemilihan umum) dan partai oposisi (yang kalah dalam pemilihan umum).

Biasanya partai oposisi berperan sebagai pengecam setia (loyal

opposition) terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan partai yang berkuasa

bila dianggap tidak sejalan.

Sistem dwi partai akan dapat berjalan dengan syarat-syarat, seperti :

1) masyarakatnya homogen

2) konsensus masyarakat yang kuat, dan

3) adanya kontinuitas sejarah

Sistem ini juga didukung oleh pelaksanaan pemilihan umum dengan

sistem distrik karena dapat menghambat laju partai kecil. Sebagai

gambaran mengenai sistem politik dalam dwipartai adalah sebagaimana

yang terjadi di Amerika, yaitu sebagai berikut :

1) sistem pemerintahan : Kabinet Presidensiil

2) kongres :

a) senat yang beranggotakan 100 orang, untuk masa 6 tahun

b) house of representatif berjumlah 435 orang, untuk masa dua tahun

3) presiden sebagai pemimpin eksekutif untuk masa jabatan 4 tahun

4) sistem politik : dwipartai yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat

Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden yang terpisah dengan

kekuasaan legislatif. Badan legislatif atau kongres terdiri dari senat

Page 98: Ilmu Negara Part 2

(merupakan perwakilan dari setiap negara bagian) dan house of

representatif (perwakilan dari seluruh rakyat atau warga negara). Untuk

menjamin masing-masing kekuasaan, dibuat sistem pengawasan dan

keseimbangan (checks and balances).

c. Sistem Multipartai (multy party system)

Sistem ini biasanya diterapkan di negara yang agama, ras, dan suku

bangsanya sangat beragam. Masyarakat cenderung membentuk ikatan-

ikatan terbatas (primordial) sebagai tempat penyaluran aspirasi politiknya,

beberapa negara penganutnya seperti Prancis, Malaysia, Indonesia, dan

India.

Apabila sistem multipartai digandakan dengan sistem pemerintahan

parlementer, akan tampak kekuasaan legislatif berada di atas eksekutif.

Apabila kabinet yang dibentuk tidak memperoleh suara mayoritas

parlemen, maka partai-partai dapat berkoalisi. Negara akan lebih stabil

jika diperoleh suara mayoritas partai yang akan menguasai pemerintahan.

Sistem politik dengan multipartai seperti yang diterapkan di Prancis, maka

akan nampak :

1) sistem pemerintahan : Parlementer Kabinet, dengan multipartai

2) keanggotaan parlemen :

a) 300 orang untuk masa sembilan tahunsenat :

b) national assembly 550 orang untuk masa lima tahun

3) jabatan Presiden untuk masa tujuh tahun, sedangkan jabatan Perdana

Menteri dipilih oleh Presiden, dan dibantu oleh para menteri.

6. Sistem Pemilihan Umum

Pada umumnya ada dua sistem pelaksanan pemilihan umum yang biasa

digunakan, yaitu :

a. Sitem Distrik

Sistem ini diselenggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam

arti tidak membedakan jumlah penduduk, tetapi tempat yang sudah

ditentukan. Sehingga daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil

yang sama dengan daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu

sudah barang tentu banyak jumlah suara yang akan terbuang di satu

pihak, tetapi malahan menguntungkan pihak (daerah) yang renggang

penduduknya. Tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah secara

langsung, maka pemilih biasanya cukup mengenal (akrab) dengan calon

wakilnya (personan stelsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single

member constituency).

b. Sistem Proporsional

Sistem ini didasarkan pada jumlah penduduk yang akan menjadi peserta

pemilih, misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih memperoleh satu wakil

(suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah kelompok orang yang

Page 99: Ilmu Negara Part 2

diajukan kontestan pemilihan umum, yaitu para partai politik (multi

member constituency) yang dikenal lewat tanda gambar (lijsten stelsel),

sehingga antara calon wakil dan pemilihnya biasanya kurang saling

mengenal (akrab).

Hal demikian cukup adil dalam keseimbangan jumlah, bahkan sisa suara

dapat digabung secara nasional untuk kursi tambahan, dengan demikian

partai kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih

dihargai. Tetapi resikonya banyak wakil setoran dari pemerintah pusat

karena adakalanya salah satu jumlah yang memenuhi syarat tidak

memiliki wakil yang tepat.

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, terutama pada pelaksanaan

pemilihan umum tahun 2004, kedua sistem ini dapat dipadukan sehingga

lahirlah lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (selaku

refresentasi sistem distrik) di samping Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (selaku refresentasi sistem proposional).